Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KONSEP HOSPITALISASI KOMUNIKASI BERMAIN PADA ANAK

DOSEN : Ns.Florensia Runtunuwu S.Kep,M.Kes

MATA KULIAH : Keperawatan Anak I

DI SUSUN OLEH KELOMPOK III

1. Melisa Lomas (019652)

2. Sarmi Alike Maitimu


(019657)

3. Florencia Tadjibu (019642)

4. Minton Laike (019654)

5. Fordelis Bukunusa (019644)

YAYASAN MEDIKA MANDIRI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKARIWO HALMAHERA

( STIKMAH)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul “ Konsep
Hospitalisasi Komunikasi Bermain Pada Anak “ yang disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah maternitas anak I. Kami mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
benar.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena
itu, segala kritikan dan saran yang membangun akan kami terima dengan lapang
dada sebagai wujud koreksi atas diri tim penyusun yang masih belajar. Akhir kata,
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Tobelo,23 Agustus 2021

Penyusun Kelompok III

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


………………………………………………………….1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………….2

1.3 Tujuan……………………………………………………………………2

BAB I PENDAHULUAN

2.1 Pengertian………………………………………………………………3

2.2 faktor yang mempengaruhi reaksi anak di Rumah sakit………….4

2.3 komunikasi pada anak berdasarkan usia tumbuh kembang……...5

2.4 cara komunikasi dengan anak……………………………………….6

2.5 fungsi Bermain pada anak……………………………………………9

2.6 macam-macam permianan pada anak……………………………...11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………..……………………………………….…...15

3.2 Saran………………………..……………………………………….….15

DAFTAR ISI

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit
dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun
orang tua dan keluarga (Wong, 2000).

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa


hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat
yang mengharuskan anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan beberapa perubahan psikis
pada anak

Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam


menjaga hubungan dengan anak,melalui komunikasi ini pula perawat dapat
memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang
selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan
keperawatan. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi
dengan anak, antara lain : Melalui orang lain atau pihak ketig, Bercerita,
Memfasilitas, Biblioterapi, Meminta untuk menyebutkan keinginan, Pilihan
pro dan kontra,Penggunaan skala, Menulis, Menggamba, Bermain.

Belajar melalui bermain merupakan satu teknik pengajaran dan


pembelajaran yang berkesan kepada anak usia dini. Bermain sendiri
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
kesenangan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain juga dapat
diartikan sebagai perantara pendekatan dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan anak usia dini, dengan menggunakan strategi, metode,
materi/bahan, dan media yang menarik dengan mudah diikuti oleh anak.

1
Beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa bermain sangat berpengaruh
besar dalam perkembangan jiwa anak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari konsep hospitalisasi komunikasi bermain pada


anak?
2. Apakah faktor yang mempengaruhi reaksi anak di Rumah sakit?
3. Bagaimana komunikasi pada anak berdasarkan usia tumbuh kembang?
4. Bagaimana cara komunikasi dengan anak?
5. Bagaimana fungsi Bermain pada anak?
6. Apakah macam-macam permainan pada anak?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari konsep hospitalisasi komunikasi


bermain pada anak
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi anak di Rumah
sakit
3. Untuk mengetahui komunikasi pada anak berdasarkan usia tumbuh
kembang
4. Untuk mengetahui cara komunikasi dengan anak
5. Untuk menegtahui fungsi Bermain pada anak
6. Untuk menegetahui macam-macam permianan pada anak

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau


darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk
menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit
tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi
anak (Supartini, 2004). Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa
perubahan psikis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit
(Stevens, 1999).

Istilah komunikasi berasal dari kata Latin  Communicare atau Communis


yang berarti  sama  atau menjadikan milik bersama. Kalau kita berkomunikasi
dengan orang lain, berarti  kita berusaha agar  apa yang disampaikan kepada
orang lain tersebut menjadi miliknya.

   Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung


arti/makna yang perlu dipahami bersama oleh  pihak yang terlibat dalam
kegiatan komunikasi  (Astrid).

