Anda di halaman 1dari 21

Kitab Imamat ( Leviticus ) adalah kitab ketiga dari lima kitab yang memuat

hukum atau Torah. Orang Yahudi biasa menyebutnya ‫( ןיקךא‬wayyiqrā) yang artinya “dan

dia memanggil.”1 Kitab Imamat merupakan salah satu bagian kitab Taurat (Thora) yang

jikalau diterjemahkan dapat berarti,”pengajaran” atau “petunjuk dan khusus” yang

dipakai mengenai hukum-hukum. Dalam bahasa Yunani diisebut juga dengan nama

‘Pentateukh’, yang berarti lima jilid. Kumpulan kitab taurat terdiri dari kitab-kitab

Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan,Ulangan. Secara umum para ahli teori sumber-

sumber menyatakan bahwa keseluruhan isi Pentateukh dibagi ke dalam dua bagian

istimewa yaitu: (1) Kitab Perjanjian dan (2) kitab hukum-hukum. Dalam hal ini Kitab

Imamat termasuk dalam bagian kitab hokum-hukum.2

Dalam Pentateukh, dalam kanon Ibrani nama kitab ketiga ini didasarkan pada

pemunculan kata pertama dalam kitab ini, yaitu wayyigra (“dan Ia memanggil”). Pada

masa Talmud kitab ini disebut tôrat kohanim (Hukum Para Imam). Judul bahasa Inggris

“Leviticus” dipinjam dari versi Latin Vulgata “Leviticus”, yang diadopsi dari judul di

LXX “Leuitikon” (lit. “yang berhubungan dengan orang Lewi”).3 Pemberian judul di

LXX, Vulgata dan berbagai versi Inggris dalam taraf tertentu dapat dibenarkan, karena

kitab ini memang banyak berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut keimaman,

sedangkan para imam memang berasal dari suku Lewi. Di sisi lain, judul ini dapat

dikatakan kurang tepat. Di samping kurang spesifik (lihat pembahasan di bawah ini),

istilah “Lewi” sendiri ternyata hanya muncul dalam satu bagian saja di dalam seluruh

Kitab Imamat (25:32-34). Judul “Kitab Imamat” dalam LAI:TB mengandung makna

1
R. K. Harrison, Leviticus: an Introduction and Commentary, (London: Interversity Press, 1980), hlm.13
2
D.C. Mulder, Pembimbing Ke dalam Perjanjian lama, (Jakarta: BPK Gunung mulia, 1970), hlm. 33
3
Edward J. Young, An Introduction to the Old Testament, (Grand Rapids: Eerdmans, 1964), hlm. 75;
Bnd. Roland K. Harrison, Introduction to the Old Testament, (Peabody: Prince Press, 1999), hlm. 589.
yang sedikit lebih spesifik. Tidak semua orang Lewi adalah imam. Orang-orang Lewi

memang melayani di tabernakel tetapi tidak semua dalam posisi sebagai imam (Bil 1:47-

54; 3:6-10). Para imam hanyalah mereka yang berasal dari keturunan Harun (Bil 28:1,

43). Dengan demikian judul LAI: TB sebenarnya lebih tepat, karena Kitab Imamat lebih

berkaitan dengan hal-hal keimaman saja, bukan dengan tugas tugas lain di tabernakel.

2.1.1. Penulis Kitab Imamat

Ada berbagai argumen yang menyatakan tentang pengarang dan waktu penulisan

kitab Imamat. Tradisi kuno dan gereja mula-mula mempertahankan bahwa Musalah yang

menulis kelima isi buku pentateukh.4 Dan jika Musa sebagai penulis buku tersebut sudah

pasti tentu buku itu ditulis pada abad ke-13 sM. Ada empat alasan yang mendukung

tradisi kuno tersebut yang menyatakan bahwa Musalah penulis kitab ini, yaitu:5

a. Alasan pertama, buku itu selalu menyatakan bahwa hukum-hukum yang


diberikan kepada Musa adalah dipadan gurun. Hal itu dapat diketahui dengan
ungkapan “Dan Allah berfirman kepada Musa. “Gambaran padang gurun tidak
dinyatakan untuk pengenalan kepada masing-masing bagian hukum itu, tetapi
hal ini sering dihubungkan kepada peraturan hukum-hukum sendiri.
Pengorbanan selalu ditawarkan di Rumah Perkemahan (tabernakel) bukan di
dalam Kuil (bnd. Im. 1-17); penderita kusta harus tinggal luar sisi kemah, bukan
di luar kota besar (Im. 13:46); tiap-tiap orang Israel tidak boleh membawanya
langsung ke dalam Rumah Perkemahan (tabernakel) bukan di dalam kuil (bnd.
Im. 1-17); penderita kusta harus tinggal luar sisi kemah, bukan di luar kota besar
(Im. 13:46); tiap-tiap orang Israel tidak boleh membawanya langsung ke dalam
Rumah Perkemahan tetapi menyerahkan kepada Imam (Im. 17:1-9); hukum
berlaku hanya untuk orang-orang yang telah ditetapkan; pertama kali mereka

4
Gary Damarest, Mastering The Old Testament, (London: World Publishing, 1982), hlm. 17
5
Gordon J. Wenham, The Book of Leviticus, (Michigan: Grand Rapids 1979), Hlm. 8-9.
biasanya menyatakan bahwa Tuhan sedang membawa Israel ke tanah kanaan,
tempat yang telah dijanjikan kepada mereka (Im. 14:34;18:3;23:10;25:2).
b. Alasan kedua, menyatakan tidak ada dalam Kitab Imamat yang tidak berasal
dari zaman Musa. Upacara agama dan sistem pengorbanan di daerah Timur
Tengah adalah bukti masa lampau sebelum zaman Musa.
c. Alasan ketiga, mengedepankan bahwa kitab Imamat tidak sesuai dengan
kebutuhan setelah zaman pembuangan. Sebagai contoh, walaupun Im. 18 dan 20
panjang lebar dengan peraturan tentang perkawinan, namun tidak ada peraturan
mengenai perkawinan campuran seperti yang terjadi pada zaman Ezra dan
Nehemiah (Ezr. 9-10; Neh. 13:23ff.)
d. Alasan keempat, menyatakan bahwa buku Yehezkiel berulang kali mengutip
teks dari Imamat (Misalnya: Im. 10:10//Yeh. 22:26; Im. 18:5//Yeh. 20:11; Im.
26//Yeh. 24). Hal ini tentu saja memberikan bukti bahwa kitab Imamat ditulis
pada zaman Musa. Hukum menjadi pengikat bangsa Israel oleh karena itu
mereka harus mengabadikan hukum sebagai perjanjian Tuhan dan umatNya.
Munculnya para ahli-ahli PL menolong untuk memahami bagaimana kitab-kitab

