Anda di halaman 1dari 6

Bahaya Zat Pemanis dan Zat Pewarna pada Makanan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Segala sesuatu

yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,

termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan

dalam proses pengolahan makanan dan minuman (Mahendratta, 2007).

Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang

biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan

komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang

dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada

pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan

penyimpanan (Cahyadi, 2006).

Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang ditambahkan

ke dalam makanan untuk mendapatkan warna yang lebih pekat dan menarik. Zat

pewarna yang digunakan untuk makanan diantaranya karamel, karotenoid,

karmoisin dan eritrosin. Seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna

untuk sembarang bahan pangan, seperti penggunaan zat pewarna yang tidak

diizinkan berdasarkan PERMENKES RI No. 722/Menkes/PerIX/1988 (sekarang

PERMENKES RI No. 033 Tahun 2012), misalnya Methanyl Yellow dan

Rhodamin B (Yuliarti, 2007).

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan

digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan
makanan kesehatan. Pemanis adalah bahan tambahan makanan yang ditambahkan

dalam makanan atau minuman untuk menciptakan rasa manis. Lidah adalah organ

tubuh yang dapat membedakan rasa. Rasa manis dapat dirasakan pada ujung

sebelah luar lidah. Rasa manis dihasilkan oleh berbagai senyawa organik,

termasuk alkohol, glikol, gula dan turunan gula. Sukrosa adalah bahan pemanis

pertama yang digunakan secara komersial karena pengusahaannya paling

ekonomis. Sekarang telah banyak diketahui bahwa bahan alami maupun sintetis

bisa menghasilkan rasa manis. Bahan pemanis tersebut adalah karbohidrat,

protein, maupun senyawa sintetis yang bermolekul sederhana dan tidak

mengandung kalori seperti bahan pemanis alami (Cahyadi, 2005).

Pemanis buatan juga semakin banyak digunakan oleh produsen makanan

untuk mendapatkan tingkat kemanisan yang tinggi dengan jumlah yang sedikit.

Namun, seringkali produsen tidak memperhatikan kadar pemanis yang digunakan.

Pemanis merupakan bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada makanan

dan minuman untuk menciptakan rasa manis, tetapi tidak memiliki nilai gizi.

Sampai saat ini pemanis buatan utama yang digunakan masyarakat adalah gula,

namun kemudian berkembang pula bahan pemanis buatan yang ditambahkan ke

dalam makanan misalnya sakarin dan siklamat. Sakarin memiliki rasa manis 200-

700 kali dari gula dan siklamat memiliki rasa manis 30-300 kali dari gula. Kedua

jenis pemanis ini bersifat karsinogenik jika dikonsumsi dengan kadar yang

berlebihan (Cahyadi, 2009).

Makanan yang aman merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan

derajat kesehatan. Masalah keamanan pangan yang masih sering terjadi di

Indonesia diantaranya adalah penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang


berlebih dan BTP yang dilarang. Pemerintah telah penggunaan BTP di dalam

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang perubahan

atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/IX/88, dan PerMenKes

RI No. 208/MenKes/Per/IV/1985.

Penelitian Badan POM terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)

yang diambil dari 886 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang tersebar di 30

kota di Indonesia. Selama Tahun 2011 telah diambil sebanyak 4.808 sampel

PJAS terdapat 1.705 (35,46%) sampel diantaranya tidak memenuhi syarat

kemanan dan mutu pangan, dimana dari 3.925 sampel PJAS juga ditemukan 421

(10,73%) sampel mengandung pemanis siklamat, 52 (1,32%) sakarin, 10 (0,25%)

asesulfam yang melebihi batas persyaratan (BPOM, 2011).

Penggunaan bahan tambahan makanan yang dinyatakan terlarang pada

produk makanan atau penggunaan yang melebihi batas ketentuan aman, masih

sering ditemukan dipasaran. Produk makanan yang kurang berasal dari industri

kecil dan industri rumah tangga atau bahkan tanpa di sadari masih selalu muncul

di keluarga (Pitojo dan Zumiati, 2009).

Pemanis buatan pada awalnya diproduksi komersial untuk memenuhi

ketersediaan produk makanan dan minuman bagi penderita diabetes mellitus yang

harus mengontrol kalori makanannya. Perkembangan industri pangan dan

minuman akan kebutuhan pemanis dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Industri pangan lebih menggunakan pemanis sintesis karena selain harganya

relatif murah, tingkat kemanisan pemanis sintesis jauh lebih tinggi dari pemanis
alami. Dilihat dari data pemakaian selama 5 tahun ada peningkatan pemakaian

pemanis buatan rata-rata sebesar 13,5% (Cahyadi, 2009).

Menurut Permenkes RI No. 208/Menkes/Per/IV/1985 diantara semua

pemanis buatan hanya beberapa yang diizinkan penggunaannya seperti sakarin,

siklamat dan aspartam dengan jumlah yang dibatasi dosis tertentu (Cahyadi,

2009).

Meskipun sakarin dan siklamat tergolong dalam bahan pangan yang

diizinkan pemerintah, namun kewaspadaan terhadap penggunaan jenis pemanis

buatan tersebut perlu dilakukan. Mengingat tidak semua masyarakat mengerti

tentang bahan tambah pangan, penggunaan serta pengolahannya (Lestari, 2011).

Penggunaan pewarna buatan dapat menyebabkan gangguan kesehatan

apabila melebihi batas yang telah ditentukan seperti dapat menyebabkan tumor,

hiperaktif pada anak-anak, menimbulkan efek pada sistem saraf, alergi dan dapat

menimbulkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah,

gangguan pencernaan, dan penggunaan dalam waktu yang lama dapat

mengakibatkan kanker (Yuliarti, 2007).

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan melalui hewan percobaan,

misalnya di Institut Kanker Nasional di Amerika bahwa efek langsung bahan

pemanis buatan adalah penyebab kanker. Maka dari itu dalam penggunaannya

harus hati-hati, tidak berlebihan artinya dalam dosis yang tinggi akan tetap

menyebabkan timbulnya gejala-gejala tertentu (Linda, 2006).

Selain mengakibatkan kanker, pemanis buatan juga dapat menyebabkan

radang saluran nafas, migrain, dan gigi keropos jika penggunaannya melebihi
batas yang ditentukan. Pada penelitian Bigal dan Krymchantowski (2006),

sucralose dapat mengakibatkan migrain jika berlebihan.

Daftar Pustaka

Sahariah Sitti dan Hikmawati Mas’ud. 2013. Zat Pewarna Antara Sirup

Lokal dan Non-Lokal yang Beredar di Pasar Tradisional Kota Makassar.

Makassar : Media Gizi Pangan, Vol. XV, Edisi 1, 2013

Yamin, Muhammad, Jamaluddin, Khairuddin, Nasruddin. 2018.

Penyadarn Masyarakat Mengenai Dampak Negatif Penggunaan Zat Adiktif Pada

Makanan Terhadap Kesehatan. Mataram : Jurnal Pendidikan dan Pengabdian

Masyarakat, Vol. 1 No. 1, Februari 2018

Riski Linda, Widya Hary Cahyati, Intan Zainafree. Studi Deskriptif Bahan

Tambahan Kimia Berbahaya Pada Jajanan Anak Sekolah Dasar di Kecamatan

Pedurungan Kota Semarang. Semarang.

Mashithoh Nyanyu, Evawany Y Aritonnag, Albiner Siagian. 2016. Analisis

Kandungan Zat Pemanis (Siklamat dan Sakarin) pada Selai Buah Tidak Bermerek

yang di Jual di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016. Medan.
Wariyah Chatarina, Sri Hartati Candra Dewi. Penggunaan Pengawet dan

Pemanis Buatan pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Wilayah

Kabupaten Kulon Progo DIY. Yogyakarta.

Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Literasi

Media Publishing.

Gunes, A., Inal, A., Bagci, E. G., & Pilbeam, D. J. (2007). Silicon-

mediated changes of some physiological and enzymatic parameters symptomatic

for oxidative stress in spinach and tomato grown in sodic-B toxic soil. Plant and

Soil, 290(1-2), 103-114.

Arshadullah, M., Ali, A., Hyder, S. I., & Khan, A. M. (2012). Effect of

wheat residue incorporation along with N starter dose on rice yield and soil health

under saline sodic soil. The Journal of Animal and Plant Sciences, 22(3), 753-757.

Hyder, S. I., Arshadullah, M., Arshad, A., & Mahmood, I. A. (2012). Effect of

boron nutrition on paddy yield under saline-sodic soils. Pakistan Journal of

Agricultural Research, 25(4).

Inal, A., & Gunes, A. (2008). Interspecific root interactions and

rhizosphere effects on salt ions and nutrient uptake between mixed grown

peanut/maize and peanut/barley in original saline–sodic–boron toxic soil. Journal

of plant physiology, 165(5), 490-503.

Anda mungkin juga menyukai