Anda di halaman 1dari 79

Panduan Belajar

PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Penulis:
dr. Seto Priyambodo,.M.Sc
dr. Bayu Tirta Dirja,.Ph.D
dr. Rifana Cholidah,.M.Sc
dr. Yunita Sabrina,.M.Sc,Ph.D
dr. I Gede Yasa Asmara, MD, M.Med, FINASIM
dr. Muthia Cenderadewi,.MPH

Edisi 1
TAHUN 2019
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
Daftar Isi

Daftar Isi ................................................................................................. 1


Pendahuluan ............................................................................................ 3
Tujuan Pembelajaran............................................................................... 4
Piramida Pembelajaran ........................................................................... 8
Tata Tertib ............................................................................................ 11
Pembidaian pembalutan pada fraktur
.21
Luka
Pingsan

Perdarahan (bebat tekan)

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 67


Laboratorium Keterampilan Medik PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Pendahuluan
Assalammu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji hanya bagi Allah SWT, pemilik dan penguasa alam semesta,
yang memungkinkan semua cita-cita baik dan kerja keras menjadi kenya-
taan. Selawat teriring salam dikirimkan kepada Rasulullah SAW, pendidik
dan tauladan segala sisi kehidupan.
Beranjak dari kebutuhan dan kesadaran diperlukannya buku panduan kete-
rampilan medik yang sederhana, informatif, praktis, updated dan handy,
kami mengadakan revisi mayor untuk seluruh buku panduan keterampilan
medik Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Buku ini tampil dengan
wajah baru, less text dan lebih padat berisikan detil langkah-langkah pelak-
sanaan yang lebih sistematik disertai dengan ilustrasi dan foto terbaru yang
dibuat sendiri oleh tim laboratorium keterampilan medik Fakultas Ke-
dokteran Universitas Mataram. Kemajuan ilmu pengetahuan yang dinamis
kami akomodir dengan memberikan saran bacaan yang relevan sehingga
mahasiswa mengetahui variasi teknik pemeriksaan yang mungkin dipakai di
senter pendidikan lain.
Kami menyadari bahwa keterampilan medis merupakan core competency
yang harus dimiliki oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mata-
ram sehingga diharapkan buku panduan keterampilan medik ini dapat digu-
nakan dari level akademik sampai tahap profesi sebagai pendamping text
book yang sudah ada.
Kami berterima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang terlibat.
Kepada para kontributor yang telah turut bekerja keras menyumbangkan
keahlian dan pemikirannya dalam penyusunan buku ini. Kepada tim editor
atas kreativitas dan ketekunannya dan kepada tim laboratorium tramed Fa-
kultas Kedokteran Universitas Mataram atas kerjasama dan kekompakann-
ya.
Semoga buku ini bermanfaat.
Wassalammu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Mataram, 30 Oktober 2019
Ketua Lab. Keterampilan Medik

dr. Isna Kusuma Nintyastuti, Sp.M


2
Laboratorium Keterampilan Medik PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Tujuan Pembelajaran
TARGET KOMPETENSI
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip penanganan pertama pada
kecelakaan yaitu pembidaian dan pembalutan pada patah tulang
ekstremitas, tersedak, luka bakar, pingsan, kejang, perdarahan (bebat
tekan).
KATEGORI KOMPETENSI
Keterampilan penanganan pertama pada kecelakaan masuk dalam Standar
Kompetensi Dokter Indonesia 2012 sebagai bagian dari kompetensi yang
termasuk dalam level kompetensi 4A kategori keterampilan klinis dokter
berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012 .

Tingkat kompetensi 4 (Does): Mampu melakukan secara mandiri


4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai
internship dan/atau Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)

3
Laboratorium Keterampilan Medik PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Tabel Matriks Tingkat Keterampilan Klinis, Metode Pembelajaran dan


Metode Penilaian untuk setiap tingkat kemampuan1

KRITERIA Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4

Mampu
melakukan
secara
mandiri
Tingkat
Keterampi- Mampu melakukan di
lan Klinis bawah supervisi

Memahami clinical reasoning dan prob-


lem solving

Mengetahui teori keterampilan

Melakukan
pada pasien

Metode Mampu melakukan di


Pembelaja- bawah supervisi
ran
Memahami clinical reasoning dan prob-
lem solving

Mengetahui teori keterampilan

Penyelesai Work-
Objective
an kasus based
Structured
secara ter- Asessment
Metode Clinical
Ujian Tulis tulis seperti
Penilaian Examina-
dan/atau mini
tion
lisan (oral CEX ,
( OSCE)
test) portofolio,

4
Laboratorium Keterampilan Medik PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

logbook,
dsb

5
Laboratorium Keterampilan Medik PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Piramida Pembelajaran

Gambar 1 Learning Pyramid

! INGATLAH!

Sesering mungkin latihan mandiri hingga dapat menguasai ket-


erampilan dengan kompetensi tingkat 3 dan 4

6
Laboratorium Keterampilan Medik PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Alokasi Waktu

Tabel 1 Rencana Alokasi Waktu

No. Isi Yang Terli- Ket.


bat

1 Pertemuan I: Demo instruktur Dosen in- 3 x 50


- Menit 0-30 : dosen instruktur struktur dan menit
melakukan penyamaan persepsi di ru- mahasiswa
ang tramed
- Menit 31-40 : pelaksanaan pre-test
- Menit 41-100 : pelaksanaan demo
instruktur (durasi tergantung banyaknya
materi)
- Menit 101-150 : latihan terstruktur

2 Pertemuan II dan III: Latihan ter- Mahasiswa 3 x 50


struktur I dan II didampingi menit
- Mahasiswa melakukan role play dan dosen in-
setelahnya wajib diberikan umpan balik struktur
oleh dosen instruktur

3 Pertemuan IV: Latihan mandiri Dosen in- 3 x 50


- Menit 0-50: mahasiswa melakukan struktur dan menit
sendiri mahasiswa
- Menit 51-90: feedback review oleh
dosen instruktur
- Menit 91-100 : pelaksanaan post-test

7
Laboratorium Keterampilan Medik PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

8
Laboratorium Keterampilan Medik PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Tata Tertib

1. Peserta wajib hadir tepat waktu dalam setiap kegiatan keterampilan


medik bila terlambat 15 menit peserta dilarang masuk.
2. Peserta harus berpakaian rapi dan sopan, dilarang memakai jeans, kaos
oblong, rok mini, legging/celana ketat.
3. Peserta wajib memakai jas laboratorium dan tanda pengenal sewaktu
mengikuti kegiatan keterampilan medik.
4. Peserta dilarang coret-coret di manekin, tembok, dan meja.
5. Peserta dilarang membuat gaduh sewaktu kegiatan keterampilan medik
berlangsung.
6. Peserta dilarang makan dan minum dalam kegiatan keterampilan
medik.
7. Peserta wajib merapikan kembali alat-alat dan bahan-bahan yang telah
digunakan.
8. Apabila peserta meminjam alat diharapkan dilakukan pengecekan
terlebih dahulu dan alat kembali dalam keadaan seperti semula.
9. Apabila terdapat kerusakan dalam peakaian alat dan bahan, peserta
wajib menggantinya.
10. Peserta dilarang memperbanyak buku dan ceklist keterampilan medik
tanpa sepengetahuan laboratorium keterampilan medik.
11. Apabila berhalangan hadir segera menghubungi pengelola tramed
untuk menyelesaikan administrasi.
12. Syarat mengikuti ujian tertulis dan evaluasi praktek keterampilan
medik:
Absensi kehadiran minimal 80%, dibuktikan dengan lembar
kehadiran mahasiswa. Lembar kehadiran mahasiswa harus
ditandatangani oleh dosen/instruktur yang bersangkutan.
Tidak ada tanggungan peminjaman alat.
Tidak terdapat pelanggaran tata tertib keterampilan medik.
Dinyatakan layak untuk mengikuti ujian/evaluasi oleh koordinator
keterampilan medik.

9
Laboratorium Keterampilan Medik PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

13. Bila terdapat hal-hal yang tidak tercantum dalam tata tertib ini akan
diatur kemudian.
14. Bila peserta melanggar tata tertib ini akan dikenai sanksi.

Mataram, 30 Oktober 2019


Ketua Lab Keterampilan Medik

dr. Isna Kusuma Nintyastuti,


Sp.M

10
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
DASAR TEORI
CEDERA MUSKULOSKELETAL PADA EKSTREMITAS

Fraktur adalah kerusakan pada tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan


tulang yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur merupakan cedera
paling berat pada tulang. Sedangkan dislokasi terjadi ketika salah satu ujung
tulang membuat persendian tertarik atau terdorong keluar dari tempatnya.
Pada dislokasi dapat terjadi cedera jaringan lunak yang serius meliputi ke-
rusakan pembuluh darah, saraf dan kapsul sendi. Cedera yang lain dapat
berupa sprain, yaitu robekan pada ligament dan strain, yaitu regangan atau
robekan ringan pada otot atau tendo yang menghubungkan otot ke tulang.

KLASIFIKASI FRAKTUR
Fraktur tulang dapat diklasifikasikan menurut:
1. Garis Patah : incomplete (tidak mengenai kedua korteks tulang dan
lapisan periosteum salah satu sisi) dan complete (hubungan kedua
korteks terputus).
2. Lokasinya: intraarticular (melibatkan persendian) dan
extraarticular (tidak melibatkan sendi).
3. Hubungan dengan dunia luar: open (selalu disertai luka, kulit pecah
dan tulang terbuka sehingga dapat terkena infeksi) dan close (kulit
disekitar tulang yang patah tetap utuh, sering tampak memar dan
bengkak).
4. Jenis garis patah (transversal, oblique dan spiral).

GEJALA DAN TANDA FRAKTUR


1. Tenderness dan nyeri
2. Deformitas
Bila ukuran dari anggota gerak bagian atas berbeda dalam bentuk,
ukuran atau panjang antara kanan dan kiri, dicurigai terjadi fraktur
pada lokasi tersebut

3. Pembengkakan dan diskolorisasi

1
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Diskolorisasi terlihat sebagai warna kemerahan pada kulit yang
akan berubah menjadi memar hitam atau biru (hematom) dalam
beberapa jam.

4. Krepitus artinya pasien atau pemeriksa mendengar dan merasakan


sensasi berkeretak.

