Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN NY. N DENGAN DIAGNOSA CVD DI RUANG

SAKURA RSUD CHASBULLA MADJI KOTA BEKASI

Disusun Oleh :

Fani Oktaviani

3720210054

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

JAKARTA
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Cerebrovasculer diseases (CVD) adalah awitan deficit neurologist yang

berhubungan dengan penurunan aliran darah serebral yang disebabkan oleh oklusi

atau stenosis pembuluh darah karena adanya embolisme, trombosis atau hemoragi

yang mengakibatkan ischemia otak (Tucker, S.M, 1997 : 488). CVD merupakan

deficit neurologist yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam

(Hudak & Gallo, 1996 : 254). CVD merupakan kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Smeltzer, S.C & Bare,

B.G, 2002 : 2131; Baughman, D.C & Hackley, J.C, 2000 : 94). CVD adalah

penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun global yang akut dengan gejala

dan tanda sesuai bagian otak yang terkena yang sebelumnya tanpa peringatan dan

dapat sembuh secara sempurna atau sembuh dengan cacat atau bahkan kematian

akibat gangguan aliran darah ke otak yang disebabkan karena perdarahan ataupun

non perdarahan (Iskandar, J, 2004 : 4).

Menurut Iskandar, J (2004 : 4) stroke dibagi dalam 2 golongan yaitu stroke

perdarahan dan stroke non perdarahan (infark/iskemik). Berdasarkan perjalanan

klinisnya stroke iskemik (non hemoragik) dikelompokkan menjadi:

1. Transient ischemic Attack (TIA) yaitu serangan stroke sementara yang

berlengsung kurang dari 24 jam

1
2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) : gejala neurologist akan

menghilang antara lebih dari 24 jam sampai dengan 21 hari

3. Progressing stroke atau stroke in evolution yaitu kelainan atau deficit

neurologik yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi

berat

4. Stroke komplit atau comoplicata stroke yaitu kelainan neurologist sudah

lengkap dan tidak berkembang lagi.

Stroke perdarahan dibagi lagi menjuadi perdarahan subarahnoid (PSA)

dan perdarahan intraserebral (PIS).

B. Anatomi dan Patofisiologi

Otak sangat tergantung kepada oksigen dan apabila tidak mempunyai

cadangan oksigen dapat terjadi anoksia, bila otak terkaji anoksia maka

metabolisme di otak segera mengalami perubahan kematian sel dan kerusakan

permanen dapat terjadi dalam 3 sampai 10 menit, tiap kondisi yang menyebabkan

gangguan perfusi akan menyebabkan hipoksia dan anoksia. Hipoksia

menyebabkan ischemia otak, jika ini berlangsung 10-15 menit dapat

menyebabkan deficit sementara bukan deficit permanen, ischemia dalam waktu

yang lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan berakibat terjadi infark

otak yang disertai edema otak. Tipe deficit fokal permanen akan tergantung

kepada daerah otak yang mana yang terkena, dalam hal ini tergantung daerah

mana pembuluh darah yang terkena sumbatan atau pecah. Pembuluh darah yang

2
paling sering terkena adalah kedua arteria cerebral internal, kedua arteria

carotis internal (Long, C.B, 1995 : 177-178).

Gambar 1. Suplai Arteri Ke Area-Area Di Otak (Hudak & Gallo, 1997 : 254-255

CVD disebabkan karena beberapa kelainan otak fungsional maupun

struktural yang diakibatkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral

atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak, keadaan patologis ini menyebabkan

perdarahan akibat sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh darah atau

kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh

darah dengan pengaruh ischemia atau infark otak yang bersifat sementara maupun

permanent (Doenges, M.E, 2000 : 290). Akibat pecahnya pembuluh darah otak

menyebabkan lesi dalam korteks motorik atau jaras kortikospinal, hal ini karena

suplai darah otak yang berkurang akibat trombosis, akibat adanya infark otak

yang disertai dengan edema otak menyebabkan supresi ke arah batang otak

sehingga batang otak yang berfungsi sebagai mengatur pernafasan, mengatur

3
sistem kardiovaskuler, mengatur fungsi gastrointestinal, mengatur banyak gerakan

tubuh, mengatur keseimbangan serta mengatur gerakan mata menjadi terganggu

(Guyton & Hall, 1997 : 876-878).

