Anda di halaman 1dari 18

MENEMUKAN SEBUAH MODEL MISI PERINTISAN JEMAAT

ALKITABIAH-KONTEKSTUAL BAGI SEBUAH GEREJA LOKAL BARU

David Eko Setiawan M.Th


Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu
davidekosetiawan14217@gmail.com

Pendahuluan
Gereja lokal yang hidup adalah gereja lokal yang berkembang.
Perkembangan disini menyangkut perkembangan kualitatif dan kuantitatif.
Perkembangan kualitatif dapat berupa bertumbuhnya jemaat-jemaat di gereja
lokal tersebut secara rohani sehingga memiliki karakter seperti Kristus sehingga
dapat menjadi garam dan terang bagi komunitasnya. Selain itu gereja lokal
yang hidup juga berkembang secara kuantitatif berupa pertambahan jiwa-jiwa
yang diperoleh melalui penginjilan kepada orang-orang yang belum percaya
kepada Kristus. Selain itu juga dapat berupa penambahan gereja- gereja lokal
baru hasil pengembangan gereja lokal induk yang menjadi tempat berhimpunnya
jiwa-jiwa baru di daerah baru. Jika hal-hal tersebut terjadi di sebuah gereja
lokal, maka itu pertanda gereja tersebut hidup.
Namun demikian untuk membuka derah-daerah baru agar berdiri gereja
lokal yang baru bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan strategi untuk dapat
mewujudkannya. Strategi tersebut harus dibangun dengan mempertimbangkan
Alkitab dan konteks baru yang dijangkau. Menemukan strategi ini tidaklah
mudah, sehingga adakalanya membuat sebagian gereja lokal di Indonesia
menjadi malas untuk mengembangkan dirinya. Misi perintisan jemaat baru tidak
menjadi begitu penting. Jikalau ada, kadang-kadang misi perintisan jemaat
tersebut mengabaikan prinsip-prinsip Alkitab dan konteks pelayanan masa kini.
Melalui artikel ini penulis ingin menyajikan sebuah Model Misi Perintisan
Jemaat yang Alkitabiah-Kontekstual. Buku ini merupakan hasil riset yang
dilakukan oleh penulis dengan mengedepankan penggalian prinsip-prinsip Alkitab
dan penerapan teori-teori dari para pakar di bidangnya. Kajian Alkitabiah-
Kontekstual ini kemudian diperbandingkan dengan sebuah organisasi gereja yang
sudah cukup lama ada di Indonesia yaitu Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS).
Melalui pembandingan prinsip-prinsip Misi Perintisan Jemaat dari Alkitab dan
para pakar dengan prinsip-prinsip misi GBIS Indonesia, maka ditemukan sebuah
Model Misi Printisan Jemaat yang Alkitabiah-Kontekstual Bagi Sebuah Gereja
Lokal Baru.
Kiranya melalui artikel ini, gereja-gereja lokal akan mendapatkan referensi
bagi misi perintisan jemaat lokalnya. Selain itu juga dapat menambah
pengetahuan secara teoritis dan praktis bagi para perintis jemaat yang sedang
berjuang mengembangkan gereja lokal pada masa kini.

Kondisi dan Problem Misi Perintisan Jemaat di GBIS


Gereja Bethel Injil Sepenuh merupakan salah satu denominasi gereja yang
telah lama hadir di Indonesia dan memiki azas otonom. 1 Sejak kelahirannya di
Surabaya pada tanggal 21 Januari 1952, tercatat dalam kurun waktu 15 tahun
GBIS telah memiliki 450 jemaat lokal dengan 70.000 anggota yang tersebar di
seluruh persada Nusantara.2 Namun setelah 54 tahun Gereja Bethel Injil
Sepenuh hadir di Indonesia, pertambahan jumlah jemaat lokal hanya mencapai
639 saja.3 Pertambahan jemaat baru yang terbangun sejak tahun 1952 hingga
2002 adalah rata-rata tiga jemaat lokal per tahun. Pertambahan ladang baru
yang lambat ini terefleksi Laporan seksi Perintisan Ladang Baru dalam pada
beberapa Sidang Majelis Besar yang telah terlaksana.Pada persidangan di Solo
tanggal 9 sampai 12 September 2003, dilaporkan bahwa selama tahun 2001
sampai dengan 2003 hanya mencapai 57 tempat saja. 4 Bahkan dalam
Laporan Seksi Perintisan Ladang Baru pada Musyawarah Besar XXIV di Malang,
jumlah ladang baru yang dibuka sejak tahun 2003 hingga 2006 menyusut
menjadi 13 tempat saja.5 Berdasarkan laporan tersebut nampak juga beberapa
jemaat lokal yang sangat lambat dalam melakukan perintisan jemaat baru. GBIS
Wilayah Jawa Tengah dan D.I.Y, pada periode tahun 2003 sampai 2006
memiliki 169 jemaat lokal, namun dalam kurun waktu tiga tahun hanya 11
jemaat lokal saja yang berhasil melakukan misi perintisan jemaat dengan total
gereja yang dirintis adalah 11 saja.6 GBIS Wilayah Sumatera Selatan pada
periode tahun 2003 sampai dengan 2006 memiliki 26 jemaat lokal, namun
dalam periode tiga tahun ternyata hanya satu jemaat lokal saja yang
melakukan misi perintisan jemaat yaitu GBIS Jambi dengan menanam dua
jemaat baru yaitu GBIS Pandan Lagan, Muara Sabak dan GBIS Tebing Tinggi. 7

1
David Eko Setiawan. “MENELISIK MAKNA ISTILAH OTONOM DALAM TIGA PILAR GBIS DAN
IMPLIKASINYA BAGI TATA KELOLA BERORGANISASI.” OSF, 26 July 2020. Web .
2
Panduan Sidang Majelis Besar XXIV Gereja Bethel Injil Sepenuh, ( Batu: Sekertariat
Badan Penghubung, 2006), 18.
3
Ibid. 24-56
4
Buku Materi Persidangan Sidang Majelis Besar: Laporan Seksi Perintisan Ladang Baru , (
Surakarta: Sekertariat Badan Penghubung, 2003), 25-26.
5
Panduan Sidang Majelis Besar XXIV, 24.
6
Materi Persidangan Sidangan Sidang Majelis Besar XXIV , 24.
7
Ibid.
Berdasarkan urian data di atas, nampak bahwa Gereja Bethel Injil
Sepenuh Indonesia sedang mengalami masalah serius. Pertambahan jumlah
jemaat baru semakin menyusut. Hal ini menandakan kurangnya perhatian
terhadap misi perintisan jemaat. Jika hal ini tidak segera dicarikan solusi maka
GBIS akan menjadi salah satu denominasi gereja di Indonesia yang tidak
berkembang.

