Anda di halaman 1dari 45

PETUNJUK PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FORMULASI
SEDIAAN SOLID

Oleh:
Apt, Dr. Lusi Nurdianti, M.Si
Apt, Taufik Hidayat, M.S.Farm

PRODI S1 FARMASI
STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2021/2022
HANYA UNTUK KALANGAN SENDIRI
Dilarang mengkopi/menggandakan tanpa seijin Prodi
Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada
Tasikmalaya
VISI DAN MISI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
VISI
“Visi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada adalah “Menjadi
Perguruan Tinggi yang mampu menghasilkan lulusan yang unggul dalam bidang
kesehatan dan berakhlak mulia ”
MISI
Misi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada adalah
1) Menyelenggarakan Tridharma Perguruan Tinggi yang bermutu untuk
menghasilkan lulusan yang kompeten dan berdaya saing.
2) Melaksanakan pendidikan dan pengajaran berbasis kurikulum kompetensi
yang memiliki ciri khas bidang kesehatan.
3) Membangun suasana akademik berdasarkan nilai-nilaireligi.
4) Memfasilitasi publikasi karya ilmiah dosen dan mahasiswa

VISI DAN MISI


PROGRAM STUDI SI FARMASI
VISI
“ Menjadi program studi farmasi yang mampu menghasilkan lulusan yang
berakhlak mulia yang unggul di bidang ilmu kefarmasian khususnya farmasi
klinik dan komunitas sehingga mampu berkontribusi terhadap peningkatan derajat
kesehatan masyarakat”.
MISI
Misi Program Studi S1 Farmasi adalah:
1) Menyelenggarakan pendidikan akademik dibidang kefarmasian yang
bermutu tinggi bagi seluruh lapisan masyarakat dengan penguatan pada
farmasi klinis dan komunitas
2) Menyelenggarakan penelitian yang inovatif dan berkesinambungan dalam
bidang kefarmasian khususnya yang relevan dengan visi untuk
peningkatan derajat kesehatan masyarakat
3) Menetapkan hasil-hasil pendidikan dan penelitian dalam kegiatan
pengabdian pada masyarakat
4) Meningkatkan suasana akademik yang kondusif
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabil’alamin, segala puji bagi Alloh Subhanahu Wa Ta’ala


yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, hidayah, dan bimbingannya sehingga
usaha penyusunan Modul Praktikum Teknologi Formulasi Sediaan Solida ini
dapat berjalan dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah
kepada Rosulullah, Muhammad Shollahu’alaihi Wa Salam dan segenap umat
yang dicintai beliau hingga akhir zaman.
Modul ini disusun dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan dan
petunjuk bagi para mahasiswa farmasi dalam hal perancangan formula,
pembuatan, dan evaluasi sediaan farmasi solida yang menunjang materi pada mata
kuliah Teknologi Formulasi Sediaan Solida di Farmasi STIKes Bakti Tunas
Husada Tasikmalaya.
Tim penyusun menyadari sepenuhnya bahwa modul ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari para pemakai
dan pembaca modul ini kami perlukan dalam rangka perbaikan buku ini di masa
yang akan datang.

Tasikmalaya, 2019

Tim penyusun
TATA TERTIB PRAKTIKUM

Tata tertib yang harus ditaati selama praktikum di Laboratorium :


1. Jadwal pertemuan praktikum adalah sebagai berikut:
MATERI KEGIATAN
I - Penjelasan umum & tata tertib praktikum
II - Percobaan 1 (pembuatan tablet metoda granulasi basah)
Pembuatan granul
III - Evaluasi granul
IV - Pencetakan tablet
V - Evaluasi fisik dan kimia tablet
VI - Percobaan 2 (pembuatan tablet metoda granulasi kering)
Pembuatan granul
VII - Evaluasi granul
VIII - Pencetakan tablet
IX - Evaluasi fisik dan kimia tablet
X - Percobaan 3 (pembuatan tablet metoda kempa langsung)
Preformulasi
XI - Pembuatan dan pencetakan tablet
XII - Evaluasi fisik dan kimia tablet
XIII - Percobaan 5 (pembuatan supositoria dan evaluasi)
XIV - Ujian akhir praktikum

2. Datang tepat pada waktunya, praktikan harus sudah mengenakan jas


lab lengan panjang yang bersih dan memakai sepatu tertutup.
3. Masalah keterlambatan:
a. <15 menit (sebelum tes awal selesai) praktikan
diperbolehkan masuk, dan diperbolehkan mengikuti tes awal,
menggunakan sisa waktu yang dimiliki
b. 15-30 menit  praktikan diperbolehkan masuk dengan seizin
asisten, tetapi kehilangan nilai tes awal dan mengurangi nilai
kinerja (50%)
c. 30-60 menit  praktikan diperbolehkan masuk untuk
mengikuti praktikum, tetapi praktikan tidak memperoleh nilai
tes awal dan kinerja
d. >60 menit  tidak boleh mengikuti praktikum dan tidak
memperoleh nilai apapun
4. Tes awal dilaksanakan di awal praktikum (15 menit) dengan nilai
minimal 50. Jika nilai tes awal kurang dari 50 menandakan praktikan
belum siap untuk mengikuti praktikum dan akan diberikan tes lisan
oleh asisten yang bertugas ataupun tugas tambahan
5. Selama praktikum berlangsung tidak diperkenankan meninggalkan
laboratorium kecuali telah mendapat izin dari asisten yang bertugas
dengan menyerahkan name tag.
6. Praktikan dibagi menjadi beberapa kelompok, yang harus bekerja sama
dalam mendiskusikan formula sediaan yang akan dibuat. Pada saat
praktikum setiap praktikan akan bekerja secara perorangan untuk
membuat sediaan, dengan pembagian tugas diatur oleh asisten
kelompok masing-masing.
7. Setiap formula harus didiskusikan dengan asisten terlebih dahulu, pada
sesi khusus yang disediakan.
8. Setiap praktikan harus menyusun daftar kebutuhan alat masing-
masing. Daftar kebutuhan alat setiap kelompok diserahkan kepada
laboran untuk disiapkan oleh laboran.
9. Setiap alat yang dipinjam menjadi tanggung jawab praktikan, dan
harus dikembalikan kepada laboran.
10. Gunakan jurnal yang telah diperiksa asisten yang bertugas sebagai
pedoman anda dalam melakukan kegiatan/ percobaan.
Format Jurnal (perorangan) :
- Nama Sediaan
- Kekuatan sediaan
- Preformulasi Zat Aktif
- Preformulasi eksipien
- Analisis formula
- Perhitungan dan Penimbangan
- Prosedur Pembuatan
- Evaluasi
11. Praktikan yang tidak hadir dengan alasan:
a. Sakit dengan surat dokter
b. Musibah
c. Kegiatan akademik atau kemahasiswaan yang diizinkan
fakultas
Dapat mengikuti praktikum pada shift lain (bila memungkinkan) atau
bila tidak memungkinkan praktikan dapat memperoleh nilai dengan:
a. Melakukan tes awal pada hari lain (koordinasikan dengan
koordinator praktikum)
b. Mengumpulkan jurnal sebagai pengganti nilai jurnal
c. Mengumpulkan laporan sebagai pengganti nilai laporan
d. Mengerjakan tugas khusus sebagai pengganti nilai kinerja
12. Praktikan yang tidak mengikuti praktikum ≥ 2 kali pertemuan, karena
alasan apapun, dianggap tidak lulus praktikum, dan harus mengulang
tahun berikutnya.
13. Laporan dibuat perkelompok sesuai dengan jenis sediaan yang dibuat,
dengan format laporan sebagai berikut:
- Nama Sediaan
- Kekuatan sediaan
- Preformulasi Zat Aktif
- Preformulasi eksipien
- Analisis formula
- Perhitungan dan Penimbangan
- Prosedur Pembuatan
- Wadah dan kemasan
- Hasil evaluasi sediaan
- Pembahasan
- Kesimpulan
- Daftar Pustaka
14. Penilaian praktikum meliputi: Sikap (10%), Tugas (20%), UTS (35%)
dan UAS (35%)

