Anda di halaman 1dari 14

A.

PENGERTIAN PESERTA DIDIK

Dalam perspektif pedagogis, peserta didik diartikan sebagai sejenis makhluk


‘homo educantum’, makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam pengertian
ini, peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat
laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk mengatualisasikannya
agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap.

Menurut Danim (2010:1) Sebutan peserta didik dilegitimasi dalam produk


hukum kependidikan Indonesia, sebutan peserta didik itu menggantikan sebutan
siswa, murid atau pelajar. Pada sisi lain di dalam literature akademik sebutan
peserta didik (educational participant) umumnya berlaku untuk pendidikan orang
dewasa (adult education), sedangkan untuk pendidikan konvensional disebut
siswa. Sebutan peserta didik sudah dilegitimasi di dalam perundang-undangan
pendidikan kita maka sebutan itulah yang dipakai.

Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional


(Sisdiknas), peserta didik didefinisikan sebagai setiap manusia yang berusaha
mengembagkan potensi diri melalui ses pembelajaran pada jalur pendidikan baik
pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan
jenis pendidikan tertentu. Peserta didik juda dapat didefinisikan sebagai orang
yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar yang masih perlu
dikembangkan. Seperti potensi kognitif, efektif dan psikomotor.

Definisi peserta didik diatas esensinya adalah setiap peserta didik yang
berusaha mengembangkan potensi pada jalur pendidikan baik formal maupun
pendidikan nonforml menurut jenjang dan jenisnya. Terdapat banyak sebutan
untuk peserta didik sesuai dengan konteksnya.

Peserta didik merupakan komponen masukan dalam sistem pendidikan,


yang selanjutnya diolah dalam proses pendidikan sehingga mampu menciptakan
manusia yang berkualitas yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

1
B. TEKNIK DAN STRATEGI MEMAHAMI PESERTA DIDIK

Sebagai seorang guru, kita harus mampu untuk memahami peserta didik
supaya kita bisa menentukan sikap dan metode apa yang harus digunakan dalam
kegiatan pembelajaran di kelas nantinya. Sekititnya terdapat dua teknik untuk
memahami peserta didik, diantaranya :

1. Teknik Tes

Teknik tes merupakan tekni yang diunkan untuk melihat kemampuan,


perilaku individu yang biasa digunakan oleh ahli dengan sistem yang
terstandar serta terukur. Ada beberapa tes yang harus kita ketahui seperti tes
intelegensi, tes bakat dan tes hasil belajar.

a. Tes Intelegensi (kecerdasan)

Untuk mengukur atau melihat kecerdasan individu, sebagaimana


diketahui dengan menggunakan alat yang disebut test binet
simon. Rumusnya adalah : IQ = M.A : C.A x 100. Dimana
M.A : mental age,  umur kecerdasan dengan C.A : umur yang
sebenarnya. Adapun hasil dari rumusan ini adalah akan ditemukannya
anak yang genius, sangat cerdas, normal, lambat dan terbelakang.

b. Tes Bakat

Bakat sangat berhubungan dengan kemampuan atau kecakapan


khusus dalam bidang tertentu, atau juga dipahami sebagai kemampuan
yang menonjol dari individu atau siswa. Misalnya seni, olahraga dan
lainnya. Beberapa tes yang bisa dilakukan adalah :

 Tes rekonik : tes ini mengukur fungsi motorik, presepsi dan


berpikir mekanis.
 Tes bakat musik : tes ini mengukur kemampuan individu dalam
aspek-aspek suara, nada, ritme, warna bunyi dan memori.

2
 Tes bakat artistik : tes ini mengukur kemampuan menggambar,
melukis dan merupa.
 Tes bakat klerikal : tes ini mengukur kemampuan kecepatan dan
ketelitian.
 Tes bakat yang multifaktor : tes ini mengukur berbagai kemampuan
khusus, yang bakat artistik : tes ini mengukur kemampuan
menggambar, melukis dan merupa.
 Tes bakat klerikal : tes ini mengukur kemampuan kecepatan dan
ketelitian.
 Tes bakat yang multifaktor : tes ini mengukur berbagai kemampuan
khusus, yang telah lama digunakan adalah DAT (Differential
Attitude Test) tes ini mengukur 7 kemampuan khusus, diantaranya :
1. Berpikir verbal.
2. Kemampuan bilangan.
3. Kemampuan abstrak.
4. Hubungan ruang, visualisasi dan persepsi.
5. Berpikir mekanik.
6. Penggunaan bahasa-pengucapan.
7. Penggunaan bahasa menyusun kalimat.
8. Tes Prestasi Belajar
Tes prestasi belajar adalah suatu perangkat kegiatan atau
alat yang dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Teknik ini
bertujuan untuk  menilai kemampuan belajar murid,
memberikan bimbingan belajar pada murid, mengecek
kemajuan belajar, memahami kesulitan belajar, memperbaiki
teknik belajar, menilai efektivitas (keberhasilan mengajar).

