KMB Kel. 3 Efusi Pleura
KMB Kel. 3 Efusi Pleura
TINJAUAN PUSTAKA
1
Skema yang memperlihatkan proses sirkulasi normal cairan pleura. Terlihat
bahwa cairan pleura berasal dari pembuluh darah sistemik pada membran pleura
parietal dan viseral (ditunjukkan pada panah yang terputus-putus). Pembuluh
darah pleura parietal (mikrovaskular interkostal) merupakan terpenting pada
sistem ini sebab pembuluh darah ini paling dekat dengan rongga pleura dan
memiliki tekanan filtrasi yang lebih tinggi daripada mikrovaskuler bronkial pada
pleura viseral. Cairan pleura awalnya akan absorbsi kembali oleh mikrovaskuler,
sisanya akan dikeluarkan dari rongga pleura melalui saluran limfatik pada pleura
parietal (panah utuh).
Persamaan yang menunjukkan hubungan keseimbangan antara tekanan
hidrostatik dan onkotik adalah sebagai berikut : Q = k x [(Pmv – Ppmv) – s (nmv
– npmv)]. Pada persamaan ini, Q merupakan tekanan filtrasi, k merupakan
koefisien filtrasi, Pmv dan Ppmv merupakan tekanan hidrostatik pada ruang
mikrovaskular dan perimikrovaskular. s merupakan koefisien refleksi bagi total
protein mulai dari skor 0 (permeabel penuh) hingga 1 (tidak permeabel). nmv dan
npmv menyatakan tekanan osmotik protein cairan di mikrovaskular dan
perimikrovaskular. Pada keadaan normal, cairan yang difiltrasi jumlahnya sedikit
dan mengandung protein dalam jumlah yang sedikit pula.
Adapun gambaran normal cairan pleura adalah sebagai berikut
Jernih, karena merupakan hasil ultrafiltrasi plasma darah yang berasal
dari pleura parietalis
pH 7,60-7,64
Kandungan protein kurang dari 2% (1-2 g/dL)
Kadungan sel darah putih < 1000 /m3
Kadar glukosa serupa dengan plasma
Kadar LDH (laktat dehidrogenase) < 50% dari plasma.
Efusi pleura merupakan suatu indikator adanya suatu penyakit dasar baik
itu pulmoner maupun non pulmoner, akut maupun kronis. Penyebab efusi pleura
tersering adalah gagal jantung kongestif (penyebab dari sepertiga efusi pleura dan
merupakan penyebab efusi pleura tersering), pneumonia, keganasan serta emboli
paru.1,14,17 Berikut ini merupakan mekanisme-mekanisme terjadinya efusi pleura :
1. Adanya perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya :
inflamasi, keganasan, emboli paru)
2. Berkurangnya tekanan onkotik intravaskular (misalnya :
hipoalbuminemia, sirosis)
2
3. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah atau kerusakan
pembuluh darah (misalnya : trauma, keganasan, inflamasi, infeksi,
infark pulmoner, hipersensitivitas obat, uremia, pankreatitis)
4. Meningkatnya tekanan hidrostatik pembuluh darah pada sirkulasi
sistemik dan atau sirkulasi sirkulasi paru (misalnya : gagal jantung
kongestif, sindrom vena kava superior)
5. Berkurangnya tekanan pada rongga pleura sehingga menyebabkan
terhambatnya ekspansi paru (misalnya : atelektasis ekstensif,
mesotelioma)
6. Berkurangnya sebagaian kemampuan drainase limfatik atau bahkan
dapat terjadi blokade total, dalam hal ini termasuk pula obstruksi
ataupun ruptur duktus torasikus (misalnya : keganasan, trauma)
7. Meningkatnya cairan peritoneal, yang disertai oleh migrasi sepanjang
diafragma melalui jalur limfatik ataupun defek struktural. (misalnya :
sirosis, dialisa peritoneal)
8. Berpindahnya cairan dari edema paru melalui pleura viseral
9. Meningkatnya tekanan onkotik dalam cairan pleura secara persisten
dari efusi pleura yang telah ada sebelumnya sehingga menyebabkan
akumulasi cairan lebih banyak lagi.