C. Etiologi

Cerebrovasculer diseases (CVD) biasanya disebabkan karena trombosis

(bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher), embolisme serebral

(bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh lain),

ischemia (penurunan aliran darah ke area otak), hemoragi serebral (pecahnya

pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang

sekitar otak) (Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002 : 2131-2132; Baughman, D.C &

Hackley, J.C, 2000 : 94 ; Long, C.B, 1995 : 176).

Menurut Smeltzer, S.C & Bare, B.G (2002: 2133) & Iskandar, J (2004 : 9)

yang menjadi faktor resiko dari CVD antara lain :

1. Faktor resiko yang dapat dikontrol antara lain : hipertensi, diabetes militus,

serangan lumpuh sementara, fibrilasi atrial, post stroke, abnormalitas

lipoprotein, Fibrinogen tinggi, perokok, peminum alkohol, infeksi virus atau

bakteri, obat kontrasepsi oral, obat-obata lain, obesitas / kegemukan, kurang

aktifitas fisik, hiperkolesterolemia dan stres fisik dan mental.

2. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol : umur (makin tua kejadian stroke

makin tinggi), ras (bangsa afrika, jepang, cina lebih sering terkena stroke),

jenis kelamin (laki-laki lebih beresiko dibanding wanita), riwayat keluarga

(orangtua, saudara yang pernah mengalami stroke pada usia muda, maka yang

bersangkutan beresiko tinggi terkena stroke)

4
D. Manifestasi Klinik

Menurut Stein, L.J (2001 : 702) manifestasi klinik yang ditemukan pada

pasien CVD antara lain :

1. Sistem karotid : kelemahan unilateral yang biasanya hemiparesis, keluhan

sensorik unilateral misalnya baal dan parestesia, afasia yaitu pemahaman

bahasa, keluarga atau keduanya, dan kehilangan visual monocular (amourosis

fugaks)

2. Sistem Vertebrobasiler : deficit motorik terutama kalau bilateral, keluhan

sensorik terutama kalau bilateral, keluhan visual bilateral secara serentak,

diplopia, vertigo, disartria, ataksia tanpa kelemahan dan disfagia.

3. Karotid atau vertebra : disartria hebat dan keluhan visual homonim.

4. Gejala terisolasi yang sering tidak disebabkan oleh penyakit serevaskuler :

vertigo, pusing, diplopia, hilangnya kesadaran, kebingungan, kelemahan kaki

bilateral dan serangan jatuh.

E. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Doenges, M.E (2000 : 292) pemeriksaan diagnostik yang

dilakukan pada pasien dengan CVD antara lain :

1. Angiografi : membantau menentukan penyebab stroke

2. Skan CT : memperlihatkan adanya edema, hematoma, iscemia dan infark

3. Fungsi lumbal : menunjukkan adanya peningkatan tekanan intracranial,

cairan serebrospinal mengandung darah menunjukkan terjadi perdarahan,

kadar protein meningkat terjadi pada trombosis dan proses imflamasi otak

4. MRI : menunjukkan daerah infark, hemoragi dan malformasi arteriovenous

5
5. EEG : mengidentifikasi gelombang otak akan adanya lesi otak yang spesifik

6. Sinar X : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang

berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada

trombosis serebral.

6
F. Pathways

trombosis Embolis serebral

Anoksia & infark sel otak Oklusi pembuluh darah otak

Penurunan aliran darah ke otak &


keluar otak

Otak kurang mendapat suplai oksigen dan


nutrisi Edema otak

Transient ischemic attack Resersible ischemic Neurologis Deficit Progressing stroke

Herniasi batang otak


MK. Perubahan perfusi
jaringan serebral
Kerusakan fungsi
neurologis
Penurunan kemampuan
mengikuti instruksi
Paralisis/hemiparalisis,
Mk. Perubahan gangguan kesimbangan &
proses pikir koordinasi
Kerusakan otak
Perubahan biofisik,
Mk. Perubahan persepsi psikososial &
sensori perceptual kognotif

