Makalah Uts Tli Dpi - Nicholas Yosua Silitonga - 20.1.07.017
Makalah Uts Tli Dpi - Nicholas Yosua Silitonga - 20.1.07.017
Penangkapan Ikan
Puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya,
penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu, khususnya ilmu kelautan dan perikanan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) 3
2.1.1 Tingkah Laku dan Kebiasaan Hidup Tuna Mata Besar 3
2.1.2 Daerah Penangkapan Ikan Tuna Mata Besar 3
2.1.3 Alat Tangkap Ikan Tuna Mata Besar 4
2.2 Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) 5
2.2.1 Tingkah Laku dan Kebiasaan Hidup Tuna Sirip Kuning 5
2.2.2 Daerah Penangkapan Ikan Tuna Sirip Kuning 5
2.2.3 Alat Tangkap Ikan Tuna Sirip Kuning 6
2.3 Ikan Tongkol (Euthynnus affins) 6
2.3.1 Tingkah Laku dan Kebiasaan Hidup Ikan Tongkol 6
2.3.2 Daerah Penangkapan Ikan Tongkol 6
2.3.3 Alat Tangkap Ikan Tongkol 7
BAB III PENUTUP 8
3.1 Kesimpulan 8
3.2 Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin di capai adalah :
1. Untuk mengetahui tingkah laku ikan dan kebiasaan hidup ikan di
perairan.
2. Untuk mengetahui cara – cara penangkapan ikan beserta alat
tangkap yang di gunakan.
3. Untuk mengetahui daerah penangkapan ikan dari masing – masing
tingkah laku ikannya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Jepang hingga akhir tahun 60-an, tapi kemudian operasi kapal dari Republik
Korea menjadi lebih berperan, dan telah menyumbang lebih dari 60% dari hasil
tangkapan di akhir 70-an. (Rabby. 2014)
Teknik memancing yang paling penting adalah dengan alat tangkap
longline (rawai tuna) yang terdiri dari sekitar 400 rangkaian (terdiri dari 5 branch
line, dan masing-masing dengan kail berumpan) dan memperluas hingga
mencapai 130 km. Spesies yang biasa digunakan sebagai umpan meliputi
(dalam bentuk beku) Yellowtail Pasifik (Cololabis saira), Chub mackerel
(Scomber japonicus), jack mackerel (Trachurus) dan cumi-cumi. Operasi pada
waktu siang dan malam umumnya dilakukan sepanjang tahun, tetapi ada variasi
kelimpahan musiman yang jelas nampak dalam perubahan effort. Pada tahun
70-an, longline untuk perairan dalam memasang 10 sampai 15 branch line per
rangkaian longline. Jenis baru dari alat tangkap ini secara teoritis mampu
memancing sampai pada kedalaman 300 m, dimana biasanya hanya mencapai
170 m dengan alat tangkap longline tradisional. (Rabby. 2014)
2.1.3 Alat Tangkap Ikan Tuna Mata Besar
Alat tangkap pancing tuna oleh masyarakat nelayan Sangihe dikenal
dengan nama lokal latage, sehingga operasional penangkapan ikan tuna ini
sering dinamakan melatage. Peningkatan efektifitas dan produktivitas hasil
tangkapan dilakukan dengan cara memodifikasi konstruksi. Modifikasi
operasional penangkapan ikan dilakukan dengan cara menyuntikan ekstrak
cumi-cumi (cisabu) pada umpan yaitu ikan layang (Decapterus sp.) sebagai
media atraktor (Tamarol. 2013) . Secara umum konstruksi pancing tuna terdiri
dari penggulung tali pancing, tali utama, tali cabang, pemberat, kili-kili, mata kail
dengan uraian sebagai berikut:
1. Tali utama, berfungsi untuk dapat mengikatkan pemberat dan tali cabang
berbahan Polyamide monofilament (PA mono) no. 170, 435 m.
