Anda di halaman 1dari 11

PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I

PENDAHULUAN

I.1          LATAR BELAKANG

Salah satu kekhasan yang membedakan hukum dengan ilmu lainnya adalah bahwa hukum
memiliki kekuatan memaksa, hukum dipandang sebagai peraturan tentang tindakan manusia
terhadap sesamanya yang ditegakan oleh otoritas politik yang berkuasa. Dengan demikian,
hukum harus dipahami sebagai suatu perintah (positif) dengan kriterium sesuai hukum positif
atau bertentangan dengan hukum positif. Hukum juga bersumber pada unsur budaya, apabila
beberapa budaya yang sangat berlainan saling berhubungan, maka penggalian hukum yang satu
dengan yang lainnya  akan menimbulkan akulturasi dan asimilasi, sebab proses interaksi
beberapa unsur budaya tersebut, menuntut adanya suatu transformasi atau bahkan lepasnya,
nilai-nilai yang menjadi dasar sistem hukum terdahulu sehingga memerlukan pembaharuan.
Sebab hukum sebagai kerangka ideologi perubahan struktur dan kultur masyarakat (Erman
Rajagukguk, 1983:72).

Sedangkan penegakan hukum memiliki pengertian adalah suatu upaya menciptakan atau
menjadikan hukum agar dapat memiliki validitas, yaitu dengan membuat peraturan-peraturan
yang mengikat dan memberikan sanksi serta menyertakan aparat penegak hukum itu sendiri.
Penegakan hukum juga menegaskan bahwa ada hukum dan ada yang diperintahkan untuk
melaksanakannya. Setelah terwujud keduanya maka diharapkan hukum akan mencegah
terjadinya pelanggaran dan kejahatan, dengan adanya law and order maka ada aturan yang
mengikat masyarakat agar tidak berbuat apa yang dilarang oleh hukum tersebut. Penegakan
hukum juga di harapkan dapat menciptakan efek jera pada setiap pelaku kejahatan atau
pelanggar hukum, maka hukum tersebut harus memuat sanksi yang seimbang dengan perbuatan
jahat yang dilakukan.

Pentingnya Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen aspek hukum merupakan bagian penting
yang tidak dapat dipisahkan dari negara Indonesia, sebab hukum sebagai tolak ukur dalam
pembangunan nasional yang diharapkan mampu memberikan kepercayaan terhadap masyarakat
secara luas dan melakukan pembaharuan secara menyeluruh di berbagai aspek. Undang Undang
Dasar 1945  menyatakan secara tegas bahwa “ Negara Indonesia adalah negara hukum” Kaidah
ini mengandung makna bahwa hukum di negara ini ditempatkan pada posisi yang strategis
didalam konstelasi ketatanegaraan. Agar hukum sebagai suatu sistem dapat berjalan dengan baik
dan benar didalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, diperlukan institusi
institusi yang penegak hukum  sebagai instrumen penggeraknya.Mewujudkan suatu negara
hukum tidak saja diperlukan  norma norma hukum atau peraturan perundang undangan sebagai
substansi hukum, tetapi juga diperlukan lembaga atau badan penggeraknya sebagai struktur
hukum dengan didukung oleh prilaku hukum seluruh komponen masyarakat sebagai budaya
hukum. Ketiga komponen ini, baik struktur hukum, substans hukum maupun budaya hukum oleh
LM. Friedman dikatakan sebagai susunan struktur hukum (LM Friedman, 1975:11) Penegakan
hukum perlindungan konsumen  merupakan bagian yang tidak terpisahkan  dari pembangunan
hukum dan sebagai komponen integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam
rangka menegakkan pilar pilar negara hukum. Tujuan yang hendak dicapai adalah
mewujudkan  tujuan nasional sebagaimana  terpatri dalam  pembukaan UUD’45. Sejalan dengan
agenda prioritas pembangunan nasional serta rencana pemerintah jangka menengah 2004-2009,
antara lain mengarahkan perlunya upaya pengamanan perdagangan dalam negeri dan
perlindungan konsumen. Upaya tersebut secara sinergi dan simultan dilakukan melalui program
pemberdayaan konsumen, penguatan kapasitas kelembagaan, optimalisasi pengawasan barang
beredar dan jasa serta kemetrologian.