Masalah perlambatan misi perintisan jemaat baru di GBIS Indonesia telah


mendorong penulis untuk meneliti model misi perintisan jemaat yang kontekstual
Alkitabiah di GBIS Indonesia. Melalui penelitian ini diharapkan agar GBIS
Indonesia mendapatkan penjelasan tentang model misi perintisan jemaat baru
yang Alkitabiah kontekstual dan akhirnya dapat diaplikasikan.

MODEL MISI PERINTISAN JEMAAAT ALKITABIAH-KONTEKSTUAL

Misi Perintisan Jemaat Model Paulus


Lukas mencatat perjalanan misi perintisan jemaat Paulus dalam KPR
13:4-14:28. Di dalam pasal-pasal tersebut dapat ditemukan lima komponen
penting misi perintsian jemaat Paulus yaitu; Sejarah misi perintisan jemaat
Paulus, konteks misi perintisan jemaat Paulus, prinsip-prinsip misi perintisan
jemaat Paulus, strategi-strategi misi perintisan jemaat Paulus, dan hasil-hasil
misi perintisan jemaat Paulus. Prinsip-prinsip ini merupakan refleksi dari
pelayanan misi Paulus yang sangat serius dalam memelihara jemaat-jemaat. 8

(1) Sejarah
Sejarah misi perintisan jemaat Paulus diawali dari perjalanan misinya yang
pertama ke kota Anthiokia di Pisidia (Kisah 13:14). Perjalanan ke kota
tersebut sangat berat dan penuh bahaya. Sebab di kota itu mereka mendapat
penolakan dari orang–orang Yahudi. Akibat penolakan itu mereka kemudian
mengebaskan debu kaki kepada para penentangnya sebagai peringatan bahwa
kedua rasul itu tidak mau berhubungan dengan mereka (KPR 13:51). 9 Namun
demikian Paulus dan Barnabas telah berhasil mendirikan jemaat di Anthiokia
Pisidia (Kisah 14:21-22).10 Selanjutnya, Paulus dan Barnabas melanjutkan
perjalanan menuju ibu kota propinsi Likaonia di Asia Kecil yaitu Ikonium.

8
Setiawan, David E. “Salib Dalam Teologi Paulus.” OSF Preprints, 25 July 2020. Web.
9
R. Dixon, Tafsiram Kisah Para Rasul, (Surabaya: Yakin, [t.th]), 97.
10
Brink d.v. H. Ds, Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1993), 200.
Ikonium terletak 120 kilometer di sebelah tenggara Antiokhia. 11
Pemberitaan Injil yang dilakukan oleh kedua rasul di kota tersebut akhirnya
menghasilkan sebuah jemaat baru (KPR 14:1-3). Melihat keberhasilan kedua rasul
tersebut, penduduk kota itu mengadakan gerakan untuk menganiaya Paulus
dan Barnabas (KPR 14:5). Kedua rasul tersebut akhirnya menyingkir ke Listra,
Derbe dan daerah sekitarnya (KPR 14:6).
Listra merupakan kota yang berjarak 30 kilo meter dari kota Ikonium. 12
Paulus mengawali misinya di kota itu dengan menyembuhkan seorang yang
lumpuh sejak lahir (KPR 14:9-10). Peristiwa tersebut menarik perhatian
penduduk Listra dan menganggap Paulus dan Barnabas sebagai dewa-dewa
yang turun ditengah-tengah mereka . Warga kota itu menyambut mereka
dengan sangat antusias (KPR 14:11-13). Respon tersebut dilatarbelakangi oleh
kisah yang berkembangan di Listra. Di kota itu terdapat dongeng tentang dewa
Zeus dan Hermes yang pernah turun ke daerah Listra dalam wujud manusia.
Namun kedatangan mereka tidak disambut dengan baik sehingga
13
mengakibatkan banjir besar dan kematian banyak orang. Beranjak dari
respon warga kota itu, Paulus dan Barnabas memberitakan Injil kepada mereka
(KPR 14:14-18) Melalui pemberitaan Injil itu akhirnya berdirilah jemaat di Listra
KPR 14:20-23).
Setelah mendapatkan aniaya di Listra, Paulus dan Barnabas berangkat
ke Derbe. Paulus mengawali misi perintisan jemaatnya dengan memberitakan
Injil di daerah tersebut (KPR 14:21). Pemberitaan Injil yang dilakukan oleh
kedua rasul itu tidak berlangsung lama, namun menghasilkan banyak murid(KPR
14:21, 23). Dan dalam perjalanan pulang ke Anthiokia, Paulus dan Barnabas
kembali melewati Listra, Ikonium dan Anthiokia di Pisidia (KPR 14:21). Di
daerah-daerah tersebut kedua rasul itu menguatkan hati jemaat-jemaat dan
menetapkan penatua-penatua (KPR 14:22-23). Setelah mengikui sidang di
Yerusalem, Paulus kemudian mengajak Silas untuk melanjutkan perjalanan misi
perintisan jemaat yang kedua (KPR 15:40-41).
Paulus mengawali perjalanan misi perintisan jemaat yang kedua dengan
meneguhkan jemaat-jemaat di Siria dan Kilikia (KPR 15:41). Kemudian Paulus
melanjutkan perjalannya ke Listra dan Derbe (KPR 16:1). Di kota Listra, Paulus
bertemu dengan Timotius, seorang muda yang terkenal baik. Paulus ingin
supaya Timotius menyertainya dalam perjalanan (KPR 16:1-3). Lalu Paulus
berkeliling dari kota ke kota untuk menyampaikan keputusan sidang di

