Anda di halaman 1dari 54

PENATALAKSANAAN ASUHAN GIZI TERSTANDAR 3X24JAM

PADA PASIEN MALNUTRISI


DI RUANG MULTAZAM II
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG

DISUSUN OLEH :

MEILI DWI ANANDA

NIM P0 5130214 020

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

JURUSAN GIZI PRODI D-IV

TAHUN 2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malnutrisi merupakan suatu masalah yang umum terjadi pada pasien


dirumah sakit, termasuk pasien bedah (Ward, 2003). Prevalensi malnutrisi
pada pasien rawat inap di rumah sakit telah teridentifikasi dalam banyak
studi. Pada sebuah rumah sakit di Inggris ditemukan malnutrisi sebesar 40%
(Brun, dkk, 2004). Studi-studi yang lain menunjukkan prevalensi malnutrisi
di rumah sakit berkisar 40% sampai 59% (Cinda, 2003). Di indonesia,
menurut Sukmaniah (2009) prevalensi malnutrisi pada pasien rawat inap pada
hari pertama adalah 16%. Pada hari perawatan ke-7 persentase pasien yang
mengalami gizi kurang dan buruk naik menjadi 20%.
Malnutrisi berhubungan dengan menurunnya fungsi otot, fungsi
respirasi, fungsi imun, kualitas hidup, dan gangguan pada proses
penyembuhan luka (Bruun, dkk, 2004). Hal ini menyebabkan meningkatnya
lama rawat inap, meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien, dan
tingginya kejadian atau risiko terjadinya komplikasi selama di rumah sakit
(Cinda, 2003).
Pada pasien bedah, buruknya status gizi sebelum operasi telah
dihubungkan dengan komplikasi post operasi, meningkatnya morbiditas dan
mortalitas. Studi yang dilakukan Cinda dkk. (2003), dikemukakan prevalensi
malnutrisi pada pasien pre operasi bervariasi berdasarkan jenis operasi, yaitu
dari 4% pada pasien yang menjalani bedah vaskuler minor, hingga 18% pada
pasien bedah vaskuler mayor.
Outcome yang buruk juga ditemukan pada pasien laparatomi yang
masuk ke rumah sakit dengan status gizi kurang. Ditemukan hubungan yang
signifikan antara status gizi dengan komplikasi post operasi, morbiditas, dan
mortalitas (Ward, 2003).
Secara fisiologis pada pasien post operasi terjadi peningkatan metabolik
ekspenditur untuk energi dan perbaikan, meningkatnya kebutuhan nutrien
untuk homeostasis, pemulihan, kembali pada kesadaran penuh, dan

2
rehabilitasi ke kondisi normal (Torosian, 2004). Prosedur operasi tidak hanya
menyebabkan terjadinya katabolisme tetapi juga mempengaruhi digestif,
absorpsi, dan prosedur asimilasi di saat kebutuhan nutrisi juga meningkat
(Ward, 2003).
Studi observasional yang menilai status gizi dan dampaknya pada
pasien bedah yang dilakukan oleh Sulistyaningrum & Puruhita (2007)
menemukan semakin baik IMT, semakin cepat penyembuhan luka operasi
dan semakin tinggi albumin, semakin cepat penyembuhan luka operasi.
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Ijah (2009) menunjukkan adanya
pengaruh status gizi secara signifikan terhadap penyembuhan luka dan lama
rawat inap.
Dari uraian diatas ditemukan kasus Tn. E dengan gejala fisik seperti
dekubitus, tirah baring, tangan kiri dan kaki kanan tidak bisa digerakkan.
Skor MST Tn. E diperoleh skor 4 sehingga perlu dirujuk ke ahli gizi/dietisien
untuk dilakukan assesmen gizi lanjut dan kasus ini diangkat menjadi studi
kasus atau intervensi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Pada akhir praktik kerja lapangan mampu memberikan pelayanan kepada
klien dengan kasus penyakit Malnutrisi sesuai tahapan (mulai dari
Assesment, diagnosa, intervensi, monitoring, dan evaluasi) pelayanan
asuhan gizi klien penyakit Malnutrisi serta mampu bekerjasama dengan
profesi lain terkait gizi agar terapi penyembuhan dapat tercapai secara
maksimal.
2. Tujuan Khusus
a) Melakukan assesment data antropometri, biokimia, fisik, klinis dan
riwayat gizi/dietary history pada kasus Malnutrisi.
b) Menginterpretasi data antropometri, biokimia, fisik, klinis dan riwayat
gizi/dietary history pada kasus Malnutrisi.
c) Menetapkan diagnosa gizi pada kasus Malnutrisi.

3
d) Melakukan implementasi diet pada kasus Malnutrisi (menetapkan
preskripsi diet, menyusun rencana kebutuhan, menetapkan makanan
sesuai standar, dan mendokumentasinnya).
e) Menyusun rencana konseling gizi pada kasus Malnutrisi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Malnutrisi
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi
yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi
untuk mempertahankan kesehatan. Ini bias terjadi karena asupan makan
terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu,
kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan
atau kegagalan metabolik (Oxford medical dictionary 2007: 524).
Pasien dengan status gizi baik akan berespon lebih baik dan lebih cepat
pulih dari penyakit dan pembedahan dibanding pasien dengan gizi buruk.
Beberapa studi secara konsisten menunjukkan bahwa 30-40% pasien
menunjukkan tanda-tanda gizi kurang saat masuk ke rumah sakit, dan pasien
dengan status gizi sub-optimal dan normal, menurun selama berada di rumah
sakit (McWhirter & Pennington, 2004; Green, 2003). Dengan demikian, gizi
kurang berdampak baik secara klinis, maupun finansial dan kualitas hidup
pada pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit (Green, 2003).
Sumber gizi dapat dibagi kepada dua jenis, yaitu makronutrien dan
mikronutrien. Makronurien adalah zat yang diperlukan oleh tubuh dalam
jumlah yang besar untuk memberikan tenaga secara langsung yaitu protein
sejumlah 4 kkal, karbohidrat sejumlah 4 kkal dan lemak sejumlah 9 kkal.
Mikronutrien adalah zat yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh tetapi
hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh yaitu vitamin yang
terbagi atas vitamin larut lemak, vitamin tidak larut lemak dan mineral
(Wardlaw et al, 2004).
Malnutrisi sebenarnya adalah gizi salah, yang mencakup gizi kurang
atau lebih. Di Indonesia dengan masih tinggi angka kejadian gizi kurang,
istilah malnutrisi lazim dipakai untuk keadaan ini. Secara umum gizi kurang
disebabkan oleh kurangnya energy atau protein.Namun keadaan ini di
lapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus yang menderita
deferensiasi murni.

5
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi
yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi
untuk mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan
terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu,
kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan
atau kegagalan metabolic.
Malnutrisi pada umumnya suatu kondisi medis yang disebabkan
olehpemberian atau cara makan yang tidak tepat atau tidak mencukupi. Istilah
ini seringkali lebih dikaitkan dengan keadaan undernutrition (gizi kurang)
yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang kurang, penyerapan yang
buruk, atau kehilangan zat gizi secara berlebihan. Malnutrisi sebenarnya
adalah gizi salah, yang mencakup gizi kurang atau lebih. Di Indonesia angka
kejadian gizi yang kurang masih sangat tinggi istilah malnutrisi lazim dipakai
untuk keadaan dimana seseorang kekurangan gizi.
Dapat disimpulkan dari penjelasan di atas bahwa Malnutrisi adalah
suatu keadaan dimana tubuh mengalami gangguan dalam penggunaan zat gizi
untuk pertumbuhan, perkembangan dan aktivitass akibat konsumsi pangan
tidak cukup mengandung energy dan protein.
Penyebab tidak langsung yang dapat menyebabkan malnutrisiadalah
kurangnya ketahanan pangan keluarga, kualitas perawatan ibu dan anak,
pelayanan kesehatan serta sanitasi lingkungan. Ketahanan pangan dapat
dijabarkan sebagai kemampuan keluarga untuk menghasilkan atau
mendapatkan makanan. Sebagai tambahan, perlu diperhatikan pengaruh
produksi bahan makanan keluarga terhadap beban kerja ibu dan distribusi
makanan untukanggota keluarga. Sanitasi lingkungan berpengaruh terhadap
kesehatan, produksi serta persiapan makanan untuk dikonsumsi serta
kebersihan. Pelayanan kesehatan bukan hanya harus tersedia, namun juga
harus dapat diakses dengan mudah oleh ibu dan anak. Status pendidikan dan
ekonomi perempuan yang rendah menyebabkan kurangnya kemampuan untuk
memperbaiki status gizi keluarga.

6
Malnutrisi berkaitan erat dengan kemiskinan yang dimana mereka
cendrung sulit untuk memenuhi nutrisi yang cukup untuk tubuh mereka,
malnutrisi dapat diketahui dan ditentukan dengan mengukur status gizi atau
orang yang menderita malnutrisi. Masalah Malnutrisi banyak dijumpai di
Negara-negara yang sedang berkembang, yang biasa di derita oleh orang
dewasa terutama wanita maupun anak-anak. Sejak sebelum merdeka sampai
sekitar tahun 1960-an, masalah malnutrisi merupakan masalah besar di
Indonesia. Saat ini masalah Malnutrisi pada orang dewasa tidak lagi sebesar
lalu, kecuali pada wanita terutama di daerah-daerah miskin dan pada anak-
anak, khususnya anak dibawah usia lima tahun (balita) sampai sekarang
Malnutrisi masih merupakan masalah yang memprihatinkan.
Pada orang dewasa Organisasi Kesehatan Dunia/WHO
memperkenalkan istilah Malnutrisi tergantung pada jenis penyebabnya,
apabila penyebabnya akibat kurang energy yang lebih menonjol dari pada
kurang protein maka dipakai istilah KEK (Kurang Energi Kronik). Untuk
keperluan di klinik WHO menggunakan istilah Wasting atau “Berat Badan
Rendah” menurut tinggi badan karena kelaparan dan penderita dalam keadaan
sakit dan harus dirawat dirumah sakit. Bila gejala terdapat gejala
pembengkakan karena timbunan cairan tubuh (Oedeem) disebagian badan
terutama kaki, perut dan muka penderita tidak hanya menderita kurang energy
tetapi juga kurang protein. Keadaan ini dimasyarakat dikenal sebagai
penderita “Busung Lapar” atau HO ( Honger Oedeem).

B. Pengkajian dan Skrining Gizi - Bagaimana Mengenali Gizi Kurang


Skrining nutrisi bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
berkaitan dengan gizi buruk dan resiko terjadinya gizi kurang. Skrining
nutrisi haruslah valid, simpel, mudah diartikan dan sensitif sehingga dapat
dipergunakan secara luas dan secara konsisten diimplementasikan oleh non-
spesialis. Beberapa alat skrining telah dibuat dan divalidasi (Corish, 2004).
Termasuk indikator self-reported resiko atau tanda-tanda langsung intake
buruk atau kurang.