- setiap pelanggaran terhadap tata tertib akan dikenakan

sanksi
BAB I
GRANULASI BASAH

A. DEFINISI
Granulasi merupakan proses awal terhadap serbuk untuk dapat ditabletasi,
dimana terjadi proses peningkatan ukuran partikel-partikel kecil digabungkan
menjadi partikel dengan ukuran yang lebih besar, membentuk aglomerat
permanen sehingga lebih mudah mengalir. Sebagian besar serbuk tidak dapat
dibentuk menjadi tablet secara langsung karena tidak memiliki sifat mengikat satu
sama lain untuk membentuk sediaan yang kompak dan juga tidak memiliki sifat
lubrikasi dan disintegrasi yang diperlukan dalam proses tabletasi.
Granulasi basah merupakan suatu proses penambahan cairan ke dalam
massa serbuk dan diaduk dengan alat yang sesuai untuk menghasilkan aglomerat
atau granul.
Tahapan umum untuk proses granulasi basah sebagai berikut :

Proses pembentukan granul pada granulasi basah meliputi :


1. Pembentukan jembatan-jembatan kristalin oleh pengikat selama proses
pengeringan
2. Pembentukan struktur melalui pengerasan oleh pengikat selama proses
pengeringan
3. Penghancuran dan pengikatan partikel-partikel selama proses kompaksi

Tujuan utama granulasi serbuk adalah :


1. Meningkatkan sifat aliran serbuk atau campuran serbuk
2. Meningkatkan karakteristik kempa dari serbuk atau campuran serbuk

B. KONDISI PENERAPAN
1. Granulasi basah diterapkan jika serbuk yang akan ditabletasi sukar mengalir,
mempunyai bobot jenis yang rendah (volumimous), dan daya
kompresibilitas yang rendah. Metode granulasi juga dipilih jika dosis per
tablet sangat kecil dan obat bersifat toksik, sehingga pembetnukan granul
akan menjamin homogenitas campuran lebih baik. Disamping itu, jika
ditambahkan zat warna, maka akan memperoleh tablet dengan warna yang
homogen.
2. Granulasi basah dapat diterapkan untuk zat aktif yang tahan terhadap
lembab dan pemanasan. Jika ingin diterapkan pada zat aktif yang kurang
tahan terhadap lembab (air), maka harus digunakan pelarut pengikat lain
seperti etanol atau isopropilalkohol. Pelarut yang digunakan adalah yang
dapat melarutkan bahan pengikat.
3. Beberapa contoh zat aktif yang dapat dibuat tablet dengan metode granulasi
basah adalah, parasetamol, alukol, fenilpropanolamin HCl, difenhidramin
HCl, Ranitidin HCl, salisilamida.

C. KEUNTUNGAN
Keuntungan proses granulasi basah, yaitu :
1. Sifat kohesi dan kompresibilitas serbuk ditingkatkan melalui penambahan
pengikat yang menyelimuti partikel-partikel serbuk sehingga dapat menyatu
satu sama lain untuk membentuk granul.
2. Obat dengan dosis besar dan memiliki sifat aliran serta kompresibilitas yang
kurang baik dapat digranulasi sehingga diperoleh granul dengan aliran dan
kohesi yang lebih baik.
3. Obat dengan dosis kecil dan dengan penambahan warna dapat diperoleh
granul dengan kandungan zat aktif dan zat warna yang homogen dan
terdistribusi merata, yaitu dengan cara melarutkan obat atau warna tersebut
dalam larutan pengikat.
4. Berbagai jenis serbuk dengan sifat-sifat berbeda dapat diproses bersama
dalam satu batch untuk dapat menghasilkan massa dengan sifat yang dapat
ditabletasi.
5. Serbuk dengan bobot jenis nyata rendah (voluminous) dan berdebu dapat
ditangani tanpa menghasilkan banyak debu sehingga dapat mencegah
kontaminasi silang.
6. Granulasi basah dapat mencegah terjadinya segregasi komponen-komponen
sehingga dapat diperoleh sediaan dengan keseragaman kandungan yang
baik.
7. Kecepatan disolusi obat yang kurang larut dapat ditingkatkan melalui
pemilihan pelarut dan pengikat yang sesuai atau penambahan zat peningkat
kelarutan obat.
8. Granulasi basah dapat digunakan untuk pembuatan tablet dengan sistem
pelepasan zat aktif terkendali.

D. KETERBATASAN
Keterbatasan utama dari metoda granulasi basah adalah besarnya biaya karena
diperlukan ruang, waktu, energi, dan peralatan yang besar. Kerugian lain adalah :
1. Tahapan proses banyak sehingga diperlukan ruang yang luas yang harus
dikontrol temperatur dan kelembabannya. Disamping itu diperlukan
serangkaian validasi proses yang panjang.
2. Memerlukan banyak peralatan (pencampur, penggranul, pengering,
pengayak).
3. Proses ini memerlukan waktu yang lama terutama tahap pembasahan dan
pengeringan.
4. Rendemen akan lebih kecil karena hilangnya massa campur pada setiap
tahap.
5. Kemungkinan terjadinya kontaminasi silang akan lebih besar dibandingkan
dengan metoda kempa langsung.
6. Memungkinkan timbulnya masalah dalam transfer massa karena melibatkan
massa yang lengket apabila proses granulasi tidak dilakukan secara tepat.
7. Dapat dihasilkan tablet dengan kecepatan disolusi rendah jika formulasi dan
proses yang dipilih tidak tepat.
E. METODA PENAMBAHAN PENGIKAT PADA GRANULASI BASAH
1. Metoda Penambahan Kering
Pengikat dicampur dengan serbuk (zat aktif dan eksipien lain) lalu
ditambahkan pelarut pengikat (air, etanol, isopropil alkohol, atau uap air
panas).
Keuntungan : Proses cepat dan tidak ada resiko massa granul terlalu
basah karena pelarut pengikat ditambahkan sedikit demi
sedikit.
Kerugiaan : diperlukan pelarut pengikat yang lebih banyak karena
pengikat akan lebih efektif jika digunakan dalam bentuk
larutannya.

2. Metoda Penambahan Basah


Dibuat larutan pengikat terlebih dahulu dengan cara melarutkan pengikat
dalam pelarut, lalu larutan pengikat ditambahkan ke dalam campuran serbuk
(zat aktif dan eksipien lain).
Keuntungan : daya ikat akan lebih kuat sehingga diperlukan bahan
pengikat dalam jumlah yang lebih sedikit.
Kerugian : semua larutan harus dimasukkan ke dalam massa granul
agar persentase pengikat yang digunakan sesuai. Jika
jumlah terlalu banyak maka dihasilkan massa yang
lembek. Antisipasi dari masalah ini adalah perlu dilakukan
orientasi terlebih dahulu.
F. TUGAS PRAKTIKUM
Tablet Paracetamol
Kandungan Paracetamol per tablet : 250 mg
Bobot tablet : 350 mg
Jumlah tablet yang dibuat : 300 tablet

Formula A Formula B Formula C Formula D


(pengikat mucilago amili 10%) (pengikat PVP dgn cara kering) (pengikat PVP dgn cara basah) (pengikat PVP dgn cara basah)

Fasa dalam (92%) Fasa dalam (92%) Fasa dalam (92%) Fasa dalam (92%)
Paracetamol 250 mg Paracetamol 250 mg Paracetamol 250 mg Paracetamol 250 mg
Amprotab 10 % Amprotab 10 % Amprotab 10 % Amprotab 10 %
Mucilago amili 10 % PVP 5% PVP 2,5 % PVP 5%
Laktosa qs Etanol 95% qs Etanol 95% qs Etanol 95% qs
Laktosa qs Laktosa qs Laktosa qs

Fasa luar (8%) Fasa luar (8%) Fasa luar (8%) Fasa luar (8%)
Mg stearat 1% Mg stearat 1% Mg stearat 1% Mg stearat 1%
Talk 2% Talk 2% Talk 2% Talk 2%
Amprotab 5% Amprotab 37,5 mg 5 % Amprotab 37,5 mg
5% Amprotab 37,5 mg5%
Formula E Formula F Formula G Formula H
(penghancur dalam amprotab 10%) (penghancur dalam amprotab (penghancur dalam primojel 5%) (pengisi primojel-avicel ph
10%:acdisol 3%) 101)

Fasa dalam (92%) Fasa dalam (92%) Fasa dalam (92%) Fasa dalam (92%)
Paracetamol 250 mg Paracetamol 250 mg Paracetamol 250 mg Paracetamol 250 mg
Amprotab 10 % Amprotab 10 % Primojel 5% Amprotab 10 %
PVP 5% Acdisol 3% PVP 5% PVP 5%
Etanol 95% qs PVP 5% Etanol 95% qs Etanol 95% qs
Laktosa qs Etanol 95% qs Laktosa qs Primojel-avicel 101 qs
Laktosa qs

Fasa luar (8%) Fasa luar (8%) Fasa luar (8%) Fasa luar (8%)
Mg stearat 1% Mg stearat 1% Mg stearat 1% Mg stearat 1%
Talk 2% Talk 2% Talk 2% Talk 2%
Amprotab 5% Amprotab 5% Amprotab 5% Amprotab 5%

Contoh Perhitungan Granulasi Basah


Contoh : Zat aktif paracetamol 500 mg
Direncanakan bobot tablet 700 mg, dibuat 1000 tablet Formula :
Fase Dalam(92%)
Paracetamol = 500 g
Amilum 10% dari bobot tablet = 70 g
Musilago amili 10% (1/3 FD)* = 21,5 g
Laktosa = 52,5 g
Total FD 92% x 700 = 644 g
Fase Luar(8%)
Mg stearat 1%
Talk 2%
Amilum kering 5%

Cara menghitung :
 Musilago amili = 1/3 x 644 g = 215 g
setelah dikeringkan = 10% x 215 g = 21,5 g
 Laktosa = 644 – (500 + 70 + 21,5) = 52,5 g

Permisalan :
Granul FD yg diperoleh 600 gr dengan tidak memperhitungkan kadar air
(biasanya perhitungan tidak memperhitungkan kadar air)
Jumlah tablet yang diperoleh= 600/644 x 1000 tablet = 931,68 tablet
Fase luar yang ditambahkan:
 Mg stearat 1% = 1/92 x 600 gr = 6,52 g
 Talk 2% = 2/92 x 600 gr = 13,04 g
 Amilum kering 5% = 5/92 x 600 gr = 32,60 g

600 g  6,52 g  13, 04 g  32, 6 g


Bobot tablet yang diperoleh =
931, 68
= 699,98 mg
Prosedur pembuatan
A. Pembuatan larutan pengikat
Pembuatan mucilago amilum 10%
Misal : mucilago dibuat sejumlah 300 g
- Timbang gelas piala (1) + batang pengaduk, misal bobot = 150 g
- Masukkan dan timbang air ke dalam gelas kimia (1) sejumlah 2/3 MA
dikurangi 20% (160 g), panaskan air tersebut sampai mendidih
- Dalam gelas kimia lain (2), buat suspensi amilum : timbang amilum
sejumlah 30 g, masukan ke dalam 20% dari 2/3 MA (40 g) air, aduk
- Setelah air dalam gelas kimia (1) mendidih, tambahkan suspensi amilum
dari gelas kimia (2) sambil terus diaduk sampai bening.
- Air sisa 1/3 (100 g) digunakan sebagian untuk membilas gelas kimia bekas
suspensi amilum dan menambahkan pada gelas kimia (1) sampai diperoleh
bobot total 450 g.

Pembuatan larutan PVP


- Timbang sejumlah PVP yang diperlukan, larutkan dalam sejumlah pelarut
pengikat berdasarkan hasil orientasi ataupun berdasarkan data kelarutan
PVP dalam pelarut tersebut
- Aduk larutan hingga homogen, jika digunakan pewarna dapat dilarutkan
dalam larutan pengikat ini.

B. Granulasi hingga tabletasi


Pengikat ditambahkan dengan cara basah
- Parasetamol, amprotab, dan laktosa dicampur sampai homogen, kemudian
tambahkan mucilago amili/ larutan PVP sedikit-sedikit sambil diaduk
sampai terbentuk massa basah yang sesuai untuk dibuat granul (massa
harus dapat dikepal namun dapat dipatahkan)
Untuk larutan PVP, harus dimasukkan semuanya agar presentase
pengikat sesuai dengan yang diinginkan
- Massa basah kemudian diayak dengan ayakan mesh 10 atau 12 (untuk
tablet besar)
- Granul basah dikeringkan dalam oven dengan suhu 600C sampai
kandungan lembab kurang dari 3%
- Granul yang telah kering diayak kembali dengan ayakan mesh 14 atau 16
(untuk tablet besar)
- Granul kering kemudian ditimbang dan dievaluasi
- Granul yang telah memenuhi syarat dapat dicampur dengan fasa luar (talk
dan amprotab) aduk sekitar 10 menit hingga homogen kemudian
tambahkan Mg stearat, aduk selama 2 menit
- Massa siap cetak dievaluasi kemudian ditabletasi dengan menggunakan
punch diameter 13 mm dengan bobot yang telah ditentukan (dari hasil
perolehan granul)
- Tablet dievaluasi menurut persyaratan yang berlaku.

Pengikat ditambahkan dengan cara kering


- Parasetamol, amprotab, PVP, dan laktosa dicampur sampai homogen,
kemudian tambahkan pelarut pengikat sedikit demi sedikit hingga
diperoleh massa yang basah
- Massa basah kemudian diayak dengan ayakan mesh 10 atau 12
- Granul basah dikeringkan dalam oven dengan suhu 400C atau diangin-
angin diudara terbuka sampai kandungan lembab kurang dari 3%
- Granul yang telah kering diayak kembali dengan ayakan mesh 14 atau 16
- Granul kering kemudian ditimbang dan dievaluasi
- Granul yang telah memenuhi syarat dapat dicampur dengan fasa luar (talk
dan amprotab) aduk sekitar 10 menit hingga homogen, kemudian
tambahkan Mg stearat, aduk selama 2 menit
- Massa siap cetak divaluasi kemudian ditabletasi dengan menggunakan
punch diameter 13 mm dengan bobot yang telah ditentukan (dari hasil
perolehan granul)
- Tablet dievaluasi menurut persyaratan yang berlaku.
BAB II
GRANULASI KERING

A. DEFINISI
Granulasi kering adalah proses pembentukan granul dengan cara menekan
massa serbuk pada tekanan tinggi sehingga menjadi tablet besar, bongkahan
kompak, atau lempengan yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan
diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan.
Pada prinsipnya, dengan metoda ini granul dihasilkan secara mekanis,
tanpa penambahan suatu pelarut kedalam massa serbuk. Dengan demikian ikatan
antar partikel terbentuk melalui gaya adhesi dan kohesi antar partikel padat.
Peralatan yang dapat digunakan adalah mesin cetak untuk membentuk slug (tablet
besar yang tidak beraturan) atau yang lebih baru adalah menggunakan roller
compactor untuk menghasilkan lempengan kompak yang selanjutnya diayak
untuk membentuk granul.

B. KONDISI PENERAPAN
- Granulasi kering dapat digunakan pada pembuatan tablet dengan zat aktif
dosis tinggi yang memiliki sifat sukar mengalir, kompresibilitasnya kurang,
tidak tahan lembab dan panas
- Granulasi kering, umum digunakan untuk pembuatan tablet antibiotik dan
bahan yang sensitif terhadap lembab seperti vitamin.

C. KEUNTUNGAN
Granulasi kering merupakan alternatif dalam pembuatan granul dengan
keuntungan sbb:
- Peralatan maupun tahap pembuatan lebih sedikit dibandingkan dengan
metoda granulasi basah
- Dapat digunakan untuk menggranulasi zat aktif yang tidak tahan panas dan
lembab.
D. KETERBATASAN
Keterbatasan utama dari metoda granulasi basah adalah tidak semua formulasi
memungkinkan untuk dibentuk slug karena sangat tergantung pada
kemampuan ikatan serbuk kering yang ditambahkan sebagai pembawa.
Keterbatasan lain adalah :
- Memerlukan mesin khusus untuk membuat slug, tambahan investasi alat
dibandingkan dengan metoda kempa langsung
- Sulit untuk menghasilkan distribusi zat warna yang seragam
- Selama proses banyak dihasilkan debu sehingga kemungkinan untuk
terjadinya kontaminasi silang lebih besar dibandingkan dengan metoda
granulasi basah.

E. TUGAS PRAKTIKUM
Tablet Asam Mefenamat
Kandungan Asam Mefenamat /tablet : 150 mg
Bobot tablet : 300 mg
Jumlah tablet yang dibuat : 300 tablet

Formula A Formula B Formula C Formula D


(Penghancur amprotab 10%) (Penghancur amprotab-acdisol) (Penghancur primojel) (Penghancur starch 1500)

Fasa dalam (92%) Fasa dalam (92%) Fasa dalam (92%) Fasa dalam (92%)
Asam Mefenamat 150 mg Asam Mefenamat 150 mg Asam Mefenamat 150 mg Asam Mefenamat 150mg
Amprotab 10 % Amprotab 10 % Primojel 5% Starch 1500 10 %
PVP 5% Ac-di-sol 3% PVP 5% PVP 5%
Laktosa qs PVP 5% Laktosa qs Laktosa qs
Laktosa qs

Fasa luar (8%) Fasa luar (8%) Fasa luar (8%) Fasa luar (8%)
Mg stearat 1% Mg stearat 1% Mg stearat 1% Mg stearat 1%
Talk 2% Talk 2% Talk 2% Talk 2%
Amprotab 5% Amprotab 37,5 mg
5% Amprotab 37,5 mg
5% Amprotab 5%
Formula E Formula F Formula G Formula H
(pengisi laktosa spray dried) (pengikat PVP 10% ) (pengisi primojel-avicel ph 101) (pengikat avicel ph 102)

Fasa dalam (92%) Fasa dalam (92%) Fasa dalam (92%) Fasa dalam (92%)
Asam Mefenamat 150 mg Asam Mefenamat 150 mg Asam Mefenamat 150 mg Asam Mefenamat 150 mg
Amprotab 10 % Amprotab 10 % Amprotab 10 % Amprotab 10 %
PVP 5% PVP 10 % PVP 5% Avicel PH 102
Laktosa spray dried qs Laktosa qs Primojel-avicel qs Laktosa qs

Fasa luar (8%) Fasa luar (8%) Fasa luar (8%) Fasa luar (8%)
Mg stearat 1% Mg stearat 1% Mg stearat 1% Mg stearat 1%
Talk 2% Talk 2% Talk 2% Talk 2%
Amprotab 5% Amprotab
mg 5% Amprotab 37,5 mg
5% Amprotab 5%
Prosedur Pembuatan
- Semua bahan yang diperlukan dihaluskan terlebih dahulu, kemudian
ditimbang sesuai dengan kebutuhan
- Fasa dalam dan setengah bagian fasa luar (lubrikan dan glidan) dicampur
sampai homogen
- Campuran bahan dibuat menjadi slug menggunakan punch yang berdiameter
besar (13-20mm) pada tekanan mesin tablet yang tinggi atau dapat juga
menggunakan roller compactor dengan mengatur tekanan yang diberikan
- Slug yang sudah jadi digiling kasar dan diayak menggunakan ayakan mesh 16
sehingga dihasilkan granul-granul kasar
- Lakukan evaluasi terhadap granul yang dihasilkan, bila belum memenuhi
syarat maka slugging dapat diulangi hingga diperoleh granul yang memenuhi
syarat
Slugging maksimum dilakukan hingga 3 kali (menghindari perubahan fisik
atau kimia bahan karena pengaruh gaya mekanik)
- Timbang granul yang diperoleh, lakukan perhitungan jumlah fasa luar yang
harus ditambahkan
- Sisa fasa luar dicampur dengan granul yang telah memenuhi syarat dengan
jumlah sesuai hasil perhitungan
- Massa cetak dikempa dengan menggunakan punch diameter 13 mm sesuai
bobot tablet yang telah dihitung
- Lakukan evaluasi terhadap tablet yang diperoleh (menurut persyaratan resmi
dan persyaratan industri)
BAB III
KEMPA LANGSUNG

A. DEFINISI
Metoda kempa langsung adalah proses pembuatan tablet dengan cara
mengempa langsung zat aktif atau campuran zat aktif dan eksipien tanpa
penanganan pendahuluan baik granulasi basah maupun kering. Metoda ini banyak
digunakan karena didukung perkembangan teknologi mulai dari mesin tablet
hingga bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan tablet yang mempunyai
kompresibilitas dan aliran baik. Titik kritis dalam kempa langsung ini adalah
pemilihan bahan pembantu baik dalam sifat aliran massa tablet maupun ketepatan
formulasi terhadap kompresibilitas.

B. KONDISI PENERAPAN
- Kempa langsung dapat digunakan pada pembuatan tablet dengan zat aktif
dosis tinggi yang memiliki sifat aliran dan kompresibilitas yang baik
(umumnya garam-garam anorganik dengan bentuk kristal kubus)
- Kempa langsung dapat juga diterapkan pada zat aktif dengan sifat aliran dan
kompresibilitas kurang baik asalkan dosis relatif kecil (sifat tidak dominan
dalam massa tablet). keterbatasan zat aktif untuk dikempa diatasi dengan
pemilihan bahan pembantu yang mempunyai sifat aliran dan kompresibilitas
baik serta menjamin homogen campuran (bahan pembantu terutama pengisi
yang mempunyai kapasitas pegang besar)
-
C. KEUNTUNGAN
Keuntungan utama dari kempa langsung adalah kepraktisan prosesnya,
keuntungan lain adalah :
- Efisiensi ruangan, proses, tenaga, tahap manufaktur, mesin, proses validasi,
dan konsumsi energi
- Menjamin stabilita yang baik untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan
lembab, karena tidak melibatkan pelarut dan pemanasan/ pengeringan
- Pemberian tekanan pada saat pencetakan tidak berlebihan sehingga sifat
kristal tetap (tidak terjadi polimorfisme akibat pengaruh mekanik) sehingga
masalah penurunan ketersediaan hayati zat aktif dalam tubuh dapat
dihindarkan
- Tablet dapat langsung hancur menjadi partikel-partikel kecil karena tidak
adanya proses granulasi jika dimasukkan ke dalam media disolusi, sehingga
dapat diharapkan memberikan hasil kecepatan yang lebih tinggi.

D. KETERBATASAN
Walaupun metoda kempa langsung lebih praktis karena tahapannya
pendek, hingga saat ini metoda kempa langsung belum menjadi pilihan utama,
karena adanya keterbatasan sebagai berikut :
- Bahan harus memiliki sifat aliran yang baik. Seiring dengan isu disolusi dan
ketersediaan hayati, maka banyak zat aktif yang dibentuk dalam ukuran
mikron (halus) sehingga alirannya cenderung kurang baik
- Teknologi mesin harus bagus
- Eksipien harus memiliki kapasitas pegang (holding capacity) yang memadai,
memiliki sifat aliran dan kompresibilitas yang baik. Umumnya bahan
pembantu untuk kempa langsung didesain khusus berbentuk granul dan
kandungan lembab rendah sehingga harganya relatif lebih mahal
dibandingkan eksipien umum yang digunakan untuk metoda granulasi
- Kandungan lembab rendah sehingga dapat timbul muatan statis dan memicu
terjadinya pemisahan campuran (segregasi)
- Perbedaan ukuran partikel dalam massa cetak dapat mengakibatkan terjadinya
pemisahan
- Jika digunakan pewarna, maka homogenitas warna sulit dicapai.
E. TUGAS PRAKTIKUM
Tablet Vitamin C
Kandungan vitamin C /tablet : 50 mg
Bobot tablet : 300 mg
Jumlah tablet yang dibuat : 300 tablet
Formula A Formula B Formula C Formula D
(pengisi kombinasi Starch- (pengisi Lactose spray dried) (pengisi kombinasi Primogel- (pengisi Avicel)
Avicel) Avicel)

Vitamin C 50 mg Vitamin C 50 mg Vitamin C 50 mg Vitamin C 50 mg


Amprotab 10 % Amprotab 10 % Primojel Amprotab 10 %)
Starch 1500 Lactose spray dried qs Avicel PH 102 aa 5 % Avicel PH 102 qs
Avicel PH 102 aa qs Mg stearat 1% Mg stearat 1% Mg stearat 1%
Mg stearat 1% Talk 2% Talk 4 mg 2% Talk 4 mg
2%
Talk 2%
Formula A Formula B Formula C Formula D
(penghancur Starch 1500 (penghancur primojel 5%) (penghancur kombinasi Primogel- (penghancur amprotab 10%)
10%) Avicel)

Vitamin C 50 mg Vitamin C 50 mg Vitamin C 50 mg Vitamin C 50 mg


Starch 1500 10 % Primojel 5% Primogel Amprotab 10 %
Avicel PH 102 qs Lactose spray dried qs Avicel PH 102 aa qs Avicel PH 102 qs
Mg stearat 1% Mg stearat 1% Mg stearat 1% Mg stearat 1%
Talk 2% Talk 2% mg
Talk 2% Talk
mg 2%

Prosedur Pembuatan
- Timbang bahan sesuai kebutuhan, tidak dilakukan penghalusan bahan karena
bahan pembantu memang diharapkan berbentuk granular (bahan aktif diayak
jika menggumpal)
- Campur bahan-bahan sesuai dengan aturan pencampuran (kecuali Mg stearat
dan Talk), campur selama 15 menit hingga homogen, kemudian tambahkan
Mg stearat dan talk, campur selama 2 menit
- Lakukan evaluasi terhadap massa kempa, sebagaimana evaluasi yang
dilakukan pada granul
- Massa kempa ditabletasi dengan menggunakan punch diameter 6-8 mm
sesuai dengan bobot tablet yang telah ditentukan
- Lakukan evaluasi terhadap tablet yang diperoleh.
BAB IV
EVALUASI GRANUL DAN TABLET

A. EVALUASI GRANUL
1. Kecepatan Aliran
a. Metode Corong.
Prinsip : menetapkan jumlah granul yang mengalir melalui alat selama
waktu tertentu.
Alat : Flow Tester

Prosedur:
- Sejumlah 100 g granul dimasukkan ke dalam corong dengan ukuran
tertentu.
- Corong digetarkan sampai seluruh granul mengalir keluar dari lubang
corong.
- Baca waktu yang diperlukan untuk mengalirkan seluruh granul keluar
dari corong.
- Kecepatan aliran dihitung dengan membagi bobot granul (100 g)
dengan waktu yang diperlukan granul untuk melewati corong (g/detik)
Penafsiran Hasil:
Aliran granul baik jika waktu yang diperlukan untuk mengalirkan 100 g
granul ≤ 10 detik

b. Metode Sudut Istirahat


Prinsip : Pengukuran sudut yang terbentuk dari lereng timbunan granul
yang mengalir bebas dari corong terhadap suatu bidang datar.
Alat : Flow Tester
Prosedur :
- Timbang sejumlah granul, masukkan ke dalam corong.
- Granul dibiarkan mengalir bebas dari lubang corong/silinder dan
ditampung pada suatu bidang datar hingga timbunan granul tersebut
membentuk kerucut.
- Dari timbunan ini diukur sudut istirahat (sudut antara lereng granul
dengan bidang datar)
Penafsiran Hasil:
Jika : α = 25-300 : granul sangat mudah mengalir
α = 30 -380 : granul mudah mengalir
α > 380 : granul kurang mengalir.

2. Kelembaban
Alat : Moisture Analyzer
Prosedur :
- Timbang granul sebanyak 5 atau 10 g.
- Masukkan dalam alat Moisture Analyzer, kemudian alat ditara
- Panaskan granul pada suhu 60-700 sampai skala pada alat tidak berubah
(stabil)
- Baca kadar air yang tertera pada skala (%)
Penafsiran Hasil : Kadar air yang baik 1-2%

3. Bobot Jenis / Kerapatan


a. BJ nyata
Prosedur : Timbang 100 g granul dan masukkan dalam gelas ukur. Catat
W
volumenya. P
V
P= BJ nyata, W=Bobot Granul, V=Volume granul tanpa pemampatan.
b. BJ mampat
Prosedur :
- Timbang 100 g granul dan masukkan dalam gelas ukur lalu catat
volumenya (Vo)
- Gelas ukur diketuk sebanyak 10 dan 500 kali. Catat volumenya (V10
dan V500)
W
Pn 
Vn
Pn = BJ pada n ketukan, W = bobot granul, Vn = Volume granul pada n
ketukan

c. BJ sejati
BJ sejati merupakan massa granul dibagi volume granul yang tidak
termasuk pori granul.
Alat : piknometer

(b  a)  BJ cairan _ pendispersi
BJ sejati 
(b  d )  (a  c)
a = bobot piknometer kosong
b = bobot piknometer + 1 g granul
c = bobot piknometer + 1 g granul + cairan pendispersi (paraffin cair)
d = bobot piknometer + cairan pendispersi

d. Kadar Pemampatan
Prosedur : sama dengan BJ Mampat
Vo  V500
Kp   100%
Vo
Kp = Kadar pemampatan, Vo = Volume granul sebelum pemampatan,
V500= volume granul pada 500 kali ketukan
Penafsiran hasil : Granul memenuhi syarat jika Kp≤20%
e. Perbandingan Haussner
Prosedur : Sama dengan pada prosedur BJ Mampat
BJ setelah _ pemampa tan
Angka Haussner =
BJ sebelum _ pemampa tan

Penafsiran hasil : Granul memenuhi syarat jika angka Haussner  1

f. Persen Kompresibilitas (%K)


Prosedur : Sama pada prosedur BJ mampat dan BJ nyata
BJ mampat  BJ nyata
%K   100%
BJ mampat

Penafsiran hasil :
Jika %K = 5 – 15% aliran sangat baik
= 16 – 25% aliran baik
≥ 26% aliran buruk

4. Granulometri (distribusi ukuran partikel)


Granulometri adalah analisis ukuran dan repartisi granul (penyebaran
ukuran-ukuran granul). Dalam melakukan analisis granulometri digunakan
susunan pengayak dengan berbagai ukuran. Mesh terbesar diletakkan paling
atas dan dibawahnya disusun pengayak dengan mesh yang makin kecil.

 Timbang 100 gr granul


 Letakkan granul pada pengayak paling atas
 Getarkan mesin 5-30 menit, tergantung dari
ketahanan granul pada getaran
 Timbang granul yang tertahan pada tiap-tiap
pengayak
 Hitung persentase granul pada tiap-tiap
pengayak
5. Kadar zat aktif
Zat aktif dalam granul ditentukan sesuai dengan metoda yang tercantum
pada masing-masing monografi zat di farmakope

B. Evaluasi Tablet (Produk Akhir)


1. Visual /Organoleptik
a. Rupa, dengan cara visual menggunakan loop agar permukaan tablet lebih
jelas terlihat
b. Bau
c. Rasa

2. Sifat fisika kimia


a. Keseragaman ukuran
 Keseragaman tebal
 Keseragaman diameter
Diambil secara acak 20 tablet, lalu diukur diamater dan tebalnya
menggunakan jangka sorong. Menurut FI III diameter tablet tidak lebih
dari 3 kali dan tidak kurang 1 1/3 tebal tablet.

b. Kekerasan
Alat : Hardness tester
Prosedur : dilakukan terhadap 20 tablet yang diambil secara acak.
Kekerasan diukur berdasarkan luas permukaan tablet dengan
menggunakan beban yang dinyatakan dalam kg/ cm2. Ditentukan
kekerasan rata-rata dan standar deviasinya.
Syarat : tablet besar 7 – 10 kg/ cm2, tablet kecil 4 kg/ cm2

c. Friabilitas
Alat : Friabilator
Prosedur : dilakukan terhadap 20 tablet (jika bobot tablet > 250 mg) atau
40 tablet (jika bobot < 250 mg) yang diambil secara acak. Dibersihkan
satu persatu dengan sikat halus lalu ditimbang (a). Masukkan semua
tablet kedalam alat, lalu putar sebanyak 100 putaran. Lalu tablet
dibersihkan lagi dan ditimbang (b).

f = friabilitas
a = bobot tablet sebelum uji
b = bobot tablet setelah uji
Syarat : tablet yang baik memiliki friabilitas < 1%

d. Keragaman bobot
Diambil 20 tablet secara acak, lalu ditimbang masing-masing tablet.
Hitung bobot rata-rata dan penyimpangan terhadap bobot rata-rata. Tidak
boleh ada 2 tablet yang masing-masing menyimpang dari bobot rata-rata
lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom A, dan tidak boleh ada
satupun tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga
pada kolom B.
Penyimpangan bobot rata-rata (%)
Bobot rata-rata
A B
< 25 mg 15 30
26 mg – 150 mg 10 20
151 mg – 300 mg 7,5 15
> 300 mg 5 10

e. Keseragaman kandungan
Diambil 30 tablet secara acak, lalu ditentukan kadar dari 10 tablet satu
persatu dengan metoda yang sesuai. Jika ada 1 tablet yang diluar 85-
115%, tentukan 20 tablet sisanya. Dianggap memenuhi syarat jika hanya
1 tablet dari 30 tablet yang memberikan hasil diluar 85-115%.
3. Uji Waktu Hancur
Alat : Disintegration tester
Prosedur : bejana diisi dengan HCl 0,1 N. Volume diatur pada kedudukan
tertinggi, lempeng kasa tepat pada permukaan larutan dan pada kedudukan
terendah mulut tabung tetap diatas permukaan. Suhu pelarut 36-380C. 6
tablet dimasukkan satu persatu kedalam masing-masing tabung, kemudian
alat dinyalakan dan atur naik turun keranjang 30 kali tiap menit. Tablet
hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas kasa, kecuali
fragmen-fragmen bahan pembantu. Waktu hancur dicatat sejak pertama kali
alat dinyalakan hingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa.
Syarat : waktu yang diperlukan untuk menghancurkan ke 6 tablet tidak
lebih dari 15 menit untuk tablet yang tidak bersalut.

4. Uji Disolusi
Lihat masing-masing monografi di Farmakope Indonesia.

5. Kadar zat aktif dalam tablet


Lihat masing-masing monografi di Farmakope Indonesia.
BAB V
SUPPOSITORIA

A. Pendahuluan
Menurut Farmakope Indonesia ed. IV supositoria adalah sediaan padat
dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rectal, vagina atau
uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.

B. Kelebihan dan Kekurangan Suppositoria


Kelebihan Supositoria:
 Dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan melalui rute oral
karena gangguan saluran cerna seperti mual, pasien dalam keadaan tidak
sadar, atau pada saat pembedahan.
 Dapat diberikan pada bayi, anak-anak, lansia yang susah menelan, dan
pasien gangguan mental
 Zat aktif tidak sesuai melalui rute oral, missal karena efek samping pada
saluran cerna, atau mengalami First Pass Effect (FPE)
Kekurangan Supositoria:
 Daerah absorpsinya lebih kecil
 Absorpsi hanya melalui difusi pasif
 Pemakaian kurang praktis
 Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang rusak oleh pH di rektum

C. Metoda Pembuatan Suppositoria


1. Cetak dengan tangan (manual)
Metode ini merupakan metode paling sederhana, praktis dan
ekonomis untuk memproduksi sejumlah kecil supositoria. Caranya adalah
dengan menggerus basis sedikit demi sedikit dengan bahan obat dalam
mortir hingga homogen. Kemudian massa supositoria yang mengandung
bahan aktif digulung menjadi bentuk silinder lalu dipotong-potong sesuai
dengan diameter dan panjangnya. Bahan obat dicampurkan dalam bentuk
serbuk halus atau dilarutkan dalam air. Untuk mencegah melekatnya basis
pada tangan maka digunakan talk.
2. Pencetakan kompresi dinding
Dibuat dengan cara mencetak massa yang dingin ke dalam cetakan
dengan bentuk yang diinginkan. Alat kompresi ini terdapat dalam berbagai
kapasitas yaitu 1, 2, dan 5 gram. Prinsipnya: suatu roda tangan beredar
menekan piston terhadap massa supositoria sehingga massa bisa
dimasukkan ke dalam cetakan. Metode ini dapat mencegah sedimentasi
padatan yang larut dalam basis supositoria. Kerugiannya: untuk mencetak
tipe lemak terjadi pemasukan udara sehingga dapat mengacaukan
pengontrolan bobot dan adanya oksidasi basis/zat aktif.
3. Pencetakan dengan cara penuangan
Metode ini sering digunakan untuk pembuatan skala industri.
Teknik ini juga sering disebut teknik pelelehan. Cara ini dapat dipakai
untuk membuat supositoria dengan hampir semua pembawa. Cetakannya
dapat digunakan untuk membuat 6 sampai 600 supositoria. Pada dasarnya
langkah-langkah dalam metode ini adalah melelehkan basis dalam
penangas air, menghaluskan zat aktif, mencampurkan zat aktif dengan
basis dalam penangas hingga homogen, membasahi cetakan dengan
lubrikan untuk mencegah melekatnya supositoria pada dinding cetakan,
menuang hasil leburan menjadi supositoria, selanjutnya pendinginan
bertahap (pada awalnya di suhu kamar, lalu pada lemari pendingin suhu -
10C), dan melepaskan supositoria dari cetakan. Cetakan yang umum
digunakan sekarang terbuat dari baja tahan karat, aluminium, tembaga atau
plastik. Cetakan yang dipisah-pisah dalam sekat-sekat, umumnya dapat
dibuka secara membujur. Pada waktu leburan dituangkan, cetakan ditutup
dan dibuka lagi bila akan mengeluarkan supositoria yang sudah dingin.
Tergantung pada formulasinya, cetakan supositoria mungkin memerlukan
pelumas/lubrikan sebelum leburan dimasukkan ke dalamnya, supaya
memudahkan terlepasnya supositoria dari cetakan. Bahan-bahan yang
mungkin menimbulkan iritasi terhadap membran mukosa seharusnya tidak
digunakan sebagai pelumas cetakan supositoria.
Langkah pembuatan supositoria dengan teknik pelelehan:
 Basis dilelehkan dalam penangas air untuk menghindari pemanasan
yang berlebih (untuk oleum cacao < 40°C).
 Zat aktif dihaluskan.
 Campur zat aktif dengan basis dalam penangas hingga homogen.
 Cetakan dibasahi dulu dengan gliserin untuk mencegah melekat pada
dinding cetakan.
 Massa didinginkan secukupnya dan dituang ke dalam cetakan.
 Diamkan dulu di suhu kamar, lalu masukkan ke dalam kulkas bagian
bawah (bukan freezer), dan terakhir masukkan ke dalam freezer.

D. Basis Suppositoria
Basis supositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat
yang dikandungnya. Salah satu persyaratan pertama bagi suatu basis
supositoria adalah basis yang selalu padat dalam suhu ruangan tetapi akan
melunak, melebur atau melarut dengan mudah pada suhu tubuh sehingga obat
yang dikandungnya dapat sepenuhnya diperoleh segera setelah dimasukkan.
Menurut Farmakope Indonesia IV, basis supositoria yang umum digunakan
adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi,
campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester asam lemak
polietilen glikol. Basis supositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada
pelepasan zat
Yang perlu diperhatikan untuk basis supositoria adalah :
1. Asal dan komposisi kimia
2. Rentang pelelehan
3. Titik pemadatan
4. Bilangan sabun (saponifikasi)
5. Bilangan iodida
6. Bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dalam 100 g lemak)
7. Bilangan asam
8. Solid-Fat Index (SFI)
9. Bilangan hidroksil

Syarat basis yang ideal antara lain :


a. melebur pada temperatur rektal
b. tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan sensitisasi
c. dapat dicampur dengan berbagai obat
d. tidak berbentuk metastabil
e. mudah dilepas dari cetakan
f. memiliki sifat pembasahan dan emulsifikasi
g. bilangan airnya tinggi
h. stabil baik secara fisika ataupun kimia.
i. tidak mempengaruhi efektivitas obat
j. memberi bentuk yang sesuai untuk memudahkan pemakaiannya
k. mempengaruhi pelepasan bahan aktif. Pelepasan yang cepat dibutuhkan
apabila bahan aktif untuk tujuan sistemik, dan pelepasan yang lebih lambat
apabila bahan aktif untuk tujuan lokal.
l. cara fabrikasi mudah
Jika basis adalah lemak, ada persyaratan tambahan sebagai berikut:
 Bilangan asam < 0,2
 Bilangan penyabunan 200-245
 Bilangan iodine < 7
 Interval antara titik lebur dan titik pemadatan kecil (atau kurva SFI nya
tajam)
Tipe basis suppositoria ada dua, yaitu :
1. Basis supositoria yang meleleh (Basis berlemak)
- Keuntungan :
 Tidak berbahaya
 Mudah dibentuk
 Tidak reaktif
 Melebur pada suhu tubuh
- Kerugian :
 Dapat tengik
 Melebur pada udara panas
 Mencair jika bereaksi dengan obat-obat tertentu
 Membentuk polimorfisa jika dipanaskan berlebihan
- Sifat-sifat :
 Trigliserida yang terdiri dari olea palmito stearin dan oleo distearin
 Lemak, padat, berwarna kuning keputihan agak getas dengan bau
coklat
 Melebur pada 30-350 C
 Bilangan iod 34-38
 Bilangan asam < 4
 Mudah tengik dan meleleh harus disimpan di tempat sejuk dan
kering terhindar dari cahaya.
- Hal-hal yang harus diperhatikan :
 Gunakan panas minimal pada proses peleburan
 Jangan memperlama proses pemanasan
 Jika melekat pada cetakan gunakan lubrikan
 Titik pemadatan oleum cacao terletak 12-13oC dibawah titik
leburnya untuk itu massa harus dijaga tetap cair pada suhu tubuh
tersebut.
 Penambahan tween 65 sebanyak 5-10% akan meningkatkan absorpsi
air sehingga membentuk zat yang tidak larut/terdispersi dalam oleum
cacao
 Kestabilan suspensi dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan-
bahan seperti Al-monostearat atau silica yang memberikan leburan
oleum cacao bersifat tiksotropik.
 Untuk obat-obat yang dapat menurunkan titik lebur oleum cacao
digunakan campuran malam atau spermaceti (lemak ikan paus).
2. Basis supositoria larut air
Basis yang penting dari kelompok ini adalah basis gelatin
tergliserinasi dan basis polietilen glikol. Basis gelatin tergliserinasi
mengandung air 10%, gliserin 70%, dan gelatin 20%. Basis ini terlalu
lunak untuk dimasukkan dalam rektal sehingga hanya digunakan melalui
vagina dan uretra. Polietilen glikol merupakan polimer dari etilen oksida
dan air, dibuat menjadi bermacam-macam panjang rantainya. Polietilen
glikol tersedia dalam berbagai macam berat molekul mulai dari 400
sampai 8000 (Ansel,377). Pemberian nomor menunjukkan berat molekul
rata-rata dari masing-masing polimernya. Polietilen glikol yang memiliki
berat molekul rata-rata 200-700 berupa cairan bening tidak berwarna dan
yang mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih,
padat dan kepadatannya bertambah dengan bertambahnya berat molekul.
Basis polietilen glikol dapat dicampur dalam berbagai perbandingan untuk
mendapatkan basis dengan titik leleh dan kecepatan disolusi yang
diinginkan dan untuk mengkompensasi turunnya titik leleh oleh zat aktif.
Supositoria dengan polietilen glikol tidak melebur ketika terkena suhu
tubuh, tetapi perlahan-lahan melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu
basis ini tidak perlu diformulasi supaya melebur pada suhu tubuh.

PEG Titik Leleh (oC)


1000 38-41
1500 38-41
1540 43-46
4000 53-55
6000 58-61
Keuntungan PEG :
- Tidak berbentuk polimorfisa
- Stabil dan tahan terhadap mikroba
PEG baik untuk pentobarbital, secobarbital, aminofilin, kloralhidrat, asam
tanat, klorbutanol. Tidak bercampur dengan fenol, resorsinol, balsam peru,
tannin, kampora, parasetamol, barbiturate-Na, asam salisilat, kamfer
mengkristal dalam PEG. Asam salisilat konsentrasi tinggi PEG akan
melunak sedangkan aspirin membentuk komplek dengan PEG.

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk formula PEG :


- Cetakan harus kering karena PEG larut air
- Massa leburan harus dibiarkan dingin sebelum dituang
- Tidak memerlukan lubrikan karena tidak lengket pada cetakan.
3. Basis surfaktan
Surfaktan tertentu disarankan sebagai basis hidrofilik sehingga
dapat digunakan tanpa penambahan zat tambahan lain. Surfaktan juga
dapat dikombinasikan dengan basis lain.
Keuntungan :
- Dapat disimpan pada suhu tinggi
- Mudah penanganannya
- Dapat bercampur dengan obat
E. Perhitungan
Suppositoria Parasetamol
Kandungan Parasetamol per supp : 100 mg
Bobot suppo (perkiraan) : 2 gram
Jumlah suppo yang dibuat : 20 suppo
Basis : Oleum cacao-setil alcohol (94:6)
Perhitungan bilangan pengganti. Misal :
a. Bobot 1 suppo berisi hanya basis : 2 gram
b. Bobot 1 suppo berisi basis + 10% parasetamol : 2,15 gram
Jumlah parasetamol dalam suppo (b) adalah : 10/100 x 2,15 = 0,215
gram
Jumlah basis dalam suppo (b) adalah : 2,15-0,215 = 1,935 gram
Sebanding dengan basis dalam suppo (a) sebanyak : 2- 1,935 = 0,065 gram
Jadi tiap 0,065 gram basis ~ 0,215 gram Parasetamol
Atau 1 gram parasetamol ~ 0,302 gram basis
Perhitungan Bobot Suppo
Misal :
Bobot suppo : z gram
Parasetamol : 0,1 gram (100 mg)
Basis : z-0,1 gram
Parasetamol 0,1 g ~ (0,1 x 0,302) g basis = 0,0302 g basis
Bobot suppo ideal = hanya basis saja = 2 gram
Basis yang ditambahkan adalah 2-0,0302 g = 1,9698 g
Bobot suppo sebenarnya adalah = 0,1 + 1,9698 g = 2,07 g

Untuk 20 buah suppo ditimbang bahan sejumlah :


Bobot parasetamol : 0,1 x 20 g =2g
Bobot basis total : 1,9698 x 20 g = 39,40 g
Bobot setil alkohol : 6% x 39,40 g = 2,36 g
Bobot oleum cacao : (39,40 – 2,36) g = 37,04 g

F. Tugas Praktikum
Suppositoria
1. Buatlah suppositoria paracetamol dengan formula sebagai berikut:
a. Formula 1
R/ Paracetamol 100 mg
Oleum Cacao
m.f. supo No.VI @ 2 gram
b. Formula 2
R/ Paracetamol 100 mg
Oleum Cacao 96%
Setil Alkohol 4%
m.f. supo No.VI @ 2 gram
c. Formula 3
R/ Paracetamol 100mg
PEG 4000 50%
PEG 1000 50%
m.f. supo No.VI @ 2 gram

d. Formula 4
R/ Paracetamol 100mg
PEG 4000 25%
PEG 1000 75%
m.f. supo No.VI @ 2 gram
2. Lakukan evaluasi terhadap suppositoria

Ovula
1. Buatlah ovula metronidazol dengan formula sebagai berikut:
a. Formula 1
R/ Metronidazol 500 mg
Oleum Cacao
m.f. supo No.VI @ 2 gram

b. Formula 2
R/ Metronidazol 500 mg
Oleum Cacao 96%
Setil Alkohol 4%
m.f. supo No.VI @ 2 gram

c. Formula 3
R/ Metronidazol 500 mg
PEG 4000 50%
PEG 1000 50%
m.f. supo No.VI @ 2 gram
d. Formula 4
R/ Metronidazol 500 mg
PEG 4000 25%
PEG 1000 75%
m.f. supo No.VI @ 2 gram

2. Lakukan evaluasi terhadap ovula


BAB VI
EVALUASI SUPPOSITORIA DAN OVULA

A. Evaluasi Fisik
1. Appearance
Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis
supo. Supo dibelah secara longitudinal kemudian dibuat secara visual pada
bagian internal dan bagian eksternal dan harus nampak seragam.

