Anda di halaman 1dari 19

AMPEROMETRI

KELOMPOK A
Ananda Novita. Pattu (G4501211009)
Cahya Gioktavian (G4501202023)
Dina Azkiyah (G4501211006)
Marlin Putri Maldia (G44180026)
Riva Silvia (G4501211018)
Safira Gina (G4501211008)
Weni Anindya (G4501211016)

DEPARTEMEN KIMIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL............................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
AMPEROMETRI............................................................................................ 1
1. Definisi................................................................................................... 1
2. Prinsip Kerja ......................................................................................... 1
3. Instrumentasi ........................................................................................ 2
3.1 Elektroda Referensi dan Elektroda Bantu .......................................... 2
3.2 Material elektroda kerja .................................................................... 2
3.3 Kriteria untuk pemilihan material elektroda kerja .............................. 4
3.4 Flow – Cell Design........................................................................... 4
3.5 Dual-electrode amperometric cells ................................................... 8
4. Kurva Titrasi......................................................................................... 9
5. Kelebihan dan Kekurangan .................................................................. 9
5.1 Kelebihan metode amperometri ........................................................ 9
5.2 Kelemahan metode amperometri....................................................... 9
6. Aplikasi................................................................................................ 10
6.1 Biosensor ........................................................................................... 10
6.2 Titrasi Amperometri............................................................................ 10
7. Review Jurnal...................................................................................... 11
7.1 Sintesis Nanokomposit Ni-SiO2 /MLG ................................................. 11
7.2 Fabrikasi Sensor ................................................................................. 12
7.3 Penentuan GFN secara Amperometrik ................................................. 12
7.4 Selektivitas dan Stabilitas Elektrode .................................................... 13
7.5 Simpulan ............................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 15
iii

DAFTAR TABEL

7.3 Perbandingan parameter sensing Ni-SiO2/MLG dengan elektroda yang berbeda


dari studi literatur...................................................................................... 13
iv

DAFTAR GAMBAR

2.1 Metode amperometri ................................................................................. 1


3.4.1 Blok sistem pengukuran sensor amperometri.............................................. 4
3.4.2 Skematis dari jalur potensiostat.................................................................. 5
3.4.3 Skematik deteksi sel amperometri .............................................................. 5
3.4.4 Teknik Amperometrik dengan model elektrik tiga sel elektroda .................. 6
3.4.5 Thin-layer amperometric flow-cell............................................................. 7
3.4.6 Desain flow-cell pada konduktivitas simultan............................................. 8
4.1 (a) Ion logam dengan titran yang dapat mengendap. (b) Ion Mg2+ dengan 8-
hidroksi kuinolin. (c) Ion Pb2+ dengan ion (CrO4)2- .................................... 9
7.3 (A) Amperometric (i-t) curve of GFN oxidation at different concentration
levels of 0.1–775 μM. (B) Linear calibration plot of oxidation current
response versus concentration of GFN. Applied potential = 1.1 V versus Ag/
AgCl; Rotation speed = 2000 rpm. .......................................................... 12
7.4 (A) Amperometric (i-t) curve for selectivity oxidation of GFN (a) in the
presence of organic (b-h), inorganic (i-m) and biological active species (n-p).
Real sample analysis amperometry method (D) by the consecutive addition
of GFN tablet samples. Applied potential = 1.1 V vs. Ag/AgCl; Rotation
speed = 2000 rpm. .................................................................................. 14
1

AMPEROMETRI
1. Definisi
Amperometri adalah salah satu teknik elektroanalitik yang melibatkan
penerapan potensi pereduksi atau oksidasi konstan ke elektroda indikator (kerja) d
serta arus diukur sebagai fungsi waktu. Arus yang diperoleh sebanding dengan
konsentrasi analit. Amperometri cara kerjanya didasarkan pada pengukuran arus
sebagai fungsi dari potensial yang aplikasi (applied potential) pada saat terjadi
polarisasi pada indikator elektroda atau elektroda kerja (working electrode).
Metode ini dilakukan berdasarkan elektrolisis sempurna dari analit. Pada metode
ini analit dioksidasi dan direduksi secara sempurna pada permukaan elektroda kerja
atau bereaksi sempurna dengan pereaksi yang dihasilkan oleh elektroda kerja.

