Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

TAFSIR

FITRAH MANUSIA

Oleh Kelompok 6 :

Hikmatul Fadilla Putri : 2020.2572

Indah Yunisa :2020.2574

Silvia Raynuli :2020.2614

Dosen Pengampu

Prof.Dr.H.Rusyidi AM,M.ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR’AN

( STAI-PIQ ) SUMATERA BARAT

1442H/2021M
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat allah karena dengan taufik dan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang tafsir surat Ar-Rum,Al-A’raf,Yunus.

Shalawat beserta salam senatiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita


yakninya Nabi Muhammad SAW. dan semoga kelak kita termasuk golongan yang
mendapatkan syafaatnya. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkenan membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini. Harapan kami
semoga makalah ini bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi
para pembaca,kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan,maka dari itu
kami siap menerima kritik dan saran dari pembaca agar untuk kedepannya bisa kami
perbaiki lebih baik lagi.

Padang,16 Oktober 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakekatnya, setiap manusia lahir ke dunia ini dengan membawa fitrah
berupa keyakinannya kepada agama (Islam). Demikian ditegaskan oleh para ulama tafsir,
ketika menjelaskan tentang maksud ayat di atas. Seiring berjalannya waktu, maka fitrah
yang sudah Allah tetapkan tersebut, akan tetap atau berubah tergantung pada kondisi
lingkungan di mana manusia itu berada.

Satu hal yang harus kita sadari bersama adalah bahwa selama hayat masih di
kandung badan, selalu ada kesempatan untuk kembali kepada agama, kembali kepada
Tuhan. Tuhan sangat senang jika ada hamba-Nya yang telah lama berkelana,
mengembara mengarungi kehidupan ini, serta jauh dari-Nya, kemudian dia kembali ke
jalan-Nya. Seperti halnya orang tua yang telah lama ditinggal anaknya pergi merantau
kemudian kembali pulang ke pangkuannya. Bahkan, kasih sayang Tuhan kepada hamba-
hamba-Nya jauh melebihi kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya.

Didalam makalah ini akan kami paparkan materi tentang tafsiran Q.S Ar Rum:30, Al
Araf: 72 dan Yunus: 22

B. Rumusan Masalah
1. Tafsiran Ar Rum 30
2. Tafsiran Al Araf 172
3. Tafsiran Yunus 22

C. Tujuan Penulisan
1. Agar Si Pembaca Mengertahui Tafsiran Al Quran
2. Dapat Memahami Tafsiran Al Quran
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tafsir surat Ar-Rum ayat 30

ُ‫ق هَّللا ِ َذلِ َك الدِّين‬ َ َّ‫فَأَقِ ْم َو ْج َه َك لِلدِّي ِن َحنِيفًا فِ ْط َرتَ هَّللا ِ الَّتِي فَطَ َر الن‬
ِ ‫اس َعلَ ْي َها اَل تَ ْب ِدي َل لِ َخ ْل‬
ِ ‫ا ْلقَيِّ ُم َولَ ِكنَّ أَ ْكثَ َر النَّا‬
‫س اَل يَ ْعلَ ُمون‬
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (Surat Ar-Rum Ayat 30)

Pada hakekatnya, setiap manusia lahir ke dunia ini dengan membawa fitrah
berupa keyakinannya kepada agama (Islam). Demikian ditegaskan oleh para ulama tafsir,
ketika menjelaskan tentang maksud ayat di atas. Seiring berjalannya waktu, maka fitrah
yang sudah Allah tetapkan tersebut, akan tetap atau berubah tergantung pada kondisi
lingkungan di mana manusia itu berada.

Nabi Muhammad Saw menegaskan, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci
(fitrah)—beragama Islam—, maka tergantung kedua orang tuanyalah yang akan
menjadikannya seorang yahudi, nasrani atau majusi.”

