Anda di halaman 1dari 15

ISTIHSAN

Ditujukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah: Filsafat Ekonomi Islam

Dosen Pengampu: Nurul Jannah, S.E.I, M.E

Pemakalah Kelompok 2

Abdul Rahim Hrp (0503183235)

Shinta Kemala Dewi (0503182204)

M. Chairiasyah lubis (0503182208)

M. Fauzan Rusyidi Nst (0503183308)

M. Robby Andrian (0503183362)

Perbankan Syariah VII A

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

TA 2021/2022
Kata Pengantar

Puji syukur kita kehadirat Allah SWT. Yang telah memberika nikmatnya kepada kita
semua. Shalawat serta salam kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Yang
telah membawa umatnya kepada kehidupan yang lebih baik, berbudaya dan bermartabat serta
selamat dunia dan akhirat. Amin.

Maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas perkuliahan yang dapat
membantu mahasiswa dalam mengetahui cara penulisan makalah dan menambah wawasan kita
semua dalam mengetahui materi mengenai “ISTIHSAN” yang di emban oleh dosen kami yang
bernama Nurul Jannah, S.E.I, M.E

Dalam menyusun makalah ini, penulis berusaha untuk menyajikannya secara sederhana,
praktis, dan sistematis agar mudah dipelajari dan dihayati oleh mahasiswa Islam. Adapun
sistematika penulisan yang dipakai dalam makalah ini adalah penjelasan secara umum.

Kami berharap agar para pembaca dapat memaklumi pembahasan yang kami sampaikan.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi pembaca semua. Amin. Kami senantiasa
mengharapkan kritik dan saran membangun dari siapa saja agar Makalah ini lebih bermanfaat
dan kualitasnya lebih baik di masa mendatang.

Medan, 4 November 2021

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah ................................................................................................................. 2
BAB II............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3
A. Pengertian Istihsan ............................................................................................................ 3
B. Dasar Hukum Istihsan....................................................................................................... 3
C. Relevansi Istihsan dengan pembaruan hukum Islam .................................................... 4
D. Hakikat Istihsan ................................................................................................................. 5
E. Macam-macam Istihsan .................................................................................................... 6
F. Kehujjahan Istihsan........................................................................................................... 8
G. Perbedaan Istihsan dengan Qiyas .................................................................................... 9
BAB III ......................................................................................................................................... 10
PENUTUP..................................................................................................................................... 10
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 10
B. Saran ................................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 11

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Istihsan merupakan sumber hukum yang banyak dipakai dalam terminologi dan istinbath
hukum oleh dua iman Mazhab yaitu Imam Abu Hanifah dan Imam Malik.

Para ulama fiqh berbeda dalam mendefinisikan istilah istihsan itu. Tetapi definisi yang
diberikan oleh Imam Abu al-Hasan al-Kharki, menurut Abu Zahrah, adalah yang paling
representatif dalam menjelaskan hakikat istihsan dalam pandangan Mazhab Hanafi. Definisi
tersebut, kata Abu Zahrah, tidak saja mencakup semua macam definisi istihsan tetapi juga dapat
menyentuh pada azas dan inti pengertian istihsan itu sendiri.

Al-Kharki mendefinisikannya dengan penetapan hukum dari seorang mujtahid terhadap


suatu masalah yang menyimpang dari ketentuan hukum yang diterapkan pada masalah-masalah
yang serupa, karena alasan yang lebih kuat yang menghendaki dilakukannya penyimpangan itu.
Imam Malik berpendapat, seperti yang diungkapkan oleh al-Syatibi, bahwa istihsan berdasarkan
pada teori mengutamakan realitas tujuan syari’at.