7
Jika skrining mengidentifikasi seseorang beresiko, maka harus dirujuk
untuk melakukan pengkajian nutrisi lebih mendetail. Pengkajian nutrisi
adalah proses komprehensif yang digunakan untuk medefinisikan status
nutrisi pasien, lebih dari sekedar resiko. Ini membantu dalam mengukur
resiko komplikasi dan dapat digunakan untuk merencanakan dan memonitor
dukungan nutrisi (Corish, 2004).
Keterbatasan skrining dan pengkajian tergantung pada data yang
dilaporkan, pengukuran yang tidak akurat pada pasien injury atau lansia, serta
terganggunya jumlah protein serum karena infeksi dan trauma. Meski
demikian, faktor resiko pada tabel 1 harus dipertimbangkan secara rutin saat
pengkajian dan saat follow up pasien sebelum dan setelah pembedahan.
Petunjuk umum adalah kehilangan Berat Badan tak terencana, adalah cara
tercepat dan temudah untuk mengidentifikasi resiko nutrisi (Corish, 2004).
Menurut Corish (2004), indikator utama gizi kurang adalah :
1. Kehilangan Berat Badan
a. 5% dari BB dalam sebulan
b. > 10% dari BB dalam 6 bulan
2. Gizi Kurang
a. < 80% berat badan ideal
b. Indeks massa tubuh < 18 kg/m2
c. Lingkar lengan atas < persentil ke-15
Perhatian khusus harus diberikan pada pasien yang penyakit dan
gejalanya menyebabkan meningkatnya kebutuhan dan atau mempengaruhi
kebutuhan. Pengkajian mandiri BB dan TB oleh pasien tidak dapat diyakini
sehingga monitoring dan dokumentasi teratur mengenai BB sangatlah
penting. Penggunaan tebal lipatan kulit dan lingkar lengan atas dapat
dipertimbangkan pada pasien yang tidak dapat diukur secara formal (tabel).
Pengukuran tebal lipatan kulit dan lingkar lengan atas yang akurat relatif sulit
dan dibutuhkan pelatihan.

8
C. Pemeriksaan Biokimia (Laboratorium)
Pemeriksaan laboratorium dapat mendeteksi masalah gizi pada fase
awal sebelum tanda dan gejala fisik kelihatan. Umumnya, pemeriksaan rutin
menunjukkan informasi mengenai kalori-protein, dengan serum albumin
sebagai pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk mendeteksi
masalah gizi. Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan kecukupan simpanan
protein. Ada juga pemeriksaan yang mengukur produk hasil katabolisme
protein (seperti kreatinin), dan pemeriksaan yang lain mengukur produk
anabolisme protein (seperti kadar albumin, transferin, haemoglobin,
hematokrit, prealbumin, retinol binding protein, dan jumlah limfosit total)
(McCann, 2003).
a. Albumin
Kadar albumin menunjukkan kadar protein dalam tubuh. Albumin
membentuk lebih dari 50% total protein dalam darah dan berpengaruh
terhadap sistem kardiovaskuler, karena albumin membantu
mempertahankan tekanan osmotik. Perlu diingat bahwa produksi albumin
berkaitan dengan metabolisme di hati dan suplai asam amino yang
adekuat.
b. Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) merupakan komponen utama dari dari sel darah
merah yang mentranspor oksigen. Pembentukan hemoglobin
membutuhkan suplai protein yang adekuat dalam membentuk asam amino.
Nilai hemoglobin membantu dalam mengkaji kapasitas oksigen darah dan
berguna untuk diagnose anemia, defisiensi protein, dan status hidrasi.
c. Jumlah limfosit total
Limfosit (leukosit) merupakan sel darah putih, sel utama yang
bertanggung jawab terhadap infeksi bakteri. Leukosit bertugas untuk
menghancurkan organisme sebagaimana fagositosis, yang terjadi pada
perbaikan seluler. Kejadian malnutrisi menurunkan jumlah limfosit total,
mengganggu kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. Jumlah limfosit
total digunakan untuk mengevaluasi sistem imun, dan membantu evaluasi

9
simpanan protein. Jumlah limfosit total dapat juga terpengaruh oleh
banyak kondisi medis, sehingga nilainya terbatas.

D. Dampak Status Nutrisi Terhadap Hasil Pembedahan


Hasil positif pembedahan sangat tergantung pada mekanisme imun
yang adekuat dan penyembuhan luka. Keduanya bergantung dari peningkatan
sintesis protein baru, yang secara signifikan membatasi keseimbangan
nitrogen negatif dan keseimbangan energi. Semi-starvasi akan terjadi dalam
beberapa hari bukan beberapa minggu, jika intake tidak memenuhi
kebutuhan, khususnya protein dan energi. Konsekuensi signifikan semi-
starvasi pada orang sehat diringkas dalam Tabel. Masalah ini juga lazim
terjadi setelah pembedahan, kelihatannya gizi kurang yang berhubungan
dengan pembedahan, menunjang hasil yang buruk pada pasien bedah.
Tabel 1
Variasi yang dihubungkan dengan Semi-Starvasi dan Gizi Kurang
pada Orang Sehat dan Pasien Bedah
Semi-Starvasi Gizi Kurang
1. Penurunan BB 1. Peningkatan infeksi pasca
2. Ansites, mudah marah pembedahan
3. Depresi 2. Terhambatnya penyembuhan
4. Apatis, malaise luka
5. Penurunan fungsi organ 3. Penurunan kualitas hidup
(pencernaan, jantung, pernapasan) 4. Penurunan fungsi pencernaan
6. Penurunan fungsi termoregulasi 5. Penurunan fungsi respirasi dan
7. Rusaknya imunitas kardiovaskular
8. Penurunan resistensi terhadap 6. Peningkatan komplikasi
infeksi (pneumonia)
9. Penyembuhan luka buruk 7. Peningkatan waktu pemulihan
10. Penurunan fungsi intelektual 8. Peningkatan lawa rawat
11. Penurunan konsentrasi 9. Peningkatan readmission
12. Penurunan kapasitas kerja 10.Penurunan waktu dirumah
13. Tehambatnya pertumbuhan 11.Peningkatan mortalitas
12.Peningkatan biaya
Sumber : Souba & Wilmore, 2004

E. Intervensi Nutrisi
Indikasi, pilihan dan keterbatasan dukungan nutrisi ada di tabel 4. Aturan
umumnya adalah jika pencernaan berfungsi dengan baik, maka gunakan
saluran cerna. Ada sedikit bukti bahwa nutrisi parenteral lebih efektif daripada

10
enteral, namun tentusaja lebih mahal dan dikaitkan dengan resiko lebih tinggi
komplikasi serius, khususnya infeksi (Green, 2003). Ada bukti bahwa enteral
feeding (dalam 24 jam) memiliki manfaat signifikan dibandingkan parenteral
feedingdan enteral yang terlambat (Souba & Wilmore, 2004; Green, 2003).
Memanjangnya ketiadaan nutrisi di saluran cerna mempengaruhi flora saluran
cerna dan dapat berdampak pada metabolisme asam amino. Juga mengubah
dan mengurangi struktur dan fungsi mukosa (Souba & Wilmore, 2004).
Ada sekian banyak produk proprietary oral dan enteral polymeric
(mikronutrien utuh) yang isotonis dan seimbang nutrisinya. Jika intake energi
tidak adekuat, produk ini dapat memenuhi kebutuhan makronutrien dan
mikronutrien. Produk ini bebas laktosa dan biasanya mengandung 1.0 Cal/ml
(4.2 kJ/ml). Juga lebih padat nutrisinya, serta lebih tinggi osmolaritas
formulanya (1.5 dan 2.0 Cal/ml). Secara umum, terdapat beberapa perbedaan
antara formula-formula di atas yang menunjukkan keuntungan klinis meskipun
ada beberapa variasi dalam hal kuantitas dan tipe serat dan asam lemak.
Elemen hiperosmolar dan terhidrolisir ditujukan bagi pasien dengan kerusakan
pencernaan dan beberapa kondisi khusus seperti gagal ginjal atau hati,
perawatan kritis, atau penyakit pulmonal. Formula ini mahal dan tidak terdapat
cukup bukti independen mengenai manfaat klinisnya (Thomas, 2001).
Rute pemberian makanan harus dianggap sebagai komplementer bukan
kompetitif. Isu utama adalah bahwa kebutuhan nutrien terpenuhi dan
pengalihan rute enteral atau parental secara bertahap dilakukan untuk merespon
bukti yang jelas di mana seseorang mampu secara konsisten mampu memenuhi
kebutuhan intake energi melalui rute oral. Umumnya, pipa dan selang dilepas
setelah satu atau dua hari setelah pemberian intake oral yang sangat terbatas
dengan harapan bahwa pasien telah mulai makan. Kenyataannya, butuh
berhari-hari atau berminggu-minggu dengan intake oral untuk memenuhi
kebutuhan.
Dua studi terbaru (Keele et al, 2007; Beattie, et al, 2010) menunjukkan
bukti keefektifan suplemen oral pada pasien bedah. Pasien pasca bedah digestif
dengan gizi kurang dan tidak membutuhkan nutrisi enteral atau parenteral
diacak untuk pemberiansuplemen oral (n=43) atau diet bangsal biasa (n=43).

11
Suplemen ini mengandung 6.3 kJ/ml dan 0.05 atau 0.06 g protein/ml.
Kelompok intervensi yang menurun BB nya (2.2 versus 4.2 kg (p<0.001)),
memiliki lbih sedikit komplikasi (n= 4 versus 12,p<0.05) dan lebih sedikit
merasa lelah. Sebuah studi selama 10 minggu menunjukkan bahwa pasien
pasca bedah malnutrisi yang menerima suplemen oral (n=52) mengalami
peningkatan BB dan menunjukkan peningkatan kualitas hidup dan penggunaan
antibiotik yang lebih rendah dibanding kelompok kontrol (n=49) yang
menerima diet normal.
Ada bukti bahwa gizi kurang, khususnya pada pasien bedah, secara
prospektif dikaitkan dengan peningkatan resiko outcome yang buruk (Souba &
Wilmore, 2004; Green, 2003; Keele et al, 2007). Namun, tidak ditemukan
hubungan sebab akibat yang jelas dan sulit untuk mengisolasi efek
confounding dari proses penyakit. Ada kesenjangan bukti bahwa dukungan
nutrisi akan memperbaiki outcome yang buruk. Randomized control trial yang
dirancang dengan baik sangat jarang dan sulitdilakukan. Isu kunci pada banyak
studi adalah terlalu sedikit dukungan nutrisi diberikan untuk waktu yang terlalu
pendek dan efek potensialnya kabur. Tidak adanya bukti berkualitas tidak lalu
dianggap sebagai tidak adanya efek nutrisi pada hasil pembedahan.

