Anda di halaman 1dari 16

Konsep Dasar Hadits Dari Segi Jumlah Sanadnya Dan Cara

SampaiNya Kepada Kita


Makalah Ini Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadits

Dosen Pengampu :

Saepudin, M.Ag

Disusun Oleh : Kelompok 6


Nur Badringah Nurfikhoirotunnissa

Nur Faridah Nuri Taryani

Nurjil Carisa Nur Sahara

Nur laeli Zahrotunnissa Putri Aulia Azahra

PRODI ILMU AL- QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NURUL IMAN
PARUNG – BOGOR
1443H/2021

i
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat –Nya, shalawat
dan salam kami sampaikan juga kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad ‫ ﷺ‬. Kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul, “Konsep Dasar Hadits Dari Segi Jumlah
SanadNya Dan Cara SampaiNya Kepada Kita”. Hasil kerja kelompok kami ini dengan tujuan
untuk memenuhi tugas dari dosen kami di STAI NURUL IMAN Kami telah menerima materi
dan mempelajarinya, walau tidak bertatap muka (pembelajaran jarak jauh), insya allah kami
bisa memahaminya dan kami juga menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh
dari kata sempurna, baik dari penyusunan kata-kata ataupun dari isi materi.

Dan kami sangat berharap diberi kritik dan saran dari Bapak Dosen ataupun dari teman-
teman sekalian. Berakhirnya hanyalah kepada Allah SWT. Kita kembalikan semua hanya
kepada-Nya kesempurnaan Hanyalah milik Allah SWTsemata.

Selain kami sekelompok mengerjakan makalah ini bersama, kami tidak lepas dari ketentuan
untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapkan Terima Kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, 13 september 2021

Penyusun

ii
Daftar Isi

Table of Contents
Kata Pengantar ..................................................................................................................................... ii
Daftar Isi ...............................................................................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan ......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................................... 1
BAB 2 Pembahasan .......................................................................................................................... 2
2.1 Pembagian Hadits, Dilihat Dari Sisi SampaiNya Hadits Kepada Kita ...................................... 2
2.2 Hadits Mutawatir .................................................................................................................. 2
2.3 Hadits Ahad ........................................................................................................................... 4
2.4 Hadits Masyhur ..................................................................................................................... 4
2.5 Hadits ‘Aziz ............................................................................................................................ 7
2.6 Hadits Gharib ........................................................................................................................ 8
2.7 Pembagian Hadits Ahad Dari Sisi Kuat LemahNya ............................................................... 10
2.8 Implikasi Kuantitas Sanad Terhadap Kualitas Sanad Dan Kehujjahan ................................. 10
BAB 3 Penutup............................................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 12
3.2 Saran Dan Kritik ................................................................................................................... 12
Daftar Pustaka .................................................................................................................................... 13

iii
BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Sebelum memasuki bahasan pembagi hadits ditinjau dari aspek kuantitas sanad nya, ada
baiknya untuk menjelaskan cara para ahli hadits memandang kualitas sanad hadits. Sebagai
ilustrasi diketahui bahwa Az-zuhri, paling sedikit mempunyai 50 orang murid yang menulis
dari beliau,apabila masing-masing murid itu menulis 500 buah hadits dari beliau, maka
dalam 1 generasi 500 hadits tersebut itu akan berubah menjadi 25.000 Hadits. Dan apabila
setiap murid itu mempunyai paling sedikit 3 orang murid, maka dalam generasi ke2 jumlah
hadits itu akan membengkak menjadi 75.000 hadits. Dan beginilah seterusnya sehingga
jumlah hadits semakin hari semakin bertambah banyak. Dari sini dapat dipahami bahwa
dikalangan ahli hadits sanad dapat juga disebut sebagai Hadits. Oleh karena itu, apabila
sebuah hadits diriwayatkan melalui 20 sanad maka berarti sebuah hadits itu menjadi 20
hadits.