11
Packer. JJ , Tenney C Merrill, Ensiklopedi, II-1493
12
R. Dixon, Tafsir Kisah Para Rasul 102.
13
Brink, Tafsir, 221.
Yerusalem dan meneguhkan hati jemaat-jemaat (KPR 16:4-5). Perjalan misi
perintisian jemaat tersebut kemudian dilanjutkan ke kota Filipi.
Sejarah misi perintisan jemaat di kota Filipi diawali dengan perjalanan
Paulus ke tanah Firgia dan Galatia. Ketika Paulus akan menginjil ke daerah Asia
, Roh Kudus mencegahnya. Lalu Paulus melanjutkan perjalannya sampai ke
Misia.Di situ Paulus dicegah oleh Roh Yesus agar tidak masuk ke
Bitinia.Kemudian Paulus melanjutkan perjalannya ke Troas dan mendapatkan
penglihatan tentang orang Makedonia yang memanggilnya untuk meminta
tolong. Berdasarkan penglihatan tersebut, Paulus melanjutkan pejalanan misinya
ke Filipi (KPR 16:6-10). Setelah menyelesaikan pelayanannya di Filipi, Paulus
dan Silas melanjutkan perjalanannya ke Tesalonika (KPR 17:1).
Di Tesalonika Paulus menemukan sebuah rumah ibadah orang Yahudi
dan kemudian masuk ke dalamnya (KPR 17:2). Selama tiga hari Sabat
berturut-turut Paulus membicarakan bagian-bagian dari Kitab Suci serta
menerangkan dan menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias (KPR 17:3-4).
Paulus dan Silas memenangkan beberapa orang di Filipi, namun disamping itu
juga ada yang menolak dan menganiaya mereka (KPR 17:4-8). Setelah
mengalami penolakan di Tesalonika, Paulus dan Silas kemudian melanjutkan
misinya ke daerah Berea.
Paulus memulai misinya di Berea dengan memasuki rumah ibadat orang
Yahudi dan memberitakan firman di situ (KPR 17: 10-11). Hasil dari
pemberitaan firman tersebut adalah dari banyak dari antara orang Yahudi,
perempuan-perempuan terkemuka, dan laki-laki Yunani di kota itu yang percaya
(KPR 17:12). Kemudian Paulus dan Silas diminta untuk meninggalkan Berea
oleh saudara-saudara seiman sebab adanya penghasutan dari orang-orang
Yahudi yang menolak pelayanan mereka (KPR 17:13-14). Lalu Paulus
meninggalkan Berea menuju kota Atena , tetapi Silas dan Timotius masih tetap
tinggal di Berea (KPR 17:14).
Sementara Paulus menantikan kedatangan Timotius dan Silas di Atena,
hatinya sedih sebab melihat kota itu dipenuhi dengan patung-patung berhala
(KPR 17: 16). Karena itu Paulus kemudian bertukar pikiran dengan dengan
orang-orang Yahudi, orang-orang yang takut akan Allah, dan orang-orang yang
dijumpainya di pasar setiap hari (KPR 17:17). Selain itu ada beberapa ahli
pikir dari golongan Epikuros dan Stoa yang juga bersoal jawab dengan Paulus
tentang Injil dan kebangkitan (KPR 17:18). Akhirnya Paulus mendapat
kesempatan untuk bebicara tentang Inji di sidang Areopagus dan memenangkan
beberapa orang di kota Atena (KPR 17: 19-34). Setelah itu Paulus
meninggalkan kota Atena lalu pergi menuju kota Korintus (18:1)
Kota Korintus merupakan tempat yang paling lama dilayani Paulus. 14
Paulus melayani bersama-sama dengan rekan-rekan sekerjanya selama satu
tahun enam bulan di kota itu.15 Di kota itu dia bekerja sebagai tukang tenda
untuk menanggung hidup sendiri dan pelayanannya (KPR 18:3). 16 Pelayanan
Paulus di Korintus akhirnya menghasilkan gereja yang cukup besar. 17 Setelah
dia selesai melayani di Korintus, kemudian ia melanjutkan perjalanannya ke
Siria dan akhirnya tiba di Efesus (KPR 18:18-19).
Di Efesus Paulus memulai pelayanannya dengan memasuki rumah ibadat
orang Yahudi dan berbicara dengan mereka (KPR 18:18-19). Setelah
melakukan pelayanan yang singkat, Paulus minta diri untuk melanjutkan
perjalanan dan berkata bahwa jika Tuhan menghendaki ia akan kembali lagi ke
Efesus (KPR 18:21). Kemudian Paulus bertolak ke Anthiokia (KPR 18:22). Setelah
beberapa waktu tinggal di Anthiokia, Paulus kemudian melanjutkan perjalanan
misi perintisan jemaat yang ketiga (Kisah 18:23).
Perjalanan misi perintisan jemaat Paulus yang ketiga diawali dengan
menjelajahi tanah Galatia dan Frigia (KPR 18: 22-23). Di daerah-daerah
tersebut Paulus meneguhkan hati jemaat-jemaat yang pernah didirikan oleh
pimpinan Roh Tuhan.18 Kemudian Paulus berangkat ke Efesus melalui jalan
darat dan tinggal di situ kira-kira dua setengah tahun (KPR 19:10) .19 Selama
dua setengah tahun itu Paulus mengerjakan misi perintisan jemaat di kota
Efesus dan menghasilkan jemaat yang memiliki pengaruh besar di kota-kota
lain di propinsi Asia.20
Berdasarkan paparan sejarah misi perintisan jemaat Paulus yang
pertama, kedua, dan ketiga tampak bahwa dia adalah misionaris Kristen yang
paling berhasil sepanjang jaman. Hal itu terbukti bahwa dalam kurun waktu
kurang dari satu generasi, ia telah mengadakan perjalanan ke seluruh wilayah
Laut Tengah, serta mendirikan jemaat-jemaat Kristen yang aktif dan
berkembang.21 Lalu bagaimanakah konteks misi perintisan jemaat Paulus itu?
Pada bagian berikut akan dijelaskan tentang konteks misi perintisan jemaat
Paulus.