Menurut Singer dalam Martuti (2008:13), bermain merupakan cara


untuk melatih masuknya rangsangan, baik dari dunia luar maupun dari dalam.
Laju stimulasi baik dari luar maupun dari dalam semakin optimal jika keadaan
emosi menyenangkan yang dapat diperoleh saat anak sedang bermain. Artinya
bermain membuat anak tidak merenung dan bosan yang disebabkan
kurangnya stimulus atau rangsangan. Melalui bermain, anak dapat
mengekspresikan dorongan kreatifnya, merasakan objek-objek dan tantangan
dalam menemukan sesuatu dengan cara yang baru, serya mencari hubungan
yang padu antara sesuatu dengan sesuatu yang lain.

3
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Anak di Rumah sakit

Reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di rumah sakit beredabeda
pada masing-masing individu. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor
Perkembangan usia, perkembangan kognitif, reaksi orang tua, persiapan anak
dan orang tua, dan keterampilan koping anak dan keluarga.

Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat perkembangan anak


(Supartini, 2004).

2.2.1 Stressor pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit

Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat


di rumah sakit dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-
sosial, maupun spiritual. Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti
fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman, tingkat
kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu
redup. Selain itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa
terganggu atau bahkan menjadi 9 ketakutan. Keadaan dan warna
dinding maupun tirai dapat membuat anak marasa kurang nyaman
(Keliat, 1998).

2.2.2 Hospatalisasi pada Anak Usia Prasekolah

Anak usia prasekoolah adalah anak yang berusia antara 3 sampai


6 tahun (Supartini, 2004). Menurut Sacharin (1996), anak usia
prasekolah sebagian besar sudah dapat mengerti dan mampu mengerti
bahasa yang sedemikian kompleks.

2.2.3 Reaksi Anak Usia Prasekolah terhadap Stres akibat Sakit dan
Dirawat di Rumah Sakit

Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang


tampak pada anak. Jika anak dirawat di rumah sakit, anak akan mudah
19 mengalami krisis karena anak stres akibat perubahan baik pada
status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-

4
hari, dan anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme
koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang
bersifat menekan (Nur Salam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).

2.3 Komunikasi Pada Anak berdasarkan usia tumbuh kembang


Dalam melakukan komunikasi pada anak perawat perlu
memperhatikan berbagai aspek diantaranya adalah usia tumbuh kembang
anak, cara berkomunikasi dengan anak, metode dalam berkomunikasi
dengan anak tahapan atau langkah-langkah dalam melakukan komunikasi
dengan anak serta peran orang tua dalam membantu proses komunikasi
dengan anak sehingga bisa didapatkan informasi yang benar dan akurat.

2.3.1 Usia Bayi (0-1 tahun)

Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan


melalui gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi
yang efektif, di samping itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara
non verbal. Perkembangan komunikasipada bayi dapat dimulai dengan
kemampuan bayi untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi
digerakkan maka bayi akan berespons untuk mengeluarkan suara-suara
bayi.

2.3.2 Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan


perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu
memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu
200-300 kata dan masih terdengan kata-kata ulangan. Pada anak usia ini
khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai sembilan ratus kata
dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan dan
sebagainya.

2.3.3 Usia Sekolah (5-11 tahun)

Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan


kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan

5
yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran
anak dan kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia ke
delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang
kehidupan.

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih
memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-
kata sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat
ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini
keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu
sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan
tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti atau
mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi
secara efektif.

2.3.4 Usia Remaja (11-18 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan


kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara
konseptual, sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia
sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan
dalam komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke
arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini adalah
masa peralihan anak menjadi dewasa. Komunikasi yang dapat dilakukan

pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya,
hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga
kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan
anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.

2.4 Cara komunikasi dengan anak.

Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga


hubungan dengan anak,melalui komunikasi ini pula perawat dapat
memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang

6
selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan
keperawatan. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi
dengan anak, antara lain :

1. Melalui orang lain atau pihak ketiga.

Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam


menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menghindari secara
langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara langsung
yang sedang berada di samping anak. Selain itu dapat digunakan cara
dengan memberikan komentar tentang mainan, baju yang sedang
dipakainya serta hal lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok
pembicaraan.