2. Prinsip Kerja
Analisis amperometri didasarkan pada arus difusi terhadap konsentrasi pada
potensial dan waktu yang tetap. Arus yang dihasilkan dari reaksi faraday
berbanding lurus dengan konsentrasi analit (Arumdati et al. 2014). Reaksi paling
sederhana dapat terjadi pada permukaan elektroda kerja yang terpolarisasi pada
potensial yang sesuai dapat terjadi sebagai berikut:

Pada potensial konstan, transfer elektron terjadi pada laju difusi terkendali,
sehingga proses menjadi dikendalikan oleh massa transfer. Arus yang dikendalikan
difusi "i" tergantung pada ketebalan lapisan difusi d, koefisien difusi analit difusi
D, nomor transfer elektron n, luas permukaan A elektroda, konsentrasi analit, dan
F Faraday bilangan (96,480C mol-1), seperti pada persamaan berikut:

di mana Cbulk dan Cx=0 mewakili konsentrasi analit dalam larutan dan konsentrasi
pada permukaan elektroda masing-masing (Amine dan Mohammadi 2018).
Proses yang terjadi pada elektroda dengan metode amperometri dapat dilihat
pada gambar 1:

Gambar 2.1 Metode amperometri


2

Ketika potensial diberikan pada elektroda kerja, analit yang terdapat dalam
larutan mengalami reaksi reduksi sehingga konsentrasi analit yang dekat dengan
elektroda kerja akan menurun. Sedangkan analit lain secara perlahan akan berdifusi
kedalam larutan mendekati elektroda kerja, sehingga konsentrasi tetap. Jika
potensial yang diberikan cukup tinggi, konsentrasi analit yang berada dekat dengan
elektroda kerja akan bergantung pada laju rata-rata difusi. Arus yang dihasilkan
disebut batas difusi. Pada saat analit tereduksi pada elektroda kerja, konsentrasi
analit pada seluruh larutan akan perlahan-lahan menurun, bergantung pada ukuran
elektroda kerja berbanding volume larutan.

3. Instrumentasi

3.1 Elektroda Referensi dan Elektroda Bantu


Desain awal elektroda untuk deteksi amperometri yang terdiri dari elektroda
kerja dan elektroda referensi. Susunan dua elektroda yaitu elektroda kerja dan
elektroda referensi saat diperlukan arus rendah. Namun, ketika arus lebih tinggi
dari 10 μA, maka akan terjadi kerugian pada potensial referensi dan bergantung
pada karakteristik larutan. Akibatnya terjadi modifikasi pada elektroda dimana
ditambahkannya elektroda bantu ke sel untuk menghindari arus melewati
elektroda referensi (Hernandez et al. 2002). Elektroda referensi harus
mengalirkan arus dan karenanya potensial pada elektoda tersebut tidak konstan.
Oleh karena itu, elektroda bantu disertakan untuk membawa arus sel sehingga
elektroda referensi dipertahankan dalam kondisi aliran arus nol.
Elektroda referensi yang paling banyak digunakan adalah elektroda
Ag/AgCl dan saturated calomel electrode (SCE). Elektroda paladium-hidrogen
dan elektroda kuasi-referensi platinum dan logam lainnya juga telah digunakan.
Elektroda bantu harus dibuat dari bahan inert dan idealnya harus ditempatkan
sedekat mungkin dengan elektroda kerja. Hal ini dapat meminimalkan potensi
penurunan karena resistensi larutan sampel. Bahan elektroda tambahan
contohnya adalah platinum dan karbon kaca. Dalam beberapa sel detektor, pipa
kapiler baja tahan karat yang digunakan untuk menghubungkan kolom
kromatografi ke sel dapat berfungsi sebagai elektroda bantu.

3.2 Material elektroda kerja


Beberapa bahan telah digunakan untuk konstruksi elektroda kerja pada
deteksi amperometri. Karakteristik yang signifikan dari bahan elektroda harus
dicantumkan. Beberapa material elektroda kerja diantaranya yaitu:
a) Merkuri
Pada reaksi reduksi, bahan elektroda yang dipilih adalah merkuri.
Alasan utama merkuri sebagai material elektroda kerja adalah overpotensial
yang tinggi untuk reduksi ion hidrogen, pembentukan amalgam dengan
banyak logam, dan kemudahan penggantian elektroda tetes merkuri.
Overpotensial hidrogen yang tinggi pada merkuri berarti bahwa elektroda
merkuri dapat digunakan dalam larutan asam tanpa gangguan oleh reduksi
ion hidrogen. Elektroda merkuri memiliki jangkauan potensial negatif
terluas dari semua bahan elektroda. Di sisi lain, merkuri cukup mudah
teroksidasi (sekitar 0,4 V versus SCE) dan ini mencegah akibat proses
3

