DASAR-DASAR MIKROBIOLOGI
FUNGI
DOSEN PENGAMPU:
BUDIANTO, S.Pi., M.P., M.Sc
Oleh:
Kelompok 3
i
DAFTAR GAMBAR
ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah fungi ini adalah mampu mengetahui tentang pengelompokan atau
pengklasifikasian fungi, ciri-ciri atau karakteristik fungi, habitat dan biologi fungi, system
reproduksi atau perkembangbiakan fungi, keuntungan fungi bagi manusia dan kerugian
fungi bagi manusia.
1
1.3 Manfaat
Untuk mengetahui tentang pengelompokan atau pengklasifikasian fungi, ciri-ciri atau
karakteristik fungi, habitat dan biologi fungi, system reproduksi atau perkembangbiakan
fungi, keuntungan fungi bagi manusia dan kerugian fungi bagi manusia.
2
BAB 2. PEMBAHASAN
1. Chytridiomycota
Golongan Chytridiomycota bersifat uniseluler, berkoloni dan memiliki alat gerak yang
terletak pada bagian posterior. Hifa Chytridiomycota senositik, septum akan mulai dibentuk
apabila fungi akan membuat alat reproduksi sporangium. Reproduksi seksual berlangsung
dengan cara kopulasi. Chytridiomycota banyak terdapat di tanah sebagai saprofit yang hidup
pada bahan organik. (Webster dan Weber, 2007) Filum ini termasuk kedalam fungi yang
dapat hidup secara aerobik di tanah, lumpur, atau air. Mekanisme reproduksi filum ini dengan
menghasilkan zoospora dengan flagel posterior tunggal. namun beberapa jenis memiliki flagel
yang banyak.
2. Zygomycota
Fungi ini hidup sebagai saprofit dan parasit. Hifa yang menyusun fungi ini bersifat
senositik (tidak bersekat) sedangkan dindingnya tersusun atas kitin. Contoh fungi
Zygomycetina antara lain adala Rhizopus sp. (Fatmawati, et al., 2018) Jika dilihat secara
mikroskopis zygomicota mempunyai miselium, spora yang terdapat didalam sporangium.
Serta hifa yang tidak mempunyai septa. Zygomycota mempunyai miselium, tidak mempunyai
septa (sebagian kecil sub grup mempunyai septa), beberapa spesies mempunyai dua bentuk
yaitu hifa dan yeast (dimorfik) sporanya biasa menggunakan spora non motil yang dibentuk
didalam sporangium dan diletakkan pada sporangiofot. Sporangium biasanya agak besar dan
berbentuk globose.
3. Ascomycota
3
Fungi ini hidup sebagai saprofit dan parasit. Ascomycota memiliki hifa yang bersekat-sekat
dan bercabang-cabang. Contoh fungi Ascomycota adalah Saccharomyces sp., Penicillium sp.,
Aspergillus sp, dan Neurospora sp. (Kristin, et al., 2020) Ascomycota dikenal juga sebagai
jamur kantung atau sac fungi, penamaan ini dikarenakan adanya askus pada jamur yang
digolongkan ke filum ini. Jamur dari filum Ascomycota dapat ditemukan pada berbagai habitat,
jamur ini dapat hidup baik sebagai parasit maupun saprofit.
4. Basidiomycota
Fungi ini memiliki bentuk uniseluler dan multiseluler. Basidiomycota memiliki hifa yang
bersepta. Spora seksualnya adalah basidium sedangkan spora aseksualnya adalah konidia.
(Sari, et al., 2016) Basidiomycota merupakan jamur multiseluler yang hifanya bersekat.