Dari keterangan hadis di atas jelaslah bahwa setiap manusia dilahirkan dalam
kondisi beragama (Islam). Agama itu fitrah yang sudah ada sejak manusia lahir, bahkan
ketika mereka masih berada di alam rahim. Demikian ditegaskan dalam ayat yang lain.
Begitu melekatnya fitrah berupa agama ini di dalam diri manusia, maka meski seseorang
larut dalam pelukan nafsu duniawi, yang seringkali melenakannya dari ajaran agama,
atau bahkan melupakannya pada tuhan, pada saat tertentu akan muncul kerinduan dalam
dirinya untuk kembali kepada agama, kembali kepada tuhannya.

Jika seseorang menuruti kata hatinya untuk kembali kepada Tuhannya, kepada
ajaran agamanya, maka sangat mungkin pintu hidayah akan terbuka lebar baginya.
Namun sebaliknya, jika ia lebih memperturutkan hawa nafsunya, tidak mengindahkan
kata hatinya, maka dia akan semakin terjerumus pada kesesatan dan gelimang dosa.

Az-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya al-Kasysyaf menjelaskan ayat di atas


dengan mengutip sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang
menyatakan, “setiap hamba-Ku Aku ciptakan dalam keadaan lurus (berpegang teguh
pada ajaran agama), kemudian setan telah melencengkannya dari agamanya, serta
menyuruhnya untuk menyekutukan-Ku dengan yang lainnya.”

Dari keterangan hadis qudsi di atas jelaslah bahwa pada hakekatnya kita
diciptakan oleh Allah dalam kondisi berpegang teguh pada agama, berada pada fitrah
Allah. Tetapi, tipu daya setanlah yang kemudian memalingkan kita dari ajaran agama
kita. Setan telah memperdaya kita untuk mengingkari Allah, dengan menjadikan selain
Allah sebagai tuhan. Ada di antara umat manusia yang kemudian kembali kepada fitrah
agamanya. Adapula yang tetap berada pada kesesatan dan kekufuran.

Satu hal yang harus kita sadari bersama adalah bahwa selama hayat masih di
kandung badan, selalu ada kesempatan untuk kembali kepada agama, kembali kepada
Tuhan. Tuhan sangat senang jika ada hamba-Nya yang telah lama berkelana,
mengembara mengarungi kehidupan ini, serta jauh dari-Nya, kemudian dia kembali ke
jalan-Nya. Seperti halnya orang tua yang telah lama ditinggal anaknya pergi merantau
kemudian kembali pulang ke pangkuannya. Bahkan, kasih sayang Tuhan kepada hamba-
hamba-Nya jauh melebihi kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya.

Alangkah sayangnya, jika kesempatan hidup di dunia ini yang hanya sekali, tidak
dimanfaatkan untuk menjalani fitrah kemanusiaan, yaitu memeluk erat agama,
medekatkan diri kepada Tuhan, menjadi hamba-hamba-Nya yang dikasihi dan dicintai-
Nya. Betapa malangnya diri ini, jika hidup di dunia ini yang hanya sementara, diisi
dengan amal yang sia-sia, yang hanya akan membawa kita pada penyesalan tiada tara di
akhirat kelak. Mari kembali kepada fitrah kita, yaitu fitrah untuk beragama, fitrah untuk
selalu dekat dengan Tuhan, fitrah untuk menjadi hamba-hamba yang dikasihi dan
dicintai-Nya.

Dengan tetap pada fitrah itu, maka kita semua berharap semoga kelak, ketika
Tuhan mengambil kita untuk kembali kepada-Nya, Tuhan akan memanggil dengan
panggilan mesra: “Wahai jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan
hati yang ridla dan diridlai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku.” Wallahu A’lam.

Tafsir Jalalain

(Maka hadapkanlah) hai Muhammad (wajahmu dengan lurus kepada agama Allah)
maksudnya cenderungkanlah dirimu kepada agama Allah, yaitu dengan cara
mengikhlaskan dirimu dan orang-orang yang mengikutimu di dalam menjalankan agama-
Nya (fitrah Allah) ciptaan-Nya (yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu) yakni
agama-Nya. Makna yang dimaksud ialah, tetaplah atas fitrah atau agama Allah. (Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah) pada agama-Nya. Maksudnya janganlah kalian
menggantinya, misalnya menyekutukan-Nya. (Itulah agama yang lurus) agama tauhid
itulah agama yang lurus (tetapi kebanyakan manusia) yakni orang-orang kafir Mekah
(tidak mengetahui) ketauhidan atau keesaan Allah.
B. Tafsir Surat Al-A’raf ayat 172