Artinya mereka berdasarkan istihsanya pada pencapaian tujuan yang lebih jauh dalam
menerapkan dalil-dalil yang umum yang sangat memperhatikan tujuan untuk menarik
kemashlahatan dan menolak kesukaran dalam penerapan dalil umum tersebut, karena setiap dalil
itu dimaksudkan selain untuk mewujudkan kemashlahatan-kemashlahatan juga berfungsi untuk
menolak kerusakan-kerusakan yang dapat ditimbulkan sebagai akibat dilakukannya perbuatan
tersebut.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian istihsan?

2. Apa saja macam-macam istihsan?

3. Bagaimana kehujjahan istihsan?

4. Apa saja contoh istihsan dalam kehidupan sehari-hari?

5. Bagaimana klasifikasi ihtisan sebagai metode ijtihjad?

6. Bagaimana aplikasi ihtisan dalam masalah ekonomi dan keuangan syariah?

1
C. Tujuan makalah

1. Untuk mengetahui pengertian istihsan

2. Untuk mengetahui macam-macam istihsan

3. Untuk mengetahui kehujjahan istihsan

4. Untuk menegtahu contoh istihsan dalam kehidupan sehari-hari

5. Untuk mengetahui klasifikasi ihtisan sebagai metode ijtihjad

6. Untuk mengetahui aplikasi ihtisan dalam masalah ekonomi dan keuangan syariah

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Istihsan

Isitihsan menurut bahasa adalah menganggap baik terhadap sesuatu,sedangkan menurut


istilah ulam ushul fiqh, istihsan adalah berpalingnyaseorang mujtahid dari tuntunan qiyas yang
jali (nyata) kepada tuntunan qiyasyang khafi (samar), atau dari hukum kulli (umum) kepada
hukum istitsnai(pengecualian), kerana terdapat dalil yang mementingkan perpindahan.Apabila
ada kejadian yang tidak terdapat nash hukumnya, maka untukmenganalisisnya dapat
menggyunakan dua aspek yang berbeda yaitu :

Pertama : Aspek nyata ( Zhahir) yang menghendaki suatu hokum tertentu, Kedua : Aspek
tersembunyi ( Khafi) yang menghendaki hukum lain.Dalam hal ini, apabila dalam diri mujtahid
terdapat dalil yangmengunggulkan segi analisis yang nyata, maka ini disebut dengan
istihsan,menurut istilah syara’ . Demikian pula apabila ada hukum yang bersifat kulli(umum)
namun pada diri mujtahid terdapat dalil yang menghendaki pengecualian juz’iyyah dari hukum
kulli ( umum) tersebut, dan mujtahidtersebut menghendaki hukum juz’iyyah dengan hukum yang
lain, maka hal teresebut menurut syara’ juga disebut dengan istihsan.

B. Dasar Hukum Istihsan

Para ulama yang mempertahankan istihsan mengambil dalil dari al-Qur’an dan Sunnah
yang menyebutkan kata istihsan dalam pengertian denotatif (lafal yang seakar dengan istihsan)
seperti Firman Allah Swt dalam surah Al-Zumar: 18

‫واولئك هم اولو االلبابز‬. ‫اولئك الذين هدهم هللا‬. ‫الذين يستمعون القول فيتبعون احسنه‬

Artinya: “Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.
mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang
mempunyai akal”. (QS. Az-Zumar: 18)

Ayat ini menurut mereka menegaskan bahwa pujian Allah bagi hambaNya yang memilih
dan mengikuti perkataan yang terbaik, dan pujian tentu tidak ditujukan kecuali untuk sesuatu
yang disyariatkan oleh Allah.

‫واتبعوا احسن ما انزل اليكم من ربكم‬

Artinya: “Dan turutlah (pimpinan) yang sebaik-baiknya yang telah diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu”….(QS. Az-Zumar :55)

3
Menurut mereka, dalam ayat ini Allah memerintahkan kita untuk mengikuti yang terbaik,
dan perintah menunjukkan bahwa ia adalah wajib. Dan di sini tidak ada hal lain yang
memalingkan perintah ini dari hukum wajib. Maka ini menunjukkan bahwa Istihsan adalah
hujjah.

