Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Praktikum Kristalografi

Dari hasil dari praktikum penggambaran Kristalografi yang telah di


lakukan ada 7 Sistem, dibawah ini akan diterangkan lebih lanjut tentang 4
sistem kristal yaitu Sistem Regular (Isometrik), Sistem Tetragonal, Sistem
Triklin, dan Sistem Monoklin.

A. Sistem Isometrik
Sistem kristal isometril memiliki axial ratio (perbandingan sumbu
a1 = a2 = a3, yang artinya panjang sumbu a1 sama dengan sumbu
a2 dan sama dengan sumbu a3. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua
sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
Sistem Isometrik memiliki perbandingan sumbu a1 : a2 : a3 = 1 : 3
: 3. Artinya, pada sumbu a1 ditarik garis dengan nilai 1, pada
sumbu a2 ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu a3 juga ditarik
garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Sudut antara a1 dengan a2 = 90°, sudut antara a2 dengan a3 = 90°,
sudut antara a3 dengan a1 = 90°, sedangan sudut antara a1 dengan
–a2 = 30°. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a1 memiliki
nilai 30˚ terhadap sumbu –a2.

37
Perhatikan gambar sistem kristal Isometrik dibawah ini :

Gambar 4.1 Sistem Isometrik (Reguler)

Tipe kristal ini memeiliki tiga sumbu yang saling berpotongan


membentuk sudut siku – siku, dan ketiganya memiliki panjang
yang sama. Pirit (Fe2S3, salah satu mineral besi) dan Kristal Halit
(NaCl, garam) merupakan contoh dari kristal yang berbentuk
isometrik, contoh lain dari sistem kristal isometrik adalah seperti;
Gold, Diamond, Sphalerite, Galena, Halite, Flourite, Cuprite,
Magnetite, Cromite, dan lain-lain.

B. Sistem Tetragonal sama dengan sistem Isometrik, karena


sistem kristal ini mempunyai tiga sumbu kristal yang masing-
masing saling tegak lurus. Sumbu a1 dan a2 mempunyai satuan
panjang sama, sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang
atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang. Pada kondisi
sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu)
a1 = a2 ≠ c , yang artinya panjang sumbu a1 sama dengan sumbu
a2 tapi tidak sama dengan sumbu c, dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua
sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain
(90˚).

38
Sistem kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a1 : a2 : c
= 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a1 ditarik garis dengan nilai 1,
pada sumbu a2 ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik
garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan),
Sudut antara a1 dengan a2 = 90o, sudut antara a2 dengan a3 = 90o,
sudut antara a3 dengan a1 = 90o, sedangan sudut antara a1 dengan
–a2 = 30o. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a1 memiliki
nilai 30˚ terhadap sumbu –a2. Perhatikan gambar sistem kristal
Tetragonal dibawah ini :

Gambar 4.2 Sistem Tetragonal

Kristal ini memiliki dua sumbu yang sama, sumbu horisontal yang
bersudut 90 derajat dan satu sumbu (yang lebih panjang
dibandingkan dengan dua lainnya) tegak lurus terhadap bidang
antara dua sumbu yang sama tadi. Dengan kata lain, semua sumbu
membentuk sudut siku-siku atau 90° terhadap satu sama lain, dan
dua sumbu adalah sama panjang. Kalkopirit (atau tembaga-besi
sulfida) adalah contoh dari sitem kristal Tetragonal, contoh lain
dari sistem kristal Tetragonal adalah seperti; Anatase, Zircon,
Leucite, Rutile, Cristobalite, Wulfenite, Scapolite, Cassiterite,
Stannite, Cahnite, dan lain-lain.

39
C. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang
lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang
masing-masing sumbu tidak sama. Pada kondisi sebenarnya,
sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya
tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan
juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini
berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak
lurus satu dengan yang lainnya.

Gambar 4.3 Sistem Triklin


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi
orthogonal, Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c =
sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi
ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan
sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚
terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Tipe kristal ini memiliki 3 (tiga) sumbu yang tidak sama yang
saling berpotongan pada sisi miringnya. Felspar-Albit (sebuah

40
silikat natrium dan aluminium) merupakan contoh dari mineral
dengan sistem kristal triklin.
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang
lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang
masing-masing sumbu tidak sama. System kristal Triklin
memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang
artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini,
sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang
lainnya. Beberapa contoh mineral dari kristal Triklin ini adalah
albite, anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan
anortoclase, kyanit, oligoclase, thodonit, pherthite, pectolite,
amblygonute .

D. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring
dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus
terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi
sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu
tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya
sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.
System Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a
≠ b ≠ c dan memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal
ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus
(90˚),

41
sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).