Penegakan hukum (law enforcement) yang bermuatan perlindungan konsumen memang sedang
didambakan oleh masyarakat, khususnya masyarakat (konsumen) yang sedang menjadi korban
pengusaha (perusahaan) yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen.
Kecenderungan semakin banyaknya perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak
konsumen, merupakan tantangan riil yang menguji aparat atau pihak-pihak yang berkompeten
dalam melakukan dan mewujudkan penegakan hukum.Kata Kunci: penegakan hukum, pencari
keadilan, perlindungan konsumen Pendahuluan Dunia perdagangan dan industri tumbuh dan
berkembang semakin komplek akhir-alhir ini, sehingga melahirkan ketidak adilan sosial dan
ekonomi bagi konsumen. Hubungan interdependensi yang ada antara pelaku usaha dan
konsumendalam perdagangan, praktis bergeser ke arah dependensi konsumen terhadap dunia
usaha. Dalam dalam hal, konsumen menerima segala sesuatu dari kalangan dunia usaha sebagai
sesuatu yang “Given”, baik informasi, jenis dan macam produk, kualitas produk, dll praktis daya
tawar konsumen semakin lemah. Kekuatan pasar sedemikian rupa (yang antara lain ditandai
dengan pertumbuhan konglemerasi dan multi nasional corporation (MNC), menjadikan nasib
konsumen semakin terpuruk.Akankah persoalan konsumen akan dapat diatasi melalui
mekanisme hukum? Jawabnya tergantung pada bagaimana pelaku usaha dan konsumen
serta pemerintah.Hukum perlindungan konsumen belum mampu menghilangkan semua ketidak
adilan pasar, tanpa dibarengi dngan upaya memperbaiki mekanisme pasar itu sendiri.

I.2          PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dalam makalah ini menyimpulkan permasalahan
yang akan di bahas dalam makalah ini, yaitu :

“ Bagaimana penegakan hukum perlindungan konsumen di Indonesia ?”

BAB II

PEMBAHASAN

II.1         PENEGAKAN HUKUM DALAM PERLIDUNGAN KONSUMEN DI


INDONESIA

Pembahasan tentang penegakan hukum penyelesesaian sengketa konsumen, hanyalah sebagian