oksidatif. Keterbatasan ini dapat diatasi ketika analit yang membentuk


kompleks atau endapan dengan ion merkuri terlibat.
Elektroda merkuri dapat dibentuk dari tetesan merkuri (baik mengalir
atau statis) atau dari lapisan tipis merkuri yang dilapisi ke substrat yang
sesuai. Merkuri melekat dengan baik pada perak dan platinum, tetapi karena
perlahan-lahan melarutkan bahan-bahan perak dan platinum, ketebalan
lapisan merkuri berkurang seiring waktu.
Potensial window pada merkuri bernilai -2 V sampai +0,4 V pada pH
4,5. Kemudian bernilai -1,8 V sampai +0,25 V pada larutan asam atau -2,3
V pada media basa. Penggunaan merkuri sebagai material elektroda kerja
memiliki keuntungan dan keterbatasan yaitu katoda window yang sangat
baik, anoda window yang terbatas akibat oksidasi merkuri, dan sangat
beracun (Amine & Mohammadi. 2018).
b) Karbon
Karbon dapat digunakan sebagai bahan elektroda dalam beberapa
bentuk, termasuk pasta karbon, karbon yang diresapi ke dalam pengikat
yang sesuai, karbon kaca, grafit pirolitik, serat karbon, dan lainnya.
Elektroda pasta karbon dibuat dari partikel karbon yang tersuspensi dalam
minyak atau lilin yang tidak dapat bercampur dengan fasa larutan. Karbon
pasta memiliki potensial window bernilai -1,6 V sampai +1,1 V pada pH
4,5. Pasta karbon memiliki kelebihan dan keteratasan yaitu memiliki
rentang potensial yang luas, arus latar belakang yang rendah, tidak mahal,
dan tidak stabil pada sel mengalir dan tidak dapat digunakan pada solven
organik.
Elektroda karbon relatif sederhana untuk dibuat dan diganti serta
memberikan sensitivitas deteksi yang tinggi karena arus sisa yang
dihasilkan sangat rendah. Kerugian dari elektroda pasta karbon termasuk
beberapa variabilitas dalam kinerja elektroda yang dihasilkan bahkan ketika
elektroda berturut-turut dibuat dari yang sama. Elektroda komposit, di mana
karbon diresapi ke dalam pengikat yang sesuai seperti polivinilklorida, karet
neoprene atau Kel-F, memberikan kinerja yang lebih konsisten tetapi lebih
sulit untuk dipreparasi.
Karbon kaca adalah bahan elektroda yang sangat populer karena dapat
diubah menjadi berbagai bentuk dan mudah dipoles. Karbon kaca adalah
bahan kedap gas yang dibentuk oleh pemanasan resin fenol-formaldehida
dalam atmosfer inert. Elektroda jenis ini memberikan arus sisa yang lebih
tinggi daripada elektroda pasta karbon, tetapi dapat digunakan pada rentang
potensial kerja 2 V yang mencakup potensial positif dan negatif. Selain itu,
karbon tahan terhadap pembentukan oksida pada permukaan elektroda,
sehingga elektroda mempertahankan integritas selama periode penggunaan
yang lama. Karbon kaca kadang-kadang juga digunakan untuk konstruksi
elektroda bantu serta elektroda kerja. Karbon kaca memiliki potensial
window bernilai -0,8 V sampai +1,2 V pada pH 4,5. Pasta karbon memiliki
kelebihan yaitu memiliki rentang potensial yang luas, latar belakang arus
yang rendah, serta tidak mahal (Amine & Mohammadi. 2018).
c) Perak, plantinum dan emas
Elektroda kerja juga dapat dibuat dari logam murni, yang biasanya
merupakan bahan inert sehingga potensial window yang tersedia tidak
4

terlalu dibatasi. Dapat dicatat secara sepintas bahwa beberapa logam reaktif,
seperti tembaga, nikel dan tembaga kadmium, juga telah menemukan
aplikasi terbatas sebagai elektroda kerja dalam amperometri. Platinum dan
emas memiliki potensial window lebar di atas +1.0 V di wilayah oksidatif.
Perak memiliki potensial window yang jauh lebih kecil, tetapi merupakan
bahan elektroda yang berharga karena reaksi yang dapat terjadi dengan zat
terlarut selama proses deteksi. Perak memiliki potensial window bernilai -
0,5 V sampai +1,2 V pada pH 4,5. Keuntungan dan keterbatasan
penggunaan platina sebagai material elektroda kerja yaitu tersedia dalam
bentuk kawat, pelat dan tube datar, rentang ukuran yang beragam, akan
tetapi overvoltage hidrogen yang rendah pada rentang potensial katodanya
terbatas serta mahal (Amine & Mohammadi. 2018).
Elektroda logam yang dibuat dari bahan inert, seperti emas dan
platinum, dapat menunjukkan perubahan kinerja yang nyata saat digunakan.
Perilaku ini muncul dari adsorpsi produk elektroda atau komponen dari
sampel itu sendiri. Contoh dari efek ini adalah respons elektroda platinum
yang digunakan untuk deteksi amperometrik (oksidatif) I-.

3.3 Kriteria untuk pemilihan material elektroda kerja


Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam memilih material elektroda kerja
yaitu :
a) Potensial window untuk elektroda kerja dalam eluen kromatografi yang
akan digunakan
b) Keterlibatan elektroda itu sendiri pada reaksi elektrokimia
c) Kinetika reaksi transfer elektron

3.4 Flow – Cell Design


Diagram blok instrumen pada sistem pengukuran untuk sensor amperometri
dapat dinyatakan pada gambar 2 (Hernandez et al. 2002).