Kesulitan menelan Kehilangan tonus otot vasial Mk. Kerusakan


mobilitas fisik

Mk. Kerusakan
Asupan nutrisi komunikasi verbal
Mk. Gangguan Harga diri

Mk. resiko Nutrisi


kurang dari kebutuhan Mk. Defisit perawatan diri

Batuk tidak efektif

Mk. Bersihan jalan nafas


Akumulasi sekret inefektif

7
Gambar 2. Patways Cerebral Vasculer Disease (dikembangkan dari Stein L.H, 2001 :
701; Guyton & Hall, 1997 : 876-878, Doenges, M.E, 2000 : 290)

G. Pengkajian Fokus

Menurut Doenges, M.E (2000 : 290-291); Tucker, S.M, (1997: 488);

Smeltzer, S.C & Bare, B.G, (2002: 2137) pengkajian pola fungsional pasien

dengan CVD antara lain :

1. Aktivitas /istirahat

Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan

sensasi atau paralisis, merasa mudah lelah, susah untuk istirahat, gangguan

tonus otot (flacid, spastis), paralitik dan terjadi kelemahan umum, gangguan

pengelihatan (kehilangan penglihatan parsial, penglihatan ganda),

kehilangan kesadaran.

2. Sirkulasi

Adanya riwayat penyakit jantung, hipertensi, polisitemia, riwayat hipotensi

postural, hipertensi arterial, denyut nadi dapat berfariasi, ada perubahan

EKG dan denyut jantung tidak teratur / disritmia, terdengar desiran pada

karotis, femoralis atau arteri iliaka

3. Integritas ego

Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa, emosi yang labil, mudah marah,

sedih dan gembira, kadang kesulitan untuk mengekspresikan diri

4. Eliminasi

Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin sampai anuria, distensia

abdomen, bising usus negatif ( ileus paralitik)

5. Makanan / cairan

8
Nafsu makan hilang, mual, muntah selama fase akut akibat peningkatan

tekanan intra cranial, kehilangan sensasi kecap pada lidah, pipi dan

tenggorok, kesulitan menelan / disfagia, adanya riwayat diabetes,

peningkatan lemak dalam darah, kesulitan menelan akibat gangguan refleks

palatum dan faringeal, obesitas (faktor risiko)

6. Neurosensori

Pusing sebelum serangan, sakit kepala yang bertambah berat dengan adanya

perdarahan intra serebral / subararchnoid, kelemahan / kesemuatan atau

kebas selama serangan CVD, lumpuh pada bagian terkena, pengelihatan

turun seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian, penglihatan ganda /

diplopia, hilang rasa sensorik kontralateral pada ekstremitas dan ipsilateral

pada wajah, gangguan rasa pengecapan dan penciuman

Status kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragi, biasanya

kesadaran akan tetap sadar apabila penyebabnya trombosis yang alami,

gangguan tingkah laku seperti (letargi, apatis, menyerang), gangguan fungsi

kognitif seperti penurunan memori dan pemecahan masalah, ektremitas

lemah / paralysis (kontralateral pada semua jenis stroke) kekuatan

genggaman tangan tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral,

wajah terjadi paralysis.

Afasia / kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik / kesulitan untuk

merangkai kata atau afasi reseptif (afasia sensorik) kesulitan memahami

kata-kata secara umum

9
Kehilangan kemampuan untuk mengenali / menghayati masuknya

rangsangan visual, pendengaran, taktil, misalnya gangguan citra tubuh,

kehilangan kemampuan untuk menggerakkan anggota tubuh saat pasien

ingin menggerakkannya (apraxia)

Ukuran pupil tidaks sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral akibat

herniasi / perdarahan, kekakuan nucale akibat perdarahan dan kejang karena

adanya perdarahan

7. Nyeri / kenyamanan

Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda tergantung dari arteri

karotis yang terkena, tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan

pada otot / fasial

8. Pernafasan

Riwayat merokok, ketidakmampuan menelan / batuk / hambatan jalan nafas,

sulit bernafas atau nafas tidak teratur, suara nafas terdengar ronkhi (aspirasi

sekret)