3
2. Teknik Non Tes

Dalam memahami peserta didik tidak hanya melalui tes, seperti yang
dijelaskan sebelumnya, akan tetapi juga bisa menggunakan teknik non tes.
Diantaranya :

a. Teknik wawancara

Wawancara dipahami sebagai komunikasi antara dua orang


individu yang berlangsung dalam bentuk tanya jawab. Guru bisa
mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa untuk menggali
informasi yang dibutuhkan. Namun wawancara juga mempunyai
kelebihan serta kekurangannya. Kelebihannya dengan wawancara bisa
menggali lebih detail informasi dari siswa, bisa melihat secara langsung
apa yang menjadi problem siswa, rahasia pribadi akan terjamin, dan
proses wawancara ini bisa dilakukan pada semua umur. Namun
kelemahannya yaitu membutuhkan waktu yang lebih banyak.

b. Observasi

Observasi berupa usaha guru dalam memahami peserta didik


melalui pengamatan yang disusun secara sistematis dan terencana
dalam bentuk instrumen observasi. Sehingga, hasilnya bisa digunakan
dalam menginterprestasi peserta didik.

c. Catatan Anekdot

Catatan anekdot merupakan satu upaya yang bisa dilakukan guru


dalam memahami peserta didik. Anekdot ini dipahami sebagai catatan
yang dikumpulkan oleh guru atau yang lain, terhadap siswa tentang
perilaku siswa pada suatu waktu tertentu. Catatan ini bisa menjadi
bahan awal dalam rangka untuk mendalami lebih lanjut tentang siswa
tersebut, sehingga bisa dilakukan usaha bimbingan dengan lebih baik.

4
Adapun beberapa strategi agar para guru dapat memahami peserta didik
sehingga tercapainya tujuan belajar, diantaranya:

1. Kenalilah peserta didik lebih dalam, mengenal bukan sekedar mengetahui,


mengenal merupakan proses yang harus dijalani dengan cara yang arif dan
bijaksana, ia membutuhkan waktu yang relatif lama. Untuk lebih mengenal
peserta didik, guru dapat melakukan pendekatan psikologis terhadap anak,
mewawancarai, bertanya menganai hal-hal pribadi anak dapat memberikan
solusi bagaimaca cara atau metode pengajaran yang harus dilaksanakan,
diskusi, ceramah, Tanya jawab, inkuiri dan metode lainnya.
2. Perlakukan peserta didik secara wajar dan adil. Disadari bahwa dalam satu
kelas terdapat puluhan bakat, sifat, karakter yang berbeda yang perlu
perlakuan dengan adil. Adil bukan berarti sama rata, gurul harus
memperlakukan setiap muridnya dengan bijak, membantu mereka yang
perlu dibantu dengan senang hati dan penuh kasih sayang tanpa membeda-
bedakan jenis kelamin, latar belakan, aspek sosial dan lain-lain. Perlakuan
yang wajar dari seorang pendidik akan membawa image positif bagi guru
dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan bagi peserta didik.
3. Masuki dunia mereka, dan jadilah sahabatnya yang paling baik. Untuk
mengetahui bakat dan karakter anak didik seyogyanya para guru menjadi
bagian dari mereka, bermain bersama seperti layaknya mereka bermain,
bernyanyi, dan mejadi sahabat yang baik, sehingga peserta didik tidak
merasa sungkan atau malu.