2.2.1. Transudat
Efusi pleura transudatif terjadi jika terdapat perubahan dalam tekanan
hidrostatik dan onkotik pada membran pleura, misalnya jumlah cairan yang
dihasilkan melebihi jumlah cairan yang dapat diabsorbsi. Pada keadaan ini,
endotel pembuluh darah paru dalam kondisi yang normal, dimana fungsi filtrasi
masih normal pula sehingga kandungan sel dan dan protein pada cairan efusi
3
transudat lebih rendah. Jika masalah utama yang menyebabkannya dapat diatasi
maka efusi pleura dapat sembuh tanpa adanya masalah yang lebih lanjut. 17 Selain
itu, efusi pleura transudat juga dapat terjadi akibat migrasi cairan yang berasal dari
peritoneum, bisa pula iatrogenik sebagai komplikasi dari pemasangan kateter vena
sentra dan pipa nasogastrik.14 Penyebab-penyebab efusi pleura transudat relatif
lebih sedikit yakni :
• Gagal jantung kongestif
• Sirosis (hepatik hidrotoraks)
• Atelektasis – yang bisa disebabkan oleh keganasan atau emboli paru
• Hipoalbuminemia
• Sindroma nefrotik
• Dialisis peritoneal
• Miksedema
• Perikarditis konstriktif
• Urinotoraks – biasanya akibat obstuktif uropathy
• Kebocoran cairan serebrospinal ke rongga pleura
• Fistulasi duropleura
• Glisinotoraks – sebuah komplikasi yang jarang akibat irigasi kandung
kemih dengan larutan glisin 1,5% yang dilakukan setelah pembedahan
urologi.14
2.2.2. Eksudat
Efusi pleura eksudat dihasilkan oleh berbagai proses/kondisi inflamasi dan
biasanya diperlukan evaluasi dan penanganan yang lebih luas dari efusi transudat.
Cairan eksudat dapat terbentuk sebagai akibat dari proses inflamasi paru ataupun
pleura, gangguan drainase limfatik pada rongga pleura, pergerakan cairan eksudat
dari rongga peritoneal melalui diafragma, perubahan permeabilitas membran
pleura, serta peningkatan permeabilitas dinding kapiler atau kerusakan pembuluh
darah. Adapun penyebab-penyebab terbentuknya cairan eksudat antara lain :
• Parapneumonia
• Keganasan (paling sering, kanker paru atau kanker payudara, limfoma,
leukemia, sedangkan yang lebih jarang, kanker ovarium, kanker
lambung, sarkoma serta melanoma)
• Emboli paru
• Penyakit-penyakit jaringan ikat-pembuluh darah (artritis reumatoid,
sistemic lupus erythematosus)
4
• Tuberkulosis
• Pankreatitis
• Trauma
• Sindroma injuri paska-kardiak
• Perforasi esofageal
• Pleuritis akibat radiasi
• Sarkoidosis
• Infeksi jamur
• Pseudokista pankreas
• Abses intraabdominal
• Paska pembedahan pintas jatung
• Penyakit perikardial
• Sindrom Meig (neoplasma jinak pelvis disertai asites dan efusi pleura)
• Sindrom hiperstimulasi ovarian
• Penyakit pleura yang diinduksi oleh obat
• Sindrom yellow nail (kuku kuning, limfedema, efusi pleura)
• Uremia
• Chylothorax (suatu kondisi akut dengan peningkatan kadar trigilerida
pada cairan pleura)
• Pseudochylotoraks (suatu kondisi kronis dengan peningkatan kadar
kolesterol cairan pleura)
• Fistulasi (ventrikulopleural, billiopleural, gastropleural).
2.3. Prognosis
Prognosis efusi pleura bervariasi dan bergantung dari etiologi yang
mendasarinya, derajat keparahan saat pasien masuk, serta analisa biokimia cairan
pleura. Namun demikian, pasien yang lebih dini memiliki kemungkinan lebih
rendah untuk terjadinya komplikasi. Pasien pneumonia yang disertai dengan efusi
memiliki prognosa yang lebih buruk ketimbang pasien dengan pneumonia saja.
Namun begitupun, jika efusi parapneumonia ditangani secara cepat dan tepat,
biasanya akan sembuh tanpa sekuele yang signifikan. Namun jika tidak ditangani
dengan tepat, dapat berlanjut menjadi empiema, fibrosis konstriktiva hingga
sepsis.