Basidiomycota tumbuh secara alami, umumnya hidup sebagai saprofit pada sisa-sisa makhluk
hidup, misalnya serasah daun di tanah, merang padi, dan batang pohon mati. Berdasarkan
manfaatnya, jamur dari divisi Basidiomycota digolongkan menjadi dua, yaitu jamur edibel dan
jamur non edible. Jamur edibel adalah semua jenis jamur dari kelompok Basidiomycota yang
dapat dikonsumsi atau dapat diolah sebagaimana lazimnya bahan makanan kandungan
protein. Sedangkan jamur nonedible adalah jamur yang tidak dapat dikonsumsi karena
mengandung racun yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Fungi atau jamur atau sering dimaknai sebagai cendawan yaitu organisme yang pendek,
seperti serbuk atau spons, tubuhnya berwarna-warni, dan tumbuh di atas tanah seperti
tumbuhan. Fungi tidak berfotosintesis dan tidak memiliki klorofil, maka dari itu fungi adalah
organisme heterotrof yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya yang diabsorbsi dari
organisme lain. Fungi juga dapat hidup dari benda organik mati yang terlarut (saprofit). Fungi
sering didefinisikan sebagai kelompok organisme eukariotik dan sebagian besar eukariotik
multiseluler yang mempunyai inti sel terbungkus oleh membran yang mengandung DNA. Fungi
berada pada keadaan vegetatif, yaitu pada atas atau pada substrat biasanya sebagai
misellium hifa non motil (tidak berpindah tempat) yang menunjukan aliran proplasma internal.
Fungi bersifat uniseluler atau multiseluler. Fungi memiliki dinding sel dan vakuola, dinding sel
tersusun dari glukan dan kitin. Perkembang biakan fungi secara seksual dan aseksual. Tempat
hidup fungi terdapat pada aera yang lembab, sedikit asam, dan tidak memerlukan cahaya
matahari.
Fungi atau jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah yang memiliki 2 fase dalam siklus
hidupnya seperti tumbuhan lain, yaitu fase vegetatif dan fase generatif/reproduksi. Fase
vegetative biasa dikenal dengan aseksual, sedangakn fase generative dikenal dengan
seksual. Kebanyakan fungi memiliki sel sel tumbuh berbentuk tabung, memanjang, dan seperti
4
benang (filamen) yang disebut dengan hifa. Tabung itu sendiri dapat tanpa sekat, atau
bersekat-sekat dan terbagi menjadi kompartemen-kompartemen (sel), sekat tersebut disebut
dengan septa. Hifa yang tidak bersekat disebut dengan senositik (coenocytic). Pada hifa jenis
ini terdapat banyak inti sel yang tersebar dalam sitoplasma (multinukleat). Hifa kemudian
bercabang berulang kali menjadi jaringan rumit dan meluas secara radial yang disebut
miselium, yang kemudian membentuk talus.
Jamur merupakan satu diantara berbagai jenis organisme yang berperan penting dalam
menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Dari segi ekologi jamur berperan sebagai
dekomposer bersama dengan bakteri dan beberapa spesies protozoa, sehingga banyak
membantu proses dekomposisi bahan organik untuk mempercepat siklus materi dalam
ekosistem hutan. Dengan demikian, jamur ikut membantu menyuburkan tanah melalui
penyediaan nutrisi bagi tumbuhan, sehingga hutan tumbuh dengan subur (Suharna, 1993
dalam Tampubolon 2010). Jadi, keberadaan jamur makroskopis adalah indikator penting
komunitas hutan yang dinamis (Molina et al, 2001 dalam Tampubolon, 2010).permukaaan
tanah banyak ditutupi oleh serasahserasah daun, terdapat pohon-pohon besar dengan kanopi
yang tertutup rapat, dan beberapa pohon tumbang dan mati.
Pada lokasi penelitian kisaran suhu udara 23-31ᴼC, kelembaban 75- 89%, pH tanah 5,5-
6,4, dan intensitas cahaya 125-1226 lux. Berdasarkan kondisi tersebut sangat mendukung
untuk pertumbuhan jamur terutama jamur makroskopis. Hal ini karena jamur dapat tumbuh
dengan pH optimum antara 5,5-7,5 (Gunawan,2001) dan kelembaban relatif sebesar 75-90%
(Suhardiman, 1995).Menurut Gandjar et al., (2006) dalam Khosuma (2012), jamur dapat
tumbuh pada kisaran kelembaban 70- 90%. Cahaya sangat berpengaruh terhadap reproduksi
jamur. Spektrum cahaya yang relatif terhadap pertumbuhan jamur antara 380-720 lux. Purdy
(1956) dalam Tampubolon (2010) menyatakan bahwa intensitas penyinaran yang tinggi akan
menghambat pertumbuhan populasi jamur, karena akan menghambat pembentukan struktur
alat-alat reproduksi dan spora jamur. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Triroh Wahyudi
(2016) di Arboretum Dipterocarpaceae Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning.