Ada beberapa ulama berupaya menaksirkan jumlah hadits As-saniy, syu’bah, yahya, Al-
qattan Ibnu mu’ih dan ahmad ibnu hambal berpendapat bahwa hadist Nabi muhammad
‫ﷺ‬, itu jumlahnya 4000 buah, sedangkan Munasir Ahsan Al-kailang cenderung
Berpendapat bahwa jumlah hadits itu mendekati 10.000 buah.

Disini lain Ibnu Al-jauzi berkata adalah jauh dari kemungkinan untuk menentukan jumlah
bilangan hadits, hanya saja ada kelompok tertentu yang berlebihan menelusuri dan
menentukan jumlah bilangannya. Pendapat ini didukung oleh Al-A’zamiy yang mengatakan
bahwa jumlah hadist Nabi muhammad ‫ﷺ‬, tidak dapat ditentukan secara pasti.

1.2 Rumusan Masalah


1. Ada berapa pembagian hadits jika ditinjau dari segi kualitas sanadnya?
2. Bagaimana hadits bisa sampai kepada kita?
3. Apakah kualitas sanad berpengaruh dengan kualitas hadits?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pentingnya sanad bagi suatu hadits.
2. Untuk mengetahui bagaimana hadits bisa sampai pada kita.
3. Untuk mengetahui kualitas sanad bisa menentukan kualitas sanad hadits.

1
BAB 2 Pembahasan

2.1 Pembagian Hadits, Dilihat Dari Sisi SampaiNya Hadits


Kepada Kita
Ditinjau dari sisi sampainya suatu hadits kepada kita,dapat dibagi menjadi 2 :

1. Apabila suatu hadits memiliki jalan(jalur) yang jumlahnya tidak terbatas dengan
bilangan tertentu , maka itulah yang dinamakan dengan mutawatir.
2. Apabila suatu hadits memiliki jalan(jalur) yang terbatas dengan bilangan tertentu,
maka itulah yang dinamakan dengan ahad.
Masing-masing, baik itu mutawatir ataupun ahad, memiliki pembagian dan
rincian. Saya insya allah akan memaparkannya, dan saya memulainya dengan topik
mutawatir.

2.2 Hadits Mutawatir


1. DEFINISI
a. Menurut bahasa : Merupakan isim fiil, pecahan dari kata tawatara,yang berarti
tataba’a(berturut-turut). Dikatakan tawatara al-mathar, yang berarti hujan turun
secara terus-menerus.
b. Menurut istilah : Hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang(rawi) yang
menurut kebiasaan mustahil mereka sepakat untuk berdusta.
Yang dimaksud oleh definisi adalah, hadits atau khabar yang diriwayatkan oleh
banyak rawi dalam setiap tingkatan(thabaqat) sanadnya, yang menurut akal dan
kebiasaan mustahil mereka(Para perawi itu) sepakat untuk menyalahi khabar
tersebut.

2. SYARAT-SYARAT HADITS MUTAWATIR


Dari penjelasan definisi tersebut tampak jelas bahwa hadits mutawatir tidak akan
terpenuhi kecuali memenuhi empat syarat, yaitu :
a. 1Diriwayatkan oleh banyak rawi. Terdapat perselisihan mengenai jumlah minimal
tentang banyaknya rawi. Menurut pendapat yang terpilih, paling sedikit ada 10
orang.
b. Jumlah bilangan rawi tersebut terdapat pada seluruh tingkatan(thabaqat) sanad.
c. Menurut kebiasaan, mustahil mereka sepakat untuk berdusta. 2

1
Tadrib ar-Rawi.,juz II/177

2
d. Hadits mereka disandarkan kepada panca indra. Seperti misalnya perkataan
mereka sami’na (kami telah mendengar), ra-aina(kami telah melihat), atau
lamasna(kami telah merasakan), dan jenisnya. Jika khabar mereka itu
disandarkan pada akal, seperti alam semesta ini baru(huduts), maka hadits
seperti itu tidak dinamakan mutawatir.

