Anda di halaman 1dari 13

Tugas Makalah Farmakoterapi Stroke

Disusun oleh :

Elsa Yulistika 1608010126

Putri Imala Dewi 1608010128

Ayi Dzi Ainun U. 1608010130

Cindy Nur Fadhila 1608010132

Bella Mahardhika 1608010136

Tri Yuliani 1608010142

Nosecca Hary Pradana 1508010090

Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
2018
A. Patofisiologi
1. Definisi Stroke
Stroke adalah sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal maupun global dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas selain
kelainan vascular. Stroke mengalami peningkatan signifikan pada masyarakat seiring
dengan perubahan pola makan, gaya hidup dan peningkatan stressor yang cukup
tinggi. Peningkatan jumlah penderita tidak saja menjadi isu yang bersifat regional
akan tetapi sudah menjadi isu global.
Klasifikasi Klasifikasi stroke berdasarkan atas gambaran klinik, patologi
anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya.
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
a. Stroke Infark
1) Stroke akibat trombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik
b. Stroke Hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
2) Perdarahan ekstra serebral
Berdasarkan waktu terjadinya :

a. Transient Ischemic Attack (TIA)


b. Reversible Ischemic Neuroolgic Defisit (RIND)
c. Stroke in Evolution (SIE) / Progressing Stroke
d. Completed Stroke
Berdasarkan sistem pembuluh darah :

a. Sistem Karotis
b. Sistem Vertebrobasiler
2. Patofisiologi
a. Stroke Iskemik
Stroke Iskemik terjadi apabila terjadi oklusi atau penyempitan aliran darah ke otak
dimana otak membutuhkan oksigen dan glukosa sebagai suber energi agar fungsinya
tetap baik. Aliran drah otak atau Cerebral Blood Flow (CBF) dijaga pada kecepatan
konstan antara 50-150 mmHg (Price, 2006). Aliran darah ke otak dipengaruhi oleh:
 Keadaan pembuluh darah Bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau
tersumbat oleh trombus atau embolus maka aliran darah ke otak terganggu.
 Keadaan darah Viskositas darah meningkat, polisitemia menyebabkan aliran
darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat dapat menyebabkan oksigenasi
otak menurun.
 Tekanan darah sistemik Autoregulasi serebral merupakan kemampuan
intrinsik otak untuk mempertahankan aliran darah ke otak tetap konstan
walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
 Kelainan jantung Kelainan jantung berupa atrial fibrilasi, blok jantung
menyebabkan menurunnya curah jantung. Selain itu lepasnya embolus juga
menimbulkan iskemia di otak akibat okulsi lumen pembuluh darah.
Jika CBF tersumbat secara parsial, maka daerah yang bersangkutan langsung
menderita karena kekurangan oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik.
Infark otak, kematian neuron, glia, dan vaskular disebabkan oleh tidak adanya oksigen
dan nutrien atau terganggunya metabolisme.

b. Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subaraknoid. Insiden perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke
hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subaraknoid dan
perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma
(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh
arteriola berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada
dinding pembuluh darah tersebut berupa degenerasi lipohialinosis, nekrosis fibrinoid
serta timbulnya aneurisma Charcot Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan
tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan pecahnya penetrating arteri. Keluarnya
darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan
pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena
darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi
darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis.
Perdarahan subaraknoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subaraknoid.
Perdarahan subaraknoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau
perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