2. Bercerita.

Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat
mudah diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi
cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang akan
disampaikan, yang dapat diekspresikan melalui tulisan maupun gambar

3. Memfasilitasi.

Memfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini


ekspresi anak atau respon anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam
memfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan tidak
boleh dominan, tetapi anak harus diberikan respons terhadap pesan yang
disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan
merefleksikan ungkapan negatif yang menunjukkan kesan yang jelek
pada anak.

4. Biblioterapi.

Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk


mengekspresikan perasaan, dengan menceritakan isi buku atau majalah
yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan kepada anak.

7
5. Meminta untuk menyebutkan keinginan.

Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan


meminta anak untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai
keluhan yang dirasakan anak dan keinginan tersebut dapat menunjukkan
perasaan dan pikiran anak pada saat itu.

6. Pilihan pro dan kontra.

Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam


menentukan atau mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan
mengajukan pasa situasi yang menunjukkan pilihan yang positif dan
negatif sesuai dengan pendapat anak.

7. Penggunaan skala.

Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam


mengungkapkan perasaan sakit pada anak seperti penggunaan perasaan
nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan menganjurkan anak untuk
mengekspresikan perasaan sakitnya.

8. Menulis.

Melalui cara ini anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik


pada keadaan sedih, marah atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan
pada anak yang jengkel, marah dan diam. Cara ini dapat dilakukan
apabila anak sudah memiliki kemampuan untuk menulis.

9. Menggambar.

Seperti halnya menulis menggambar pun dapat digunakan untuk


mengungkapkan ekspresinya, perasaan jengkel, marah yang biasanya
dapat diungkapkan melalui gambar dan anak akan mengungkapkan
perasaannya apabila perawat menanyakan maksud dari gambar yang
ditulisnya.

8
2.5 Fungsi Bermain pada Anak

Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga


tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi
merupakan kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan, dan cinta
kasih. Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan kesadaran
diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995).

Sebelum memberikan berbagai jenis permainan pada anak, maka


orang tua seharusnya mengetahui maksud dan tujuan permainan pada anak
yang akan diberikan, agar diketahui perkembangan anak lebih lanjut,
mengingat anak memiliki berbagai masa dalam tumbuh kembang yang
membutuhkan stimulasi dalam mencapai puncaknya seperti masa kritis
optimal dan sensitif. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini terdapat beberapa
fungsi bermain pada anak, diantaranya:

1. Membantu Perkembangan Sesnsorik dan Motorik

Fungsi bermain pada anak dapat dilakukan dengan melakukan


rangsangan pada sensorik dan motorik, melalui rangsangan ini aktifitas
anak dapat mengeksplorasikan alam sekitarnya sebagai contoh bayi
dapat dilakukan rangsangan taktil, audio dan visual. Melalui rangsangan
ini perkembangan sensorik dan motorik akan meningkat. Hal tersebut
dapat dicontohkan sejak lahir anak yang telah dikenalkan atau
dirangsang visualnya maka anak di kemudian hari kemampuan
visualnya akan lebih menonjol seperti lebih cepat mengenal sesuatu
yang baru dilihatnya. Demikian juga pendengaran, apabila sejak bayi
dikenalkan atau dirangsang melalui suara-suara maka daya pendengaran
dikemudian hari anak lebih cepat berkembang dibandingkan tidak ada
stimulasi sejak dini.

2. Membantu Perkembangan Kognitif

9
Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal
ini dapat terlihat pada saat anak bermain, maka anak akan mencoba
melakukan komunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami obyek
permainan seperti dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan
dan kenyataan, mampu belajar warna, memahami bentuk ukuran dan
berbagai manfaat benda yang digunakan dalam permainan, sehingga
fungsi bermain pada model demikian akan meningkatkan
perkembangan kognitif selanjutnya.