3. HUKUM HADITS MUTAWATIR


Hadits mutawatir menunjukkan pada pengetahuan yang sifatnya pasti(al-ilmu ad-
dlaruri), yaitu sesuatu yang meyakinkan. Dengan kata lain, manusia dipaksa untuk
membenarkannya secara pasti(tashdiqan jaziman), sama seperti ia menyaksikan
perkara itu dengan mata kepala nya sendiri, sehingga bagaimana mungkin ia
meragukan perkara yang telah dibenarkannya. Itulah yang disebut dengan Hadits
mutawatir. Oleh karena itu, hadits mutawatir seluruhnya diterima. Tidak diperlukan
lagi pembahasan mengenai kondisi para perawinya.

4. PEMBAGIAN MUTAWATIR
Hadits mutawatir dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Mutawatir lafdhi, yaitu hadits yang makna dan lafadznya memang mutawatir.
Contohnya : ‫من كذ ب علي متعمدا فليتيبوا مقعده من ا لنار‬
Barangsiapa berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaknya ia bersiap-
siap menempati tempatnya dineraka.
Hadits ini diriwayatkan oleh lebih dari 70 orang sahabat.
b. Mutawatir Maknawi, yaitu hadits yang maknanya mutawatir, bukan lafadznya.
Contohnya : Hadits –hadits tentang mengangkat kedua tangan ketika berdo’a.
hadits-hadits yang menggambarkan keadaan Rasulullah ‫ ﷺ‬ini ada sekitar 100
hadits. Masing-masing hadits itu menyebutkan rasulullah ‫ ﷺ‬mengangkat
kedua tangannya ketika berdo’a, meskipun masing-masing (hadits) terkait
dengan berbagai perkara(kasus) yang berbeda-beda. Masing-masing perkara tadi
tidak bersifat mutawatir. Penetapan bahwa mengangkat kedua tangan ketika
berdo’a itu termasuk mutawatir karena pertimbangan digabungkannya berbagai
jalur hadits tersebut.3

5. KEBERADAAN HADITS MUTAWATIR


Hadits-hadits mutawatir jumlahnya sangat terbatas. Diantaranya adalah hadits
tentang telaga al-haudl, hadits mengusap kedua buah khuf, hadits mengangkat
kedua tangan ketika shalat, hadits tentang Allah akan menggembirakan wajah
hamba–Nya, dan lain-lain.
2
Mereka mungkin tinggal dinegeri-negeri yang berbeda-beda, bangsa yang berlainan, madzhab yang berbeda-
beda, dan hal yang sejenis nya. Berdasarkan hal ini maka banyaknya orang yang menyampaikan berita tidak
begitu saja ditetapkan bahwa khabarnya itu mutawatir. Kadang kala jumlah (rawinya) lebih sedikit, namun
khabar yang disampaikannya itu adalah mutawatir. Penetapan tersebut sesuai dengan kondisi para perawi.
3
Tadrib ar-Rawi.,juz II/180

3
Seandainya kita bandingkan jumlah hadits mutawatir dengan hadits ahad, maka
jumlah hadits mutawatir itu amat sedikit.

6. KITAB-KITAB YANG POPULER


Para ulama telah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dengan
mengumpulkan hadits-hadits mutawatir, lalu menjadikannya sebagai kitab
khusus(mushanaf) tersendiri, untuk memudahkan para penuntut ilmu merunjuk
kepadanya. Diantara Kitab-kitab itu :
a. Al-Azhar al-mutanafsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah. Karya imam suyuthi,
yang tersusun menurut bab per-bab.
b. Quthafu al-Azhar. Karya imam suyuthi, yang merupakan ringkasan dari
kitabnya yang terdahulu.
c. Nadhamu al-Mutanatsir min al-Hadits al-Mutawatir. Karya muhammad bin
ja’far al-kittani.

2.3 Hadits Ahad


1. DEFINISI
a. Menurut bahasa : Merupakan jamak dari kata ahad, yang artinya satu(wahid). Hadits
wahid adalah berita yang diriwayatkan oleh satu orang.
b. Menurut istilah : Hadits yang tidak terkumpul syarat-syarat mutawatir.4

2. HUKUM HADITS AHAD


Hadits ahad menunjukkan kepada pengetahuan yang sifatnya teoritis(al-ilmu an-
nadhari), yaitu pengetahuan yang tegak karena adanya teori dan dalil.

