Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH STRUKTUR FISIOLOGI HEWAN

TENTANG
“TERMOREGULASI”
(DOSEN PENGAMPU : ALI HARRIS, M.Si)

Oleh :
KELOMPOK I
1. RODIATUN HADAWIYAH : 200104042
2. RIZKIKA MAULIDA : 200104040
3. RIZKIA PUTRI MANIAH : 200104026

JURUSAN PENDIDIKAN IPA BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)
MATARAM
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Makalah Struktur Fisiologi
Hewan tentang “Termoregulasi” ini sebagai salah satu pemenuhan Tugas dalam
matakuliah Struktur Fisiologi Hewan.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu yang
senantiasa membimbing dan mengajari kami sehingga menambah pengetahuan
kami yang insya allah akan sangat bermanfaat di masa yang akan datang.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik atau saran yang
bersifat membangun sehingga dapat di jadikan koreksi untuk penulisan makalah
yang lebih baik untuk berikutnya. Dan penulis juga berharap agar makalah Struktur
Fisiologi Hewan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya.

Mataram, 07 November 2021

Penulis,

ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan masalah......................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Nomenklatur Termoregulasi .......................................................... 3
B. Definisi Termoregulasi ................................................................... 3
C. Pusat Kontrol Termoregulasi ......................................................... 4
D. Peran Temperature Dalam Fisiologi Hewan .................................. 5
E. Klasifikasi Regulasi Temperature ................................................. 6
F. Pertukaran Panas Antara Hewan Dan Lingkungan ....................... 9
G. Ektotermi ....................................................................................... 11
H. Endotermi ..................................................................................... 13
I. Kontrol Temperatur Pada Hewan Endotermi ................................. 15
J. Perbedaan Hewan Ektoterm dan Endoterm .................................. 17
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 19
A. Kesimpulan ................................................................................... 19
B. Saran ............................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk
mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat
ditolelir. Berdasarkan Tobin (2005), suhu berpengaruh kepada tingkat
metabolisme. Suhu yang tinggi akan menyebabkan aktivitas molekul-molekul
semakin tinggi karena energi kinetiknya makin besar dan kemungkinan
terjadinya tumbukan antara molekul satu dengan molekul lain semakin besar
pula (Chang, 1996). Akan tetapi, kenaikan aktivitas metabolisme hanya akan
bertambah seiring dengan kenaikan suhu hingga batas tertentu saja. Hal ini
disebabkan metabolisme di dalam tubuh diatur oleh enzim (salah satunya) yang
memiliki suhu optimum dalam bekerja. Jika suhu lingkungan atau tubuh
meningkat atau menurun drastis, enzim-enzim tersebut dapat terdenaturasi dan
kehilangan fungsinya.
Di dalam tubuh organisme (tingkat individu) pasti ada mekanisme regulasi
untuk mencapai keadaan yang homeostatic. Homeostatik pada dasarnya
merupakan suatu upaya mempertahankan atau menciptakan kondisi yang stabil
dinamis (“steady state “) yang menjamin optimalisasi berbagai proses fisiologis
dalam tubuh. Untuk mencapai keadaan tersebut, tubuh melakukan berbagai
aktivitas regulasi, sebagai mekanisme untuk mencapai homeostatis yang
diharapkan. Regulasi dan homeostatis juga terjadi di tingkat populasi dan
komunitas dalam suatu ekosistem.
Regulasi merupakan suatu proses untuk mencapai keadaan yang stabil.
Regulasi dilakukan dalam banyak bentuk, misalnya regulasi untuk
mempertahankan cairan tubuh, osmolaritas tubuh, keasaman, suhu, kadar
lemak, gula dan protein darah,dsb. Pada tubuh manusia, regulasi diperankan
oleh antara lain adalah syaraf dan hormone.karena kedua komponen
merupakan pengendali utama dalam proses regulasi dalam tubuh. Pengaturan
suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah
elemen-elemen dari homeostasis. Pada topik yang dibahas yaitu mengenai
termoregulasi (pengaturan suhu tubuh) beruang kutub.
Dalam pengaturan suhu tubuh, hewan /manusia harus mengatur panas
yang diterima atau yang hilang ke lingkungan. Mahluk butuh suhu lingkungan

1
yang cocok, agar metabolisme dalam tubuh berjalan normal. Jika suhu
lingkungan terlalu rendah ia harus mengeluarkan energi lebih besar daripada
biasanya berupa panas . Enzim bekerja dalam suhu optimum. Kalau suhu
rendah enzim tak bisa bekerja, berarti metabolisme terhalang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari termoregulasi?
2. Bagaimana peran temperature dalam fisiologi hewan?
3. Bagaimana klasifikasi regulasi temperature?
4. Bagaimana pertukaran panas antara hewan dan lingkungan?
5. Apa itu konsep ektotermi dan endotermi?
6. Bagaimana kontrol temperature pada hewan endotermi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi termoregulasi.
2. Untuk mengetahui peran temperature dalam fisiologi hewan.
3. Untuk mengetahui klasifikasi regulasi temperature.
4. Untuk mengetahui pertukaran panas antara hewan dan lingkungan.
5. Untuk mengetahui konsep ektotermi dan endotermi.
6. Untuk mengetahui kontrol temperature pada hewan endotermi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Nomenklatur Termoregulasi
Berdasarkan temperatur tubuhnya, hewan diklasifikasikan menjadi dua
yaitu homeotermis dan poikilotermis. Hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya
pada kondisi yang relatif konstan ketika suhu eksternal berubah dalam kisaran
yang luas disebut dengan homeotermis. Contoh hewan homeotermis adalah
aves dan mamalia. Adapun hewanhewan yang suhu tubuhnya mengalami
perubahan mengikuti suhu eksternal disebut poikilotermis. Kelompok
poikilotermis meliputi invertebrata dan hewan akuatis seperti ikan dan amfibi,
reptil.
Beberapa hewan memiliki laju konduksi termal yang tinggi dan laju
produksi panas yang rendah. Hewan tersebut memperoleh panas dari
lingkungan dan akan meregulasi temperatur tubuhnya berdasarkan produksi
panas dari dalam tubuh. Hewan tersebut dikenal dengan ektotermis dan meliputi
sebagian besar spesies hewan. Hewan eksotermis sangat tergantung kepada
panas lingkungan untuk meningkatkan suhu tubuhnya. Berkebalikan dengan itu,
sebagian kecil hewan menghasilkan panas yang cukup dari metabolisme
oksidatifnya dan menjaga temperatur tubuhnya pada level yang konstan
sehingga panas tubuhnya tergantung kepada produksi internalnya sendiri.
Kelompok ini disebut endotermis yang meliputi homeotermis seperti burung dan
mamalia.
Terdapat kategori yang lainnya dari hewan yang tidak mempertahankan
suhu tubuhnya pada kondisi konstan seperti prototeria, akan tetapi selama
beraktivitas hewan tersebut memperlihatkan regulasi endotermis. Kelompok ini
dikenal dengan heterotermis atau disebut juga sebagai endotermis fakultatif
karena hanya mampu meregulasi temperatur fisiologisnya pada waktu tertentu
saja.
B. Definisi Termoregulasi
Termoregulasi adalah kemampuan yang dimiliki oleh hewan untuk
mempertahankan panas tubuhnya. Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi),
pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis.
Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan berdarah dingin (cold-blood
animals) dan hewan berdarah panas (warm-blood animals). Namun, ahli-ahli