5. kehilangan fungsi (fungsiolesa)

6. Kehilangan denyut nadi distal, menandakan adanya gangguan


sirkulasi
7. Kehilangan sensasi
8. Luka yang terekspose
9. Gerakan yang abnormal. Jika pasien bergerak, tulang yang patah
akan menunjukkan gerakan abnormal
10. Spasme otot pada ektremitas yang cedera

PERAWATAN CEDERA TULANG


1. Buka dan periksa area tempat cedera
2. stabilkan bagian yang cedera untuk mencegah gerakan
3. Jika cedera adalah fraktur terbuka, jangan mendorong tulang yang
protrusi. Tutup luka pada tulang yang terpajan dengan kassa.
tempelkan gulungan kassa di sekitar tulang, dan perban cedera
tanpa menekan tulang.
4. Kompres dengan es
5. Cari pertolongan medis.

PEMBALUTAN
Tujuan pembalutan pada penanganan fraktur:
1. menutup luka
2. melakukan tekanan
3. Mengurangi/mencegah pembengkakan
4. membatasi pergerakan
5. mengikat bidai

2
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembalutan, yaitu:
1. Perhatikan wajah korban pada saat pembalutan
2. Jaga balutan agar tidak mengendor dan tergeser
3. jangan membalut terlalu erat karena dapat mengganggu sirkulasi
darah ke distal
4. Sedapat mungkin lakukan pembalutan pada saat korban berbaring
atau dalam keadaan rileks.
5. Jangan sentuh luka atau mengeluarkan sesuatu dari luka kecuali
kontaminan kecil yang dapat dikeluarkan
6. Dalam usaha untuk mencegah pergesekan dan ketidaknyamanan
pada kulit, gunakan bantalan lunak sebelum melakukan balutan
7. Apabila dalam melakukan melakukan pembalutan harus melepas
pakaian korban, maka:
a. dahulukan melepas pakaian korban pada bagian tubuh yabg
sehat dilanjutkan pakaian yang sakit
b. Apabila sulit dilakukan, buka jahitan pakaian atau gunting
pakaian korban.
c. Berhati-hatilah jika harus melepas sepatu korban dan
jangan ditarik jika diperkirakan terjadi patah tulang karena
sepatu juga dapat berfungsi sebagai pembidai.

Macam-macam pembalut:
1. Pembalut cepat, yaitu kain kasa steril dan pembalut gulung. Pembalut
dapat dipasang secepat mungkin pada luka untuk menghindari infeksi
2. Pembalut segitiga berupa segitiga sama kaki dengan alas 125 cm dan
tinggi 50 cm. Pembalut ini dapat dilipat sesuai kebutuhan, misal dilipat
2 kah, 3 kali atau setangan leher. Dalam perkembangannya, pembalut
segitiga mengalami modifikasi menjadi platenga dan funda. Platenga,
pembalut segitiga dengan guntingan dari sudut atas hingga titik pusat,
sedangkan funda memiliki guntingan dari sudut antara kaki segitiga
dengan alas segitiga dengan sudut sama besar dan panjang 20-30 cm
3. Pembalut gulung atau pita, terdiri atas beberapa ukuran sesuai tempat
luka.
3
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
JENIS PEMBALUT DAN KEGUNAANNYAMitella
Bahan pembalut terbuat dari kain yangberbentuk segitiga sama kaki
dengan berbagai ukuran. Panjang kaki antara 50-100 cm, terbuat dari kain
mori. Pembalut ini dipergunakan pada bagian tubuh yang terbentuk bulat
atau untuk menggantung bagian anggota yang cedera. Pembalut ini biasa
dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak tangan, pinggul,
telapak kaki dan untuk menggantung lengan3.

Dasi
Pembalut ini adalah mitella yang dilipat-lipat dari salah satu segitiga
agar beberapa lapis dan berbentuk seperti pita dengan kedua ujung-
ujungnya lancip dan lebarnya 5-10 cm, biasa dipergunakan untuk membalut
mata, dahi (atau bagian kepala yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, pa-
ha, lutut, betis dan kaki terkilir3.

Pita (gulung)
Pembalut ini dapat dibuat dari kain katun, kain kasa, flannel atau ba-
han elastis. Yang paling sering adalah dari kasa, hal ini karena kasa mudah
menyerap air, darah dan tidak mudah bergeser (kendor)3.
Macam-macam ukuran pembalut dan penggunaannya
Lebar 2,5 cm : biasa untuk jari-jari
Lebar 5 cm : biasa untuk leher dan pergelangan tangan
Lebar 7,5 cm : biasa untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis
dan kaki
Lebar 10 cm : biasa untuk paha dan sendi panggul
Lebar > 10-15 cm : biasa untuk dada, perut dan punggung

Plester
Pembalut ini merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada sendi yang
terkilir, untuk merekatkan pada kelainan patah tulang. Khusus untuk me-
nutup luka, biasanya dilengkapi dengan obat antiseptik3.

4
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Pembalut spesifik
Snelverband
Pembalut pita yang sudah ditambah dengan kasa penutup luka dan
steril, batu dibuka pada saat akan dipergunakan, sering dipakai pada luka-
luka lebar yang terdapat pada badan.
Sofratulla
Kasa steril yang telah direndam denga obat pembunuh kuman, biasa
dipergunakan pada luka-luka kecil.

Kasa steril
Kasa yang dipotong dengan berbagai ukuran untuk menutup luka kecil
yang sudah diberi obat-obatan (antibiotik dan antiplagestik). Setelah ditutup
kasa itu kemudian dibalut3.
Tabel. 1.1 Ringkasan Pembalutan

Jenis Bentuk Kegunaan


pembalut
Segitiga Untuk menggendong
bentuk da- tangan. Menutup luka
sar pada kepala, bahu,
punggung, siku,
telapak tangan,
pangkal paha, sendi
lutut, telapak kaki.
Dilipat 2 Menutup luka pada:
kali mata, pelipis, telinga,
lengan bawah, persen-
dian siku, persendian
lutut.

5
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Setangan Menutup luka lebar


leher pada: pinggul, dada,
kepala, bahu,
punggung.
Platenga Menutup luka lebar
pada bahu, dada (teru-
tama wanita),
punggung, perut.
Funda Menutup luka lebar
pada: kepala bagian
depan, tengah dan
belakang, dahi, hidung,
dagu/rahang, tumit

Gulung/ Menutup luka pada


pita sendi siku, lengan atas,
lengan bawah, telapak
tangan, jari tangan,
sendi lutut, tungkai
bawah, telapak kaki,
jari kaki.

PEMBIDAIAN
Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat, atau bahan lain
yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar
bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi), memberiksan
istirahat dan mengurangi rasa sakit.

6
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Tujuan Pembidaian adalah:
Mencegah pergerakan/pergeseran dari ujung tulang yang patah
Memberikan istirahat bagi anggota tubuh yang patah
Mengurangi rasa sakit
Mempercepat penyembuhan

Sedangkan prinsip-prinsip pembidaian adalah:


Pembidaian dilakukan di tempat dimana anggota badan mengalami
cedera
Pembidaian dilakukan pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu
harus dipastikan adanya patah tulang
Pembidaian sebaiknya melewati minimal dua sendi yang berbatasan

Tipe-tipe bidai adalah:

Bidai rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, aluminium atau
bahan lain yang keras. Sebelum dipakai, bidai harus dilapisi dulu
Bidai soft adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau
bahan yang lunak lainnya.
Bidai traksi adalah bidai yang digunakan untuk imobilisasi ujung tulang
yang patah dari fraktur femur sehingga dapat terhindari kerusakan yang
lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk
menstabilkan patah tulang yang patah, traksi bukanlah meregangkan
atau menggerakkan tulang yang patah hingga ujung-ujung tulang yang
patah menyatu.

Syarat-syarat pembidaian adalah:


1. Alat-alat dipersiapkan terlebih dahulu selengkapnya
2. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum
dipasang diukur lebih dulu pada anggota badan korban yang tidak sa-
kit

7
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Gambar 1.1. Bidai dipasang melewati 2 sendi

3. Ikatan tidak boleh terlalu keras dan tidak boleh terlalu kendor
4. Bidai dibalut dengan pembalut terlebih dahulu sebelum digunakan
5. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari distal ke proksimal
6. Buat simpul ikatan pada sisi lateral agar mudah dibuka kembali

Gambar 1.2. Membuat simpul dimulai dari arah distal pada sisi lateral

7. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah
pembidaian dan perhatikan warna kulit distalnya
8. Periksa dengan interval 15 menit untuk menjamin bahwa pembalut
tidak terlalu kencang.

8
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Beberapa patah tulang yang memerlukan pertolongan dengan pem-
bidaian antara lain:
1. Patah tulang paha
Pembidaian pada patah tulang paha perlu dipersiapkan:
1 (satu) bidai yang panjangnya dari tumit sebelah luar sampai lipat
paha
1 (satu) bidai yang panjangnya dari tumit sebelah dalam sampai
pangkal paha
5 pembalut dasi lipatan 2 kali untuk mengikat
2 pembalut dasi lipatan 1 kali untuk mengikat
1 pembalut dasi lipatan tiga untuk mengikat
2. Patah tulang tungkai bawah
Pembidaian pada patah tulang tungkai bawah perlu dipersiapkan:
2 bidai yang panjangnya dari paha sampai tumit
4 pembalut dasi lipatan 2 kali untuk mengikat

3. Patah tulang lengan bawah


Pembidaian pada patah tulang lengan bawah perlu dipersiapkan:
2 bidai yang melewati siku dan pergelangan tangan
3 pembalut dasi 2 lipaatan untuk mengikat
1 pembalut segitiga untuk menggendong

4. Patah tulang selangka


1. Korban didudukkan
2. Minta korban membusungkan dada
3. Lakukan ikatan delapan (figure of eight) pada tulang selangka
4. Topang lengan pada sisi yang sakit dengan sedikit diangkat
dengan balutan St. John
5. Bawa atau kirim korban ke rumah sakit dalam posisi duduk
6. Transportasikan korban dalam posisi duduk

9
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Gambar 1.3. Tahapan membuat simpul figure of eight

Gambar 1.4. Balutan St. John

5. Patah tulang lengan atas


Pembidaian pada patah tulang lengan atas perlu dipersiapkan
2 bidai yang melewati siku sampai bahu
2 pembalut dasi lipatan 2 kali untuk mengikat
1 pembalut segitiga untuk menggendong

6. Patah tulang jari tangan


Pembidaian pada patah tulang jari tangan dapat digunakan bidai
dengan sendok es krim atau tusuk konde atau alat lain. Sedangkan un-
tuk mengikatnya dapat dipergunakan pembalut gulung atau plester.
Dalam hal pembidaian penolong juga harus mengembangkan daya im-
provisasi sesuai dengan kondisi setempat. Apabila bidai tidak didapat

kan dapat menggunakan alat-alat lain yang kegunaannya sama dengan


bidai misalnya tumpukan koran, pelepah pisang, ranting kayu dan lain-
lain.