F. Penyembuhan Luka Operasi


Proses dasar biokimia dan seluler yang sama terjadi dalam
penyembuhan semua cedera jaringan lunak, baik luka ulseratif kronik, seperti
dekubitus dan semua ulkus tungkai; luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi,
dan luka bakar; atau luka akibat operasi.
Proses fisiologi penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam 4 fase utama
(Morison, 2003) :
1) Respon inflamasi akut terhadap cedera
Homeostasis : vasokontriksi sementara dari pembuluh darah yang rusak
terjadi pada saat sumbatan trombosit dibentuk dan diperkuat juga oleh
serabut fibrin untuk membentuk sebuah bekuan. Respons jaringan yang
rusak : jaringan yang rusak dan sel mast melepaskan histamin dan mediator
yang lain, sehingga menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah

12
sekeliling masih utuh, serta meningkatnya penyediaan darah ke daerah
tersebut, sehingga menjadi merah dan hangat. Permeabilitas kapiler-kapiler
darah meningkat dan cairan yang kaya akan protein mengalir kedalam
spasium intertisiel, menyebabkan edema lokal dan mungkin hilangnya
fungsi diatas sendi tersebut. Leukosit polimorfonuklear (polimorf) dan
makrofag mengadakan migrasi keluar dari kapiler dan masuk kedalam
daerah yang rusak sebagai reaksi terhadap agens kemotaktik yang dipacu
oleh adanya cedera. Fase ini berlangsung 0–3 hari. teraupetik yang kadang
dapat mengatasi pengaruh hipoksia jaringan adalah terapi oksigen
hiperbarik (Rodriguez, 2008). Meskipun terapi oksigen hiperbarik dapat
menjadi penanganan efektif untuk luka hipoksik, ketersediaannya terbatas.
2) Infeksi
Saat kulit terluka, mikroorganisme yang normalnya berkumpul pada
permukaan kulit memperoleh akses masuk ke dalam jaringan. Infeksi dan
status replikasi mikroorganisme menentukan apakah luka digolongkan
menjadi terkontaminasi, kolonisasi, infeksi lokal/kolonisasi kritis, dan
menyebarnya infeksi invasif. Kontaminasi adalah keadaan di mana
munculnya organisme non-replikasi pada luka, sementara kolonisasi adalah
munculnya mikroorganisme replikasi pada luka tanpa terjadi kerusakan
jaringan. Infeksi lokal/ kolonisasi kritis adalah tahap intermediate replikasi
mikroorganisme dan dimulainya respon lokal terhadap jaringan. Infeksi
invasif adalah muculnya organisme replikasi dalam luka dengan injuryhost
setelahnya (Edwards & Harding, 2004).
Inflamasi adalah bagian normal dari proses penyembuhan luka, dan
penting untuk membunuh mikroorganisme terkontaminasi. Jika tidak terjadi
dekontaminasi yang efektif, inflamasi bisa memanjang jika pemusnahan
mikroorganisme tidak tuntas. Bakteri dan endotoksin dapat memperpanjang
peningkatan sitokin pro-inflamasi seperti interleukin-1 (IL-1) dan TNF-α
serta memperpanjang fase inflamasi. Jika ini berlanjut, luka bisa masuk ke
tahap kronis dan gagal untuk sembuh. Inflamasi yang memanjang ini juga
meningkatkan kadar matrix metalloproteases (MMPs), golongan protease
yang dapat merusak ECM. Seiring dengan meningkatnya protease, terjadi

13
penurunan kadar protease inhibitor alami. Terjadinya perubahan
keseimbangan protease dapat meyebabkan growth factor yang terdapat pada
luka kronik menurun drastis (Edwards & Harding, 2004).

G. Post Op Craniotomy
1. Definis Post Op Craniotomy
2. Faktor Resiko
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Pencegahan
6. Tatalaksana Nutrisi

H. Post Op Tracheostomy

1. Definis Post Op Tracheostomy


2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Klasifikasi

I. Interaksi Obat dan Makanan

a. OMZ (Omeprazole) yaitu pemberian obat dengan jus non asam dapat
mengganggu penyerapan. Dengan demikian, dianjurkan agar dapat
diberikan dengan jus yang asam seperti jus apel, jus jeruk, dan tidak
dengan susu. Jadi jus asam diperlukan agar vitamin B12 terserap oleh
tubuh.
b. Levoflaxacine yaitu makanan yg mengandung kalsium seperti susu,
yoghurt, vitamin atau mineral yg mengandung zat besi akan menurunkan
kadar obat dalam tubuh.
c. MP (Methylprednisolone) yaitu minum obat ini bersama makanan atau
susu dapat mengurangi gangguan saluran cerna.
d. Moxifloxacin yaitu diminum sebelum makan, hindari minum antasida dan
dengan makanan yang kaya akan (zat besi, kalsium, seng, dll.)

14
e. Combivent yaitu minum obat ini bersama makanan atau susu dapat
mengurangi gangguan saluran cerna.
f. Flumicort yaitu minum obat ini bersama makanan atau susu dapat
mengurangi gangguan saluran cerna.

J. Zat Gizi Mikro


Asupan zat gizi mikro yang diperhatikan yaitu vitamin A berperan
dalam penyembuhan luka, meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh,
menjaga kesehatan dan berperan penghalang kulit dan mukosa pada patogen.
Albumin, kolagen, arginin, dan glutamin berperan pada fungsi penyembuhan
luka. Vitamin C meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, efektif dalam
mengurangi tingkat keparahan infeksi, terutama yang disebabkan oleh virus,
memainkan peran penting dalam kemampuan tubuh mengatasi stres fisiologis
selama infeksi, cedera, atau penyakit kronis. Vitamin E dapat mengurangi
ketergantungan pada anti inflamasi non steroid, memperoleh fungsi sel
kekebalan dan dapat meningkatkan kekebalan terhadap infeksi, bersifat
sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas. Besi membantu
meningkatkan kadar Hb di dalam darah. Vitamin B6 membantu
meningkatkan kekebalan tubuh dan meningkatkan ketahanan terhadap
infeksi. Selenium memainkan peran penting dalam sistem kekebalan tubuh.
Ini dapat membantu menginduksi produksi imunoglobulin (seperti IgG) dan
faktor nekrosis tumor (TNF) dan dapat meningkatkan aktivitas sel darah putih
tertentu, sel pembunuh alami (NK). Iodium berguna untuk menyokong
susunan saraf pusat berkaitan dengan daya pikir dan mencegah kecacatan
fisik dan mental. Terdapat dalam rumput laut dan sea food. (Zhimmerman,
2001). Vitamin B6 membantu meningkatkan kekebalan tubuh dan
meningkatkan ketahanan terhadap infeksi, dan membantu pementukan sel
darah merah. Vitamin B9 berperan dalam pematangan sel darah merah
(Sunita, 2004).

15
BAB III
METODE PENGAMBILAN DATA

Metode pengambilan data yang dilakukan pada pengkajian studi kasus


pasien Malnutrisi di Ruang Perawatan Multazam II (205) yaitu dengan metode
pertama Studi Dokumentasi dimana penulis memperoleh data pasien dari rekam
medis yang telah ada pada petugas keperawatan guna mengetahui data pasien
yang berhubungan dengan keadaan sakit saat masuk Rumah Sakit. Metode yang
kedua yaitu wawancara untuk memastikan kebenaran data yang telah diperoleh
serta untuk mempeoleh data yang lebih akurat terkait dengan pengkajian gizi yang
akan dilakukan. Metode pengambilan data ketiga yang dilakukan yaitu observasi,
kegiatan observasi ini dilakukan untuk memperoleh data selama dilakukan
intervensi kepada pasien.

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Pasien

- Nama : Tn. E
- Tanggal Lahir : 11-09-1985
- Umur : 32 Th
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- No. Medrec : 725375
- Alamat : Jl. Gatsu 55 C
- Agama : Islam
- Pekerjaan : Swasta
- Ruangan : Multazam 2 / 205 / Bed 1
- Tanggal MRS : 23 Oktober 2017
- Status Pernikahan : Suami
- DPJP : dr. Herudian Ahmadin Sp.P
- Diagnosis Medis : Obs Febris + Bronchitis + Post Op Craniotomy +
Tracheostomy + Malnutrisi
- Tgl Intervensi : 27 Oktober 2017
- Keluhan Utama : Panas badan sejak 1 minggu, batuk berdahak,
badan lemas, tirah baring

B. Pengkajian Gizi (Nutritional Assesment)


1. Food History
a. FH.1.1 asupan energi hasil recall SMRS 70,9% dari kebutuhan energi
total, sedangkan asupan energi hasil kebiasaan makan sehari-hari 94%
dari kebutuhan energi total.
- FH 1.2.1 asupan cairan melalui oral 1,2-1,5 liter/hari, di rumah minum
kurang lebih 7-8 gelas per hari.
- FH.1.2.2.3 pola makan pasien 7x sehari.

17
b. FH 1.5.1 Asupan Lemak hasil recall 64,8% dari kebutuhan lemak total,
sedangkan asupan lemak hasil kebiasaan makan sehari-hari 118,8% dari
kebutuhan energi total.
- FH.1.5.3 asupan protein hasil recall SMRS 55,5% dari kebutuhan
protein total, sedangkan asupan protein hasil kebiasaan makan sehari-
hari 88% dari kebutuhan energi total.
- FH.1.5.5 asupan karbohidrat total hasil recall SMRS 76,5% dari
kebutuhan, sedangkan asupan karbohidrat hasil kebiasaan makan
sehari-hari 81,6% dari kebutuhan energi total.
c. FH.2.1 Hasil recall pasien yaitu pasien mengonsumsi susu 250 cc 6x
pemberian.
- FH 2.1.2 Tn. E sudah pernah mendapatkan konseling diet sebelumnya.
- FH 2.1.2.5 pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan
d. FH.3.1 Obat yang biasa dikonsumsi dirumah yaitu Citikolin, Piracetam,
Phenitoin, Ciprofloxacin, Azitromicyn, Myonal, Nebu Combixent
e. FH.3.1.1. Penggunaan obat yang diresepkan yaitu Hidonac,
Levoflaxacine, OMZ, MP, Piracetam, Meropenem, Moxifloxacin,
Combivent, Flumicort.
Tabel 2
Pengobatan Obat yang diresepkan

Nama Obat Indikasi Efek Samping


OMZ (Omeprazole) Mengurangi produksi Sakit kepala, sembelit
asam lambung, mencegah atau konstipasi, diare,
dan mengobati gangguan sakit perut, nyeri sendi,
pencernaan atau nyeri ulu sakit tenggorokan,
hati, tukak lambung, kram otot, hilang selera
mengurangi produksi makan.
asam lambung selama
operasi.
Hidonac Hidonac infusion Mual, muntah,
mengandung takikardia, hipertensi,
Acetylcysteine, obat yang kulit kemerahan,
termasuk agen mukolitik, bengkak pada wajah,
yaitu obat yang berfungsi sesak nafas,
mengencerkan dahak. berkeringat,
penglihatan kabur,
gangguan fungsi hati,
asidosis, kejang dan

18
kadang-kadang
demam.
Levoflaxacine Lefofloxacin adalah obat Diare ringan,
antibiotik quinolone yang konstipasi, muntah,
berfungsi untuk gangguan tidur
menghentikan (insomnia), Sakit
pertumbuhan bakteri. kepala atau pusing
ringan, Vagina gatal
atau keluar cairan.
MP Abnormalitas fungsi Gangguan elektrolit
(Methylprednisolone adrenokortikal, penyakit dan cairan tubuh,
) kolagen, keadaan alergi kelemahan otot,
dan peradangan pada kulit resistensi terhadap
dan saluran pernafasan infeksi menurun,
tertentu, penyakit gangguan
hematologik, penyembuhan luka,
hiperkalsemia meningkatnya tekanan
sehubungan dengan darah, katarak,
kanker.
Piracetam Mengendalikan kelainan Berputar di kepala,
kontraksi otot yang terjadi khayalan ruam, sakit
tanpa disadari,, penyakit perut, muntah,
serebrovaskular dan kebingungan
insufisiensi sirkulasi
serebral.
Meropenem Untuk menangani Kemerahan dan
penyebaran berbagai bengkak pada area
variasi infeksi bakteri bekas suntikan,
demam, ruam kulit dan
gatal, diare, sakit
kepala, sakit perut,
sensasi kesemutan

Moxifloxacin Digunakan untuk infeksi Intoksikasi saluran


maksilaris sinusitis akut, cerna, mual, muntah,
eksaserbasi bakteri akut nyeri saluran cerna dan
bronkitis kronik, perut, diare, sakit
pneumonia komunitas. kepala, pening. efek
kejiwaan (halusinasi ,
depresi ).

