06
Abstrak
Pemaparan laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan asuhan keperawatan gawat
darurat yang telah dilakukan pada pasien dengan edema serebri dengan cedera kepala traumatik.
Laporan kasus ini sejalan dengan laporan kasus tentang penanganan kegawatdaruratan pada
pasien edema serebri dengan cedera kepala traumatic yang diungkapkan oleh Suyarsa dan
Rahardjo (2012). Meskipun terdapat perbedaan utama terkait penanganan lanjutan antara kedua
laporan kasus yang didasarkan pada hasil pemeriksaan diagnostik meliputi hasil pemeriksaan
head CT Scan. Pasien yang dilaporkan oleh penulis sebelumnya menunjukkan adanya perdarahan
subdural regio frontotemporoparietal kanan dan edema serebri berat dengan midline shift sehingga
tindakan lanjutan yang akan dilakukan adalah pembedahan. Sedangkan pasien yang akan
dilaporkan oleh penulis hanya mengalami edema serebri tanpa pendarahan sehingga penanganan
lanjutan berupa rawat intensif dengan farmakoterapi tanpa pembedahan. Tn. A 22 tahun kiriman
dari RS Simeulu dengan cedera kepala traumatik. Keluhan utama adalah penurunan kesadaran
Tujuan utama penanganan pasien dengan cedera kepala adalah mencegah peningkatan tekanan
intracranial. Manajemen intracranial yang telah dilakukan pada Tn. A meliputi pasien diposisikan
Head up 30º, terapi oksigen dengan Non-Rebreathing Mask 9L, resusitasi cairan dengan drip NaCl
0,9% 1 kolf, injeksi midazolam (extra) 5 mg1 amp, pemasangan folley cateter, pemasangan OGT
ukuran 16, drip manitol 250 cc/ 30 menit dan injeksi citicolin 1 gr/ 12 jam. 1 jam setelah
penanganan kegawat daruratan dilakukan pasien menunjukkan perbaikan status hemodinamik
yang dipantau melalui monitor. Manajemen asuhan keperawatan gawat darurat pada Tn A. dengan
cedera kepala traumatik secara umum sudah dilaksanakan secara optimal yaitu dengan
melakukan tindakan kegawat daruratan yang bertujuan mencegah peningkatan TIK serta
prognosis pasien semakin membaik selama masa rawatan di IGD
Kata kunci : Cedera otak traumatik, Edema serebri, Peningkatan tekanan intracrani
Abstract
This case report is purpose to explain emergency nursing management wich did to the patient
with cerebral edema in traumatic brain injury. This case report as same as with the case report
about emergency management of cerebral edema in traumatic brain injury reported by Suyarsa
dan Rahardjo (2012) . Eventhough there is principle difference about continous intervention
between two case reports that based on head CT Scan result. The patient reported by Suyarsa dan
Rahardjo (2012) shows bleeding in right subdural regio frontotemporoparietal and severe cerebral
edema with midline shift, so the countinous intervention is surgery. While the patient reported by
the writer only had cerebral edema without bleeding in brain, so the countinous intervention is
farmakoteraphy without surgery. Mr. A (22 years old) sent by Simeulu hospital with traumatic brain
injury. The principal problem is decrease of mental status. The main purpose of management
patient with traumatic brain injury prevents the increase of intracranial pressure. The increase of
intracranial pressure management did with Mr. A is Head up 30º, oxygen therapy with Non-
Rebreathing Mask 9L, liquid resuscitation with splash NaCl 0,9% 1 kolf, midazolam injection (extra)
5 mg1 amp, assemble of folley cateter, assemble OGT with size 16, manitol drip 250 cc/ 30
minutes, and citicolin injection 1 gr/ 12 hours. An hour after emergency management is treated, the
patient show stability of hemodinamik status observed by monitor. Emergency nursing
management to Mr. A with traumatic brain injury treated optimum which is treated to prevent
LQFUHDVH RI LQWUDFUDQLDO SUHVVXUH DQG SDWLHQW¶V SURJQRVLV LV EHWWHU VLQFH LQ (PHUJHQF\ XQLW
TTV: HR: 105 x/ menit, TD: 119/57 mmHg, Selain itu, Tn. A juga diposisikan
SpO2: 97%, RR: 35 x/menit. Pasien gelisah. head up 30º. Menurut Summers,dkk
Injeksi Miloz 5 mg 2 cc. Urine ouput: 60 cc/jam
(2009) untuk memaksimalkan oksigenasi
perlu pengaturan elevasi kepala lebih
16.00 tinggi karena dapat memfasilitasi
TTV: HR: 74 x/ menit, TD: 122/60 mmHg, peningkatan aliran darah keserebral,
SpO2: 100%, RR: 39 x/menit. Urine ouput: 200 dimana pada posisi kepala 30º terjadi
cc/jam, urine kuning pekat peningkatan aliran darah ke otak[4]
17.00 Tn. A dicurigai mengalami fraktur
TTV: HR: 89 x/ menit, TD: 126/66 mmHg,
SpO2: 99%, RR: 49 x/menit. Urine ouput: 215
basis cranii. Menurut Soertodewi (2012)
cc/jam, urine kuning pekat diagnosis fraktur basis crania ditegakkan
18.00 berdasarkan gejala klinis yaitu adanya
TTV: HR: 87 x/ menit, TD: 121/59 mmHg, cairan likour yang keluar dari hidung
SpO2: 97%, RR: 39 x/menit. Urine ouput: 160 (rinorea) atau telinga (otorea) disertai
cc/jam
19.00 hematoma kacamata (raccoon eye, brill
TTV: HR: 71 x/ menit, TD: 132/72 mmHg, hematoma, hematoma bilateral periorbital)
SpO2: 98%, RR: 26 x/menit. Urine ouput: 185 atau Battle sign yaitu hematoma
cc/jam retroaurikular. Pada Tn. A terdapat
20.00 beberapa tanda klinis fraktur basis crania
TTV: HR: 65 x/ menit, TD: 132/72 mmHg,
SpO2: 99%, RR: 22 x/menit. 9L. Urine ouput: diantaranya adanya cairan likour yang
185 cc/jam keluar dari hidung (rinorea) dan raccoon
eye. Oleh karena itu, terapi parenteral
DISCUSSION yang digunakan adalah OGT.
A. Ketidakefektifan perfusi jaringan Dikarenakan penggunaan NGT pada
cerebral pasien yang dicurigai mengalami fraktur
basis crania dapat meningkatkan risiko terjadi perpindahan ion menuju sel saraf
peningkatan tekanan intracranial. (neurons) sehingga menyebabkan
Selain kejadian pada tingkat seluler, masuknya air dari ruang ekstraseluler.
Pembengkakan sel saraf yang terjadi
cedera pada hipotalamus dan kelenjar tanpa kerusakan sawar darah otak
hipofisis akibat tekanan yang GLVHEXW ³F\WRWR[LF HGHPD´ (GHPD MHQLV
ditransmisikan ke kepala akibat trauma, ini biasanya terjadi pada awal cedera otak
seiring dengan edema serebral, sering karena berbagai sebab, dan resisten
menyebabkan gangguan cairan dan terhadap berbagai terapi medis[5]
elektrolit yang sangat mempengaruhi Terapi hiperosmoler merupakan
mortalitas dan morbiditas pasien dengan kunci intervensi untuk pengelolaan edema
cedera otak diantaranya Syndrome of serebral dan peningkatan TIK setelah
Inappropriate Secretion of Anti Diuretic
Hormone (SIADH) atau akibat Cerebral Cedera otak traumatic (COT). Terutama
Salt Wasting Syndrome (CSW), yang indikasi untuk peningkatan TIK secara
masing-masing mengakibatkan pelepasan akut karena terapi hiperosmoler
ADH atau natriuretic peptide dari otak mempunyai efek yang cepat.
sebagai respon suatu cedera[6]. Hal Pengulangan pemberian mannitol
tersebut yang menyebabkan Tn. A merupakan masalah karena osmolaritas
mengalami poliuria dengan output urin serum > 320 mOsm/L dihubungkan
200 cc/ jam. adanya efek samping renal dan
Pemeriksaan CT scan diindikasikan neurologik. Kemungkinan komplikasi
untuk semua pasien cedera kepala lainnya adanya pengosongan volume
sedang dan berat. Pemeriksaan CT scan intravaskuler, hipotensi, hiperkalemia, dan
pada unit gawat darurat difokuskan untuk kemungkinan rebound peningkatan TIK[1]
menentukan efek massa dan perdarahan. Mannitol diberikan secara bolus
Efek massa dapat ditentukan oleh adanya intravena dengan dosis 0,25±1 gr/kg BB.
pergeseran atau kompresi struktur Bekerja dalam waktu 10±15 menit dan
intrakranial dari posisi normalnya dengan
menganalisis lokasi dan bentuk ventrikel, efektif kira-kira selama 2 jam. Mannitol
sisterna basalis dan sulkus[7]. Hasil CT tidak menembus sawar darah-otak yang
scan Tn. A menunjukkan bahwa Tn. A intact. Dengan peningkatan osmolalitas
mengalami edema cerebri. darah relatif terhadap otak, mannitol
Edema cerebri di sebabkan oleh menarik air dari jaringan otak ke dalam
penurunan tonus vasomotor serta darah. Bila sawar darah-otak rusak,
peningkatan volume pada jaringan mannitol dapat memasuki otak dan
pembuluh darah serebral. Pada keadaan menyebabkan rebound kenaikan tekanan
ini peningkatan tekanan darah dapat intrakranial sebab ada suatu perbedaan
dengan mudah menyebabkan osmotik yang terbalik dimana osmolaritas
pembengkakan otak dan peningkatan TIK.
Edema Serebral seringkali vasogenik atau jaringan otak lebih tinggi dibanding
sitotoksik karena kerusakan sawar darah plasma sehingga air akan masuk ke
otak[5] dalam jaringan otak. Akumulasi mannitol
Edema vasogenik lebih dalam otak terjadi pada dosis besar dan
mempengaruhi substansia alba, biasanya pengulangan pemberian. Mannitol dapat
terjadi pada cedera otak traumatik (TBI), menyebabkan vasodilatasi, yang
neoplasma dan kondisi inflamasi yang bergantung besarnya dosis dan
menyebabkan rusaknya sawar darah otak kecepatan pemberian. Vasodilatasi akibat
sertameningkatkan permeabilitas mannitol dapat menyebabkan
vaskuler, kebocoran komponen plasma
dan meningkatkan TIK secara signifikan. peningkatan volume darah otak dan
Edema tipe ini responsif terhadap terapi tekanan intrakranial secara selintas yang
steroid dan osmoterapi osmoterapi[5] simultan dengan penurunan tekanan
Sedangkan edema sitotoksik terjadi darah sistemik. Karena mannitol pertama-
karena pembengkakan elemen seluler tama dapat meningkatkan tekanan
(neuron, glia, endotel) karena kegagalan intrakranial, maka harus diberikan secara
pompa energi dan substrat (Na+, K+ SHUODKDQ LQIXV • PHQLW GDQ GLODNXNDQ
pump) sehinga mempengaruhi substansia bersama dengan manuver yang
alba dan grisea. Pada saat iskemia, menurunkan volume intracranial
(misalnya hiperventilasi)[1]. Oleh karena
itu salah satu farmakoterapi yang
diperoleh Tn. A adalah drip manitol 250 dengan cedera kepala traumatik secara
cc/ 30 menit. umum sudah dilaksanakan secara optimal
Hasil CT scan menunjukkan pasien yaitu dengan melakukan tindakan kegawat
mengalami edema cerebri sehingga daruratan yang bertujuan mencegah
pasien tidak dilakukan cranioktomi peningkatan TIK serta prognosis pasien
dikarenakan tidak adanya perdarahan semakin membaik selama masa rawatan di
pada otak melainkan hanya akan IGD
diberikan farmakoterapi yaitu injeksi
citicolin 1 gr/ 12 jam.