Kondisi faktor lingkungan jamur tidak jauh berbeda dengan penelitian di hutan Larangan Adat
Rumbio. Adapun kondisi lingkungan di Arboretum Fakultas Kehutanan, kisaran suhu udara
23-32 C, kelembaban 74-87%, pH tanah 5,6 - 6,5 dan intensitas cahaya 165-933 lux.
5
seksual atau struktur reproduksi aseksual.
Reproduksi jamur dapat secara seksual (generatif) dan aseksual (vegetatif). Secara
aseksual, jamur menghasilkan spora. Spora jamur berbeda-beda bentuk dan ukurannya dan
biasanya uniseluler, tetapi adapula yang multiseluler. Apabila kondisi habitat sesuai, jamur
memperbanyak diri dengan memproduksi sejumlah besar spora aseksual. Spora aseksual
dapat terbawa air atau angin. Bila mendapatkan tempat yang cocok, maka spora akan
berkecambah dan tumbuh menjadi jamur dewasa.
Spora fungi memiliki berbagai bentuk dan ukuran, dan dapat dihasilkan secara seksual
maupun aseksual. Pada umumnya spora adalah organisme uniseluler , tetapi ada juga spora
multiseluler.
6
askus (jamak: asci) atau basidium (jamak: basidia) yang menghasilkan spora seksual, yaitu
masing-masing askospora atau basidiospora. Pada fungi tingkat rendah dari filum Zygomycota
terbentuk zygospora dan dari filum Chytridiomycota dihasilkan oospora dan antherozoid.
Reproduksi secara seksual pada jamur melalui kontak gametangium dan konjugasi.
Kontak gametangium mengakibatkan terjadinya singami, yaitu persatuan sel dari dua individu.
Spora dihasilkan di dalam atau dari struktur hifa yang terspesalisasi. Ketika kondisi lingkngan
memungkinkan, pertumbuhan yang cepat, fungi mengklon diri mereka sendiri dengan cara
menghasilkan banyak sekal spora secara aseksual. Terbawa oleh angin atau air, spora-spora
tersebut berkecamabh jika berada pada tempat yang lembab pada permukaan yang sesuai
(Campbell, et al., 2003).
Perkembangbiakan secara seksual memerlukan dua jenis jamur yang cocok, artinya
yang dapat kawin. Proses perkawinan antara 2 jenis yang kompatibel pada hakekatnya terdiri
atas persatuan antara dua protoplast yang kemudian diikuti dengan persatuan intinya. Jamur
yang berinti satu haploid dan oleh karena itu tidak dapat mengadakan perkawinan sendiri,
maka jamur itu dinamakan heterotalik mandul. Jadi jamur itu hanya dapat berkawin dengan
jenis lain yang kompatibel. Jamur yang berinti dua (atau banyak) tak sama dan karena itu
dapat mengadakan perkawinan sendiri disebut hemotalik subur.
Menurut Pelczar, et al., (1986) menyatakan bahwa spora seksual yang dihasilkan dari
peleburan dua nukleus. Ada beberapa spora seksual yaitu:
1) Aksospora : Spora bersel satu ini terbentuk di dalam pundi atau kantung yang
dinamakan askus. Biasanya terdapat delapan askospora di dalam setiap askus.
2) Basidiospora : Spora bersel satu ini terbentuk di atas struktur berbentuk gada yang
dinamakan basidium.
3) Zigospora : merupakan spora besar berdinding tebal yang terbentuk apabila ujung-
ujung dua hifa yang secara seksual serasi, disebut juga gametangin, pada beberapa
cendawan melebur.
4) Oospora : Spora ini terbentuk di dalam struktur betina khusus yang disebut
ooginium, pembuahan telur atau oosfer oleh gamet jantan yang terbentuk di dalam
anteredium mengasilkan oospora.
A. Pembentukan Sel Reproduksi Seksual
7
sehingga nukleus dari hifa (+) dapat masuk ke dalam hifa (-), atau juga disebutkan bahwa
nukleus dari hifa anteridium masuk ke dalam hifa oogonium. Jadi di dalam hifa oogonium akan
terdapat dua macam nukleus. Sel oogonium ini kemudian membesar, memanjang, dan
ujungnya membengkok. Pada fase ini sel tersebut dinamakan ascus mother cell. Di dalam sel
ini terjadi mitosis, yaitu nukleus yang (+) dan yang (-) masing-masing membelah diri. Kemudian
nukleus-nukleus (+) dan (-) yang ada di ujung terpisah dari pasangannya oleh suatu sekat.
Selanjutnya terjadi proses kariogami yang dilanjutkan dengan meiosis dan mitosis, sehingga
di dalam sel yang kemudian memanjang dan disebut askus terdapat delapan nukleus, yaitu 4
dari nukleus yang (+) dan 4 dari nukleus yang (-). Setiap nukleus kemudian mendapat dinding
sel dan siap keluar dari askus pada waktunya.
D. Pembentukan zigospora
Apabila ada dua koloni yang kompatibel, misalnya dari Mucor mucedo, yang
menghasilkan miselium vegetatif yang pasangan (mating type) tipenya berbeda, maka hifa
dari kedua tipe ini dapat menghasilkan zigofor (hifa aerial khusus yang fertil). Melalui udara,
kedua zigofor yang berbeda ini akan saling mendekat sampai bersentuhan. Dinding masing-
masing zigofor akan melebur di titik sentuhan dan zigofor akan memendek. Pada titik atau
tempat sentuhan zigofor akan membengkak menjadi progametangium yang berinti banyak.
Setiap progametangium akan berkembang menjadi gametangium dengan membentuk suatu
sekat atau dinding sel yang memisahkannya dari bagian zigofor yang terdekat, yang kemudian
dinamakan suspensor. Dinding yang memisahkan kedua gametangia kemudian lisis dan
kedua gametangia melebur menjadi zigospora. Dinding zigospora akan menebal dan menjadi
hitam atau cokelat tua karena pembentukan pigmen melanin dan sporopolenin. Ada dugaan,
bahwa inti-inti dari mating type berpasangan terlebih dahulu, baru kemudian terjadi kariogami,
sedangkan yang tidak berpasangan akan mengalami degenerasi. Selanjutnya terjadi proses
8
meiosis. Penelitian dengan Mucor mucedo mengungkapkan bahwa hanya satu dari keempat
rekombinan yang berasal dari satu nukleus yang diploid yang hidup. Zigospora tidak langsung
berkecambah (germinasi), tetapi baru sesudah kurang lebih 30-90 hari. Dari zigospora akan
tumbuh sporangiofor yang pada ujungnya akan membentuk sporangium, yaitu suatu struktur
pada reproduksi aseksual. Pada Mucor mucedo dan Mucor hiemalis semua sporangiospora
yang terbentuk mewakili satu dari keempat nukleus hasil meiosis adalah dari mating type yang
sama. Banyak spesies lain dari Mucorales adalah self-sterile, berarti memiliki hifa (+) dan hifa
(-) dalam koloni yang sama.
A. KONIDIUM
Sel reproduksi aseksual yang disebut konidium (jamak konidia) dapat mempunyai aneka
bentuk bergantung pada spesiesnya. Permukaan konidium dapat halus, atau kasar, bahkan
ada yang mempunyai tonjol-tonjolan mencolok, dan ada yang seperti berduri Morfologi
konidium sangat penting untuk dikenal apabila akan mengidentifikasi fungi secara
konvensional sampai ke spesies. Bentuk-bentuk konidium dapat globos (bulat) pada
Aspergillus niger, semi globos (setengah bulat) pada Aspergillus sp, oval pada Aspergillus sp.,
silindris pada Microsporum canis; elips misalnya pada Acremonium butyrii; scolecospora
(seperti benang) misalnya pada Anguillospora crassa; lunata seperti bulan sabit misalnya
pada, Fusarium cerealis; reniform (mirip ginjal) misalnya pada Curvularia lunata; staurospora
(seperti bintang atau mirip rhizome laos, jahe, atau cakar ayam) misalnya pada Diplocladiella
scalaroides dan Tricellula curvatis; helicospora (seperti gulungan atau kumparan, misalnya
pada Helicodendron sp.
9
B. SPORANGIOSPORA
Spora yang terbentuk di dalam sporangium. Inti-inti yang ada di dalam kolumela (ujung
sporangiofor) akan keluar menembus dinding kolumela masuk ke dalam suatu kantung, yaitu
sporangium. Apabila jumlah sporangiospora telah mencapai jumlah maksimum untuk spesies
tersebut sporangium akan pecah dan sporangiospora akan lepas ke lingkungan. Sisa dinding
sporangium akan terlihat menggantung pada basis kolumela. Hal ini mudah dapat dilihat pada
spesies genus Rhizopus yang sudah tua. Genera lain yang mempunyai sporangium adalah
Mucor, Absidia, dan Syncephalastrum. Pada Syncephalastrum sporangiumnya berbentuk
silindris (=merosporangium) mengelilingi kolumela, sehingga sekilas semua sporangia
tersebut bersama-sama membentuk suatu bulatan yang mirip dengan kepala konidia dari
suatu Aspergillus sp. misalnya pada A. niger.
10
mycelium jamur tiram dapat dijadikan produk antioksidan natural yang efektif bagi industri
makanan. Mycelium jamur mengandung berbagai macam komponen bioaktif dengan berbagai
aktifitas biologi. Mycelium jamur tiram mengandung aktivitas antioksidan yang tinggi,
mempunyai kemampuan untuk menghambat radikal bebas, dan tergantung pada konsentrasi
sample. Ekstrak jamur ini juga mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan
beberapa mikroba pathogen bagi manusia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
mycelium jamur tiram mengandung sebagian besar komponen phenol, flavonoid dan ß-
carotene, yang berfungsi untuk mencegah berbagai penyakit di masa sekarang ini.
11
cepat ke seluruh tubuh. Bentuk paling parah aspergillosis disebut aspergillosis paru invasif.
Kondisi ini terjadi ketika infeksi jamur menyebar dengan cepat dari paru-paru melalui aliran
darah ke otak, jantung, ginjal, atau kulit. Aspergillosis paru invasif umumnya terjadi pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh melemah karena penyakit. Tanda dan gejala tergantung pada
organ yang terkena, tetapi secara umum meliputi : demam dan menggigil, batuk berdarah,
pendarahan parah dari paru-paru, sesak napas, nyeri dada dan nyeri sendi, mimisan,
pembengkakan wajah pada satu sisi, lesi kulit (lecet-lecet pada kulit).
Fungi juga merupakan salah satu organisme penyebab penyakit yang menyerang
hampir semua bagian tanaman, seperti akar, batang, ranting, daun, bunga, hingga buahnya.
Permukaan daun yang terserang fungi akan menyebabkan bercak–bercak kecokelatan,
muncul miselium berwarna putih atau jingga yang dapat meluas ke seluruh permukaan,
sehingga daun menjadi kering dan rontok atau busuk (Robinson, 2001). Jika gejala ini
dibiarkan akan mengakibatkan kematian, penurunan kualitas serta kuantitas hasil pertanian
sehingga secara ekonomis dapat menyebabkan kerugian bagi petani.
12
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fungi merupakan organisme yang bersifat heterotrof. Organisme ini mendapatkan
nutrisi dengan menyerap zat-zat makanan dari medium di sekitarnya. Fungi ada yang
uniseluler dan ada yang multiseluler, tetapi sebagian besar merupakan multiseluler. Badan
buahnya tersusun oleh benang-benang halus yang disebut hifa. Kumpulan hifa akan
membentuk suatu badan buah fungi dengan bentuk dan ukuran yang beragam. Berdasarkan
kenampakannya fungi dikelompokkan menjadi 3 yaitu, kapang (molds), khamir (yeast) dan
cendawan (mushrooms). Kapang merupakan kelompok fungi yang memiliki miselium yang
terbentuk dari kumpulan hifa yang umumnya berwarna putih, sedangkan khamir merupakan
kelompok fungi uniseluler dan cendawan adalah kelompok fungi makroskopis yang memiliki
tubuh buah yang mencolok.
Fungi diklasifikasikan menjadi 4 filum, yakni: Chytridiomycota, Zygomycota,
Ascomycota, dan Basidiomycota. Fungi atau jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah yang
memiliki 2 fase dalam siklus hidupnya seperti tumbuhan lain, yaitu fase vegetatif dan fase
generatif/reproduksi. Fase vegetative biasa dikenal dengan aseksual, sedangakn fase
generative dikenal dengan seksual. Jamur kaya akan nilai nutrisi, baik protein, vitamin,
mineral, serat, elemen dasar, rendah kalori dan tidak mengandung kolesterol. Selain itu,
banyak jamur yang digunakan sebagai bahan untuk pengobatan tradisional.
3.2 Saran
Makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu perlu pengembangan lebih lanjut dari
makalah yang telah ditulis ini, terutama bidang-bidang lain yang dapat menunjang atau yang
berhubungan dengan “FUNGI”.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
15