Efusi pleura maligna merupakan pertanda prognosis yang sangat buruk,
dengan median harapan hidup 4 bulan dan rerata harapan hidup 1 tahun. Pada pria
hal ini paling sering disebabkan oleh keganasan paru, sedangkan pada wanita
5
lebih sering karena keganasan pada payudara. Median angka harapan hidup adalah
3-12 bulan bergantung dari jenis keganasannya. Efusi yang lebih respon terhadap
kemoterapi seperti limfoma dan kanker payudara memiliki harapan hidup yang
lebih baik dibandingkan kanker paru dan mesotelioma. Analisa sel dan analisa
biokimia cairan pleura juga dapat menentukan prognosa. Misalnya cairan pleura
dengan pH yang lebih rendah biasanya berkaitan dengan massa keadaan tumor
yang lebih berat dan prognosa yang lebih buruk.
6
yang sedikit secara pemeriksaan fisik kadang sulit dibedakan dengan pneumonia
lobaris, tumor pleura, atau fibrosis pleura. Merubah posisi pasien
dalam pemeriksaan fisik dapat membantu penilaian yang lebih baik sebab efusi
dapat bergerak berpindah tempat sesuai dengan posisi pasien. Pemeriksaan fisik
yang sesuai dengan penyakit dasar juga dapat ditemukan misalnya, edema perifer,
distensi vena leher, S3 gallop pada gagal jantung kongestif. Edema juga dapat
muncul pada sindroma nefrotik serta penyakit perikardial. Ascites mungkin
menandakan suatu penyakit hati, sedangkan jika ditemukan limfadenopati atau
massa yang dapat diraba mungkin merupakan suatu keganasan
7
sederhana dapat dilakukan secara bedside sehingga memungkinkan cairan pleura
dapat segera diambil, dilihat secara makroskopik maupun mikroskopik, serta
dianalisa.15
Indikasi tindakan torasentesis diagnostik adalah pada kasus baru efusi
pleura atau jika etiologinya tidak jelas dimana cairan yang terkumpul telah cukup
banyak untuk diaspirasi yakni dengan ketebalan 10 mm pada pemeriksaan
ultrasonografi toraks atau foto lateral dekubitus .
2.6 Penatalaksanaan
Efusi transudatif biasanya ditangani dengan mengobati penyakit dasarnya.
Namun demikian, efusi pleura yang masif, baik transudat maupun eksudat dapat
menyebabkan gejala respiratori berat. Dalam keadaan ini, meskipun etiologi dan
penanganan penyakit dasarnya telah dipastikan, drainase efusi perlu dilakukan
untuk memperbaiki keadaan umum pasien. Penanganan efusi eksudatif
bergantung pada etiologi yang mendasarinya. tiga etiologi utama yang paling
sering dijumpai pada efusi eksudatif adalah pneumonia, keganasan dan
tuberkulosis. Parapneumonia yang mengalami komplikasi dan empiema harus
didrainase untuk mencegah pleuritis fibrotik. Efusi maligna biasanya didrainase
untuk meringankan gejala bahkan pleurodesis diindikasikan untuk mencegah
rekurensi. Beberapa obat-obatan diketahui dapat menyebabkan efusi pleura yang
bersifat transudatif. Hal ini perlu diketahui secara dini untuk menghindari
prosedur diagnostik lain yang tidak perlu.
8
dada pleuritik, ketika efusi telah membesar dan menyebar
kemungkinan timbul dispnea dan batuk. Efusi pleura yang
besar akan mengakibatkan nafas pendek. Tanda fisik
meliputi defiasi trakea menjauhi sisi yang terkena, dulnes
pada perkusi, dan penurunan bunyi pernafasan pada sisi
yang terkena.
Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan efusi pleura terutama akibat adanya infeksi
non pleura biasanya mempunyai riwayat pentakit
tuberkolosis paru.
Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ditemukan data penyakit yang sama atau pun tidak
diturunkan dari anggota keluarganya yang lain, terkecuali
penularan infeksi tuberkolosis yang menjadi faktor
penyebab timbulnya efusi pleura.
3. Pemeriksaan fisik
1) Pada klien efusi pleura bentuk hemithorax yang skit
mencembung, kosta mendatar, ruang interkosta melebar,
pergerakan pernafasan menurun. Penorongan mediastinum
ke arah hemithorax kontralateral yang diketahui dari posisi
trakea yang ictus kordis. RR cenderung meningkat dan
klien biasanya dspnea
2) Vokal femitus menurun terutama untuk efusi pleura yang
jumlah cairannya kurang adari 250cc. disamping itu pada
palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada adada yang sakit.
3) Suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah
cairannya. Bila cairan tindak megisi penuh rongga pleura,
maka pada pemeriksaan eksrusi diagfragma akan
didapatkan adanya penurunan kemampuan pengembangan
diagfragma.
4) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang,
egofoni.
4. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik saja tetapi kadang-kadang sulit juga, sehingga perlu
9
pemeriksaan penunjang seperti sinar tembus dada. Diagnosis yang
pasti bisa diadapatkan melalui tindakan thoraxosintesis dan biopsi
pleura pada beberapa kasus.
Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat pada rongga pleura akan
membentuk bayangan sepeti kurfa, dengan permukaan
daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial. Bila
permukannnya horizontal dari lateral ke medial, pasti
terdapat uadara dalam rongga tersebut yang bisa berasal
dari luar atau dari dalai pari-paru itu sendiri. Hal lain yang
adapat terlihat dalai foto dada efusi pleura adalah
terdorongnya mediastinum pada posisi yang berlawanan
dengan cairan. Akan tetapi, bila terdapat aktelektasis pada
sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum akan tetpa
pada tempatnya.
Thoraxosintesis
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Thoraxosintesis baiknya
dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada
bagian bawah paru disela iga ke 9 garis axila posterior
dengan memakai jarum abokat nomer 14/16. Pengeluaran
cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-1500cc pada setiap
aspirasi. Jika aspirasi dilakukan sekaligus dilakukan dalai
jumlah banyak maka akan menimbulkan syok pleural atau
hipotensi atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru-
paru terlalu cepet mengembang.
Biopsi pleura
Pemeriksaan histologis satua atau beberapa contoh jaringan
pleura dapat menunjukan 50-75% diagnosis kasus
pleuroristis tuberkolosis dan tumor plaeura. Bila hasil
biopsi pertama tidak memuasakan dapat dilakukan biopsi
ulang. Komplikasi biopsi adalah pneumotorax, hemothorax,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
b. Penatalaksanaan Medis
10
Penata laksanaan klien dengan efusi pleura adalah dengan
mengatasi penyakit yang mendasarinya, mencegah re-accumulation
caiaran dan mengurangi ketidak nyamanan dan dispnea.
c. Diagnosis keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif, yang berhubungan dengan
Penurunan ekspansi paru (Akumulasi dari uadara atau
cairan)
Proses radang
Ditandai dengan :
Dispnea, takipneu, perubahan kedalam pernafasan.
Penggunaan otot bantu pernafasan, nasal faring.
Sianosis, ABGS up normal
Perubahan pergerakan dinding adad.
2. Resiko tinggi teradap trauma yang berhubungan dengan :
Ketergantunggan alat external
Proses penyakit saat ini
3. Nyeri akut, yang berhubungan dengan
Terangsangnya saraf intrathorax skunder terhadap iritasi
pleura
Inflamasi panrenkim paru
4 Kerusakan pertukaran gas, yang berhubungan dengan :
Penurunan kemampuan rekoil paru, gangguan transportasi
oksigen.
11
BAB III
Kesimpulan & Saran
3.1 Kesimpulan
Efusi Pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang plaural yang terjadi
karena proses penyakit primer dan dapat juga terjadi karena penyakit sekunder
akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih yang merupakan transudat,
3.2 Saran
Tugas kami sangatlah jauh dari kata sempurna. Karena kami hanyalah manusia biasa
yang tak luput dari salah dan khilaf.oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan terutama dari dosen pembimbing guna
perbaikan tugas kami selanjutnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Somantri Irman.2009. Asuhan Keperawata pada klien dengan gangguan system pernapasan.
Jakarta:Salemba Medika
Bulechek, Gloria M., et al. Nursing Interventions Classfication (NIC) 6th edition.2013
Herdman T.H., Kamitsuru, Shigemi. Diagnosa Keperawatan 2015-2017 Edisi 10 . Jakarta :
EGC
13