3
Biologi lebih suka menggunakan istilah ektoterm dan endoterm yang
berhubungan dengan sumber panas utama tubuh hewan. Hewan ektoterm
adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu di lingkungan luarnya untuk
meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang dihasilkan dari keseluruhan
sistem metabolismenya hanya sedikit contoh ikan dan amfibia. Sedangkan
hewan endoterm, adalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari produksi
panas di dalam tubuh, yang merupakan hasil samping dari metabolisme jaringan
contoh aves dan mamalia.
Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara perolehan panas dari
dalam (metabolisme) atau luar dengan kehilangan panas. Untuk menghadapi
cuaca yang sangat buruk (terlalu dingin atau terlalu panas) hewan perlu
menghemat energi dengan cara hibernasi atau estivasi.
C. Pusat Kontrol Termoregulasi
Sistem saraf merupakan pusat untuk mengontrol termoregulasi pada
hewan endotermis. Aktivitas muskular (shivering) akan meningkatkan produksi
panas yang mekanisme kerjanya di bawah kontrol saraf motorik. Variasi jumlah
darah yang mengalir melalui kulit dan pengeluaran keringat merupakan bentuk
usaha tubuh untuk menjaga agar suhu tubuh normal di bawah kontrol sistem
saraf simpatik.
Pusat kontrol termoregulasi hewan endotermis terletak di hipotalamus,
yang terintegrasi dengan saraf sensoris yang masuk melalui reseptor suhu. Ada
dua macam termoreseptor, yaitu termoreseptor perifer yang terletak pada
seluruh permukaan tubuh dan pada bagian-bagian tertentu saluran pencernaan,
dan termoreseptor pusat yang terletak di tengah-tengah tubuh.
Pusat termoregulasi pada hipotalamus dapat distimulasi dengan stimulus
listrik atau panas. Bagian anterior hipotalamus berfungsi sebagai pusat yang
disebut pusat kehilangan panas (termotaksik) dan bagian posteriornya adalah
pusat produksi panas. Dua bagian dari hipotalamus ini secara anatomis saling
berhubungan dalam merespons kondisi hipertermia dan hipotermia. Hipertermia
memfasilitasi pengaktifan pusat kehilangan panas sedangkan hipotermia akan
memfasilitasi pengaktifan pusat produksi panas. Pusat termoregulasi ini dapat
diaktivasi oleh reseptor termal yang ada pada kulit dan oleh reseptor pusat yang
ada dalam inti tubuh melalui perubahan suhu di dalam darah. Pada hipotalamus
telah diketahui adanya tiga tipe sel yang sensitif terhadap suhu, yaitu

4
a) Reseptor panas, di mana diketahui adanya sel-sel yang meningkatkan
aktivitasnya ketika suhu hipotalamus meningkat tetapi suhu kulit tidak
memengaruhinya.
b) Reseptor dingin, di mana diketahui adanya sel-sel yang meningkatkan
aktivitasnya jika suhu hipotalamus menurun dan tetap tidak terpengaruh oleh
suhu di kulit.
c) Reseptor campuran, di mana adanya sel-sel yang memperlihatkan respons
terhadap peningkatan suhu kulit, sekaligus meningkatkan aktivitasnya jika
hipotalamus menjadi panas.
Pada kulit terdapat reseptor panas teretak lebih dalam di kulit dan
reseptor dingin yang terletak di bagian superfisial dan biasanya lebih banyak.
Reseptor tersebut berupa saraf yang telanjang. Apabila suhu lingkungan
meningkat, suhu kulit juga akan meningkat sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan aktivitas pada reseptor panas secara mendadak (2-3 detik) dan
selanjutnya kembali normal. Jika dihubungkan dengan stimulus panas, reseptor
panas akan menurunkan frekuensi muatannya. Reseptor dingin mengalami
perubahan muatan dengan frekuensi yang lebih tinggi ketika diberikan stimulus
dingin hingga terjadi perubahan suhu.
D. Peran Temperature Dalam Fisiologi Hewan
Perubahan iklim (suhu) selalu berasosiasi dengan perubahan laju
metabolisme hewan. Laju metabolisme hewan akan meningkat pada kenaikan
beberapa derajat suhu, dan sebaliknya menurun pada suhu rendah. Jika hewan
dipelihara pada lingkungan yang baru yang berbeda dari habitat aslinya,
kemungkinan hewan tersebut akan menunjukkan perubahan-perubahan spesifik
untuk bisa bertahan hidup atau bahkan mengalami kematian.
Beberapa poikilotermis misalnya, akan memperlihatkan peningkatan laju
metabolismenya secara tiba-tiba, ketika suhu eksternal meningkat dan pada
kondisi dingin juga akan memperlihatkan penurunan yang tiba-tiba. Perubahan
laju metabolisme menggambarkan kompensasi dari konsekuensi aklimatisasi.
Ketika hewan tersebut kembali ke kondisi suhu normalnya, laju reaksi tidak akan
kembali ke level awal, tetapi menjadi lebih tinggi atau lebih rendah, sesuai
dengan arah aklimatisasinya.
Amfibi dapat mentolerir suhu tinggi sebagai konsekuensi penting dari
aklimatisasinya. Reptilia juga memperlihatkan mekanisme termoregulasi

