Tatalaksana-Sinusitis Compress
Tatalaksana-Sinusitis Compress
Tujuan penatalaksanaan RSA adalah mengeradikasi infeksi, mengurangi severitas dan durasi
gejala, serta mencegah komplikasi. Prinsip utama tatalaksana adalah memfasilitasi drainase
sekret dari sinus ke ostium di rongga hidung. Tatalaksana RSA dapat dilihat dalam gambar
Algoritma tatalaksana RSA.
1. Pasien dan atau keluarga perlu mendapatkan penjelasan yang adekuat mengenai penyakit
yang dideritanya, termasuk faktor risiko yang diduga mendasari.
2. Dokter bersama pasien dapat mendiskusikan hal-hal yang dapat membantu mempercepat
kesembuhan, misalnya:
a. Pada pasien perokok, sebaiknya merokok dihentikan. Dokter dapat membantu pasien
berhenti merokok dengan melakukan konseling (dengan metode 5A) atau anjuran
(metode pengurangan, penundaan, atau cold turkey, sesuai preferensi pasien).
b. Bila terdapat pajanan polutan sehari-hari, dokter dapat membantu memberikan
anjuran untuk meminimalkannya, misalnya dengan pasien menggunakan masker atau
ijin kerja selama gejala masih ada.
c. Pasien dianjurkan untuk cukup beristirahat dan menjaga hidrasi.
d. Pasien dianjurkan untuk membilas atau mencuci hidung secara teratur dengan larutan
garam isotonis (salin).
3. Rencana Tindak Lanjut
i. Pasien dengan RSA viral (common cold) dievaluasi kembali setelah 10 hari
pengobatan. Bila tidak membaik, maka diagnosis menjadi RSA pasca viral dan dokter
menambahkan kortikosteroid (KS) intranasal ke dalam rejimen terapi.
ii. Pasien dengan RSA pasca viral dievaluasi kembali setelah 14 hari pengobatan. Bila
tidak ada perbaikan, dapat dipertimbangkan rujukan ke spesialis THT.
4. Pasien dengan RSA bakterial dievaluasi kembali 48 jam setelah pemberian antibiotik dan
KS intranasal. Bila tidak ada perbaikan, dapat dipertimbangkan rujukan ke spesialis THT.
Kriteria Rujukan Pada kasus RSA, rujukan segera ke spesialis THT dilakukan bila:
B. Rinosinusitis Kronis
Strategi tatalaksana RSK meliputi identifikasi dan tatalaksana faktor risiko serta pemberian
KS intranasal atau oral dengan / tanpa antibiotik. Tatalaksana RSK dapat dilihat pada
Algoritma tatalaksana RSK.
Konseling dan Edukasi
1. Dokter perlu menjelaskan mengenai faktor risiko yang mendasari atau mencetuskan
rinosinusitis kronik pada pasien beserta alternatif tatalaksana untuk mengatasinya.
2. Pencegahan timbulnya rekurensi juga perlu didiskusikan antara dokter dengan pasien.
1. Pasien imunodefisien
2. Terdapat dugaan infeksi jamur
3. Bila rinosinusitis terjadi ≥ 4 kali dalam 1 tahun
4. Bila pasien tidak mengalami perbaikan setelah pemberian terapi awal yang adekuat setelah
4 minggu.
5. Bila ditemukan kelainan anatomis ataupun dugaan faktor risiko yang memerlukan
tatalaksana oleh spesialis THT, misalnya: deviasi septum, polip nasal, atau tumor.
(Kemenkes, 2013)
Selain itu, dapat juga dibantu dengan diatermi gelombang pendek (Ultra Short Wave
Diathermy) selama 10 hari di daerah sinus yang sakit. Tindakan ini membantu memperbaiki
drenase dan pembersihan sekret dari sinus yang sakit. Untuk sinusitis maksila dilakukan pungsi
dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis etmoid, frontal atau sfenoid dilakukan pencucian
Proetz. Irigasi dan pencucian sinus dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 – 6 kali tidak
ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen, berarti mukosa sinus sudah tidak
dapat kembali normal (perubahan irreversible), maka dapat dilakukan operasi radikal untuk
menghindari komplikasi lanjutan. Untuk mengetahui perubahan mukosa masih reversible atau
tidak, dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan sinoskopi untuk melihat antrum (sinus maksila)
secara langsung dengan menggunakan endoskop (Mangunkusumo dan Rifki, 2003).
Bila penanganan konservatif gagal, maka dilakukan terapi operatif yaitu dengan cara
mengangkat mukosa sinus yang patologik dan membuat drenase dari sinus yang terkena. Untuk
sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc, sedangkan untuk sinus etmoid dilakukan
etmoidektomi yang biasa dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dari luar (ekstranasal)
(Mangunkusumo dan Rifki, 2003).
Mangunkusumo, Endang dan Rifki, Nusjirwan. (2003). Sinusitis, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi kelima, FKUI. Jakarta
Kemenkes. 2013. Buku Saku:Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
Edisi ke-1. Jakarta