Combivent Sebagai terapi pada Sakit kepala, pusing,


penyakit saluran napas gelisah, takikardi,
obstruksi atau sumbatan tremor halus pada otot
seperti paru-paru rangka, palpitasi, mual,
obstruksi kronik atau muntah, otot lemah,
asma. mulut kering.

19
Flumicort Untuk melonggarkan Iritasi ringan pada
saluran pernapasan dan tenggorokan, suara
obat anti radang. sesak, iritasi lidah,
mulut, batuk, mulut
kering

Tabel 3
Interaksi Obat dan Makanan
Nama Obat Interaksi Obat
OMZ (Omeprazole) Pemberian obat dengan jus non asam dapat
mengganggu penyerapan. Dengan demikian,
dianjurkan agar dapat diberikan dengan jus yang
asam seperti jus apel, jus jeruk, dan tidak dengan
susu. Jadi jus asam diperlukan agar vitamin B12
terserap oleh tubuh.
Levoflaxacine Makanan yg mengandung kalsium seperti susu,
yoghurt, vitamin atau mineral yg mengandung zat
besi akan menurunkan kadar obat dalam tubuh.
MP Minum obat ini bersama makanan atau susu dapat
(Methylprednisolone mengurangi gangguan saluran cerna.
)
Moxifloxacin Diminum sebelum makan, hindari minum antasida
dan dengan makanan yang kaya akan (zat besi,
kalsium, seng, dll.)
Combivent Minum obat ini bersama makanan atau susu dapat
mengurangi gangguan saluran cerna.
Flumicort Minum obat ini bersama makanan atau susu dapat
mengurangi gangguan saluran cerna.

f. FH. 1.3.1 Asupan Enteral yaitu Formula SV Blender yaitu 4x SV Blender,


2x Susu,1x jus buah.
g. FH.5.4 Perilaku makan pasien selama 8 bulan ini diberikan melalui NGT
yaitu diberikan SV blender, jus buah, dan susu. Pasien diberikan makan
secara bertahap agar tidak terjadi respirasi dan muntah.
h. FH.7.2.5 Kemampuan menggunakan alat bantu makan yaitu NGT
i. FH.7.2.7 Ingat untuk makanan dan mengingat makanan yang sudah
dimakan
j. FH.7.3 Kegiatan sehari-hari pasien yaitu hanya tirah baring di kasur.
k. FH.7.2.8 Recall Makan

20
Tabel 4
Hasil Recall 24 Jam

E (kkal) P (gr) L(gr) KH (gr)


Asupan SMRS 1265 49,5 38,5 170,5
Kebutuhan 100% 1782 89,1 59,4 222,7
% 70,9% 55,5% 64,81% 76,56%

Tabel 5
Hasil Analisis Makan Pasien Selama di Rumah
E (kkal) P (gr) L(gr) KH (gr)
Asupan SMRS 1675,3 78,5 70,6 181,8
Kebutuhan 100% 1782 89,1 59,4 222,7
% 94% 88% 118,8% 81,6%

2. Antropometri
AD.1.1 Komposisi Tubuh
AD.1.1.1 Ulna : 26 cm
: 97,252 + (2,645 x Ulna)
: 97,252 + (2,645 x 26)
Estimasi BB : 166 cm
AD.1.1.2 LILA : 16 cm
LILA yang diukur
: x (TB−100)
LILA standar cerra
29
: x (166−100)
16
: 36 kg
Penurunan BB
% Penurunan Berat Badan : x 100
BB aktual
21
: x 100
57
: 36,8% (pengurangan 21kg dalam 8 bulan
terakhir)
AD.1.1.5 IMT : 13 kg/m2
Kesimpulan : Status gizi berdasarkan IMT menurut Kemenkes
RI (2013) masuk ke dalam kategori Malnutrisi.

21
Tabel 6
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT

IMT Kategori
< 17,0 Kurang BB tk berat
17,0 – 18,5 Kurang BB tk ringan
18,5 – 25,0 NORMAL
25,0 – 27,0 Lebih BB tidak ringan
 27,0 Lebih BB tk berat
Sumber : Kemenkes, 2013.

3. Pemeriksaan Biokimia

Tabel 7
Pemeriksaan Biokimia 23 Oktober 2017
Jenis Satuan Hasil Nilai rujukan Interpretasi
Pemeriksaan
Hemoglobin gr/dl 10,3 14-18 Rendah
Hematokrit % 31 40-54 Rendah
Leukosit rb/ml 8.400 4.000-10.000 Normal
Trombosit rb/ml 397.000 150.000-400.000 Normal
Natrium mmol/L 130,2 135-148 Rendah
Kalium mmol/L 2,95 3,5-5,3 Rendah
Chlorida mmol/L 100,1 98-107 Normal
Kalsium mg/dl 6,01 8,60-10,30 Rendah
CT Scan
Hasil pemeriksaan CT Scan (25-10-2017) yaitu Infark cerebri di regio
temporopariental kanan, ocipital kanan, ganglia basalis kanan dan frontoteporal
kiri, atropi cerebri senilis.
Hasil pemeriksaan Foto Toraks (25-10-2017) Bronchopneumonia kanan, tidak
tampak cardiomegali.
Sumber : Unit Laboratorium RS Muhammadiyah Bandung, 2017.

Kesimpulan : Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa nilai laboratorium


hemoglobin dan hematokrit rendah dikarenkaan zat gizi mikro
yang berasal dari makanan kurangg bervariasi sehingga tidak
dapat mencukupi kebutuhan zat besi sehingga menyebabkan
pasien anemia.

22
4. Fisik Klinis

Tabel 8
Hasil Pemeriksaan Fisik, 27 Oktober 2017
Kode Fisik Keterangan
PD 1.1.1.1 Kondisi Umum Asthenia (lemah)
PD 1.1.1.3 Kondisi Umum Kaheksia
PD. 1.1.2.4 Adiposa Kehilangan Lemak Subkutan
PD 1.1.4.6 Sistem Jantung Paru Bunyi nafas meningkat
PD.1.1.19.2 Tenggorokan dan menelan Batuk
PD.1.1.19.10 Tenggorokan dan menelan Gangguan menelan
Kesimpulan : Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi fisik pasien
lemah dan malnutrisi yang ditandai dengan kehilangan lemak
subkutan serta bunyi nafas meningkat yang disebakan post op
tracheostomy, batuk disebabkan dari bronchitis akut.

Table 9
Hasil Pemeriksaan Klinis, 27 Oktober 2017
TANDA-TANDA VITAL
Pemeriksaan Nilai Nilai normal Keterangan
TD 110/70 120/80 mmhg Rendah
Nadi 110x/menit 80-100x/mnt Cepat
Suhu 36,2 °C 36-37°C Normal
RR 18x/menit 20-24x/menit Rendah
SpO2 99% >90% Normal
Kesimpulan : Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa TD pasien rendah
disebabkan oleh tidak adanya aktivitas, karena keadaan pasien
yang hanya tirah baring (UPT Balai Informasi dan Teknologi
LIPI).

5. Riwayat personal (CH)


a. CH.1.1. Data Personal
Nama : Tn. E
Tanggal Lahir : 11-09-1985
No Medic : 725375

23
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Bahasa : Indonesia dan Sunda
Status Pernikahan : Suami
Peran dalam Keluarga : Ayah
b. CH.2 Riwayat Medis
Pasien post op Craniotomy 8 bulan yang lalu, post op Tracheostomy 2
minggu setelah post op Craniotomy.
c. CH.2 Riwayat Medis/ Kesehatan pasien/ Klien/Keluarga
Pasien tidak mempunyai riwayat keluarga yang pernah post op craniotomy,
Tracheostomy dan Bronchitis
d. CH.3 Riwayat Sosial
CH.3.1.4 Pasien mempunyai perawat Home Care sejak Post Op Craniotomy
CH.3.1.6 Pasien bekerja sebagai swasta
CH.3.1.7 Agama Islam
6. Standar Pembanding
Cs 1.1 Estimasi kebutuhan energi total 1782 kkal.
Cs 2.1 Estimasi Kebutuhan lemak yaitu 89,1 g.
Cs 2.2.1 Estimasi Kebutuhan Protein yaitu 59,4 g.
Cs 2.3.1 Estimasi Karbohidrat total yaitu 222,7 g.

C. Diagnosis Gizi
Tabel 10
Diagnosa Gizi
Domai Problem Etiologi Sign/Symptoms
n
NC.2.2 Malnutrisi Berkaitan dengan penyakit Ditandai dengan IMT 13
kronis dan adanya kg/m2, kehilangan berat
gangguan makan badan 36,8%, dan hilang
lemak subkutan.

D. Intervensi Gizi
1. ND. Domain Pemberian Makan dan atau Zat Gizi
a. Tujuan Intervensi :

24
1) Memberikan asupan makanan yang cukup energi, protein, lemak,
karbohidrat, dan zat gizi mikro sesuai dengan kebutuhan pasien.
2) Membantu mencapai berat badan ideal pasien dengan memberikan
asupan makan via NGT yang diberikan secara bertahap sesuai dengan
kondisi pasien.
b. Prinsip diet : Rendah Serat
c. Syarat diet :
1) Energi diberikan sesuai kebutuhan pasien yaitu 1782 kkal.
2) Protein yang diberikan yaitu 89,1 g
3) Lemak yang diberikan yaitu 59,4 g
4) KH yang diberikan yaitu 222,7 g.
5) Kebutuhan Vitamin yaitu vitamin A 600 mcg, vit C yaitu 90 mcg,
kebutuhan vit E yaitu 15 mg, kebutuhan vit B6 yaitu 1,3 mg ,
kebutuhan Zn yaitu 13 mg, Se yaitu 30 mcg, Iodium yaitu 150 mcg,
Omega 3 yaitu 1,6 g (AKG, 2013)
d. Preskripsi Diet
Nama diet : Diet SV Blender Rendah Serat 1782 kkal
Bentuk makanan : Cair
Rute pemberian : NGT
Frekuensi : 6x pemberian 300 cc
e. Perhitungan Kebutuhan
1) Rumus Bedah Kritis (ASPEN, 2006)
Energi = 30 kkal/kg BBI
= 30 kkal x 59,4
= 1782 kkal
2) Protein (H1) = 20% x 1782 : 4
= 89,19 g
3) Lemak = 30% x 1782 kkal / 9
= 59,4 g
4) KH = 50% x energi : 4
= 50% x 1782 : 4
= 222,7 g

25
f. Perencanaan Menu

Tabel 11
Standar Makan Hari Ke-I (27/10/2017)
Bahan Makanan Jumlah (p) Energi Protein Lemak KH

Karbohidrat 0,25P 550 10,2 0,9 121

Hewani (RL) 0P 0 0 0 0

Hewani (LS) 6P 465 37,8 31,8 3,3

Nabati 0P 0 0 0 0

Sayur 3P 57 3 0,3 12,3

Buah 4P 94 1,8 0,2 23,6

Gula 0P 0 0 0 0

Susu 1,2P 288,36 11 8,8 41,3

Minyak 3P 155,2 0 18 0

Pelaksanaan 1.609,5 63,8 60 201,5

Kebutuhan 1782 89,1 59,4 222,7

% 90,3% 71,6% 101,1% 90,5%

Tabel 12
Distribusi Makan Hari ke-1 (27/10/2017)
Waktu KH Lemak Sayuran Buah Susu Minyak
Makan sedang

