Isi Makalah Perencanaan Pajak Internasional
Isi Makalah Perencanaan Pajak Internasional
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa sja rencana pengurangan Pajak?
b. Apa saja prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam perpajakan
internasional?
c. Apa sja masalah dalam perpajakan internasional?
d. Apa saja alasan sehingga terjadinya perpajakan berganda internasional?
e. Apa saja persyaratan untuk perwakilan luar negeri?
f. Bagaimana formasi perusahaan penjualan luar negeri?
g. Bagaimana pendirian pabrik manufaktur luar negeri?
h. Bagaimana mengakuisisi kelompok luar negeri yang sudah ada?
i. Apa saja formasi perusahaan pendanaan luar negeri?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pembiayaan Hutang
Pembiayaan cabang perusahaan yang pendapatannya menjadi obyek pajak
bertarif tinggi dapat usahakan agar mendorong terciptanya pengurangan biaya
bunga dan pembayaran dividen semaksimal mungkin.
3
2.2 PRNSIP-PRINSIP YANG HARUS DIPAHAMI DALAM PERPAJAKAN
INTERNAISONAL
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam
kebijakan perpajakan internasional:
4
berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah namun tarif pajaknya lebih
kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual rugi (mark down) barang
dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia,
transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus berhak
mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan DER
(Debt Equity Ratio).
2. Treaty Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak
berganda namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak
dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura
dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial
owner (penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model
OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima
manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani
tax treaty. Tax treaty adalah perjanjian perpajakan antara dua negara yang
dibuat dalam rangka meminimalisir pemajakan berganda dan berbagai usaha
penghindaran pajak. Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara
untuk menentukan aspek perpajakan yang timbul dari suatu transaksi di
antara mereka. Penentuan aspek perpajakan tersebut dilakukan berdasarkan
klausul-klausul yang terdapat dalam tax treaty yang bersangkutan sesuai
jenis transaksi yang sedang dihadapi.
3. Tax Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak
secara agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah
membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam.
Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara
lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island,
dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional,
pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut
sedang gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar
terkena koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara
dengan tax treaty.
5
yang terlibat dalam suatu tax treaty menyusun treaty-nya masing-masing
berdasarkan model-model perjanjian yang diakui secara internasional. Di
dunia ini, ada dua model treaty yang sering dijadikan acuan dalam menyusun
suatu treaty yaitu model OECD dan model PBB.
Memahami treaty yang berlaku antara suatu negara dengan negara lainnya,
bisa dimulai dengan memahami prinsip-prinsip dasar tersebut. Dalam
kenyataannya, memahami suatu tax treaty tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan. Bahasa yang digunakan, jumlah klausul yang cukup banyak,
pemahaman seseorang tentang dasar-dasar perpajakan dan berbagai sebab
lainnya merupakan hal yang dapat mempengaruhi kesulitan tersebut. Dengan
memahami prinsip-prinsip dasar dan prinsip umum yang berlaku dalam suatu
treaty, seseorang akan menjadi lebih mudah memahami suatu treaty yang
secara spesifik berlaku untuk negara tertentu.
Sebagai suatu perjanjian, sebuah treaty adalah kontrak yang mengikat suatu
negara dengan negara lain dalam hal perlakuan perpajakan. Oleh sebab itu, di
dalamnya selalu berisi klausul-klausul, pasal-pasal dan ayat-ayat yang berkaitan
dengan suatu aspek transaksi dan pihak tertentu tertentu. Pasal-pasal atau
ayat-ayat (article atau artikel) yang terdapat dalam sebuah tax treaty pada
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi empat bagian besar yaitu bagian yang
mengungkapkan cakupan tax treaty, bagian yang mengatur minimalisasi
pengenaan pajak berganda, bagian tentang pencegahan penghindaran pajak
dan bagian yang mencakup hal-hal lainnya.
Semua bagian itu cenderung lebih mudah dipahami dari pada berbagai
definisi, istilah dan pengertian yang sering disebutkan dalam suatu tax treaty.
Berbagai definisi, istilah dan pengertian inilah yang menjadi lebih penting untuk
dipahami setiap pihak khususnya berkaitan dengan kepentingan dalam praktek
bisnis sehari-hari
6
siapa saja yang merupakan orang pribadi, badan usaha dan entitas lainnya
yang berdasarkan treaty tersebut dianggap sebagai penduduk dari salah satu
negara yang terikat perjanjian termasuk di dalamnya orang pribadi, badan
atau entitas lainnya yang dianggap sebagai penduduk dengan status
kependudukan ganda (double residence).
Biasanya, di sini tidak diartikan lebih lanjut definisi mengenai penduduk
maupun perihal kependudukan ganda. Kedua hal tersebut diatur dalam
klausul lain yaitu dalam klausul tentang general definitions dan tentang
residence. Oleh karena itu, pengertian personal scope berkaitan erat dengan
pengertian-pengertian dalam dua klausul tersebut.
Taxes Covered
Di sini diatur tentang jenis-jenis pajak yang perlakuannya menggunakan
ketentuan dalam tax treaty yang bersangkutan. Jenis pajak yang diatur di sini
akan mengikuti ketentuan sesuai tax treaty dan mengabaikan ketentuan
internal yang berlaku di masing-masing negara. Dalam beberapa hal,
ketentuan suatu tax treaty memiliki kekuatan yang berada di atas sistem
perundang-undangan yang berlaku secara internal di dalam suatu negara.
Aturan dalam tax treaty hanya diberlakukan untuk jenis pajak langsung
seperti Pajak Penghasilan (PPh). Atas pajak tidak langsung seperti Pajak
Pertambahan Nilai atau pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah tidak
diatur dalam tax treaty. Dalam ketentuan umumnya (general definitions),
diatur tentang definisi istilah-istilah umum yang berkaitan dengan definisi
persons (orang atau badan), national (negara atau kearganegaraan),
international traffic (lalu lintas internasional), enterprise (badan usaha) dan
lain-lain.
Residence
Di sini diatur tentang dua hal yaitu definisi penduduk (berkaitan dengan
personal scope) serta tie breaker rule yaitu ketentuan yang menentukan tidak
berlakunya status residence atas suatu pihak dengan karakteristik tertentu.
Definisi penduduk sebagaimana diatur dalam paragraf pertama klausul ini
adalah setiap orang pribadi atau badan yang berdasarkan ketentuan internal
7
suatu negara – seperti keberadaan, domisili, tempat kedudukan manajemen
atau sebab-sebab lain yang mempunyai karakteristik yang sama – dapat
dikenai pajak di negara tersebut. Dengan kata lain, penduduk adalah Subjek
Pajak dalam negeri suatu negara yang dikenai pajak sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan lokal yang berlaku di negara tersebut.
Klausul ini juga menegaskan bahwa orang pribadi atau badan tidak
dapat langsung dianggap sebagai penduduk suatu negara hanya karena
mendapatkan penghasilan yang bersumber dari negara tersebut. Dalam
prakteknya, orang pribadi atau badan dapat dianggap sebagai penduduk dari
dua negara berdasarkan azas world wide income yang dianut. Hal ini bisa
terjadi karena setiap negara pada dasarnya berhak mengatur definisi
penduduk sesuai dengan versinya masing-masing.
Diperlakukan sebagai penduduk dari dua negara sekaligus – dalam
konteks pemajakan berganda – sama sekali bukan hal yang menyenangkan.
Pasalnya, orang pribadi atau perseroan yang bersangkutan dapat dikenai
pajak sesuai ketentuan pajak yang masing-masing berlaku di kedua negara
tersebut. Jika kedua negara sama-sama menganut prinsip world wide
income, dapat dibayangkan betapa berat beban pajak yang harus ditanggung
oleh pihak yang bersangkutan. Apabila kondisi seperti ini tetap dibiarkan,
tentunya akan membawa dampak negatif terhadap kelancaran investasi
salah satu negara karena pihak tersebut cenderung tidak berinvestasi guna
menghindari beban pajak yang terlalu besar.
Menyadari efek-efek negatif tersebut, artikel residence selanjutnya
mengatur langkah yang dapat digunakan untuk menghilangkan status
kependudukan ganda yang sering disebut dengan tie breaker rule.
Tie breaker rule dibedakan menjadi dua yaitu yang diterapkan untuk
orang pribadi dan yang diterapkan untuk selain orang pribadi. Tie breaker
rule untuk orang pribadi terdiri dari penentuan permanent home (tempat
tinggal tetap), center of economic and social interests (pusat kepentingan
ekonomi dan sosial), habitual abode (tempat kebiasaan untuk tinggal),
national (kewarganegaraan) serta mutual agreement (perjanjian antar
otoritas perpajakan).
8
Langkah-langkah tersebut di atas secara berurutan bersifat prioritas.
Artinya, apabila dengan menggunakan ketentuan pertama masalah
kependudukan ganda telah bisa dipecahkan, maka langkah kedua dan
seterusnya tidak perlu digunakan lagi.
Permanent Establishment
Klausul ini mengatur tentang seberapa jauh jangkauan suatu negara dalam
mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negara tersebut.
Pada zaman sekarang, suatu usaha tidak hanya dilakukan di negara
sendiri. Di negara lain pun suatu pihak melakukan usaha. Apabila usaha di
negara lain itu – sebut saja negara X – ternyata berhasil, adalah hal yang
logis jika otoritas pajak di negara X ingin mengenakan pajak atas
penghasilan yang diterima. Namun berkaitan dengan keinginan tersebut,
tentu harus ada batas-batas atau aturan yang jelas hingga bisnis yang
dilakukan – yang sekaligus merupakan investasi di negara X – tetap dapat
berjalan dengan baik.
Cerminan dari batas atau aturan tersebut adalah ketentuan tentan
permanent establishment atau bentuk usaha tetap (BUT).
Contoh-contoh dari BUT dapat dikategorikan menjadi empat macam yaitu:
1. BUT Fasilitas Fisik
BUT tipe ini merupakan tipe yang paling mudah diketahui
keberadaannya. BUT timbul karena adanya fasilitas fisik seperti gedung,
kantor perwakilan, pabrik, bengkel dan lain-lain;
2. BUT Aktivitas
Timbulnya BUT tipe ini ditandai dengan adanya aktivitas yang melebihi
batas waktu tertentu (time test) yang dilakukan di negara lain. Aktivitas
tersebut bisa berupa pelaksanaan berbagai macam jasa (seperti jasa
konstruksi atau jasa-jasa lainnya). Lamanya time test yang digunakan
dapat berbeda-beda antara satu tax treaty dan tax treaty yang lain. Time
test ini disesuaikan dengan kesepakatan dari kedua negara;
9
3. BUT Asuransi
Timbulnya BUT asuransi ditandai dengan keadaan di mana suatu
perusahaan asuransi menerima premi atau menanggung risiko di negara
lain;.
4. BUT Keagenan
BUT tipe keagenan timbul jika terdapat agen di negara lain yang memiliki
wewenang untuk menentukan kontrak atau mengurus barang-barang
dagang di negara lain.
Di dalam klausul ini juga ditentukan kondisi-kondisi di mana BUT
dianggap tidak muncul seperti dalam hal suatu tempat yang hanya berfungsi
untuk memajang barang-barang dagangan, tempat yang hanya digunakan
untuk pembelian barang dagangan atau mengumpulkan informasi dan
sebagainya.
Termination
Klausul ini menjelaskan tentang saat berakhirnya sebuah tax treaty. Tax
treaty dapat berakhir setelah periode tertentu yang telah disepakati oleh
kedua negara. Salah satu negara dapat mengakhiri sebuah tax treaty dengan
cara mengadakan pemberitahuan terlebih dahulu yang harus dilakukan
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan yang telah disepakati.
10
Perpajakan berganda terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini
karena adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global
principle) dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri
dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu,
terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri
(WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber
dari negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber.
11
yang sama untuk bertindak atas kepentingan Polycon. Dokumen harus diarsip
dengan baik untu mendukung aspek layanan di tempat tetap B.
12
2. Kelonggaran pajak yang memungkinkan perusahaan untuk mengambil
keuntungan atas pelabuhan bebas sehingga beberapa kewajiban pajak atas
barang –barang yang di import untuk tujuan ekspor dapat dihindari.
Walaupun kebijakan penentuan harga antar perusahaan dibawah
pengawasan yang cermat, tambahan laba mungkin saja diperoleh dengan
mengenakan bunga atas kontrak penjualan yang terbayar dari anak perusahaan
13
perusahaan yang berbeda dan meningkatkan laba setelah pajak ditetapkan,
dimana biaya manjemen merupakan pengurangan yang diperbolehkan
terhadap laba kena pajak anak perusahaan .untuk mencapai bermacam-
macam kelonggaran yang ditawarkan pada holding company,penting bagi
polycon (holding) untuk menunjukkan pelayanan manajemen sesungguhnya
dalam kelompok, jika tidak, ada kemungkinan diperdebatkan bahwa polycon
(holding) sudah diatur sedemikian rupa.
Tujuan pembentukan Polycon (Holding) antara lain:
Untuk memaksimumkan arus deviden dari anak perusahaan ke Polycon
Lens Company
Mengurangi jumlah kerugian kredit pajak ganda hasil dari pemilikan yang
terpisah anak perusahaan Polycon Lens Company
Untuk mengkoordinasikan fungsi manajemen dalam unit terpusat
14
hanya pada membuat keuntungan daripada holding real estat untuk tujuan
investasi, dan dokumentasi yang cukup harus ada untuk memberikan bukti atas
tujuan investor semula
2.15 PERLINDUNGAN LINI PRODUK BARU DAN PENYUSUNAN IZIN OPERASI
Karena visimatic (holding) berada dalam yurisdiksi pajak rendah , maka tidak
mungkin negara M akan membentuk perjanjian pajak ganda dengan negara-
negara berpajak tinggi, karena penghindaran pajak ganda tidak lagi relevan
dimana salah satu rekan perjanjian memungut pajak penghasilan dan laba
yang kecil atau tidak memungut. Dengan cara ini pajak dipotong atas
pembayaran piutang royalti oleh visimatic franchise Company akan dikurangkan
dengan jumlah nol atau nominal dan jika tidak ada pajak penghasilan dipotong
yang dipungut atas royalti yang dibayarkan Visimatic Franchise kepada
Visimatic (holding), maka piutang setelah pajak Visimatik (holding) dapat
meningkat.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ada banyak teknik pengurangan pajak asing yang dapat dipakai oleh pembayar
pajak yaitu : memanfaatkan keuntungan dari insenif pajak lokal, pembiayaan
hutang, transfer pricing, dan pemanfaatan tax treaty. Doernberg (1989)
menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan
internasional yaitu Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik), Capital
Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional), dan National Neutrality.
Adapun masalah-masalah yang terjadi dalam perpajakan internasional antara
lain transfer pricing, treaty shopping, dan Tax Heaven Countries:
Pendaftaran tempat tetap (BUT) itu oleh perusahaan sebagai cabang atau
anak perusahaan lokal, bergantung pada pertimbangan non pajak, sejak
kewajiban pajak diharapkan dibatasi. POLYCON (holding) Mungkin saja menjadi
pusat ,informasi dari polycon group dan beralokasi dalam yurisdiksi yang
menawarkan kelonggaran pada holding company. Ini mungkin akan
membutuhkan biaya manajemen untuk anak perusahaan yang berbeda dan
meningkatkan laba setelah pajak ditetapkan, dimana biaya manjemen
merupakan pengurangan yang diperbolehkan terhadap laba kena pajak anak
perusahaan.
16