3. PEMBAGIAN HADITS AHAD BERDASARKAN JUMLAH JALUR


Ditinjau berdasarkan jumlah jalur haditsnya, Hadits ahad dibagi tiga, yaitu :
a. Hadits Masyhur.
b. Hadits ‘Aziz.
c. Hadits Gharib.
Saya akan paparkan masing-masing pembagian ini secara terpisah.

2.4 Hadits Masyhur


1. DEFINISI
a. Menurut bahasa : Merupakan isim maf’ul dari syahartu al-amra, yang berarti
saya mengumumkan atau menampakkan suatu perkara. Disebut seperti itu
karena penampakkannya yang jelas.

4
Nuzhatu an-Nadhar.,hal.26

4
b. Menurut istilah : Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih
disetiap tingkatannya, asalkan(jumlahnya) tidak mencapai derajat mutawatir.

2. CONTOH
‫ان هللا ال يقبض العلم ا نتز ا عا ينتز عه‬
Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu begitu saja, melainkan Dia
mencabutnya...5

3. HADITS MUSTAFIDL
a. Menurut bahasa : Merupakan isim fa’il dari istafadla, pecahan kata dari fadla al-
maa, yang berarti air yang berlimpah-limpah. Dinamakan seperti itu karena
tersebar.
b. Menurut istilah : Ada tiga pendapat yang berbeda, yaitu :
1. Menurut sinonim dari hadits masyhur.
2. Hadits mustafidl lebih spesifik dari hadits masyhur, karena pada hadits
mustafidl disyaratkan pada kedua ujung sanadnya harus sama,sedangkan
pada hadits masyhur hal itu tidak disyaratkan.
3. Hadits mustafidl lebih umum (general) dari hadits masyhur, yaitu berlawanan
dengan pendapat kedua.

4. MASYHUR YANG TIDAK TERGOLONG ISTILAH HADITS MASYHUR


Yang dimaksud adalah,sesuatu(hadits) yang telah populer(masyhur) dikalangan
tertentu, namun tidak memiliki syarat-syarat yang dituntut(sebagai hadits masyhur).
Hal itu bisa berupa :
a. Haditsnya memiliki hanya satu sanad.
b. Haditsnya memiliki lebih dari satu sanad.
c. Haditsnya tidak memiliki sanad.

5. JENIS-JENIS MASYHUR YANG TIDAK TERGOLONG ISTILAH HADITS


MASYHUR
Jenis-jenis masyhur yang tidak tergolong istilah hadits masyhur amat banyak,
diantaranya, yaitu :
a. Masyhur dikalangan ahli hadits.
Contohnya adalah hadits anas:
‫ان رسو ل هللا ﷺقنت شهرا بعد الركو ع يد عو على ر عل وذ كو ان‬
Bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬melakukan(Do’a) qunut selama satu bulan,(dilakukan)
setelah ruku, dengan mendo’akan(kabilah) Ri’lin dan dzakwan. 6
b. Masyhur dikalangan ahli hadits,para ulama maupun masyarakat awam.

5
Dikeluarkan haditsnya oleh syaikhan,Tirmidzi,Ibnu Majah dan Ahmad
6
Dikeluarkan oleh Syaikhan.

5
Contohnya :
‫المسلم من سلم المسلمون من لسا نه ويده‬
Orang muslim itu adalah orang yang menyelamatkan muslim lainnya dari
perkataan dan tangannya.7
c. Masyhur dikalangan ahli fiqih.
Contohnya :
‫ابغض الحالل الي هللا الطال ق‬
8
Perkara halal yang dibenci oleh Allah adalah talak.
d. Masyhur dikalangan ahli ushul.
Contohnya :
‫رفح عن امتي الخطا والنسيا ن و ما استكر هو ا عايه‬
Diangkat dari umatku(Dosa) atas kekeliruan, lupa, dan hal yang memaksa. 9
e. Masyhur dikalangan ahli nahwu.
Contohnya :
‫نعم العبد صهيب لو لم يخف هللا لم يعصه‬
Sebaik-baik hamba adalah shuhaib, seandainya ia tidak takut kepada Allah maka
ia tidak akan berbuat maksiat.10
f. Masyhur dikalangan masyarakat awam.
Contohnya :
‫العجلة من الشيطا ن‬
11
Tergesa-gesa itu adalah perbuatan setan.