10
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
PEMBIDAIAN
ALAT-ALAT YANG DIBUTUHKAN
Bidai atau spalk dengan konsistensi padat, lurus dan rata

Gambar1.5. Alat bidai atau spalk


Pembalut dasi untuk mengikat

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum
dipasang diukur lebih dulu pada anggota badan korban yang tidak sakit.
Ikatan jangan terlalu keras dan jangan terlalu kendor.
Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan.
Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah
tempat yang patah.
Sepatu, gelang, jam tangan dan pengikat perlu dilepas.

LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PEMBIDAIAN


1. Lakukan penilaian secara umum tentang keadaan pasien:
a. Apakah pasien sadar, delirium, somnolen, apatis atau koma?
b. Adakah gangguan pada jalan napas pasien? Apakah pasien berna-
pas?

11
c. Adakah perubahan pada denyut nadi? Apakah PENANGANAN
pasien syok? PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
2. Lakukan penilaian terhadap cidera yang dialami secara inspeksi, palpasi
dan penilaian gerakan.
a. Tentukan jenis cidera yang terjadi, fraktur terbuka atau tertutup
b. Tentukan pada bagian dari tubuh yang mana.
c. Adakah perdarahan, pembengkakan dan diskolorisasi?
d. Apakah terjadi kehilangan fungsi atau keterbatasan gerak?
e. Adakah tenderness dan nyeri?
f. Adakah deformitas atau gerakan abnormal?
g. Adakah krepitasi?
h. Pulpasi distal fraktur? Adakah hilangnya sensasi?
3. Lakukan tindakan pre pembalutan bilamana perlu: perawatan luka atau
reposisi graktur atau dislokasi
4. Tentukan bidai yang digunakan sesuai dengan lokasi dan keadaan
cidera
5. Pasang bidai melewati 2 sendi.
6. Ikat bidai minimal pada 2 tempat, ikatan tidak kendor, tidak terlalu
keras.

12
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Gambar 1.6. Contoh pemasangan bidai pada lengan atas

Gambar 1.7. Contoh pemasangan bidai pada lengan bawah

Gambar 1.8.. Contoh pemasangan bidai pada pergelangan tangan

13
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Gambar 1.9. Pemasangan bidai anatomik pada jari


tangan

Gambar 1.10. Pemasangan bidai pada ekstremitas atas

14
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Gambar 1.11. Pemasangan bidai pada ekstremitas bawah

15
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

SKENARIO LATIHAN

Seorang laki-laki usia 21 tahun terjatuh dari sepeda motor saat melintas di
Jalan Majapahit karena sepeda motornya bertabrakan dengan kendaraan
lain. Korban masih sadar, terlihat kesakitan dengan frekuensi nadi
120x/menit, frekuensi nafas 28x/menit. Pada tungkai kanan bawah (betis
kanan) dijumpai bengkak berwarna merah kebiruan yang sangat nyeri, ter-
lihat bengkok dibagian tengah denga krepitasi (+) dan pergelangan kaki
kanan tidak bisa digerakkkan sehingga dicurigai terdapat patah tulang
tungkai kanan bawah

lakukan pembidaian pada korban tersebut

CHECKLIST

No Tahapan Tidak Dilakukan Dilakukan


dilakukan kurang lengkap
lengkap
1 Melakukan penilaian
umum pasien: kegawat-
daruratan (kesadaran, jalan
napas, sirkulasi), ada tid-
aknya bagian tubuh yang
cedera
2 Melakukan penilaian
ada/tidaknya
tanda/gejala trauma
ekstremitas/fraktur in-
speksi dan palpasi (nyeri,
bengkak, kebiru-

16
PENANGANAN PERTAMA
an/hematom, deformitas,
PADA KECELAKAAN (P3K)
krepitasi dan lokasi frak-
tur/dislokasi)
3 Memberi penjelasan kpd
penderita mengenai
keadaan cidera dan tinda

kan yang akan dilakukan


4 Mempersiapkan alat yang
dibutuhkan (bidai / kayu
dan kain untuk mengikat)
5 Cuci tangan dan memakai
sarung tangan steril
dengan cara yang benar
(bila memungkinkan)
6 Memilih bidai yang tepat
sesuai lokasi cedera
7 Menerapkan bidai dengan
tehnik yang benar:
Melakukan pembidaian
melewati 2 sendi, ikatan
bidai dimulai dari bagian
atas dan bagian bawah
lokasi patah tulang, simpul
ikatan tidak mudah lepas,
dan rapi. Simpul berada
diatas bidai/tidak diatas
luka
8 Melakukan penilaian hasil
pembidaian:
lihat (munculnya kebiruan
dibagian distal fraktur),
17
PENANGANAN PERTAMA
tanyakan (adakah
PADA KECELAKAAN (P3K)
kesemutan, nyeri, ikatan
terlalu erat, periksa (apa-
bila ikatan bidai terlalu
erat, perabaan distal frak-
tur lebih dingin atau pul-
sasi menjadi lebih lemah
daripada sisi yang sehat)
9 Mengaktifkan EMS dan
menghubungi 118 atau
mengevakuasi korban ke

tempat pelayanan
kesehatan terdekat
10 Melepas sarung tangan
dan melakukan cuci tan-
gan rutin sesuai teknik
aseptik dengan benar

FEEDBACK
Nama : Topik :

No Mahasiswa : Pertemuan ke - :

SARAN

18
PENANGANAN PERTAMA
Observer: PADA KECELAKAAN (P3K)

Nama : Topik :

No Mahasiswa : Pertemuan ke - :

SARAN

Observer:

Nama : Topik:

No Mahasiswa: Pertemuan ke:

19
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

SARAN

Observer:

20
DASAR TEORI PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Tersedak
Manajemen jalan napas merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh
para dokter dan petugas kesehatan lainnya utamanya yang bekerja di ruang
emergensi. Manajemen jalan napas memerlukan penilaian, mempertahan-
kan dan melindungi jalan napas dengan memberikan oksigenasi dan venti-
lasi yang efektif. Manajemen jalan napas adalah tindakan yang dikerjakan
untuk melapangkan atau membebaskan jalan napas dengan tetap memper-
hatikan control servikal, yang bertujuan untuk membebaskan saluran napas
untuk menjamin keluar masuknya udara ke paru secara normal sehingga
menjamin kecukupan oksigen dalam tubuh. Waktu juga merupakan hal
penting dalam melakukan dukungan jalan napas. Tubuh memiliki simpanan
oksigen yang terbatas dan cepat habis dalam satu kali berhenti napas. Orang
sehat memiliki saturasi oksigen maksimal 100% dan akan mulai menurun
dan terjadi kerusakan otak dalam lima menit. Pada orang sakit yang berna-
pas pada ruangan biasa akan mengalami penurunanan saturasi segera
setelah henti napas.
Oksigenasi dan ventilasi merupakan tujuan esensial dari mana-
jemen jalan napas. Ventilasi yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh be-
berapa hal. Pasien dengan napas spontan dapat terjadi obstruksi oleh jarin-
gan sekitarnya akibat berkurangnya tonus faringeal. Pasien yang sadar
dengan obstruksi saluran napas akan tampak distress napas yang lebih jelas,
hal ini mungkin obstruksi akibat benda asing, pembengkakan jaringan aki-
bat infeksi, edema laring, tumor ataupun spame laring. Pada pasien yang
tidak sadar meskipun pernapasan spontan tetap berisiko terjadi aspirasi
cairan/bahan dari lambung. Pasien tidak sadar harus dijamin jalan napas
tetap lapang dan terjaga bila perlu dengan pemasangan ventilator mekanik.
Indikasi Manajemen Jalan Napas
Keputusan untuk melakukan manajemen jalan napas harus dengan
cepat dan sering tanpa adanya hasil laboratorium, radiologi atau fungsi pa-
ru. Keputusan untuk melakukan dukunngan jalan napas dalam keadaan
darurat didasarkan pada pertimbangan klinis dari tanda dan keluhan adanya
oksigenasi dan ventilasi yang tidak adekuat. Tanda dari ancaman gagal na

21
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
pas adalah napas cepat, sesak, sianosis, agitasi dan penggunaan otot bantu
napas. Pada kasus dengan sumbatan jalan napas parsial, pasien akan
kelihatan sangat cemas, terdengar wesing, stridor, pada kondisi ini harus
segera bertindak untuk menghilangkan sumbatan. Bila sumbatan total
kemungkinan tidak akan terdengar suara napas secara menyeluruh. Bila
waktu memungkinkan evaluasi indicator respirasi lainya dapat dilakukan.
Tanda terakhir yang mengindikasikan perlunya bantuan jalan napas adalah
hipoksia dan hiperkarbia. Penyebab utama dibutuhkannya dukungan jalan
napas adalah henti kardiopulmoner, overdosis obat, reaksi keracunan, sum-
batan jalan napas (makanan, muntahan, benda asing). Ancaman gagal venti-
lasi akibat gagal jantung kongestif, asma berat, pneumonia juga merupakan
indikasi manajemen jalan napas termasuk intubasi endotrakeal.

