Anda di halaman 1dari 4

PENGELOLAAN ZAKAT EFEKTIF OLEH LAZ (LEMBAGA AMIL

ZAKAT)
Efektivitas penyaluran menggambarkan pencapaian penyaluran
zakat dalam jangka waktu tertentu, baik jangka pendek, menengah, maupun
jangka panjang. Untuk mengoptimalkan penyaluran Zakat, Amil Zakat
harus mengelolanya dengan baik dengan menyusun perencanaan
penyaluran, strategi pelaksanaan, pengendalian pelaksanaan, dan pelaporan
yang adil. Dengan demikian, mustahiq merasakan manfaat dan berkah zakat.
Semakin besar pendistribusiannya, maka semakin besar pula manfaat zakat
yang dirasakan oleh para mustahiq.
Dalam Prinsip Inti Zakat dijelaskan bahwa untuk menilai kinerja
penyaluran zakat dapat dilihat dari rasio penyaluran terhadap penghimpunan
zakat. Semakin tinggi rasio penyaluran terhadap penghimpunan zakat, maka
semakin efektif pengelolaan zakat. Tingkat efektivitas yang tinggi juga
menggambarkan bahwa zakat dikelola dengan baik dan disalurkan kepada
mustahik. Semakin cepat zakat disalurkan kepada mustahiq, semakin baik.
Oleh karena itu, cara dan batasan waktu pendistribusian perlu menjadi
perhatian bagi Amil Zakat.
LAZ sendiri didirikan pada tahun 2014 dan mulai melaksanakan
program sosial pada tahun 2015. LAZ menjadi entitas baru yang didirikan
sebagai yayasan tepat pada Hari Pahlawan, yang awalnya merupakan unit
pengelola zakat menjadi entitas baru. Misi utama LAZ adalah fokus
mendorong potensi kekuatan Zakat, Donasi, dan Sedekah (ZIS) menjadi
pilar penting kekuatan umat di tanah air dan komitmen tinggi untuk
kepatuhan baik terhadap peraturan maupun syariah. Visi LAZ adalah
menjadi lembaga zakat profesional terpercaya yang menginspirasi gerakan
kebijakan dan pemberdayaan. Sementara itu, ada lima misi yang dijalankan.
Pertama, menjalankan fungsi edukasi, informasi, konsultasi, dan
penghimpunan dana zakat. Kedua, pemanfaatan dana zakat bagi mustahiq
dengan prinsip kemandirian. Ketiga, menjalin kemitraan dengan
masyarakat, dunia usaha, pemerintah, media, akademisi, dan lembaga
lainnya berdasarkan keselarasan nilai. Keempat, mengelola seluruh proses
organisasi agar berjalan sesuai ketentuan yang berlaku, tata kelola yang
baik, dan prinsip syariah. Kelima, berperan aktif dan mendorong
terbentuknya berbagai forum, kerjasama, dan program penting lainnya yang
relevan untuk meningkatkan efektivitas peran lembaga pengelola zakat di
tingkat lokal, nasional, regional, dan global. Nilai yang dikembangkan
adalah membuat lebih mudah, lebih nyaman.
Namun pengelolaan zakat kadang kurang efektif, ditandai dengan
tidak tepatnya sasaran penyaluran zakat. Maka dari itu perlu dilakukan
beberapa Langkah berikut agar tak terjadi kesalahan dalam penyaluran
zakat, antara lain :
(1) Pengendalian penuh terhadap organisasi pekerja, dalam hal
pengakuan dan pendaftaran anggota baru, yang langsung
ditangani oleh pemerintah
(2) Memiliki Batasan yang kuat
(3) Kontrol atas penyelesaian sengketa
(4) Menghilangkan monopoli pemerintah atas pengelolaan dana.
Berdasarkan keempat point tersebut, dapat dianalisa jika ada
beberapa dimensi yang perlu diperhatikan dalam mempelajari sistem LAZ
di Indonesia, yaitu tunggal, harus memiliki izin resmi, keanggotaan adalah
wajib, manajemen harus memiliki izin dari pemerintah, artikulasi
kepentingan harus sesuai dengan kerangka yang ditetapkan pemerintah,
sumber wewenang dari pemerintah, sumber keuangan dari pemerintah, serta
fungsi yang harus dijalankan dalam rangka menjaga stabilitas politik,
mendukung pemerintah dan kebijakannya, serta tunduk pada usulan kepada
pemerintah. Padahal dalam kenyataannya pengelolaan zakat memunculkan
permasalahan baru tentang ketidakpuasan Lembaga Amil Zakat Swasta
yang merasa tersubordinasi oleh aturan yang ada.
Hal ini juga memperjelas hubungan, pola, dan tanggung jawab
antara pemerintah, swasta, dan masyarakat melalui Nota Kesepahaman
tentang peran, program, dan kesepakatan lain yang disepakati. Namun
dalam pelaksanaannya menimbulkan persepsi negatif bagi Lembaga Amil
Zakat Swasta. Mereka menganggap bahwa ini adalah bentuk subordinasi,
kriminalisasi, pembatasan akses, marginalisasi, sentralisasi, dan
diskriminasi. Dimana hal tersebut berdampak pada mulai adanya campur
tangan pemerintah di wilayah privat yang membuat negara semakin kuat
dan melemahkan kekuatan masyarakat.
Maka dari itu untuk menghindari adanya anggapan subordinasi
Lembaga Amil Zakat Swasta oleh Badan Amil Zakat Nasional, maka perlu
diterapkan Public Private Parnership. Dijelaskan bahwa dalam kemitraan
yang melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat tanpa sifat saling
mengawasi dengan tujuan bersama berdasarkan komitmen yang ingin
dicapai, memiliki tanggung jawab masing-masing sesuai kesepakatan, serta
memberikan masukan baik secara finansial. dan non-finansial untuk
mengatasi keterbatasan masing-masing pihak tanpa diskriminasi dan
penyaluran zakat di LAZ diharapkan mampu membawakan hal yang positif
serta tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abidah, A. (2010). PENGELOLAAN ZAKAT OLEH NEGARA DAN
SWASTA Studi Efektifitas dan Efisiensi Pengelolaan Zakat Oleh
BAZ Dan LAZ Kota Madiun. Kodifikasia, 4(1), 1-31.
Purbasari, I. (2015). Pengelolaan Zakat oleh Badan dan Lembaga Amil
Zakat di Surabaya dan Gresik. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, 27(1), 68-81.
Mubarok, A., & Fanani, B. (2014). Penghimpunan dana zakat nasional
(Potensi, realisasi dan peran penting organisasi pengelola
zakat). Permana: Jurnal Perpajakan, Manajemen, dan
Akuntansi, 5(2).
Abidah, A. (2016). Analisis strategi fundraising terhadap peningkatan
pengelolaan ZIS pada lembaga amil zakat kabupaten
ponorogo. Kodifikasia, 10(1), 144946.

Anda mungkin juga menyukai