kecil dari upaya untuk menyelesaiakan sengketa konsumen sebagai upaya penegakan hukum di
Indonesia. Penegakan hukum perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan didasarkan
kepada undang-undang NO. 8. Tahun 1999 Tantang Pelindungan Konsumen (UUPK), KepPRES
NO> 90 Tahun 2001 Tantang Pembentukan BPSK, Keputusan Memperindag RI NO. 301 Tahun
2001 Tentang  Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota dan Sektetariat BPSK, sertaKeputusan
Memperindag RI NO. 350 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK, maka
terbentuklah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di beberapa kota di
Indonesia. Pentingnya Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen, aspek hukum merupakan
bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari negara Indonesia, sebab hukum sebagai tolak
ukur dalam pembangunan nasional yang diharapkan mampu memberikan kepercayaan terhadap
masyarakat secara luas dan melakukan pembaharuan secara menyeluruh di berbagai aspek.
Undang Undang Dasar 1945  menyatakan secara tegas bahwa “ Negara Indonesia adalah negara
hukum” Kaidah ini mengandung makna bahwa hukum di negara ini ditempatkan pada posisi
yang strategis didalam konstelasi ketatanegaraan. Agar hukum sebagai suatu sistem dapat
berjalan dengan baik dan benar didalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat,
diperlukan institusi institusi yang penegak hukum  sebagai instrumen penggeraknya. Penegakan
hukum perlindungan konsumen  merupakan bagian yang tidak terpisahkan  dari pembangunan
hukum dan sebagai komponen integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam
rangka menegakkan pilar pilar negara hukum. Tujuan yang hendak dicapai adalah
mewujudkan  tujuan nasional sebagaimana  terpatri dalam  pembukaan UUD’45.Penegakan
hukum dalam kurun waktu yang lama dipandang sebelah mata oleh masyarakat, sebab hukum
tidak mencerminkan keadilan dan kebenaran.
Dalam perkembangannya banyak para pelaku usaha telah melakukan pelanggaran serta
penyalahgunaan untuk sebuah kepentingan usaha semata, sebaliknya para penegak hukum tidak
mampu menjalankan supremasi hukum yang menjadi tuntutan masyarakat, yang mengakibatkan
lemahnya penegakan hukum yang berdampak pada ketidak percayaan masyarakat terhadap para
aparatur hukum. Dalam kurun waktu tersebut hukum hanya dijadikan sebagai alat untuk
mempertahankan kekuasan, dan kepentingan golongan. Hukum harus dikembalikan pada fungsi
dan perannya karena sudah menjadi tuntutan masyarakat dan perkembangan demokrasi di
Indonesia sejak bergulirnya era reformasi. Seiring dengan berkembangnya dunia usaha
perdagangan dan industri serta tumbuhnya konsumerisme global dan upaya penciptaan keadilan
social dan ekonomi, maka lahirlah konsumerisme sebagai paham yang membela hak-hak
konsumen yang berkembang seiring dengan perkembangan dunia usaha.Fakta menunjukkan
bahwa konsumen adalah pihak yang lemah, yang membutuhkan perlindungan hukum.Apabila
ditelusuri dengan mengkaji lebih lanjut tentang karaktristik sengketa konsumen (consumer
disputes) dapat di identifikasi sebagai berikut: Pertama, sengketa konsumen lahir dari tidak
adanya keseimbangan kedudukan antara pihak pelaku usaha dan konsumen. Ketidakseimbangan
kedudukan inilah yang seringkali menyulitkan konsumen untuk berjuang  sendiri dalam
meyelesaikan sengketa yang dihadapinya, sekalipun hak-haknya secara yuridis dilindungi oleh
undang-undang. Kedua,  kondisi social ekonomi konsumen pada umumnya adalah miskin
( kecuali mereka adalah konsumen mobil mewah, real estate, atau peralatan rumah tangga yang
mahal). Daya beli yang pas-pasan  jelas tidak memungkinkan bagi mereka untuk mendapatkan
bantuan hukum (melalui lawyer). Hambatan psikologis ada  pada mereka untuk memasuki
prosedur hukum formal, disamping adanya sinyalemen “banyak lawyer” yang tidak cukup
familier dengan persoalan-persoalan yang dihadapi mayarakat miskin. Pada akhirnya bantuan
hukum lebih didominasi oleh kasus-kasus criminal, perkawinan, ketimbang kasus-kasus
konsumen. Ketiga, pemberian ganti rugi yang lebih spisifik juga sekaligus merupakan “kritik”
atas dunia peradilan formal yang cenderung tidak efektif. Dengan demikian penyelesaian
sengketa konsumen melalui pengadilan  tidak cocok, karena sangat formal, lama, berbelit-belit,
dan mahal. Gambaran peradilan formal yang demikian itulah yang jelas tidak cocok sebagai
media penyelesaian sengketa konsumen. Gambaran prosedur peradilan yang formal, mahal dan
berbelit-belit, bukan hanya terdapat di Negara-negara berkembang saja. Akan tetapi dalam
beberapa kasus besar yang menyangkut kerugian  dan banyaknya korban, barangkali, peradilan
adalah tempat yang pas untuk penyelesaian masalah tersebut, karena aspek kepastian hukum
seringkali masih dinilai banyak pihak sebagai suatu kelebihan dari dunia litigasi. Oleh karena itu,
yang dibutuhkan dalam sengketa konsumen adalah media penyelesaian sengketa yang cepat,
sederhana (tidak formal) dan murah. Apalagi sekarang ini penggantian kerugian yang efektif
sudah menjadi salah satu hak dasar konsumen.

Tujuan perlindungan konsumen dalam pasal 3 UUPK (butir c dan d) tegas menyatakan bahwa
perlu adanya peningkatan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen, serta upaya menciptakan system perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.Dari fenomena tersebut muncul ekspektasi agar hukum dapat ditegakkan
secara kokoh dan konsisten, karena ketidak pastian hukum dan kemerosotan wibawa
hukum  akan melahirkan krisis hukum. Terwujudnya supremasi hukum menghendaki komitmen
seluruh komponen bangsa yang taat pada hukum. Ketaatan ini juga mewajibkan kepada aparat
penegak hukum untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum yang berintikan keadilan
dan kebenaran. (Abdul Rahman Saleh, 2004:29). Penegakan hukum perlindungan konsumen
akan terlihat hasilnya apabila aparatur hukum, (dalam hal ini BPSK)  baik mulai dari
perancangan hukumnya serta masyarakat, hingga ke penegak hukumnya bisa menunjukan
perannya masing-masing.