9. Keamanan

Masalah gangguan pengelihatan, perubahan persepsi terhadap orientasi

tempat tubuh (stroke kanan), kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri,

tidak mampu mengenali warna. Objek, kata, dan wajah, gangguan berespons

terhadap panas dan dingin, kesulitan menelan

10. Interaksi sosial

Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomuniakasi

10
11. Penyuluhan / pembelajaran

Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi

oral, kecanduan akohol

H. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran

darah sekunder terhadap gangguan oclusive embolisme atau trombosis,

hemoragi, dan vasospasme serebral (Doenges, M.E ,2000 : 293; Hudak &

Gallo, 1996 : 265)

a. Definisi

Perubahan perfusi jaringan serebral adalah keadaan dimana individu

mengalami atau beresiko mengalami suatu penurunan dalam nutrisi dan

pernafasan pada tingkat seluler perifer serebral yang disebabkan karena

sutu penurunan dalam suplai darah kapiler serebral (Carpenito, L.J,

1998: 397).

b. Karakteristik

Menurut Carpenito , L.J (1998 : 398) karakteristik dari diagnosa

keperawatan perubahan perfusi jaringan serebral meliputi klaudikasi

arteri, nyeri saat istirahat, penurunan atau tidak adanya denyut nadi

arteri, perubahan warna kulit (pucat, sianosis dan hiperemia reaktif,

perubahan suhu kulit (arteri lebih dingin dan vena lebih hangat),

penurunan tekanan darah, pengisian kapiler lebih dari 3 detik, edema

vena, perubahan dalam fungsi sensori dan motorik.

11
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paralisis

hipotonik atau paralisis / hemiparesis, kehilangan keseimbangan dan

koordinasi sekunder terhadap kerusakan funsi neurofisologis (Doenges,

M.E, 2000 : 295; Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002: 2137; Tucker,

S.M,1997: 489; Hudak & Gallo, 1996 : 264)

a. Definisi

Kerusakan mobilitas fisik adalah keadaan dimana seseorang individu

mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik, tetapi

bukan imobil (carpenito, L.J, 1998 : 240)

b. Karakteristik

Menurut Carpenito, L.J (1998 : 240) karakteristik dari diagnosa

keperawatan kerusakan mobilitas fisik adalah perlemahan kemampuan

untuk bergerak dengan maksud tertentu dalam lingkungan misalnya

mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi, keterbatasan rentang

gerak, pembatasan rentang gerak yang dipaksakan, enggan untuk

bergerak.

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan

neuromuskuler, kehilangan tonus/control otot facial/oral,

kelemahan/kelelehan umum sekunder terhadap kerusakan otak (Doenges,

M.E,2000 : 298; Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002: 2138; Tucker,

S.M,1997: 492).

12
a. Definisi

Kerusakan komunikasi verbal adalah keadaan dimana seorang individu

mengalami atau dapat mengalami, penurunan kemampuan atau

ketidakmampuan untu berbicara tetapi dapat mengerti orang lain

(Carpenito, L.J, 1998 : 69).

b. Karakteristik

Menurut Carpenito, L.J (1998 : 69) karakteristik dari diangnosa

keperawatan kerusakan komunikasi verbal adalah ketidakmampuan

untuk mengucapkan kata-kata tetapi dapat mengerti orang lain, deficit

artikulasi atau perencanaan motorik, nafas pendek,

4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori,

transmisi, integrasi sekunder terhadap trauma neurologist atau deficit

(Doenges, M.E,2000 : 300)

a. Definisi

Perubahan persepsi sensori adalah keadaan dimana individu / kelompok

mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah,

pola, atau interpretasi stimulus yang dating (Carpenito, L.J, 1998 : 365).

Menurut Mi Ja Kim (1997 : 56) perubahan persepsi sensori diartikan

sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami perubahan dalam

jumlah, pola dari dari penerimaan rangsangan disertai dengan

diminished, eksagregasi, distorsi, atau gangguan berespon terhadap

rangsangan tersebut.