PL diredaksi kemudian dikanonkan menjadi satu kesatuan yang utuh. Pentateukh

membutuhkan waktu yang sangat lama agar menjadi satu bagian dari PL. Untuk itulah

perlu untuk menguraikan kepenulisan kitab Imamat ini. Secara umum keseluruhan kitab

Imamat diakui berasal dari sumber Priest (P). Namun kebanyakan para ahli setuju pada

teori Klosterman yang menyatakan bahwa kitab Imamat berasal dari dua sumber. Sumber

tersebut adalah sumber H (Holiness Code) dan sumber P (Priestly Code). 6 Hukum

kekudusan (Holiness Code) terdapat dalam kitab Im. 17-26. Para penatua bahwa hukum

ini merupakan salah satu hukum yang paling tua diselesaikan pada masa pembuangan.

Hukum ini merupakan hukum resmi dan yang terpenting dalam tradisi Israel yang

kemudian dimasukkan ke dalam tulisan/dokumen para imam. 7 Hokum kekudusan ini

6
Brevard S. Childs, Introduction to the Old Testament as Scripture, (Philadelpia: Fortress, 1979), hlm. 180
7
Otto Eissfeldt, The Old Testament an Introduction, (New York: Harper and Row, 1965), hlm. 233
ditulis pada abad ke-7 atau awal abad ke-6 sM. Isinya sangat mirip dengan kitab nabi

Yehezkiel. Oleh karena itu, bagian hokum ini diperkirakan pada permulaan zaman

pembuangan. Bagian hukum kekudusan ini kemudian diredaksi menjadi bagian dari kitab

Imamat setelah bagian ini digabungan dengan sumber P pada akhir masa pembuangan.

Driver8 juga setuju dengan pernyataan itu, bahwa sumber H sangat dekat dengan nabi

Yehezkiel. Hal ini dapat diketahui dari kitab Yehezkiel yang banyak mengutip hukum-

hukum dari sumber H.

Ssecara keseluruhan sumber P berfungsi sebaga dasar resmi untuk mengatur

kehidupan karena perlu adanya pertobatan umat dan memperbaiki persekutuan hidup

keagamaan. Hal ini dapat dilihat dari isinya yang merupakan rentetan sejarah dan hukum

sebagai karakteristik

2.1.2. Tujuan Penulisan Kitab Imamat

Imamat pada dasarnya merupakan satu penuntun atau buku panduan mengenai kekudusan

yang dirancang untuk memberikan petunjuk kepada masyarakat perjanjian mengenai

penyembahan kudus dan kehidupan kudus sehingga dengan demikian mereka dapat

menikmati kehadiran dan berkat Allah (bnd. Im. 26:1-13). Berbagai hokum dan instruksi

yang diberikan adalah untuk mengubah mantan budak-budak Ibrani menjadi kerajaan

imam dan bangsa yang kudus (bnd. Kel. 19:6).9

Ajaran pokok kitab Imamat diringkaskan dalam perintah “haruslah kamu

menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus…” (Im. 11:44-45).

Bagian pertama dari Imamat memuat garis besar tuntutan-tuntutan untuk menyembah

8
S.R. Driver, An Introduction to The Literature of the Old Testament, (Edinburgh: T & T Clark, 1982),
hlm. 45
9
Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas2004), hlm. 192
Yahweh (pasal 1-10), dan bagian kedua menetapkan bagaimana umat perjanjian Allah

mewujudkan gagasan kekudusan ke dalam kehidupan setiap hari (pasal 11-27).10

Posisi Kitab Imamat dalam Pentateukh membicarakan tentang berarti membahas

kaitan antara kitab ini dengan kitab-kitab yang lain yang berdekatan sekaligus posisi kitab

ini dalam keseluruhan Pentateukh. Pertama, kaitan antara Kitab Imamat dengan Kitab

Keluaran dan Bilangan. Imamat 1:1 “TUHAN memanggil Musa dan berfirman

kepadanya dari dalam Kemah Pertemuan” secara eksplisit membuktikan bahwa kitab ini

merupakan kelanjutan dari bagian sebelumnya yang menerangkan bahwa Kemah Suci

telah didirikan dan Tuhan hadir di sana (Kel 40:34-38). Dari sanalah Tuhan lalu

memberikan semua peraturan yang dicatat dalam Kitab Imamat. Keterangan waktu di

Keluaran 40:17 dan Bilangan 1:1 mengindikasikan bahwa seluruh isi Kitab Imamat

diberikan Tuhan pada masa antara penyelesaian Kemah Suci dan sensus pertama. Kitab

Imamat terletak di tengah-tengah kumpulan besar material yang membahas tentang

ibadah dan keimaman, mulai dari Keluaran 25:1 sampai Bilangan 10:10. Kedua, posisi

dalam keseluruhan Pentateukh. Kitab Imamat memiliki posisi unik dalam keseluruhan

Pentateukh, karena kitab ini terletak di tengah-tengah Pentateukh. Posisi seperti ini

menunjukkan bahwa Kitab Imamat memiliki posisi sentral dalam keseluruhan

Pentateukh.11

Ide dari kekudusan adalah “dipisahkan dari” dan “dikhususkan untuk”. Bangsa

Israel telah dikuduskan dalam arti dipisahkan dari bangsa-bangsa lain (20:26). Tahun ke-

50 diperintahkan untuk dikuduskan (25:10), dalam arti dikhususkan sebagai Tahun

Struktur dan Isi Kitab Imamat

10
Ibid., Andrew E. Hill & John H. Walton, hlm, 192
11
See Nam Kim, Pentateuch, (Los Angeles: International Theological Seminary, 2000), hlm. 14
Kitab Imamat terutama berisi hukum. Kerangka sejarah untuk hukum-hukum ini

mengacu pada kehidupan Israel ketika bangsa itu menetap di Sinai. Kitab ini dapat dibagi

sebagai berikut:12

a. Hukum-hukum persembahan (1:1-7:38)

b. Pelayanan di kemah pertemuan dimulai (8:1-10:20)

c. Hukum-hukum tentang kesucian dan kenajisan (11:1-15:33)

d. Hari raya perdamaian (16:1-34)

e. Berbagai hukum lainnya (17:1-25:55)

f. Janji-janji dan peringatan-peringatan (26:1-46)

g. Tambahan : penilaian dan penebusan (27:1-34)

Dalam pembagian ini terlihat bahwa isi kitab Imamat terutama terdiri dari hukum-

hukum peribadatan. Pada saat yang sama, harus dicatat bahwa tujuannya adalah untuk

melanjutkan cerita tentang pengalaman-pengalaman bangsa Israel di Sinai. Kitab Imamat

tidak ditulis oleh Musa karena kitab Imamat ditulis jauh sesudah zaman Musa. Kitab ini

berasal dari sumber Priest (P) yang ditulis pada akhir abad ke 6-5 BC oleh para imam. 13

sebab materi-materi yang ada berasal dari kalangan imam pada abad 6-5 BC. Imamat

25:1-ff merupakan bagian dari hukum kekudusan/kesucian. Pasal 25 memuat perintah

supaya memperingati perayaan-perayaan, yaitu tahun Sabat dan Yobel. Perayaan tahun

Sabat dan Yobel sudah menjadi hukum yang mentradisi di masyarakat Israel. Tahun

Sabat dan Yobel menjadi peringatan kepada Allah yang telah membebaskan bangsa

Israel dari tanah perbudakan di Mesir. Oleh karena itu, setiap tindakan yang dilakukan

oleh bangsa Israel di dalam kehidupannya sehari-hari harus didasarkan pada imannya

12
W. H. Gispen, “Imamat, Kitab” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, J. D. Dougllas (peny),
YKBK/OMF, Jakarta 2002, hlm. 428-429
13
Otto Eissfeldt, Op.cit., hlm. 207
kepada Allah, yakni Allah yang membawa bangsa Israel keluar dari Mesir. Jadi tidak ada

alasan bangsa Israel untuk bersikap tidak peduli/menindas sesama karena mereka sama-

sama beriman kepada Allah, yakni Allah yang telah membawa bangsa Israel keluar dari

tanah perbudakan.

Pada tahun Sabat (Ibr.‫ שבת‬, syabat = hari istirahat) tanah harus mendapat

perhentian artinya sesudah 6 tahun masa tanam,pemeliharaan dan panen, tanah dibiarkan

tidak ditanami selama 1 tahun. Tanaman yang tumbuh sendiri di ladang hanya

diperuntukkan bagi orang miskin dan sisanya bagi hewan. 14 Tahun Yobel, semua hutang-

hutang dinyatakan lunas, hak milik dikembalikan kepada pemilik aslinya dan orang

Ibrani yang menjadi budak akibat hutang dibebaskan. Isi tahun Yobel ialah kebebasan

(Im. 25: 10) yang dimanifestasikan didalam bentuk:15

a. Tanah bebas dari usaha budi daya;

b. Setiap orang kembali ke tana milik dan kaumnya;

c. Jual beli harus dilakukan dengan berhati-hati

d. Hak menebus tanah

e. Hak menebus rumah;

f. Menolong orang miskin agar mampu hidup

g. Pembebasan hamba; dan

h. Penghapusan utang

2.1.3. Konteks Historis Kitab Imamat

2.1.3.1. Konteks Politik

14
The Late D. Freeman, Sabat, , dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II, J. D. Douglas (peny),
Jakarta 2002, YKBK/OMF, hlm.337.
15
Einar M. Sitompul, Gereja Menyikapi Perubahan, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2004), hlm. 145
Kehidupan Politik bangsa Israel di Pembuangan Babel akan lebih mudah dipahami jika

dilihat mulai dari runtuhnya kerajaan Yehuda. Raja yang berkuasa pada zaman itu adalah

Nebukadnezar, memerintah dari tahun 605-562 sM. Ia seorang raja yang terkenal, baik

dalam perkara kemiliteran maupun dalam berbagai usaha dalam negeri, yang paling

terkemuka di antaranya adalah memperindah kota Babel. Pada zaman tersebut Babel

menjadi pusat kekuasaan politik di seluruh daerah Mesopotamia. 16 Kerajaan Asyur telah

dibagi antara orang Babel dan sekutunya bangsa Media. Babel menerima lembah sungai

Tigris dan Eufrat dari garis yang tepat di Timur sungai Tigris dan semua Negara bagian

di barat sampai ke utara sejauh bagian Tenggara dari Asia Kecil. Kemudian

Nebukadnezar memperluas daerah kekuasaannya sampai meliputi Mesir (568). Bangsa

Media memerintah daerah sebelah Timur, Urartu, dan bagian sebelah Timur dari Asia

Kecil.17

Kerajaan Yehuda melemah dimulai ketika pendirian Neo-Babel, Yosia berencana

menghancurkan Asyur dengan jalan menghentikan kemajuan tentara Mesir, yang hendak

membantu Asyuruballit di Karkemis. Usahanya tidak membuahkan hasil, bahkan Yosia

terbunuh pada peperangan itu. Yosia digantikan oleh Yoahas, tetapi kemudian Firaun

Nekho dari Mesir yang sedang berkuasa menangkapnya. Yoyakim putra kedua Yosia

dinobatkan untuk menggantikannya. Pada permulaan pemerintahan Yoyakim18 ia masih

tunduk kepada Babel dengan membayar upeti, tetapi pada tahun 600, ia mulai menentang

kerajaan Babel dengan tidak membayar upeti. Hal ini dikarenakan Nebukadnezar masih

sibuk dengan urusan politik untuk menghempang kekuatan Asyur dan Mesir. Setelah

Nebukadnezar mengalahkan Asyur dan Mesir dan menghempang kekuasaan Siro-


16
Martin Noth, The Old Testament World, (London:Adam & Charles Black, 1962), hlm. 291-292
17
Andrew E. Hill & John H. Walton, Op.cit, hlm. 61-62
18
Berdasarkan 2 Raj. 24:1, Yoyakim hanya tunduk kepada Nebukadnezar selama 3 tahun.
Palestina, ia menyerbu Yerusalem. Kota itu jatuh pada tahun 598. Tidak lama setelah itu,

Yoyakim mati dan digantikan anaknya Yoyakhin (2 Raj. 24:8), yang kemudian terpaksa

menyerahkan kotanya 597 sM19. Nebukadnezar merampas istana dan bait suci Yerusalem

tetapi meninggalkan kedua tempat itu dalam keadaan utuh dan mengakibatkan Yoyakhin

juga dibawa20 ke Babel.21 Yoyakhin hidup sebagai seorang tahanan selama sisa

pemerintahan Nebukadnezar, kira-kira 35 tahun lamanya. Raja baru yang naik tahta

Babilonia menggantikan Nebukadnezar kemudian membebaskannya, dan memberinya

suatu kedudukan yang bebas dan berpengaruh di Babilonia di tengah-tengah pembuangan

itu (2 Raja 25:27-30). Mereka diberi kebebasan untuk berusaha melalui perkebunan,

perdaganan bahkan membangun rumah sendiri. Yoyakhin terus dihormati sebagai raja

Yehuda, sekalipun masih dalam tahanan.22 Ketika Yoyakhin berstatus sebagai tawanan

rumah di Babel, Zedekia memerintah di Yerusalem (597-587). Zedekia tunduk kepada

pemerintahan Babel (Jer. 29:3) sebelum bergabung dengan kekuatan Mesir pada tahun

591 sM. Pada tahun 589 sM kira-kira tahun terakhir pemerintahan raja Psammtikhus II

(593-588) atau awal pemerintahan Hopra (Apries) (588-569), Zedekia bergabung 23

dengan Mesir untuk melakukan pemberontakan terhadap Babel.24 Akan tetapi bantuan

tentara dari Mesir tidak sanggup untuk melawan tentara Babilonia, sehingga bangsa itu

19
Mengenai penanggalan jatuhnya Yehuda ada berbagai pendapat para ahli, John Bright menyatakan pada
tanggal 16 Maret 597, Lih. John Bright, A History of Israel, Westminster, Philadelphia: 1981, hlm. 327.
Robert B. Coote & Mary B. Coote, menyatakan pada tahun 598, Lih. Robert B. Coote & Mary P. Coote,
Kuasa Politik dan Proses Pembuatan Alkitab, BPK Gunung Mulia, Jakarta: 2004, hlm. 86
20
Berdasarkan 2 Raja-raja 24:14 bangsa Israel yang dibawa ke Babel adalah orang-orang yang memiliki
peran penting di Yehuda. Hanya masyarakat lemah yang tinggal atau tidak diangkut ke Yehuda.
Peristiwa ini sering disebut dengan pembuangan pertama sekitar tahun 596 SM.
21
John Bright, A History Of Israel,(Philadelphia: Westminster, 1981), hlm. 327
22
David F. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitabiah, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2001), hlm. 192
23
Zedekia mengadakan pertemuan anti-Babel di Yerusalem yang dihadiri delegasi-delegasi Edom, Moab,
Tirus, Sidon dan Amon, tetapi hanya Amon lah yang tinggal dengannya untuk memberontak. Lih. Robert
B. Coote & Mary P. Coote, Op.cit., hlm. 87
24
Peter R. Ackroyd, Exile and Restoration, (Philadelphia: Westminster, 1968), hlm. 18
terpaksa menanggung kekalahan (Yer. 37:7-9). Yerusalem kemudian berhasil direbut

tentara Babilonia setelah mengepungnya beberapa bulan lamanya (Januari 588) (2 Raj.

25:1; Yer. 52:4). Pada musim panas Juli 587 Nebukadnezar menangkap Zedika dibawa

ke Babel, semua anak laki-laki Zedekia dibuh (2 Raj. 25:6 ff; Yer. 52:9-11). Orang Babel

menjarah semua apa yang tertinggal di Yerusalem, selain itu istana dan bait suci

dihancurkan (Yer. 21:3-7).25 Jumlah mereka yang terbuang dipastikan tidak terlalu

banyak. Dalam Yer. 52:28-30 jumlah mereka dalam tiga periode pembuangan (tahun 597,

5877 dan 582 sM) berjumlah 4.600 jiwa. Jumlah hanya termasuk orang-orang dewasa

saja, kemungkinan jumlah total keseluruhan ditambah anak-anak, tiga atau empat kali

lipat dari jumlah orang dewasa.26

Selanjutnya setelah kejatuhan Yehuda27 dan Yerusalem 587, bangsa Babilonia

membentuk suatu pemerintahan atas Yehuda di Babel. Bangsa Babel mengangkat

Gedalya28 menjadi Gubernur atas bangsa Yehuda. Gedalya berusaha untuk mendamaikan

bangsa itu (Yer. 40:7-12), dan mencoba untuk mengembalikan para petani untuk

mengerjakan pertanian (Yer. 40:10). Akan tetapi Israel dari keluarga kerajaan Daud

bekerjasama dengan raja Amon dan para pendukungnya untuk orang Mesir untuk

membunuh Gedalya. Kelompok Ismael yang berhasil membunuh Gedalya kemudian

25
John Bright. Op.cit., hlm. 329-330
26
Ibid., hlm. 345
27
Keadaan Yehuda-Yerusalem kelihatan tidak berpenghuni setelah kehancurannya; hanya sejumlah orang
yang tetap tinggal di dalamnya (Lih. Rat. 1:4, 11; 5). Keadaan bangsa itu memprihatinkan sulit untuk
mendapatkan makanan (Rat. 2:11-12, 19); pemerkosaan wanita (Rat. 5:4); pembunuhan para imam dan
para nabi (Rat. 2:20); para pemimpin digantung dan tidak hormat kepada yang lebih tua (Rat. 5:12). Bnd.
Georg Fohrer, Introduction To The Old Testament, Abingdon, USA: 1968, hlm. 307-308
28
Gedalya adalah putra Ahikam, cucu Safan. Dia ditunjuk menjadi menteri kepala dan memerintah atas
Yehuda oleh Nebukadnezar II tahun 587 SM (2 Raj. 25:22). Bersama Yeremia ia dipercayakan mengurus
beberapa anak raja dan orang-orang Babel (Yer. 41:16; 43:6). Ia menjadikan Mizpah tempat tinggalnya,
dan kesitu Yeremia datang bergabung dengan dia (Yer. 40:6), juga beberapa pembesar dan masyarakat
yang lolos dari musuh. Mereka diberi perlindungan dengan syarat harus memelihara perdamaian (Yer.
40:7-12); Lih. Gedalya dalam J.D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, (Jakarta: Yayasan Bina
Komunikasi/OMF), 2002, hlm. 329
melarikan diri ke Amon dan sebagian lagi dari antara mereka melarikan diri ke Mesir

karena takut pada Nebukadnezar.29

Ketidakstabilan politik kerajaan Babel pada akhirnya melahirkan pengharapan

kebebasan bagi umat Yehuda. Ketidakstabilan itu berlangsung sangat cepat yang diawali

meninggalnya Nebukadnezar. Oleh karena itu bagi umat buangan, keadaan itu dianggap

sebagai permulaan dari keselamatan dan akhir masa pembuangan. Pandangan seperti itu

muncul karena tidak ada lagi penerus yang dapat menggantikan kepiawaian

kepemimpinan Nebukadnezar. Stabilitas internal mengalami kemunduran di dalam kurun

waktu tujuh tahun. Bahkan mahkota kerajaan telah berpindah tangan selama tiga kali.30

Setelah itu mahkota kerajaan diambil oleh Nabu-na’id (Nabondius) yang berasal

dari keturunan ekluarga bangsawan Arameandari haran. Nabondius membawa

perselisihan yang besar bagi bangsa Babel. Perselisihan tersebut terjadi oleh karena ia

tidak mau tunduk pada aturan imam-imam Marduk. Nabondinus menetapkan

penyembahan kepada dewa Bulan untuk penghapusan dosa dan penyembahan kepada

dewa Bulan sebagai kultus religi tertinggi untuk di Babel.31 Hal itu akhirnya

menimbulkan banyak permusuhan terutama dari kalangan imam Marduk karena mereka

tidak mendapat upah lagi sebagai imam. Melihat pemerintahan yang otoriter tersebut,

imam-imam Marduk menghimpun kekuatan rakyat untuk menggulingkan kekuasaan

Nabondius dengan cara memindahkan keresidenannya dari Babel ke Oasis Teima, di

padang gurun Arab di bagian Timur-Tenggara dari Edom. Ketika Nabondius diasingkan

pemerintahan di Babel dilanjutkan dibawah pemerintah pangeran Mahkota Bel-shur-usur


29
John Bright. Op.cit., hlm. 329-330
30
Nebukadnezar digantikan oleh Amel Marduk (Evil-Mardoakh) (562-560) memerintah selama dua tahun,
kemudian ia digantikan oleh saudaranya Nergal-shar-usur (Neriglissar) (560-556) dengan jalan kekerasan
(Bnd. Yer. 39:3, 13). Neriglissar memerintah empat tahun lamanya kemudian digantikan putranya
Labashi-Marduk, John Bright, Ibid, hlm. 352
31
John Bright, Ibid,, hlm. 352
(Belshazzar). Tetapi belshazzar juga melakukan pelanggaran yang sama yaitu dalam hal

keagamaan.

Dengan demikian permasalahan dalam kepemerintahan Babel tak kunjung selesai

ditambah ancaman dari negara luar juga semakin besar. Bangsa Babel memiliki musuh

yaitu bangsa Median yang dipimpin oleh Astyages (585-550). Dalam menghempang

kekuasaan Median, Babel meminta bantuan kepada raja Cyrus (Kores). Dibawah

pimpinan Kores akhirnya kerajaan Median dikalahkan. Setelah itu daerah kekuasaan

Kores menjadi luas, ia menguasai seluruh wilayah atas rute Mesopotamia, Syria Utara,

Cicilia, Lydia, semakin banyak wilayah Asia Kecil hingga Laut Aegean (Aegean Sea).

Ekspansi Kores tetap berlanjut hingga akhirnya Babel juga menjadi daerah

kekuasaannya. Sebelumnya dia menguasai Palestina dan Syria Selatan. Pada tahun 538,

seluruh Asia Barat hingga Mesir ditaklukkannya.32

Pada tahun pertama pemerintahannya di Babel (538), kebijakan Kores yang

pertama adalah mengeluarkan dekrit untuk pemulihan komunitas Yehuda dan Kultus di

Palestina. Di wilayah itu Kores tidak hanya memerintahkan untuk pembangunan kembali

bait suci, tetapi jua memberi ijin bagi umat Yehuda untuk kembali ke kampung halaman

mereka. Umat Yehuda juga diijinkan ke tempat kudus yang diambil oleh Nebukadnezar

(bnd. Ezr. 1:7-11). Bait suci kembali dibangun di bawah pimpinan Shesh-Bazzar

“pangeran Yehuda”, salah satu dari anggota istana kerajaan. Kemungkinan besar Shesh-

BAzzar adalah namayang sama dengan Shenazzar yang ditemukan di 1 Taw. 3:18, yaitu

anak Yoyakhin. Nama itu diambil dari beberapa nama di Babel yaitu Sin-ab-usur. Ijin

32
John Bright, Ibid, hlm. 360
yang diberikan Kores bagi Yehuda untuk kembali ke Palestina, memungkinkan mereka

untuk membangun kembali kultus tua yang ada di sana dan membangun istana kerajaan.33

2.1.3.2. Konteks Sosio-Ekonomi

Bangsa Israel yang dibuang ke Babel memang sebagai tawanan, meskipun

demikian mereka memiliki kebebasan dan keleluasaan untuk membentuk komunitas

mereka selama berada di Pembuangan (Yeh. 8:1; 14:1; 20:1 dst.) keadaan ini dapat

dilihat ketika raja Yoyakhin juga ikut terbuang ke Babel (597 sM), ia masih diakui

sebagai seorang raja diantara orang Yehuda selama 35 tahun. Setelah Nebukadnezar

meninggal pada tahun 562 sM, penggantinya Amel Marduk34 dengan kerendahan hatinya

mengangkat Yoyakhin dan memberi kedudukan yang bebas dalam kerajaan (2 Raj.

25:27-30). Hal itu bukan menunjukkan bahwa Yoyakhin diakui seutuhnya, atau

menyatakan secara langsung ia dapat menggunakan hak preogatifnya melainkan sebagai

tanda persahabatan.35 Menurut pemberitaan nabi Yeremia (bnd. Yer. 29:5-7) pada saat

peristiwa pembuangan 597, pihak kerajaan Babel mengijinkan ekonomi yang bebas dan

perkembangan sosial di desa dekat Nippur dimana mereka ditempatkan. Hal ini

menunjukkan bahwa keadaan ekonomi bangsa Yehuda sebagai bangsa yang terbuang

tidak begitu memprihatinkan. Mereka masih diberi kebebasan dalam berkarya.

Bangsa Yehuda yang ada di Pembuangan Babel, banyak yang memanfaatkan

kebebasan tersebut. Bangsa Yehuda sangat cepat dalam berinteraksi dan berbaur dengan

masyarkat dan cara hidup di Babel. Hal itu ternyata memberi keuntungan kepada orang-
33
John Bright, Ibid,, hlm. 361
34
Dalam Alkitab nama Amel Marduk tidak ada, tetapi disebut dengan Ewil Merodakh. Ia menggantikan
Ayahnya Nebukadnezar II pada tahun 562 SM. Menurut Yosefus dari Berosus, ia memerintah dengan
lalim dan bengis; namanya terdapat hanya dalam lempeng-lempeng administratif. Dia dibunuh kira-kira
pada tanggal 7-13 Agustus 560 SM dalam suatu persekongkolan yang dipimpin oleh iparnya, Neriglisar.
Lih. Ewil-Merodakh dalam D.J. Wiseman, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Yayasan Bina
Komunikasi/OMF, Jakarta: 2002, hlm. 297
35
Martin Noth, Op.cit., hlm. 282-283
orang yang dibuang untuk melanjutkan hidup di daerah jajahan. Bangsa Babel

membiarkan mereka untuk berdiri sendiri. Orang-orang Yehuda yang ada di

pembauangan dapat membangun rumahya, menangani perdagangan, bekerja di kantor

pengadilan, tukang besi, dan lain-lain. Selain itu merek dapat mencari tempat tinggal

sendiri di kota. Sebagaimana kota Babel merupakan kota pusat perdagangan, orang-orang

Yehuda lebih banyak mengambil pekerjaan sebagai pedagang. Bangsa Yehuda tinggal

seolah-olah di tanah mereka sendiri.36 Banyak kemakmuran dan kekayaan dicapai di

pembuangan. Itulah sebabnya ketika mereka diberi kebebasan oleh Kores untuk kembali

ke Yerusalem banyak diantaranya yang memilih untuk tetap tinggal di Babel.37

Selama di pembuangan bangsa Babel memberi rasa hormat kepada bangsa

Yehuda walaupun mereka memiliki status sebagai orang yang terbuang. Itulah sebabnya

kehidupan bangsa Yehuda hampir sama dengan orang-orang Babilonia.pertumbuhan

ekonomi cukup subur di kerajaan Babilonia yang baru. Bagi bangsaYehuda ada peluang

yang tak terbatas untuk setiap orang dalam mencoba usaha baru. Bangsa Babilonia juga

tidak pernah mencoba membuat usaha apapun untuk merintangi bangsa Yehuda dalam

aktifitas kehidupan ekonominya. Keadaan yang demikian mengakibatkan kehidupan

bangsa Yehuda bisa hidup mapan dari pekerjaan mereka dan tidak sedikit diantaranya

menjadi kaya.38

2.1.3.3. Konteks Keagamaan

36
W.O.E. Oesterley and Theodore H. Robinson, A History of Israel, (London: Oxford University, 1951),
hlm. 44
37
Georg Fohrer, Op.cit., hlm. 307-308, Lih. Juga S. Wismoady Wahono, Di sini Kutemukan, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2004), hlm. 245
38
R.K. Harrison, Old Testament Times, (Michigan:Grandrapids, 1984), hlm. 261. Lih. Juga John Bright,
Op.cit., hlm. 345-346
Pembuangan orang-orang Yehuda ke Babel (587 sM) mengakibatkan bangsa itu berada

dalam kelas sosial yang rendah yaitu menjadi orang asing bagi orang-orang Babel karena

perbedaan peradaban. Hal itu mengakibatkan terjadinya krisis dalam bidang keagamaan

bagi kelompok Yahweh. Ibadah persembahan korban tidak mungkin lagi dilakukan

terutama karena dewa Marduk39 seolah-olah menjadi lebih kuat daripada Yahweh.

Kebiasaan pada zaman itu adalah bangsa yang kalah menunjukkan kekalahan tuhannya.

Dengan demikian bangsa yang kalah wajib untuk menyembah dewa pemenang. Itulah

sebabnya orang-orang Israel yang ada di pembuangan tidak lagi setia kepada Yahweh.

Keadaan yang demikian mengakibatkan orang-orang buangan memuja dewa Babel

sebagai tambahan pemujaah terhadap Yahweh (Yer. 14:1-14), ada juga ahli-ahli sihir

perempuan yang tugasnya untuk menghimpun orang-orang menjadi pengikutnya (Yeh.

13:18).40 Selain itu ada beberapa pemujaan yang penting bagi agama Babilonia, yaitu:

pemujaan Ihstar (Yer. 7:18), pemujaan terhadap dewa Tamuz dan ibadah yang

berhubungan dengannya (Yeh. 8:9-18), dan pemujaan terhadap dewa Matahari (Yeh. 6:4-

6, 8:16, 5:11).41

Secara khusus sebagai raja dari pada dewa dan manusia, selalu diadakan

pemujaan besar-besaran setiap awal tahun baru yang dirayakan di luar kota kepada dewa

Marduk. Perayaan ini disebut dengan Festival Rumah Tahun BAru (New Year’s Festival

House) atau dalam bahasa Akkadi disebut dengan bit akitum. Pada masa perayaan ini

39
Tuhan Babilonia disebut dengan Marduk. Nama ini berasal dari kota Merodakh (Yes. 39:1). Marduk
merupakan jelmaan dari dewa Matahari. Itulah sebabnya Marduk dipercayai orang-orang Babel sebagai
Bel atau Tuhan (Yes. 46:1; Yer. 50:2; 51:44) dan juga sebagai raja dari para Dewa dari manusia. Martin
Noth, Op.cit., hlm. 292
40
Georg Fohrer, Op.cit., hlm. 307
41
W.O.E. Oesterley and Theodore H. Robinson, Op.cit., hlm. 57
selalu diceritakan ulang tentang Syair kepahlawanan Ciptaan Babilonia yang besar (The

great Babylonian Creation Epic), yang disebut, Enuma elish.42

Walaupun demikian, salah satu hal yang sangat penting bagi kehidupan bangsa

Israel dalam pembuangan adalah dituntut untuk tetap kudus. Mereka dituntut untuk tidak

terbawa arus agar tidak kehilangan identias mereka yang telah terpelihara lama yaitu

sebagai bangsa pilihan Allah. Keyakinan mereka menyatakan bahwa pembuangan ke

Babel merupakan penghakiman Yahweh atas bangsa Israel, sebab sebelum pembuangan

juga atau setelah kematian Yosia bangsa Israel banyak yang telah meninggalkan Yahweh

dan memuja dewa lain. Itulah sebabnya bangsa Israel mulai terbagi-bagi dalam beberapa

kelompok yaitu dalam hal kepercayaan di Pembuangan.43

Orang-orang Israel di Pembuangan sangat tidak mungkin untuk melakukan ibadah

seperti yang pernah dilakukan di Yerusalem. Oleh karena itu mereka ingin menyembah

pohon atau batu seperti yang dilakukan oleh bangsa-bangsa lain, hal ini mungkin mereka

tiru dari kebiasaan bangsa Babel. Namun hal ini segera diprotes oleh nabi Yehezkiel

(Yeh. 20:32). Dengan demikian Penyembahan terhadap Yahweh masih tetap dipelihara

oleh sebagian orang-orang yang ada di pembuangan, walaupun mereka tidak dapat

melakukan ibadah sebagaiman seperti di Yerusalem. Yehezkiel menekankan ibadah

untuk kemurnian sebagai suatu cara untuk mencapai kekudusan itu. Melalui penekanan

tersebut ia sama sekali mengesampingkan faktor moral (tetapi sumber P kemudian

cenderung untuk menekan faktor tersebut). Keinginannya adalah untuk mengembalikan

status bangsa Israel sebagai bangsa yang kudus.

42
Martin Noth, Op.cit., hlm. 292
43
Georg Fohrer, Op.cit., hlm. 246
Oleh karena pengaruh nabi terjadi perkembangan di tengah-tengah mereka.

Keterpisahan dari kegiatan kultus di bait Allah Yerusalem mereka tanggapi melalui dua

cara:44 Pertama, mereka memperkembangkan kerangka keagamaan yang idealistis untuk

pembaharuan dan membangun kembali kehidupan kultus. Kedua, bersamaan dengan

waktu pertama tersebut mereka memperkembangkan lembaga-lembaga serta perangkat-

perangkat keagamaan yang sedikit banyak membebaskan mereka dari praktek-praktek

kultus tradisional.

Perkembangan lain misalnya sekolah keagamaan berubah menjadi Synagoge,

menggantikan Rumah Ibadah; di dalamnya orang-orang belajar membentuk ibadah yang

sederhana yang terdiri dari doa, nyanyian, dan ceramah. Sekolah ini dipengaruhi oleh

SEkolah Deutronomy oleh karena itu ibadah Synagoge sering diasumsikan sebagai

penafsiran historis saja. Melalui sekolah ini dicoba untuk menjelaskan kepada orang-

orang terbuang bahwa pembuangan terjadi adalah menurut kehendak Yahweh, semuanya

itu harus terjadi sebagaimana yang sesungguhnya telah dinyatakan sebelumnya, dan hal

yang penting dan terutama adalah untuk kembali kepada Yahweh sebab dengan jalan

itulah ada pengharapan. Dan hanya dengan demikianlah dapat diperoleh berkat dari

Yahweh, yang telah dimateraikan melalui sumpah pada awal sejarah Israel, yang

disampaikan melalui hukum-hukumNya. Sesungguhnya Yahweh tetap dengan perintah,

larangan dan peraturan-peraturanNya. Oleh karena Israel tidak mematuhinya maka

kesulitan telah terjadi di antara mereka; tetapi jika pada akhirnya mereka patuh, maka

akan ada pengharapan. Hukum telah ditetapkan; tidak dapat dirubah lagi dengan alasan

apapun untuk menghindar dari kebinasaan.45

44
S. Wismoady Wahono, Op.cit., hlm. 246
45
Georg Fohrer, Op.cit., hlm. 311
Dalam pembelajaran, guru hukum berada pada garis paling depan (diutamakan).

Pengajaran seperti ini juga telah ada sejak pada tahun-tahun terakhir sebelum

pembuangan. Para pelajar mempunyai tugas untuk menginterpretasikan hukum dan

penerapannya kepada berbagai kasus tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Mereka juga

membentuk ibadah untuk hari Sabat. Ketaatan merupakan hal yang paling utama dalam

ibadah; untuk memelihara hari Sabat sebagai hari yang kudus, oleh karena itu menjadi

kewajiban yang harus dipatuhi.46

Selanjutnya di dalam pembuangan dibentuk suatu hukum yang mengatur

kehidupan bangsa Yehuda. Hukum ini kemudian disebut dengan Hukum Kekudusan 47

(terdapat dalam Im. 17-26). Rumusan dasar sebagai ciri khas hukum ini adalah

pengulangan kalimat, “Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus” (dengan

sedikit variasi). Sebagai inti dari Hukum ini adalah untuk saling mengasihi sesamanya

(Im. 19:18). Dengan demikian membantu yang lemah dan yang tertindas. Hukum itu

berisikan tentang Ibadah dan etika kehidupan, demikian ringkasnya:48

17 Tempat menyembelih dan mempersembahkan korban

18 Pergaulan/Perhubungan Seksual

19 Kudusnya hidup dan Ibadah

20 Kejahatan hidup di ibukota, Seksual dan yang lainnya

21 Kekudusan Para Imam

22 Kekudusan mengenai ibadah persembahan dan pengorbanan

23 Penanggalan hari raya

24:1-9 Keterangan mengenai peribadahan di tempat kudus


46
Georg Fohrer, Ibid., hlm. 312
47
Prinsip inilah juga yang diikuti oleh sumber P, yang dikarang kemudian. Bagian Hukum ini disatukan
ke dalam sumber P yang dijadikan suatu program dan rencana untuk menata ulang kehidupan nasional
di Yerusalem setelah pembuangan. Lih. Georg Fohrer, Ibid., hlm. 314
48
Georg Fohrer, ibid., hlm. 314
24:10-23 Hukum bagi orang asing

25:1-55; 26:1-2 Tahun Sabat dan Tahun Yobel

26:3-46 Deklarasi Penghargaan dan Hukuman

Sepanjang periode Pembuangan kebutuhan hukum menjadi panduan dalam

prinsip tingkah laku bangsa Israel. Hal ini jua mengangkat status hidup bangsa Israel

lebih optimal. Hukum Kekudusan ini dipegang sebagai jalan untuk tetap kudus dalam

peribadahan dan kehidupan moral. Karakteristik dari hukum ini dinyatakan dalam

periode padang pasir ketika zaman sebagai pengembara, yang mencerminkan kedaaan

yang berpindah-pindah berkembah. Seperti Musa dan generasinya, orang-orang sedang

tinggal di luar Palestina dan berharap untuk memiliki kependudukan yang baru (memilih

wilayah teritorial). Sebagai tambahan, setiap hukum dinyatakan kepada seseorang harus

melalui Musa sebagaimana ia menjadi mediator di gunung Sinai, sehingga figur Musa

untuk selanjutnya menjadi pemberi hukum; oleh karena itu dipakai otoritas Musa bagi

tiap-tiap hukum.

Meskipun Hukum Kekudusan terlihat berpengaruh dalam segala bidang

kehidupan namun yang menjadi intinya adalah pergerakan dalam ibdaha, sebab selam

hukum etis diterima sebagai bagian dari ibadah/upacara agama, maka akan dapat

mempengaruhi kehidupan keagamaan dalam pembuangan. Hal itu berarti hidup dapat

dijaga di dalam batas hukum yang sempit, tetapi berpengaruh besar. Penentunya adalah

tindakan keluar yang benar, yang harus dilakukan dalam suatu orientasi yang sesuai

dengan hukum dengan demikian manusia hidup tulus dan saleh melakukan/memenuhi

seperti yang terdapat di hukum; diinginkan oleh Yahweh.


Upacara dan ibadah menjadi lebih peka bagi orang-orang Israel di pembuangan

dibandingkan sebelumnya. Dengan demikian ada beberapa tradisi keagamaan yang masih

tetap terpelihara di pembuangan Babel, yaitu:49

a. Sunat

Tanah perjanjian telah hilang dari tengah-tengah bangsa Yehuda. Oleh karena itu,

Sunat menjadi suatu upacara penting bagi bangsa Israel sebagai tanda mereka berbeda

dengan orang-orang Babel yang tidak mengenal praktek sunat. Sunat juga berarti

sebagai tanda hubungan antara Israel dengan Yahweh.

b. Berpuasa

Selain itu, ibadah lain yang dipraktekkan adalah berpuasa dan tidak mabuk-mabukan

demi menghormati Yahweh. Hal inilah yang menjadi upacara terpenting dalam

ibadah pada upacara ratapan yang dilakukan di pembuangan Babel. Ketaatan terhadap

ibadat menunjukkan bahwa mereka tidak merasa senang di tempat/wilayah bangsa

lain, “wilayah yang tidak bersih (tercemar)”.

c. Tahun Sabat dan Tahun Yobel

Bait Allah tidak ada lagi untuk mempersatukan dan tempat memuja Yahweh. Dengan

demikian ada tradisi sabat sangat perlu untuk menyembah Yahweh. Ketaatan

merayakan sabat adalah salah satu perintah utama dasa titah dari zaman Musa.

Demikian juga di pembuangan Babel bangsa Yehuda membentuk ibadah; untuk

memelihara Hari Sabat sebagai hari yang kudus, oleh karena itu sabat merupakan

suatu kewajiban yang harus dipatuhi. Demikian juga mengenai tahun Yobel (tahun

kelima puluh) diperingati untuk memberi kebebasan bagi penduduk.

49
Georg Fohrer, Ibid., hlm. 314. Lih. Juga David F. Hinson, Op.cit., hlm. 201. Lih. Juga John G.
Gammie, Holliness in Israel, )Mineapolis:Fortress, 1989), hlm. 20
d. Mazmur-mazmur

Pada masa pembuangan mazmur-mazmur dinyanyikan oleh bangsa Yehuda. Mazmur

dinyanyikan pada waktu ibadah. Selain itu mazmur juga berguna untuk menghibur,

sebagaimana orang-orang Babilonia pernah mengajak orang-orang Yehuda untuk

menyanyikan mazmur untuk menghibur orang-orang Babilonia tersebut.

e. Hukum-hukum Allah

Hukum-hukum telah dikumpulkan berabad-abad lamanya sebelum pembuangan. Oleh

karena itu selama di pembuangan hukum-hukum menjadi penting sekali bagi mereka.

Upacara dan ibadah tertentu diterima lebih peka selama di pembuangan dibanding

sebelumnya. Pembuangan memberikan arti penting untuk memperbaiki hukungan dengan

Yahweh karena sebelumnya Yehuda miliki status yang tinggi dan intim kepada Yahweh.

Dalam pembuangan ada unsur penting yang menentukan keadaan Yehuda, yaitu mereka

tetap percaya pada Yahweh; berpengharapan (kiranya sebagian besar dari mereka

dikembalikan ketempat asalnya di wilayah Yehuda). Dengan demikian selama berada di

pembuangan dibawah kekuasaan bangsa asing mereka tetap menunjukkan kekuatan

pemenangnya (Yahweh). Itulah sebabnya selama periode itu pikiran Israel adalah mereka

telah dikirim untuk semua bangsa untuk menyatakan kekuatan Yahweh, dengan demikian

suatu misi Israel telah lahir.

Anda mungkin juga menyukai