6. HUKUM HADITS MASYHUR


Masyhur ,menurut istilah maupun yang tidak termasuk istilah tidak dapat diklaim
sebagai hadits yang shahih atau tidak shahih,melainkan ada yang shahih, ada juga
yang hasan, dla’if, bahkan yang maudlu. Hadits masyhur, menurut istilah hadits yang
shahih memiliki kriteria lebih kuat dari hadits ‘aziz dan hadits gharib.

7. KITAB-KITAB YANG POPULER


Yang dimaksud kitab-kitab hadits masyhur disini adalah hadits-hadits masyhur yang
beredar ditengah-tengah masyarakat, bukan masyhur menurut istilah hadits,
diantaranya :
a. Al-Maqashid al-Hasanah fima isytahara ‘alaa al-Alsinati. Karya as-sakhawi.
b. Kasyfu al-khafa wa muzail al-lbas fima isytahara min al-Hadits ‘alaa al-sinati an-
Nas. Karya al-Ajiluni.

7
Muttafaq ‘alaihi.
8
Imam al-Hakim menshahikannya dalam kitab al-Mustadrak. Imam adz-Dzahabi juga menetapkan hal yang
sama, meskipun dengan lafadz yang berbeda.
9
Ibnu Hibban dan al-Hakim menshahikannya.
10
Ini tidak ada asal muasalnya.
11
Dikeluarkan oleh Tirmidzi, dan dihasankan olehnya.

6
c. Tamyisu at-thayyib min al-khabits fima yaduru ‘ala Alsinati an-Nas min al-Hadits.
karya ibnu ad-daiba’ as-Syaibani.

2.5 Hadits ‘Aziz


1. DEFINISI
a. Menurut bahasa : merupakan sifat musyabbahah dari kata ‘azza-yaizzu, yang
artinya sedikit atau jarang, atau juga sifat musyabbahah dari kata ‘azza-ya’azzu,
yang artinya kuat atau keras. Disebut demikian karena sedikit atau jarang
keberadaannya melalui jalur lain.
b. Menurut istilah : Hadits yang perawinya berjumlah tidak kurang dari dua orang
diseluruh tingkatan(Thabaqat) sanadnya.

2. PENJELASAN
Maksudnya adalah dimasing-masing tingkatan (thabaqat) sanad tidak boleh kurang
dari dua orang perawi. Jika disebagian thabaqatnya dijumpai tiga orang atau lebih
rawi, hal itu tidak merusak (statusnya sebagai) hadits ‘aziz, asalkan didalam thabaqat
lainnya meskipun Cuma satu thabaqat terdapat dua orang perawi. Sebab, yang
dijadikan patokan adalah jumlah minimal rawi didalam thabaqat sanad.
Ini adalah definisi yang paling kuat seperti yang ditetepkan oleh al-Hafidh Ibnu
Hajar. 12Sebagian ulama berpendapat : Bahwa hadits ‘aziz adalah hadits yang
diriwayatan oleh dua orang atau tiga orang. Mereka tidak membedakan dalam kasus
ini dengan hadits masyhur.

3. CONTOH
Diriwayatkan oleh syaikhan dan hadits Anas, dan bukhari dari hadits Abu Hurairah,
Bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda :
‫ال يو من احد كم حتي اكون احب اليه من و الده وو لده والناس اجمعين‬
Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga aku lebih dicintai dari bapaknya,
dari anaknya, dan manusia seluruhnya. 13

Hadits tersebut diriwayatkan dari Anas Qatadah dan Abdul Aziz bin Shuhaib, dari
Qatadah Syu’bah dan Said, dari Abdul aziz ismail bin ‘Ulayyah dan Abdul Warits, dan
masing-masing kelompok.