‫ستُ بِ َربِّ ُك ۗ ْم قَ^^الُ ْوا‬ ِ ُ‫ش َه َد ُه ْم ع َٰلٓى اَ ْنف‬


ْ َ‫س ِه ۚ ْم اَل‬ ْ َ‫َواِ ْذ اَ َخ َذ َر ُّبكَ ِم ۢنْ بَنِ ْٓي ٰا َد َم ِمنْ ظُ ُه ْو ِر ِه ْم ُذ ِّريَّتَ ُه ْم َوا‬
َ‫ش ِه ْدنَا ۛاَنْ تَقُ ْولُ ْوا يَ ْو َم ا ْلقِ ٰي َم ِة اِنَّا ُكنَّا عَنْ ٰه َذا ٰغفِلِيْن‬ َ ‫بَ ٰل ۛى‬

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam


dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi . (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan). (QS. Al-A'raf: 172).

Tafsir Jalalain

(Dan) ingatlah (ketika) sewaktu (Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam


dari sulbi mereka) menjadi badal isytimal dari lafal sebelumnya dengan mengulangi huruf jar
(yaitu anak cucu mereka) maksudnya Dia mengeluarkan sebagian mereka dari tulang sulbi
sebagian lainnya yang berasal dari sulbi Nabi Adam secara turun-temurun, sebagaimana
sekarang mereka beranak-pinak mirip dengan jagung di daerah Nu`man sewaktu hari
Arafah/musim jagung. Allah menetapkan kepada mereka bukti-bukti yang menunjukkan
ketuhanan-Nya serta Dia memberinya akal (dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka) seraya berfirman, ("Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul.)
Engkau adalah Tuhan kami (kami menjadi saksi.") yang demikian itu. Kesaksian itu supaya
(tidak) jangan (kamu mengatakan) dengan memakai ya dan ta pada dua tempat, yakni orang-
orang kafir (di hari kiamat kelak, "Sesungguhnya kami terhadap hal-hal ini) yakni keesaan
Tuhan (adalah orang-orang yang lalai.") kami tidak mengetahuinya.

Ayat di atas, memberikan sebuah informasi kepada setiap manusia bahwa kita pernah
bersaksi kepada Allah. Akan tetapi, kesaksian saat dalam kandungan sebelum lahir ke dunia
tersebut pasti dilupakan sehingga wajar jika setiap manusia memiliki keyakinan yang
berbeda-beda.

Dari kesaksian tersebut, pada hakikatnya kita pernah berikrar untuk menuhankan
Allah (tiada Tuhan selain Allah), berjanji untuk tidak menyekutukan-Nya, tidak meminta
kepada selain-Nya dan berbagai konsekuensi lainnya.

Sayangnya, masing-masing dari kita setelah lahir ke dunia akan lupa dengan
perjanjian tersebut, dan inilah watak asli manusia sebagai tempatnya salah dan lupa.

Adapun diutusnya para Nabi dan Rasul ke dunia ini menurut para ahli tafsir adalah
untuk mengingatkan janji itu agar manusia tidak tersesat.

Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah ra dikatakan, Sewaktu menciptakan Nabi
Adam, Allah mengusap punggungnya. Maka berjatuhanlah dari punggungnya setiap jiwa
keturunan yang akan diciptakan Allah dari Adam hingga hari kiamat. Kemudian, di antara
kedua mata setiap manusia dari keturunannya Allah menjadikan cahaya yang bersinar.
Selanjutnya, mereka disodorkan kepadanya. Adam pun bertanya, “Wahai Tuhan, siapakah
mereka?” Allah menjawab, “Mereka adalah keturunanmu.” (HR. Tirmidzi).

Sementara itu, latar belakang orangtua juga menjadi faktor lupa atau ingatnya
manusia terhadap janjinya kepada Allah Swt.