2. Uji Keragaman Bobot


20 buah suppositoria diambil secara acak, kemudian ditimbang bobot
masing-masing suppo dan ditentukan bobot rata-ratanya. Tidak lebih dari 2
suppo yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-raata lwbih dari 5% dan
tidak ada satupun suppo yang obotnya menyimpang lebih dari 10%.

3. Uji Keseragaman Kandungan


30 suppositoria diambil secara acak, kemudian dilakukan penentuan
kadar terhadap 10 suppo. Apabila jumlah zat aktif masing-masing dari 10
suppo tersebut terletak antara 85,0% hingga 115,0% dari yang tercantum
dalam etiket dan simpangan baku relatifnya 6,0%, maka suppo tersebut
memenuhi persyaratan keseragaman kandungan. Jika satu suppo terletak di
luar rentang 85,0% hingga 115,0% seperti yang tertera pada etiket dan tidak
ada suppo yang terletak dalam rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera
pada etiket atau jika simpangan baku relatif 6,0% atau jika kedua kondisi
tersebut tidak dipenuhi maka perlu dilakukan uji 20 suppo tambahan.
Persyaratan keseragaman kndungan dipenuhi jika satu dari 30 suppo
terletak di luar rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dan
tidak ada suppo yang terletak di luar rentang 75,0%-125,0% dari yang
tertera pada etiket dan simpangan bakur elatif dari 30 suppo tidak lebih dari
7,8%.
4. Uji Waktu Hancur
Satu buah suppo ditempatkan pada cakram berlubang bawah dari alat
logam, kemudian alat logam tersebut dimasukkan dan dikaitkan dalam
tabung transparan. Prosedur dilakukan kembali untuk 2 suppo berikutnya,
kecuali dinyatakan lain ke dalam tiap alat diisi sebanyak 4L air. Ketiga alat
tersebut dapat ditempatkan dalam satu wadah yang berisi paling sedikit 12L
air yang bersuhu antara 36-370C yang dilengkapi dengan alat pengaduk dan
alat penopang agar bagian atas alat tetap berada 90 mm di bawah
permukaan air. Setiap 10 menit alat dibalikkan tanpa mengeluarkannya dari
cairan. Suppo dinyatakan hancur bila:
a. terlarut sempurna atau
b. terdispersi menjadi komponen, bagian lemak cair berkumpul pada
permukaan, bagian serbuk yang tidak larut berada di dasar atau terlarut
atau
c. menjadi lunak, mengalami perubahan dalam bentuknya tanpa harus
terpisah menjadi komponennya dan massa tidak mempunyai isi padat
yang memberikan rintangan bila diaduk dengan pengaduk kaca.
Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghacurkan
suppo tidak lebih dari 30 menit untuk basis lemak dan tidak lebih dari 60
menit untuk suppo dengan basis larut air.

5. Uji Kehancuran
Alat dipasang vertikal dan wadah dipanaskan pada suhu 250C. Suppo
yang akan diuji harus dijaga sekurang-kurangnya 24 jam pada suhu yang
akan diukur. Suppo ditempatkan secara vertikal diantara jepitan penyangga
sampel dengan ujung menghadap ke atas. Suppo dibiarkan 1 menit, lalu
tambahkan beban seberat 200 gr, setelah itu tunggu 1 menit lagi dan
tambahkan beban berikutnya (berbobot sama). Penambahan beban terus
diulangi hingga suppo hancur. Beban yang dibutuhkan untuk
menghancurkan suppo dihitung dengan menjumlahkan beban yang diterima
suppo hingga ssebelum suppo hancur.
Penilaian bobot beban yang diperhitungkan sebagai kekerasan suppo
adalah sebagai berikut :
a. jika suppo hancur dalam waktu 20 detik setelah penambahan beban
terakhir, maka berat beban tersebut tidak ikut ditambahkan.
b. bila suppo hancur antara 20-40 detik setelah penambahan beban
terakhir, maka hanya setengah dari bobot beban ini yang ditambahkan
dalam perhitungan.
c. jika suppo tetap tidak hancur lebih dari 40 detik setelah penambahan
beban terakhir maka bobot beban ini diperhitungkan seluruhnya.

6. Uji Penetrasi
Uji ini dilakukan untuk menentukan waktu melunak atau melarut
suppo. Alat yang digunakan mempunyai 3 tabung uji yang dicelupkan
dalam wadah penangas air suling dengan suhu 370C. Pada tiap tabung uji
dilengkapi batang penetrasi. Pada uji ini diamati waktu yang diperlukan
oleh batang penetrasi untuk menembus suppo. Waktu pelunakan atau
pelarutan suppo adalah rata-rata dari 3 penentuan yang dilakukan.

7. Uji Penampilan
Uji ini dilakukan secara organoleptik untuk melihat ada atau tidaknya
keretakan, lubang eksudasi cairan, dan pembengkakan basis, sedangkan
untuk melihat ada tidaknya migrasi zat aktif dilakukan dengan memotong
secara longitudinal suppo untuk diamati.

8. Uji Titik Leleh


Uji dilakukan dengan menggunakan 3 suppo. 1 buah suppo
dimasukkan dalam alat uji titik leleh suppo di atas penangas air yang
dilengkapi termometer. Suhu dicatat pada saat suppo mulai meleleh sampai
fase padat mulai menetes. Titik leleh suppo dihitung dengan rumus:
Tr = T + 0,00015 N (N.t)
Keterangan :
Tr : titik leleh supo yang telah dikoreksi
T : suhu yang tercatat pada termometer utama
t : suhu yang tercatat pada termometer pembantu
N : jumlah skala termometer pembantu terhitung dari permukaan
penangas pada saat kepingan supo tepat menetes

9. Uji Penyebaran
Basis lemak dilelehkan dan diteteskan pada kertas saring dan diamati
penyebarannya.

10. Uji Ketegaran


Bagian batang suppo yang tumpul dimasukan ke dalam tabung
kemudian pada bagian leher suppo digantung kantong plastik yang diberi
kawat halus dan ke dalam kantong plastik tersebut ditetesi air suling.
Ketegaran suppo adalah hasil kali volume air suling yang tercatat dengan
berat jenis air suling.

B. Evaluasi Kimia
1. Identifikasi
2. Penetapan kadar Sesuai monografi sediaan
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Farmakope Indonesia IV, jakarta, 1995, hlm. 5
Liebermann H.A., Lachman L., Schwartz J.B., Pharmaceutical Dosage Form:
Tablets, Volume 1 & 3, 2nd ed, Marcell Dekker Inc., New York, 1990,
hlm. 148 – 152 & 195-203
Cartensen, J.T., Theory of Pharmaceutical Systems, Volume II – Heterogenous
Systems, Academic Press, New York, 1973, hlm. 221 – 224
Qiu, Y., Chen, Y., Zhang, G.G.Z., 2009, Pharmaceutical Theory and Practice :
Developing Solid Oral Dosage Forms, Elsevier’s Science & Technology.,
United Kingdom.

Anda mungkin juga menyukai