13
b. Karakteristik

Menurut Carpenito,L.J (1998:366) karakteristik dari diagnosa

keperawatan perubahan persepsi sensori adalah tidak akuratnya

intepretasi stimulus yang datang, disorientasi mengenai waktu atau

tempat, disorientasi menganai orang, perubahan kemampuan

memecahkan masalah, perubahan perilaku atau pola komunikasi,

kegelisahan, melaporkan adanya halusinasi dengar atau halusinasi lihat,

ketakutan, ansietas, apatis, peka rangsang. Mi Ja Kim (1997:57)

mengungkapkan bahwa karateristik dari diagnosa keperawatan selain

tersebut diatas juga berfikir yang aneh, mood cepat berubah, kurang

konsentrasi, gerakan motorik yang tidak terkoordinasi

5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,

penurunan kekuatan dan ketahanan dan kehilangan kontrol / koordinasi otot

sekunder terhadap perubahan fungsi neurologist dan deficit kognitif

(Doenges, M.E,2000 : 301; Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002: 2137; Tucker,

S.M,1997: 490)

a. Definisi

Kurang perawatan diri adalah keadaan dimana individu mengalami suatu

kerusakan fungsi motorik atau fungsi kognitif yang menyebabkan

penurunan kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima

aktivitas perawatan diri (Carpenito,L.J, 1998 : 325).

14
b. Karakteristik

Menurut Carpenito,L.J (1998 :326) karakteristik dari diagnosa

keperawatan kurang perawatan diri ini adalah kurangnya kemampuan

untuk makan sendiri meliputi tidak dapat memotong makanan atau

membuka serta tidak dapat membawa makanan ke mulut, kurangnya

kemampuan untuk mandi sendiri termasuk membasuh seluruh tubuh,

menyisir rambut, menggosok gigi, malakukan perawatan terhadap kulit

dan kuku serta menggunakan rias wajah. Kurangnya kemampuan

mengenakan pakaian sendiri termasuk pakaian rutin atau pakaian

khusus, bukan pakaian malam, kurangnya kemampuan ke kamar mandi

serta kurangnya kemampuan menggunakan alat-alat misalnya mencuci

pakaian ,menyetrika, menggunakan telepon ,dll.

6. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan perubahan biofisik,

perceptual kognitif (Doenges, M.E,2000 : 303)

a. Definisi

Gangguan harga diri adalah keadaan dimana individu mengalami atau

berisiko mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan atau diri

(Carpenito,L.J : 348)

b. Karakteristik

Menurut Carpenito,L.J (1998 : 348) karakteristik dari diagnosa

keperawatan gangguan harga diri rendah adalah pengungkapan diri

negatif, ekpresi malu dan rasa bersalah, evaluasi diri sebagai tidak dapat

menangani kejadian, merasionalisasikan penolakan / menjauh dari

15
umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negatif terhadap diri,

ketidakmampuan menentukan tujuan, ragu-ragu, kurang / buruknya

pemecahan masalah, menunjukkan tanda depresi, kontak mata dan

gerakan yang kurang, menolak untuk menerima situasi baru,

mengingkari masalah-masalah nyata, rasa bersalah yang berlebihan,

merasionalisasikan kegagalan pribadi, hipersensitif terhadap kritik

ringan.

7. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan

menelan sekunder terhadap kerusakan neuromuskuler (Doenges, M.E,2000 :

304 ; Hudak & Gallo, 1996 : 266)

a. Definisi

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan adalah suatu keadaan dimana

individu yang tidak mengalami puasa atau yang beresiko mengalami

penurunan BB yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat

atau metabolisme nutrient yang tidak adekuat untuk kebutuhan

metabolik ( Carpenito,L.J, 1998 : 252)

b. Karakteristik

Menurut Carpenito,L.J (1998 : 252) karakteristik dari diagnosa

keperawatan resiko nutrisi kurang dari kebutuhan adalah Melaporkan

ketidakadekuatan masukan makanan kurang dari masukan harian yang

dianjurkan dengan atau tanpa penurunan Berat Badan (BB), BB 10 %

sampai 20 % atau lebih dibawah BB ideal untuk tinggi dan kerangka

16
tubuh. Lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah, dan lingkar otot

pertengahan lengan kurang dari 60 % standar pengukuran

Kelemahan otot dan nyeri tekan, peka rangsang mental dan kekacauan

mental, penurunan albumine serum

8. Perubahan proses pikir berhubungan dengan konfusi, ketidakmampuan

mengikuti intruksi sekunder terhadap kerusakan otak (Smeltzer, S.C &

Bare, B.G, 2002: 2138 ; Hudak & Gallo, 1996 : 264).