5
fisiologis pada suhu tinggi. Kelompok reptilia terestrial dapat mengatur suhu
tubuhnya dengan cara melakukan seleksi habitat. Kelompok hewan tersebut
(amfibi dan reptil) memperlihatkan lebih banyak adaptasi perilaku. Burung dan
mamalia memperlihatkan kemampuan fisiologis dalam mekanisme termoregulasi
antisipasi.
Kadal yang dipelihara di laboratorium pada kondisi suhu yang konstan
akan memiliki suhu tubuh sama dengan suhu lingkungan sehingga berperilaku
sebagai poikilotermis. Namun kadal yang hidup di habitat alaminya akan
memperlihatkan berbagai mekanisme perilaku termoregulasi. Banyak jenis ular
dan kadal berpindah ke tempat yang panas jika suhu udara lebih rendah
daripada suhu tubuhnya sehingga suhu tubuh akan lebih meningkat ketika
terkena panas. Jika suhu tubuh meningkat, maka hewan-hewan tersebut akan
bernaung dan akan menurunkan suhu tubuhnya.
Mekanisme fisiologis yang terlibat dalam mekanisme regulasi suhu pada
reptil masih merupakan tahap perkembangan awal dari adaptasi hewan
vertebrata terhadap suhu. Insulasi yang kurang di kulit akan menyebabkan
cepatnya kehilangan panas atau peningkatan suhu. Laju pemanasan dan
pendinginan dikendalikan oleh kontrol kardiovaskular. Selama makan, laju detak
jantung lebih cepat dari pada saat suhu dingin. Laju pertukaran panas antara
tubuh reptilia dan lingkungannya tergantung kepada volume darah yang
mengalir per unit waktu di dalam tubuh dan di permukaan tubuh. Pada dasarnya,
sirkulasi akan lebih cepat saat panas dan lebih lambat saat dingin.
Amblyrhnynchus cristatus (Iguana laut Galapagos) menjaga suhu tubuhnya
sekitar 37°C melalui regulasi tingkah laku.
E. Klasifikasi Regulasi Temperature
1. Regulasi Panas Secara Fisika
a) Pada Kondisi Hipertermia (Kelebihan Panas)
Jika suhu suhu tubuh lebih tinggi dari lingkungan, maka tubuh akan
melepaskan panas ke lingkungan. Untuk mengkompensasi kehilangan
panas tersebut, homeotermis memproduksi panas dengan cara
meningkatkan laju metabolismenya. Berdasarkan hukum Newton tentang
pendinginan, perubahan panas dalam tubuh perunit waktu adalah
proporsional terhadap perbedaan antara suhu tubuhnya dan suhu
lingkungan. Persamaan matematisnya sebagai berikut:

6
dH/dt = C (TB-TA),
di mana: C : konduktansi termal
TB: suhu tubuh
TA: suhu lingkungan.
Panas hilang dari tubuh melalui kulit, paru-paru, dan ekskresi.
Homeotermis melepaskan panas melalui konduksi, konveksi dan
evaporasi. Konduktansi termal tubuh sangat penting karena akumulasi
panas dalam tubuh hewan akan menghasilkan efek kematian karena terjadi
hipertermia atau kelebihan panas.
Contoh kondisi hipertermia telah diteliti pada anjing laut Callorhinus
ursinus yang hidup di daerah arktik. Perbedaan antara suhu di dalam tubuh
anjing laut dengan suhu di lingkungan eksternal mencapai 30°C. Hal ini
diatasi dengan dengan adanya insulasi yang tebal dan tahan air yang
terdapat di bagian sub-kutaneus. Subkutan ini banyak mengandung lemak.
Ketika ia berada di dalam air, sejumlah besar panas dihasilkan
sehubungan dengan aktivitas berenang yang akan segera dilepaskan ke
air melalui pendayung yang lebar dan banyak pembuluh darah. Ketika di
darat, pendayung tersebut akan menahan agar panas tidak lepas dari
tubuh. Akan terjadi masalah kematian bagi hewan tersebut jika suhu air
meningkat di atas 12°C.
Selama hipertermia, aliran darah dan dilatasi pembuluh darah yang
dikontrol oleh saraf simpatik menuju kulit ditingkatkan agar banyak panas
yang bisa dilepaskan lewat kulit. Proses penghilangan panas pada kondisi
hipertermia melalui
a. Terjadinya relaksasi aktivitas saraf yang bertanggung jawab dalam
vasokonstriksi.
b. Terjadinya peningkatan aktivitas serabut-serabut vasodilator simpatik
sehingga meningkatkan aliran darah dan dilatasi pembuluh darah,
khususnya pembuluh darah pada permukaan kulit.
c. Terjadinya pelepasan senyawa kimia (bradikinin) dari kelenjar keringat
sehingga panas tubuh keluar bersama keringat.
b) Pada Kondisi Hipotermia (Kekurangan Panas)
Insulasi dan aliran darah merupakan faktor penentu banyaknya panas
yang hilang melalui kulit. Aliran darah di kulit berperan vital dalam regulasi