Hadits Nabi saw:

‫س ِيئ‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫سن َو َما َرأ َ ْوا‬
ِ َ َ‫س ِيئًا فَ ُه َو ِع ْند‬ َ ‫فَ َما َرأَى ْال ُم ْس ِل ُمونَ َح‬.
ِ َ َ‫سنًا فَ ُه َو ِع ْند‬
َ ‫ّللا َح‬

Artinya:“Apa yang dipandang kaum muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka ia di sisi Allah
adalah baik dan apa-apa yang dipandang sesuatu yang buruk, maka disisi Allah adalah buruk
pula”.

Hadits ini menunjukkan bahwa apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin dengan
akal-sehat mereka, maka ia pun demikian di sisi Allah. Ini menunjukkan kehujjahan Istihsan.

C. Relevansi istihsan dengan pembaruan hukum Islam.

Relevansi istihsan dengan pembaruan hukum Islam, maka perlu ditegaskan kembali bahwa
pembaruan hukum Islam berarti menetapkan hukum yang mampu menjawab permasalahan dan
perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern,
baik menetapkan hukum terhadap masalah baru untuk menggantikan ketentuan hukum lama
yang tidak sesuai lagi dengan keadaan kemaslahatan manusia masa sekarang. Muhammmad
Rasyid Ridha mengatakan" bahwa sesungguhnya hukum itu dapat berbeda karena ada perbedaan
waktu dan lingkungan, situasi dan kondisi. Jika satu hukum yang diundangkan pada waktu
dibuat sangat dibutuhkan oleh masyarakat terhadap hukum itu, tetapi kemudian kebutuhan akan
hukum itu sudah tidak ada lagi, maka sebaiknya hukum yang baru sesuai dengan situasi dan
kondisi, waktu dan tempat dalam masyarakat yang melaksanakan hukum itu.

Adanya faktor-faktor penyebab terjadinya pembaruan hukum Islam sebagimana tersebut


di atas, yang mengakibatkan munculnya berbagai macam perubahan dalam tatanan sosial umat
Islam, baik yang menyangkut ideologi politik, sosial, budaya, dan sebagainya.

Faktor-faktor tersebut melahirkan sejumlah tantangan baru yang harus dijawab sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pembaruan pemikiran hukum Islam. Untuk
mengantisipasi masalah ini, maka ijtihad tidak boleh berhenti dan harus terus menerus
dilaksanakan untuk mencari solusi terhadap berbagai masalah hukum baru yang sangat
diperlukan oleh umat Islam.

Pembaharuan hukum Islam sebenarnya adalah usaha menetapkan hukum yang dapat
menjawab permasalahan dan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan cara menjadikan perkembangan baru tersebut sebagai pertimbangan hukum

4
agar hukum tersebut betul-betul mampu merealisasikan tujuan syariat yang dalam istilah ushul
fikih disebut dengan maqashid al-syari’ah., Jadi pembaruan hukum Islam bukanlah berarti usaha
menetapkan hukum Islam yang mampu menjawab permasalahan dan perkembangan baru secara
sembarangan tanpa berpedoman kepada prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar yang dibawa
AlQur’an dan hadis. Akan tetapi pembaruan hukum Islam merupakan usaha menetapkan suatu
ketentuan hukum yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar Islam yang dalam
pemahamannya dibantu oleh perkembangan baru sebagai suatu pertimbangan dalam
menjabarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar tersebut.

Lalu bagaimana relevansi istihsan dengan pembaruan hukum Islam. Istihsan sebagaimana
diketahui bahwa berpalingnya seorang mujtahid dari suatu hukum pada suatu masalah kepada
hukum yang lain karena ada tinjauan lebih kuat yang menghendaki berpalingnya seorang
mujtahid. Maka asas istihsan adalah penetapan hukum yang berbeda dengan kaidah umum,
karena keluar dari kaedah umum dapat menghasilkan ketentuan hukum yang lebih sesuai dengan
tujuan syariat. Maka berpegang pada istihsan merupakan cara berdalil yang lebih kuat dari pada
berpegang pada qiyas.