Dikatakan dalam sebuah hadis, Setiap anak yang lahir, dilahirkan di atas fitrah hingga
ia fasih (berbicara). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau
Majusi. (HR. Baihaqi dan Thabrani).

Dengan demikian, Surah Al-A'raf ayat 172 di atas membuktikan betapa dahsyatnya
penciptaan manusia oleh Allah Swt. Kita tentu tidak menyadarinya kalau sebenarnya saat
masih dalam kandungan, kita berkomunikasi dengan Zat yang Maha Menciptakan.

C. Tafsir Surat Yunus Ayat 22


ۡ ُ‫ح ر ؕ َح ٰۤتّی اِ َذا ُک ۡنتُمۡ فِی ۡالف‬ ۡ ۡ
‫ح طَیِّبَ ٍۃ َّو‬ ٍ ِۡ
‫ی‬ ‫ر‬XXِ ‫ب‬ ۡ‫م‬ ‫ہ‬
ِ ِ ‫ب‬ َ‫ن‬ ۡ
‫ی‬ ‫ر‬
َ X‫ج‬َ ‫و‬َ ۚ ‫ک‬
ِ X
‫ل‬ ِ Xۡ َ‫ ِّر َو الب‬Xَ‫یِّ ُر ُکمۡ فِی الب‬X‫ہ َُو الَّ ِذ ۡی ی َُس‬
‫ان َّو ظَنُّ ۡۤوا اَنَّہُمۡ اُ ِح ۡیطَ بِ ِہمۡ ۙ َد َع ُوا‬ ٍ ‫ف َّو َجٓا َءہُ ُم ۡال َم ۡو ُج ِم ۡن ُکلِّ َم َک‬ ٌ ‫َاص‬ ِ ‫فَ ِرح ُۡوا بِہَا َجٓا َء ۡتہَا ِر ۡی ٌح ع‬
َ‫ص ۡینَ لَہُ الد ِّۡینَ ۬ۚ لَئِ ۡن اَ ۡن َج ۡیتَنَا ِم ۡن ٰہ ِذ ٖہ لَنَ ُک ۡون ََّن ِمنَ ال ٰ ّش ِک ِر ۡین‬ ‫ہّٰللا‬
ِ ِ‫َ ُم ۡخل‬
Huwal-ladzii yusai-yirukum fiil barri wal bahri hatta idzaa kuntum fiil fulki
wajaraina bihim biriihin thai-yibatin wafarihuu bihaa jaa-athaa riihun ‘aashifun wajaa-
ahumul mauju min kulli makaanin wazhannuu annahum uhiitha bihim da’awuullaha
mukhlishiina lahuddiina la-in anjaitanaa min hadzihi lanakuunanna minasy-syaakiriin.

Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (dan berlayar) di
lautan. Sehingga ketika kamu berada di dalam kapal, dan meluncurlah (kapal) itu
membawa mereka (orang-orang yang ada di dalamnya) dengan tiupan angin yang baik,
dan mereka bergembira karenanya; tiba-tiba datanglah badai dan gelombang
menimpanya dari segenap penjuru, dan mereka mengira telah terkepung (bahaya), maka
mereka berdoa dengan tulus ikhlas kepada Allah semata.(Seraya berkata),“Sekiranya
Engkau menyelamatkan kami dari (bahaya) ini, pasti kami termasuk orang-orang yang
bersyukur.”

Dalam ayat ini, Allah menunjukkan kemampuan, kekuasaan, dan anugerah-Nya


kepada manusia seraya berfirman,

"Dialah Allah yang telah memberikan kepadamu (manusia) kesanggupan berjalan


di darat, berlayar di lautan, dan terbang di udara dengan memberikan kepadamu
kesempatan untuk mempergunakan beraneka macam sarana seperti bintang, kapal, dan
sebagainya.
Dengan alat angkutan tersebut kamu dapat mencapai berbagai keinginanmu dan
untuk bersenang-senang."

Dengan kesanggupan dan kemampuan yang diberikan-Nya itu, manusia diuji dan
dicoba oleh Allah, sehingga nampak jelas watak dan tabiatnya, yang diibaratkan Allah
sebagai berikut: dengan kesanggupan yang diberikan-Nya itu, manusia membuat sebuah
bahtera yang dapat mengarungi samudera luas. Tatkala mereka telah berada dalam bahtera
itu dan ia berlayar membawa mereka dengan bantuan hembusan angin yang baik dan
ombak yang tenang, mereka pun bergembira.

