OLEH :
Puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada Penulis, sehingga Penulis
dapat menyelesaikan makalah sebagai tugas dari mata kuliah infertilitas dan
sterilitas.
Makalah ini telah penulis susun semaksimal mungkin Terlepas dari semua
itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih terdapat
kekurangan, baik dari susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka, Kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
untuk perbaikan pembuatan makalah selanjutnya. Akhir kata, kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca. Sekian dan terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………….……………………………..4
A.Latar belakang……………………………………………………………………………….………………………….…
4
B.Tujuan…………………………………………………………………………………………….……………………………
5
C.Manfaat…………………………………………………………………………………………….…………………………5
BAB II PEMBAHASAN………………………………………..………………………………..
…………………………..6
A.Kesuburan Pejantan……………………………………………………………..…………....
……………………....6
A.Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………….….
….14
B.Saran……………………………………………………………………………………………………………………….…
14
3
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………..
…….15
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
5
B.Tujuan
C.Manfaat
BAB II
6
PEMBAHASAN
A.Kesuburan pejantan
Kesuburan pejantan Pada ternak derajat kesuburan pejantan dapat diukur
dari beberapa aspek seperti :
1. Produksi spermatozoa
2. Libido
3. Kemampuan berkopulasi
4. Kondisi kelenjar asesoris.
1. Produksi spermatozoa
7
Kuda 10-24 50-125 7,3-7,5 60-3000 6-20
Sapi 7-18 5-6 6.3-6,9 800-1250 4-6
Domba 4-12 0,8-1,25 6,3-6,5 1000-3500 1-2
Kambing 4-12 0,5-1,25 6,3-6,5 1500-4000 1-2
Babi 5-7 200-300 6,8-7,2 100-4000 10-100
2. Libido Pejantan
1. Libido tinggi
2. Libido baik
3. Libido yang rendah
Banyak faktor yang dapat menyebabkan libido pada hewan jantan menjadi rendah
yaitu :
g. Keracunan
i. Faktor genetis
3. Kemampuan Berkopulasi
a. Pimosis suatu kelainan yang penisnya tidak dapat keluar dari pintu gerbang
preputium
9
b. Adanya perlengketan antara dinding preputium dengan penis khususnya pada
bagian pangkal penis
d. Urolithiasis yaitu suatu keadaan yang terjadi proses pengapuran pada bagian
penis diluar saluran uretra, sehingga bagian yang terjadi pengapuran menjadi
membengkak dan tidak dapat melalui mulut preputium
e. Adanya gangguan pada urat daging (muskulus) retraktor penis pada golongan
ruminansia yang mengatur proses ereksi dengan cara meluruskan tekuk sigmoid
penis pada waktu ereksi f. Adanya radang pada teracak (Pododermatitis)
10
Termasuk dalam catatan tentang hasil perkawinan dari pejantan adalah
angka kebuntingan. Adanya gangguan reproduksi pada pejantan ditunjukkan
dengan angka kebuntingan yang rendah. Adanya beberapa ekor hewan betina
yang selalu gagal menjadi bunting bila dikawinlan secara alam dengan pejantan
tersebut, padahal betinanya menunjukkan kesuburan yang baik memberi petunjuk
kemungkinan terjadi gangguan reproduksi pada pejantannya.
b. Penis. Penis yang normal adalah mukosanya berwarna merah muda dan tidak
ada cacat.
d. Kelenjar asesoris. Kondisi dari kelenjar ini dapat diperiksa melalui perabaan
rectal.
11
4. Pemeriksaan semen pejantan
12
C. Kelainan alat kelamin jantan
Kelainan alat kelamin jantan menurut bagian mana dari alat kelamin yang
mengalami kelainan, dapat dikelompokkan dalam 4 bagian
1. Kelainan Testis
2. Kelainan Epididimis dan Vas Deferens
3. Kelainan Kelenjar Asesoris
4. Kelianan Penis dan Preputium
a. Orchitis adalah radang pada testis yang kasusnya termasuk jarang terjadi
pada hewan jantan
b. Degenerasi testis atau atropi testis adalah suatu keadaan pada testis yang
karena suatu sebab mempunyai ukuran lebih kecil dari normal dan
konsistensinya keras, tetapi sebelumnya mempunyai ukuran normal.
Sering terjadi pada sapi dan kuda disertaii penurunan kesuburan.
c. Spermatocele adalah suatu keadaan pada epididimis yang menjadi buntu
sehingga diameternya membesar, terutama pada bagian caudaepididimis,
karena terisi oleh sel mani dan bahan bahan lainnya. Banyak terjadi pada
kambing domba dan babi jantan.
d. Hipoplasia testis adalah kelainan anatomi testis bersifat genetik yang
ukuran testisnya menjadi lebih kecil dari ukuran yang normal.
e. Kriptorchid. Secara normal testis pada hewan dewasa terletak didalam
ronga skrotum kecuali pada unggas. Selama periode embrional, calon
gonad jantan berada pada kiri dan kanan median tubuh didalam ronga
perut, tetapi menjelang dilahirkan terjadi perpindahan gonad jantan atau
testis kedalam rongga skrotum melalui saluran inguinalis. Peristiwa
berpindahnya atau menurunnya testis dari rongga perut kedalam rongga
skrotom disebut Descencustesticulorum namun pada pejantan tertentu,
13
dapat terjadi kegagaalan penurunan testis ini kedalam skrotum, sehingga
testis tetap tingal dalam rongga perut atau terjepit di dalam saluran
inguinal. Peristiwa tertingalnya testis dalam rongga perut atau didalam
saluran inguinal setelah dilahirkan disebut kriptorchid.
f. Hernia skrotalis adalah suatu keadaan dimana usus masuk kedalam
skrotum atau saluran inguinal. Biasanya keadaan ini bersifat herediter.
g. Varicocele adalah kelainan pada leher skrotum dalam bentuk pembesaran
vena yang ada didalam kordaspermatika. Varicocele banyak ditemukan
pada domba merino khususnya pejantan merino yang telah berumur tua.
a. Epididimitis adalah radang pada epididimis yang dapat terjadi pada semua
hewan jantan. Pada sapi, epididimitis sering terjadi dibanding dengan
orkhitis dan sering berhubungan dengan kejadian radang pada kelenjar
asesoris
b. Ampulitis adalah suatu peradangan pada vasdeferens, khususnya pada
bagian ampula disebut ampulitis. Keadaan ini biasanya berhubungan
dengan orkhitis, epididimitis atau seminal vesikulitis.
14
d. Karsinoma kelenjar prostata adalah tomor yang terdapat pada anjing
walaupun kasusnya jarang. Gejala yang muncul adalah adanya ketegangan
pada waktu defikasi dan rasa sakit.
15
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Akibat gangguan reproduksi pada hewan jantan dapat menurunkan
efisiensi reproduksi pada kelompok ternak disuatu kawasan peternakan, akibatnya
dapat penurunan produktivitas dan reproduktivitas kelompok hewan tersebut.
Seekor pejantan yang majir/steril sebenarnya tidak sulit untuk diidentifikasi
karena sepenuhnya pejantan itu tidak mempunyai kemampuan untuk
bereproduksi. Hanya pejantan yang menderita gangguan reproduksi dalam
klasifikasi tidak subur dan temporer agak sulit dikenal kasusnya sehingga
menyebabkan persoalan bagi peternak disamping dapat menimbulkan kerugian
ekonomi karena menurunnya produktivitas ternak.
16
Penanggulangan gangguan reproduksi sangat tergantung dari penyebab
gangguan tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah dan
menanggulangi terjadinya gangguan reproduksi :
Perbaikan manajemen pemeliharaan Kondisi lingkungan dan ketersediaan
pakan
Pemeriksaan rutin kesehatan hewan
Catatan kesehatan dan reproduksi
Pemilihan preparat hormon yang tepat dalam penanganan gangguan
reproduksi
Pengawasan lalu lintas ternak
B.Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
17
Hafez ESE., Hafez B., 2002. Reproduction in Farm Animals. 7 th Ed.
Lippincott Williams & Wilkin, Philadelphia, Pennsylvania 19106-3621
USA.
Hardjo Pranjoto, S., 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak.Airlangga
University Press. Surabaya. Partodihardjo, S. 1984. Ilmu Reproduksi
Hewan. Penerbit Mutiara,Bandung
Pemayun,TGO., 2010. Reproduksi Ternak Sapi. Penerbit Pelawa Sari
Toelihere, M.T.,1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit
Angkasa Bandung
18