B. Etiologi
1. Stroke Non Hemoragik/Iskemik
Pada level makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh emboli
dari ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga disebabkan oleh
berkurangnya aliran darah otak. Pada level seluler, setiap proses yang mengganggu
aliran darah ke otak dapat mencetuskan suatu kaskade iskemik, yang akan
mengakibatkan kematian sel-sel otak dan infark otak (Rahmawati, 2009).
a. Emboli
Sumber emboli dapat terletak di arteri karotis maupun vertebralis akan tetapi dapat
juga di jantung dan sistem vaskular sistemik (Mardjono, 1988).
1. Embolus yang dilepaskan oleh arteri karotis atau vertebralis, dapat berasal dari
“plaque atherosclerotique” yang berulserasi atau thrombus yang melekat pada intima
arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
2. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: Penyakit jantung dengan “shunt” yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
3. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai emboli septik, misalnya
dari abses paru atau bronkiektasis, dapat juga akibat metaplasia neoplasma yang sudah
ada di paru.
b. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk
sistem arteri karotis dan percabanganya) dan pembuluh darah kecil. Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan
terjadinya turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan
neuronal berasal dari metabolisme glukosa. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30
detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak
berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih
dari 9 menit manusia dapat meninggal (Wijaya, 2013).
2. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat
terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan intraserebrum hipertensif;
perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura
malformasi arteriovena (MAV), trauma; penyalahgunaan kokain, amfetamin;
perdarahan akibat tumor otak; infark hemoragik; penyakit perdarahan sistemik
termasuk terapi antikoagulan (Price, 2005).

C. Gejala dan Tanda


1. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
 Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodormal yang terjadi pada saat
istirahat atau bangun pagi.
 Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
 Terjadi trauma pada usia > 50 tahun
 Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasinya.
2. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
 Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.
 Ganguan sensibilitas pada suatu anggota badan (gangguan hemisensorik)
 Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor/koma)
 Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)
 Disartria (bicara pelo atau cade)
 Afaksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
 Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).
Secara klinis perbedaan stroke iskemik dan hemoragik adalah sebagai berikut :
Gejala Klinis PIS* PSA* Non Hemoragik
Defisit fokal Berat Ringan Berat ringan
Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Muntah Pada awalnya Sering Tidak, kec lesi di
Sering batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Penurunan Ada Ada Tidak ada
kesadaran
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada
Hemiparesis Sering dari awal Permulaan tidak Sering dari awal
ada
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering
Likuor Berdarah Berdarah Jernih
Paresis/ganggua Tidak ada Bisa ada Tidak ada
n N III
Keterangan : *: Merupakan Stroke Hemoragik
PIS: perdarahan intra serebral
PSA: perdarahan subarakhnoid

Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah tmbulnya


defisit neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada
waktu istirahat atau bangun pagi dengan kesadaran biasanya tidak menurun, kecuali
bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classificationof Disease and
Related Health Problem 10th Revision, Stroke hemoragik di bagi atas :
 Perdarahan Intraserebral (PIS)
 Perdarahan Subaraknoid (PSA)
a) Stroke akibat perdarahan intraserebral (PIS) mempunyai gejala prodromal yang tidak
jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat
aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah
sering terjadi ketika pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi
sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65%
terjadi kurang dari setengah jam, 23% anatar ½ sampai 2 jam, dan 12% terjadi setelah
2 jam, sampai 19 hari).
b) Pada pasien dengan stroke akibat perdarahan subaraknoid (PSA) didapatkan gejala
prodromal yang berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan
sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsanga menigeal. Edema pupil dapat terjadi
apabila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans
anterior atau arteri karotis interna.

Gejala Stroke Non Hemoragik :


Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat
gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah :
1. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
 Buta mendadak (amaurosis fugaks).
 Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila
gangguan terletak pada sisi dominan
 Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan
dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
2. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
 Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
 Gangguan mental.
 Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
 Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
 Bisa terjadi kejang-kejang.
3. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
 Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila
tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
 Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
 Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
4. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
 Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
 Meningkatnya refleks tendon.
 Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
 Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar
(vertigo).
 Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
 Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit
bicara (disatria).
 Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap
(strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi)
 Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola
mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis),
kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan
kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
 Gangguan pendengaran.
 Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
 Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
 Koma
 Hemiparesis kontra lateral.
 Ketidakmampuan membaca (aleksia).
 Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
5. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
 Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua
yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan
isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk
mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan
untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan
perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti,
tergantung dari luasnya kerusakan otak.
 Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.
Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal
alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf.
Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat
membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
 Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
 Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah
terjadinya kerusakan otak.
 Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang
sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini
sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan
nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
 Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan
melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
 Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat
kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang
menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
 Amnesia, adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis,
infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
 Dementia, adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah
kemampuan.