Tiba-tiba datanglah angin badai yang kencang dan ombak yang menghempas dari
segenap penjuru, sehingga timbullah kecemasan dan ketakutan dalam hati mereka. Mereka
merasa tidak akan dapat lagi melihat matahari yang akan terbit pada esok harinya karena
hempasan ombaknya yang dahsyat.

Karena itu mereka pun berdoa kepada Allah seraya merendahkan diri dengan
penuh keikhlasan, sambil menyesali perbuatan yang pernah mereka lakukan, agar Allah
melepaskan mereka dari gulungan ombak yang maha dahsyat itu, mereka mengucapkan,
"Wahai Tuhan kami, sesungguhnya jika engkau lepaskan kami dari malapetaka yang akan
menimpa kami, tentulah kami menjadi orang-orang yang mensyukuri nikmat yang telah
Engkau berikan."

Dialah (Allah) yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan (dan berlayar) di
lautan sehingga ketika kamu berada di dalam kapal, lalu meluncurlah (kapal) itu
membawa mereka dengan tiupan angin yang baik dan mereka bergembira karenanya.
Kemudian, datanglah badai dan gelombang menimpanya dari segenap penjuru dan mereka
pun mengira telah terkepung (bahaya). Maka, mereka berdoa dengan mengikhlaskan
ketaatan kepada-Nya (seraya berkata), “Sekiranya Engkau menyelamatkan kami dari
(bahaya) ini, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur.”

Tafsir Jalalain

(Dialah Tuhan yang menjadikan kalian dapat berjalan) menurut suatu qiraat
yansyurukum bukannya yusayyirukum (di daratan, berlayar di laut. Sehingga apabila
kalian berada di dalam bahtera) di dalam perahu-perahu (dan meluncurlah bahtera itu
membawa orang-orang yang di dalamnya) di dalam lafal ini terkandung pengertian iltifat
dari mukhathab menjadi ghaib (dengan tiupan angin yang baik) angin yang lembut (dan
mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai) angin yang kencang tiupannya dan
dapat menghancurkan segala sesuatu yang dilandanya (dan gelombang dari segenap
penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah dikepung bahaya) mereka
pasti binasa (maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-
Nya semata-mata) yakni berseru ("Sesungguhnya jika) huruf lam di sini bermakna qasam
atau sumpah (Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini) dari malapetaka ini (pastilah
kami termasuk orang-orang yang bersyukur.") yaitu akan menjadi orang-orang yang
mentauhidkan Allah.
Dialah (Allah) yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan (dan berlayar) di
lautan sehingga ketika kamu berada di dalam kapal, lalu meluncurlah (kapal) itu
membawa mereka dengan tiupan angin yang baik dan mereka bergembira karenanya.
Kemudian, datanglah badai dan gelombang menimpanya dari segenap penjuru dan mereka
pun mengira telah terkepung (bahaya). Maka, mereka berdoa dengan mengikhlaskan
ketaatan kepada-Nya (seraya berkata), “Sekiranya Engkau menyelamatkan kami dari
(bahaya) ini, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur.”

DAFTAR PUSTAKA

https://tafsir-learn--quran-co.cdn.ampproject.org/v/s/tafsir.learn-quran.co/id/amp/surat-10-
yunus

https://tafsir.learn-quran.co/id

https://mediaindonesia.com/ramadan/54381/tafsir-al-mishbah-kisah-bangsa-romawi
https://tafsiralquran-id.cdn.ampproject.org/v/s/tafsiralquran.id/tafsir-surat-ar-rum-ayat-30-
agama-sebagai-fitrah-manusia

https://kalam.sindonews.com/ayat/72/7/al-araf-ayat-72

http://www.hajij.com/id/the-noble-quran/item/1061-tafsir-al-quran-surat-al-araf-ayat-72-76-

Anda mungkin juga menyukai