a. Definisi

Perubahan proses pikir adalah keadaan dimana individu mengalami

suatu gangguan dalam aktivitas-aktivitas mental seperti sadar, orientasi

realitas, pemecahan masalah, penilaian dan pemahaman yang

berhubungan dengan koping (Carpenito,L.J, 1998 : 388). Sedangkan

menurut Mi Ja Kim (1997 :23) perubahan proses piker merupakan

keadaan dimana individu mengalami gangguan dalam mengoperasian

dan aktifitas kognitif.

b. Karateristik

Menurut Carpenito,L.J (1998 : 389) karakteristik dari diagnosa

keperawatan perubahan proses pikir adalah tidak akuratnya intepretasi

tentang stimulus, internal dan atau eksternal, kurang kognitif termasuk

deficit memori, kecurigaan, delusi, halusinasi, fobia, obesitas,

pengalihan, kurangnya persetujuan validasi, kebingungan / disorientasi,

perilaku ritualistic, impulsivitas, perilaku sosial yang tidak tepat. Selain

tersebut diatas. Perubahan proses pikir juga dikarakteristikan sebagai

17
mudah hilangnya konsentrasi, ketidakmampuan mengambil keputusan,

gangguan kemampuan berhitung, tidak mampu mengikuti perintah,

gangguan kemampuan untuk membuat alasan, tingkah laku sosial yang

tidak tepat, gangguan pola tidur ( Mi Ja Kim, 1997 : 23).

9. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi sekret

sekunder terhadap ketidakmampuan batuk dan mengeluarkan lendir

sekunder terhadap herniasi batang otak (Tucker, S.M,1997: 489)

a. Definisi

Bersihan jalan nafas inefektif adalah ketidakefektifan atau suatu keadaan

dimana seseorang individu mengalami sutu ancaman yang nyata atau

potensial apada status pernafasan sehubungan dengan ketidakmampuan

untuk batuk secara efektif (Carpenito,L.J, 1998 : 318)

b. Karakteristik

Menurut Carpenito, L.J (1998 : 319) karakteristik dari diagnosa

keperawatan bersihan jalan nafas adalah Batuk tidsk efektif atau

ketidakmampuan untuk batuk,ktidakmampuan untuk mengeluarkan

sekresi jalan nafas, bunyi nafas abnormal, frekuensi, irama dan

kedalamam pernafasan abnormal .

18
I. Fokus Intervensi

1. Perubahan perfusi jaringan serebral (Doenges, M.E ,2000 :

293-295 ; Hudak & Gallo, 1996 : 265 )

a. Tujuan

Klien dapat mempertahankan perfusi yang normal dengan criteria :

pengisian kapiler 3-5 detik, daerah perifer hangat, kelumpuhan dapat

dikurangi, tekanan perfusi serebral sedikitnya 60 mmHg dan Tekanan

Intra Kranial (TIK) kurang dari 20 mmHg, tingkat kesadaran membaik,

tanda-tanda vital tetap stabil.

b. Intervensi

1). Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma, perubahan perfusi

atau peningkatan TIK

2). Pantau dan catat status neurologist sesering mungkin

3). Pantau tanda vital setiap 4 jam

4). Evaluasi pupil catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap

cahaya

5). Catat perubahan dalam penglihatan, berbicara

6). Letakkan kepala pada posisi agak lebih tinggi dalam posisi anatomis

7). Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang,

batasi pengunjung, berikan istirahat dan atur pemberian tindakan

keperawatan

8). Hindari mengejan yang terlalu kuat saat defekasi, pernafasan yang

memaksa atau batuk terus menerus

19
9). Kaji adanya rigiditas nucal, kedutan, kegelisahan yang meningkat

peka rangsang atau serangan kejang

10). Berikan oksugen sesuai indikasi

11). Berikan obat antikoagulasi, antifibrilasi, antihipertensi, obat

vasodilatasi, pelunak feaces

12). Pantau pemeriksaan laboratorium, protrombin serum

13). Pantau analisa gas darah

2. Kerusakan mobilitas fisik (Doenges, M.E,2000 : 296; Smeltzer, S.C & Bare,

B.G, 2002: 2139; Tucker, S.M,1997: 489 ; Hudak & Gallo, 1996 : 266)