C. KONTROL TERHADAP PESERTA DIDIK


1. Pembiasaan

Pembiasaan merupakan alat pendidikan yang penting, terutama bagi


anak kecil. Anak kecil belum menyadari apa yang dikatakan baik dan buruk
dalam arti susila. la belum memiliki kewajiban yang harus dikerjakan
seperti orang dewasa, tapi mereka sudah memiliki hak seperti hak untuk
dipeli hara, hak perlindungan, hak mendapat pendidikan. Anak belum

5
memiliki ingatan yang kuat, ia cepat melupakan apa yang sudah dan baru
terjadi. Perhatian mereka mudah beralih kepada hal-hal yang baru yang
disukainya. Pembiasaan merupakan tindakan awal yang dapat dilakukan
dalam pendidikan. Sejak dilahirkan anak dibiasakan dengan perbuatan-
perbuatan baik, seperti mandi dan tidur pada waktunya, diberi makan secara
teratur dan sebagainya. Dalam perkembangan anak kebiasaan-kebiasaan
baik tersebut harus tetap dipelihara dan dilaksanakan, seperti tidur dan
bangun pada waktunya secara teratur, makan, mandi bermain, berbicara
sopan, belajar secara teratur, sehingga anak akan terbiasa dengan hal-hal
yang baik.

Anak dapat mentaati peraturan-peraturan dengan jalan membiasakan


perbuatan-perbuatan baik, di rumah dalam lingkungan keluarga, di ling
kungan sekolah, dan di lingkungan keluarga.

Pembiasaan yang baik penting bagi pembentukan watak anak, dan


akan berpengaruh bagi perkembangan anak selanjutnya. Menanamkan
kebiasaan pada diri anak memang tidak mudah, dan memerlukan waktu
lama dan menuntut kesabaran pendidik.

Beberapa kriteria yang harus diperhatikan pendidik dalam


menerapkan pembiasaan, seperti berikut (Purwanto, 2004):

a. Mulai pembiasaan sebelum terlambat, sebelum anak didik memiliki


kebiasaan lain yang berbeda/berlawanan dengan hal-hal yang akan
dibiasakan.
b. Pembiasaan hendaknya dilakukan secara terus-menerus, dilakukan
secara teratur berencana sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan
yang otomatis, untuk itu diperlukan pengawasan.
c. Pendidik hendaknya konsekuen, bersikap tegas dan teguh dalam
pendirian yang telah diambilnya. Jangan memberi kesempatan
kepada anak untuk mengingkari kebiasaan yang telah dilakukannya.
d. Pembiasaan yang pada awalnya mekanistis, harus menjadi

6
kebiasaan yang disertai dengan kesadaran dan kata hati anak itu
sendiri.

7
2. Pengawasan

Di muka telah dijelaskan bahwa pendidik (orang tua, guru, dan


lainnya) harus memperhatikan akibat pengaruh dari alat pendidikan yang
telah diberikan kepada anak didiknya, sejauh mana akibat dari alat
pendidikan itu memberikan dampak terhadap perkembangan kepribadian
anak didik. Jadi dalam hal ini diperlukan suatu pengawasan terhadap hasil
dari penggunaan alat pendidikan tersebut. Aturan-aturan yang berlaku di
rumah atau di sekolah, misalnya larangan dan kewajiban anak didik akan
berjalan dengan baik apabila disertai pengawasan secara terus menerus.
Dengan terus menerus berarti bahwa pendidik (orang tua di rumah atau guru
di sekolah) hendaklah konsekuen, dalam arti apa yang telah dilarang
hendaknya selalu dijaga jangan sampai dilanggar, dan apa yang telah
diperintahkan jangan sampai diingkari. Yang Tanpa pengawasan dari
pendidik terhadap dampak penggunaan alat pendidikan berarti pendidik
membiarkan anak didik berbuat semaunya. Anak didik terutama pada usia
kelompok bermain misalnya belum dapat membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk, belum memahami mana yang seharusnya dihindari dan
mana yang boleh dilakukan, anak belum mengerti mana yang
membahayakan dan mana yang tidak mem bahayakan bagi dirinya.
Pendidik jangan membiarkan anak tumbuh menurut alamnya tanpa
perhatian dan pengawasan pendidik. Dengan membiarkan anak,
kemungkinan anak akan bertindak semaunya, tidak patuh pada pendidik,
terhadap orang lain di sekitarnya, yang lebih berbahaya lagi anak tidak
mengetahui arah tujuan hidup.

Pengawasan harus sesuai dengan taraf usia anak, anak yang masi kecil
tentu membutuhkan pengawasan, makin besar anak pengawasa berkurang,
yang pada akhirnya kalau anak sudah dewasa maka ia aka mengawasi
dirinya sendiri.