D. Data Klinik
E. . Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien yang diduga mengalami stroke perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Parameter yang diperiksa meliputi kadar
glukosa darah, elektrolit, analisa gas darah, hematologi lengkap, kadar
ureum, kreatinin, enzim jantung, prothrombintime (PT) dan activated
partialthromboplastintime (aPTT). Pemeriksaan kadar glukosa darah
untuk mendeteksi hipoglikemi maupun hiperglikemi, karena pada
kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan
elektrolit ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik
untuk natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium
(Rahajuningsih, 2009).
Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk
F. mendeteksi asidosis metabolik. Hipoksia dan hiperkapnia juga
G. menyebabkan gangguan neurologis. Prothrombintime (PT) dan
H. activatedpartialthromboplastintime (aPTT) digunakan untuk menilai
I. aktivasi koagulasi serta monitoring terapi. Dari pemeriksaan
J. hematologi lengkap dapat diperoleh data tentang kadar hemoglobin,
K. nilai hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit serta
L. morfologi sel darah. Polisitemiavara, anemia sel sabit, dan
M. trombositemia esensial adalah kelainan sel darah yang dapat
N. menyebabkan stroke (Rahajuningsih, 2009).

O. Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi


a. Pengobatan Stroke Iskemik Akut
1. Terapi non farmakologi
a. Pembedahan (Surgical Intervention)
Pembedahan yang dilakukan meliputi carotid endarcerectomy, dan pembedahan
lain. Tujuan terapi pembedahan adalah mencegah kekambuhan TIA dengan
menghilangkan sumber oklusi. Carotidendarterectomy diindikasikan untuk pasien
dengan stenois lebih dari 70%.
b. Intervensi Endovaskuler
Intervensi Endovaskuler terdiri dari : angioplasty and stenting, mechanical clot
distruption dan clot extraction. Tujuan dari intervensi endovaskuler adalah
menghilangkan trombus dari arteri intrakarnial.
2. Terapi farmakologi
Pendekatan terapi pada stroke akut adalah menghilangkan sumbatan pada aliran
darah dengan menggunakan obat. Terapi yang dilakukan antara lain :
a. Terapi Suportif dan Terapi Komplikasi Akut
1. Pernafasan, Ventilatory support dan suplementasi oksigen.
2. Pemantauan temperatur.
3. Terapi dan pemantauan fungsi jantung.
4. Pemantauan tekanan darah arteri (hipertensi atau hipotensi).
5. Pemantauan kadar gula darah (hipoglikemia atau hiperglikemia).

b. Terapi Trombolitik
1. Trombolitik Intravena Terapi trombolitik intravena terdiri dari pemberian
Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rtPA), pemberian agen
trombolitik lain dan enzim defibrogenating. Pemberian rtPA dapat
meningkatkan perbaikan outcame dalam 3 bulan setelah serangan stroke
apabila diberikan pada golden period yaitu dalam onset 3 jam. rtPA memiliki
mekanisme aksi mengaktifkan plasmin sehingga melisiskan tromboemboli.
Penggunaan rtPA harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat menimbulkan
resiko perdarahan. Agen trombolitik yang lain seperti streptokinase,
tenecteplase, reteplase, urokinase, anistreplase dan staphylokinase masih prlu
dikaji secara luas (Ikawati, 2014).
2. Trombolitik Intraarteri Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan outcame
terapi stroke dengan perbaikan kanal middle cerebral artery (MCA). 15
Contoh agen trombolitik intrarteri adalah prourokinase (Ikawati, 2014)