4. KITAB-KITAB YANG POPULER


Para ulama tidak menyusun secara tersendiri kitab tertentu untuk hadits-hadits ‘aziz.
Tampaknya hal itu disebabkan sedikit atau tidak ada manfaatnya menyusun kitab
tersebut.

12
Lihat kitab an-Nukhbah dan syarahnya.,hal.21 dan 24.
13
Bukhari dan Muslim.

7
2.6 Hadits Gharib
1. DEFINISI
a. Menurut bahasa : Merupakan sifat musyabbahah yang bermakna al-
munfarid(sendiri), atau jauh kitab kerabat.
b. Menurut istilah : Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi, Sendirian.

2. PENJELASAN
Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi, sendirian. Bisa disetiap thabaqatkan
dari seluruh thabaqat sanadnya, atau disebagian thabaqat sanad, malahan bisa pada
satu thabaqat saja. Adanya jumlah rawi lebih dari seorang pada thabaqat lainnya
tidak merusak hadits gharib, karena yang dijadikan sebagai patokan adalah yang
paling minimal.

3. NAMA LAIN HADITS GHARIB


Para ulama banyak menggunakan nama lain untuk hadits gharib, diantaranya al-
fardu, keduanya memiliki arti yang sama. Sebagian ulama lainnya telah membedakan
keduanya. Namun, al-Hafidh ibnu hajar menganggap keduanya itu sama saja, baik
ditinjau dari segi bahasa maupun istilah. Meski begitu, beliau berkata : Bahwa ahli
istilah (maksudnya adalah ahli hadits-pen) telah membedakan keduanya, dilihat dari
sisi banyaknya dan sedikitnya penggunaan. Disebut hadits fard, karena lebih banyak
digunakan untuk hadits fard yang mutlak. Sedangkan hadits gharib lebih banyak
digunakan untuk hadits fard yang nisbi.14

4. JENIS-JENISNYA
Dilihat dari aspek tempat menyendirinya perawi, hadits gharib dibagi dua :
a. Hadits gharib mutlak atau fard mutlak.
1. Definisinya : Jika gharib (kesendirian)nya terdapat pada asal sanad, dengan
kata lain,hadits yang diriwayatkan oleh rawi secara sendirian pada asal
sanadnya.15
2. Contohnya :
‫انما اال عما ل با النيا ت‬
Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya.16

14
Nuzhatu an-Nadhari.,hal.28
15
Asal sanad adalah puncak sanad, yaitu para sahabat. Para sahabat merupakan satu kelompok dari kelompok-
kelompok sanad. Apabila seorang sahabat secara sendirian meriwayatkan sebuah hadits, maka hadits itu
dinamakan gharib mutlak.
16
Dikeluarkan oleh syaikhan.

8
Hadits ini diriwayatkan oleh Umar bin khatab ra, seorang diri. Hal ini terus
berlanjut (kesendiriannya) hingga akhir sanad. Hadits ini juga telah
diriwayatkan kesendiriannya oleh sejumlah rawi.
b. Hadits gharib nisbi atau fard nisbi.
1. Definisinya : Kegharibannya terletak ditengah-tengah sanad, dengan kata
lain, hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari seorang rawi pada asal
sanadnya, kemudian diriwayatkan oleh seorang rawi.
2. Contohnya :
‫ما لك عن الز هر ي عن انس رضي هللا عنه ان النبي ﷺ دخل مكة وعلى راسه المغفر‬
Hadits Malik dari az-Zuhri, dari Anas ra, bahwa Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
memasuki kota makkah sementara diatas kepalanya terdapat penutup.17

Kesendiriannya terletak pada malik dari az-Zuhri.