3. Meningkatkan Sosialisasi Anak

Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan, sebagai contoh


dimana pada usia bayi anak akan merasakan kesenangan terhadap
kehadiran orang lain dan merasakan ada teman yang dunianya sama,
pada usia toddler anak sudah mencoba bermain dengan sesamanya dan
ini sudah mulai proses sosialisasi satu dengan yang lain, kemudian
bermain peran seperti bermain-main berpura-pura menjadi seorang
guru, jadi seorang anak, menjadi seorang bapak, menjadi seorang ibu
dan lain-lain, kemudian pada usia prasekolah sudah mulai menyadari
akan keberadaan teman sebaya sehingga harapan anak mampu
melakukan sosialisasi dengan teman dan orang lain.

4. Meningkatkan Kreatifitas

Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreatifitas,


dimana anak mulai belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang
ada dan mampu memodifikasi objek yang akan digunakan dalam
permainan sehingga anak akan lebih kreatif melalui model permainan
ini, seperti bermain bongkar pasang , mobil-mobilan.

5. Meningkatkan Kesadaran Diri

Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak


untuk ekplorasi tubuh dan merasakan dirinya sadar dengan orang lain
yang merupakan bagian dari individu yang saling berhubungan, anak

10
mau belajar mengatur perilaku, membandingkan dengan perilaku orang
lain.

6. Mempunyai Nilai Moral Pada Anak

Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri kepada


anak, hal ini dapat dijumpai anak sudah mampu belajar benar atau salah
dari budaya di rumah, di sekolah dan ketika berinteraksi dengan
temannya, dan juga ada beberapa permainan yang memiliki aturan-
aturan yang harus dilakukan tidak boleh dilanggar.

2.6 Macam-macam Permainan pada anak

1. Bermain Afektif Sosial

Hal ini menunjukkan adanya perasaan senang dalam


berhungan dengan orang lain hal ini dapat dilakukan seperti orang tua
memeluk adanya sambil berbicara, bersandung kemudian anak
memberikan respons seperti tersenyum tertawa, bergembira, dan lain-
lain. Sifat dari bermain ini adalah orang lain yang berperan aktif dan
anak hanya berespons terhadap simulasi sehingga akan memberikan
kesenangan dan kepuasan bagi anak.

2. Bermain Keterampilan

Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih


kemampuan keterampilan anak yang diharapkan mampu untuk
berkreatif dan terampil dalam sebagai hal. Sifat permainan ini adalah
sifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam
keterampilan tertentu seperti bermain dalam bongkar pasang gambar,
disni anak selalu dipacu untuk selalu terampil dalam meletakkan
gambar yang telahdi bongkar, kemudian bermain latihan memakai
baju dan lain-lain.

3. Bermain Menyelidiki

11
Macam bermain ini dengan memberikan sentuhan pada anak
untuk berperan dalam menyelidiki sesuatu atau memeriksa dari alat
permainan seperti mengocok untuk mengetahui isinya dan permainan
ini bersifat aktif pada anak dan dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan kecerdasan pada anak. Sifat permainan
tersebut harus selalu diberikan stimulasi dari orang lain agar selalu
bertambah dalam kemampuan kecerdasan anak.

4. Permainan

Permainan ini dapat dilakukan secara sendiri atau bersama


temannya dengan menggunakan beberapa peraturan permainan seperti
permainan ular tangga. Sifatnya adalah aktif, anak akan memberikan
respons kepada temannya sesuai dengan jenis permaianan dan akan
berfungsi memberikan kesenangan yang dapat mengembangkan
perkembangan emosi pada anak.

5. Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupied behaviour)

Pada saat tertentu, anak sering terlibat mondar-mandir,


tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi,
meja atau apa saja yang ada di sekelilingnya. Anak melamun, sibuk
dengan bajunya atau benda lain. Jadi sebenarnya anak tidak memainkan
alat permainan tertentu dan situasi atau objek yang ada di sekelilingnya
yang digunakan sebagai alat permainan. Anak memusatkan perhatian
pada segala sesuatu yang menarik perhatiannya. Peran ini berbeda
dibandingkan dengan onlooker, dimana anak aktif mengamati aktivitas
anak lain.