16:00 WIB 1/16 1 ½ 1 0,2 ½

20:00 WIB 1/16 1 ½ 1 0,2 ½

00:00 WIB 1/16 1 ½ 0 0,2 ½

04:00 WIB 1/16 1 ½ 0 0,2 ½

08:00 WIB 1/16 1 ½ 1 0,2 ½

12:00 WIB 1/16 1 ½ 1 0,2 ½

TOTAL 1/4 6 3 4 1,2 3

Tabel 13

26
Pembagian Menu hari ke-1 (27/10/2017)
Waktu Pola menu Menu Bahan Berat (gr)
16:00 WIB Karbohidrat SV Blender Bubur Saring 25 g
Hewani Telur Ayam 50 g
Sayur Wortel 50 g
Buah Jeruk 100 g
Lemak Minyak 3g
Susu Susu Entramix 10 g
20:00 WIB Karbohidrat SV Blender Bubur Saring 25 g
Hewani Telur Ayam 50 g
Sayur Wortel 50 g
Buah Jeruk 100 g
Lemak Minyak 3g
Susu Susu Entramix 10 g
00:00 WIB Karbohidrat SV Blender Bubur Saring 25 g
Hewani Telur Ayam 50 g
Sayur Wortel 50 g
Buah Jeruk 100 g
Lemak Minyak 3g
Susu Susu Entramix 10 g
04:00 WIB Karbohidrat SV Blender Bubur Saring 25 g
Hewani Telur Ayam 50 g
Sayur Wortel 50 g
Buah Jeruk 100 g
Lemak Minyak 3g
Susu Susu Entramix 10 g
08:00 WIB Karbohidrat SV Blender Bubur Saring 25 g
Hewani Telur Ayam 50 g
Sayur Wortel 50 g
Buah Jeruk 100 g
Lemak Minyak 3g
Susu Susu Entramix 10 g
12:00 WIB Karbohidrat SV Blender Bubur Saring 25 g
Hewani Telur Ayam 50 g
Sayur Wortel 50 g
Buah Jeruk 100 g
Lemak Minyak 3g
Susu Susu Entramix 10 g

Tabel 14
Standar Penukar Makanan Hari ke-2,3 (28-29/10/2017)
Bahan Makanan Jumlah Energi Protein Lemak KH
(p)

Karbohidrat 0,25P 550,5 10,2 0,9 121

Hewani (RL) 0P 0 0 0 0

27
Hewani (LS) 12P 720 71,4 42,4 6,4

Nabati 0P 0 0 0 0

Sayur 3P 57 3 0,3 12,3

Buah 6P 141 2,7 0,3 35,4

Madu 6P 182,4 0,2 0 49,4

Susu 0P 0 0 0 0

Minyak 3P 103,4 0 12 0

Pelaksanaan 1754,3 87,5 55,9 224,5

Kebutuhan 1782 89,1 59,4 222,7

% 98,4% 98,2% 94,1% 100,8%

Tabel 15
Distribusi Makanan Hari ke 2,3 (28-29/10/2017)
Waktu KH Lemak Sayuran Buah Madu Minyak
Makan sedang

16:00 WIB 1/16 2 ½ 1 1 ½

20:00 WIB 1/16 2 ½ 1 1 ½

00:00 WIB 1/16 2 ½ 1 1 ½

04:00 WIB 1/16 2 ½ 1 1 ½

08:00 WIB 1/16 2 ½ 1 1 ½

12:00 WIB 1/16 2 ½ 1 1 ½

TOTAL 1/4 12 3 6 6 3

Tabel 16
Pembagian Menu hari ke 2,3 (28-29/10/2017)
Waktu Pola menu Menu Bahan Berat (gr)
16:00 WIB Karbohidrat SV Blender Bubur Saring 25 g
Hewani Telur Ayam 100 g
Sayur Wortel 50 g
Buah Jeruk 100 g
Lemak Minyak 2g
Madu Madu 15 g

28
20:00 WIB Karbohidrat SV Blender Bubur Saring 25 g
Hewani Telur Ayam 100 g
Sayur Wortel 50 g
Buah Jeruk 100 g
Lemak Minyak 2g
Madu Madu 15 g
00:00 WIB Karbohidrat SV Blender Bubur Saring 25 g
Hewani Telur Ayam 100 g
Sayur Wortel 50 g
Buah Jeruk 100 g
Lemak Minyak 2g
Madu Madu 15 g
04:00 WIB Karbohidrat SV Blender Bubur Saring 25 g
Hewani Telur Ayam 100 g
Sayur Wortel 50 g
Buah Jeruk 100 g
Lemak Minyak 2g
Madu Madu 15 g
08:00 WIB Karbohidrat SV Blender Bubur Saring 25 g
Hewani Telur Ayam 100 g
Sayur Wortel 50 g
Buah Jeruk 100 g
Lemak Minyak 2g
Madu Madu 15 g
12:00 WIB Karbohidrat SV Blender Bubur Saring 25 g
Hewani Telur Ayam 100 g
Sayur Wortel 50 g
Buah Jeruk 100 g
Lemak Minyak 2g
Madu Madu 15

g. Rencana Edukasi Gizi


E.1.1 Tujuan Edukasi Gizi
Memberikan Penjelasan mengenai mikronutrient serta bahan makanan
yang sesuai golongan mikronutrient yang dibutuhkan dan cara
pembuatan SV Blender, serta memberitahukan standar LILA yang
normal, dan prinsip diet yaitu rendah serat.
E.1.3 Informasi Dasar
Menginformasikan tentang mikronutrien yang dibutuhkan dan cara
membuat SV Blender dan rendah serat.

h. Rencana Konseling Gizi


1) C.1.2 Konseling Gizi

29
Memberikan konseling gizi mengenai diet saluran cerna
2Hari/Tanggal : Minggu, 29 Oktober 2017
Waktu : 12.00-12.20 WIB
Sasaran : Pasien dan keluarga pasien
Tempat : Ruangan Multazam II (205)
Waktu : ± 20 menit
Metode : Penjelasan dan tanya jawab
Media : Leaflet Mikronutrient yang dibutuhkan
NC.1.2 Health Believe Model
Menetapkan tujuan bersama untuk mempercepat proses
penyembuhan bagaimana menerapkan pola hidup, sehat agar dapat
memperlambat pertumbuhan virus dan mempercepat proses penyembuhan
luka serta cara memenuhi kebutuhan nutrisi Tn. E.

2) Rencana Koordinasi Asuhan Gizi


Bekerja sama dengan perawat, ahli gizi, dan keluarga untuk mengontrol
asupan makan pasien.
Tabel 17
Rencana Koordinasi Asuhan Gizi
Tanggal Tenaga Kesehatan Koordinasi
27-30/10/2017 Ahli gizi Melakukan koordinasi dengan ahli gizi
ruangan dalam melakukan asuhan gizi
seperti meminta pendapat, apakah
asuhan gizi (pemberian diet) terhadap
pasien sudah tepat.
Koordinasi dengan Koordinasi dengan keluarga pasien
pasien dan keluarga terkait makanan yang dikonsumsi
pasien dari luar rumah sakit.
Koordinasi dengan Meminta izin untuk melihat data
perawat rekam medik pasien, dalam mengecek
data pasien serta melihat data
Assesment pada pasien.
Tenaga Pengolahan Melakukan rapat menu

E. Implementasi Asuhan Gizi


1. ND. Implementasi Pemberian Makan dan atau Zat Gizi
Tabel 18
Implementasi Pemberian Makan

30
Hari 1 Hari 2 & 3
Pada hari pertama diberikan diet rendah Pada hari kedua tetap diberikan diet
serat dengan diberikan SV Blender 4x rendah serat dengan 6x pemberian SV
pemberian dan 2x susu entramix. Akan Blender. Pada hari kedua tidak
tetapi setelah ingin diberikan susu diberikan susu namun diganti dengan
entramix dari pihak keluarga menolak, madu karena madu mengandung Sifat
pihak keluarga menginginkan 6x antibakteri dari madu membantu
pemberian SV Blender, sehingga mengatasi infeksi pada perlukaan dan
perencanaan yang diberikan pada hari aksi anti inflamasinya dapat
pertama tidak memenuhi 100% mengurangi nyeri serta meningkatkan
kebutuhan. Jeruk diberikan untuk sirkulasi yang berpengaruh pada proses
memenuhi kebutuhan kalium pasien penyembuhan.
yang rendah.

2. E. Implementasi Domain Edukasi


Hari, Tanggal : 29 Oktober 2017
Jam : 12.00 WIB
Tempat : Ruang Perawatan Multazam II kamar 205.
Sasaran : Pasien dan keluarga pasien
E.1 Edukasi Gizi – Materi/Isi :
 Mikronutrient yang dibutuhkan dan bahan makannya
 Makanan yang dianjurkan dan dan tidak dianjurkan
E.2 Edukasi Gizi – Aplikasi
 Keluarga Tn. E memahami mikronutrient yang dibutuhkan dan bahan
makanannya.
 Keluarga Tn. E menanyakan bahan makanan SV Blender dan cara
pembuatannya.

3. C. Implementasi Domain Konseling


a) C.1.2 Konseling Gizi
Memberikan konseling gizi mengenai Diet Rendah Serat
Hari/Tanggal : Minggu, 29 Oktober 2017
Waktu : 12.00-12.20 WIB
Sasaran : Pasien dan keluarga pasien
Tempat : Ruangan Multazam II (205)
Waktu : ± 20 menit

31
Metode : Penjelasan dan tanya jawab
Media : Leaflet
Tujuan Umum : Memberikan konseling mengenai diet rendah serat dan
mikronutrient yang dibutuhkan.

Materi

1) Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tujuan dari diet.


2) Menjelaskan tentang makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan
untuk penyakit yang diderita.
3) Menyampaikan cara pembuatan SV Blender.
4) Memberikan motivasi kepada pihak keluarga pasien untuk dapat
membantu memberikan semangat kepada pasien agar dapat
menjalankan dietnya dengan baik.
5) Memberitahu porsi makan untuk pasien apabila sudah pulang dari
Rumah Sakit agar pola makan pasien tetap sesuai dengan anjuran diet
yang telah di sarankan.

b) RC. Domain Koordinasi Asuhan Gizi


Tabel 19
Koordinasi Asuhan Gizi
No Tanggal Tenaga Kesehatan Koordinasi

1. 27 Oktober Ahli Gizi Diskusi mengenai pasien untuk diambil


2017 menjadi studi kasus dan rencana asuhan
gizi.
Pasien dan keluarga Meminta persetujuan keluarga pasien
pasien atau pasien sendiri untuk melakukan
intervensi terhadap pola makan dan
asupan pasien selama minimal 3 hari.
Perawat Ruangan Meminta izin untuk melihat rekam
medical pasien atas nama Ny. H.
Tenaga Pengolahan Melakukan rapat menu.
2. 28 Oktober Pasien dan keluarga Menanyakan kabar pasien, dan
2017 pasien memonitor tentang asupan yang telah
diberikan.
Tenaga Pengolahan Melakukan rapat menu yang akan dibuat
untuk intervensi.
3. 29 & 30 Pasien dan keluarga Menanyakan kabar pasien, dan
Oktober pasien memonitor tentang asupan yang telah

32
2017 diberikan serta memberikan edukasi dan
konsultasi gizi.
Tenaga Pengolahan Melakukan rapat menu yang akan dibuat
untuk intervensi.

F. Monitoring dan Evaluasi Gizi


1. Rencana Monitoring Dan Evaluasi
Tabel 20
Rencana Monitoring dan Evaluasi
Parameter Yang diukur Waktu Target
Intake Asupan Setiap hari Asupan mencapai
>80% kebutuhan
Antropometri LILA 3 hari Tidak terjadi
penurunan LILA.
Biokimia Hb, Ht, Leukosit, Sesuai Intruksi Menormalkan nilai
Tr Dokter lab.
Fisik Apatis Lemah 3 hari Tidak lagi apatis dan
lemah
Klinis RR, Suhu, Nadi, Setiap hari Normal à RR: 20-
TD 24x/m, Suhu 36-37C,
nadi 60-80x/m, TD:
120/80 mmhg

2. Implementasi Monitoring dan Evaluasi


a. Antropometri
Tabel 21
Monitoring Antropometri
Kode Keterangan 27/10/1 28/10/17 29/10/1 30/10/17
7 7
AD.1.1 ULNA 26 cm - - -
LILA 16 cm - - 16 cm
Kesimpulan : Tidak ada penambahan lila pada pasien. Tidak dilakukan
pengukuran antropometri secara aktual dikarenakan
keadaan pasien yang tirah baring, tidak bisa untuk berdiri.

33
b) Biokimia
Tabel 22
Monitoring Pemeriksaan Biokimia
Jenis Satuan Hasil Hasil Nilai Interpretasi
Pemeriksaa (23 (30 rujukan
n Okt) Okt)
Hemoglobin gr/dl 10,3 12,4 14-18 Rendah
Hematokrit % 31 37 40-54 Rendah
Leukosit rb/ml 8.400 10.600 4.000- Normal >> Tonggi
10.000
Trombosit rb/ml 397.00 600.000 150.000- Normal >> Tinggi
0 400.000
Natrium mmol/L 130,2 - 135-148 Rendah
Kalium mmol/L 2,95 - 3,5-5,3 Rendah
Chlorida mmol/L 100,1 - 98-107 Normal
Kalsium mg/dl 6,01 - 8,60- Rendah
10,30
Sumber : Unit Laboratorium RS Muhammadiyah Bandung, 2017.
EVALUASI : Terdapat perubahan nilai lab yg abnormal.

c) Fisik dan Klinis


1) Fisik
Tabel 23
Pemeriksaan Fisik
Kode Keterangan 27-10-2017 27-10-2017 27-10-2017 27-10-2017
PD Kondisi Asthenia Asthenia Asthenia Asthenia
1.1.1.1 Umum (lemah) (lemah) (lemah) (lemah)
PD Kondisi Kaheksia Kaheksia Kaheksia Kaheksia
1.1.1.3 Umum
PD. Adiposa Kehilangan Kehilangan Kehilangan Kehilangan
1.1.2.4 Lemak Lemak Lemak Lemak
Subkutan Subkutan Subkutan Subkutan
PD Sistem Bunyi nafas Bunyi nafas Bunyi nafas Bunyi nafas
1.1.4.6 Jantung Paru meningkat meningkat meningkat meningkat
PD.1.1.19 Tenggorokan Batuk Batuk Batuk Batuk
.2 dan menelan
PD.1.1.19 Tenggorokan Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan
.10 dan menelan menelan menelan menelan menelan

Evaluasi: Keadaan fisik pasien dari hari ke hari sama, tidak mengalami
perubahan, namun respon pasien semakin membaik.
2) Klinis

34
Tabel 24
Hasil Pemeriksaan Klinis
TANDA-TANDA VITAL
Pemeriks Satuan 27/10/2-17 28/10/2017 29/10/2017 30/10/2017
aan P S S P S S P S S P S S
TD mmHg 110/ 110/ 110/ 100/ 120/ 100/ 100/ 100/ 100/ 100/ 100/ 110/
70 70 70 80 80 60 70 70 70 70 70 70
Nadi x/menit 110 110 116 109 108 109 108 118 108 111 107 109
0
Suhu C 36,2 36,2 35,9 36,7 36,7 36,7 36,1 36,4 36,1 35,5 36,3 36,1
Respirasi x/menit 18 18 20 20 21 20 22 18 20 20 18 20
SpO2 % 99 99 99 97 96 97 99 97 99 94 98 95

3) Monitoring Asupan dan daya terima pasien


a) Hari pertama
Tabel 25
Monitoring Asupan Hari Pertama
No Pola Menu Bahan Bahan %
Makan Perencanaan Pelaksanaan Daya
Terima
1 Jam M. Cair SV 250 cc 250 cc 250 cc 100%
14:00 Blender
2 Jam M. Cair SV 250 cc 250 cc 250 cc 100%
20:00 Blender
3 Jam M. Cair SV 250 cc 250 cc 250 cc 100%
00:00 Blender
4 Jam M. Cair SV 250 cc 250 cc 250 cc 100%
04:00 Blender
5 Jam M. Cair SV 250 cc 250 cc 250 cc 100%
08:00 Blender
6 Jam M. Cair SV 250 cc 250 cc 250 cc 100%
12:00 Blender
Tabel 26
Monitoring Daya Terima Zat Gizi Makro
Hari Energi Protein Lemak KH
Hari 1 1610 kkal 63,8 gr 60,08 gr 201,6 gr
Hari 2 & 3 1754,3 kkal 87,5 gr 55,9 gr 224,6 gr
Rata-rata 1682,1 kkal 75,65 gr 57,99 gr 213,1 gr
Asupan
Kebutuhan 1782 kkal 87,5 gr 55,9 gr 224,6 gr
Persentase 94,3% 86,4% 103,7 % 94,8 %
Kesimpulan Baik Baik Baik Kurang
Keterangan :
<80 % : Kurang
80% - 110 % : Baik
>110 % : Lebih (WNPG, 2004)

35
Tabel 27
Monitoring Daya Terima Zat Gizi Mikro
Zat Gizi Kebutuhan Asupan H1 Recall H2 Rata – Ket
Jumlah % Jumlah % Rata (%)
Vit A 600 mcg 3841 640 3739 623 631,5 Lebih
Vit C 90 mcg 115 127,7 168,6 187,3 157,5 Lebih
Vit E 15 mg 9,7 64,7 11,5 76,7 70,7 Kurang
Vit B6 1,3 mg 1,1 84,6 1,3 100 92,3 Baik
Zn 13 g 6,1 46,9 7,4 56,9 51,9 Kurang
Iodinc 150 mcg 95,2 63,4 95,2 63,4 63,4 Kurang
Omega 3 1,6 g 1,2 75 1,2 75 75 Kurang
Serat <8g 9,2 113,5 9,2 113,5 113,5 Lebih

Diagram 1. Asupan Daya Terima Energi

Energi
Perencanaan Pelaksanaan Daya Terima
98 100 98.4 98.4 100 98.4 98.4 100
100 90.3
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Hari 1 Hari 2 Hari 3

Kesimpulan : Dari hasil diagram persentase asupan daya terima energi pasien
baik, tidak ada retensi makanan. Perencanaan makanan diberikan
pada hari pertama 98%, akan tetapi pada saat pelaksanan hanya
90,3%, hal ini dikarenakan pada saat pelaksaan berbeda dengan
perencanaan yang telah direncanakan. Hal ini dikarenakan keluarga
pasien yang menolak untuk pasien diberikan susu, dengan alasan
susu tidak membuat kenyang. Hal itulah yang membuat pelaksanan
hanya 90,3%. Daya terima energi pasien baik, pasien dapat
menerima asupan makanan SV Blender yang diberikan via enteral
(NGT), akan tetapi diberikan secara bertahap dan bisa memakan
waktu sekitar 20 menit, hal ini dikarenakan agar pasien tidak

36
muntah. Pada perencanaan dan pelaksanaan pada hari kedua dan
ketiga sinkron dengan daya terima asupan makan pasien 100%.

Diagram 2. Asupan Daya Terima Protein

Protein
Perencanaan Pelaksanaan Daya Terima
100 98.2 98.2 100 98.2 98.2 100

68 71.6

Hari 1 Hari 2 Hari 3

Kesimpulan : Dari hasil diagram persentase asupan daya terima protein


pasien baik, tidak ada retensi makanan. Perencanaan
makanan diberikan pada hari pertama 68%, akan tetapi pada
saat pelaksanaan 71,6%, hal ini dikarenakan pada saat
pelaksaan berbeda dengan perencanaan yang telah
direncanakan. Hal ini dikarenakan keluarga pasien yang
menolak untuk pasien diberikan susu, dengan alasan susu
tidak membuat kenyang. Hal itulah yang membuat
pelaksanan 71,6%. Daya terima protein pasien baik, pasien
dapat menerima asupan makanan SV Blender yang
diberikan via enteral (NGT), akan tetapi diberikan secara
bertahap dan bisa memakan waktu sekitar 20 menit, hal ini
dikarenakan agar pasien tidak muntah. Perencanaan pada
hari pertama kurang dikarenakan hanya memberikan 1 telur
ayam, akan tetapi pada saat hari kedua perencanaan diganti
dengan diberikan dua butir telur ayam sehingga
perencanaan bisa mencukupi kebutuhan pasien. Pada
perencanaan dan pelaksanaan pada hari kedua dan ketiga
sinkron dengan daya terima asupan makan pasien 100%.

37
Diagram 3. Asupan Daya Terima Lemak

Lemak
Perencanaan Pelaksanaan Daya Terima
119
101.1 100 100 100
94.1 94.1 94.1 94.1

Hari 1 Hari 2 Hari 3

Kesimpulan : Dari hasil diagram persentase asupan daya terima lemak


makan pasien baik, tidak ada retensi makanan. Perencanaan
makanan diberikan pada hari pertama 119%, akan tetapi
pada saat pelaksanaan hanya 101%, hal ini dikarenakan
pada saat pelaksaan berbeda dengan perencanaan yang telah
direncanakan. Hal ini dikarenakan keluarga pasien yang
menolak untuk pasien diberikan susu, dengan alasan susu
tidak membuat kenyang. Hal itulah yang membuat
pelaksanan tidak sama dengan perencanaan yaitu 101%.
Daya terima lemak pasien baik, pasien dapat menerima
asupan makanan SV Blender yang diberikan via enteral
(NGT), akan tetapi diberikan secara bertahap dan bisa
memakan waktu sekitar 20 menit, hal ini dikarenakan agar
pasien tidak muntah. Perencanaan pada hari pertama lebih
dikarenakan kandungan lemak pada susu entramix cukup
tinggi, sehingga melebihi dari kebutuhan pasien. Pada
perencanaan dan pelaksanaan pada hari kedua dan ketiga
sinkron dengan daya terima asupan makan pasien 100%.

Diagram 4. Asupan Daya Terima Karohidrat

38
Karbohidrat
Perencanaan Pelaksanaan Daya Terima

98 100 100.8100.8 100 100.8100.8 100


100 90.5

80

60

40

20

0
Hari 1 Hari 2 Hari 3

Kesimpulan : Dari hasil diagram persentase asupan daya terima karohidrat


pasien baik, tidak ada retensi makanan. Perencanaan
makanan diberikan pada hari pertama 98%, akan tetapi pada
saat pelaksanaan hanya 90,5%, hal ini dikarenakan pada
saat pelaksanaan berbeda dengan perencanaan yang telah
direncanakan. Hal ini dikarenakan keluarga pasien yang
menolak untuk pasien diberikan susu, dengan alasan susu
tidak membuat kenyang. Hal itulah yang membuat
pelaksanan hanya 90,5%. Daya terima karbohidrat pasien
baik, pasien dapat menerima asupan makanan SV Blender
yang diberikan via enteral (NGT), akan tetapi diberikan
secara bertahap dan bisa memakan waktu sekitar 20 menit,
hal ini dikarenakan agar pasien tidak muntah. Pada
perencanaan dan pelaksanaan pada hari kedua dan ketiga
sinkron dengan daya terima asupan makan pasien 100%.