a. Tujuan

Klien terbebas dari komplikasi imobilitas yang dapat dicegah dengan

kriteria : terbebas dari kontraktur, footdropm mennujukkan perilaku

melakukan aktivitas, terbebas dari atelektasis, nyeri akibat tekanan dan

trombosis vena dalam

b. Intervensi

1). Kaji kemampuan secara fungsional luasnya kerusakan dengan cara

yang teratur

2). Ubah posisi minimal tiap 2 jam

3). Lakukan latihan rentang gerak secara bertahap

4). Sokong ekstremitas dalam posisi fungsional

5). Gunakan penyangga lengan ketika pasien dala posisi duduk

6). Tinggikan kepala dan lengan

7). Posisikan lutut dan pinggul dalam posisi ekstensi

8). Bantu untuk mengembangkan kesimbangan waktu duduk

20
9). Alasi kursi duduk dengan busa atau balon air

10). Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan

menggunakan ekstremitas yang tidak sakit

11). Berikan tempat tidur dengan matras bulat

12). Konsultasi dengan ahli fisioterapi

13). Pastikan pemberian nutrisi yang adekuat

14). Pasang stoking antiembolik

3. Kerusakan komunikasi verbal (Doenges, M.E,2000 : 298;

Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002: 2138; Tucker, S.M,1997: 492).

a. Tujuan

Klien dapa mengatasi hambatan komunikasi dengan criteria

menggunakan metode komunikasi yang tepat, menggunakan sumber-

sumber komunikasi yang tepat, klien dapat mengekspresikan perasaan

dengan bahasa lisan, tertulis atau bahasa isyarat, pasien memahami apa

yang djelas kan oleh perawat

b. Intervensi

1). Kaji tingkat gangguan fungsi bicara

2). Kaji kemampuan pasien dalammembaca,

menulis, berbicara dan memahami

3). Berdiri di dalam garis pandang pasien ketika

berbicara dan bicarakan pasien mengamati bibir dan tangan

4). Berbicara dengan perlahan menggunakan

kalimat yang sederhana dan kosakata yang umum

21
5). Minta pasien untuk memberikan respon Ya atau

tidak untuk memberikan jawaban

6). Beri kesempatan pada pasien untuk memberi

respons

7). Beri alternative pasien dengan metode

komunikasi yang lain seperti menulis dipapan tulis, menggambar

atau gerakan tangan

8). Konsultasi pada ahli terapi wicara

9). Antisipasi dan sediakan semua kebutuhan

pasien didekatnya

4. Perubahan persepsi sensori ((Doenges, M.E,2000 : 300)

a. Tujuan

Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran dan meningkatkan

fungsi perseptual dengan kriteria : mengakui adanya perubahan

kemampuan, pasien dapat menerima rangsang

b. Intervensi

1). Kaji adanya gangguan pengelihatan

2). Dekati pasien dari arah daerah pengelihatan yang normal, berikan

lampu yang menyala, letakkan benda dalam jangkauan lapang

pandang pengelihatan

3). Tutp mata yang sakit kalau perlu

4). Ciptakan lingkungan yangsederhana, pindahkan perabot yang

membahayakan

22
5). Kaji kesadaran sensorik (membedakan panas dan dingin)

6). Beri stimulasi terhadap sentuhan dan rabaan

7). Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan

8). Amati respons perilaku pasien seperti mudah marah, bermusuhan

9). Hindari kebisingan

10). Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat

yang sederhana

11). Orientasikan kembali pasien pada lingkungan disekitarnya.

5. Kurang perawatan diri Doenges, M.E,2000 : 301; Smeltzer, S.C & Bare,

B.G, 2002: 2137; Tucker, S.M,1997: 490)

a. Tujuan

Klien mampu mendemontrasikan adanya tehnik perubahan gaya hidup

untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri dengan krtiteria : melakukan

aktivitas perawatan diri sesuai batas kemampuan klien, mampu

mengidentifikasi sumber bantuan yang dapatmemberikan bantuan

b. Intervensi

1). Kaji tingkat kemampuan dan ketidakmampuan dalam ADLS (skala

0-4)