6. Solitary Play

Di mulai dari bayi bayi (toddler) dan merupakan jenis


permainan sendiri atau independent walaupun ada orang lain di
sekitarnya. Hal ini karena keterbatasan sosial, ketrampilan fisik dan
kognitif. Sifatnya adalah aktif akan tetapi bentuk stimulasi tambahan

12
kurang, karena dilakukan sendiri dalam perkembangan mental pada
anak, kemudian dapat membantu untuk menciptakan kemandirian pada
anak.

7. Pararel Play

Bermain secara sendiri tetapi di tengah-tengah anak lain yang


sedang bermain akan tetapi tidak ikut dalam kegiatan orang lain. Sifat
dari bermain ini adalah anak aktif secara sendiri tetapi masih masih
dalam satu kelompok, dengan harapan kemampuan anak dalam
menyelesaikan tugas mandiri dalam kelompok tersebut terlatih dengan
baik.

8. Associative Play

Permainan kelompok dengan tanpa tujuan kelompok. Yang mulai


dari usia toddler dan dilanjutkan sampai usia prasekolah dan merupakan
permainan dimana anak dalam kelompok dengan aktivitas yang sama
tetapi belum terorganisir secara formal.

9. Cooperative Play

Suatu permainan yang terorganisir dalam kelompok, ada tujuan


kelompok dan ada memimpin yang di mulai dari usia prasekolah.
Permainan ini dilakukan pada usia sekolah dan remaja.

10. Onlooker Play

Anak melihat atau mengobservasi permainan orang lain tetapi


tidak ikut bermain, walaupun anak dapat menanyakan permainan itu
dan biasanya dimulai pada usia toddler.

11. Therapeutic Play

Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khususnya


untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikososial anak selama
hospitalisasi. Dapat membantu mengurangi stres, memberikan

13
instruksi dan perbaikan kemampuan fisiologis (Vessey & Mohan, 1990
dikutip oleh Supartini, 2004). Permainan dengan menggunakan alat-
alat medik dapat menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran
perawatan diri pada anak-anak. Pengajaran dengan melalui permainan
dan harus diawasi seperti: menggunakan boneka sebagai alat peraga
untuk melakukan kegiatan bermain seperti memperagakan dan
melakukan gambar-gambar seperti pasang gips, injeksi, memasang
infus dan sebagainya.

14
BAB III

PENUTUP

3. Kesimpulan

1. Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat


yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani
terapi dan perawatan.

Istilah komunikasi berasal dari kata Latin  Communicare atau Communis


yang berarti  sama  atau menjadikan milik bersama.

bermain merupakan cara untuk melatih masuknya rangsangan, baik dari


dunia luar maupun dari dalam.

2. Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Anak di Rumah sakit yaitu usia

3. Komunikasi Pada Anak berdasarkan usia tumbuh kembang dengan usia


UsiaBayi (0-1 tahun), Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun), Usia Remaja
(11-18 tahun)

4. Cara komunikasi dengan anak yaitu melalui orang lain,dan bercerita

5. Fungsi Bermain pada Anak Membantu Perkembangan Sesnsorik dan


Motorik, Membantu Perkembangan Kognitif

6. Macam-macam Permainan pada anak Pararel Play, Therapeutic Play,


Bermain Menyelidiki, Bermain Keterampilan

3.2 Saran

15
Penulis banyak berharap pada pembaca memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-sriindahek-5180-3-
babii.pdf

https://kuliahiskandar.blogspot.com/2012/05/makalah-komunikasi-pada-
anak.html

https://calonsarjanabangsa.blogspot.com/2020/04/makalah-konsep-bermain-
pada-anak.html

https://agroedupolitan.blogspot.com/2018/05/makalah-komunikasi-anak-usia-
dini.html

16

Anda mungkin juga menyukai