Maka dengan demikian istihsan sangat relevan dengan pembaruan hukum Islam. Pembaruan
hukum Islam bertujuan untuk memelihara tujuan syariat dengan menghasilkan ketentuan-
ketentuan hukum yang mampu menjawab permasalahan dan perkembangan baru yang telah
ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sedangkan istihsan merupakan suatu
metode istinbat hukum yang sangat mementingkan pemeliharaan tujuan syariat. Jadi
istihsanadalah suatu metode istinbat hukum yang sangat relevan dengan pembaruan hukum Islam.
Dengan demikian, antara istihsan dan pembaruan hukum Islam tidak dapat dipisahkan antara
satu dengan yang lainnya.

D. Hakikat Istihsan

Para ulama fikih berbeda pendapat mengenai keabsahan istihsan sebagai dalil pokok dalam
pengambilan hukum. Di antara ulama yang paling santer dalam membela dan mengamalkan
istihsan sebagai hujjah adalah ulama Mazhab Hanafi. Di tambah sebagian ulama-ulama lainnya
dari Madzhab Maliki dan Hanbali. Hanya saja, ulama Mazhab Syafi'i memiliki pandangan yang
berbeda dalam memposisikan istihsan sebagai dalil pokok dalam pengambilan hukum.

‫ما رءاه المسلمو ن حسنا فهو عند هللا حسن‬

Artinya : “Sesuatu yang dipandang oleh kaum muslimin itu baik, maka menurut Allah pun
adalah baik. (HR. Ahmad).

Dari sini, ulama Mazhab Hanafi tetap berpegang kepada istihsan. Akan tetapi mereka
menggunakannya tetap berdasarkan kepada dalil-dalil yang kuat. Bukan kepada hawa nafsu

5
sebagaimana yang dituduhkan para ulama yang menentang istihsan. Mereka berpendapat dalam
posisi istihsan ini, melakukan istihsan lebih utama dari pada melakukan qiyas. Karena
pengambilan dalil yang lebih kuat diutamakan dari pada dalil yang lemah. Pada dasarnya dalam
praktek istihsan ini, tidak mesti ada dalil yang bertentangan, tetapi istihsan itu cukup dilakukan
ketika ada dalil yang lebih kuat, sekaligus menggugurkan dalil yang lemah. Atau istihsan itu
dilakukan dengan cara meninggalkan qiyas karena ada dalil-dalil lain yang lebih kuat yang
diambil dari teks Al-Qur’an, sunnah, ijma', adanya darurat, atau dari qiyas khafi.

E. Macam- macam Istihsan

1. Istihsan Qiyasi

Istihsan Qiyasi adalah suatu bentuk pengalihan hukum danketentuan hukum yang didasarkan
kepada qiyas jali (nyata ) kepada 5 ketentuan hukum yang didasarkan kepada qiyas khafi ( yang
tersembunyi), karena adanya alasan yang kuat untuk mengalihkan ketentuan hukumtersebut.
Alasan kuat yang dimaksud disini adalah kemaslahatan. Istihsandalam bentuk pertama inilah
yang disebut dengan istihsan qiyasi. Contoh dibawah ini akan lebih mendekatkan pemahaman
kita kepada pengertian Istihsan dalam bentuk yang pertama ini.