Penilaian Awal Jalan Napas


Penilaian awal jalan napas dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan
auskultasi yang ditunjukan untuk menentukan apakah jalan napas terbuka
dan terlindung dan apakah masih ada napas dan adekuat. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam pengelolaan jalan napas adalah:
Lihat: Lihat gerakan napas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela
iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran. Pasien diamati untuk mendapat
tanda obyektif seperti sianosis, frekuensi, dan pola napas. Napas yang lam-
bat atau cepat merupakan tanda telah terjadi gangguan respirasi. Kelelahan
otot pernapasan terjadi akibat keterlibatan otot-otot bantu napas berupa re-
traksi otot suprasternal, supraklavikula, atau interkostal. Lihat pengem-
bangan dada apakah simetris atau asimetris.
Dengar: Dengarkan aliran udara pernapasan. Perubahan dan atau hilangnn-
ya suara merupakkan tanda adanya gangguan jalan napas. Suara normal
menandakkan jalan napas baik. Stridor dapat terjadi akibat sumbatan seba-
gian jalan napas setinggi laring atau setinggi trakea. Snoring biasanya aki-
bat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring. Afoni pada

22
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
pasien sadar merupakkan tanda buruk, pasien yang membutuhkan napas
pendek untuk bicara menandakkan telah terjadi gagal napas. Auskultasi
didapatkan suara napas yang jernih dan sama. Hilangnya suara napas dapat
disebabkan oleh pneumotoraks,hemotorkas dan efusi pleura. Sesak dan
mengi menandakkan adanya obstruksi jalan napas.
Rasakan: Rasakan adanya aliran udara pernapasan dengan menggunakkan
pipi penolong. Buka mulut dan lihat jalan napas atas. Hati-hati jangan sam-
pai leher terlalu ekstensi dan memutar. Lihat dan keluarkan benda yang ada
dalam mulut. Kenali apakah ada pembengkakan lidah atau uvula, sumber
pendarahan atau kelainan lain di orofaring. Penggunaan tongue blade akan
sangat menolong. Kemampuan pasien untuk secara spontan mengeluarkan
sekresi manandakan bahwa mekanisme proteksi jalan napas masih baik.
Pada pasien tidak sadar hilangnya gag reflex sering kali berkaitan dengan
hilangnya reflex proteksi jalan napas.

Tanda Adanya Sumbatan Jalan Napas


Sumbatan jalan napas dapat parsial dan total. Sumbatan jalan napas
parsial ditandai dengan adanya stridor, retraksi otot napas di daerah suprak-
laikula, suprasternal, sela iga dan epigastrium selama inspirasi. Napas para-
doksal (saat inspirasi dinding dada menjadi cekung/datar bukan mengem-
bang atau membesar). Napas makin berat dan sulit. Ada tanda sianosis yang
merupakkan tanda hipoksemia akibat obstruksi jalan napas.
Manajemen Jalan Napas Tanpa Alat
Untuk memeriksa jalan napas utamanya di daerah mulut dapat dil-
akukan teknik cross finger yaitu dengan menggunakan ibu jari telunjuk
yang disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah. Bila jalan napas ter-
sumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan pem-
bersihan manual dengan sapuan jari. Kegagalan membuka jalan napas
dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu sumbatan jalan napas didae-
rah faring atau adanya henti napas. Bila hal ini terjadi pada penderita tidak
sadar lakukan peniupan udara melalui mulut atau bag. Bila dada tidak
mengembang maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan napas dan dil-

23
akukan manuver Heimlich. Manuver Heimlich merupakan PENANGANAN metode PERTAMA
yang
PADA KECELAKAAN (P3K)
paling efektif untuk mengatasi obstruksi saluran napas atas akibat makanan

atau benda asing yang terperangkap dalam faring posterior atau epiglottis.
Manuver ini dapat dilakukan dengan posisi penolong berdiri atau berbaring
(Gambar 1).
Apabila korban adalah ibu hamil, penekanan dilakukan di dada
korban. Coba hentakkan ke belakang dengan hati hati (Gambar 2.2). Un-
tuk mengatasi tersedak sendiri tanpa bantuan orang lain yaitu paksakan diri
untuk batuk, jika tidak berhasil, mendorong perut sendiri seperti teknik me-
nolong orang lain tersedak. Jika cara sebelumnya tidak berhasil mengatasi
kondisi tersedak, maka ulangi lagi langkah mendorong perut dengan
kepalan tangan, tapi kali ini lakukan sambal bertumpu di sebuah kursi.
Dengan bersandar di kursi, tekanan yang diberikan semakin besar dan udara
pun lebih mudah keluar ke arah atas atau tenggorokan (Gambar 2.3).

Untuk korban bayi, jika bayi batuk, berarti saluran pernapasannya


memang sedang terhambat dan hanya perlu mengatasinya dengan mem-
biarkan si bayi melanjutkan batuknya. Batuk dinilai sebagai cara yang pal-
ing efektif untuk mengatasi bayi tersedak. Jika bayi masih dalam keadaan
sadar namun tak bisa batuk, menangis, maupun bernapas, prosedurnya
menggunakan dua metode, yaitu back blows and chest thrust. Back blows
yaitu menepuk punggung bayi juga sebanyak 5 kali. Lalu diikuti dengan
chest thrust yaitu penekanan 5 kali dengan dua jari pada dada bayi sekitar
1/3 1/2 kedalaman dada (Gambar 2.4).

Langkah dan Prosedur


Langkah Gambar
Posisi penolong berdiri biasanya pa- Gambar 2.1
da pasien masih sadar.
Penolong berdiri dibelakang korban Gambar 2.1
dan memeluk pinggang korban
dengan kedua belah tangan,

24
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

kepalkan salah satu tangan digeng-


gam oleh tangan yang lain.
Sisi ibu jari kepalan penolong Gambar 2.1
menghadap abdomen korban dianta-
ra umbilikus dan dada.
Kepalan tersebut ditekankan dengan Gambar 2.1
hentakan ke atas yang cepat pada
abdomen korban.
Penekanan tersebut tidak memantul Gambar 2.1
dan waktu puncak tekanan perlu
diberi waktu untuk menahan 0,5-1
detik dan setelah itu tekanan dilepas,
perbuatan ini harus diulang beberapa
kali.

Gambar 2.1. Langkah-langkah manuver heimlich

25
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Gambar 2.2 Langkah-langkah menolong ibu hamil yang tersedak

Gambar 2.3. Langkah mengatasi tersedak sendiri tanpa bantuan orang lain

26
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Gambar 2.4. Langkah-langkah menolong bayi yang tersedak

LATIHAN
Anda seorang mahasiswa kedokteran yang sedang makan di suatu restau-
rant. Seorang tamu berteriak meminta tolong karena melihat temanya
tersedak saat sedang makan sambil tertawa. Peragakan manuver heimlich
yang harus anda lakukan dalam situasi ini!

27
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
CHECKLIST
Manuver Heimlich

No Tahapan Tidak dil- Dilakukan Dilakukan


akukan kurang dengan
lengkap lengkap

1 Menanyakan apakah
korban tersedak

2 Berdiri atau berlutut


di belakang korban

3 Mengepalkan salah
satu tangan

4 Meletakan kepalan
tangan dengan arah
ibu jari menempel ke
dinding perut korban,
posisikan kepalan
tangan anda 2 jari
diatas pusat

5 Mengencangkan
kepalan tangan
dengan tangan
satunya sehingga
kedua lengan mel-
ingkar di perut
korban

o Melakukan
6
penekanan ke arah
28
PENANGANAN PERTAMA
belakang dan atas
PADA KECELAKAAN (P3K)
sampai benda asing
keluar

29
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
FEEDBACK
Nama : Topik :

No Mahasiswa : Pertemuan ke - :

SARAN

Observer:

30
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Nama : Topik :

No Mahasiswa : Pertemuan ke - :

SARAN

Observer:

Nama : Topik:

No Mahasiswa: Pertemuan ke:

SARAN

Observer:

31
DASAR TEORI PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Luka Bakar

Luka bakar dapat disebabkan oleh:


Bahan kimia seperti asam kuat, alkali, pengencer cat atau bensin
Arus listrik
Api
Cairan panas
Logam panas, kaca atau benda lain
Uap
Radiasi dari sinar-x
Sinar matahari atau sinar ultraviolet
Sekitar 86% dari luka bakar disebabkan oleh cedera termal,
sementara sekitar 4% adalah listrik dan 3% adalah bahan kimia. Luka bakar
karena api adalah penyebab utama luka bakar pada anak-anak dan orang
dewasa. Lebih banyak orang dewasa yang terluka karena terbakar,
sementara anak-anak di bawah lima tahun lebih sering mengalami luka
bakar.
Luas Luka Bakar dan Derajat Luka bakar
Metode untuk menentukan luas luka bakar diantaranya :
Rule of Nines Kepala 9%, masing-masing lengan tangan 9%,
dada dan perut depan 18%, dada dan perut belakang 18%, mas-
ing-masing kaki 18% dan perineum 1%. Untuk anak kepala
18%, dan masing-masing kaki 13.5%.

Palmar Surface Untuk luka bakar ringan telapak tangan mi-


nus jari-jari dapat merepresentasikan 0,5 % dan permukaan
tangan termasuk jari-jari merepresentasikan 1% dari total area
tubuh.

Derajat luka bakar :


Luka bakar derajat 1 ( superfisial ) )hanya melibatkan epider-
mis dan hangat, nyeri, lunak bila disentuh , tanpa pelepuhan.
Contohnya adalah seperti sunburn .

32
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Luka bakar derajat 2 (Partial thickness burns) meluas meliputi


epidermis dan dermis. Tanda luka bakar ini sangat nyeri,
melepuh, lembab, lunak ketika tersentuh dan pucat, contohnya
adalah luka bakar akibat permukaan logam panas dan cairan
panas atau api.

Luka bakar derajat 3 (Full-thickness burns ) meluas melalui


epidermis dan dermis dan masuk ke lemak subkutan atau lebih
dalam. Luka bakar ini memiliki sedikit atau tidak ada rasa sakit,

33
bisa berwarna putih, coklat, atau hangus PENANGANAN PERTAMA
dan terasa kencang
PADA KECELAKAAN (P3K)
dan kasar untuk palpasi tanpa memucat. Ini terjadi karena nyala
api, cairan panas, atau gas super panas..