7
kehilangan panas. Pada kondisi hipotermia (keadaan suhu di dalam tubuh
rendah dibandingkan suhu lingkungan) aliran darah menuju kulit sangat
terbatas dalam meminimalisir kehilangan panas. Konsekuensinya, suhu di
permukaan kulit akan menurun drastis.
Kulit hewan homeotermis dilengkapi dengan struktur seperti bulu,
rambut tebal, atau rambut-rambut halus yang berfungsi sebagai insulator.
Adanya struktur insulasi ini dan sistem saraf simpatik akan meningkatkan
efektivitas regulasi suhu tubuh. Bulu-bulu atau rambut pada kulit berperan
sebagai barier bagi kehilangan panas karena udara terperangkap dalam
bulu-bulu tersebut.
2. Regulasi Panas Secara Kimia
Seluruh panas tubuh pada kelompok hewan homeotermis berasal dari
oksidasi bahan makanan. Setiap jaringan berkontribusi dalam produksi panas,
walaupun diketahui bahwa otot lurik memiliki kontribusi yang paling besar.
Mekanisme produksi panas melibatkan dua proses kimiawi, yaitu
a) Termogensis shivering yaitu melalui aktivitas muskular. Pada lingkungan
yang dingin, hewan homeotermis meningkatkan aktivitas muskular
sehingga produksi panas meningkat. Hal ini diketahui bahwa pada suhu
dingin, tubuh menggigil (shivering) yang pada hakikatnya adalah
meningkatkan aktivitas muskular. Dengan cara seperti ini, produksi panas
mencapai 2 hingga 5 kali dari level basal. Jika aktivitas bergerak dilakukan,
gigilan tersebut berkurang atau bahkan hilang. Hal ini disebabkan karena
adanya produksi panas yang lebih tinggi, dan hal ini tentunya
meningkatkan laju kehilangan panas juga. Namun, panas tambahan yang
dihasilkan dari gerakan tubuh tidak signifikan.
b) Termogenesis nonshivering. Produksi panas pada kebanyakan mamalia,
akan meningkat tanpa melibatkan aktivitas muskular. Hal ini dapat
diketahui dari tetapnya level panas tubuh meskipun pada fase istirahat atau
puasa. Termogenesis nonshivering berperan dalam aklimatisasi mamalia
terhadap suhu dingin. Aktivitas bergerak seperti melakukan olahraga tidak
akan memberikan efek terhadap termogenesis nonshivering.
Termogenesis nonshivering melibatkan beberapa perubahan dari
metabolisme intermediet yang mungkin disebabkan oleh adanya aksi hormon
kalorigenik atau lemak coklat (brown fat). Aksi hormon kalorigenik dapat

8
diamati dari eksperimen pada tikus-tikus yang telah diaklimatisasi pada suhu
dingin. Hasilnya menunjukkan bahwa tikus-tikus tersebut dapat menggunakan
dan mensintesis lebih banyak glukosa sebagai konsekuensi dari regulasi
hormonal. Injeksi norepinefrin terhadap tikus yang telah diaklimatisasi pada
suhu dingin tersebut memperlihatkan adanya aksi kalorigenik dengan
meningkatnya suhu tubuh dan konsumsi oksigen.
Mamalia yang masih muda seperti primata dan rodent, memiliki
jaringan lemak coklat yang terlihat banyak pada pembuluh dan juga
multilokus. Jaringan ini diketahui sangat berkembang pada mamalia yang
berhibernasi. Lemak coklat ini terletak di sekitar leher, dada, dan sebagian
besar pembuluh darah. Selama periode suhu rendah yang panjang, deposit
lemak coklat akan meningkat. Lemak coklat ini memperoleh suplai darah yang
banyak dan memiliki konsumsi oksigen yang lebih tinggi dari pada jaringan
lainnya. Panas yang dihasilkan oleh lemak coklat akan ditransportasikan ke
otak dan kepala melalui sirkulasi darah.
F. Pertukaran Panas Antara Hewan Dan Lingkungan
Hewan ternyata dapat memperoleh manfaat yang besar dari pertukaran
panas ini. Interaksi panas tersebut ternyata dimanfaatkan oleh hewan sebagai
cara untuk mengatur suhu tubuh mereka, yaitu untuk meningkatkan dan
menurunkan pelepasan panas dari tubuh, atau sebaliknya, untuk memperoleh
panas. Interaksi pertukaran panas antara hewan dan lingkungannya dapat
terjadi melalui empat cara,yaitu konduksı, konveksi, radiası, dan evaporası.
1. Konduksi
Konduksi panas adalah perpindahan atau pergerakan panas antara dua
benda yang saling bersentuhan. Dalam hal ini, panas akan berpindah dari
benda yang suhunya lebih tinggi kebenda yang suhunya lebih rendah. Laju
aliran panas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas
permukaan benda yang saling bersentuhan, perbedaan suhu awal antara
keduabenda, dan konduktivitas panas dari kedua benda tersebut.
Konduktivitas panas ialah tingkat kemudahan untuk mengalirkan panas yang
dimiliki suatu benda. setiap benda memiliki konduktivitas yang berbeda.
Logam mempunyai konduktivitas panas yang tinggi, sedangkan hewan
memiliki konduktivitas panas panas yang rendah. Hal itu berarti hewan
merupakan penahanpanas (insulator) yang baik. Rambut dan bulu merupakan

9
contoh insulator yang baik. Olehkarena itu mamalia dan aves hanya akan
melepaskan sejumlah kecil panas dari tubuhnya ke benda lain yang
bersentuhan dengannya.
2. Konveksi
Konveksı adalah perpindahan panas antara dua benda yang terjadi
melalui zat alir (fluida) yang bergerak. Dalam hal ini, panas dari tubuh hewan
dipindahkan ke zat alir yang bergerak didekatnya. Sebagai contoh, orang
yang menggunakan kipas angin atau berkipas-kipas karena kepanasan yang
pada awalnya udara di sekitar tubuh orang tersebut tidak panas, namun
sesaat kemudian berubah menjadi panas akibat adanya konduksi panas dari
tubuhorang tersebut. Setelah itu, udara panas tersebut mengalir/berpindah
tempat, dan tempatnya digantikan oleh udara lain yang lebih dingin.
Demikianlah terjadinya aliran panas secara konveksi, Perpindahan panas
secara konveksi dapat dipercepat apabila kecepatan aliran udara di sekeliling
tubuh ditingkatkan. Proses pepindahan panas yang dicontohkan di atas
menunjukkan perpindahan panas yang terjadi dari tubuh manusia ke
lingkungannya. Akan tetapi perpindahan panas secara konveksi Juga dapat
terjadi dari lingkungan ke tubuh hewan. Contoh dalam hal ini yaitu unggas
terkadang mengipas-ngipasi dirinya dengan menggunakan sayapnya untuk
meningkatkan hilangnya panas tubuh melalui Konveksi (dibawa oleh angin).
3. Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas antara dua benda yang tidak saling
bersentuhan. Cotohnya untuk hal ini misalnya perpindahan panas dari
matahari ke tubuh hewan dan panas api dari perapian ke tubuh manusia ke
lingkungannya. Semakin tinggi Suhu benda yang mengeluarkan radiasi,
semakin tinggi pula intensitas radiasinya.
4. Evaporasi
Evaporasi atau penguapan ialah proses perubahan benda dari fase cair
ke fase gas. Perubahan benda (misainya air) dari fase cair ke fase gas
memerlukan sejumlah besar energi dalambentuk panas. Oleh Karena itu,
apabila air direbus dengan menggunakan panas api atau listrik lama
kelamaan air tersebut akan berubah menjadi uap air. Evavorasi merupakan
cara yang penting bagi hewan untuk melepaskan panas dari tubuh pada
manusia untuk menanggapi kenaikan suhu tubuh dengan cara mengeluarkan