Berdasarkan istihsan qiyasi yang dilandasi oleh qiyas khafi, air sisa minuman burung buas,
adalah suci dan halal diminum, seperti : sisa minuman burung gagakatau burung elang. Padahal,
berdasarkan qiyas jali,sisa minuman binatang buas, seperti anjing dan burung buas adalah
najisdan haram untuk diminum, karena sisa minuman tersebut telah bercampur dengan air
liurnya, yaitu dengan meng-qiyaskan kepada dagingnya.Sedangkan segi istihsannya bahwa jenis
burung yang buas, meskipun dagingnya haram tetapi air liur yang keluar dari dagingnya tidaklah
bercampur dengan sisa minumannya. Karena ia minum dengan menggunakan paruhnya
sedangkan paruh adalah tulang yang suci. Adapun binatang buas maka ia minum dengan
lidahnya yang bercampur denganair liurnya. Oleh karena inilah, sisa minumnya najis.

Perbedaan hukum antara air sisa minuman burung buas dengan airsisa minuman binatang
buas ini ditetapkan berdasarkan Istihsan qiyasi ,yaitu mengalihkan ketentuan hukum dari hukum
yang berdasarkan qiyas jali (najis dan haram), kepada hukum yang berdasarkan qiyas khafi
(sucidan halal), karena adanya alasan yang kuat untuk itu, yaitu kemaslahatan.

Contoh lainnya Misalnya, kebolehan dokter melihat aurat wanitadalam proses pengobatan.
Menurut kaidah umum seseorang dilarang melihat aurat orang lain. Tapi, dalam keadaan tertentu
seorang harusmembuka bajunya untuk didiagnosa penyakitnya. Maka untukkemaslahatan orang
tersebut, menurut kaidah istishan seorang dokter dibolehkan melihat aurat wanita yang berobat
kepadanya.

6
2. Istihsan Istishna’i

Istihsan Istishna’I adalah qiyas dalam bentuk pengecualian dariketentuan hukum yang
berdasarkan prinsip-prinsip umum, kepadaketentuan hukum tertentu yang bersifat khusus,
istihsan dalam bentukyang kedua ini disebut dengan istihsan istishna’I. istihsan bentuk
yangkedua ini terbagi menjadi beberapa macam yaitu sebagai berikut :

1) Istihsan bi an-Nashsh

Istihsan bi an-Nashsh adalah pengalihan hukum dari ketentuanyang umum kepada


ketentuan lain dalam bentuk pengecualian, karena ada nashsh yang mengecualikannya, baik
nashsh tersebut Al-Qur’an maupun Sunnah .Contoh istihsan bi an-Nashsh berdasarkan Nashsh
Al- Qur’an adalah berlakunya ketentuan wasiat setelah seseorang itu wafat, padahal menurut
ketentuan umum ketika orang yang telah wafat, ia tidak berhak lagi terhadap kartanya, karenanya
telah beralih kepada ahli warisnya. Nyatanya, ketentuan umum tersebut dikecualikan oleh Al-
Qur’an ,antara lain termaktub dalam surah an- Nisa’ (4) : 12 :

" Sesudah dipenuhi wasiat yang diwasiatkannya atau sesudah dibayar utangnya".

Contoh istihsan bi an-Nash yang berdasarkan sunnah ialah, tidak batalnya puasa orang yang
makan atau minum karena lupa, padahalmenurut ketenutan umum, makan dan minum
membatalkan puasa,nyatanya ketentuan umum tersebut dikecualikan berdasarkan hadits:

Dari Abu Hurairah RA, katanya, Rasulullah SAW bersabda : “ Barangsiapa yang lupa
sedang ia berpuasa, kemudian ia makan atauminum, maka hendaklah ia menyempurnakan
puasanya, karena sesungguhnya Allah sedang memberi makan dan minum kepadanya”.