2. Tali cabang, ada dua jenis tali yang dipakai, yang pertama berfungsi sebagai
tempat untuk mengikatkan mata kail, sedangkan yang kedua untuk membuat
cisabu pecah dari kantong plastik. Kedua tali cabang ini memiliki ukuran yang
tidak sama. Nomor 150 untuk tali yang digunakan mengikat mata kail sedangkan
yang satunya bernomor 40.
3. Pemberat yang digunakan ada dua macam, yaitu timah sebagai pemberat
pancing dan batu Sebagi pemberat sementara dan tempat untuk meletakkan
potongan ikan umpan.
4
4. Kili-kili terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama dan kedua letaknya pada
pemberat yang berfungsi untuk menyambungkan tali dengan pemberat.
Sedangkan bagian yang ketiga berfungsi untuk menyambungkan tali cabang ke
tali utama.
5. Mata kail, berfungsi sebagai tempat mengaitkan umpan yang digunakan. Mata
kail yang dipakai bernomor 12 (cicago) yang terbuat dari besi.
6. Penggulung tali pancing, berfungsi sebagai tempat menata tali pancing.
2.2 Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares)
2.2.1 Tingkah Laku dan Kebiasaan Ikan Tuna Sirip Kuning
Tuna sirip kuning (Thunnus albacares) ialah ikan epipelagis yang
menyukai perairan Samudera di atas lapisan termoklin serta memiliki perilaku
yang menyukai dan berasosiasi dengan benda mengapung di perairan. Tuna
jenis sirip kuning di Samudera Hindia telah ditetapkan dalam kondisi over fishing
yang disebabkan dengan meningkatnya upaya tangkap. Selanjutnya,
meningkatnya produksi hasil tangkapan, tekanan penangkapan ikan berukuran
kecil atau belum matang gonad serta rendahnya tingkat recruitment sebagai
dampak langsung akibat pemanfaatan sumberdaya yang berlebih (Nurdin, 2017
dalam Burhanis et al., 2018)
Ikan tuna melakukan migrasi dalam wilayah geografis yang luas, serta
senantiasa berpindah setiap waktu. Wilayah perairan Indonesia menjadi lokasi
migrasi ikan tuna yang berpusat di perbatasan perairan Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik (Saputra et al., 2011 dalam Burhanis et al., 2018).
2.2.2 Daerah penangkapan Tuna Sirip Kuning
Suhu perairan yang hangat sangat disukai oleh ikan tuna dan merupakan
predator yang selalu berada di lapisan permukaan pada siang hari untuk berburu
mangsanya. Tuna sirip kuning atau tuna madidihang merupakan jenis ikan
pelagis besar yang beruaya sedikit di atas lapisan termoklin pada siang hari dan
akan beruaya ke lapisan permukaan pada sore hari. Suhu perairan 18- 31oC
disukai oleh ikan tuna madidihang, dengan demikian suhu perairan yang ada di
Laut Seram masih berada dalam kisaran suhu yang di sukai oleh ikan tuna
madidihang (Paillin et al., 2020)
Suhu di suatu perairan merupakan faktor penting bagi kehidupan
organisme, baik dalam aktivitas metabolisme dan menentukan keberadaan serta
penyebaran ikan. Jika suatu perairan dengan penyebaran suhu permukaan laut
optimum antara 29oC-30oC, maka daerah penangkapan ikan tersebut
5
dikategorikan potensial. ukuran ikan tuna madidihang yang dikatakan layak
tangkap adalah ikan tuna yang memiliki bobot ≥ 20 kg karena ukuran tersebut
merupakan ukuran yang pernah memijah sekali. (Paillin et al., 2020)
2.2.3 Alat Tangkap Ikan Tuna Sirip Kuning
Perairan Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu lokasi utama
penangkapan ikan tuna untuk bagian Indonesia Timur. Kegiatan penangkapan
ikan pelagis khususnya ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) berpusat di
Lombok Timur yang berfungsi sebagai fishing base dan tempat pendaratan ikan