Negara Indonesia sekarang ini tengah  mengalami disintegrasi sosial dan ini adalah sebuah
persoalan yang harus dihadapi dan harus dikembangkan  kapasitas sistem sosial yang
menghormati tingkatan-tingkatan pluralisme.Yang menjadi musuh masyarakat adalah seseorang
yang melakukan kejahatan tanpa adanya sanksi dan dibebaskan begitu saja secara mutlak
(Mochtar Kusumaatmadja, 2002:85)   Bahwa keberadan hukum dan kultur masyarakat
berhubungan erat sekali, karena mempunyai hubungan timbal balik antara keduanya.

Konsepsi hukum yang akomodatif  merupakan salah satu sarana pembaharuan dan pembangunan
masyarakat dan hendaknya bisa diterima oleh masyarakat  luas. Peran masyarakat sangat
menentukan dalam penegakan hukum di Indonesia. Pada era reformasi saat  ini fungsi dan
peranan masyarakat adalah sebagai pihak yang mengontrol terhadap hukum,  dan ini
merupakan komponen yang sangat manentukan dan butuh kesadaran dari mereka sendiri.
Masyarakat Indonesia tengah berada dalam kondisi ideal dan sebagai tolak ukurnya adalah
demokratisasi dan kebebasan menyampaikan pendapat dapat terealisasi dengan adanya aturan-
aturan normatif yang sudah ada  sesuai  dengan cita-citakan bersama. Nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia juga perlu mendapat perhatian sebagaimana yang terkandung dalam filsafat Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945, sehingga proses transformasi masyarakat benar-benar menjadi
satu masyarakat dengan kultur yang. berlandaskan nilai-nilai pancasila. Berdasarkan realitas
empirik di atas bahwasanya persoalan penegakan hukum dan transformasi kultur yang ada di
masyarakat telah menimbulkan beberapa permasalahn yang berhubungan erat dengan dinamisasi
dan progresifitas budaya masyarakat yang berimplikasi terhadap proses penggalian hukum dan
penegakan supremasi hukum yang ada.  Makna Penegakan  Hukum Berbagai wacana yang
dituangkan dalam berbagai media, hasil penelitian, survei, seringkali penegakan hukum hanya
diartikan  sebagai proses peradilan di pengadilan.  Penegakan hukum
hanya  diartikan  sebagai  tindakan represif belaka. Penegakan hukum hanya diartikan sebagai
proses penyelesaian perselisihan belaka. Pengertian pengertian tersebut dapat menyesatkan,
karena tidak menyentuh  secara menyeluruh fenomena dan masalah penegakan hukum. Ketika
penegakan hukum hanya diartikan sebagai proses  di pengadilan belaka, maka akan
menyesatkan, karena semestinya penegakan hukum bukan sekedar beracara di pengadilan, tetapi
juga di kejaksaan dan kepolisian. Dimata  masyarakat, institusi  ini tidak kurang bermasalah
bahkan sumber masalah  bagi masyarakat. Demikian pula ketika penegakan hukum hanya
diartiakan  sebagai tindakan represif belaka, tanpa memasukkan upaya  upaya pencegahan.
Kalaupun pencegahan dimasukkan, biasanya hanya terbatas  pada tatanan kontrol dalam arti
tindakan tindakan seperti  pemeriksaan dan pelaporan. Tidak kalah penting upaya penegakan
hukum melalui upaya pencegahan yaitu dengan penataan aturan kerja, tata kerja, sistem
pengorganisasian dan sebagainya.Fenomena penegakan hukum bukan semata mata  berkaitan
dengan  sengketa atau pelanggaran hukum. Tidak kalah penting adalah  persoalan (sistem)
pelayanan hukum. Birokrasi yang berbelit belit, birokrasi yang tidak bersih justru merupakan
garda  depan dalam berbagai persoalan  hukum yang dihadapi.
Semua aspek yang dikemukakan tersebut ditambah aspek lain, perlu mendapat pengamatan
sistematik dan terintegrasi yang akan lebih mencerminkan fenomena penegakan hukm, yang
sekaligus akan menjadi landasan yang lebih kuat, kokoh dan  dalam upaya membangun sistem
penegakan dan pelayanan hukum yang benar, adil atau memuaskan.Dimata para intlektual
pemahaman terhadap penegakan hukum juga bervariatif. Seorjono  Soekanto, (2004:3)
memberikan pengertian bahwa Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-
nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap
sebagai serangkaian penjabaran nilai tanpa akhir untuk menciptakan, memelihara dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Pendapat yang lain juga dikemukakan
oleh  Sukarton Marmosudjono, bahwa Penegakan hukum adalah keseimbangan dari
keseluruhan  keberadaan dan kepribadiannya dan bertindak atas dasar kebenaran serta
pertimbangan hati nurani dan keyakinan. Hal senada juga dikemukakan oleh Salahuddin Wahid,
bahwa Penegakan hukum adalah upaya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang
didasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang ada dalam kaidah-kaidah hukum tersebut
(Salahuddin Wahid, 2003:83). Pendapat yang lain dikemukakan oleh Barda Wawawi Arief,
Penegakan hukum pada hakikatnya adalah perlindungan hak asasi manusia, serta tegaknya
kebenaran dan keadilan, dan tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan dan praktek favoritisme,
yang diwujudkan dalam seluruh norma atau tatanan kehidupan masyarakat (Barda Wawawi
Arief, 2001:22. Penegakan hukum adalah sebuah sistem yang akan meliputi berbagai
komponen  sebagai subsistem, termasuk penegak hukum itu sendiri. Pergeseran itu juga akan
memungkinkan  meninjau secara lebih meluas mengenai fenomena dan persoalan penegakan
hukum kita. Suatu keadaan obyektif yang tidak perlu disembunyikan atau ditutupi yaitu masih
banyak keluhan mengenai pelaksanaan penegakan hukum. Keluhan tidak hanya dari pencari
keadilan yang terlibat yang berkepentingan atas suatu persoalan hukum konkrit, melainkan
masyarakat pada umumnya, atau dari mereka yang menempatkan diri sebagai juru bicara pencari
keadilan atau masyarakat. Namun sorotan sorotan terhadap keadaan yang obyektif tersebut
seringkali juga tidak memuaskan dalam upaya pemecahan masalah, karena pemahaman
pemahaman yang diberikan terhadap penegakan hukum  kurang tepat atau kurang lengkap (Baqir
Manan, 2005:25)