2) Istihsan Bi al- Ijma’

Istihsan bi al-ijma’adalah istihsan yang meninggalkan penggunaan dalil qiyas karena


adanya ijma’ ulama yang menetapkanhukum yang berbeda dari tuntunan qiyas. Sebagai contoh,
ketetapan ijma’ tentang sahnya akad istishna’ ( perburuhann/pesanan). Menurut qiyas
semestinya akad itu batal. Sebab sasaran (obyek) akad tidak adaketika akad itu
dilangsungkan.Akan tetapi karena transaksi model itu telah dikenal dan sahsepanjang zaman
maka hal itu dipandang sebagai ijma’ atau urf’Am (tradisi) yang dapat mengalahkan dengan
dalil qiyas. Yang demikian ini berarti merupakan perpindahan suatu dalil ke dalil lain yang lebih
kuat

3) Istihsan bi al-Urf

adalah pengecualian hukum dari prinsip syari’ah yang umum, berdasarkan kebiasaan yang
berlaku. Contohnya ialah,menurut ketentuan umum mentapkan ongkos kendaraan umum
denganharga tertentu secara pukul rata, tanpa membedakan jauh atau dekatnya jarak tempuh,
adalah terlarang. Sebab, transaksi upah-mengupah harus berdasarkan kejelasan pada obyek upah

7
yang dibayar. Akan tetapi melalui istihsan, transaksi tersebut dibolehkan berdasarkan kebiasaan
yang berlaku, demi menjaga jangan timbul kesulitan masyarkat danterpeliharanya kebutuhan
mereka terhadap transaksi tersebut.

4) Istihsan bi ad-Dharurah

Istihsan bi ad-Dharurah adalah istihsan yang disebabkan olehadanya keadaan yang darurat
(terpaksa) dalam suatu masalah yangmendorong seorang mujtahid untuk meninggalkan dalil
qiyas.. Seperti contoh menghukumkan sucinya air sumur atau kolam air yang kejatuhannajis
dengan cara menguras airnya. Menurut ketentuan umum, tidakmungkin mensucikan sumur atau
kolam hanya dengan mengurasnya.Sebab ketika air sedang dikuras mata air akan terus
mengeluarkan air yangkemudian akan bercampur dengan air yang bernajis. Demikian juga
dengan alat pengurasnya (timba atau mesin pompa air); ketika bekerja, airyang bernajis akan
mengotori alat tersebut, sehingga air akan tetap najis.Akan tetapi, demi kebutuhan menghadapi
keadaan darurat, berdasarkanistihsan, air sumur atau kolam dipandang suci setelah dikuras.

5) Istihsan bi al- Mashlahah Mursalah

Istihsan bi al- Mashlahah Mursalah adalah mengecualikanketentuan hukum yang berlaku


umum berdasarkan kemaslahatan, dengan memberlakukan ketentuan lain yang memenuhi prinsip
kemaslhatan.Misalnya, menetapkan hukum sahnya wasiat yang ditujukkan untukkeperluan yang
baik, dari orang yang berada dibawah pengampuan, baikkarena ia kurang akal maupun karena
berperilaku boros. Menurutketentuan umum, tindakan hukum terhadap harta orang yang dibawah
pengampuan tidak sah, karena akan mengabaikan kepentingannyaterhadap hartanya. Akan tetapi,
demi kemaslahatan, wasiat orang tersebutdipandang sah. Sebab, dengan memberlakukan hukum
sah wasiatnya yangditujukkan untuk kebaikan,maka hartanya akan tetap terpelihara.
Apalagimengingat bahwa hukum berlakunya wasiat adalah setelah ia wafat; tentuhal itu tidak
menganggu kepentingan orang yang berwasiat tersebut. Olehkarena itu, ketentuan umum yang
berlaku dalam harta orang yang dibawah pengampunan dikecualikan khusus yang berkaitan
dengan wasiat.

F. Kehujjahan Istihsan

Dari definisi istihsan dan penjelasan terhadap kedua macam, jelaslah pada hakekatnya
istihsan bukan sumber hukum yang berdiri sendiri. Karenahukum-hukum tersebut pada bagian
pertama berasal dari qiyas khafi(tersembunyi) yang mengalhkan terhadap qiyas jali
(jelas).Karena adanya beberapa faktor yang menenangkan hati para mujtahidyaitu dari segi
istihsan. Sedangkan bagian kedua dari istihsan, hukum-hukmnya antara lain berupa dalil
maslahat yang menuntut pengecualian juz’iyyah dari hukum kulli (umum) dan ini juga disebut
dengan segi istihsan.