Bias

Potensiostat

Sel Elektrokimia

Current-Voltage
Converter

Output

Gambar 3.4.1 Blok sistem pengukuran sensor amperometri


5

Potensiostat adalah rangkaian untuk mempertahankan tegangan yang tidak


berubah-ubah antara elektroda referensi dan elektroda kerja. Rangkaian
mengurangi kemungkinan kerugian tegangan karena larutan kimia dan juga
memungkinkan sirkulasi arus yang sangat rendah oleh elektroda referensi
(Hernandez et al. 2002).
Rangkaian dasar potensiostat pada gambar 3.4.2 menunjukkan rangkaian
umpan balik, yang mengkompensasi penurunan tegangan yang dihasilkan
antara elektroda kerja dan elektroda referensi. Rangkaian ditunjukkan pada
gambar 3.4.2. Sirkuit terintegrasi (IC) U1, operasional amplifier, keluaran
potensial yang sama dengan potensial untuk mempolarisasi elektroda kerja
ditambah yang hilang berasal dari larutan. IC U2, adalah sensor untuk umpan
balik tegangan kesalahan melalui resistor R2. Pada rangkaian yang ditunjukkan
pada gambar 3.4.2, Rc dan Rw adalah resistor hipotetis dari resistansi transfer
muatan dari zona disolusi antara elektroda bantu dan referensi dan antara
elektroda referensi dan elektroda kerja.

Gambar 3.4.2 Skematis dari jalur potensiostat


Konverter menghasilkan tegangan yang sebanding dengan arus elektroda
kerja dan rangkaian keluaran menyesuaikan nilai tegangan arusnya yang sesuai
dengan konsentrasi kimia.

Gambar 3.4.3 Skematik deteksi sel amperometri


6

Gambar 3.4.4 Teknik Amperometrik dengan model elektrik tiga sel elektroda
Resistensi utama ditentukan oleh kandungan ionik dari larutan elektrolit
dengan konsentrasi antara 0,01-0,10 M. Ketika elektroda ditempatkan dalam
larutan elektrolit, pemisahan muatan atau lapisan ganda terbentuk secara
spontan di antarmuka larutan-elektroda menghasilkan kapasitansi lapisan
ganda (CDL). Ukuran kapasitansi ini merupakan fungsi dari luas elektroda,
potensial elektroda-ke-larutan, bahan elektroda, dan konsentrasi ion dalam
larutan. Potensiostat hanya mengkompensasi kapasitansi, impedansi, dan
resistansi (CDLA, Rc, ZFA) dalam loop kontrolnya dan memungkinkan diabaikan
secara eksperimental. Oleh karena itu, resistor yang tidak terkompensasi, Ru,
yang berada di luar loop, menyebabkan kesalahan pada potensial elektroda
kerja, iRu, sebagai hasilnya. Namun, mengingat arus amplitudo yang sangat
kecil biasanya terlibat dalam sistem mikofluida dan resistivitas yang relatif
rendah dari larutan elektrolit berair yang biasanya digunakan, kesalahan ini
jarang menjadi perhatian praktis untuk pengukuran amperometrik. Produk
RuCDL mewakili konstanta waktu sel dan sangat menentukan kecepatan respons
sel terhadap setiap perubahan dalam potensi yang diterapkan. Untuk aplikasi
deteksi amperometrik tipikal di mana potensi yang diterapkan dijaga konstan
sepanjang seluruh percobaan (Roussel et al. 2008).
Sel elektrokimia untuk digunakan dengan aliran yang mengalir dapat
diklasifikasikan sebagai flow-by, dimana eluen mengalir sejajar dengan
permukaan elektroda kerja; flow-through, dimana eluen mengikuti jalur
berliku-liku antara permukaan elektroda kerja; dan flow-at, di mana eluen
menumbuk tegak lurus ke permukaan benda kerja elektroda.
Gambar 3.4.5 (a) adalah bentuk secara skematik dan (b) adalah bentuk
secara komersial. Bagian a - cell inlet, b – holder untuk elektroda kerja, c –
kontak untuk elektroda kerja, d- gasket, e – PTFE holder untuk elektroda
referensi, f – diafragma flow-thorugh, g – outlet.
7

Gambar 3.4.5. Thin-layer amperometric flow-cell


Jenis sel amperometrik yang paling umum adalah flow-by, yang
diilustrasikan secara skematis pada gambar 3.4.5 (a). Sebuah spacer tipis
(dalam bentuk paking) ada diantara dua blok kaku mendefinisikan ketebalan,
lebar dan panjang saluran aliran, dan volume sel. Pada versi awal sel ini,
elektroda kerja ditempatkan di salah satu blok yang terdiri dari sel, sedangkan
elektroda bantu dan elektroda referensi dipasang di bagian hilir di
kompartemen lain. Desain yang lebih baru memiliki elektroda bantu yang
diposisikan dekat dengan elektroda kerja, dan dalam beberapa kasus, bahkan
elektroda referensi diposisikan di kompartemen sel yang sama. Desain sel
komersial jenis ini ditunjukkan pada Gambar 3.4.5 (b). Perubahan ini
menghasilkan kinerja sel yang sangat meningkat karena hambatan listrik sel
lebih rendah dan kontrol potensial ditingkatkan. Selain itu, sel mudah
dibongkar dan elektroda kerja dapat dipoles dengan mudah
8

Pada flow-thorugh memiliki sel dengan efisiensi yang tinggi. Efisiensi


elektrokimia sel dapat ditingkatkan dengan menggunakan elektroda dengan
luas permukaan yang besar. Hal dapat dicapai dalam konfigurasi sel lapisan
tipis dengan menggunakan panjang, elektroda kerja planar, tetapi desain dapat
dibuat lebih kompak melalui penggunaan elektroda flow-through yang terbuat
dari lapisan partikel berpori yang dikemas atau dari sumbat berpori dari bahan
elektroda (seperti; karbon vitreous reticulated).

