Anda di halaman 1dari 2

Puisi Kerinduan Kepada Ayah

Ini adalah isi hati dari seorang anak yang beranjak dewasa;
Aku tak mau berenang dalam samudera kerinduan Ayah
Berapa jauhkah jarak yang kau bentangkan melalui kota-kota ternama
Berapa banyak waktu yang kau tunggu melalui kalender yang terus berganti wajah
Sampai kapan aku dipukuli rindu yang begitu linu, Ayah
Sampai-sampai ku lupa kapan terakhir kali kita minum bersama secangkir teh buatan Ibu
Sampai ku lupa juga perbincangan apa yang terakhir kali kita bincangkan
Sekuat itukah kau Ayah?
Seikhlas itukah kau Ayah?

Waktu terus berlalu mengantarku kepada hari-hari yang penuh duri dan luka
Doa-doamu selalu ku rasa dalam setiap lorong-lorong jalan hidupku
Nasihatmu juga tak pernah tanggal menuntunku disetiap gulita langkahku
Ongkos transfermu juga selalu menjadi penyelamat kala perutku mulai kering
Namun jika uangmu bisa membeli waktumu
Aku rela tidak jajan satu hari atau lama-lamanya satu minggu
Agar aku bisa berjumpa denganmu dan tak bersusah payah menghindari rasa linu di dada
Agar aku merasakan lagi betapa hangatnya senja yang bersinar dari pelukmu
Haruskah aku membeli waktumu, Ayah

Aku juga tak mampu melihat betapa lusuhnya wajah Ibu


Kala dia duduk di tepian teras dengan membawa sapu ijuk bekas debu-debu
Dari sinar matanya terlihat jelas wajah kekasihnya yang juga ia rindukan
Lebar senyumnya yang tak selebar cakrawala semestinya
Layaknya siang yang ditinggal matahari dicumbu sepi
Aku kira ibu lebih paham dari apa yang dirasa anak-anaknya
Jika benar apakah hati seorang Ayah lebih luas dan tabah
Jika kami yang di rumah hanya rindu seorang Ayah
Jika seorang Ayah di perantauan lebih terpukul merindukan anak, istri, dan keluarga besar

Tak lama lagi hari suci Ramadhan segera berganti baju


Lebaran Idul Fitri segera dirasakan semua umat dan keluarga
Namun apakah ini di rumah sepi senyap seperti tak bermentari
Bisa-bisanya kami dipukuli rindu seorang Ayah dari jarak antar kota

Kau tahu Ayah?


Ibu sudah memasak banyak sop iga tulang sapi kesukaanmu
Lengkap dengan ikan asin layur bersambal goreng
Untuk berbuka sekalian sahur
Tapi apa kali ini Ayah? Hanya hidangan kurang satu

Banyak lauk tak bisa dimakan enak di meja


Tak bisa makan enak bersama berempat dengan khidmat dan melingkar
Ayah, kau bilang tadi di telepon,
“di perantauan sini tak bisa kemana-mana, apalagi untuk bergegas pulang ke kampung
halaman”
Ku tahu kau rindu kami dengan begitu sabarnya
Apalagi kami di sini di rumah penuh dengan awan mendung
Begitu hambar dan pincang disiksa kerinduan
Sekarang ku tersadar, ternyata ada yang lebih pedih dari putusnya cinta
Itulah kerinduan seorang anak kepada orang tuanya

Anda mungkin juga menyukai