Anda di halaman 1dari 2

DISKUSI 1

 PKNI4317.31
LIVINDA TRI ANIS SETIYADI
858687164

Perkembangan HAM di Inggris dari masa ke masa yang semakin progresif. Hal tersebut menunjukkan
akan kebutuhan pemenuhan Hak asasi manusia semakin tinggi. Dari pungutan upeti, hak beragama hingga
hak untuk mengeluarkan pendapat, bahkan diatur pula bagaimana memilih parlemen dan semua ini tidak
lepas dari perjuangan mereka. Inggris sering disebut-sebut sebagai negara pertama di dunia yang
memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris.
Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan
disahkan. Salah satu dokumen tersebut adalah Magna Charta.
Magna Charta terbentuk akibat dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Raja John terhadap
bangsawan dan rakyatnya. Asal Mula, Raja John adalah pemegang kekuasaan tertinggi monarki Inggris.
Waktu itu, Raja John bertakhta setelah kematian saudaranya yang bernama Raja Richard Si Hati Singa
pada 1199. Namun demikian, pemerintahan Raja John menuai kegagalan demi kegagalan. Pada saat itu
banyak pihak yang menilai Raja John adalah pemimpin yang tak becus.
Pada saat itu pula, beberapa bangsawan dan rakyat Inggris lebih mengharapkan kakaknya yang
bernama Arthur untuk naik takhta yang menyebabkan Raja John terbakar api cemburu sehingga Raja John
yang merupakan anak kelima Raja Henry II, terus bersitegang dengan saudaranya yang bernama Arthur
hingga menyebabkan percekcokan dan perselisihan. Perselisihan dan percekcokan tersebut dimenangkan
oleh John.
Kematian Arthur di tangan Raja John selanjutnya memicu pemberontakan rakyat Inggris
dan Normandia. Inggris tetap berada di bawah kekuasaan Raja John, tetapi Raja John kehilangan
Normandia yang di ambil ahli oleh Raja Prancis
Kebencian publik meningkat manakala Raja John mengganjarkan pajak tinggi kepada para bangsawan
Inggris untuk membiayai peperangannya di luar negeri. Para bangsawan Inggris lantas melawan
pemerintahannya. Pemberontakan bangsawan terbesar datang dari kelas Baron. Belum habis perkara
dengan baron, Raja John bertengkar dengan Paus Innocent III dan menjual kantor gereja untuk membangun
pundi-pundi kerajaan yang habis.
Setelah kekalahan sebuah kampanye untuk mendapatkan kembali Normandia pada 1214, Stephen
Langton, uskup agung Canterbury, meminta para baron yang tidak puas untuk meminta sebuah piagam
kebebasan/kemerdekaan dari raja.
Pada 1215, para baron bangkit dalam pemberontakan melawan penyalahgunaan undang-undang dan
kebiasaan feodal Raja John yang dihadapkan pada kekuatan massa. Raja John tidak punya pilihan selain
menyerah pada tuntutan mereka. Sebelumnya raja-raja Inggris telah memberikan konsesi kepada para
bangsawan feodal mereka, namun piagam ini secara samar-samar ditulis dan dikeluarkan secara sukarela
berdasarkan kehendak pribadi raja. Namun, dokumen yang harus ditanda tangani oleh Raja John pada Juni
1215, memaksa raja untuk membuat jaminan khusus/spesifik tentang hak dan hak istimewa para baron dan
kebebasan gereja.
Pada 15 Juni 1215, Raja John bertemu dengan para baron di Runnymede di Sungai Thames dan
meletakkan materainya pada Artikel Baron, yang setelah direvisi kecil-kecilan, dikeluarkan secara resmi
sebagai Magna Charta. Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat
pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun
dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan
cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hokum. Piagam Charta itu
menandakan kemenangan yang telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsipnya telah diakui dan
dijamin oleh pemerintahan. Piagam tersebut menjadi lambing munculnya perlindungan terhadap hak-hak
asasi karena mengajarkan bahwa hokum dan UU derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.
Piagam Magna Carta terdiri dari mukaddimah dan 63 klausa, terutama berurusan dengan kekuasaan
feodal yang sebenarnya tidak begitu berdampak di luar Inggris pada era itu. Namun, dokumen ini dianggap
luar biasa karena menyiratkan ada hukum yang harus dipatuhi raja, sehingga menghalangi klaim
absolutisme di masa depan oleh raja Inggris. Hal paling menarik bagi generasi selanjutnya adalah klausul
39, yang berbunyi sebagai berikut. “Tidak ada manusia merdeka yang akan ditangkap atau dipenjara atau
dipecat [dibuang] atau diasingkan atau diasingkan atau dengan cara apa pun menjadi korban… kecuali
dengan pengadilan yang sah dari rekan-rekannya atau oleh hukum yang berlaku," demikian bunyi klausul
tersebut. Klausa ini dianggap sebagai jaminan awal pengadilan oleh juri dan habeas corpus dan mengilhami
Petisi Hak Inggris (1628) dan Habeas Corpus Act (1679). Meski demikian, Magna Carta tidak langsung
berhasil diterapkan ketika disahkan.
Pada tahun yang sama, pecah perang saudara, dan John mengabaikan kewajibannya yang telah diatur
dalam piagam tersebut. Namun, setelah kematiannya pada tahun 1216, Magna Carta diterbitkan kembali
dengan beberapa revisi oleh putranya, Raja Henry III. Kemudian diterbitkan kembali pada tahun 1217.
Tahun itu, para baron pemberontak dikalahkan oleh pasukan raja. Pada 1225, Henry III secara sukarela
menerbitkan kembali Magna Carta untuk ketiga kalinya, dan secara resmi ditetapkan sebagai bagian dari
undang-undang Inggris. Walaupun Magna Carta adalah dokumen bersejarah yang penting, namun
kehadirannya terlalu sering dilebih-lebihkan. Magna Carta tidak mengatur pembentukan Parlemen, seperti
yang telah di klaim oleh beberapa orang, atau menyinggung cita-cita demokrasi liberal pada abad-abad
setelahnya. Akan tetapi, sebagai simbol kedaulatan aturan hukum, Magna Carta sangat penting bagi
perkembangan konstitusi Inggris.
Magna Charta sering disebut cikal bakal hak asasi manusia, meskipun sebenarnya kurang tepat. Magna
Charta sesungguhnya hanya berisi “konspirasi politik” antara raja John dengan para bangsawan tentang
pembagian kekuasaan, khususnya dalam rangka mengurangi kekuasaan raja. Yang diperjuangkan adalah
kepentingan para bangsawan, sekalipun di dalamnya menyangkut beberapa hak dan kebebasan rakyat.
Prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh para bangsawan Inggris adalah mengatur mengenai pembatasan
kekuasaan raja, sedangkan hak asasi manusia lebih penting dari pada kekuasaan raja, dan perlindungan
hak-hak warga negara yang selalu di dasarkan pada ketentuan hukum. Setelah Magna Charta tercatat pula
penandatanganan Petition of Rights pada tahun 1628 oleh Raja Charles I. Setelah itu, perjuangan yang
lebih nyata terlihat dalam Bill of Rights yang ditandatangani oleh Raja Willem III pada tahun 1689 sebagai
hasil dari pergolakan politik yang dahsyat, yang dikenal juga dengan sebutan the Glorious Revolution.
Selanjutnya ide HAM banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran para sarjana seperti John Locke dan
Jean Jacques Rousseau. Ide-ide para sarjana ini sangat berpengaruh terhadap penyebarluasan kesadaran
mengenai pentingnya perlindungan dan pemajuan HAM selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai