Anda di halaman 1dari 6

Tugas 2 Pembaharuan Evaluasi Pembelajaran di SD

Soal-Soal!
1).Pembelajaran berbasis budaya menjadikan budaya sebagai metode bagi siswa untuk
mentransformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk dan prinsip yang kreatif
tentang alam. Pembelajaran berbasis budaya dibedakan menjadi tigas macam, yaitu
belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, dan belajar melalui budaya. Jabarkan
perbedaan ketiganya dan berilah masing-masing contoh!

2).Salah satu contoh pembelajaran berbasis budaya di Indonesia yakni Pembelajaran


SETS (Science, Environment, Technology, and Society). Jabarkan karakteristik
Pembelajaran SETS dan berikan pendapat anda, apa dampak Pembelajar SETS apabila
diterapkan di Sekolah Dasar?

3).Pendekatan pembelajaran untuk Pendidikan demokrasi dan HAM harus berorientasi


pada proses berpikir kritis dan pemecahan masalah. Salah satu model pembelajaran yang
secara internasional diterapkan secara adaptif yakni model “A portofolio-based civic
education project”. Menurut CCE (1998) sebuah model tersebut yang dirancang untuk
mempraktikkan salah satu hak warga negara. Jelaskan secara singkat bagaimana
prosedur penerapan model tersebut!

4).Secara keilmuan, pendidikan demokrasi dan HAM merupakan bagian integral dari
pendidikan kewarganegaraan. Salah satu model yang digunakan adalah PKKBI (Praktik-
belajar Kewarganegaraa Kami Bangsa Indonesia). Model PKKBI membelajarkan siswa
memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi dilingkungan secara
cerdas. Jelaskan apa saja yang menjadi fokus perhatian dari model PKKBI dan
bagaimana langkah strategi instruksionalnya?

Jawaban =

No 1 :
Pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan
perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses
pembelajaran.Pembelajaran Berbasis Budaya dilandaskan pada pengakuan terhadap budaya
sebagai bagian yang fundamental bagi pendidikan, ekspresi dan komunikasi suatu gagasan, serta
perkembangan pengetahuan.

1).Belajar tentang budaya

Belajar tentang budaya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu.budaya sebagai ilmu berarti
budaya dipelajari dalam satu mata pelajaran khusus tentang budaya untuk budaya. Mata
pelajaran tersebut tidak diintegrasikan dengan mata pelajaran yang lain dan tidak berhubungan
satu sama lain. Mata pelajaran yang menempatkan budaya sebagai ilmu adalah mata pelajaran
Seni Rupa, Seni Tari, Seni Musik, Seni Budaya dan Keterampilan, dan sebagainya. Pembelajaran
berbasis budaya yang menempatkan budaya sebagai ilmu cenderung bergantung pada media
kebudayaan yang disediakan guru.

Contoh = Di sekolah yang menyediakan sumber belajar seperti alat musik dan peralatan drama
dalam mempelajari budaya maka mata pelajaran budaya di sekolah tersebut akan berkembang
relatif lebih baik. Namun banyak sekolah yang tidak memiliki sumber belajar yang memadai
sehingga mata pelajaran tersebut menjadi matapelajaran hafalan dari buku atau dari cerita guru
(yang belum tentu benar). Dengan kondisi seperti itu pada akhirnya, mata pelajaran budaya
menjadi tidak bermakna baik bagi siswa, guru, sekolah, maupun pengembang budaya dalam
komunitas tempat sekolah berada. Inilah gambaran tentang ketidakberhasilan mata pelajaran
budaya yang sekarang ini ada.

2. Belajar dengan budaya

Dalam belajar dengan budaya, budaya dan perwujudannya menjadi media pembelajaran dalam
proses belajar, menjadi konteks dari contoh-contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu mata
pelajaran, serta menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran.

Contoh = ketika seorang pengajar mempergunakan sempoa (alat untuk menghitung yang biasa
digunakan oleh orang Tionghoa). Pengajar dapat menunjukkan kedudukan satuan, puluhan,
ratusan, ribuan dan seterusnya dan menunjukkan cara penambahan dan pengurangan bahkan
untuk perkalian dan pembagian. Contoh lain, seorang pengajar pelajaran fisika menggunakan
angklung, calung atau berbagai bentuk dan ukuran gong untuk memperkenalkan konsep bunyi,
gelombang bunyi, dan gema. Guru seni suara pun bisa menggunakan angklung itu untuk
memperkenalkan nada dan mengiringi lagu.

Pembelajaran berbasis budaya ini dapat diterapkan di berbagai mata pelajaran, misalnya pada
mata pelajaran IPA materi gelombang bunyi, guru dapat menggunakan gong yang merupakan
alat musik tradisional, hal ini dapat meningkatkan kemampuan siswa di bidang mata pelajaran
IPA dan juga menambah wawasan siswa dalam mengenal bentuk dan jenis-jenis alat musik
tradisional.

3.Belajar melalui budaya

Belajar melalui budaya merupakan salah satu bentuk multiple representation of learning (Dirjen
Dikti, 2004: 15), atau bentuk menilaian pemahaman dalam beragam bentuk.
Contoh = siswa tidak perlu mengerjakan tes untuk mengerjakan topik tentang lingkungan hidup,
tetapi siswa dapat membuat poster, membuat karangan, lukisan, lagu atau puisi yang melukiskan
tentang lingkungan hidup. Mereka bebas mengekspresikan lewat karyanya tentang kekeringan,
banjir, hutan yang gundul, gunung yang asri dan sebagainya. Dengan menganalisis produk
budaya yang diwujudkan siswa, pengajar dapat menilai sejauh mana siswa memperoleh
pemahaman dalam topik lingkungan, dan bagaimana siswa menjiwai topik tersebut.

No 2 :
Pendidikan SETS pada hakekatnya akan
membimbing peserta didik untuk berpikir global dan bertindak lokal maupun global dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehari-hari. Masalah-masalah yang berada di
masyarakat dibawa ke dalam kelas untuk dicari pemecahannya menggunakan pendidikan SETS
secara terpadu dalam hubungan timbal balik antarelemen-elemen sains, lingkungan, teknologi,
masyarakat. Peserta didik dilatih agar mampu berpikir secara global dalam memecahkan masalah
lokal,nasional maupun internasional sesuai dengan kadar kemampuan berpikir dan bernalarnya.
Peserta didik dibimbing untuk memiliki kepekaan terhadap
masalah-masalah di masyarakat dan berperan aktif
untuk turut mencari pemecahannya.

Kelebihan pendekatan SETS jika di terapkan di sekolah dasar.

1).Siswa memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegrasi dengan memperhatikan


keempat unsur SETS, sehingga dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang
pengetahuan yang telah dimiliki.

2) Melatih siswa untuk peka terhadap masalah yang sedang berkembang di lingkungan mereka/
mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

3).Siswa memiliki kepedulian terhadap lingkungan kehidupan sekitar atau sistem kehidupan
dengan mengetahui sains, perkembangannya dan bagaimana perkembangan sains dapat
mempengaruhi lingkungan, teknologi dan masyarakat secara timbal balik.

4).Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran

No 3 :
Model ini pertama kali digunakan di California pada tahun 1992 dan kemudian dikembangkan
menjadi satu program nasional oleh Center For Civic Educatioan (CCE) dan Konferensi
Nasional Badan Pembuat Undang-Undang Negara pada tahun 1995. Menurut Budimansyah
(2009 : 1) Project Citizen adalah satu intructioanal treatment yang berbasis masalah untuk
mengembangkan pengetahuan, kecakapan dan watak kewarganegaraan demokratis yang
memungkinkan dan mendorong keikutsertaan dalam pemerintahan dan masyarakat sipil (civil
society).

Program tersebut mendorong para siswa untuk terlibat secara aktif denganorganisasi-organisai
pemerintah dan masyarakat sipil untuk memecahkan satu persoalan di sekolah atau di
masyarakat dan untuk mengasah kecerdasan sosial dan intelektual yang penting bagi
kewarganegaraan demokratis yang bertanggung jawab. Jadi tujuan Project Citizen adalah
memotifasi dan memberdayakan para siswa dalam menggunakan hak dan tanggung jawab
kewarganegaraan yang demokratis melalui penelitian yang intensif mengenai masalah kebijakan
publik di sekolah atau di masyarakat tempat mereka berinteraksi.

Bahan-bahan pelajarannya pun disusun untuk membantu para siswa belajar mengawasi dan
mempengaruhi kebijakan publik, meningkatkan kecakapan yang diperlukan untuk menjadi warga
negara yang bertanggung jawab dan efektif serta memiliki rasa percaya diri dalam menggunakan
hak dan tanggug jawabnya sebagai warga negara. Project Citizen memberikan kesempatan pada
para siswa untuk ambil bagian dalam pemerintah dan masyarakat sipil sambil mempraktikkan
berfikir kritis, dialog, debat, negosiasi, kerja sama, kesantunan, toleransi, membuat keputusan,
dan aksi warga negara (civic action) yakni melaksanakan kewajibannya sebgai warga negara
untuk kepentingan bersama (Budimansyah, 2009: 2)

Dasar pemikiran Project Citizen terletak pada satu kerangka yang terdiri atas lima bagian
tentang gagasan pendidikan dan politik.

1).Demokrasi memerlukan pemerintahan sendiri dan karenanya memerlukan keterlibatan aktif


dan berpengetahuan warga negara dalam kehidupan berwarga negara (Branson,1999:2-3).

2).Para siswa harus belajar bagaimana menjadi terlibat dalam kehidupan berwarga negara dengan
terlibat di dalamnya, yaitu dengan menyandang kewarganegaraan yang bertanggung jawab dan
efektif (Branson,1999:8-11).

3).Karena para siswa tersebut menggali masalah-masalah yang ada di komunitas mereka sendiri,
maka mereka banyak mendapat kesempatan untuk mempertimbangkan tentang hal-hal yang
mendasar dalam inti demokrasi, seperti hal-hal yang meliputi hak individu dan kepentingan
bersama, peraturan yang disepakati kelompok mayoritas dan hak kaum minoritas, dan kebebasan
serta persamaan (Branson,1999:6).

No 4 :
PKKBI adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini seperti
menuangkan air kedalam gelas [watering down] seharusnya diubah menjadi pendekatan yang
lebih partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan nalar dan logika. PKKBI
membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi
dilingkungan secara cerdas. Dari proses itu siswa dapat juga diharapkan memiliki kecakapan
atau kecerdasan rasional, emosional, sosial dan spiritual yang tinggi dalam pemecahan
permasalahan sosial dalam masyarakat. PKKBI sebagai lab demokrasi, sikap dan perilaku
demokratis perlu berkembang bukan melalui mengajar demokrasi [teaching democracy], akan
tetapi melalui penerapan cara hidup berdemokrasi [doing democracy] sebagai modus
pembelajaran. Melalui penerapan demokrasi, siswa diharapkan akan secepatnya memahami
bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Model PKKBI memilki karakeristik substansi dan psiko-pedagogis sebagai beikut:

1.Bergerak dalam konteks substansif dari sosio-kultural kebijakan publik sebagai salah satu
koridor demokrasi yang berfungsi sebagai wahana interaksi warga negara dengan negara dalam
melaksanakan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya sebagai warga negara Indonesia yang
cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab, yang secara kurikuler dan pedagogis merupakan misi
utama pendidikan kewarganegaraan.

2.Menerapkan model portofolio-based learning atau model belajar yang berbasis pengalaman
utuh peserta didik” dan potofolio-assisted assesment atau penilaian berbantuan hasil belajar utuh
peserta didik yang dirancang dalam desain pembelajaran yang memadukan secara sinergis
model-model social problem solving [pemecahan masalah],social inquiry [penelitian sosial],
social involement [perlibatan sosial], cooperativel learning [belajar bersama], simulated hearing
[simulasi dengar pendapat], deep-dialogues and critical thinking [dialog mendalam dan berpikir
kritis], value clarification [klarifikasi nilai], democratic teaching [pembelajaran demokrasi]”.

3.Kerangka operasional pedagogis dasar yang digunakan adalah modifikasi langkah strategi
pemecahan masalah dengan langkah-langkah, identifikasi masalah, pemilihan masalah,
pengumpulan data, pembuaatn portofolio, show case, dan refleksi. Sedangkan kemasan
portofolionya mencakup panel sajian/file dokumentasi dikemas dengan menggunakan
sistematika identifikasi dan pemilihan masalah, alternatif kebijakan, usulan kebijakan, dan
rencana tindakan. Sementara itu kegiatan show case didesain sebagai forum dengar pendapat
[simulated public hearing].

•Fokus perhatian dari model ini adalah mengembangkan “civic knowledge [pengetahuan
kewarganegaraan], civic dispossotions [kebijakan kewarganegaraan], civic skill [keterampilan
kewarganegaraan], civic commitment [komitmen kewarganegaraan], civic confidence
[kepercayaan diri kewarganegaraan], civic competence [kompetensi kewarganegaraan], yang
bermuara pada berkembangnya well-informed, reasoned, and responsible decision making
[kemampuan mengambil keputusan, berwawasan, bernalar, dan bertanggung jawab].
Strategi instruksional yang digunakan, pada dasarnya bertolak dari strategi inquiry learning,
discovery learning, problem solving learning, research oriented learning. Dalam hal ini
ditetapkan langkah-langkah sebagai berikut:

1).Mengidentifikasi masalah kebijakan publik dalam masyarakat


2).Memilih suatu masalah untuk dikaji oleh kelas
3).Mengumpulkan informasi yang terkait dengan masalah itu
4).Mengembangkan portofolio kelas
5).Menyajikan portofolio
6).Melakukan refleksi pengalaman belajar

Sumber referensi :

1).http://ulfahnurulwahdah.blogspot.com/2016/05/penerapan-pembelajaran-berbasis-
budaya.html?m=1

2).https://jurnal.poltekba.ac.id/index.php/jst/article/view/94/0

3).http://hadimanwebid.blogspot.com/2014/01/pembelajaran-berwawasan-demokrasi-dan.html?
m=1

4).http://marsability.blogspot.com/2011/12/kurikulum-tersembunyi-hidden-curriculum.html?
m=1

5).https://pustaka.ut.ac.id/lib/pdgk4505-pembaharuan-dalam-pembelajaran-di-sd-edisi-2/

Anda mungkin juga menyukai