Anda di halaman 1dari 3

Kaum Brahmana

Pada zaman Brahmana ini di mana kaum Brahmana memiliki peran yang penting untuk para
pengikutnya. segala ajaran yang terkandung dalam Veda. masih belum dimengerti oleh para
pengikutnya tidak dilakukan dalam upacara keagamaan itu. pengertian dan penjelasan kepada
para pengikutnya. Mereka menafsirka veda lalu setelah itu mereka mengajarkannya kepada para
pengikutnya. Dalam penjelasannya pun tidak hanya berfokus tetapi juga kepada segala aspek
tentang kehidupan namun penekanan pada pengajaran para Brahmana ini yaitu tentang agama
sendiri.Selanjutnya dengan berbagai keterangan-keterangan yang telah disampaikan oleh para
Brahmana tersebut akhirnya dikumpulkan dan seterusnya semua keterangan itu dibukukannya
menjadi sebuah buku yang diberi nama sebagai : Buku Brahmana. Buku ini juga sering di
namakan sebagai Karma Kanda. 1

Pelaksanaan dan tata pelaksanaan keagamaan sudah jelas telah dikuasai langsung oleh para
Brahmana. Dalam upacara-upacara sudah tidak lagi hanya sekedar mengucapkan beberapa
mantra yang tidak tahu akan artinya saja, atau hanya sekedar mengucapkan mantra-mantra
seperti pada pelaksanaan zaman baru turunnya wahyu Veda itu. Untuk kepentıngan tata cara
ritual yang tepat kemudian para pendeta menyusun berbagai teks-teks sutra vang berisi
penjelasan tentang prosedur, persyatatan, makna-makna dan sebagainya dari setiap ritual yang
harus dilaksanakan sesuai dengan masıng-masing ritual. Tetapi pelaksanaan upacara keagamaan
disertai juga dengan sesaji-sesaji atau banten-banten yajna. Jadi pelaksanaan keagamaan pada
masa ini bahwa upacara keagamaan sambil mengucapkan mantra juga disertai dengan sesajian.
Teks-teks Brahrmana tidak dapar melepaskan dri dati teks teks Weda sebelumnya, mamun dalam
hubungan tersebut para pendeta vang umumnva kaum Brahmana memberikan interpretasi-
tersendiri terhadap dokrin-dokrin yang Terdapat di dalam Weda. 2

Pada zaman ini, para Brahmana sangat memegang kekuasaan dan memegang peranan yang
sangat penting. Oleh karena itu masyarakat menganggap bahwa Brahmana itu patut mendapatkan
suatu kehormatan yang layak. Para Brahmana itu tempat bertanya sesuatu yang sangat dianggap
penting dalam hubungannya dengan Tuhan dan para Brahmana itu adalah orang yang dapat
menghubungkan sesuatu yang gaib kepada Sang Maha Penciptanya. Perkembangan selanjutnya,
mengingat bahwa segala sesuatu itu haruslah dilaksanakan dengan tertib dan teratur, maka
1
Putu Nugata, Sunari Gama, https://phdi.or.id/artikel/sunari-gama, hlm. 12 diakses pada 13 Maret 2021
2
Abdul Syukur. 2012. "Upanishad, Brahmana, dan Kebudayaan Drivada" Jurnal Religios Vol.1, No. 1.. Hal 73
diperlukan sekali suatu tata tertib yang harus dipatuhi oleh kesemuanya. Maka lahirlah apa yang
disebut dengan istilah : kasta. kasta ini berwujud suatu peraturan yang harus dipatuhi bersama.
kasta diciptakan oleh para Brahmana. Agar keadaan masyarakat dapat hidup dengan rukun aman
dan sentausa maka perlu diadakan pembagian tugas kerja dilingkungan masyarakat itu sendiri.
Pembagian tugas kerja itu termasuk didalam acara kasta tersebut. Akhirnya masyarakat
digolong-golongkan menurut tugas dan kewajibannya, bukan didasarkan atas keturunan dan
kelahirannya, tetapi semata-mata hanya menurut tugas kewajiban yang harus dilaksanakan di
dalam masyarakat itu sendiri.

Korban

Pelaksanaan dan tatalaksana keagamaan sudah jelas telah dikuasai langsung oleh para Brahmana.
Dalam upacara-upacara sudah tidak lagi hanya sekedar mengucapkan beberapa mantra yang tidak tahu
akan artinya saja, atau hanya sekedar mengucapkan mantra-mantra seperti pada pelaksanaan zaman
baru turunnya wahyu Veda itu. Tetapi pelaksanaan upacara keagamaan disertai juga dengan sesaji-sesaji
atau banten-banten Yadnya. Jadi pelaksanaan keagamaan pada masa ini bahwa upacara keagamaan
sambil mengucapkan mantra juga disertai dengan sesajian. Berbeda dengan zaman turunnya Wahyu
Veda dulu, bahva upacara keagamaan hanyalah dengan mengucapkan mantra saja tanpa disertai
sesajian. 3