3. Alasan penamaan : Dinamakan Hadits gharib nisbi karena letak
kesendiriannya dinisbahkan kepada individu tertentu.

5. JENIS-JENIS HADITS GHARIB NISBI


Terdapat berbagai jenis gharib atau kesendirian (tafarrud), yang memungkinkannya
termasuk hadits gharib nisbi, bukan gharib mutlak, karena dinisbahkan kepada
sesuatu tertentu. Antara lain :
a. Kegharibannya dinisbahkan kepada rawi tsiqah (terpercaya), seperti pernyataan
mereka : ‘tidak diriwayatkan oleh seorang pun rawi tsiqah kecuali si fulan’.
b. Kegharibannya karena diriwayatkan oleh rawi tertentu dari rawi tertentu, Seperti
pernyataan mereka : ‘Diriwayatkan secara menyendiri oleh fulan dari fulan’.
Meskipun diriwayatkan dari arah lain selain dia.
c. Kegharibannya pada penduduk negeri tertentu, atau penghuni tertentu : Seperti
pernyataan mereka : ‘Diriwayatkan secara menyendiri oleh penduduk makkah’.
Atau ‘oleh penduduk syam’.
d. Kegharibannya karena diriwayatkan oleh penduduk negeri tertentu dari
penduduk negeri tertentu pula, Seperti pernyataan mereka. ‘Diriwayatkan secara
menyendiri oleh penduduk Bashrah dari penduduk madinah’, atau ‘Diriwayatkan
secara menyendiri oleh penduduk syam dari penduduk Hijaz. 18

6. PEMBAGIAN LAIN
Para ulama juga membagi hadits gharib dilihat dari sisi gharibnya sanad dan matan,
Yaitu :
a. Hadits Gharib matan dan sanad : Hadits yang matannya diriwayatkan oleh
seorang rawi saja.

17
Dikeluarkan oleh syaikhan.
18
Tidak ada pemisalan lain, sebagai sebuah ringkasan.

9
b. Hadits Gharib matan, bukan sanad : Seperti hadits yang matannya diriwayatkan
oleh sekelompok sahabat, namun diriwayatkan secara menyendiri dari sahabat
lainnya. Dalam perkara ini Imam Tirmidzi berkata : Hadits ini gharib dilihat dari
aspek ini.

7. KITAB-KITAB YANG MEMUAT BANYAK HADITS GHARIB


Yaitu kitab-kitab yang didalamnya terdapat banyak hadits gharib :
a. Musnad al-Bazzar.
b. Mu’jam al-Ausath-nya at-Thabrani.

8. KITAB-KITAB HADITS GHARIB YANG POPULER


a. Gharaib Malik, Karya ad-Daruquthni.
b. al-Afraad, karya ad-Daruqutthni.
c. as-Sunah allati Tafarrada bikulli Sunnatin minha ahlu Baldatun, karya Abu Daud
as-Sijistani.

2.7 Pembagian Hadits Ahad Dari Sisi Kuat LemahNya


Hadits ahad yang mencangkup masyhur,’aziz dan gharib Dilihat dari sisi kuat
lemahnya terbagi dua :

1. Maqbul (dapat diterima) : Hadits yang dikuatkan kebenaran pembawa beritanya.


Hukumnya wajib dibutuhkan dan diamalkan.
2. Mardud (tertolak) : Hadits yang tidak dikuatkan kebenaran pembawa beritanya.
Hukumnya tidak wajib diperlukan dan tidak wajib diamalkan.

2.8 Implikasi Kuantitas Sanad Terhadap Kualitas Sanad Dan


Kehujjahan
Keterlibatan aspek kuantitas sanad terhadap kualitas sanad terlibat pada konsep-
konsep yang berkembang pada kualitas sanad. Namun pada bahasan ini hanya akan
dibahas sepintas lalu saja mengenai pengaruh kuantitas sanad terhadap kualitas
sanad.

Jika Hadits mutawatir, masyhur, ‘aziz, dan gharib pada artikel ini dimasukkan kedalam
pembagian hadits berdasarkan tinjauan kuantitas sanad, maka ada sebagian ulama
yang memasukkan bahasan tersebut berdasarkan tinjauan kesahihan dan keda’ifan
hadits. As-salih misalnya membahas tentang hadits mutawatir pada bahasan
pembagian hadis sahih, dan hadits ahad pada bahasan hadits yang musytarak dalam

10
hadits sahih, hasan dan da’if. Demikian pula yang dilakukan oleh al-khatib ketika
membahas hadits gharib, ‘aziz, dan masyhur.