Gambar 4.4 Sistem Monoklin


Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-
sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu
sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠
γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak
lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).
 a ≠ b≠ c
 sudut antara b dan c = 90
 sudut antara a dan b = 90
 sudut antara a dan c ≠ 90
 sudut antara a dan –b = 45
 a : b : c = sembarang
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi
orthogonal, sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan
sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang
akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada
sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚
terhadap sumbu bˉ. Bidang simetri yang berpotongan tegak
lurus

42
Beberapa contoh mineral dari kristal Monoklin ini adalah
Azurite, Malachite, Colemanite, Gypsum, dan Epidot.

4.2 Praktikum Mineralogi

Dari hasil praktikum, terdapat tujuh sampel mineral yang dideskripsikan


berdasarkan sifat-sifat fisik.

1. Nama mineral : Kalsit No. peraga : A


 Warna : Putih
 Cerat : Putih
 Kilap : Kaca (Non logam)
 Kekerasan : 2,5 – 3 Skala Mohs
 Perawakan Kristal : Membata (Blocky)
 Belahan : Sempurna 3 arah
 Pecahan : Choncoidal
 Berat jenis : 2,6
 Sistem Kristal : Heksagonal
 Derajat ketransparanan : Transparant mineral
 Genesa : Kuarsa berasal dari kristalisasi magma dan
pengendapan larutan hidrotermal

2. Nama mineral : Kuarsa No. peraga : B


 Warna : Putih Kekuningan
 Cerat : Putih
 Kilap : Kaca (Non Logam)
 Kekerasan : 6,5 - 7 Skala Mohs
 Perawakan Kristal : Membutir (Granular)
 Belahan : Tidak jelas
 Pecahan : Choncoidal
 Derajat ketransparanan : Opaque mineral

43
 Genesa : Asbes merupakan hasil alterasi dari
beberapa magnesium silica, terutama olivine, piroksen dan amphibol
ditemukan baik pada batuan beku maupun batuan metamorf.

3. Nama mineral : Belerang (Sulfur) No. peraga : 13


 Warna : Kuning
 Cerat : Kuning
 Kilap : Lemak
 Kekerasan : < 2,5 Skala Mohs
 Perawakan Kristal : Mendada (Mamiliary)
 Belahan : 2 arah
 Pecahan : Choncoidal
 Derajat ketransparanan : Translucent mineral
 Sistem Kristal : Orthorombik
 Berat jenis : 2,9
 Sifat kemagnetan : Diamagnetik
 Genesa : Terbentuk pada lingkungan yang
mempunyai temperatur tinggi dengan penyinaran matahari yang cukup

4. Nama mineral : Muskovit No. peraga : 21


 Warna : Putih Kehitaman
 Cerat : Putih
 Kilap : Kaca (Non logam)
 Kekerasan : < 2,5 Skala Mohs
 Perawakan Kristal : Berlembar
 Belahan : 1 arah
 Pecahan : Uneven (kasar)
 Sistem Kristal : Trigonal
 Berat Jenis : 2,7

44
 Sifat kemagnetan : Diamagnetik
 Derajat ketransparanan : Transparant mineral
 Genesa : Adanya subtitusi unur Ca oleh unsur logam
seperti Fe, Mg, Mn.

5. Nama mineral : Asbes No. peraga : 11


 Warna : Hijau Kehitaman
 Cerat : Putih
 Kilap : kaca (Non logam)
 Kekerasan : < 2,5 Skala Mohs
 Perawakan Kristal : Menyerat (Fibrous)
 Belahan : Satu Arah
 Pecahan : Splintery
 Berat Jenis : 2,8
 Sistem Kristal : Heksagonal
 Sifat kemagnetan : Diamagnetik
 Genesa : Terjadi dalam lapisan batugamping,
magnesium sebagai mineral gang urat hidrotermal, didalam berbagai
batuan beku

6. Nama mineral : Pirit No. peraga : 17


 Warna : Kuning Keemasan
 Cerat : Hitam
 Kilap : Logam (Metalic)
 Kekerasan : < 6,5 Skala Mohs
 Perawakan Kristal : Granular
 Belahan : Tidak Sempurna
 Pecahan : Uneven

45
7. Nama mineral : Muskovit No. peraga : 23
 Warna : Putih kecoklatan
 Cerat : Putih
 Kilap : Kaca
 Kekerasan : < 2,5 Skala Mohs
 Perawakan Kristal : Berlembar
 Belahan : Sempurna (1 arah)
 Pecahan : Uneven

46

Anda mungkin juga menyukai