14
Ola Tulluan, Introduksi Perjanjian Baru, (Malang: Departeman Lembaga Literatur YPPII,
1999), 107.
15
Dixon, Tafsir, 129.
16
Tom Jacobs, Paulus Hidup, Karya, Teologinya , (Yogyakarta: Kanisius, 1982), 72-
73.
17
Rowlands, 58.
18
Dixon, 132.
19
Ibid. 138.
20
Bromiley, Tafsir, 398.
21
John Drane, Memahami Perjanjian Baru, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 344.
(2) Konteks
Konteks misi perintisan jemaat Paulus adalah kota-kota propinsi dan kota-
kota kabupaten di wilayah kekaisaran Roma.22 Selain itu dia juga memusatkan
misi perintisan jemaatnya di kota-kota yang padat penduduknya. 23 Paulus
menghabiskan sebagian besar waktunya di kota-kota tersebut untuk merintis
jemaat.24 Pada perjalanan misi perintisan jemaat yang pertama, Paulus
memusatkan pekerjaan misinya di kota-kota wilayah propinsi Galatia (KPR pasal
13-15); sedangkan pada perjalanan misi perintisan jemaat yang kedua
dipusatkan di kota-kota wilayah propinsi Makedonia dan Akhaya (KPR pasal 16-
18); dan akhirnya pada perjalanan misi perintisan jemaat yang ketiga dipusatkan
di kota-kota wilayah propinsi Asia (KPR 19-20). 25
Paulus telah menjadikan kota-kota utama yang padat penduduknya di
Kekaisaran Romawi sebagai konteks misinya. Selain itu, Paulus juga memiliki
beberapa prinsip dalam misinya. Bagaimanakah prinsip-prinsip misi perintisan
jemaat Paulus itu? Bagian berikut akan menjelaskan prinsip-prinsip misi
perintisan jemaat Paulus.

(3) Prinsip-prinsip
Prinsip-prinsip misi perintisan jemaat Paulus adalah: Pertama, Roh Kudus
adalah pengendali misi perintisan jemaat Paulus. Keber-hasilan misi perintisan
jemaat Paulus tidak lepas dari peran Roh Kudus sebagai Pribadi yang
mengarahkan, menyertai dan memberi kuasa dalam setiap perjalanan misinya. 26
Hal tersebut mulai tam-pak dari proses pengutusan Paulus dan Barnabas
sebagai misionari oleh Roh Kudus melalui para pemimpin rohani jemaat di
Anthiokia (KPR 13: 1-3).27 Selanjutnya Roh Kudus mengarahkan keberang-katan
Paulus dan Barnabas ke daerah Siprus (KPR 13:4). Kemudian Roh Kudus
menyertai Paulus dengan kuasa ketika bertentangan dengan Elimas si tukang
sihir di Pafos (KPR 13:6-12). Paulus juga menyatakan tanda-tanda dan mujizat
oleh kuasa Roh Kudus di Iko-nium (KPR 14: 1-5). Penyertaan Roh tampak

22
Tom Jacobs, Paulus Hidup, Karya, Teologinya, 72.
23
Soleman Kawangmani “Desain Misi Holistik Dalam Konteks Persekutuan Alumnus
Gamaliel Di Indonesia Masa Kini” (Tesis Magister Teologi, Sekolah Tinggi Teologi Gamaliel,
Surakarta, 2006), 32.
24
Ibid
25
Ibid.
26
Ola Tulluan, Introduksi Perjanjian Baru, 111
27
Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 769
jelas pada pelayanan Paulus ketika menyembuhkan orang lumpuh di Listra (KPR
14: 8-10).
Peran Roh Kudus pada perjalanan misi perintisan jemaat Paulus yang
kedua tampak dalam beberapa pristiwa berikut: Roh Kudus mencegah Paulus
memberitakan Injil di Asia (KPR 16:6), pengusiran roh tenung di Filipi oleh
Paulus (KPR 16:16-18), kelepasan belenggu di penjara Filipi (16:26),
penglihatan di Korintus (18:9-10).
Sedangkan peran Roh Kudus dalam perjalanan misi perintisan jemaat
Paulus yang ketiga tampak jelas dalam beberap peristiwa berikut: Penerimaan
Roh Kudus atas murid-murid di Efesus melalui penumpangan tangan Paulus
(KPR 19:1-7), mujizat-mujizat besar dalam pelayanan Paulus di Efesus (KPR
19:11-12), Paulus membangkitkan Euthikus (KPR 20:7-12), bisikan Roh Kudus
terhadap Agabus tentang keadaan Paulus di Yerusalem (KPR 21:10-14).
Kedua, doa dan puasa sebagai penggerak misi perintisan jemaat Paulus.
Rencana misi perintisan jemaat Paulus dilahirkan dari doa dan puasa oleh para
pemimpin jemaat di Anthiokia. Mereka berpuasa untuk menguatkan doa
mereka.28 Setelah itu barulah mereka mengutus Paulus dan Barnabas menjadi
misionari jemaat Anthiokia (KPR 13: 2-3).
Paulus tidak pernah melupakan doa dan puasa di dalam perjalanan misi
perintisan jemaat. Pada perjalanan misi perintisan jemaat yang pertama di
Derbe, Listra, Ikonium, dan Anthiokia, Paulus dan Barnabas menetapkan
penatua-penatua jemaat , melalui doa dan puasa (KPR 14:21-23)
Dalam Perjalanan misi perintisan yang kedua di Filipi, Paulus dan Silas
berdoa kepada Allah ketika sedang dipenjara. Keadaan terpenjara dan
terbelenggu pada mereka, tidak menyurutkan semangat doanya.
Pada perjalanan misi perintisan jemaat yang ketiga di Efesus, Paulus
berdoa bersama-sama dengan para penatua sebelum melanjutkan perjalannya
ke Kos (KPR 20:36-37). Kunjungan Paulus ke Tirus diakhiri dengan doa
bersama-sama dengan para murid di tepi pantai sebelum menlanjutkan
perjalannya menuju Ptolemais (KPR 21:4-7).
Ketiga, Paulus selalu menindaklanjuti (Follow up) Jemaat Rintisannya.
Paulus telah banyak mendirikan jemaat pada perjalanan misinya yang pertama,
kedua, dan ketiga. Dia selalu berusaha untuk menindaklanjuti pelayanannya
kepada jemaat-jemaat yang telah dibangunnya.
Pada perjalanan misi perintisan jemaat yang pertama, Paulus mengunjungi
kembali jemaat-jemaat di Listra, Ikonium dan Anthiokia (KPR 14:21). Dalam
kunjungan tersebut dia menetapkan para pemimpin lokal sebagai penatua di

28
Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah, 767
tiap-tiap jemaat sebelum ia meninggalkan mereka(KPR 14:23). 29 Hal itu
dilakukannya agar jemaat baru yang didirikannya lebih terorganisir dengan baik.
Setelah beberapa waktu Paulus menyelesaikan misinya yang pertama,
dia ingin kembali mengunjungi kota-kota tempat tinggal jemaat baru yang telah
didirikannya.
Keinginan hati Paulus tersebut dilaksanakan dalam perjalanan misi perintisan
jemaat yang kedua. Paulus mengujungi kembali jemaat-jemaat di Siria, Kilikia,
Derbe, dan Listra untuk meneguhkan, menguatkan serta menyampaikan
keputusan-keputusan yang diambil para rasul dan penatuan di Yerusalem(KPR
15:41; 16:4-5).
Setelah menyelesaikan misi perintisan jemaat yang kedua, Paulus
mengawali misinya dengan mengunjungi jemaat-jemaat di kota-kota yang
didirikannya pada misi pertama di wilayah Galatia dan Frigia (Kisah 18:23).
Perjalanan ini juga bermaksud untuk meneguhkan hati para jemaat dan merintis
jemaat di Asia Kecil.30
Keempat, Paulus menerapkan prinsip kontekstualisasi. Hasselgrave
mendefinisikan kontekstualisasi sebagi berikut: “Kontekstualisasiadalah usaha
untuk mengkomunikasikan pesan manusia, karya-karya, perkataan, dan
kehendak Allah dalam cara yang setia kepada penyataan Allah, khususnya
pada waktu hal ini dikeluarkan di dalam ajaran-ajaran Kitab Suci, dan yang
penuh arti bagi responden-responden di dalam konteks kultural dan
eksistensial mereka masing-masing.31
Singkatnya, Kontekstualisasi merupakan usaha untuk memahami dan
menganggap penting konteks khusus dari masing-masing masyarakat dan pribadi
dalam istilah-istilahnya sendiri dan dalam semua dimensi- budaya, keagamaan,
sosial, politik ekonomi- serta mempertajam apa yang Injil katakan kepada
orang-orang di dalam konteks tersebut.32
Paulus adalah seorang perintis jemaat yang ahli dalam kontekstualisasi. 33
Terbukti pada perjalanan misi perintisian jemaatnya, Paulus telah mampu
menyesuaikan diri dengan kebudayaan-kebudayaan lokal di kota-kota yang
dikunjunginya demi keberhasilan pengkomunikasian Injil.34

29
Derek J. Tidball, Teologi Pengembalaan,(Malang: Gandum Mas, 1995), 86.
30
Ibid.
31
David J. Hesselgrave, Communicating Christ Cross-Culturally, (Malang: Literatur SAAT,
2005), 138
32
Rick Love, Kerajaan Allah dan Muslim Tradisional, (Pasadena: William Carey library,
2000), 48.
33
Hasselgrave, Communicating Christ Cross-Culturally, 136.
34
Ibid.
Dalam perjalanan misi perintisan jemaat yang pertama di kota Anthiokia
di Pisidia,Paulus memasuki rumah ibadah orang Yahudi dan mengkomunikasikan
Injil beranjak dari latar belakang keagamaan pendengarnya. Paulus menggunakan
kitab nubuatan para nabi untuk menjelaskan tentang kebangkitan Yesus kepada
mereka (KPR 13:41).35 Sedangkan di kota Listra, Paulus mengkomunikasikan
Injil berdasarkan pandangan dunia Politesime masyarakat setempat. 36 Ketika
mereka melihat Paulus dan Barnabas menyembuhkan orang lumpuh di kota
mereka menggap kedua rasul itu sebagi dewa-dewa yang turun dari langit(KPR
14:8-13). Melalui peristiwa itu Paulus menjelaskan bahwa dirinya adalah manusia.
Kehadiran mereka di kota itu untuk memberitakan Injil supaya mereka berbalik
kepada Allah yang hidup, yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala
isinya (KPR 14:15-17).
Selanjutnya pada perjalanan misi perintisan jemaat yang kedua, Paulus
mengkomunikasikan Injil kepada masyarakat di Atena beranjak dari kepercayaan
mereka tentang Allah yang tidak dikenal (KPR 17: 22-25). Sehubungan
dengan kepercayaan tersebut Bavinck menjelaskan sebagi berikut: “ Rupanya di
Atena itu ada orang yang pada suatu ketika beroleh berkat dalam hidupnya,
lalu ia mau menunjukkan terima kasihnya. Tetapi ia tidak tahu, kepada siapa
ia harus berterima kasih, maka dibuatnyalah sebuah mezbah dengan tulisan:
“Kepada Allah yang tidak dikenal”.37
Kontekstualisasi Paulus di Atena semakin jelas ketika dia menggunakan
kepercayaan tentang Allah yang tidak dikenal dan dua puisi Yunani milik
Aratus dan Epimendes untuk menjelaskan kebenaran Injil (KPR 17:23-28). 38
Usaha Paulus tersebut mencerminkan hikmat Paulus dalam memanfaatkan
unsur-unsur budaya dari orang-orang yang dilayaninya. 39 Kelima, Paulus selalu
menjaga kemurnian berita Injil. Keragaman konteks masyarakat yang dihadapi
oleh Paulus, tidak membuatnya mengubah kemurnian Injil yang diberitakannya.
Rick Love menjelaskan hal tersebut sebagai berikut: “Berbicara tentang isi berita
Injil, Paulus bersifat keras dan dogmatis “ Jikalau ada orang yang
memberitakan kepadamu suatu Injil, yang berbeda dengan apa yang telah
kamu terima, terkutuklah dia (Gal. 1:9)”. Berita Injil itu bersifat kekal dan tidak
berubah40.
Penekanan Paulus akan kemurnian Injil ditunjukkan dengan pemberitaan
Injil yang berpusat hanya kepada Yesus. Pada perjalanan misi perintisan yang

35
Henry H. Helly, Penuntun ke dalam Perjanjian Baru, (Surabaya: YAKIN, [t.th]), 183.
36
Rick Love, Kerajaan Allah dan Muslim Tradisional, 74.
37
Bavinck, Kerajaan Allah, 809.
38
Rick Love, Muslim Tradisional, 52.
39
Ibid.
40
Ibid. 49.
pertama di Anthiokia, Paulus memberitakan Yesus yang mengampuni dosa
kepada orang-orang Yahudi dan penganut agama Yahudi dari bangsa-bangsa
lain (KPR 13:16-41). Di Ikonium, Paulus mengajarkan Ketuhanan Yesus kepada
penduduk setempat (KPR 14: 1-5). Sedangkan di Listra, Paulus memberitakan
Allah yang hidup kepada para penyembah para dewa (KPR 14: 8-18).
Dalam perjalanan misi perintisan jemaat yang kedua, Paulus
memberitakan Ketuhanan Yesus kepada penduduk kota Filipi (KPR 16:13-34).
Selanjutnya Paulus memberitakan Kemesiasan Yesus kepada orang-orang di
Tesalonika (KPR 17: 3). Di kota Berea, Paulus kembali menjelaskan
Kemesiasan Yesus kepada orang-orang di situ (KPR 17:10-14). Pada kunjungan
Paulus di kota Atena, dia menjelaskan Yesus yang bangkit kepada penduduk
setempat (KPR 17:16-32). Kemudian Paulus kembali berusaha menyakinkan
Kemesiasan Yesus kepada penduduk kota Korintus (KPR 18:1-16). Sedangkan
pada perjalanan misi perintisan jemaat yang ketiga, Paulus menjelaskan
Ketuhanan Yesus kepada penduduk di kota Efesus (KPR pasal 19).
Keenam, Paulus selalu melaksanakan misi perintisan jemaat bersama tim.
Paulus bukan single-fighter, dia selalu melayani dalam tim bersama-sama
dengan hamba-hamba Tuhan yang lain. 41 Pelayanan ini berkaitan dengan
lingkup yang dilayani oleh Paulus yaitu raja-raja, bangsa-bangsa non Yahudi,
dan bangsa Israel (KPR 9:15). Rekan-rekan Paulus yang tergabung dalam tim
misi perintisan jemaat tersebut bukan sekedar sebagai pendukung pelayanan,
namun juga dilatih dan dimuridkan agar dapat melayani sesuai pola-pola
Paulus, serta mengikuti teladannya. 42 Tim misi perintisan jemaat Paulus pada
perjalanan misi yang pertama adalah Barnabas dan Yohanes Markus (KPR 13:4-
14:28). Sedangkan tim misi perintisan jemaat Paulus pada perjalanan misi yang
kedua adalah Silas, Timotius, dan Lukas (KPR 15:36-18:22). Dan tim misi
perintisan jemaat Paulus pada perjalanan misi yang ketiga adalah Silas,
Timotius, Lukas, Gayus, Aristarkus, Sopater, Sekundus, Tikhikus, dan
Trofimus (KPR 18:23-21:7).
Prinsip-prinsip misi perintisan jemaat Paulus tersebut telah menjadi
pedoman dalam mendirikan jemaat-jemaat di berbagai kota di wilayah
Kekaisaran Roma. Selain itu Paulus juga menerpakan beberapa strategi dalam
misinya. Bagaimanakah strategi-strategi misi perintisan jemaat Paulus itu?
Pada bagian berikut akan dijelaskan tentang strategi-strategi misi perintisan
jemaat Paulus.

41
Ola Tulluan, Introduksi, 111
42
R.M. Grady, Paulus Sebagai Pelatih Utusan Injil ,Pengarah, Jurnal Teologis, nomor 5,
[t.th], 24-25
(4) Strategi-Strategi
Paulus adalah seorang ahli strategi yang ulung. 43 Dia tidak melayani
dengan sembarangan saja, tetapi ada rencana dan strategi yang mantap di
belakang setiap pelayannya.44 Adapun strategi Paulus dalam misi perintisan
jemaat adalah sebagi berikut:
Pertama, Paulus memilih lokasi yang tepat bagi misi perintisan
jemaatnya. Hal tersebut tampak dari usahanya untuk selalu mengunjungi kota-
kota propinsi di wilayah kekaisaran Roma. 45 Drane dengan taktis menjelaskan
strategi Paulus itu sebagai berikut: “Ia tahu bahwa ia tidak pernah dapat
membawa Injil secara pribadi kepada setiap oknum di seluruh kekaisaran. Tetapi
kalau ia dapat membangun kelompok-kelompok Kristen yang bersemangat di
beberapa kota utama, maka mereka pada gilirannya dapat menyebarkan kabar
baik sampai kepelosok terpencil. Lagi pula, orang dari daerah pedesaan
sering harus mengunjungi kota-kota terdekat, dan mereka pun dapat
mendengar Injil, yang nantinya mereka sebarkan ke sanak saudara mereka 46
Paulus telah memilih kota-kota besar di wilayah kekaisaran Roma
sebagai pangkalan pelayanannya47 Kota-kota besar itu ter- letak di beberapa
propinsi yaitu:48 Propinsi Galatia (KPR pasal 13-15), propinsi Makedonia dan
Akhaya (KPR pasal 16-18), serta propinsi Asia (KPR pasal 19-20).
Kedua, Paulus menggunakan metode yang bervariasi dalam merintis
jemaat baru. Metode-metode yang digunakan oleh Paulus dalam merintis
49
jemaat baru adalah: Metode merintis jemaat baru melalui khotbah penginjilan
di Sinagoge (KPR 13:5, 13:14-49, 18:4), metode merintis jemaat baru
melalui pengajaran (KPR 14:1), metode merintis jemaat baru melalui
penginjilan pribadi (KPR 13:6-12, 16:16-18), metode merintis jemaat baru
melalui pelayanan pengusiran setan (KPR 13:6-12; 16:16-18), metode merintis
jemaat baru melalui pelayanan yang disertai tanda heran dan mujizat (KPR 14:3,
9-11), metode merintis jemaat baru melalui penginjilan di tempat-tempat
umum (KPR 14:21, 16:13-15), metode merintis jemaat baru melalui melalui
perkunjungan kepada jemaat-jemaat (KPR 14:22-28, 16:4-5), metode merintis
jemaat baru melalui penginjilan di penjara dan di rumah keluarga (KPR
16:19-40), metode merintis jemaat baru melalui pendalaman Kitab Suci secara

43
John Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 344
44
Ola Tulluan, Introduksi, 111
45
Soleman Kawangmani “Desain Misi Holistik”, 33
46
John Drane, Memahami Perjanjian Baru, 344.
47
Ola Tulluan, Introduksi, 106.
48
Soleman Kawangmani “Desain Misi Holistik”, 32
49
Soleman Kawangmani “Desain Misi Holistik”, 36-37
bersama-sama (KPR 17:10-15), metode merintis jemaat baru melalui bertukar
pikiran di rumah ibadah dan di pasar (KPR 17:17-21).
Ketiga, Paulus melibatkan orang-orang potensial dalam merintis jemaat
50
baru. Orang-orang potensial tersebut antara lain Silas yang merupakan
seorang nabi (KPR 15:32), Timotius, seorang yang memiliki reputasi baik di
lingkungan jemaat (KPR 16:2), Lukas yang adalah seorang tabib (bnd. Kolose
4:14), Lidia, seorang wanita penjual kain ungu dari Tiatira (KPR 16:14),
Kepala penjara Filipi (KPR 16:29-36), Akwila dan Priskilla, suami istri yang
membantu Paulus dalam pelayanan (KPR 18:2,18), Gayus, seorang yang telah
memberikan tumpangan dan menyertai perjalanan Paulus (bnd. Roma 16:23;
KPR 19:26), Erastus, seorang bendahara negeri (KPR 19: 22 bnd. Roma
16:23).
Keempat, Paulus bekerja sebagai pembuat tenda (Tentmakers).
Pekerjaan ini telah memberikan keuntungan bagi Paulus. Keun-tungan tersebut
antara lain: Pertama, Paulus tetap dapat melan-jutkan misinya meskipun tidak
ada dukungan keuangan dari jemaat lokal.51 Kedua, Paulus dapat
52
memenangkan jiwa dan mengem-bangkan jemaat.
Paulus telah berhasil menerapkan strategi-strateginya dalam misi
perintisan jemaat. Hal tersebut dibuktkan dari hasil-hasil yang dicapainya selama
mengerjakan misi perintisan jemaat itu. Pada bagian selanjutnya akan dibahas
tentang hasil-hasil misi perintisan jemaat Paulus.

(5) Hasil-hasil
Bagian ini akan menjelaskan hasil-hasil misi perintisan jemaat Paulus.
Hasil-hasil tersebut adalah:

Pertama, Paulus berhasil mendirikan jemaat-jemaat lokal baru. Paulus


telah berhasil mendirikan beberapa jemaat lokal baru di propinsi Galatia, yaitu:
di kota Anthiokia, Ikonium, Listra, dan Derbe pada misi perintisan jemaatnya
yang pertama (KPR 14:21-23). Selanjutnya dalam perjalanan misi perintisan
jemaat yang kedua, Paulus juga telah berhasil mendirikan beberapa jemaat
lokal di propinsi Makedonia dan Akhaya, yaitu di kota Filipi (KPR 16:12-40),
Tesalonika (KPR 17:1-9), dan Korintus (KPR 18:1-8). Sedangkan saat

50
Rowland Rowlands Rowlands, Cara-cara Alkitab bagi Keberhasilan Pertumbuhan Jemaat ,
(Yogyakarta: Yayasan Andi, [t.th]), II-50.
51
Waren W. Wiersbe, Bersiap-siap Di dalam Kristus Tafsiran I dan II Tesalonika , dit. Oleh
Garda Wargasetia ( Bandung: Kalam Hidup, 1979), 33-39
52
Luther M. Door, The Bivocational Pastor, 7.
perjalanan misi perintisan jemaat yang ketiga, Paulus telah berhasil mendirikan
jemaat lokal di propinsi Asia yaitu di kota Efesus (KPR 18:18-23).

Kedua, Paulus berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin jemaat lokal


baru. Hal itu merupakan komitmen Paulus untuk memelihara jemaat-jemaat
baru yang telah didirikannya.53Usaha Paulus untuk melahirkan para pemimpin
jemaat baru tampak dari keputusannya untuk melantik para penatua di tiap-
tiap jemaat yang telah didirikannya pada misi yang pertama yaitu di Listra,
Ikonium dan Antiokhia (KPR 14:21-23).

Pada misi perintisian jemaat yang kedua, Paulus memilih Timotius untuk
menyertainya dalam pelayanan (KPR16:1-3). Di kemudian hari Timotius diangkat
gembala sidang di Efesus.54 Timotius masih berusia muda ketika itu. Walaupun
demikian Paulus cukup berani mempercayakan tugas dan tanggung jawab yang
berat kepadanya, sebab ia sangat menghargai pelayanan Timotius.

Saat perjalanan misi jemaat yang ketiga, Paulus juga mengangkat


penatua-penatua yang bertanggung jawab atas jemaat di Efesus (Kisah 19:17-
37). Ayat tersebut menunjukkan bahwa selain mendirikan jemaat di Efesus,
Paulus juga melahirkan para pemimpin yang akan bertanggung jawab bagi
kehidupan mereka.

Ketiga, Paulus menulis surat-surat kiriman kepada jemaat-jemaat lokal


baru. Surat-surat kiriman merupakan bentuk komunikasi Paulus dengan jemaat-
jemaat yang didirikannya55. Hal itu tampak dari ungkapan-ungkapan pribadi
dalam setiap surat-surat kirimannya. 56 Adapun surat-surat kiriman yang ditulis
oleh Paulus sewaktu perjalanan misi perintisan jemaat adalah: surat Galatia
pada perjalanan misi perintisian jemaat yang pertama. 57 Surat Tesalonika pada
perjalanan misi perintisian jemaat yang kedua.58 Akhirnya Paulus menulis surat
Korintus dan surat Roma pada perjalanan misi perintisian jemaat yang ketiga. 59

53
Derek J. Tidball, Teologi Pengembalaan, 113-114.
54
Tulluan, 224.
55
Kawangmani, Desain, 50
56
Ibid.
57
Tulluan, 159
58
Kawangmani, 26
59
Ibid
Kesimpulan

Sejarah misi perintisan jemaat Paulus dibagi menjadi tiga babak. Babak
yang pertama tahun 47-48 Masehi dilakukan di daerah Asia kecil bagain
Tenggara yang tercatat dalam KPR 13:1-14:8. Selanjutnya babak yang kedua
tahun 49-52 Masehi dilakukan di Makedonia, Akhaya yang tercatat dalam Kisah
15:36-18:22. Sedangkan babak yang ketiga tahun 52-56 Masehi di lakukan di
Asia kecil bagian barat yang tercatat dalam KPR 18:23-21:17. Pada perjalanan
misi tersebut Paulus dan Barnabas diutus oleh Roh Kudus melalu para
pemimpin jemaat di Anthiokia. Setiap kali perjalanan misi perintisan jemaat telah
selesai, Paulus selalu melaporkan hasil kegiatan misinya kepada jemaat di
Anthiokia.

Konteks misi perintisan jemaat Paulus adalah kota-kota propinsi dan


kota-kota kabupaten di wilayah kekaisaran Roma. Paulus telah menjadikan
kota-kota utama yang padat penduduknya di Kekaisaran Romawi sebagai
konteks misinya.

Prinsip-prinsip yang dipegang oleh Paulus dalam misi perintisan


jemaatnya adalah: Pertama, Roh Kudus adalah pengendali perin-tisan jemaat
Paulus. Kedua, doa dan puasa sebagai penggerak misi perintisan jemaat
Paulus. Ketiga,Paulus selalu menindak-lanjuti (Follow up) Jemaat Rintisannya.
Keempat, Paulus menerapkan prinsip kontekstualisasi. Kelima, Paulus selalu
menjaga kemurnian berita Injil.Keenam, Paulus selalu melaksanakan misi
perintisan jemaat bersama timStrategi Paulus dalam misi perintisan jemaat
adalah: Pertama, Paulus memilih lokasi yang tepat bagi misi perintisan
jemaatnya. Kedua, Paulus menggunakan metode yang bervariasi dalam
merintis jemaat baru. Ketiga, Paulus melibatkan orang-orang potensial dalam
merinis jemaat baru. Keempat, Paulus bekerja sebagai pembuat tenda
(Tentmakers).

Hasil-hasil misi perintisan jemaat Paulus adalah: Pertama, Paulus


berhasil mendirikan jemaat-jemaat lokal baru. Kedua, Paulus berhasil
melahirkan pemimpin-pemimpin jemaat lokal baru. Ketiga, Paulus menulis
surat-surat kiriman kepada jemaat-jemaat lokal baru

Model Misi Perintisan Jemaat Paulus


ROH KUDUS

Jemaat
Anthiokia

Mengutus

Paulus : Misi Perintisan

ANTIOKIA
PISIDIA

IKONIUM

LISTRA
PEMBINAAN PAULUS:

 Tempatkan Pemimpin Lokal


FILIPI  Nasehat dan Penguatan
 Kunjungan ulang
TESALONIKA

KORINTUS

Pelaporan

Kepustakaaan

Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.

Brink d.v. H. Ds, Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1993.
Drane , John, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.

Dixon, R., Tafsiram Kisah Para Rasul, Surabaya: Yakin, [t.th].

Grady , R.M., Paulus Sebagai Pelatih Utusan Injil , Pengarah, Jurnal Teologis,
nomor 5, t.th.

Helly , Henry H., Penuntun ke dalam Perjanjian Baru, Surabaya: YAKIN, [t.th].

Hesselgrave , David J. , Communicating Christ Cross-Culturally, Malang:


Literatur SAAT, 2005.

Jacobs , Tom, Paulus Hidup, Karya, Teologinya, Yogyakarta: Kanisius, 1982.

JJ., Packer, Merrill ,Tenney C, Ensiklopedi, II-1493.

Kawangmani , Soleman “Desain Misi Holistik Dalam Konteks Persekutuan


Alumnus Gamaliel Di Indonesia Masa Kini”, Tesis Magister Teologi,
Sekolah Tinggi Teologi Gamaliel, Surakarta, 2006.

Love , Rick, Kerajaan Allah dan Muslim Tradisional, Pasadena: William Carey
library, 2000

Rowlands, Cara-cara Alkitab bagi Keberhasilan Pertumbuhan Jemaat,


(Yogyakarta: Yayasan Andi, [t.th]), II-50.

Setiawan, David Eko. “MENELISIK MAKNA ISTILAH OTONOM DALAM TIGA PILAR
GBIS DAN IMPLIKASINYA BAGI TATA KELOLA BERORGANISASI.” OSF, 26
July 2020. Web.
Setiawan, David E. “Salib Dalam Teologi Paulus.” OSF Preprints, 25 July 2020.
Web.

Tidball Derek J. ,Teologi Pengembalaan, Malang: Gandum Mas, 1995.

Tulluan ,Ola, Introduksi Perjanjian Baru, Malang: Departeman Lembaga Literatur


YPPII, 1999.

Wiersbe , Waren W., Bersiap-siap Di dalam Kristus Tafsiran I dan II Tesalonika,


dit. Oleh Garda Wargasetia, Bandung: Kalam Hidup, 1979.
Panduan Sidang Majelis Besar XXIV Gereja Bethel Injil Sepenuh, ( Batu:
Sekertariat Badan Penghubung, 2006

Buku Materi Persidangan Sidang Majelis Besar: Laporan Seksi Perintisan Ladang
Baru , ( Surakarta: Sekertariat Badan Penghubung, 2003), 25-26.

Anda mungkin juga menyukai