Penanganan Luka Bakar


Karena sebagian besar luka bakar kecil dan diklasifikasikan sebagai
luka bakar ringan, riwayat dan fisik dapat berjalan seperti biasa. Jika pasien
tampak mengalami luka bakar yang diklasifikasikan sebagai parah, maka
pendekatannya harus seperti yang dilakukan oleh pasien trauma besar.
Faktor kunci dalam riwayat termasuk jenis luka bakar, kemungkinan cedera
inhalasi, dan kemungkinan cedera traumatis terkait. Jika mungkin, tanyakan
penyedia layanan darurat pra-rumah sakit jika pasien memiliki paparan asap
yang terlalu lama (pertimbangkan keracunan karbon monoksida, keracunan
sianida, cedera paru-paru) atau mungkin ada cedera lain dari ledakan, jatuh
atau melompat ke tempat yang aman. Pemeriksaan luka bakar dapat
dilakukan dalam survei sekunder pasien. Pakaian pasien harus dilepas.
Berikut adalah langkah langkah penanganannya :
1. Matikan sumber api apabila masih terlihat ada api di pakaian dengan
cara stop ( berhenti ),drop (jatuhkan ke tanah) dan roll (gulingkan)

34
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

2. Bebaskan luka dari pakaian atau peralatan lain ( jam tangan, perhiasan
dan asesoris lainnya )
3. Tentukan ada tidaknya kegawat daruratan yang harus di rujuk segera

The American Burn Association merekomendasikan rujukan pusat luka


bakar untuk pasien dengan:
ketebalan parsial luka bakar lebih dari 10% total luas permukaan tubuh
luka bakar derajat 3
luka bakar pada wajah, tangan, kaki, genitalia, atau persendian utama
luka bakar akibat bahan kimia atau listrik.
cedera inhalasi yang signifikan
terbakar pada pasien dengan beberapa kelainan medis
luka bakar pada pasien dengan cedera traumatik terkait ( benturan dan
lain-lain)
35
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
4. Lakukan Pendinginan - Area luka bakar kecil dapat didinginkan
dengan air ledeng untuk mencegah perkembangan pembakaran dan
mengurangi rasa sakit 10 sampai 15 menit ( Jangan menggunakan es ,
pasta gigi atau krim yang mengandung parfum )

5. Lakukan Pembersihan - Sabun ringan dan air atau pencuci antibakteri


ringan.Lepuh kecil dan lepuh yang melibatkan telapak tangan atau kaki
dibiarkan utuh.
6. Lakukan penutupan luka - Salep antibiotik atau krim topikal dengan
pembalut penyerap atau bahan pembalut luka bakar yang umum
digunakan.
7. Kenyamanan - Obat penghilang rasa sakit bebas resep atau obat
penghilang rasa sakit bila diperlukan.

Latihan
Anda sedang makan di kantin , tiba-tiba terdengar teriakan dari dapur.
Ternyata petugas dapur terkenaluka bakar akibat minyak panas yang
tumpah ke lengannya. Lakukan penanganan pertama pada kasus di atas !

36
Check List PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

No Tahapan Tidak dil- Dilakukan Dilakukan


akukan kurang dengan
lengkap lengkap

Matikan sumber api apabi-


1
la masih terlihat ada api di
pakaian dengan cara stop (
berhenti),drop (jatuhkan ke
tanah) dan roll (gulingkan)
Melakukan penilaian
2
umum pasien: kegawat-
daruratan (kesadaran, jalan
napas, sirkulasi), ada tid-
aknya bagian tubuh yang
cedera

Bebaskan luka dari pakaian


3
atau peralatan lain ( jam
tangan, perhiasan dan ase-
soris lainnya )
Tentukan ada tidaknya
4
kegawat daruratan yang
harus di rujuk segera ( ten-
tukan derajat dan luas luka
bakar ,bila ada segera tele-
pon ambulans )
Lakukan Pendinginan 10 -
5
15 menit- Area luka bakar
kecil dapat didinginkan
dengan air ledeng untuk

37
PENANGANAN PERTAMA
mencegah perkembangan
PADA KECELAKAAN (P3K)
pembakaran dan mengu-
rangi rasa sakit. ( Jangan
menggunakan es , pasta
gigi atau krim yang
mengandung parfum )

6 Lakukan Pembersihan -
Sabun ringan dan air atau
pencuci antibakteri rin-
gan.Lepuh kecil dan lepuh
yang melibatkan telapak
tangan atau kaki dibiarkan
utuh

o Lakukan penutupan luka -


7
Salep antibiotik atau krim
topikal dengan pembalut
penyerap atau bahan pem-
balut luka bakar yang
umum digunakan

8 Kenyamanan - Obat
penghilang rasa sakit bebas
resep atau obat penghilang
rasa sakit bila diperlukan

38
Dasar Teori PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Pingsan
Pingsan atau sinkop (didapat dari bahasa Yunani yang berarti dengan
dan yang berarti terpotong) adalah suatu gejala, yang didefinisikan
sebagai kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang secara spontan dapat
pulih kembali. Awitan kejadian sinkop biasanya cepat dan diikuti oleh
pulihnya kesadaran secara spontan, utuh dan segera. Dasar mekanisme
semua jenis sinkop berhubungan dengan penurunan atau terhentinya perfusi
darah ke otak secara tiba-tiba.1 Pingsan adalah hilangnya kesadaran semen-
tara yang terjadi secara tiba-tiba dan sering menyebabkan orang terjatuh.
Kondisi ini termasuk umum terjadi dan cenderung dialami oleh orang-orang
berusia 40 tahun ke bawah. Pemeriksaan oleh dokter perlu dilakukan apabi-
la seseorang mengalami pingsan setelah berusia 40 tahun, karena hal terse-
but bisa mengindikasikan adanya masalah kesehatan yang serius.

Klasifikasi Pingsan
Sinkop dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu:
1. Sinkop yang diperantarai oleh saraf, merupakan reflex respon tubuh
yang bila dipicu akan menimbulkan vasodilatasi dan atau bradikardia.
2. Hipotensi ortostatik yaitu penurunan tekanan darah yang dipengaruhi
oleh posisi tubuh. Biasanya tekanan darah turun mendadak akibat pe-
rubahan posisi dari tidur terlentang atau duduk ke berdiri tegak.
3. Aritmia jantung sebagai penyebab utama
4. Gangguan struktur jantung atau penyakit jantung paru
5. Serebrovaskular

Faktor Penyebab Pingsan


Pingsan bisa terjadi saat tekanan darah mendadak turun. Turunnya tekanan
darah mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang sehingga otak keku-
rangan oksigen. Penurunan aliran darah ini biasanya akan diseimbangkan
oleh tubuh secara otomatis. Tetapi jika proses penyesuaian

39
tersebut memakan waktu terlalu lama, seseorang dapat PENANGANAN PERTAMA
mengalami pingsan.
PADA KECELAKAAN (P3K)
Penyebab di balik penurunan aliran darah ke otak bisa beragam. Beberapa
di antaranya meliputi:
Malfungsi yang bersifat sementara pada sistem saraf otonom, yaitu sis-
tem saraf yang berfungsi otomatis, misalnya untuk mengatur detak jan-
tung dan tekanan darah. Malfungsi pada sistem saraf ini merupakan
penyebab di balik sebagian besar kasus pingsan. Gangguan fungsi terse-
but dapat dipicu oleh stres, rasa sakit yang terjadi tiba-tiba, berdiri terla-
lu lama, tertawa, atau bahkan bersin.
Tekanan darah yang mendadak turun, misalnya karena terlalu cepat
berdiri dari posisi duduk atau tidur, diabetes, dehidrasi, gangguan saraf,
atau karena obat-obatan, misalnya obat antihipertensi dan antikejang.
Gangguan jantung. Kondisi ini bisa mengganggu kelancaran aliran darah
ke otak.
Gejala Pingsan
Pingsan dapat terjadi saat seseorang duduk, berdiri, atau karena terlalu ce-
pat bangkit berdiri. Orang yang mengalami kondisi ini cenderung tidak me-
rasakan gejala apa pun sebelum kehilangan kesadaran. Apabila terdapat
gejala awal, biasanya berupa:
Berkeringat dingin.
Menguap.
Mual.
Linglung.
Tubuh yang limbung
Pandangan kabur.
Telinga berdenging.
Kesadaran penderita akan kembali dalam waktu singkat, yaitu umumnya
dalam beberapa detik. Setelah tersadar, biasanya orang yang baru saja ping-
san akan merasa kebingungan disertai lemas selama kurang lebih 30 menit.
Selain itu, juga terkadang tidak bisa mengingat apa yang dilakukannya
sebelum pingsan terjadi.

40
Diagnosis Pingsan/Sinkop PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Evaluasi sinkop dimulai dengan anamnesis teliti dan pemeriksaan fisik ter-
masuk pengukuran tekanan darah ortostatik. Pada kebanyakan pasien usia
muda, diagnosis sinkop yang diperantarai oleh saraf dapat dengan mudah
ditegakkan tanpa adanya pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan EKG 12 lead
biasanya merupakan pemeriksaan dasar pada pasien sinkop.
Pada anamnesis dapat digali informasi sebagai berikut:
1. Pertanyaan tentang kejadian sebelum serangan sinkop
- Posisi (saat terlentang, duduk, berdiri)
- Aktivitas (saat beristirahat, perubahan posisi, selama atau setelah
aktivitas, selama atau segera setelah berkemih, batuk atau mene-
lan)
- Faktor predisposisi (tempat ramai atau panas, berdiri lama, peri-
ode postprandial)
- Faktor pencetus (ketakutan, nyeri, pergerakan leher)
2. Pertanyaan saat awitan serangan: disertai mual, muntah, nyeri perut,
berkeringat, aura, nyeri leher atau bahu, pandangan kabur, pusing
3. Pertanyaan seputar kejadian (pada saksi mata): cara jatuh, warna kulit,
lama hilangnya kesadaran, pola pernafasan, pergerakan dan durasinya,
awitan gerakan yang berhubungan dengan jatuh, lidah tergigit
4. Pertanyaan mengenai saat berakhirnya kejadian: mual, muntah,
berkeringat, dingin, bingung, nyeri otot, warna kulit, trauma, nyeri da-
da, palpitasi, inkontinensia urin atau alvi
5. Pertanyaan mengenai latar belakang penyakit: riwayat keluarga, ri-
wayat jantung sebelumnya.