hasil tangkapan. Di PPP Labuhan Lombok dapat ditemukan nelayan penangkap
tuna dengan alat tangkap hand line (pancing ulur), troll line (tonda), dan pole and
line (huhate). Alat tangkap pancing ulur lebih khusus digunakan untuk
menangkap ikan tuna besar, salah satunya yaitu ikan tuna sirip kuning (Thunnus
albacares). (Setyaningrum. 2016)
Kapal yang digunakan untuk menangkap ikan tuna sirip kuning (Thunnus
albacares) dengan alat tangkap pancing ulur adalah kapal mandar yang memiliki
ukuran 9-10 GT. Lokasi daerah penangkapan nelayan pancing ulur dibagi
menjadi dua yaitu sebelah utara dan selatan. (Setyaningrum. 2016)
2.3 Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
2.3.1 Tingkah Laku dan Kebiasaan Hidup ikan Tongkol
Beberapa penelitian mengenai tingkah laku ikan terhadap cahaya
menyebutkan bahwa spesies ikan tongkol, teri, tembang, talang-talang, kuweh,
layur, peperek, alu-alu, kerong-kerong, bawal hitam, udang putih, dan cumi-cumi
termasuk dalam spesies yang memiliki sifat fototaksis posistif yang kuat terhadap
cahaya dengan iluminasi tinggi. (Bubun et al., 2015)
Tingkah laku ikan terhadap cahaya lampu di daerah penangkapan ikan
yaitu bergerak mengelilingi cahaya dan cenderung membentuk lingkaran.
kelompok ikan ada yang langsung menuju cahaya dan ada yang tidak, kelompok
ikan datang dari berbagai kedalaman sesuai kedalaman renang masing-masing
spesies. kelompok ikan yang langsung mendekati cahaya umumnya spesies ikan
yang berfototaksis positif terhadap cahaya dan yang tidak langsung mendekati
cahaya umumnya spesies yang mencari makan disekitar cahaya. (Bubun et al.,
2015)
2.3.2 Daerah Penangkapan Ikan Tongkol
terbentuknya daerah penangkapan ikan dengan pemasangan atraktor
cahaya lampu pada malam hari dapat menarik jenis ikan berkumpul di catchable
6
area. Berkumpulnya ikan di catchable area disebabkan pengaruh cahaya
sehingga terjadi proses pemangsaan. (Simbolon et al., 2010 dalam Bubun et al.,
2015)
Proses Terbentuknya Daerah Penangkapan Ikan dengan Menggunakan
Light Fishing. Komposisi spesies ikan yang fototaksis posistif terhadap cahaya
umumnya adalah jenis ikan pelagis seperti cakalang, madidihang, tongkol,
layang, lemuru, teri, kembung, tembang, selar, kuweh, talang-talang dan
lemadang. Interaksi fisik antara spesies dengan light fishing dapat menarik
beberapa spesies yang berasal dari dasar perairan datang mendekati cahaya.
(Bubun et al., 2015)
Interaksi fisik antara spesies dengan cahaya lampu pada unit
penangkapan light fishing memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap
interaksi biologi antara spesies dengan spesies lainnya (Simbolon et al., 2010
dalam Bubun et al., 2015)
2.3.3 Alat Tangkap Ikan Tongkol
Pemilihan alat tangkap mengacu pada tingkah laku jenis ikan dan habitat
dimana ikan berada. Perairan Selatan Jawa yang memiliki industri penangkapan
dari skala masyarakat sampai besar, merupakan perairan laut dalam Samudera
Hindia. Berbagai jenis ikan pelagis besar lainnya menjadi komoditi primadona
hasil tangkap, sehingga nelayan di perairan Selatan Jawa banyak menggunakan
alat tangkap gill net dan long line. (Kholilullah et al., 2018)
Gill net disebut juga jaring insang karena cara tangkapnya di bagian
insang pada mata jaring karena menabrak jaring. Bagian utamanya berupa
selembar jaring yang dilengkapi dengan tali ris atas dan bawah. Ukuran mata
jaring disesuaikan dengan ukuran ikan yang menjadi target tangkapan utama.