10
keringat . Untuk hewan yang tidak bisa berkeringat seperti burung dan anjing ,
jika tubuhnya panas , akan meningkatkan penguapan melalui saluran
pernapasan mereka, dengan cara terengah-engah. Terengah-engah pada
anjing, diikuti dengan menjulurkan lidahnya, dianggap sebagai sumber
pelepasan panas.
Hubungan temperatur tubuh hewan dengan lingkungannya tergantung
kepada kandungan air dalam tubuh hewan tersebut. Hewan-hewan terestrial
memiliki lingkungan yang kompleks sehingga sangat sulit untuk mengukur
termal lingkungan secara akurat. Hewan terestrial sebaliknya dihadapkan
dengan masalah termoregulasi yang lebih besar. Seluruh produksi panas tubuh
akan hilang keluar tubuh melalui konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi.
Mamalia memiliki sistem piranti termoregulasi fisiologis yang efisien untuk
menjaga suhu tubuhnya. Jika suhu lingkungan meningkatkan suhu tubuh, maka
suhu tubuh tidak akan dibiarkan untuk meningkat. Mekanismenya akan
berlangsung melalui evaporasi air melalui permukaan tubuh. Evaporasi akan
menurunkan temperatur tubuh. Kulit dan sistem respirasi hewan memiliki
signifikansi termoregulasi yang sangat besar.
G. Ektotermi
Hewan ektoterm adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu di
lingkungan luarnya untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang
dihasilkan dari keseluruhan sistem metabolismenya hanya sedikit. Hewan-
hewan ektoterm, yaitu semua jenis hewan kecuali aves dan mamalia,
merupakan kelompok hewan yang panas tubuhnya tergantung dari panas dari
luar tubuhnya, yaitu lingkungan. Daya mengatur yang dipunyainya sangat
terbatas sehingga suhu tubuhnya bervariasi mengikuti suhu lingkungannya. Hal
ini menyebabkan hewan poikiloterm memiliki rentang toleransi yang rendah,
dalam artian niche pokok hewan ini sempit. Ketika suhu lingkungan tinggi, di luar
batas toleransinya, hewan ektoterm akan mati sedangkan ketika suhu
lingkungan yang lebih rendah dari suhu optimumnya, aktivitasnya pun rendah
dan hewan menjadi sangat lambat, sehingga mudah bagi predatornya untuk
menangkapnya.
Daya mengatur pada hewan ektoterm, bukan dari adaptasi fisiologis
melainkan lebih berupa adaptasi perilaku. Misalnya, bergerak mencari tempat

11
yang teduh apabila hari terlalu panas dan berjemur dipanas matahari bila hari
dingin.
Diantara suhu yang terlalu rendah dan terlau tinggi, laju metabolisme
hewan ektoterm meningkat dengan naiknya suhu dalam hubungan
eksponensial. Contoh hewan yang tergolong ektoterm yaitu ikan salmon (22°C),
ikan saumon (18°C), crapaud bufo boreas (27°C), alligator (buaya) (32 – 35°C),
iguana (38°C), lezard anolois sp (30 – 33°C), dan larva lalat rumah (30 – 37°C).
1. Termoregulasi pada ektoterm akuatik
Suhu pada lingkungan akuatik relatif stabil sehingga hewah yang hidup
di dalamnya tidak mengalami permasalahan suhu lingkungan yang rumit.
Dalam lingkungan akuatik, hewan tidak mungkin melepaskan panas tubuh
dengan evaporasi.
Suhu pada lingkungan akuatik relatif stabil sehingga hewan yang hidup
di dalamnya tidak mengalami permasalahan suhu lingkungan yang rumit.
Dalam lingkungan akuatik, hewan tidak mungkin melepaskan panas tubuh
dengan evaporasi. Pada evaporasi. Pada hewan poikiloterm air, misalnya
kerang, udang, dan ikan suhu tubuhnya sangat ikan suhu tubuhnya sangat
ditentukan oleh keseimbangan induktif dan konvektif dengan air mediumnya,
dan suhu tubuhnya mirip dengan suhu air.
Hewan memproduksi panas secara metabolik, dan ini mungkin
meningkatkan suhu tubuh diatas suhu air. Namun air menyerap panas begitu
efektif dan hewan ini tidak memiliki insulasi sehingga perbedaan suhu hewan
dengan air sangat kecil.
a. Air sebagai penyimpan panas yang baik .
b. Hewan harus dapat melepaskan panas tubuhny
c. Dalam lingkungan aquatik, pelepasan panas dilakukan secara evaporasi
Contoh bila lingkungan panas :
a) Katak yaitu evaporasi dan bersembunyi di bawah bongkahan batu
b) Buaya yaitu evaporasi dengan membuka mulut untuk menguapkan panas
tubuh
2. Termogulasi pada ektoterm terestrial
Termoregulasi pada ektoterm teresterial Berbeda dengan lingkungan
akuatik, suhu di lingkungan terestrial selelu berubah dengan variasi yang
cukup besar. Perubahan suhu sangat mudah kita rasakan, misalnya dengan

