Anda di halaman 1dari 2

PENYAKIT ENDEMIK DI INDONESIA

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Endemik adalah penyakit yang


berjangkit di suatu daerah atau pada suatu golongan masyarakat.
Suatu infeksi dikatakan sebagai Endemik (dari bahasa Yunani, en- di dalam
demos/rakyat) pada suatu populasi, jika infeksi tersebut berlangsung di dalam
populasi tanpa adanya pengaruh dari luar (Shiel Jr., 2018). Suatu infeksi penyakit
juga dapat dikatakan sebagai endemik, bila setiap orang yang terinfeksi penyakit
tersebut menularkannya kepada tepat satu orang lain (secara rata-rata). Bila
infeksi tersebut tidak lenyap dan jumlah orang yang terinfeksi tidak bertambah
secara eksponensial, infeksi tersebut dikatakan berada dalam keadaan tunak
endemik (endemic steady state). Suatu infeksi yang dimulai sebagai suatu epidemi
pada akhirnya akan lenyap atau mencapai keadaan tunak endemik, bergantung
pada sejumlah faktor, termasuk virulensi dan cara penularan penyakit
bersangkutan (Wikipedia).
Endemik yang terjadi di Indonesia (Kemenkes, 2018) meliputi:
 Penyakit menular langsung, yakni Tuberkulosis, HIV/AIDS, Pneumonia,
Hepatitis, Diare, dan Kusta.
 penyakit yang dapat dikendalikan dengan imunisasi, yakni Tetanus
Neonatrum, Campak, Difteri, Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis).
 penyakit yang ditularkan melalui binatang, yakni Demam Berdarah Dengue
(DBD), Chikunguya, Filariasis, Malaria, Rabies, Leptospirosis, Antraks, dan
Flu burung.
Di Provinsi Sulawesi Tenggara, penyakit Endemik yang paling sering
terjadi ialah Diare (Dinkes Sultra, 2018). Berdasarkan data yang diperoleh pada
29 Januari 2021 dari sultra.bps.go.id, jumlah kasus Diare yang terjadi di Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2018 yakni 34.195 kasus. Jumlah tersebut 10 kali liapat
dari kasus TB Paru yang terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara pada 2018, yakni
3.008 kasus. Kota Kendari menjadi daerah dengan kasus Diare terbanyak di
Provinsi Sulawesi Tenggara, yakni 5.559 kasus. Meski begitu, Provinsi Sulawesi
Tenggara tidak termasuk dalam 10 provinsi dengan KLB (Kejadian Luar Biasa)
Diare tertinggi pada tahun 2018 (Ditjen P2P, Kemenkes, 2019).
Monitoring kasus Diare di Provinsi Sulawesi Tenggara dilakukan dengan
menghitung jumlah penderita Diare (Balita maupun semua umur) yang datang ke
sarana kesehatan di seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara (Dinkes Kota
Kendari, 2018).
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Diare adalah
penyakit yang membuat penderitanya menjadi sering buang air besar, dengan
kondisi tinja yang encer. Pada umumnya, diare terjadi akibat makanan dan
minuman yang terpapar virus, bakteri, atau parasit. Kondisi ini merupakan salah
satu yang paling sering dialami oleh segala tingkatan umur, terutama anak-anak.
Komplikasi paling mengganggu yang mungkin terjadi adalah kekurangan cairan
(dehidrasi), yang berakibat pada hilangnya cairan tubuh dan zat elektrolit dalam
jumlah besar. Ketika seseorang terkena diare, cairan tubuh dan zat elektrolitakan
terbuang sebelum sempat terserap oleh tubuh. Dehidrasi merupakan kondisi
dimana seseorang tidak dapat menggantikan cairan tubuh yang hilang akibat diare
(Dinkes Kota Kendari, 2018).
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare) menganjurkan bahwa
semua penderita diare harus mendapatkan oralit. Maka target penggunaan Oralit
adalah 100% dari semua kasus diare yang mendapatkan pelayanan di Puskesmas
dan kader. Tahun 2018, secara nasional penggunaan oralit semua umur masih di
bawah target yaitu 90,48%. Pencapaian yang masih kurang tersebut karena
pemberi layanan di Puskesmas dan kader belum memberikan oralit sesuai dengan
standar tata laksana yaitu sebanyak 6 bungkus/penderita diare. Selain itu,
masyarakat masih belum mengetahui tentang manfaat oralit sebagai cairan yang
harus diberikan pada setiap penderita Diare untuk mencegah terjadinya dehidrasi
(Kemenkes, 2018).
Zink pun dianjurkan bagi penderita Diare. Zink merupakan mikronutrien
yang berfungsi untuk mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi
frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada tiga bulan berikutnya. Penggunaan zink selama
10 hari berturut-turut pada saat balita diare merupakan terapi diare balita. Pada
tahun 2018 cakupan pemberian zink pada Balita Diare di Kota Kendari yaitu
95,66 % (Dinkes Kota Kendari, 2018).

Anda mungkin juga menyukai