Manifestasi klinis sinkop berdasarkan klasifikasi:


Sinkop yang diperantari saraf
- Tidak adanya penyakit kardiovaskuler
- Riwayat sinkop sebelumnya
- Terjadi setelah pemandangan, suara, bau atau nyeri yang tidak di-
harapkan

41
- PENANGANAN PERTAMA
Berdiri dalam jangka waktu lama, tempat panas
PADA KECELAKAAN (P3K)
- Mual dan muntah yang berhubungan dengan sinkop
- Selama makan atau dalam durasi penyerapan makanan setelah makan
- Dengan rotasi kepala, tekanan pada sinus karotis (tumor, bercukur,
kerah baju yang ketat)

Sinkop akibat hipotensi ortostatik


- Terjadi setelah berdiri
- Berhubungan dengan mulainya pengobatan atau perubahan dosis
obat-obatan yang menyebabkan hipotensi
- Berdiri dalam jangka waktu lama di tempat yang ramai dan panas
- Terdapat neuropati otonomik atau parkinsonisme
- Setelah beraktivitas

Sinkop kardiak
- Adanya kelainan jantung struktural
- Selama beraktivitas atau dalam posisi terlentang
- Didahului dengan palpitasi
- Riwayat keluarga meninggal mendadak

Sinkop serebrovaskular
- Timbul saat latihan menggunakan tangan
- Adanya perubahan tekanan darah atau nadi pada 2 lengan

Sebagian besar orang yang pernah pingsan belum pasti menderita masalah
kesehatan tertentu. Pingsan juga umumnya tidak membutuhkan penanganan
khusus. Meski demikian, orang yang mengalami pingsan sebaiknya tetap
memeriksakan diri ke dokter. Pingsan juga bisa menjadi indikasi dari pen-
yakit serius, terutama bila penderita:2
- Tidak sadarkan diri selama lebih dari 1-2 menit.
- Tidak pernah pingsan sebelumnya.
- Berulang kali pingsan.

- Sedang hamil.

42
Mengidap diabetes. PENANGANAN PERTAMA
-
PADA KECELAKAAN (P3K)
- Pernah mengidap penyakit jantung.
- Memiliki riwayat cedera akibat pingsan sebelumnya.
- Mengalami sakit dada.
- Mengalami aritmia.
- Tidak bisa mengendalikan fungsi saluran pencernaan atau kemih.
- Kesulitan berbicara.
- Mengalami gangguan pada penglihatan.
- Tidak bisa menggerakkan tangan atau kaki.

Pemeriksaan fisik yang menunjang untuk penilaian sinkop antara lain


tanda-tanda kelainan kardiovaskular dan neurologis serta adanya hipotensi
ortostatik. Pemeriksaan hipotensi ortostatik dilakukan dengan pemeriksaan
tekanan darah setelah 5 menit berbaring terlentang, diikuti pemeriksaan se-
rial setiap menit atau setelah 3 menit berdiri. Penurunan tekanan darah sis-
tolik > 20 mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik sampai dengan <
90 mmHg dianggap sebagai hipotensi ortostatik walaupun tidak muncul
gejala.1
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mencari penyebab sinkop
yaitu:2
- Pemeriksaan darah.
- Elektrokardiogram (EKG).
- Tes sinus karotis untuk memeriksa kepekaan sinus karotis terhadap
rangsangan tekanan darah.

Tatalaksana Pingsan/Sinkop

Penanganan terhadap orang pingsan sebenarnya tergantung pada penyebab-


nya. Namun, ada cara umum yang dapat dilakukan sebagai pertolongan per-
tama pada orang pingsan (sebelum orang tersebut ditolong oleh dokter di
rumah sakit).

43
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Berikut ini adalah langkah-langkah yang tepat untuk menolong orang yang
pingsan

- Pindahkan orang yang pingsan ke lokasi yang aman dan nyaman. Misal-
nya jika pingsan di jalan, coba pindahkan orang tersebut ke tepi jalan.
Jika pingsan disebabkan oleh hawa panas, pindahkan orang tersebut ke
tempat yang lebih teduh dan pastikan dia mendapatkan udara segar.
- Minta bantuan orang lain untuk menghubungi ambulans atau rumah sa-
kit terdekat.
- Periksa kondisi orang yang pingsan, panggil orang tersebut dan lihat
apakah ia dapat memberi respon atau menjawab panggilan. Selain itu,
perhatikan juga apakah orang tersebut dapat bernapas dan terdapat
denyut nadi di lehernya.
- Posisikan secara terlentang dan naikkan kakinya lebih tinggi sekitar 30
cm dari dada. Tindakan ini bertujuan untuk mengembalikan aliran darah
kembali ke otak. Orang yang pingsan di tempat duduk pun dianjurkan
untuk dibaringkan di lantai atau permukaan yang datar.
- Jangan lupa untuk melonggarkan pakaiannya, agar dia dapat lebih mu-
dah dan nyaman untuk bernapas.
- Ketika sadar, berikan dia minuman manis, seperti teh manis. Minuman
manis dapat meningkatkan gula darah dan mengembalikan energi yang
diperlukan tubuhnya.
- Jika dia muntah, miringkan kepalanya agar tidak tersedak dan munta-
hannya tidak mengenai dirinya.
- Jika orang tersebut tetap tidak sadarkan diri hingga beberapa menit
lamanya, tidak bernapas, atau denyut nadinya tidak terdeteksi, maka
Anda perlu memberikan bantuan hidup dasar (BHD) sambil menunggu
ambulans datang.Orang yang telah sadar dari pingsan disarankan untuk
tidak terlalu cepat berdiri. Dia perlu didudukkan atau beristirahat setid-
aknya selama 15 20 menit, agar pingsan tidak terulang kembali. Tan-
yakan apakah dia masih mengalami gejala, seperti sesak napas, sakit

44
PENANGANAN PERTAMA
- kepala, lemas, atau sulit menggerakkan bagian tubuh tertentu. Jangan
PADA KECELAKAAN (P3K)
tunda untuk segera membawanya ke UGD rumah sakit terdekat, jika
orang yang pingsan tersebut mengeluhkan beberapa gejala di atas, se-
dang hamil, mengalami cedera kepala, atau menunjukkan gejala lain,
seperti linglung, penglihatan buram, sulit bicara, demam, atau kejang.
Apabila Anda melihat secara langsung ada orang yang tidak sadarkan
diri, berikanlah pertolongan pertama pada orang pingsan dengan cara-
cara di atas, sambil menunggu bantuan medis datang.

Gambar 1. Pertolongan Pertama pada orang pingsan

45
Pencegahan Pingsan PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Sebagai langkah pencegahan, orang yang rentan pingsan juga bisa
melakukan sejumlah hal untuk meminimalkan risiko terulangnya kondisi
ini. Langkah-langkah tersebut bisa berupa:
- Menghindari faktor yang mungkin menjadi pemicu pingsan, seperti stres
atau cuaca panas.
- Mengenali gejala tertentu yang muncul sebelum pingsan, misalnya pus-
ing atau berkeringat dingin.
- Segera berbaring atau duduk jika merasakan tanda-tanda akan pingsan

Check list

Tidak Diakukan Dilakukan


No Tahapan kurang dengan
dilakukan lengkap lengkap

1 Melakukan penilaian
umum pasien: kegawat-
daruratan (kesadaran,
jalan napas, sirkulasi),
ada tidaknya bagian tubuh
yang cedera
Pindahkan orang yang
pingsan ke lokasi yang
aman dan nyaman

2 Minta bantuan orang lain


untuk mencari bantuan
dan menghubungi ambu-
lan/RS

3 Periksa kondisi orang


yang pingsan, panggil

46
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
orang tersebut dan lihat
apakah ia dapat memberi
respon atau menjawab
panggilan. Selain itu, per-
hatikan juga apakah orang
tersebut dapat bernapas
dan terdapat denyut nadi
di lehernya

4 Posisikan secara terlen-


tang dan naikkan kakinya
lebih tinggi sekitar 30 cm
dari dada

6 Longgarkan pakaian pen-


derita

7 Jika dia muntah, miring-


kan kepalanya agar tidak
tersedak dan munta-
hannya tidak mengenai
dirinya

8 Ketika sadar, berikan dia


minuman manis, seperti
teh manis. Minuman ma-
nis dapat meningkatkan
gula darah dan mengem-
balikan energi yang diper-
lukan tubuhnya

47
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
9 Ketika sadar, jelaskan
kepada pasien bahwa ia
pingsan dan penanganan
yang telah dan akan anda
lakukan

10 Jika orang tersebut tetap


tidak sadarkan diri hingga
beberapa menit lamanya,
tidak bernapas, atau
denyut nadinya tidak
terdeteksi, maka Anda
perlu memberikan bantu-
an hidup dasar
(BHD) sambil menunggu
ambulans datang

Catatan:

48
Dasar Teori PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Pertolongan Pertama pada Kecelakaan: Penanganan Kejang

Kejang merupakan suatu kondisi fisik yang bersifat darurat yang


ditandai dengan adanya perubahan aktivitas motorik atau perilaku, yang
terjadi setelah suatu episode ketidaknormalan aktivitas kelistirikan pada
otak. Terdapat banyak tipe kejang, dengan beberapa di antaranya memiliki
tanda dan gejala yang bersifat ringan, sementara beberapa tipe lain dapat
bersifat mengancam jiwa. Kejang merupakan suatu kondisi medis yang
penting dan umum terjadi, dengan prevalensi 1 di antara 10 orang di seluruh
dunia pernah mengalami kejang selama hidup.
Meskipun beragam kemajuan teknologi sudah dikembangan untuk
mengevaluasi kelainan neurologis yang behubungan dengan kejang,
pemegakam diagnosis dari kejang yang terjadi pertama kasi tetap men-
gutamakan riwayat medis dari pasien yang bersangkutan, Dalam hal kejang
epilektik, banyak kejadian paroksismal seringkali disangka sebagai kejang
epileptik, termasuk syncope, gangguan motoric tertentu, parasomnia dan
kejang psikogenik.
Epilepsi sendiri merupakan penyakit tidak menular yang terjadi pa-
da sistem saraf pusat dan dapat terjadi pada individu dari kelompok usia
berapapun. Secara global, sekitar 50 juta orang di seluruh dunia terdiagno-
sis dengan epilepsi, menjadikan epilepsi salah satu kelainan neurologis
yang paling umum dijumpai di seluruh dunia. Delapan puluh persen dari
penderita epilepsi berasal dari negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Diperkirakan 70 persen dari penderita epilepsi dapat hidup
dengan bebas kejang apabila kondisi ini didiagnosis dan diterapi dengan
tepat.
Resiko kematian prematur pada penderita epilepsi adalah tiga kali
lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Sekitar tiga perempat dari indi-
vidu yang didiagnosis dengan epilepsi yang hidup di negara-negara ber-
penghasilan rendah tidak mendapatkan terapi sesuai untuk kondisi mereka.
Stigma yang masih sering dikaitkan dengan epilepsi juga menyebabkan dis-
kriminasi dan keengganan dari penderita untuk memperoleh bantuan lebih

49
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
lanjut dari tenaga medis, yang berkontribusi terhadap tingginya tingkat ke-
matian akibat kejang epileptic .