12
membandingkan suhu udara pada siang dan malam hari, pada hari yang
sama pada suatu kota, Perbedaan suhu lingkungan terestrial antara siang
dan malam hari tersebut cukup bermakna. Cara yang terpenting dilakukan
oleh hewan ektotermik terestrial untuk memperoleh panas ialah dengan
menyerap panas/radisi matahari. Hewan dapat meningkatkan penyerapan
panas matahari dengan cara mengubah warna permukaan tubuhnya dan
menghadapkan tubuhnya ke arah matahari.
Hewan eksoterm terrestrial memperoleh panas dengan cara menyerap
radiasi matahari baik pada vertebrata maupun invertebrata, misalnya
a) Mengubah warna permukaan tubuh (ubah penyerapan melanin, contoh:
belalang rumput dan kumbang mengubah warna tubuhnya menjadi gelap)
b) Menghadapkan tubuh ke arah matahari, contoh: belalang locust tegak lurus
ke arah matahari
Hewan eksoterm terrestrial melakukan pelepasan panas dengan cara
a. Mengubah orientasi tubuh menjauhi sinar matahari
b. Memanjat pohon
c. Vasokonstriksi : penyempitan diameter pembuluh darah
d. Vsodilatasi : perluasan diameter pembuluh darah
Vertebrata ektoterm contohnya kadal juga melakukan hal yang serupa
dengan belalang dan kumbang, yaitu berjemur untuk menyerap radiasi matahari.
Untuk memaksimalkan penyerapan kadal juga mengubah penyebaran melanin
sehingga warna kulitnya menjadi lebih gelap, dan hal ini sangat penting untuk
penyerapan panas secara efektif. Seperti kumbang,kadal juga mengurangi
penyerapan panas dengan berlindung ditempat yang teduh. Namun,kadal juga
dapat mengubah jumlah aliran darah ke kulit dengan cara mengatur
vasokonstriksi atau vasodilatasi pembuluh darah. Proses ini merupakan proses
fisiologis. Dengan demikian jelas bahwa kadal mempertahankan suhu tubuhnya
dengan cara fisiologis maupun perilakunya
H. Endotermi
Hewan Endoterm adalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari
produksi panas di dalam tubuh yang merupakan hasil dari metabolisme jaringan.
Suhu tubuh dipertahankan agar tetap konstan, walaupun suhu lingkungannya
selalu berubah dengan cara menyeimbangkan perolehan dan pelepasan panas,
contoh : bu perolehan dan pelepasan panas, contoh : burung dan mamalia.

13
Hewan endoterm merupakan kelompok hewan yang dapat mengatur
produksi panas dari dalam tubuhnya untuk mengkonstankan atau menaikkan
suhu tubuhnya, karena mempunyai daya mengatur yang tinggi. Hewan
endoterm memiliki rentang toleransi terhadap lingkungan yang lebih panjang
dibandingkan hewan ektoterm. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan untuk
mengatur produksi dan pelepasan panas yang dimilikinya. Kemampuan untuk
mengatur produksi dan pelepasan panas melalui mekanisme metabolisme ini
dikarenakan hewan – hewan endoterm memiliki organ sebagai pusat
pengaturnya, yakni otak pengaturnya, khususnya hipotalamus sebagai
thermostat atau pusat pengatur suhu tubuh.
Suhu konstan untuk tubuh hewan – hewan endoterm biasanya terdapat di
antara 35-40°C. Karena kemampuannya mengatur suhu tubuh sehingga selalu
konstan, maka kelompok ini disebut hewan regulator. Misalnya golongan aves
dan mamalia, termasuk manusia. Dalam istilah lain kelompok hewan ini disebut
juga sebagai kelompok homeoterm. Hewan endoterm adalah hewan – hewan
yang dapat mengatur suhu tubuhnya sehingga selalu konstan berada pada
kisaran suhu optimumnya. Kekonstanan suhu tubuh tersebut mengakibatkan
hewan endoterm mampu menunjukkan kinerja konstan. Daya pengatur suhu
tubuh itu memerlukan biaya (energi) yang relatif tinggi sehingga persyaratan
masukan makanan untuk energinya pun relatif tinggi pula. Dibandingkan dengan
suatu hewan ektoterm yang sebanding ukuran tubuhnya, bahkan dalam kisaran
suhu zona termonetral, suatu hewan endoterm memerlukan energi yang jauh
lebih besar. Dibandingkan dengan hewan-hewan ektoterm yang menunjukkan
strategi biaya-rendah yang kadang-kadang memberikan keuntungan rendah,
hewan – hewan endoterm mempunyai strategi biaya tinggi yang memberi
keuntungan yang lebih tinggi.
Bila suhu tubuh terlalu tinggi dilepaskan dengan cara: vasodilatasi daerah
perifer tubuh, berkeringat dan terengah-engah, menurunkan laju metabolism dan
respons perilaku (misal berendam di air). Sebaliknya bila suhu tubuh terlalu
rendah dengan cara: menegakkan rambut (merinding), mengigil, meningkatkan
laju metabolisme (dengan meningkatkan sekresi tirosin) dan respon perilaku
(menghangatkan diri).

14
I. Adaptasi Temperatur Pada Hewan Endotermi
Adapun cara hewan endoterm untuk beradaptasi ada 2 yaitu terhadap
suhu sangat panas dan sangat dingin.
1. Adaptasi terhadap suhu sangat dingin
Adaptasi Terhadap Suhu Dingin Pada suhu dingin, reseptor-reseptor
akan membangkitkan respons refleks untuk mempertahankan atau
memproduksi panas. Stimulasi reseptor dingin menyebabkan terjadinya
konstruksi pembuluh darah yang mengaliri kulit untuk menurunkan pelepasan
panas. Suhu yang dingin mungkin juga menyebabkan berdirinya rambut-
rambut, bulu, dan peningkatan aktivitas muskular. Suhu darah diturunkan
sebagai konsekuensi mulai beroperasinya pusat kontrol termoregulasi yang
kemudian diikuti dengan gigilan (shivering). Menggigil meningkatkan laju
metabolisme yang selanjutnya menghasilkan lebih banyak panas. Diduga
bahwa korteks adrenal distimulasi oleh pendedahan terhadap dingin sehingga
menghasilkan noradrenalin. Peningkatan respons metabolisme berhubungan
dengan kombinasi aksi kalorinergik adrenalin dan kelenjar tiroid.
Agar kebutuhan energi tercukupi, endotermis mengonsumsi lebih
banyak makanan pada iklim yang dingin. Meskipun demikian, suplai makanan
yang banyak tidak selalu dapat menjamin kebutuhan energi, sehingga
terdapat pola-pola adaptasi khusus seperti hibernasi.
Hibernasi atau dikenal juga dengan dormansi musim dingin merupakan
suatu fenomena di mana suhu tubuh turun drastis pada level yang rendah
selama musim dingin. Hibernasi ini adalah pola adaptasi hipotermia yang
umumnya ditemukan pada hewan mamalia kecil seperti rodentia, insektivora,
dan kelelawar. Hibernasi memperlihatkan sejumlah perubahan fisiologis yang
meliputi
a. Suhu inti tubuh turun 1-2°C di bawah suhu lingkungan.
b. Konsumsi oksigen menurun sebesar 5% dari laju rata-rata metabolisme
basal.
c. Laju pernapasan menurun dan terkadang terhenti dalam beberapa waktu.
d. Laju detak jantung turun, sekitar 5-6 kali per menit, namun tetapi tekanan
darah tetap memadai.
e. Tubuh sangat lamban (torpor) atau bahkan hampir tidur.