2). Hindari melakukan sesuatu yang dapat dilakukan pasien sendiri

3). Pertahankan dukungan, sikap yang tegas serta berikan waktu pada

klien untuk menyelesaikan tugasnya

4). Berikan umpan balik yang positif atas keberhasilanmelakukan

perawatan diri

23
5). Lakukan perawatan kulit setiap 4-5 jsm gunakan losion yang

mengandung minyak

6). Inspeksi bagian atas tulang yang menonjol setiap hari

7). Lakukan oral hygiene tiap 4-8 jam, keramas satu kali seminggu

8). Identifikasi kebiasaan defekasi sebelum dan kembalikan pada

kebiasaan normal, anjurkan makanan yang berserat dan minum yang

banyak

6. Gangguan harga diri rendah (Doenges, M.E,2000 : 303-304)

a. Tujuan

Klien mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang kondisi,

situasi dan perubahan yang telah terjadi dengan criteria mengungkapkan

penerimaan diri sendiri terhadap penyakit yang diderita, mengenali dan

memahami perubahan yang terjadi dan mempunyai penerimaan dengan

harga diri a yang positif

b. Intervensi

1). Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat

ketidakmampuannya

2). Identifikasi arti kehilangan/ disfungsi/ perubahan pada pasien

3). Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya

4). Akui pernyataan pasien tentang pengingkaran terhadap penyakit, dan

orientasi kan realita pasien masih dapat menggunakan kemampuan

yang lain

5). Tekankan keberhasilan pasien melakukan sesuatu walaupun itu kecil

6). Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian berdandan yang baik

24
7). Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada pasien untuk

melakukan pekerjaan sendiri dan beri reinforcement atas

keberhasilan klien

7. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Doenges,

M.E,2000 : 305 ; Hudak & Gallo, 1996 : 266)

a. Tujuan

Klien mendapat nutrisi yang adekuat dengan criteria: mendemontrasikan

kemampuan menelan tanpa aspirasi, berat badan dalam batas normal,

lipat kulit trisep dalam batas normal

b. Intervensi

1). Kaji kemampuan menelan

2). Catat kebutuhan kalori tiap hari

3). Lakukan konsultasi diit

4). Berikan makan melalui selang, mutrisi

parenteral total, atau Bantu dengan melalui selang berdasarkan

kondisi pasien

5). Kaji albumin serum, protein total dan sel darah

putih

6). Pertahankan catatan berat badan tiap hari

7). Letakkan pasien pada posisi duduk tegak selama

dans etelah makan

8). Pertahankan masukan dan haluaran dengan

akurat dan catat jumlah kalori yang masuk

25
9). Berikan cairan intra vena sesuai indikasi

8. Perubahan proses pikir (Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002: 2138 ; Hudak &

Gallo, 1996 : 264)

a. Tujuan

Klien mampu mengatasi kekurangannya dengan criteria : melakulkan

interaksi dengan orang lain tanpa memperlihatkan tanda-tanda sering

frustasi yang berkepanjangan

b. Intervensi

1). Lakukan rehabilitasi terapi okupasi, terapi fisik, terapi kognitif,

terapi bicara

2). Beri dorongan pasien untuk memakai alat fasilitatif untuk

mempermudah bicara atau komunikasi

3). Bicara dengan lambat dan beri waktu pasien untu menjawab

pertanyaan

4). Bantu pasien menentukan jadual kegiatan pasien secara rutin

5). Orientasi kan pasien pada waktu tempat dan orang

6). Tata kegiatan perawatan pada bidang pengelihatan sebelah kiri

kalau memungkinkan

9. Bersihan jalan nafas inefektif (Tucker, S.M,1997: 489)

a. Tujuan

Klien mempunyai kepatenan jalan nafas yang adekuat dengan criteria:

nafas tidak sesak, tidak ada suara nafas tambahan, frekuensi nafas dalam

batas normal

26
b. Intervensi

1). Kaji dan pantau pernafasan, refleks batuk, dan sekresi

2). Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan nafas

dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal

3). Isap lender

4). Pasang jalan nafas oral atau nasofaring untuk mempertahankan

kepatenan jalan nafas

5). Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyijalan nafas setiap 2-4

jam

6). Berikan oksigen/humidifikasi sesuai pesanan

7). Pantau analisa gas darah

27
28

Anda mungkin juga menyukai