Anda di halaman 1dari 4

1. a.

Belajar tentang budaya

Belajar tentang budaya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Menurut Sardjiyo dan Panen
(2005: 88), budaya sebagai ilmu berarti budaya dipelajari dalam satu mata pelajaran khusus
tentang budaya untuk budaya. Mata pelajaran tersebut tidak diintegrasikan dengan mata
pelajaran yang lain dan tidak berhubungan satu sama lain. Mata pelajaran yang menempatkan
budaya sebagai ilmu adalah mata pelajaran Seni Rupa, Seni Tari, Seni Musik, Seni Budaya dan
Keterampilan, dan sebagainya. Pembelajaran berbasis budaya yang menempatkan budaya
sebagai ilmu cenderung bergantung pada media kebudayaan yang disediakan guru.

Di sekolah yang menyediakan sumber belajar seperti alat musik dan peralatan drama dalam
mempelajari budaya maka mata pelajaran budaya di sekolah tersebut akan berkembang relatif
lebih baik. Namun banyak sekolah yang tidak memiliki sumber belajar yang memadai sehingga
mata pelajaran tersebut menjadi mata pelajaran hafalan dari buku atau dari cerita guru (yang
belum tentu benar). Dengan kondisi seperti itu pada akhirnya, mata pelajaran budaya menjadi
tidak bermakna baik bagi siswa, guru, sekolah, maupun pengembang budaya dalam komunitas
tempat sekolah berada. Inilah gambaran tentang ke tidak berhasilan mata pelajaran budaya yang
sekarang ini ada.

b. Belajar dengan budaya

Dalam belajar dengan budaya, budaya dan perwujudannya menjadi media pembelajaran dalam
proses belajar, menjadi konteks dari contoh-contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu mata
pelajaran, serta menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran.
Misalnya, untuk memperkenalkan bentuk bilangan (bilangan positif, bilangan negatif) dalam
suatu garis bilangan, digunakan Cepot (tokoh jenaka dalam wayang Sunda). Cepot akan
memandu siswa berinteraksi dengan garis bilangan dan operasi bilangan dalam pembelajaran
matematika.

Contoh lain, diwujudkan ketika seorang pengajar mempergunakan sempoa (alat untuk
menghitung yang biasa digunakan oleh orang Tionghoa). Pengajar dapat menunjukkan
kedudukan satuan, puluhan, ratusan, ribuan dan seterusnya dan menunjukkan cara penambahan
dan pengurangan bahkan untuk perkalian dan pembagian. Contoh lain, seorang pengajar
pelajaran fisika menggunakan angklung, calung atau berbagai bentuk dan ukuran gong untuk
memperkenalkan konsep bunyi, gelombang bunyi, dan gema. Guru seni suara pun bisa
menggunakan angklung itu untuk memperkenalkan nada dan mengiringi lagu.

Belajar dengan budaya meliputi pemanfaatan beragam bentuk perwujudan budaya (Suprayekti,
2008: 14). Pembelajaran berbasis budaya ini dapat diterapkan di berbagai mata pelajaran,
misalnya pada mata pelajaran IPA materi gelombang bunyi, guru dapat menggunakan gong yang
merupakan alat musik tradisional, hal ini dapat meningkatkan kemampuan siswa di bidang mata
pelajaran IPA dan juga menambah wawasan siswa dalam mengenal bentuk dan jenis-jenis alat
musik tradisional.
c. Belajar melalui budaya

Belajar melalui budaya merupakan salah satu bentuk multiple representation of learning (Dirjen
Dikti, 2004: 15), atau bentuk penilaian pemahaman dalam beragam bentuk. Misalnya siswa tidak
perlu mengerjakan tes untuk mengerjakan topik tentang lingkungan hidup, tetapi siswa dapat
membuat poster, membuat karangan, lukisan, lagu atau puisi yang melukiskan tentang
lingkungan hidup. Mereka bebas mengekspresikan lewat karyanya tentang kekeringan, banjir,
hutan yang gundul, gunung yang asri dan sebagainya. Dengan menganalisis produk budaya yang
diwujudkan siswa, pengajar dapat menilai sejauh mana siswa memperoleh pemahaman dalam
topik lingkungan, dan bagaimana siswa menjiwai topik tersebut.

2. Karakteristik Pembelajaran SETS:


➢ Siswa memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegrasi dengan
memperhatikan keempat unsur SETS, sehingga dapat memperoleh pemahaman yang
lebih mendalam tentang pengetahuan yang telah dimiliki.
➢ Melatih siswa untuk peka terhadap masalah yang sedang berkembang di lingkungan
mereka/ mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
➢ Siswa memiliki kepedulian terhadap lingkungan kehidupan sekitar atau sistem kehidupan
dengan mengetahui sains, perkembangannya dan bagaimana perkembangan sains dapat
mempengaruhi lingkungan, teknologi dan masyarakat secara timbal balik.
➢ Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran
Kelemahan diterapkan pendekatan SETS:
➢ Siswa mengalami kesulitan dalam menghubungkan atau mengaitkan antar unsur-unsur
SETS dalam pembelajaran.
➢ Membutuhkan waktu yang lebih banyak dalam pembelajaran.
➢ Pendekatan SETS hanya dapat diterapkan dikelas atas.
➢ Bagi guru yang tidak berwawasan luas akan kesulitan kesulitan dalam mengajarkan

Pada pembelajaran menggunakan pendekatan SETS siswa diminta menghubungkan antara


keempat unsur SETS, sehingga kemungkinan siswa memperoleh gambaran yang lebih jelas
tentang keterkaitan konsep tersebut dengan unsur lain dalam SETS, baik dalam bentuk kelebihan
maupun kekurangannya. (Nono Sutanto,2007:30). Penerapan pendekatan SETS pada
pembelajaran sains, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
➢ Siswa diminta untuk menjelaskan kuterhubung kaitan antara unsur sains yang dibahas
dalam SETS yang mempengaruhi berbagai keterkaitan antara unsur-unsur tersebut.
➢ Siswa dibawa untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian menggunakan konsep
sains tersebut bila diubah dalam bentuk teknologi, lingkungan dan masyarakat
➢ Siswa dapat diajak berpikir konstruktivisme tentang SETS dari berbagai macam arah
tergantung pengetahuan dasar yang dimiliki oleh siswa yang bersangkutan.
3. Pengertian dan Langkah-langkah Model Pembelajaran Project Citizen – Model ini pertama
kali digunakan di California pada tahun 1992 dan kemudian dikembangkan menjadi satu
program nasional oleh Center For Civic Educatioan (CCE) dan Konferensi Nasional Badan
Pembuat Undang-Undang Negara pada tahun 1995. Menurut Budimansyah (2009 : 1) Project
Citizen adalah satu intructioanal treatment yang berbasis masalah untuk mengembangkan
pengetahuan, kecakapan dan watak kewarganegaraan demokratis yang memungkinkan dan
mendorong keikutsertaan dalam pemerintahan dan masyarakat sipil (civil society).

Program tersebut mendorong para siswa untuk terlibat secara aktif dengan organisasi-
organisai pemerintah dan masyarakat sipil untuk memecahkan satu persoalan di sekolah atau
di masyarakat dan untuk mengasah kecerdasan sosial dan intelektual yang penting bagi
kewarganegaraan demokratis yang bertanggung jawab. Jadi tujuan Project Citizen adalah
memotivasi dan memberdayakan para siswa dalam menggunakan hak dan tanggung jawab
kewarganegaraan yang demokratis melalui penelitian yang intensif mengenai masalah
kebijakan publik di sekolah atau di masyarakat tempat mereka berinteraksi.

Bahan-bahan pelajarannya pun disusun untuk membantu para siswa belajar mengawasi dan
mempengaruhi kebijakan publik, meningkatkan kecakapan yang diperlukan untuk menjadi
warga negara yang bertanggung jawab dan efektif serta memiliki rasa percaya diri dalam
menggunakan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Project Citizen memberikan
kesempatan pada para siswa untuk ambil bagian dalam pemerintah dan masyarakat sipil
sambil mempraktikkan berpikir kritis, dialog, debat, negosiasi, kerja sama, kesantunan,
toleransi, membuat keputusan, dan aksi warga negara (civic action) yakni melaksanakan
kewajibannya sebagai warga negara untuk kepentingan bersama (Budimansyah, 2009: 2)
4. Fokus perhatian dari model PKKBI adalah mengembangkan “civic knowledge (pengetahuan
kewarganegaraan), civic dispossotions (kebijakan kewarganegaraan), civic skill
(keterampilan kewarganegaraan), civic commitment (komitmen kewarganegaraan), civic
confidence (kepercayaan diri kewarganegaraan), civic competence (kompetensi
kewarganegaraan), yang bermuara pada berkembangnya well-informed, reasoned, and
responsible decision making (kemampuan mengambil keputusan, berwawasan, bernalar, dan
bertanggung jawab).Langkah strategi instruksionalnya:
1. Mengidentifikasi masalah kebijakan publik dalam masyarakat
2. Memilih suatu masalah untuk dikaji oleh kelas
3. Mengumpulkan informasi yang terkait dengan masalah itu
4. Mengembangkan portofolio kelas
5. Menyajikan portofolio
6. Melakukan refleksi pengalaman belajar

Anda mungkin juga menyukai