Tali ris atas ditambahkan tali berpelampung dan pada tali ris bawah dilengkapi
tali berpemberat (Puspito. 2009 dalam Kholilullah et al., 2018)
Long line dalam bahasa lokal disebut rawai, alat tangkap ini merupakan
alat tangkap yang sederhana yang terbuat dari pancing yang ditambatkan
(diikatkan) pada seutas tali yang panjang dan mata pancing. Long line
digolongkan menjadi dua yaitu long line dasar (set longlines) dan long line hanyut
(drifting longlines). (Kholilullah et al., 2018)
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil penulis setelah pembuatan makalah ini
yaitu :
1. Ikan tuna mata besar, ikan tuna sirip kuning, dan ikan tongkol
merupakan jenis ikan pelagis besar. Berdasarkan tingkah lakunya,
ikan jenis pelagis besar biasanya hidup di kedalaman 0 – 250 M dan
mampu berenang dengan kecepatan yang tinggi serta
kemampuannya dalam migrasi lintas Samudra.
2. Ikan pelagis besar biasanya menyukai suhu perairan yang hangat dan
biasanya akan melakukan ruaya pada siang hari. Suhu di perairan
merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberadaan ikan,
penyebaran ikan, dan daerah penangkapan ikan yg optimal.
3. Pemilihan alat tangkap dalam menangkap ikan pelagis besar
mengacu pada tingkah laku dan kebiasaan ikannya. Habitat dimana
ikan berada juga sangat mempengaruhi dalam penangkapan ikan,
Sebagian besar alat tangkap ikan pelagis besar yaitu long line, gill
net, dan Hand line.
3.2 Saran
1. Melihat bahwa intensitas tangkapan di Indonesia sangat besar, maka dari
itu perlu di pikirkan Kembali mengenai kebijakan dalam menanggulangi
atau mencegah kegiatan overfishing yang ada di lautan Indonesia.
2. Penanganan kasus kasus maritime saat ini masih di nilai kurang optimal
di lihat dari masih banyaknya kapal – kapal asing yang masuk ke laut
Indonesia untuk melakukan illegal fishing. Maka dari itu perlu dio
optimalkan lagi dalam menanggulangi IUU Fishing.
8
DAFTAR PUSTAKA
Bubun RL, Simbulon D, Nurani TW, Wisudo SH. 2015. Terbentuknya Daerah
Penangkapan Ikan Dengan Light Fishing. Jurnal Airaha. 4(1) : 27 – 36.
Burhanis, Bengen DG, Baskoro MS. 2018. Karakter Morfometrik dan Asosiasi
Tuna Sirip Kuning Thunnus albacares dan Tuna Bambulo Gymnosarda
unicolor (Ruppell) di Perairan Simuele, Provinsi Aceh. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis. 10(2) : 455 – 466.
Kholilulah I, Yusfiandayani R, Koropitan AF. 2018. Sebaran Daerah Tangkap
Ikan Tongkol (Euthynnus sp.) di Perairan Selatan Jawa. Jurnal Teknologi
Perikanan dan Kelautan. 9(2) : 123 – 136.
Paillin JB, Matrutty DPP, Siahainenia SR, Tawari RHS, Talahatu P, Haruna.
2020. Daerah Penangkapan Potensial Tuna Madidihang Thunnus albacares,
Bonnaterre, 1788 (Teleostei:Scombridae) di Laut Seram. Jurnal Kelautan
Tropis. 23(2) : 207 – 216.
Rabby W. 2014. Tingkah Laku Ikan Big Eye Tuna (Thunnus obesus). Finding
Rabbs Way.
Tamarol J, Wuaten JF. 2013. Daerah Penangkapan Ikan Tuna (Thunnus sp.) di
Sangihe, Sulawesi Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis 9(2) : 54 –
59.