8
3. Perintah

Perintah dapat merupakan suatu isyarat atau petunjuk yang diberikan


seseorang pendidik untuk melakukan sesuatu, atau untuk menaati suatu
peraturan tertentu yang berlaku dalam lingkungannya. Misalnya dalam
keluarga ada aturan-aturan tertentu yang diberlakukan oleh orang tua bagi
anak-anaknya. Dalam hal ini orang tua ayah dan ibu memerintahkan kepada
anaknya untuk mentaati aturan-aturan tersebut. Di sekolah guru dapat
memerintah untuk mentaati peraturan-peraturan sekolah pada umumnya dan
peraturan kelas khususnya. Misalnya perintah untuk melaksanakan piket
kelas dengan penuh kedisiplinan.

Suatu perintah akan ditaati anak, apabila pendidik (orang tua di


rumah, guru di sekolah) itu sendiri tindakannya tidak bertentangan dengan
apa yang diperintahkannya. Jadi pendidik harus terlebih dahulu menerapkan
aturan-aturan moral itu pada dirinya, pendidik harus sudah berperilaku
sesuai dengan aturan-aturan yang diperintahkan kepada anak didiknya.
Seorang guru yang suka terlambat datang masuk kelas mungkin tidak akan
dihiraukan oleh muridnya apabila guru tersebut memerintahkan murid
muridnya untuk tidak terlambat datang ke sekolah, bahkan sebaliknya para
muridnya akan mengikuti jejak gurunya datang terlambat masuk kelas,
dengan berbagai alasan.

Dalam memberikan perintah ini ada beberapa syarat yang perlu


diperhatikan (Ngalim Purwanto, 2004), yaitu:

a. Perintah hendaknya jelas dan singkat, jangan terlalu banyak komentar,


sehingga mudah dimengerti oleh anak.
b. Perintah hendaknya disesuaikan dengan tingkat usia anak, dan
kesanggupannya.
c. Kadang kita perlu mengubah perintah menjadi suatu perintah yang lebih
bersifat permintaan, sehingga tidak terlalu keras kedengarannya.

9
d. Jangan terlalu sering dan berlebihan dalam memberi perintah, karena
kemungkinan anak akan bosan dan akhirnya tidak patuh.
e. Pendidik hendaknya konsekuen terhadap apa yang telah diperin
tahkannya.
f. Suatu perintah yang sifatnya mengajak di mana si pendidik turut
berpartisipasi, pada umumnya akan lebih ditaati oleh anak.
4. Larangan

Di atas telah dibahas mengenai perintah, yang pada dasarnya anak


diharuskan untuk melaksanakan atau untuk mengerjakan sesuatu. Sebalik
nya larangan adalah suatu upaya untuk melarang anak tidak boleh melaku
kan sesuatu. Perintah berkaitan dengan sesuatu yang harus dilakukan oleh
anak, karena kalau tidak dilakukan akan berakibat tidak baik bagi anak, dan
tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Larangan berlawanan dengan
perintah berkaitan dengan sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh anak,
karena kalau dilakukan akan berakibat tidak baik bagi anak dan akan
menghambat tercapainya tujuan pendidikan.

Beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam melaksanakan larang


an adalah sebagai berikut:

a. Larangan harus diberikan dengan singkat, jelas, dimengerti isi, dan


maksud larangan tersebut.
b. Jangan terlalu sering menggunakan larangan.
c. Bagi anak yang masih kecil, larangan dapat dialihkan kepada sesuatu
yang lain, yang menarik perhatian dan minat anak.
5. Hukuman

Menghukum menurut Langeveld (1980), adalah suatu perbuatan yang


dengan sadar, sengaja menyebabkan penderitaan bagi seseorang biasanya
yang lebih lemah, dan dipercayakan kepada pendidik untuk dibimbing dan
dilindungi, dan hukuman tersebut diberikan dengan maksud anak benar
benar merasakan penderitaan tersebut. Hukuman diberikan karena anak

10
berbuat kesalahan, anak melanggar suatu aturan yang berlaku, sehingga
dengan diberikannya hukuman, anak tidak akan mengulangi kesalahan
tersebut, dan hukuman diberikan sebagai suatu pembinaan bagi anak untuk
menjadi pribadi susila.

Hukuman memang akan menimbulkan penderitaan bagi anak didik,


karena itu hukuman harus didasari oleh motif positif, yaitu untuk memper
baiki pribadi anak. Apabila tidak dilandasi oleh motif positif untuk memper
baiki pribadi anak, hukuman akan mengakibatkan kerugian pedagogis yang
besar. Pendidik memberikan hukuman dengan disadari bahwa anak dapat
dididik. Karena itu agar hukuman dapat dipertanggungjawabkan, maka
penderitaan itu bukan hanya "tidak dapat dielakkan” namun juga harus
mengandung sifat positif.