Diagram 5. Asupan Daya Terima Zat Gizi Mikro

39
Zat Gizi Mikro
623 Hari 1 Hari 2 Hari 3
665623

187.3
187.3 76.6 100
116.3 76.6 100 71.4
102 92.3 56.9
71.4 56.9 75 113.75
71.4 57.6 75 113.75
75 113.75
Vit A Vit C Hari 3
Vit E Vit B6 Iodium Hari 2
Zn Omega 3 Hari 1
Serat

Kesimpulan : Asupan daya terima zat gizi mikro pasien baik, yang kurang pada
Iodium, dan Zn. Hal ini dikarenakan tidak diberikannya bahan
makanan yang mengandung iodium tinggi seperti rumput laut dan
seafood, ikan tuna serta zink yaitu daging-dagingan.

F. PEMBAHASAN
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi
yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi
untuk mempertahankan kesehatan. Ini bias terjadi karena asupan makan
terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu,
kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan
atau kegagalan metabolik (Oxford medical dictionary 2007: 524).
Pasien Tn. Erik mengalami malnutrisi sejak ia post op craniotomy 8
bulan yang lalu. Sebelum dilakukannya post op craniotomy sehingga
menyebakan pasien sekarang hanya tirah baring, status gizi pasien dalam
kategori normal. Tn. E bisa mengalami post op craniotomy dikarenakan pada
saat 8 bulan yang lalu pasien mengalami kecelakaan dan terjadinya
pendarahan dikepala sehingga harus dilakukan post op craniotomy. Post Op
cranitomy yaitu membuka sebagian tulang tengkorak (kranium) untuk dapat
mengakses struktur intrakranial akibat adanya pendarahan. Setelah dilakukan
post op craniotomy pasien mengalami penurunan kesadaran sehingga dirawat
di ICU. di ruang ICU pasien diberikan asupan makan via enteral yaitu susu

40
dan SV Blender dengan komposisi putih telur, susu, dan ikan gabus. Sejak
dirawat di ICU selama satu bulan pasien terus mengalami penurunan berat
badan sehingga menyebabkan pasien malnutrisi. Setelah dua minggu selesai
dilakukan operasi post op craniotomy, Tn. E melakukan lagi operasi
Tracheostomy, hal ini dikarenakan pasien mengalami kekurangan oksigen. Di
ruang ICU pasien sudah menggunakan alat bantu pernapasan dan ventilator.
Akan tetapi keadaan pasien semakin memburuk dan ventilator tidak baik
digunakan apabila lebih dari dua minggu, sehingga diputuskan untuk
dilakukan operasi Tracheostomy. Operasi Tracheostomy yaitu dilakukannya
operasi dengan membuat lubang untuk bernapas pada dinding depan trakea.
Pada saat dirumah asupan makan pasien baik mencukupi kebutuhan
pasien. Asupan makan yang diberikan dirumah yaitu 4x SV Blender dengan
komposisi nasi, daging/ikan/ayam/telur, tahu, sayur (wortel, bayam, labu
siam), minyak jagung yang diberikan pada pukul 08.00-12.00-14.00 dan
20.00 WIB, 2x diberikan susu ensure pada jam 00.00 WIB dan 04.00 WIB,
serta jus buah pada pukul 14.00 WIB. Akan tetapi pasien tetap mengalami
malnutrisi dikarenakan pada pasien pasca bedah biasanya pasti mengalami
malnutrisi. Beberapa studi secara konsisten menunjukkan bahwa 30-40%
pasien menunjukkan tanda-tanda gizi kurang saat masuk ke rumah sakit, dan
pasien dengan status gizi sub-optimal dan normal, menurun selama berada di
rumah sakit (McWhirter & Pennington, 2004; Green, 2003). Dengan
demikian, gizi kurang berdampak baik secara klinis, maupun finansial dan
kualitas hidup pada pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit (Green,
2003). Hampir semua pasien kritis mengalami anoreksia/tidak mampu makan
karena penurunan kesadaran atau terintubasi melalui saluran nafas bagian atas
sehingga menyebabkan malnutisi. Hal ini juga dikarenakan kebutuhan
kurang, karena ketidakmampuan pasien makan secara oral, karena fisik tidak
memungkinkan menerima makan sedangkan kebutuhan energi pasien
meningkat (Ziegler, 2009; Menerez, 2011).
Zat gizi mikro yang diperhatikan yaitu vitamin A berperan dalam
penyembuhan luka, meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh, menjaga
kesehatan dan berperan penghalang kulit dan mukosa pada patogen. Albumin,

41
kolagen, arginin, dan glutamin berperan pada fungsi penyembuhan luka.
Vitamin C meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, efektif dalam mengurangi
tingkat keparahan infeksi, terutama yang disebabkan oleh virus, memainkan
peran penting dalam kemampuan tubuh mengatasi stres fisiologis selama
infeksi, cedera, atau penyakit kronis. Vitamin E dapat mengurangi
ketergantungan pada anti inflamasi non steroid, memperoleh fungsi sel
kekebalan dan dapat meningkatkan kekebalan terhadap infeksi, bersifat
sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas. Besi membantu
meningkatkan kadar Hb di dalam darah. Vitamin B6 membantu
meningkatkan kekebalan tubuh dan meningkatkan ketahanan terhadap
infeksi. Selenium memainkan peran penting dalam sistem kekebalan tubuh.
Ini dapat membantu menginduksi produksi imunoglobulin (seperti IgG) dan
faktor nekrosis tumor (TNF) dan dapat meningkatkan aktivitas sel darah putih
tertentu, sel pembunuh alami (NK). Iodium berguna untuk menyokong
susunan saraf pusat berkaitan dengan daya pikir dan mencegah kecacatan
fisik dan mental. Terdapat dalam rumput laut dan sea food. (Zhimmerman,
2001). Vitamin B6 membantu meningkatkan kekebalan tubuh dan
meningkatkan ketahanan terhadap infeksi, dan membantu pementukan sel
darah merah. Vitamin B9 berperan dalam pematangan sel darah merah
(Sunita, 2004).
Pada saat intervensi pasien diberikan makanan SV Blender 6x
pemberian 250 cc. Pasien diberikan makan via enteral (NGT) dikarenakan
keadaan pasien yang tidak memungkinkan diberikan makan via oral. Keadaan
pasien hanya tirah baring sejak post op craniotomy dan adanya gangguan
pernapasan bekas post op Tracheostomy. Pasien juga batuk terus-menerus
dikarenakan pasien menderita bronchitis akut.
Dari hasil diagram persentase asupan daya terima energi pasien baik,
tidak ada retensi makanan. Perencanaan makanan diberikan pada hari pertama
98%, akan tetapi pada saat pelaksanan hanya 90,3%, hal ini dikarenakan pada
saat pelaksaan berbeda dengan perencanaan yang telah direncanakan. Hal ini
dikarenakan keluarga pasien yang menolak untuk pasien diberikan susu,
dengan alasan susu tidak membuat kenyang. Hal itulah yang membuat

42
pelaksanan hanya 90,3%. Daya terima energi pasien baik, pasien dapat
menerima asupan makanan SV Blender yang diberikan via enteral (NGT),
akan tetapi diberikan secara bertahap dan bisa memakan waktu sekitar 20
menit, hal ini dikarenakan agar pasien tidak muntah. Pada perencanaan dan
pelaksanaan pada hari kedua dan ketiga sinkron dengan daya terima asupan
makan pasien 100%.
Dari hasil diagram persentase asupan daya terima protein pasien baik,
tidak ada retensi makanan. Perencanaan makanan diberikan pada hari pertama
68%, akan tetapi pada saat pelaksanaan 71,6%, hal ini dikarenakan pada saat
pelaksaan berbeda dengan perencanaan yang telah direncanakan. Hal ini
dikarenakan keluarga pasien yang menolak untuk pasien diberikan susu,
dengan alasan susu tidak membuat kenyang. Hal itulah yang membuat
pelaksanan 71,6%. Daya terima protein pasien baik, pasien dapat menerima
asupan makanan SV Blender yang diberikan via enteral (NGT), akan tetapi
diberikan secara bertahap dan bisa memakan waktu sekitar 20 menit, hal ini
dikarenakan agar pasien tidak muntah. Perencanaan pada hari pertama kurang
dikarenakan hanya memberikan 1 telur ayam, akan tetapi pada saat hari kedua
perencanaan diganti dengan diberikan dua butir telur ayam sehingga
perencanaan bisa mencukupi kebutuhan pasien. Pada perencanaan dan
pelaksanaan pada hari kedua dan ketiga sinkron dengan daya terima asupan
makan pasien 100%.
Dari hasil diagram persentase asupan daya terima lemak makan pasien
baik, tidak ada retensi makanan. Perencanaan makanan diberikan pada hari
pertama 119%, akan tetapi pada saat pelaksanaan hanya 101%, hal ini
dikarenakan pada saat pelaksaan berbeda dengan perencanaan yang telah
direncanakan. Hal ini dikarenakan keluarga pasien yang menolak untuk
pasien diberikan susu, dengan alasan susu tidak membuat kenyang. Hal itulah
yang membuat pelaksanan tidak sama dengan perencanaan yaitu 101%. Daya
terima lemak pasien baik, pasien dapat menerima asupan makanan SV
Blender yang diberikan via enteral (NGT), akan tetapi diberikan secara
bertahap dan bisa memakan waktu sekitar 20 menit, hal ini dikarenakan agar
pasien tidak muntah. Perencanaan pada hari pertama lebih dikarenakan

43
kandungan lemak pada susu entramix cukup tinggi, sehingga melebihi dari
kebutuhan pasien. Pada perencanaan dan pelaksanaan pada hari kedua dan
ketiga sinkron dengan daya terima asupan makan pasien 100%.
Dari hasil diagram persentase asupan daya terima karohidrat pasien
baik, tidak ada retensi makanan. Perencanaan makanan diberikan pada hari
pertama 98%, akan tetapi pada saat pelaksanaan hanya 90,5%, hal ini
dikarenakan pada saat pelaksanaan berbeda dengan perencanaan yang telah
direncanakan. Hal ini dikarenakan keluarga pasien yang menolak untuk
pasien diberikan susu, dengan alasan susu tidak membuat kenyang. Hal itulah
yang membuat pelaksanan hanya 90,5%. Daya terima karbohidrat pasien
baik, pasien dapat menerima asupan makanan SV Blender yang diberikan via
enteral (NGT), akan tetapi diberikan secara bertahap dan bisa memakan
waktu sekitar 20 menit, hal ini dikarenakan agar pasien tidak muntah. Pada
perencanaan dan pelaksanaan pada hari kedua dan ketiga sinkron dengan
daya terima asupan makan pasien 100%.
Disini diberikan modifikasi madu karena madu mengandung
antibakteri, antioksidan dan hidrogen peroksida yang turut membunuh kuman
merugikan. Sifat antibakteri dari madu membantu mengatasi infeksi pada
perlukaan dan aksi anti inflamasinya dapat mengurangi nyeri serta
meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan (Sonny
J. R. Kalangi. 2012).
Madu juga merangsang tumbuhnya jaringan baru, sehingga selain
mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka
pada kulit. Sebagai agen pengobatan luka topikal, madu mudah diserap kulit,
sehingga dapat menciptakan kelembaban kulit dan memberi nutrisi yang
dibutuhkan (Sonny J. R. Kalangi. 2012).
Madu terbukti mempunyai kemampuan membasmi sejumlah bakteri di
antaranya bakteri gram positif dan gram negatif. Madu menyebabkan
peningkatan tekanan osmosis di atas permukaan luka. Hal tersebut akan
menghambat tumbuhnya bakteri kemudian membunuhnya (Sonny J. R.
Kalangi. 2012).