Gambar 3.4.6 Desain flow-cell pada konduktivitas simultan

Pada gambar 3.4.6, bagian nomor 1 adalah elektroda kerja platinum,


nomor 2 adalah tabung kapiler stainless steel, nomor 3 adalah insulasi, nomor
4 adalah badan sel dari stainless steel. Susunan elektroda gambar 3.4.6 terdiri
elektroda kerja platina yang dimasukkan secara konsentris ke dalam pipa
kapiler stainless steel, dengan insulasi yang sesuai antara platina dan baja.
Aliran eluen diarahkan ke elektroda kerja dalam konfigurasi wall-jet dan
volume sel hanya 15 nl.
3.5 Dual-electrode amperometric cells
Thin layer cells seperti pada gambar 3.4.5 dapat dimodifikasi dengan
memasukkan elektroda kerja kedua. Elektroda ini dapat disusun secara paralel
atau seri dengan elektroda kerja pertama. Susunan paralel ganda juga dapat
dihasilkan dalam sel yang ditunjukkan pada Gambar 3.4.5 (a) dengan
memasang elektroda kerja kedua pada posisi elektroda bantu. Dalam
konfigurasi elektroda seri ganda, elektroda pertama (diatur pada potensial
positif) dapat digunakan untuk mengoksidasi zat terlarut, sedangkan elektroda
kedua (ditetapkan pada potensial negatif) dapat digunakan untuk reduksi. Zat
terlarut yang mengalami reaksi reversibel atau kuasi-reversibel akan dioksidasi
pada elektroda pertama, dan kemudian direduksi pada elektroda kedua, jika
potensial dipilih dengan benar. Zat terlarut yang teroksidasi ireversibel tidak
akan terdeteksi pada elektroda kedua. Interferens dapat dieliminasi (Paul &
Peter, 1990).
9

4. Kurva Titrasi

Gambar 4.1 (a) Ion logam dengan titran yang dapat mengendap. (b) Ion Mg2+
dengan 8-hidroksi kuinolin. (c) Ion Pb2+ dengan ion (CrO4)2-
Kurva a merupakan titrasi ion logam Pb dengan titran Na 2SO4, dari kurva
tersebut menunjukan bahwa pengendapan logam Pb belum sempurna. Kurva b
merupakan interaksi yang terjadi antara reagen dengan mikroelektrode yang
menyebabkan arus tidak nampak. Seperti ion Mg2+ yang dititrasi dengan 8-hidroksi
kuinolin. Senyawa tersebut akan direduksi oleh mikroelektrode dan Mg2+ bersifat
inert. Kurva c akan menimbulkan arus difusi setelah diberikan potensial diatas. Arus
terkecil menunjukan akhir dari proses titrasi. Pada potensial tersebut hanya ion
kromat yang dapat direduksi.

5. Kelebihan dan Kekurangan


Amperometri banyak digunakan dalam praktik analitik karena dalam kondisi
tertentu konsentrasi zat yang terdeteksi mungkin lebih rendah dari 10-8 M dan
rentang dinamis adalah 3-4 orde.

5.1 Kelebihan metode amperometri


a) Sensitifitas saat titrasi amperometri tinggi.
b) Pengukuran arus dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi analit
secara langsung.
c) Tidak diperlukan indicator pada titrasi amperometri.

5.2 Kelemahan metode amperometri


a) Sulit untuk mengukur arus dari beberapa analit.
Amperometrik bisa dikombinasikan dengan biosensor menjadi biosensor
amperometrik untuk tujuan pengukuran yang sensitif, cepat, berulang dan
mudah. Biosensor amperometrik dapat dibagi menjadi tiga kelas utama:
10

(1) Sensor berdasarkan pengukuran konsentrasi substrat alami dan produk


reaksi enzim (mediatorless amperometric biosensors).
(2) Sensor menggunakan mediator sebagai pembawa elektron dari pusat
enzim aktif ke elektroda (mediator amperometric biosensor)
(3) Biosensor amperometrik menggunakan transfer elektron langsung antara
enzim dan elektroda.
Elektroaktivitas substrat dan produk reaksi enzim adalah prinsip utama
dari biosensor amperometrik jenis pertama. Kekurangan dari jenis biosensor
tersebut adalah potensi terapannya tinggi dan ada interferensi dengan partikel
elektroaktif nonspesifik. Biosensor jenis kedua didasarkan pada penggunaan
mediator sebagai pembawa elektron. Pendekatan ini memungkinkan untuk
mengatasi kekurangan biosensor jenis pertama. Namun, kekurangan lain
terjadi. Pertama, mediator harus dihubungkan dengan elektroda, metode yang
digunakan cukup rumit. Kedua, terkadang mediator dapat mengganggu reaksi
lainnya dalam sistem elektrokimia. Biosensor jenis ketiga menggunakan
transfer elektron langsung antara elektroda dan enzim dan tidak ada mediator.
Biosensor amperometrik jenis ketiga memiliki selektivitas dan sensitivitas
tinggi tanpa adanya partikel dan interaksi yang mengganggu. Biosensor
amperometrik sebagian besar digunakan dalam perangkat komersial dan
memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:
b) Sensitivitas tinggi karena kerapatan arus besar yang memungkinkan
miniaturisasi elektroda
c) Penurunan luar biasa dari respons gangguan nonspesifik karena aktivasi
listrik yang efektif dari enzim redoks yang memberikan selektivitas dan
sensitivitas sensor yang tinggi

6. Aplikasi
6.1 Biosensor
Penggunaan amperometri pada pembuatan biosensor pertamakali
dikembangkan oleh L.C.Clark pada tahun 1956. L.C.Clark pertamakali
mengembangkan sensor amperometri dengan melarutkan oksigen kedalam
darah. Biosensor amperometri bekerja dengan produksi arus ketika potensial
diterapkan antara dua elektroda, umumnya memiliki waktu respon,rentang
dinamis dan kepekaan mirip dengan biosensor potensiometri. Biosensor
amperometri sederhana dalam pemakaian umum melibatkan elektroda
oksigen Clark. Salah satu contoh aplikasi biosensor amperometri yaitu
Biosensor amperometrik untuk uji L-arginin dan kreatinin berdasarkan
deiminase rekombinan dan nanopartikel Cu/Zn (Hg)S yang peka terhadap
ammonium (Ye Stasyuk et al, 2021), selain itu biosensor amperometri bisa
digunakan untuk mendeteksi Glukosa dalam membrane selulosa (Asnawati et
al, 2013)
6.2 Titrasi Amperometri
Titrasi amperometrik dilakukan dengan potensial konstan diaplikasikan
pada elektroda kerja, dan arus diukur sebagai fungsi waktu. Dengan
mengalirkan setiap perubahan volume titran terhadap perubahan arus yang
teramati maka akan diperoleh kurva yang terdiri atas dua garis lurus yang
11

merupakan titik perpotongan atau yang disebut dengan titik ekivalen. Titrasi
amperometri digunakan untuk reaksi redoks; pengendapan; titrasi
kompleksometri dari ion anorganik atau organik yang dapat direduksi..
Menurut Burakle (2017), dalam seminar “On Amperometri”, titrasi
amperometri diaplikasikan dalam beberapa analisis yaitu menetukan titik
akhir reaksi, menentuan kadar air dengan menggunakan pereaksi karl fischer,
sebagai detektor amperometrik (HPLC, detektor amperometrik dapat
mendeteksi konsentrasi yang sangat rendah), dan menentukan kuantifikasi
ion atau campuran ion. Contoh penelitian dengan menggunakan metode titrasi
amperometri yaitu “Amperometric titration of palladium with diethylamino-
4-methyl-hexine-2-ola-4 solutionsin-nanoqueous environmets (Rakhmatov et
al, 2021), selain itu penelitian “Automatic amperometric titration method for
quantitative determination of zinc oxide in ointments” juga dilakukan oleh
Oprea et al (2020).

7. Review Jurnal
Judul jurnal yang di-review adalah “Synthesis and fabrication of Ni-SiO2
nanosphere-decorated multilayer graphene nanosheets composite electrode for
highly sensitive amperometric determination of guaifenesin drug ” (Huang et al,
2021).
Guaifenesin [GFN: 3-(2-methoxyphenoxy) propane-1, 2-diol] adalah kelas
obat yang disebut ekspektoran dan digunakan untuk mengurangi ketebalan selaput
lendir. GFN dapat berfungsi untuk membantu sesak nafas, batuk, dan penyakit
pernapasan lainnya. Overdosis GFN dapat menyebabkan mual dan muntah. Oleh
karena itu, sehingga sangat penting untuk mendeteksi dosis GFN dalam sampel
plasma dan urin manusia. Pada penelitian ini, dikembangan katalis komposit Ni-
SiO2 nanosphere-decorated multilayer graphene nanosheets (Ni-SiO2/MLG)
untuk mendeteksi GFN. Screen-printed carbon electrodes (SPCE) sekali pakai
dimodifikasi menggunakan katalis Ni-SiO2/MLG untuk mengevaluasi perilaku
oksidasi GFN dengan teknik voltametri dan amperometri siklik.

7.1 Sintesis Nanokomposit Ni-SiO2/MLG


Nanokomposit Ni-SiO2/MLG dibuat dengan teknik sonikasi pada suhu
kamar. Sekitar 30 mg bubuk MLG didispersikan dalam 50 mL larutan etanol
(kemurnian 99.5%), disonikasi selama 1 jam dan ditetapkan sebagai larutan A.
Sekitar 0.5 g nikel nitrat dilarutkan dalam 10 mL campuran air/etanol 1:1.
Larutan kemudian dicampur dengan 60 mL larutan 2-propanol yang
mengandung 10 mL tetraetil ortosilikat (TEOS) dan 2 mL amonia berair dan
ditetapkan sebagai larutan B. Larutan B ditambahkan perlahan ke larutan A dan
disonikasi selama 2 jam lagi dengan menggunakan daya 4 W dan amplitudo 10
mV dengan interval waktu Pulse ON = 20 menit dan Pulse OFF = 5 menit.
Larutan disaring dan dicuci dengan etanol dan air suling. Sampel dikeringkan
dalam oven pada suhu 80 C. Sampel yang telah kering disimpan dalam muffle
furnace pada suhu 350 C dan dikalsinasi selama 4 jam untuk mendapatkan
material komposit Ni-SiO2/MLG.
12

7.2 Fabrikasi Sensor


Sekitar 5 mg/mL komposit NiSiO2/MLG didispersikan dalam air suling
untuk mendapatkan tinta yang homogen dan dilapiskan di atas SPCE yang telah
dibersihkan. SPCE berlapis tinta katalis selanjutnya digunakan untuk semua
eksperimen elektrokimia sebagai elektroda kerja dalam rangkaian tiga
elektroda yang terdiri dari Pt sebagai counter electrode dan Ag/AgCl sebagai
elektroda referensi. Semua elektroda ini direndam dalam elektrolit berair
[larutan buffer fosfat 0.05 M (pH = 7)] untuk evaluasi oksidasi elektrokimia
GFN.

7.3 Penentuan GFN secara Amperometrik


Teknik amperometrik digunakan untuk penentuan GFN karena
sensitivitasnya yang tinggi, serta selektivitas dan resolusi yang sangat baik.
Gambar 7.3 A menggambarkan respon arus oksidasi GFN pada elektroda Ni-
SiO2/MLG untuk penambahan jumlah GFN yang berbeda dalam 0.05 M PBS
(pH = 7) pada potensial tetap 1.1 V dengan kecepatan rotasi 2000 rpm. Sinyal
yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi GFN dalam 100 nM-
777.5 µM. Plot linier antara respon arus dan konsentrasi GFN menunjukkan
rentang linier yang luas dari 0.1-317.5 µM, dan persamaan regresi dinyatakan
sebagai berikut: Ipa = 80.14[GFN] + 0.13; R2 = 0.992 (Gambar 7.3 B). Batas
deteksi yang dihasilkan sensor sebesar 5.7 nM, dan sensitivitasnya sebesar
408.88 µA mM−1 cm−2. Elektroda Ni-SiO2/MLG yang dikembangkan
menunjukkan sensitivitas yang lebih baik dalam mendeteksi GFN
dibandingkan dengan metode yang dilaporkan sebelumnya (Tabel 7.3).

Gambar 7.3 (A) Amperometric (i-t) curve of GFN oxidation at different


concentration levels of 0.1–775 μM. (B) Linear calibration plot of
oxidation current response versus concentration of GFN. Applied
potential = 1.1 V versus Ag/ AgCl; Rotation speed = 2000 rpm.
13