15
f. Kadangkala hewan dapat bangkit dari kondisi torpor secara spontan dan
dapat menciptakan suhu tubuh yang lebih tinggi dari hewan endotermis
dengan cara meningkatkan produksi panas.
Respons-respons adaptif sebagai tekanan ekologis dan fisiologis
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya ditemukan pada berbagai tipe
hipotermia. Burung dan mamalia berukuran kecil selalu menjaga suhu
tubuhnya untuk lebih tinggi saat beraktivitas. Saat periode inaktif (malam)
suhu tubuh dan konsumsi oksigen hewan ini akan turun pada level yang
rendah, karena memiliki habitat makanan yang terbatas dan bersifat makan
siang hari dan inaktif pada malam hari (torpoditas). Di daerah yang memiliki
suhu rendah, mamalia kecil akan memperpanjang periode hibernasinya
sedangkan sebaliknya dengan hewan mamalia yang memiliki torpoditas
harian.
Sebelum hibernasi dimulai, hewan akan menyimpan lemak dalam
jumlah besar. Hibernasi dimulai dari fase lemah dan diikuti dengan periode
dormansi. Selama periode dormansi, hewan bangun sejenak. Hewan yang
berhibernasi terjaga dari tidur musim dinginnya beberapa kali dan periode
bangun tersebut dapat berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa
hari. Periode ini dimanfaatkan untuk mengeliminasi sisa-sisa metabolisme
dan terkadang mengonsumsi makanan yang sebelumnya telah disimpan
dalam tempat berhibernasinya tersebut. Penyebab bangun sejenak dari
hibernasi tersebut berhubungan dengan termogenesis shivering dan
nonshivering yang menghasilkan lonjakan produksi panas dan konsumsi
oksigen.
2. Adaptasi terhadap suhu sangat panas
a) Meningkatkan pelepasan panas tubuh dengan meningkatkan penguapan,
baik melalui proses berkeringat ataupun terengah-terengah.
b) Melakukan gular fluttering: yaitu menggerakkan daerah kerongkongan
secara cepat dan terus-menerus sehingga penguapan melalui saluran
pernafasan (dan mulut) dapat meningkat, akibatnya pelepasan panas
tubuh juga meningkat. Misalnya pada ayam yang sedang mengerami
telur.

16
c) Menggunakan strategi hipertermik, yaitu mempertahan atau menyimpan
kelebihan panas metabolik di dalam tubuh sehingga suhu tubuh
meningkat sangat tinggi, contoh: unta dan rusa gurun.
J. Perbedaan Hewan Endoterm dan Ektoterm
1. Suhu lingkungan
Pada suhu yang sangat rendah, hewan ektoterm cenderung
mengikuti suhu lingkungan tersebut. Hal ini menyebabkan laju metabolisme
ektoterm menjadi turun drastis sedangkan pada hewan endoterm yang
mampu mempertahankan suhu intinya, laju metabolismenya tidak terlalu
terganggu dengan penurunan suhu selama penurunan suhu tersebut masih
di batas toleransi.
Suhu yang semakin tinggi mempengaruhi tingkat respirasi yang
ditandai dengan konsumsi oksigen yang juga semakin meningkat, yang
berarti bahwa semakin tinggi suhu akan semakin tinggi laju konsumsi
oksigen suatu hewan. Tingkat konsumsi oksigen yang tinggi menandakan
bahwa hewan memerlukan banyak oksigen untuk melakukan metabolisme
yang terjadi dengan cepat di dalam tubuhnya untuk menghasilkan energi
lebih banyak yang dibutuhkan oleh hewan tersebut.
2. Avaibilitas makanan (energi)
Hewan endoterm menggunakan energi untuk melakukan regulasi
temperatur. Sebagai konsekuensinya jika hewan endoterm memiliki
cadangan energi cukup banyak, maka hewan endoterm dapat
mempertahankan suhu tubuhnya dan laju metabolismenya, namun jika
cadangan energi terbatas, maka hewan endoterm akan kesulitan
mempertahankan suhu intinya. Begitu pula sebaliknya keadaan hewan
ektoterm. Jadi metabolisme energi hewan ektoterm cenderung lebih efisien
karena porsi energi yang berubah menjadi energi panas sangat sedikit.
3. Kontrol hipotalamus pada termoregulasi mamalia
Mamalia memiliki neuron di hipotalamus yang sensitif pada suhu
sirkulasi darah. Hipotalamus juga menerima input dari termoreseptor di
seluruh tubuh. Hipotalamus memiliki set point, yang berfungsi seperti
thermostat.
Jika suhu sirkulasi darah ke hipotalamus lebih tinggi daripada set
point, maka akan ada sinyal yang menginisiasi mekanisme pendinginan