Penyebab kejang

Kejang oleh karena sebab apapun disebabkan oleh adanya aktivitas


kelistrikan yang abnormal pada otak. Beberapa penyebab spesifik dari ke-
jang antara lain:
Kadar sodium atau glukosa yang abnormal
Infeksi pada sistem saraf pusat, termasuk meningitis dan
encephalitis
Trauma kepala
Kelainan kongenital yang berkaitan dengan sistem saraf pusat
Tumor pada sistem saraf otak
Penyalahgunaan obat-obat terlarang
Tersengat listrik
Epilepsi
Kejang demam, terutama pada anak-anak
Heat stroke/heat intolerance
Demam tinggi
Phenylketonuria (PKU), terutama pada anak-anak
Poisoning
Stroke
Toxemia pada saat kehamilan
Penumpukan toksin pada tubuh akibat gangguan liver atau gagal
ginjal
Kadar tekanan darah yang terlalu tinggi (malignant hypertension)
Gigitan dan sengatan hewan berbisa, misalnya snake bite
Gejala putus obat dari alcohol dan atau obat-obatan terlarang
Idiopathic (tanpa pemyebab yang jelas)

50
Tanda dan gejala kejang PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Beberapa gejala kejang yang bersifat ringan mungkin akan sulit diamati
secara kasat mata. Berikut adalah beberapa tanda dan gejala kejang:
Blackout atau kehilangan kesadaran, diikuti dengan periode
perasaan bingung dam kehilangan ingatan sementara mengenai
kejadian kejang yang baru saja dialami
Perubahan dalam perilaku, misalnya picking motions (mencubit-
cubit diri sendiri)
Mulut berbusa dan mengeluarkan liur
Rapid eye movements (mata mengedip-kedip dengan cepat)
Lip smacking (mengecapkan bibir berkali-kali)
Tiba-tiba jatuh dan mengorok
Kehilangan kendali terhadap bladder control or bowel control
(mengompol atau tidak mampu mengendalikan buang air besar)
Perubahan mood yang terjadi secara mendadak, seperti amarah
yang timbul secara tiba-tiba, panik dan ketakutan tanpa penyebab
yang jelas.
Gemetar di seluruh tubuh
Tiba-tiba jatuh dari posisi berdiri
Menggertakkan gigi dan mengunci rahang
Berhenti nafas sementara
Spasme otot yang tidak terkendali dengan Gerakan menghentak
pada ekstremitas.

Gejala-gejala di atas umumnya berhenti setelah beberapa detik atau menit,


atau mungkin berlangsung hingga 10-15 menit namun jarang berlangsung
lebih lama dari itu. Selain tanda dan gejala kejang di atas, individu yang
bersangkuran juga mungkin memperlihatkan warning symptoms seperti di
bawah ini:
Ketakutan atau kecemasan
Mual
Vertigo (sensasi pusing berputar)

51
PENANGANAN PERTAMA
Gejala visual, seperti sensasi adanya cahaya terang atau cahaya
PADA KECELAKAAN (P3K)
bergelombang pada penglihatan.

Tatalaksana utama

Sebagian kejang berhenti dengan sendirinya. Namun demikian, selama


periode kejang. individu yang bersangkutan mungkin akan secara tidak
sengaja melukai diri mereka sendiri. Oleh karena itu, tujuan utama dari pe-
nanganan pertama dari kejang adalah untuk melindungi individu yang ber-
sangkuran dari trauma:

Mulai menghitung waktu berlangsungnya kejang


Cegah individu yang bersangkutan untuk jatuh dengan membaring-
kan individu tersebut di lantai/tanah di area yang aman. Singkirkan
area tersebut dari perabotan atau benda tajam lainnya.
Berikan alas untuk menyangga kepala korban
Longarkan pakaian korban, terutama di sekitar leher
Miringkan korban ke salah satu sisi, untuk mencegah apabila pasien
muntah agar tidak tersedak atau muntahan masuk ke saluran nafas
Hubungi ambulans (via telepon: 118 dan 119) untuk meminta per-
tolongan, atau hubungi sarana pelayanan kesehatan terdekat apabila
terdapat kondisi berikut:
Merupakan pertama kali korban mengalami kejang
Korban mengalami kejang berulang
Korban mengalami kesulitan bernafas
Kejang berlangsung lebih dari 5 menit
Korban mengalami trauma/luka
Korban sedang dalam kondisi hamil
Kejang terjadi di dalam air
Setelah kejang usai, kejang tidak sadarkan diri atau tidak
kembali ke keadaan semula sebelum kejang
Jelaskan kondisi pasien dan bantuan apa yang sudah dihadapi
Dampingi korban hingga kejang selesai dan hingga tenaga medis
tiba.

52
Selama mendampingi pasien, informasikan beberapa PENANGANAN PERTAMA
hal berikut terhadap
PADA KECELAKAAN (P3K)
keluarga atau masyarakat sekitar yang mungkin mencoba menolong:

Jangan menahan/menekan/mengikat tubuh korban selama kejang


berlangsung
Jangan meletakkan objek apapun di antara rahang atas dan bawah
pasien
Jangan memindahkan pasien ke tempat lain, kecuali mereka dalam
bahaya atau berada dekat dengan objek yang dapat melukai
Jangan berikan apapun pada pasien secara oral (misalnya air) sam-
pai dengan kejang berhenti dan pasien telah sadar penuh dan alert.
Jangan melakukan Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) sampai
kejang benar-benar sudah berhenti dan setelah dievaluasi kembali,
korban tidak bernafas atau tidak ada denyut nadi.
Jika korban adalah anak-anak, jangan mandikan/menyiram anak
dengan air dingin.

53
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

Gambar 1. Langkah-langkah pertolongan pertama pada kejang

54
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Skenario

Latihan 1

Anda seorang mahasiswa kedokteran yang sedang beristirahat di rumah saat


tiba-tiba anda mendengar suara teriakan dari rumah tetangga. Sesampainya
di rumah tetangga Anda, Anda melhat anak tetangga anda sedang men-
galami kejang berupa Gerakan menghentak di lengan sebelah diri. Usia
anak 5 tahun, tidak ada riwayat kejang sebelumnya namun anak mengalami
demam tinggi sejak 3 hari yang lalu. Menurut ibu, demam sudah berlang-
sung selama 5 menit. Apa yang dapat anda lakukan sebagai pertolongan
pertama terhadap anak tersebut?

Latihan 2

Anda seorang mahasiswa kedokteran yang sedang dalam perjalanan menuju


kampus. Di tempat parkit, Anda melihat terdapat kerumunan orang. Saat
anda mendekat, tampak salah seorang adik kelas Anda sedang mengalami
kejang di seluruh tubuhnya. Menurut teman korban, korban memiliki ri-
wayat epilepsi namun tidak dalam pengobatan. Masih menurut keterangan
teman korban, kejang sudah berlangsung selama 2 menit. Apakah yang
dapat Anda lakukan sebagai pertolongan pertama terhadap korban tersebut.

55
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Checklist pertolongan pertama terhadap kejang

No Tahapan Tidak dil- Dilakukan Dilakukan


akukan kurang dengan
lengkap lengkap
1. Mulai menghitung waktu
berlangsungnya kejang bila
sudah lebih dari 5 menit
langsung hubungi EMS
2. Membaringkan individu di
lantai, tanah atau tempat
lain yang datar
3. Melakukan assessment ter-
hadap situasi sekitar apakah
terdapat benda-benda tajam
atau obyek membahayakan.
Bila ada, singkirkan benda-
benda tersebut
4. Memberikan alas untuk
menyangga kepala korban
5. Melongarkan pakaian
korban, terutama di sekitar
leher
6. Miringkan korban ke salah
satu sisi, untuk mencegah
apabila pasien muntah agar
tidak tersedak atau munta-
han masuk ke saluran nafas
7. Melakukan penilaian
apakah perlu menghubungi

ambulans untuk meminta

56
PENANGANAN PERTAMA
pertolongan ( kriteria gaat
PADA KECELAKAAN (P3K)
darurat )
8. Mendampingi korban hing-
ga kejang selesai dan hingga
tenaga medis tiba

57
DASAR TEORI PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Perdarahan
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah. Perdarahan
dibagi menjadi perdarahan eksternal dan internal. Perdarahan eksternal ada-
lah perdarahan yang dapat dilihat berasal dari luka terbuka. Istilah perdara-
han (hemorrhage) menunjukkan jumlah perdarahan yang banyak dalam
waktu singkat.
Tiga jenis perdarahan yang berhubungan dengan jenis pembuluh darah
yang rusak: kapiler, vena, atau arteri3.
Perdarahan kapiler berasal dari luka yang terus-menerus tetapi lam-
bat.
Perdarahan ini paling wring terjadi dan paling mudah dikontrol.
Perdarahan vena mengalir terus-menerus. Karena tekanan rendah,
perdarahan vena tidak menyembur dan lebih mudah dikontrol
Perdarahan arteri menyembur bersamaan dengan denyut jantung.
Tekanan yang menyebabkan darah menyembur juga menyebabkan jenis
perdarahan ini sulit dikontrol. Perdarahan arteri merupakan jenis
perdarahan yang paling serius karena banyak darah yang dapat hilang
dalam waktu sangat singkat

Kehilangan darah dalam jumlah besar akan menimbulkan shock


hipovolemik yang ditandai dengan:

Kulit pucat dan dingin


Nadi cepat, perlahan-lahan akan melambat
Pusing, haus dan mual
Restlessness and apprehension
Shallow breathing, yawning, sighing and gasping for air

Perawatan Perdarahan Eksternal (Direct pressure)


1. Menggunakan sarung tangan untuk melindungi diri
2. Membuka area luka dengan melepaskan atau memotong pakaian
untuk menemukan sumber perdarahan

58
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
3. Menempatkan pembalut, seperti kassa steril atau kain bersih pada
luka dan tekan langsung dengan tangan penolong

4. Meninggikan area yang cedera di atas tinggi jantung


5. Menggunakan perban tekan (menggulung atau membungkus) untuk
menahan pembalut atau kassa. Hal ini dilakukan agar penolong
dapat menangani cedera lain

6. Jika darah merembes, jangan mengangkat perban tapi


menggunakan pembalut tambahan di atas yang lama
7. Memberikan tekanan pada titik tekanan, jika perdarahan masih
tidak dapat dikontrol. Titik tekanan adalah titik dimana arteri yang
dekat permukaan kulit berjalan dekat tulang. Sebagian besar titik
tekanan adalah tekanan brakial dan tekanan femoral.