Tabel 7.3 Perbandingan parameter sensing Ni-SiO2/MLG dengan elektroda yang


berbeda dari studi literatur

7.4 Selektivitas dan Stabilitas Elektrode


Selektivitas elektroda Ni-SiO2/MLG terhadap oksidasi GFN diperiksa
dengan adanya senyawa lain yang berpotensi sebagai pengganggu, seperti ion
logam, spesies biologis, dan senyawa nitro. Teknik amperometrik dilakukan
untuk mengevaluasi selektivitas elektroda termodifikasi Ni-SiO2/MLG dalam
0.05 μ M PBS dengan 20 μ M GFN dan interferensi lainnya (Gambar 7.4 A).
Sekitar 20 kali lipat katekol, resorsinol, hidrokuinon, 4-aminofenol, nitrofenol,
flutamida, dan kloramfenikol berlebih yang ditambahkan mengganggu sinyal
GFN dengan deviasi di bawah 5%. Namun, konsentrasi 200 kali lipat dari
beberapa ion anorganik seperti Na +, K+, Cl−, NO3 dan SO42−, dan molekul
biologis seperti asam urat, asam askorbat, dan dopamin tidak mempengaruhi
sinyal elektrooksidasi GFN. Respons arus amperometrik yang stabil tanpa
memudar diamati setelah penambahan molekul target lainnya. Oleh karena itu,
elektroda komposit NiSiO2/MLG memiliki kemampuan sensing yang sangat
selektif terhadap oksidasi GFN.
Stabilitas elektroda Ni-SiO2/MLG terhadap oksidasi GFN diuji dengan
teknik amperometri. Sekitar 20 μ M GFN ditambahkan ke 0.05 μ M PBS untuk
menentukan elektrooksidasi respons arus GFN. Sinyal arus kondisi tunak
diperpanjang hingga 2500 detik untuk mengevaluasi stabilitas elektroda.
Elektroda Ni-SiO2/MLG mempertahankan sekitar 95.72% dari respons arus asli
(2B). Hasil ini mengkonfirmasi stabilitas operasional yang lebih baik dari
elektroda nanokomposit Ni-SiO2/MLG. Nanokomposit Ni-SiO2/MLG
selanjutnya difabrikasi pada SPCE untuk mengevaluasi stabilitas penyimpanan
dengan mengamati respons oksidasi GFN selama 30 hari. Efisiensi sebesar
94.37% terhadap deteksi GFN, menunjukkan stabilitas penyimpanan yang
sangat baik dari elektroda nanokomposit Ni-SiO2/MLG.
Untuk aplikasi pada sampel nyata, elektroda sensor termodifikasi Ni-
SiO2/MLG digunakan untuk menentukan GFN dalam sampel tablet farmasi.
Respon amperometrik dipantau untuk oksidasi GFN dengan menambahkan
konsentrasi yang diketahui dari sampel tablet GFN yang telah disiapkan ke
dalam larutan buffer (Gambar 7.4 B).
14

(B)

Gambar 7.4 (A) Amperometric (i-t) curve for selectivity oxidation of GFN (a) in
the presence of organic (b-h), inorganic (i-m) and biological active
species (n-p). Real sample analysis amperometry method (D) by the
consecutive addition of GFN tablet samples. Applied potential = 1.1
V vs. Ag/AgCl; Rotation speed = 2000 rpm.
7.5 Simpulan
Berdasarkan penentuan amperometrik, Ni-SiO2/MLG/SPCE memiliki batas
deteksi 5.7 nM dalam rentang linier deteksi 0.1–317.5 µM. Elektroda
nanokomposit Ni-SiO2/MLG yang dikembangkan menunjukkan selektivitas dan
reproduktivitas yang baik untuk menentukan GFN.
15

DAFTAR PUSTAKA

Amnie A, Mohammadi H. 2008. Amperometry. Maroco: Encyclopedia of


Analytical Science.
Amine A, Mohammadi H. 2018. Amperometry. Reference Module in Chemistry,
Molecular Sciences and Chemical Engineering. DOI:10.1016/b978-0-12-
409547-2.14204-0.
Arumdati RA, Mulyasuryani A, Fardiyah Q. 2014. Penentuan mannitol secara
amperometri denyut (PAD) dalam sistem alir (FIA). Jurnal Ilmu Kimia
Universitas Brawijaya. 1(2):189–195.
Asnawati, Indarti,D, Mulyono T, Kesuma GB. 2013. Amperometric Biosensor for
glucose detection based-on immobilization of glucose oxidase in acetic
cellulose membrane using ferrocene as mediator. Kimia FMIPA:
Universitas Jember
Bruklea PV.2017. Seminar On Amperometric. I.I.B Colage of Pharmacy.
Jaffrezic-Renault. 2008. Amperometric Enzyme Biosensors: Past, Present and
Future. Itbm-Rbm. 29 (2–3):171–180. DOI:10.1016/j.rbmret.2007.11.007.
Hernandez PR, Galan CA, Morales A, Alegret S. 2002. Measuring System for
Amperometric Chemical Sensor Using the Three-Electorde Technique for
Field Application. Journal of Applied Research and Technology. 1(2):107–
113.
Huang et al. 2021. Synthesis and fabrication of Ni-SiO2 nanosphere-decorated
multilayer graphene nanosheets composite electrode for highly sensitive
amperometric determination of guaifenesin drug. Microchemical Journal.
106325. DOI:10.1016/j.microc.2021.106325
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik . Jakarta: Universitas Indonesia.
Paul RH, Peter EJ. 1990. Ion Chromatogrpahy Principle and Application.
Australia: Elsevier.
Rakhmatov-Boboniyozovic X, Safarofa-Esthemirovna G, Smanova-Asanalievna Z.
2021. Amperometric titration of palladium with diethylamino-4-methyl-
hexine-2-ola-4 solutionsin-nanoqueous environmets: An International
Multidisciplinary Research Journal. An International Multidisciplinary
Research Journal. 11(9):883–886.
Roussel TJ, Jackson DJ, Baldwin RP, Keynton RS. 2008. Encyclopedia of
Microfluidics and Nanofluidics. English: Springer.
Stasyuk NY, Gayda GZ, Zakalskiy AE. 2021. Amperometric Biosensor forL-
arginine and creatinine assay based on recombinant deiminases and
ammonium-sensitive Cu/Zn(Hg)S nano particles. Talanta.
DOI:10.1016/j.talanta.2021.122996

Anda mungkin juga menyukai