17
(vasodilatasi kapiler, berkeringat, napas cepat, dll), sedangkan bila suhu
darah lebih rendah daripada suhu set point, maka sinyal neural akan
menginisiasi peningkatan suhu dengan vasokonstriksi kapiler, menggigil,
termogenesis lemak, dll).
Pada hewan ektoterm mekanisme tersebut tidak berjalan, sehingga
ektoterm tidak mampu mengatur suhu tubuhnya sendiri, dan mengandalkan
suhu lingkungan. Beberapa hewan ektoterm mengatur suhu tubuhnya
dengan cara berjemur saat matahari baru terbit sehingga terjadi peningkatan
laju metabolisme untuk aktivitas dan menghindari matahari yang sedang
terik di siang hari dengan cara berteduh.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Termoregulasi adalah kemampuan yang dimiliki oleh hewan untuk
mempertahankan panas tubuhnya. Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi),
pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis.
Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan berdarah dingin (cold-blood
animals) dan hewan berdarah panas (warm-blood animals). Namun, ahli-ahli
Biologi lebih suka menggunakan istilah ektoterm dan endoterm yang
berhubungan dengan sumber panas utama tubuh hewan.
Perubahan iklim (suhu) selalu berasosiasi dengan perubahan laju
metabolisme hewan. Laju metabolisme hewan akan meningkat pada kenaikan
beberapa derajat suhu, dan sebaliknya menurun pada suhu rendah. Jika hewan
dipelihara pada lingkungan yang baru yang berbeda dari habitat aslinya,
kemungkinan hewan tersebut akan menunjukkan perubahan-perubahan spesifik
untuk bisa bertahan hidup atau bahkan mengalami kematian. Beberapa
poikilotermis misalnya, akan memperlihatkan peningkatan laju metabolismenya
secara tiba-tiba, ketika suhu eksternal meningkat dan pada kondisi dingin juga
akan memperlihatkan penurunan yang tiba-tiba.
Regulasi temperature ada dua yaitu regulasi secara fisika dan kimia.
Hewan poikilotermis meregulasi suhu tubuhnya hanya melalui mekanisme fisika
melalui tiga hal. Pertama, adanya insulasi yang sedikit. Kedua, memiliki suhu inti
tubuh lebih rendah dari pada suhu lingkungannya. Ketiga, pada kondisi suhu
lingkungan yang tinggi, panas tubuh akan dikurangi melalui evaporasi,
sedangkan pada suhu lingkungan yang rendah, tidak terjadi proses regulasi
spesifik untuk memproduksi panas. Hewan homeotermis (endotermis)
meregulasi suhu tubuhnya secara fisika dan kimia. Termoregulasi secara fisika
melalui evaporasi, insulasi berupa bulu yang tebal dan jaringan lemak.
Termoregulasi secara kimia meliputi shivering dan nonshivering.
Hewan dapat memperoleh manfaat yang besar dari pertukaran panas ini.
Interaksi panas tersebut ternyata dimanfaatkan oleh hewan sebagai cara untuk
mengatur suhu tubuh mereka, yaitu untuk meningkatkan dan menurunkan
pelepasan panas dari tubuh, atau sebaliknya, untuk memperoleh panas.

19
Interaksi pertukaran panas antara hewan dan lingkungannya dapat terjadi
melalui empat cara,yaitu konduksı, konveksi, radiası, dan evaporası.
Daya mengatur pada hewan ektoterm, bukan dari adaptasi fisiologis
melainkan lebih berupa adaptasi perilaku. Misalnya, bergerak mencari tempat
yang teduh apabila hari terlalu panas dan berjemur dipanas matahari bila hari
dingin. Daya pengatur suhu tubuh itu memerlukan biaya (energi) yang relatif
tinggi sehingga persyaratan masukan makanan untuk energinya pun relatif tinggi
pula. Dibandingkan dengan suatu hewan ektoterm yang sebanding ukuran
tubuhnya, bahkan dalam kisaran suhu zona termonetral, suatu hewan endoterm
memerlukan energi yang jauh lebih besar. Dibandingkan dengan hewan-hewan
ektoterm yang menunjukkan strategi biaya-rendah yang kadang-kadang
memberikan keuntungan rendah, hewan – hewan endoterm mempunyai strategi
biaya tinggi yang memberi keuntungan yang lebih tinggi.
Control temperature pada hewan endoterm yaitu dengan Bila suhu tubuh
terlalu tinggi dilepaskan dengan cara: vasodilatasi daerah perifer tubuh,
berkeringat dan terengah-engah, menurunkan laju metabolism dan respons
perilaku (misal berendam di air). Sebaliknya bila suhu tubuh terlalu rendah
dengan cara: menegakkan rambut (merinding), mengigil, meningkatkan laju
metabolisme (dengan meningkatkan sekresi tirosin) dan respon perilaku
(menghangatkan diri).
B. Saran
Sesungguhnya makalah kami ini pastilah tidak luput dari kesalahan. Oleh
karenanya kami sungguh sangat mengharapkan kritik dan saran dari segala
pihak yang dapat lebih membangun kami lagi. Terima kasih.

20
DAFTAR PUSTAKA
Akin, J. A. (2011). Homeostatic Processes for Thermoregulation. Nature Education

Knowledge, 3(10), 7.

Carey, FG and Gibson, Q. (1983). Heat and oxigen exchange in the rete mirabile of

the bluefin tuna, Thunnus thynnus. Comp Biochem. Physiol, 74A(2), 333–

342.

Isnaeni, W. 2019. Fisiologi Hewan. Daerah Istimewa Yogyakarta: PT Kanisius.

Ivanov, K. (2006). The development of the concepts of homeothermy and

thermoregulation. Journal of Thermal Biology, 31, 24– 29.

Kearney, M., Shine, R., & Porter, W. P. (2009). The potential for behavioral

thermoregulation to buffer “‘cold-blooded’” animals against climate warming.

In Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of

America (pp. 1–7).

Ngaropah, L. 2020. Modul Pembelajaran Fisiologi Hewan. Lampung:UIN Raden

Intan.

Randall, D, Burggren, French, K. (1997). Eckert Animal Physiology: Mechanism and

Adaptation. New York: W. H. Freeman and Company.

Rastogi, S. (2007). Essentials of Animal Physiology (Fourth Edi). New Delhi: New

Age International (P) Ltd.

Santoso, Putra. 2009. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Padang: Universitas Andalas

Schmidt-Nielsen, K. (1980). Animal Physiology: Adaptation and environment

(Second Edi). USA: Cambridge University Press.

Willmer, P, Stone, G, Johnston, I. (2005). Environmental Physiology of Animals

(Second Edi). USA: Blackwell Publishing company BLACKWELL.

Anda mungkin juga menyukai