44
Kandungan gula yang tinggi dalam madu mampu memperlambat
pertumbuhan bakteri. Teksturnya yang kental membantu pembentukan
lapisan pelindung anti pembusukan dari luar (Sonny J. R. Kalangi. 2012).
Penelitian lain juga menyebutkan madu mengandung zat antibakteri
sehingga baik untuk mengobati luka luar dan penyakit infeksi. Madu
mempunyai sifat osmolalitas yang tinggi sehingga bakteri sulit untuk hidup
(Sonny J. R. Kalangi. 2012).
Madu yang berguna sebagai anti-inflamasi serta tinggi antioksidan baik
dari buah maupun dari madu (Marlin la ode, 2014). Menurut (Zimmermann,
2001) jus jeruk mengandung Vit C yang tinggi serta berfungsi membantu
penyerapan zat besi dan baik untuk penderita anemia yang kekurangan zat
besi didalam darah.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan intervensi yang dilakukan selama 3x24 Jam pada pasien
dengan diagnosa Malnutrisi dapat disimpulkan bahwa:

45
1. Tn. E masuk rumah sakit dengan keluhan observasi febris selama 7 hari
SMRS. Status gizi Tn. E malnutrisi, tekanan darah rendah dan nadi yang
cepat. Nilai lab menunjukkan nilai Hb dan Ht rendah.
2. Diagnosa gizi Tn. E yaitu malnutrisi berkaitan dengan penyakit kronis dan
adanya gangguanmakan ditandai dengan IMT 13 kg/m2.
3. Intervensi yang diberikan yaitu Diet rendah serat pemberian via enteral
(NGT), bentuk makanan cair.
4. Kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan yaitu pengamatan
asupan, antropometri, biokimia, dan fisik klinis. Keadaan fisik pasien tidak
mengalami perubahan, masih dalam keadaan tirah baring, namun respon
pasien ketika diajak ngobrol semakin membaik. Asupan makan pasien
baik, tidak terdapat retensi makan. Tidak terdapat peningkatan LILA, tidak
dilakukan pengukuran berat badan secara aktual dikarenakan pasien hanya
tirah baring.
5. Koordinasi asuhan gizi yang dilakukan yaitu dengan tenaga ahli gizi,
tenaga keperawatan, petugas pantry dan juga keluaga pasien.

B. Saran
2. Sebaiknya pasien diberikan edukasi dan konseling gizi terkait
mikronutrient yang dibutuhkan dan bahan makanan yang boleh
dikonsumsi.
3. Sebaiknya untuk kasus pasien yang makan SV Blender diberikan bahan
makanan yang lebih lengkap sesuai dengan penyakit pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Waed, N. 2003. Nutrition support to patients undergoing gastrointestinal surgery.


Nutrition journal 2003, 2:18. Available at:
http://www.nutritionj.com/comten/2/1/18. diakses tanggal 7 Maret 2011

46
Bruun LI, Bosaeus, Bergstad, Nyagaard. Prevalence Of Malnutrition In Surgical
Patients : Evaluation Of Nutritional Support And Documentation. Clin Nutr
2004 2004;18(3):141-147.

Cinda S, Barco K, Dewitt MA, Maeda M. Realtionship Of Nutritional Status to


Length of Stay, Hospital Costs, and Discharge Status of Patients
Hospitalized In The Medicine Service. J Am Diet Assoc. 2003;03:975-978.

Torosian MH. Perioperative Nutrition Support for Patients Undergoing


Gastointestinal Surgery : Critical Analisis And Recommendation. World J
Surg 2004;23:565-9

Ija, M. 2009. Pengaruh Status Gizi Pasien Bedah Mayor Pre Operasi Terhadap
Penyembuhan Luka dan Lama Rawat Inap Pasca Operasi di RSUP. Dr.
Sarjito Yogyakarta. Tesis S2.Yogyakarta. Pascasarjana UGM.

Sulistyanigrum, H & Puruhita, N. 2007. Hubungan antara status Gizi Preoperatif


dengan Lama Penyembuhan Luka Operasi Pasien bedah di RSUP. Dr.
Kariadi Semarang.

Green CJ. Teh role of peri-operative feeding. SAMJ 2003;88:92-8. Available at :


http://www.ncbi.australianprescriber.com/magazine. Diakses tanggal 7
februari 2011.

McWhirter JP, Pennington CR. Incidence and recognition of malnutrition in


Hospital. Br Med J 2004;308:945-8. Available at :
http://www.ncbi.australianprescriber.com/magazine. Di akses tanggal 7
Februari 2011.

Corish CA. Pre-Operative Nutritional Assessment. Proc Nutr Soc 2004;03:821-9.

McCann, JS. 2003. Nutrition. Made Incredibly Easy. Spronghouse. Lippincott


Williams & Wilkins.

Souba WW, Wilmore D. Diet and Nutrition in the careof the patient with surgery
trauma, and sepsis. In : Shill M, Olson j,Shike M, Ross AC, editors. Modern
nutrition in health and disease. 9th ed. Baltimore, MD : Wiliam & Wilkins;
2004. p. 1589-618.

Thomas B. Manual of Diabetic Practice. Oxford : Blackwell Science; 2001. p. 86-


92, 100-5,724.

Keele AM, Bray MJ, Emery PW, Duncan HD, Silk DB. Two Phase Randomized
Controlled Clinical Trial of Postoperative Oral Dietary Supplements In
Surgical Patients. Gut 2007;40:939-9.

Morisson, MJ. 2003. Manajemen Luka. Jakarta : EGC

Rodriguez PG, Felix FN, Woodley DT, Shim EK. The role of oxigen in Wound
healing : A review of the literatur. Dermatol Surg 2008;34:1-11. Available

47
at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed?term=18053058. Diakses tanggal
20 Mei 2011.

Sonny J. R. Kalangi. 2012. Khasiat Madu pada Penyembuhan Luka Kulit. Jurnal
Biomedik, Volume 4, Nomor 3, November 2012, hlm. 163-166.

Zimmermann, M., 2001. Burgerstein’s Handbook of Nutrition Micronutrients in


the Prevention and Therapy of Disease. © 2001 Georg Thieme Verlag.
Rüdigerstrasse 14, D-70469 Stuttgart, Germany Thieme New York, 333
Seventh Avenue. New York, NY 10001, USA

48
LAMPIRAN

Lampiran 1. Recall Asupan Makan Pasien SMRS


Waktu Nama Bahan Berat Energ Protein Lemak Karbo
Menu Makanan i hidrat
16:00 WIB Cair Susu 53,8 230 9 7 31
Ensure g
20:00 WIB Cair Susu 53,8 230 9 7 31
Ensure g
00:00 WIB Cair Susu 53,8 230 9 7 31
Ensure
04:00 WIB Cair Susu 53,8 230 9 7 31
Ensure
08:00 WIB Cair Susu 53,8 115 4,5 3,5 15,5
Ensure
12:00 WIB Cair Susu 53,8 230 9 7 31
Ensure
TOTAL 1265 49,5 38,5 170,5
KEBUTUHAN 1782 89,19 59,14 222,7
PERSENTASE (%) 70,9% 55,5% 64,8% 76,56%

Lampiran 2. Analisis Makan SV Blender 4x, Susu Ensure, dan Jus Buah Tn.
Erik di Rumah

Bahan Makanan Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat


Nasi 25 90,3 1,7 0,2 19,9
Ikan/daging 50 49 9,1 1,2 0
Tahu 50 38 4,1 2,4 0,9
Sayur (Wortel/labu siam) 50 9,5 0,5 0,1 2
Minyak 5 43,1 0 5 0
Total 229,8 15,3 8,8 22,9

Bahan Makanan Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat


Nasi 25 90,3 1,7 0,2 19,9
Daging ayam 40 114 10,8 7,6 0
Tahu 50 38 4,1 2,4 0,9
Sayur (Wortel/labu siam) 50 9,5 0,5 0,1 2
Minyak 5 43,1 0 5 0
Total 294,9 17 15,2 22,9

49
Bahan Makanan Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Nasi 25 90,3 1,7 0,2 19,9
Daging sapi 35 94,1 8,7 6,3 0
Tahu 50 38 4,1 2,4 0,9
Sayur (Wortel/labu siam) 50 9,5 0,5 0,1 2
Minyak 5 43,1 0 5 0
Total 275 14,9 13,9 22,9

Bahan Makanan Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat


Nasi 25 90,3 1,7 0,2 19,9
Telur ayam 50 77,5 6,3 5,3 0,6
Tahu 50 38 4,1 2,4 0,9
Sayur (Wortel/labu siam) 50 9,5 0,5 0,1 2
Minyak 5 43,1 0 5 0
Total 258,4 12,5 12,9 23,4

Bahan Makanan Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat


Susu Ensure 53,8 g (6 sendok 230 9 7 31
takar)

Bahan Makanan Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat


Buah 150 118,5 0,8 5,7 17,7
Gula pasir 10 38,7 0,0 0,0 10,0
Total 157,2 0,8 5,7 27,7

Total Keseluruhan Zat Gizi Makro

Menu Energi Protein Lemak Karbohidrat


Menu 1 SV Blender 229,8 15,3 8,8 22,9
Menu 2 SV Blender 294,9 17 15,2 22,9
Menu 3 SV Blender 275 14,9 13,9 22,9
Menu 4 SV Blender 258,4 12,5 12,9 23,4
Susu Ensure (2x) 460 18 14 62
Jus Buah 157,2 0,8 5,7 27,7
Total Keseluruhan 1675,3 78,5 70,6 181,8
Kebutuhan 1782 89,19 59,4 222,7
Persentase (%) 94% 88% 118,8% 81,6%

50
DOKUMENTASI

Tanggal Waktu Sebelum Sesudah


27 SV Blender
Oktober 250 cc (16:00)
2017

SV Blender
250 cc (20:00)

SV Blender
250 cc (00:00)

SV Blender
250 cc (04:00)

SV Blender
250 cc (08:00)

SV Blender
250 cc (12:00)

28 SV Blender
Oktober 250 cc (16:00)
2017

51
SV Blender
250 cc (20:00)

SV Blender
250 cc (00:00)

SV Blender
250 cc (04:00)

SV Blender
250 cc (08:00)

SV Blender
250 cc (12:00)

29 SV Blender
Oktober 250 cc (16:00)
2017

SV Blender
250 cc (20:00)

SV Blender
250 cc (00:00)

52
SV Blender
250 cc (04:00)

SV Blender
250 cc (08:00)

SV Blender
250 cc (12:00)

53
DOKUMENTASI
KONSULTASI DAN EDUKASI GIZI
PADA PASIEN DAN KELUARGA PASIEN

DOKUMENTASI
PENGUKURAN ANTROPOMETRI
(LILA DAN ULNA)

Pengukuran Awal Intervensi

Pengukuran Akhir Intervensi

54

Anda mungkin juga menyukai