59
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)

8. Cek sirkulasi pada daerah yang terkena dengan menilai denyut


nadi, warna, suhu dan warna kuku (bandingkan dengan daerah yang
normal). Bila dengan diberikan perban sirkulasi memburuk, long-
garkan perban untuk memperbaiki sirkulasi.

PERDARAHAN INTERNAL
Luka tertutup terjadi bila benda tumpul tidak merobek kulit, tetapi jaringan
dan pembuluh darah di bawah permukaan kulit menjadi hancur, yang me-
nyebabkan perdarahan internal. Pada beberapa kasus, mudah untuk

60
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
mendeteksi luka tertutup dari memar yang sering terjadi. Pada kasus lain,
luka tertutup dapat sulit dideteksi tetapi masih dapat mengancam nyawa.

Mengenali Perdarahan Internal


Tanda-tanda perdarahan internal dapat timbul secara cepat atau memer-
lukan beberapa hari .
Memar
Area yang nyeri tekan, nyeri
Muntah darah atau
Batuk darah segar (Perdarahan di paru)
Tinja berwarna hitam atau mengandung darah merah terang.
Perdarahan dari lubang telinga atau hidung
Mata hitam (Perdarahan basis cranii)
Darah pada urine
Tanda-tanda shock tanpa adanya perdarahan eksternal

Perawatan Perdarahan Internal (minor)


1. Istirahatkan area yang cedera
2. Pertolongannya digunakan prinsip .
R : Rest, hentikan aktifitas untuk mengurangi keseluruhan sir-
kulasi dan mencegah disrupsi jaringan lebih lanjut
I : Ice pack, aplikasikan ice ke dalam bagian yang luka selama
20 menit yang akan mendinginkan jaringan yang cedera tanpa
menyebabkan peningkatan aliran darah local. Es juga akan
menghilangkan nyeri dan spasme tapi kulit harus dilindungi dari
luka bakar es dengan membungkus es dengan kain yang agak
tebal atau memakai selaput tipis jeli minyak
C : Compresio, sebuah balutan penekan harus digunakan untuk
mengurangi perdarahan lebih jauh ke dalam jaringan

61
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
E : Elevasi, elevasikan bagian yang cidera sehingga akan men-
gurangi aliran darah ke bagian yang cidera.

LANGKAH PROSEDUR
Kontrol Perdarahan (Direct Pressure)

ALAT-ALAT YANG DIBUTUHKAN


Pembalut berupa Kasa steril atau kain/baju bersih
Sarung tangan
Perban tekan

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


1. Kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (lebih dari 20%) dapat
menimbulkan shok hipovolemik sehingga penanganan pertama harus
segera dilakukan
2. Lindungi diri sendiri dengan menggunakan glove

LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
1. Gunakan sarung tangan untuk melindungi diri
2. Buka area luka dengan melepaskan atau memotong pakaian untuk
menemukan sumber perdarahan
3. Tempatkan pembalut, seperti kassa steril atau kain bersih pada luka
dan tekan langsung dengan tangan penolong bila masih terjadi
perdarahan tekan dengan kedua tangan
4. Tinggikan area yang cedera di atas tinggi jantung
5. Jika darah merembes, jangan mengangkat pembalut tapi menggunakan
pembalut tambahan di atas yang lama
6. Gunakan perban tekan (menggulung atau membungkus) untuk
menahan pembalut atau kassa.
7. Memberikan tekanan pada titik tekanan, jika perdarahan masih tidak
dapat dikontrol. Titik tekanan adalah titik dimana arteri yang dekat

62
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
8. permukaan kulit berjalan dekat tulang. Sebagian besar titik tekanan
adalah tekanan brakial dan tekanan femoral
9. Cek sirkulasi pada daerah yang terkena dan bandingkan dengan daerah
yang sehat. Bila dengan diberikan perban sirkulasi memburuk, long-
garkan perban untuk memperbaiki sirkulasi.

Luka Tertutup: Hematom


1. Kenali tanda-tandanya: bengkak dan kulit kebiru-biruan
2. Kompres dengan air hangat
3. Tinggikan/elevasikan bagian yang luka

63
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
CHECKLIST
Tidak Dil- Dil-
dil- akukan akukan
No Tahapan
aku- kurang dengan
kan lengkap lengkap
1 Melakukan penilaian umum pasien:
kegawatdaruratan (kesadaran, jalan
napas, sirkuasi); ada tidaknya bagi-
an tubuh yang cedera
2 Melakukan penilaian terhadap ba-
gian yang cidera :
Keadaan luka (lokasi, jenis, uku-
ran dan kemungkinan kontaminasi
pada luka, perdarahan)
Tanda dan gejala trauma
ekstremitas / Fraktur (nyeri,
bengkak, kebiruan/hematom,
deformitas, krepitasi dan lokasi
fraktur/ dislokasi)
3 Memberi penjelasan kepada pen-
derita mengenai keadaan cidera dan
tindakan yang akan dilakukan
4 Mempersiapkan alat : perban/mitela
yang sesuai, antiseptik bila ada
5 Melakukan cuci tangan rutin sesuai
teknik aseptik dengan benar
6 Memakai sarung tangan steril
dengan cara yang benar (bila
memungkinkan )

64
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
7 Membuka area luka dengan
melepaskan atau memotong paka-
ian untuk menemukan sumber
perdarahan
8 Menempatkan pembalut, seperti
kassa steril atau kain bersih pada
luka dan tekan langsung dengan
tangan penolong bila masih terjadi
perdarahan tekan dengan kedua
tangan
9 Meninggikan area yang cedera di
atas tinggi jantung
10 Jika darah merembes, jangan
mengangkat pembalut tapi
menggunakan pembalut tambahan
di atas yang lama
11 Menggunakan perban tekan
(menggulung atau membungkus)
untuk menahan pembalut atau kas-
sa
12 Memberikan tekanan pada titik
tekanan, jika perdarahan masih tid-
ak dapat dikontrol. Titik tekanan
adalah titik dimana arteri yang dek-
at permukaan kulit berjalan dekat
tulang. Sebagian besar titik tekanan
adalah tekanan brakial dan tekanan
femoral

65
13 Menilai sirkulasi pada daerah yang PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
terkena dengan membandingkan
dengan daerah yang sehat. Bila
sirkulasi memburuk, longgarkan
perban untuk memperbaiki sir-
kulasi.
14 Mengaktifkan EMS dan menghub-
ungi 118 atau mengevakuasi
korban ke tempat pelayanan
kesehatan terdekat
15 Melepas sarung tangan dan
melakukan cuci tangan rutin sesuai
tehnik aseptic dengan benar

Catatan:

66
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
Daftar Pustaka
1. Goel S, Singh N, Lal V, Singh A. Knowledge, attitude and
practices of students about first aid epilepsy seizures management
in a Northern Indian City. Annals of Indian Academy of Neurology.
2013;16(4):538.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3841596/.
2. O'Hara KA. First aid for seizures: the importance of education and
appropriate response. J Child Neurol. 2007;22(5_suppl):30S-37S.
3. World Health Organization. Epilepsy. World Health Organization
website. https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/epilepsy. Published 2019. Updated 20 June 2019.
4. Marks JW, Garcia PJAfp. Management of seizures and epilepsy.
1998;57(7):1589-1600, 1603-1584.
5. US National Library of Medicine (Medline Plus). Epilepsy -
Overview. US National Library of Medicine (Medline Plus)
website. https://medlineplus.gov/ency/article/003200.htm.
Published 2019. Updated 2 October 2019. Accessed 29 October
2019.
6. US National Library of Medicine (Medline Plus). Seizures. US
National Library of Medicine (Medline Plus) website.
https://medlineplus.gov/ency/article/003200.htm. Published 2019.
Updated 2 October 2019. Accessed 29 October 2019.
7. Owolabi LF, Shehu NM, Owolabi SD. Epilepsy and education in
developing countries: a survey of school teachers' knowledge about
epilepsy and their attitude towards students with epilepsy in
Northwestern Nigeria. The Pan African medical journal.
2014;18:255-255. doi: 10.11604/pamj.2014.18.255.3607.

8. American Burn Association, 2016, Burn evaluation and Management

67
PENANGANAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN (P3K)
9. Russo CJ, Kassutto Z. Basic Airway Management in Reichman EF,
editors. Emergency Medicine Procedures 2nd ed. New York: Mc
Graw Hill education medicine; 2013. P.40-47
10. Hamlin MP, Tsai MH. Airway Management in Parsons PE, Heffner
JE, editors Pulmonary Respiratory Therapy 3rd ed. Philadelphia:
Mosby Elsevier; 2009. P. 473-483
11. Hirshon JM. Basic Cardiopulmonary Resuscitation in Adults. In
Tintinalli JE, Kelen GD, Stapczynski JS, editors. Emergency Medi-
cine A Comprehensive Study guide 6 th ed. American college of
Emergency Physician. New York: McGraw-Hill; 2006. P. 66-71
12. Prasenohadi. Manajemen jalan napas. In Swidarmoko B, Dwi San-
toso A, Editors Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas.
Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
FKUI;2010. P.270-329
13. Boyko R, Jain T, Metcalfe B. First Aid Reference Guide Fourth
Edition. St. Jhon Ambulance;2019. P. 92-102
14. Siti Setiati, Lima puluh masalah kesehatan di bidang ilmu penyakit
dalam, Interna Publishing, buku kedua, 2011
15. Marianti, Alodokter, 18 Agustus 2017
16. Kevin Adrian, Alodokter, 2 Oktober 2019
17. Ilham. Infografis: Penanganan Pingsan. Diakses dari
http://www.dokterilham.com/2016/05/infografis-penanganan-
pingsan.html pada tanggal 30 Oktober 2019

68

Anda mungkin juga menyukai