REFERENCE
B. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 1. %LVUL ' < ³0DQQLWRO XQWXN +LSHUWHQVL
Tn.Adengandiagnosa Intrakranial pada Cedera Otak Traumatik:
ketidakefektifan bersihan jalan nafas $SDNDK 0DVLK GLSHUOXNDQ"´ JNI.
berhubungan dengan akumulasi darah di 2:3(2013): 177±87
jalan pernapasan ditandai dengan pasien 2. +XVQD 8 'DOKDU 0 ³3DWRILVLRORJL GDQ
mengalami penurunan kesadaran 3HQDWDODNVDQDDQ (GHPD &HUHEUL´ MNJ.
auskultasi paru : crackles, takipnea, RR : 3:2(2017): 94-107
34x/I, terdapat akumulasi darah pada 3. 6RHUWLGHZL / ³3HQDWDODNVDQDDQ
jalan nafas dan reflek batuk (-) .HGDUXUDWDQ &HGHUD .UDQLRVHUHEUDO´
Berdasarkan hasil penelitian didapati CDK. 39:5(2012): 327-331
bahwa hasil saturasi oksigen setalah 4. 6XZDQGHZL $ ³3HQJDUXK 3HPEHULDQ
dilakukan hiperoksigenasi pada proses Oksigen melalui Masker Sederhana dan
suctioning, saturasi oksigen pasien Posisi Kepala 30º terhadap Perubahan
meningkat dan ada yang bertahan di nilai Tingkat Kesadaran pada Pasien Cedera
yang sama. Sedangkan penelitian yang .HSDOD 6HGDQJ GL 568'´ Healthy-mu
dilakukan oleh Maggiore et, al. (2013), Journal. 1:1(2017):1-5
tentang Decreasing the Adverse Effects of 5. Suyasa, A.B.,& Rahardjo, S.
Endotracheal Suctioning During ³3HQDQJDQDQ (GHPD 6HUHEUL %HUDW GDQ
Mechanical Ventilation by Changing Herniasi Serebri pada Cedera Kepala
Practice diperoleh bahwa 46,8% Traumatik´. JNI, 1:2(2012): 110-119
responden mengalami penurunan saturasi 6. Syah, B.I., Gaus, S.,& Rahardjo, S.
oksigen dan 6,5% disebabkan karena ³0DQDMHPHQ &DLUDQ GDQ (OHNWUROLW SDGD
tindakan suction (Superdana & Sumara, Pasien Cedera Kepala´. JNI, 5:3(2016):
2015). 197±209
7. 6\OYDQL ³3HUDQ Neuroimaging dalam
TAKE HOME MESSAGE 'LDJQRVLV &HGHUD .HSDOD´ CDK-249,
Tujuan utama penanganan pasien 44:2(2017): 97-102
dengan cedera kepala adalah mencegah 8. Takatelide, F.W., Kumaat, L.T., & Malara,
peningkatan tekanan intracranial 5 7 ³3HQJDUXK 7HUDSL 2NVLJHQDVL 1DVDO
Peningkatan Tekanan intrakranial (TIK) yang Prong terhadap Perubahan Saturasi
sangat tinggi dapat menyebabkan terjadinya Oksigen Pasien Cedera Kepala di
herniasi serebri yang dapat berakibat fatal Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr.
bahkan kematian. Manajemen asuhan R. ' .DQGRX 0DQDGR´ E-Jurnal
keperawatan gawat darurat pada Tn A. Keperawatan.5:1(2017
.