Dalam kehidupan beragama, manusia sangat memerlukan apa yang bisa dilukiskan, dan orang bijak
berpendapat bahwa “ia harus dapat melukiskan apa yang tak terlukiskan termasuk yang paling abstrak
sekalipun. Dengan niyasa yang diwujudkan dalam bentuk upakara menjadi lebih menyentuh dan lebih
mudah dihayati. Melalui lukisan niyasa dalam upakara, umat Hindu ingin menghadirkan Tuhan yang
akan disembah serta mempersembahkan isi dunia yang paling baik. 4

Dari segi diri, Yadnya pada dasarnya merupakan pengorbanan suci, maksudnya adalah untuk
mengurangi rasa keangkuhan (ego). Setiap pengorbanan adalah memberi jalan pada keikhlasan untuk
berbuat pada tujuan yang lebih mulia. Oleh karena itu setiap pelaksanaan upacara korban yang
pertama-tama dilaksanakan adalah proses penyucian diri dalam arti yang luas, menyangkut aspek
jasmani dan rohani

untuk menuju peningkatan spiritual. Dalam pelaksanaan korban dikembangkan sikap yang paling
sederhana dalam kehidupan yaitu cinta kasih dan pengorbanan. Tuhan dalam bakti dipandang sebagai
Yang Maha Pengasih, Maha penyayang, Maha Pemurah dan sebagainya. Orang yang memuja
menginginkan kebahagiaan rohani, ia mohon pertolongan Tuhan, mohon ampun, mohon kemurahan,
cinta kasih dan sebagainya.

Tidak saja bagi para pendeta tetapi bagi seluruh masyarakat yang melaksanakannya, karena pelaksanaa
upacara itu sejak awal merencanakan, mempersiapkan dan lebih-lebih pada waktu melaksanakan telah
diiringi sikap batin yang suci dengan konsentrasi yang tertuju kepada Tuhan yang dipuja, serta prilaku
3
Putu Nugata, Sunari Gama, https://phdi.or.id/artikel/sunari-gama, hlm. 13 diakses pada 13 Maret 2021
4
Khotimah. “Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya.” Riau: Daulat Riau. 2013. Hal 66
yang menampilkan etika yang baik. Pengendalian diri seperti larangan berkata kotor, larangan berprilaku
yang menyimpang dari dharma dilaksanakan secara ketat pada saat-saat mempersiapkan suatu Yadnya.
Dari segi jasmani, kebersihan diri sebelum melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan Yadnya
harus sangat diperhatikan. Tidak jarang dalam tingkatan Yadnya yang cukup besar juga diikuti dengan
melaksanakan Brata seperti puasa dalam jangka waktu tertentu, pantang berkata-kata (mono brata) dan
lain-lainnya. Kesemuanya itu tidak lain untuk meningkatkan konsentrasi dalam menghubungkan diri
dengan Hyang Widhi Wasa.

Dalam Yadnya yang tergolong Dewa Yadnya adalah Bhuta Yadnya, Manusia Yadnya, Pitra Yadnya dan Rsi
Yadnya. Hampir keseluruhan pada bagian-bagian tersebut mengandung makna dan tujuan untuk
membersihkan, menyucikan, disamping juga sebagai persembahan. Seperti upacara padudusan jenis
caru dan tawar, prayascitta, paglutan dan sejenisnya.Kesucian yang dimaksudkan adalah meruppakan
landasan yang utama yang harus ditegakkan dalam pelaksanaan ajaran agama. Oleh karena itu upacara
yang bermakna menyucikan seperti itu hampir selalu dijumpai pada setiap pelaksanaan Yadnya lebih-
lebih pada tingkatan Yadnya yang besar.

Dalam kurban ini kurban yaitu bagi mempersembahkan korban kepada para Dewa-Dewi dan menjamin
berkah dan anugerah mereka sebagai pembalasannya. Tetapi kurban hewan terpenting yaitu kuda,
lalu lembu, domba dan kambing. Sesajian berupa ghee (bahasa Sanskerta: ghrta atau mentega cair yang
dijernihkan), beras, gandum dan jenis-jenis gandum lainnya juga dikenal secara umum. Tetapi yang
paling disukai oleh Dewa-Dewi dan kekhusyukannya menyaingi kurban kuda yaitu sajian minuman Soma.
Soma yaitu sebuah minuman memabukkan dan kaum Arya menganggapnya sebagai sebuah minuman
Ilahi karena mereka percaya bahwa keadaan mabuk yaitu sebuah pengalaman spiritual.

Daftar pustaka

Sukrawati, Ni Made. 2019. ACARA AGAMA HINDU. Bal: UNHI Press

Khotimah. 2013. Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya. Riau: Daulat Riau

Anda mungkin juga menyukai