8
Hujjah Istihsan kebanyakan digunakan oleh kalangan ulamaHanafiyah, alasan mereka ialah
bahwa mencari dalil dengan istihsanhakikatnya merupakan Istidlal ( mencari dalil). Dengan
dasar qiyas yang tersembunyi, yang lebih diungguli dari qiyas yang nyata. Atau sebagai
upayamengunggulkan suatu qiyas dengan qiyas lain yang berlawanan dengan berdasarkan suatu
dalil yang bisa diandalkan atau merupakan Istidlal dengan jalan mashlahah mursalah berdasarkan
pengcualian juz’iyyah dari hukum kulli ( umum), semua ini merupakan istidlal yang sahih.

G. Perbedaan Istihsan dengan Qiyas

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama diatas,dapat disimpulkan bahwa
Istihsan adalah penggunaan maslahat juziyyah pada suatu kasus tertentu yang berlawanan
dengan qiyas ‘am. Dalam hal ini paraulama memberikan beberapa contoh diantaranya :

1. Menurut qiyas, saksi-saksi pada setiap kasus yang diajukan kedepan pengadilan haruslah
orang-orang yang adil. Sebab dengan sifat adil itulah seseorang dapat dinilai jujur atau tidaknya
sehingga kesaksiannya dapat dijadikan landasan keputusan hakim. Akan tetapi, seandainya
dalam suatunegara, seorang hakim/qadhi tidak menemukan orang yang adil, maka iawajib
menerima kesaksian orang yang secara umum dipandang dapat dipercaya ucapnnya, sehingga
dengan demikian dapat dicegah timbulnya kejahatan-kejahatan, baik terhadap harta benda
maupun manusia/ individu.Demikian beberapa contoh istihsan yang pada intinya berkisar pada
pencegahan pemakaian qiyas secara berlebihan yang menjurus kearah yang tidak proporsional
(qabih)

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan demikian, dapat disimpulakan bahwa Istihsan yaitu ketika seorang Mujtahid
lebih cenderung dan lebih memilih hukum tertentu dan meninggalkan hukum yang lain
disebabkan satu hal yang dalam pandangannya lebih menguatkan hukum kedua dari hukum
pertama.

Macam macam istihsan ada dua macam, yaitu pertama: Pentarjihan qiyas khafi (yang
tersembunyi) atas qiyas jail (nyata) karena adanya suatu dalil. Kedua: Pengecualian kasuistis
(juz’iyyah) dari suatu hukum kuli (umum) dengan adanya suatu dalil.

B. Saran

Demikian makalah ini kami buat. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan
pembahasan makalah ini kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun sangat
kami butuhkan untuk lebih baiknya makalah yang kami buat selanjutnya. Selamat
membaca dan semoga bermanfaat.

10
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Mo. Mufid. Lc., M.H.I. 2016. “Ushul Fiqh Ekonomi Dan Keuangan Kontemporer
Dari Teori Ke Aplikasi”. Jakarta: Prenadamedia Group.
Usman, Iskandar, 1994, Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam, Jakarta: LSIK.
Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqih), Jakarta, 1996,
hlm. 120
Djalil, Ahmad Basiq. 2010. Ilmu Ushul Fiqih Satu dan Dua. Jakarta: Kencana.
http://nashihuddinyatamu.wordpress.com/2012/12/09/makalah-istihsan-istishab-dan-
maslahah-mursalah/
http://al-badar.net/pengertian-dan-kedudukan-istihsan-sebagai-hukum/

11

Anda mungkin juga menyukai