Indikasi keterlibatan kuantitas sanad juga terlihat pada konsep dan terma-terma,
asahhul-asanid, al-ali wan-nazil, mahfuz wal-matruk, ma’ruf wal-munkar, asy-syaz,
asy-syahid wal-mutabi’, ar-rajih wal-marjuh, al-i’tibar, istikhrajul-hadits atau al-
kutubul-mustakhrajah, bahkan kedabitan seorang perawi, disamping dapat diketahui
melalui tawatur, syuhrah, tapi juga indikator, dan yang terakhir ini adalah hasil
kesimpulan dari banyak atau sedikitnya seorang perawi menyendiri dan
bermukhalafah, sehingga dalam maratibul-jarh dikenal dengan istilah “lahu manakir”,
maksudnya ia beberapa kali menyendiri dan bermukhalafah dari para perawi siqah
lainnya, sehingga haditsnya disebut hadits munkar, dan karenanya pula kedabitan
orang tersebut perlu diragukan.

Sedangkan keterlibatan kuantitas sanad pada kehujjahan sebagaimana yang telah


disinggung dimuka, masing-masing hadits mutawatir, hadits masyhur, dan hadits ahad
memberikan implikasi tersendiri terhadap kehujjahan seperti dalil qat’iy zanniy
yufidut-tama ‘ninah, dan zanniy saja. Dan masing-masing bagian tersebut mempunyai
dampak hukum yang berbeda. Mengingkari hadits mutawatir hukumnya kafir,
mengingkari hadits masyhur yang sahih, hukumnya fasiq, sedangkan hadits ahad yang
sahih wajib diamalkan.

Wallahu A’lam.

11
BAB 3 Penutup
3.1 Kesimpulan
Cara sampai hadits kepada kita itu ditinjau dari kuantitas sanad atau jumlah jalurnya,
Menurut para ulama ditinjau dari kuantitas sanadnya terbagi menjadi dua :

1. Mutawatir, yaitu memiliki banyak perawinya, hadits ini dihukumi (al-‘ilmu ad-
daruri) atau meyakinkan dan seluruh isinya diterima tanpa meragukan para
perawinya, jadi mustahil para perawinya, berdusta.
Hadits ini terbagi menjadi dua yaitu :
1. Lafdhi yang makna dan lafadznya mutawatir.
2. Maknawi yang maknanya mutawatir, sedangkan lafadznya bukan mutawatir.
2. Hadits Ahad (wahid) artinya berita yang disampaikan suatu orang atau istilahnya
hadits yang perawinya terbatas, hukumnya hadits ahad yaitu, pengetahuan yang
didasari teori dan dalil, Hadits ahad terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. Hadits Masyhur diriwayatkan tiga orang rawi.
2. Hadits ‘Aziz diriwayatkan oleh dua orang rawi.
3. Hadits Gharib yang perawinya sendiri.

3.2 Saran Dan Kritik


Demikian makalah ini kami sampaikan, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
memiliki kekurangan dan masih perlu untuk diperbaiki, oleh karena itu kami sabagai
penulis makalah ini mohon maaf atas kekurangannya. Kritik dan saran akan sangat
bermanfaat bagi kami untuk memperbaiki makalah ini untuk menjadi makalah yang
baik dan benar.

12
Daftar Pustaka

Abu ‘Abdillah Saidi Muhammad ibn Abil-Faid Maulana ja’far al-Husaini al-Idrisiy asy-

Syahir bil-Kattaniy, Nazmul-Mutanasir minal-Hadisil-Mutawatir (Beirut: Darul-


Kutubil-‘ilmiyyah, 1983).

Mahmud at-Thahan, Taisir Mustalahil-Hadis (tk.: tp., tth).

Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, Usulul-Hadis, Ulumuhu wa Mustalahuhu

(Berut: Daru-Fikr,1989).

Subhi as-Salih, 'Ulumul-Hadis wa Mustalahuhu (Beirut: Darul-llm lin-Malayin, 1988).

13

Anda mungkin juga menyukai