Dalam mendidik, hukuman merupakan sesuatu yang wajar, apabila


penderitaan yang menyertainya memberikan sumbangan positif bagi
perkembangan moral anak, keinsafan terhadap moralitas dan kerelaannya
untuk berbuat sesuai dengan moralitas tersebut, seperti dikemukakan di atas
menjadi pribadi susila.

Hukuman akan berhasil apabila dalam diri anak timbul penyesalan


terhadap kesalahan yang telah dilakukannya dan ia tidak akan mengulangi
perbuatan tersebut. Hukuman tidak boleh diberikan karena balas dendam
kepada anak, misalnya anak tidak memperhatikan pelajaran dalam kelas,
guru menghukumnya karena merasa dilecehkan oleh anak didiknya.

Menurut Ahmadi dan Uhbiyati (2001), tindakan yang pantas dan


wajar adalah kurangi menghukum, beri contoh yang baik serta anjuran
untuk berbuat baik dalam membentuk kemauan anak didik, sehingga tujuan
anak tercapai karena hukuman bukan satu-satunya alat pendidikan.
Hukuman yang menimbulkan penderitaan bagi anak dikatakan wajar apabila
sama sekali tidak ada jalan lain, artinya dengan menggunakan alat
pendidikan yang lain tujuan tidak akan tercapai.

11
Dalam melaksanakan hukuman ada beberapa teori yang mendasarinya
yaitu sebagai berikut:

a. Teori Pembalasan (Balas Dendam)

Hukuman diberikan sebagai balas dendam terhadap anak, misalnya


karena anak telah mengecewakan si pendidik, misalnya guru merasa
dilecehkan matabatnya.

b. Teori Ganti Rugi

Hukuman diberikan kepada anak, karena ada kerugian yang


ditimbulkan oleh perbuatannya, misalnya anak bermain-main di dalam
kelas sehingga vas bunga yang berada di meja guru jatuh dan pecah.
Guru memberikan hukuman kepada anak (anak-anak) yang bermain
sehingga vas bunga pecah, dengan mengharuskan mengganti vas
bunga tersebut dengan menyerahkan uang seharga vas bunga tersebut.

c. Teori Perbaikan

Hukuman diberikan agar anak dapat memperbaiki dan tidak


mengulangi kesalahannya. Alat pendidikan yang dapat dipergunakan
misalnya, dengan memberi teguran, menasihati, memberikan
pengertian, sehingga anak sadar akan kesalahannya dan tidak akan
mengulanginya.

d. Teori Menakut-nakuti

Teori ini diberikan agar anak didik merasa takut untuk mengulangi
perbuatannya, kesalahannya, sehingga ia tidak akan melakukan
perbuat an tersebut dan akan meninggalkannya. Cara menakut-nakuti
biasanya dengan ancaman, dan ancaman ini oleh anak mungkin dapat
dianggap sebagai hukuman karena bisa menimbulkan penderitaan.

12
e. Teori Menjerakan

Teori ini dilaksanakan dengan tujuan agar anak setelah menjalani


hukuman merasa jera terhadap hukuman yang ditimpakan kepadanya,
sehingga ia tidak akan melakukan kembali perbuatannya, atau mengu
langi kesalahan yang sama yang telah dilakukannya.

Demikian berbagai teori hukuman yang mungkin dapat dijadikan


pertimbangan bagi para pendidik dalam mendidik anak didiknya. Teori
balas dendam seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang pendidik,
karena lebih mementingkan harga diri pendidik dan menunjukkan ketidak
matangan emosi pendidik. Teori perbaikan mungkin yang lebih baik, karena
dilakukan melalui tahapan-tahapan seperti peringatan, teguran, nasihat, dan
sebagainya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Nora. 2018. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: Deepublish.

Sadulloh, Uyoh. 2021. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta cv.

Taufik, M. 2014. Psikologi pendidikan & BIMPESDIK. Serang : PGSD Press.


https://meldalialestari-wordpress-com.cdn.ampproject.org/v/s/
meldalialestari.wordpress.com (diakses pada 17 november 2021)

Wahyudin, Ayi. 2015. Strategi untuk Mengenal Karakter Peserta Didik.


Bandung: SekolahDasar.Net. https://www.sekolahdasar.net/2015/12/
strategi-untuk-mengenal-karakter-peserta-didik.html. (diakses pada 17
november 2021)

14

Anda mungkin juga menyukai