c. Terapi Antiplatelet
Terapi antiplatelet bertujuan untuk meningkatkan kecepatan rekanalisasi spontan
dan perbaikan mikrovaskuler. Agen antiplatelet ada oral dan intravena. Contoh
agen atiplatelet oral yaitu aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin (ASA),
tiklopidin. Agen antiplatelet intravena adalah platelet glikopotein IIb/IIIa,
abvicimab intravena (Ikawati, 2014)

d. Terapi Antikoagulan
Terapi antikoagulan bertujuan mencegah kekambuhan stroke secara dini dan
meningkatkan outcame secara neurologis. Contoh agen atikoagulan adalah heparin,
unfractionated heparin, lowmolecular-weight heparins (LMWH), heparinoids
warfarin (Ikawati, 2014)

b. Pengobatan Stroke hemoragik


1. Terapi Non Farmakologi Pembedahan (Surgical Intervention), contoh
pembedahan nya adalah carotid endarcerectomy dan carotid stenting.
Pembedahan hanya efektif bila lokasi perdarahan dekat dengan permukaan otak.
2. Terapi farmakologi
a. Terapi suportif dengan infus manitol bertujuan untuk mengurangi edema disekitar
perdarahan.
b. Pemberian Vit K dan fresh frozen plasma jika perdarahannya karena komplikasi
pemberian warfarin.
c. Pemberian protamin jika perdarahannya akibat pemberian heparin.
d. Pemberian asam traneksamat jika perdarahnnya akibat komplikasi pemberian
trombolitik (Ikawati, 2014)
Terapi Pencegahan Stroke
a. Terapi Antiplatelet
Antiplatelet dapat diberikan secara oral contohnya aspirin, memiliki
mekanisme aksi menghambat sintesis tromboksan yaitu senyawa yang berperan
dalam proses pembekuan darah. Apabila aspirin gagal maka dapat diganti dengan
pemberian klopidogrel atau tiklopidin (Ikawati, 2014)
b. Terapi Antikoagulan
Terapi antikoagulan sebagai pencegahan masih dalam penelittian.
Antikoagulan diperkirakan efektif untuk pencegahan emboli jantung pada pasien
stroke yang mengalami fibrilasi artrial dan memiliki riwayat transient ischemic
attack (TIA) (Saxena, 2004).
c. Terapi Antihipertensi
Penggunaan antihipertensi harus memperhatikan aliran darah otak dan aliran
darah perifer untuk menjaga fungsi serebral. Obat antihipertensi untuk
pencegahan stroke adalah golongan AIIRA (angiostensin II receptor antagonis)
contohnya candesartan atau golongan ACE inhibitor (Kirshner, 2005)
Daftar Pustaka

Aliah, A; Limoa, R.A; Wuysang, G. (2000). Gambaran Umum Tentang GPDO dalam
Harsono:Kapita Selekta Neurologi. UGM Press, Yogyakarta.
Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New
York : Thieme. 2005.
Batticaca, Framsisca B. 2008. Asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : salemba medika
Brunner, I ; Suddarth, Drs. (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah Volume 2.
Jakarta: EGC.
Corwin, J, E. (2001.) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Dochtermann, J. M. C dkk. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC). United States
of America: Mosby Elsevier.
Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
Herdman, Heather T.2009. diagnose Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC
Hidayat.A.A (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta: Salemba Medika
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke
2007. Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, Sue dkk.2008.NOC.Edisi 4.USA : Mosby
Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar Auhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan/ Jakarta: Salemba medika
Price,Sylvia dkk.2007. patofisiologi “Konep Klinis dan Proses Penyakit. Volume 2.Edisi
6.Jakarta :EGC
Redaksi AgroMedia. (2009). Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-1985.
Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu Penyakit
Saraf. 1986.
Sue Moorhead, P., RN dkk. (2004). Nursing Outcomes Classification (NOC). United States
of America: Mosby Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai