Anda di halaman 1dari 7

Nomor ISSN : 2338-4700 | SK no. 0005.0102/JI.3.2/SK.ISSN/2013.

06

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT EDEMA


Artikel SEREBRI PADA CEDERA KEPALA TRAUMATIK
Nova Friska
Penyegar Fakultas Keperawatan, Universitas Syiah Kuala

Abstrak
Pemaparan laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan asuhan keperawatan gawat
darurat yang telah dilakukan pada pasien dengan edema serebri dengan cedera kepala traumatik.
Laporan kasus ini sejalan dengan laporan kasus tentang penanganan kegawatdaruratan pada
pasien edema serebri dengan cedera kepala traumatic yang diungkapkan oleh Suyarsa dan
Rahardjo (2012). Meskipun terdapat perbedaan utama terkait penanganan lanjutan antara kedua
laporan kasus yang didasarkan pada hasil pemeriksaan diagnostik meliputi hasil pemeriksaan
head CT Scan. Pasien yang dilaporkan oleh penulis sebelumnya menunjukkan adanya perdarahan
subdural regio frontotemporoparietal kanan dan edema serebri berat dengan midline shift sehingga
tindakan lanjutan yang akan dilakukan adalah pembedahan. Sedangkan pasien yang akan
dilaporkan oleh penulis hanya mengalami edema serebri tanpa pendarahan sehingga penanganan
lanjutan berupa rawat intensif dengan farmakoterapi tanpa pembedahan. Tn. A 22 tahun kiriman
dari RS Simeulu dengan cedera kepala traumatik. Keluhan utama adalah penurunan kesadaran
Tujuan utama penanganan pasien dengan cedera kepala adalah mencegah peningkatan tekanan
intracranial. Manajemen intracranial yang telah dilakukan pada Tn. A meliputi pasien diposisikan
Head up 30º, terapi oksigen dengan Non-Rebreathing Mask 9L, resusitasi cairan dengan drip NaCl
0,9% 1 kolf, injeksi midazolam (extra) 5 mg1 amp, pemasangan folley cateter, pemasangan OGT
ukuran 16, drip manitol 250 cc/ 30 menit dan injeksi citicolin 1 gr/ 12 jam. 1 jam setelah
penanganan kegawat daruratan dilakukan pasien menunjukkan perbaikan status hemodinamik
yang dipantau melalui monitor. Manajemen asuhan keperawatan gawat darurat pada Tn A. dengan
cedera kepala traumatik secara umum sudah dilaksanakan secara optimal yaitu dengan
melakukan tindakan kegawat daruratan yang bertujuan mencegah peningkatan TIK serta
prognosis pasien semakin membaik selama masa rawatan di IGD

Kata kunci : Cedera otak traumatik, Edema serebri, Peningkatan tekanan intracrani

Abstract
This case report is purpose to explain emergency nursing management wich did to the patient
with cerebral edema in traumatic brain injury. This case report as same as with the case report
about emergency management of cerebral edema in traumatic brain injury reported by Suyarsa
dan Rahardjo (2012) . Eventhough there is principle difference about continous intervention
between two case reports that based on head CT Scan result. The patient reported by Suyarsa dan
Rahardjo (2012) shows bleeding in right subdural regio frontotemporoparietal and severe cerebral
edema with midline shift, so the countinous intervention is surgery. While the patient reported by
the writer only had cerebral edema without bleeding in brain, so the countinous intervention is
farmakoteraphy without surgery. Mr. A (22 years old) sent by Simeulu hospital with traumatic brain
injury. The principal problem is decrease of mental status. The main purpose of management
patient with traumatic brain injury prevents the increase of intracranial pressure. The increase of
intracranial pressure management did with Mr. A is Head up 30º, oxygen therapy with Non-
Rebreathing Mask 9L, liquid resuscitation with splash NaCl 0,9% 1 kolf, midazolam injection (extra)
5 mg1 amp, assemble of folley cateter, assemble OGT with size 16, manitol drip 250 cc/ 30
minutes, and citicolin injection 1 gr/ 12 hours. An hour after emergency management is treated, the
patient show stability of hemodinamik status observed by monitor. Emergency nursing
management to Mr. A with traumatic brain injury treated optimum which is treated to prevent
LQFUHDVH RI LQWUDFUDQLDO SUHVVXUH DQG SDWLHQW¶V SURJQRVLV LV EHWWHU VLQFH LQ (PHUJHQF\ XQLW

Keyword : Traumatic brain injury,Cerebral edema, increase of intracranial pressure

¾ BIMIKI | Volume 7 No 1 | Januari - Juni 2019 36


Nomor ISSN : 2338-4700 | SK no. 0005.0102/JI.3.2/SK.ISSN/2013.06

PENDAHULUAN Suyasa dan Rahardjo (2012) tentang


Tujuan dari pemaparan laporan kasus penanganan kegawatdaruratan pada pasien
ini adalah untuk menjelaskan asuhan edema serebri dengan cedera traumatik[5].
keperawatan gawat darurat yang dilakukan Meskipun terdapat perbedaan utama terkait
pada pasien dengan edema serebri pada penanganan lanjutan antara kedua laporan
cedera traumatik serta diharapkan laporan kasus yang didasarkan pada hasil
kasus ini dapat menjadi rujukan terhadap pemeriksaan diagnostik meliputi hasil
asuhan keperawatan gawat darurat pada pemeriksaan head CT scan. Pasien yang
cedera traumatik dilaporkan oleh Suyasa dan Rahardjo (2012)
Cedera kepala menjadi masalah pada menunjukkan adanyan perdarahan subdural
kesehatan masyarakat dan sosial ekonomi di regio frontotemporoparietal kanan dan
seluruh dunia. Cedera kepala adalah edema serebri berat dengan midline shift
penyebab utama terjadinya kematian dan sehingga tindakan lanjutan yang akan
disabilitas jangka panjang khususnya pada dilakukan adalah pembedahan. Sedangkan
dewasa muda. Banyak pasien cedera kepala pasien yang akan dilaporkan oleh penulis
berat meninggal sebelum sampai ke rumah hanya mengalami edema serebri tanpa
sakit; hampir 90% kematian akibat trauma pendarahan sehingga penanganan lanjutan
terkait dengan cedera kepala.2 Sekitar 75% berupa rawat intensif dengan farmakoterapi
pasien cedera kepala diklasifikasikan tanpa pembedahan.
sebagai cedera kepala ringan, 15% cedera
kepala sedang, dan 10% cedera kepala berat
berat[7] KASUS
Cedera kepala adalah suatu gangguan Anamnesis
traumatik dari fungsi otak yang disertai atau Tn. A 22 tahun kiriman dari RS Simeulu
tanpa perdarahan interstitial dalam substansi dengan cedera kepala sedang. Keluhan
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas utama adalah penurunan kesadaran. Pasien
otak. Cedera kepala merupakan adanya mengalami tabrakan sepeda motor dengan
pukulan atau benturan mendadak pada sepeda motor lain dari arah depan. Kepala
kepala dengan atau tanpa kehilangan terbentur ke aspal dan pasien tidak memakai
kesadaran[8]. Cedera kepala akan helm. Pasien mengalami trauma nasal yang
mengganggu pusat persarafan dan peredaran darah
di batang otak dengan akibat tonus dinding pembuluh menyebabkan pendarahan dari nasal.
darah menurun, sehingga cairan lebih mudah Keluarga mengatakan pasien mengalami
menembus dindingnya. Penyebab lain adalah
benturan yang dapat menimbulkan kelainan langsung muntah darah 1x tanpa kejang saat di lokasi.
pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi lebih Riwayat astma (-), alergi (-), hipertensi (-)
permeable dan akhirnya akan terjadi edema serebri
serebri[3]
Edema serebri sering ditemui pada Pemeriksaan fisik
praktek klinis dan merupakan penyebab utama Tabel 1. Pemeriksaan Fisik
morbiditas dan mortalitas pada pasien sakit
kritis serta pasien bedah saraf yang mengalami Primary Survey
cedera otak akut. Konsekuensi dari adanya
edema serebri adalah dapat menimbulkan Airway
masalah besar termasuk iskemia serebral, yang Bunyi Nafas:
memperburuk regional dan global cerebral Normal
blood flow, pergeseran kompartemen Alat bantu yang terpasang:
intrakranial akibat peningkatan TIK sehingga Pasien datang dengan kondisi telah
menekan struktur vital otak otak[5] terpasang OPA dengan ukuran 100 mm
Edema serebri secara komprehensif Control servical :
didefinisikan sebagai peningkatan patologis Pasien datang dengan kondisi telah
terpasang collar neck
pada jumlah air otak keseluruhan yang
Breathing
mengarah ke peningkatan volume otak
otak[2] RR: 21 x/ menit
Laporan kasus ini sejalan dengan SP02: 100%
laporan kasus yang diungkapkan oleh Irama: Reguler
Penggunaan otot bantu pernapasan:
Pasien tidak menggunakan otot
bantu pernapasan
Tampilan:
Tidak ada dispnea dan sianosis
Terdapat akumulasi darah pada
permukaan nasal
Thoraks simetris
Circulation HR
: 59 x/menit
TD : 121/57 mmHg
Irama : Sinus bradikardi

¾ BIMIKI | Volume 7 No 1 | Januari - Juni 2019 37


Nomor ISSN : 2338-4700 | SK no. 0005.0102/JI.3.2/SK.ISSN/2013.06

Disabillity APTT, pasien (APTT) 38,3


GCS: E2M5V2 = 9 APTT, control 33,1
Laterasi : Pupil anisokor , 1 mm/2 mm GDS 138
Refleks babinski: +/+ Ureum 35
Pasien sangat gelisah Kreatinin 0,71
Exposure Natrium 142
Trauma nasal Kalium 4,3
Jejas (-) Klorida 112
Fraktur (-)
Pendarahan aktif : tidak ada
Folley Cateter Tabel 3. Pemeriksaan radiologi
Pemasangan folley cateter Jenis pemeriksa Hasil
Urine output: 450 cc, berwarna kuning keruh CT scan kepala Edema serebri
Gastric Tube
Pemasangan OGT ukuran 16
Heart Monitor DIAGNOSA KEPERAWATAN
HR : 59 x/menit 1. Penurunan kapasitas adaptasi intarkranial
TD : 121/57 mmHg berhubungan dengan trauma capitis
Irama : Sinus bradikardi ditandai dengan hasil head CT scan :
edema cerebri, pasien mengalami
Secondary survey penurunan kesadaran, GCS: E2M5V2 =
Pemeriksaan Head to toe 9, laterasi : Pupil anisokor , 1 mm/2 mm,
Kepala : Warna rambut hitam, bersih, refleks babinski: +/+dan pasien sangat
tidak terdapat trauma terbuka, benjolan gelisah
dan pendarahan 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Leher : sulit dinilai karena pasien terpasang
collar neck berhubungan dengan akumulasi darah di
Wajah : Bentuk mata simetris, terdapat jalan pernapasan ditandai dengan pasien
trauma pada mata sinistra, trauma nasal, mengalami penurunan kesadaran,
terdapat akumulasi darah pada kavum nasal auskultasi paru : crackles , takipnea, RR :
Thorax : Bentuk dada simetris, retraksi iga ( -
), jejas (-), takipnea, auskultasi paru : crackles
34x/I, terdapat akumulasi darah pada
(+/+) jalan nafas dan reflek batuk (-)
Abdomen: Simetris, trauma (-), distensi (-
), asites (-) TATALAKSANA
Ekstremitas : Fraktur (-) Tujuan utama penanganan pasien
Tanda-Tanda vital
dengan cedera kepala adalah mencegah
Tekanan darah : 114/53 mmHg peningkatan tekanan intracranial. Berikut
Heart rate : 59 x/menit asuhan keperawatan gawat darurat yang
SpO2 : 98% telah dilakukan pada Tn. A:
Respiratory rate : 21 x/menit
Suhu :-
1. Head up 30º
Pengkajian nyeri : tidak dapat dinilai 2. Terapi oksigen dengan Non-Rebreathing
secara verbal, namun terlihat dari TTV Mask 9L
dengan takikardi dan irama sinus takikardi 3. Resusitasi cairan dengan drip NaCl 0,9%
KGDs : 140 mg/dl 1 kolf
4. Injeksi midazolam (extra) 5 mg1 amp
Tabel 2. Pemeriksaan penunjang 5. Pemasangan folley cateter
Nama pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 14,3
6. Pemasangan OGT ukuran 16
Hematokrit 41 Berikut tindakan lanjutan yang
Eritrosit 4,8 dilakukan pada Tn. A:
Trombosit 171 1. Pemeriksaan Head CT-Scan
Leukosit 15,1 2. Drip manitol 250 cc/ 30 menit
MCV 86 3. Injeksi citicolin 1 gr/ 12 jam
MCH 30
MCHC 35 Hasil head CT-Scan pasien
RDW 13,1 menunjukkan pasien mengalami edema
MPV 10,4 serebri tanpa pendarahan sehingga
Eosinofil 0 penanganan lanjutan berupa rawat intensif
Basofil 0 dengan farmakoterapi tanpa pembedahan.
Netrofil batang 0
Netrofil segmen 89
Limfosit 7
OUTCOME AND FOLLOW UP
Monosit 4 Berikut pemantauan status
PT, pasien (PT) 11,0 hemodinamik Tn. A selama berada di IGD
PT, control 10,2 RSUDZA:
PT, INR 1,02

¾ BIMIKI | Volume 7 No 1 | Januari - Juni 2019 38


Nomor ISSN : 2338-4700 | SK no. 0005.0102/JI.3.2/SK.ISSN/2013.06

Tabel 4. Catatan keperawatan 9, laterasi : pupil anisokor , 1 mm/2 mm


Tanggal/Jam dan refleks babinski: +/+.
25 Mei 2018/ Fokus utama penatalaksanaan
09.30 pasien-pasien yang mengalami cedera
Pasien datang ke IGD dengan triage merah. kepala adalah mencegah terjadinya
TTV: HR: 59 x/ menit, TD: 114/ 53 mmHg, cedera otak sekunder. Pemberian
SpO2: 98%, RR: 21 x/menit, KGDs: 140 mg/dl, oksigenasi dan memelihara tekanan
irama : sinus bradikardi, pasien gelisah. darah yang baik dan adekuat untuk
Pasien telah terpasang OPA ukuran 100 mm mencukupi perfusi otak adalah hal yang
paling utama dan terutama untuk
dan terpasang collar neck. Pemberian terapi mencegah dan membatasi terjadinya
oksigen dengan Non-Rebreathing Mask 9L. cedera otak sekunder yang akhirnya akan
resusitasi cairan dengan drip NaCl 0,9% 1 kolf
500 cc . Pemasangan OGT dikarenakan
memperbaiki hasil akhir penderita[4]
pasien dicurigai fraktur basis cranii, Terapi oksigen yang diberikan
decompresi 500 cc. Pemasangan folley cateter kepada Tn. A adalah Non- Rebreathing
untuk memantau balance cairan, urine ouput: Mask 9 L. Berdasarkan penelitian yang
450 cc. Pasien gelisah, Injeksi miloz 5 mg 1 dilakukan oleh Hendrizal (2014) didapat
amp. Pasien direstrain ekstremitas
09.30-10.00 hasil bahwa terapi oksigen menggunakan
TTV: HR: 61 x/ menit, TD: 121/ 55 mmHg, non rebreathing mask berpengaruh
SpO2: 100%, RR: 16 x/menit. Pasien lebih terhadap tekanan parsial CO2 darah pada
tenang. Urine ouput: 60 cc/jam, urine pekat pasien cedera kepala untuk mencegah
12.00
TTV: HR: 72 x/ menit, TD: 119/ 57 mmHg, terjadinya peningkatan tekanan
SpO2: 100%, RR: 29 x/menit. Pasien tenang. intrakranial pada pasien cedera kepala.
Urine ouput: 62 cc/jam, Penelitian ini dilatar belakangi oleh teori
13.00 tekanan gas campuran Dalton yang
TTV: HR: 80x/ menit, TD: 123/ 60 mmHg, mengatakan bahwa jika salah satu
SpO2: 95%, RR: 31 x/menit. Pasien tenang.
Urine ouput: 60 cc/jam, urine pekat tekanan gas dalam campuran gas
14.00 bertambah maka tekanan parsial gas lain
TTV: HR: 104 x/ menit, TD: 119/57 mmHg, akan menurun. Dengan kata lain jika
SpO2: 99%, RR: 33 x/menit. Pasien gelisah.. tekanan parsial CO2 bertambah maka
Urine ouput: 60 cc/jam tekanan parsial O2 akan menurun dan
15.00 sebaliknya[8]

TTV: HR: 105 x/ menit, TD: 119/57 mmHg, Selain itu, Tn. A juga diposisikan
SpO2: 97%, RR: 35 x/menit. Pasien gelisah. head up 30º. Menurut Summers,dkk
Injeksi Miloz 5 mg 2 cc. Urine ouput: 60 cc/jam
(2009) untuk memaksimalkan oksigenasi
perlu pengaturan elevasi kepala lebih
16.00 tinggi karena dapat memfasilitasi
TTV: HR: 74 x/ menit, TD: 122/60 mmHg, peningkatan aliran darah keserebral,
SpO2: 100%, RR: 39 x/menit. Urine ouput: 200 dimana pada posisi kepala 30º terjadi
cc/jam, urine kuning pekat peningkatan aliran darah ke otak[4]
17.00 Tn. A dicurigai mengalami fraktur
TTV: HR: 89 x/ menit, TD: 126/66 mmHg,
SpO2: 99%, RR: 49 x/menit. Urine ouput: 215
basis cranii. Menurut Soertodewi (2012)
cc/jam, urine kuning pekat diagnosis fraktur basis crania ditegakkan
18.00 berdasarkan gejala klinis yaitu adanya
TTV: HR: 87 x/ menit, TD: 121/59 mmHg, cairan likour yang keluar dari hidung
SpO2: 97%, RR: 39 x/menit. Urine ouput: 160 (rinorea) atau telinga (otorea) disertai
cc/jam
19.00 hematoma kacamata (raccoon eye, brill
TTV: HR: 71 x/ menit, TD: 132/72 mmHg, hematoma, hematoma bilateral periorbital)
SpO2: 98%, RR: 26 x/menit. Urine ouput: 185 atau Battle sign yaitu hematoma
cc/jam retroaurikular. Pada Tn. A terdapat
20.00 beberapa tanda klinis fraktur basis crania
TTV: HR: 65 x/ menit, TD: 132/72 mmHg,
SpO2: 99%, RR: 22 x/menit. 9L. Urine ouput: diantaranya adanya cairan likour yang
185 cc/jam keluar dari hidung (rinorea) dan raccoon
eye. Oleh karena itu, terapi parenteral
DISCUSSION yang digunakan adalah OGT.
A. Ketidakefektifan perfusi jaringan Dikarenakan penggunaan NGT pada
cerebral pasien yang dicurigai mengalami fraktur

Tn. A dengan diagnosa utama


ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
berhubungan dengan edema cerebri yang
ditandai dengan Hasil head CT scan :
edema cerebri pasien mengalami
penurunan kesadaran, GCS: E2M5V2 =

¾ BIMIKI | Volume 7 No 1 | Januari - Juni 2019 39


Nomor ISSN : 2338-4700 | SK no. 0005.0102/JI.3.2/SK.ISSN/2013.06

basis crania dapat meningkatkan risiko terjadi perpindahan ion menuju sel saraf
peningkatan tekanan intracranial. (neurons) sehingga menyebabkan
Selain kejadian pada tingkat seluler, masuknya air dari ruang ekstraseluler.
Pembengkakan sel saraf yang terjadi
cedera pada hipotalamus dan kelenjar tanpa kerusakan sawar darah otak
hipofisis akibat tekanan yang GLVHEXW ³F\WRWR[LF HGHPD´ (GHPD MHQLV
ditransmisikan ke kepala akibat trauma, ini biasanya terjadi pada awal cedera otak
seiring dengan edema serebral, sering karena berbagai sebab, dan resisten
menyebabkan gangguan cairan dan terhadap berbagai terapi medis[5]
elektrolit yang sangat mempengaruhi Terapi hiperosmoler merupakan
mortalitas dan morbiditas pasien dengan kunci intervensi untuk pengelolaan edema
cedera otak diantaranya Syndrome of serebral dan peningkatan TIK setelah
Inappropriate Secretion of Anti Diuretic
Hormone (SIADH) atau akibat Cerebral Cedera otak traumatic (COT). Terutama
Salt Wasting Syndrome (CSW), yang indikasi untuk peningkatan TIK secara
masing-masing mengakibatkan pelepasan akut karena terapi hiperosmoler
ADH atau natriuretic peptide dari otak mempunyai efek yang cepat.
sebagai respon suatu cedera[6]. Hal Pengulangan pemberian mannitol
tersebut yang menyebabkan Tn. A merupakan masalah karena osmolaritas
mengalami poliuria dengan output urin serum > 320 mOsm/L dihubungkan
200 cc/ jam. adanya efek samping renal dan
Pemeriksaan CT scan diindikasikan neurologik. Kemungkinan komplikasi
untuk semua pasien cedera kepala lainnya adanya pengosongan volume
sedang dan berat. Pemeriksaan CT scan intravaskuler, hipotensi, hiperkalemia, dan
pada unit gawat darurat difokuskan untuk kemungkinan rebound peningkatan TIK[1]
menentukan efek massa dan perdarahan. Mannitol diberikan secara bolus
Efek massa dapat ditentukan oleh adanya intravena dengan dosis 0,25±1 gr/kg BB.
pergeseran atau kompresi struktur Bekerja dalam waktu 10±15 menit dan
intrakranial dari posisi normalnya dengan
menganalisis lokasi dan bentuk ventrikel, efektif kira-kira selama 2 jam. Mannitol
sisterna basalis dan sulkus[7]. Hasil CT tidak menembus sawar darah-otak yang
scan Tn. A menunjukkan bahwa Tn. A intact. Dengan peningkatan osmolalitas
mengalami edema cerebri. darah relatif terhadap otak, mannitol
Edema cerebri di sebabkan oleh menarik air dari jaringan otak ke dalam
penurunan tonus vasomotor serta darah. Bila sawar darah-otak rusak,
peningkatan volume pada jaringan mannitol dapat memasuki otak dan
pembuluh darah serebral. Pada keadaan menyebabkan rebound kenaikan tekanan
ini peningkatan tekanan darah dapat intrakranial sebab ada suatu perbedaan
dengan mudah menyebabkan osmotik yang terbalik dimana osmolaritas
pembengkakan otak dan peningkatan TIK.
Edema Serebral seringkali vasogenik atau jaringan otak lebih tinggi dibanding
sitotoksik karena kerusakan sawar darah plasma sehingga air akan masuk ke
otak[5] dalam jaringan otak. Akumulasi mannitol
Edema vasogenik lebih dalam otak terjadi pada dosis besar dan
mempengaruhi substansia alba, biasanya pengulangan pemberian. Mannitol dapat
terjadi pada cedera otak traumatik (TBI), menyebabkan vasodilatasi, yang
neoplasma dan kondisi inflamasi yang bergantung besarnya dosis dan
menyebabkan rusaknya sawar darah otak kecepatan pemberian. Vasodilatasi akibat
sertameningkatkan permeabilitas mannitol dapat menyebabkan
vaskuler, kebocoran komponen plasma
dan meningkatkan TIK secara signifikan. peningkatan volume darah otak dan
Edema tipe ini responsif terhadap terapi tekanan intrakranial secara selintas yang
steroid dan osmoterapi osmoterapi[5] simultan dengan penurunan tekanan
Sedangkan edema sitotoksik terjadi darah sistemik. Karena mannitol pertama-
karena pembengkakan elemen seluler tama dapat meningkatkan tekanan
(neuron, glia, endotel) karena kegagalan intrakranial, maka harus diberikan secara
pompa energi dan substrat (Na+, K+ SHUODKDQ LQIXV • PHQLW GDQ GLODNXNDQ
pump) sehinga mempengaruhi substansia bersama dengan manuver yang
alba dan grisea. Pada saat iskemia, menurunkan volume intracranial
(misalnya hiperventilasi)[1]. Oleh karena
itu salah satu farmakoterapi yang

¾ BIMIKI | Volume 7 No 1 | Januari - Juni 2019 40


Nomor ISSN : 2338-4700 | SK no. 0005.0102/JI.3.2/SK.ISSN/2013.06

diperoleh Tn. A adalah drip manitol 250 dengan cedera kepala traumatik secara
cc/ 30 menit. umum sudah dilaksanakan secara optimal
Hasil CT scan menunjukkan pasien yaitu dengan melakukan tindakan kegawat
mengalami edema cerebri sehingga daruratan yang bertujuan mencegah
pasien tidak dilakukan cranioktomi peningkatan TIK serta prognosis pasien
dikarenakan tidak adanya perdarahan semakin membaik selama masa rawatan di
pada otak melainkan hanya akan IGD
diberikan farmakoterapi yaitu injeksi
citicolin 1 gr/ 12 jam.
REFERENCE
B. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 1. %LVUL ' < ³0DQQLWRO XQWXN +LSHUWHQVL
Tn.Adengandiagnosa Intrakranial pada Cedera Otak Traumatik:
ketidakefektifan bersihan jalan nafas $SDNDK 0DVLK GLSHUOXNDQ"´ JNI.
berhubungan dengan akumulasi darah di 2:3(2013): 177±87
jalan pernapasan ditandai dengan pasien 2. +XVQD 8 'DOKDU 0 ³3DWRILVLRORJL GDQ
mengalami penurunan kesadaran 3HQDWDODNVDQDDQ (GHPD &HUHEUL´ MNJ.
auskultasi paru : crackles, takipnea, RR : 3:2(2017): 94-107
34x/I, terdapat akumulasi darah pada 3. 6RHUWLGHZL / ³3HQDWDODNVDQDDQ
jalan nafas dan reflek batuk (-) .HGDUXUDWDQ &HGHUD .UDQLRVHUHEUDO´
Berdasarkan hasil penelitian didapati CDK. 39:5(2012): 327-331
bahwa hasil saturasi oksigen setalah 4. 6XZDQGHZL $ ³3HQJDUXK 3HPEHULDQ
dilakukan hiperoksigenasi pada proses Oksigen melalui Masker Sederhana dan
suctioning, saturasi oksigen pasien Posisi Kepala 30º terhadap Perubahan
meningkat dan ada yang bertahan di nilai Tingkat Kesadaran pada Pasien Cedera
yang sama. Sedangkan penelitian yang .HSDOD 6HGDQJ GL 568'´ Healthy-mu
dilakukan oleh Maggiore et, al. (2013), Journal. 1:1(2017):1-5
tentang Decreasing the Adverse Effects of 5. Suyasa, A.B.,& Rahardjo, S.
Endotracheal Suctioning During ³3HQDQJDQDQ (GHPD 6HUHEUL %HUDW GDQ
Mechanical Ventilation by Changing Herniasi Serebri pada Cedera Kepala
Practice diperoleh bahwa 46,8% Traumatik´. JNI, 1:2(2012): 110-119
responden mengalami penurunan saturasi 6. Syah, B.I., Gaus, S.,& Rahardjo, S.
oksigen dan 6,5% disebabkan karena ³0DQDMHPHQ &DLUDQ GDQ (OHNWUROLW SDGD
tindakan suction (Superdana & Sumara, Pasien Cedera Kepala´. JNI, 5:3(2016):
2015). 197±209
7. 6\OYDQL ³3HUDQ Neuroimaging dalam
TAKE HOME MESSAGE 'LDJQRVLV &HGHUD .HSDOD´ CDK-249,
Tujuan utama penanganan pasien 44:2(2017): 97-102
dengan cedera kepala adalah mencegah 8. Takatelide, F.W., Kumaat, L.T., & Malara,
peningkatan tekanan intracranial 5 7 ³3HQJDUXK 7HUDSL 2NVLJHQDVL 1DVDO
Peningkatan Tekanan intrakranial (TIK) yang Prong terhadap Perubahan Saturasi
sangat tinggi dapat menyebabkan terjadinya Oksigen Pasien Cedera Kepala di
herniasi serebri yang dapat berakibat fatal Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr.
bahkan kematian. Manajemen asuhan R. ' .DQGRX 0DQDGR´ E-Jurnal
keperawatan gawat darurat pada Tn A. Keperawatan.5:1(2017
.

¾ BIMIKI | Volume 7 No 1 | Januari - Juni 2019 41


Nomor ISSN : 2338-4700 | SK no. 0005.0102/JI.3.2/SK.ISSN/2013.06

Anda mungkin juga menyukai