Fenomena penegakan hukum bukan semata mata  berkaitan dengan  sengketa atau pelanggaran


hukum. Tidak kalah penting adalah  persoalan (sistem) pelayanan hukum. Birokrasi yang berbelit
belit, birokrasi yang tidak bersih justru merupakan garda depan dalam berbagai
persoalan  hukum yang dihadapi. Semua aspek yang dikemukakan tersebut ditambah aspek
aspek lain, perlu mendapat pengamatan sistematik dan terintegrasi yang akan lebih
mencerminkan  fenomena penegakan hukm, yang sekaligus akan menjadi landasan yang lebih
kuat, kokoh dan  dalam upaya membangun sistem penegakan dan pelayanan hukum yang benar,
adil atau memuaskan.

II.2         FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEGAKAN HUKUM


DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

Pembaharuan dan penegakan hukum harus dimulai dari pemerintah, aparat hukum dan
masyarakat, sebab tidak mudah untuk menyadarkan tentang arti dan makna hukum yang
sesungguhnya, keberadaan lembaga-lembaga hukum di negara Indonesia tidak bekerja secara
maksimal karena disebabkan oleh faktor-faktor internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut
akan menjadi kendala dalam penegakan hukum di Indonesia. Dalam perkembangan  demokrasi
hukum selalu  dituntut untuk maju sesuai dengan paradigma hukum yang menjadi kewajiban kita
sebagai masyarakat yang harus peka terhadap perubahan disekitarnya dan juga merupakan
tantangan masa depan dalam membangun konstruksi  hukum yang sesuai dengan cita-cita negara
hukum. Masyarakat Indonesia yang heterogen dan majemuk serta mempunyai sistem sosial yang
berbeda-beda, dapat  memberi pengaruh dan warna terhadap hukum, oleh karena itu rancangan
konstruksi hukum harus disesuaikan dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan  norma-norma yang ada dalam
masyarakat.

Komponen komponen  penegakan hukum perlindungan konsumen  bukan sekedar proses


peradilan apalagi proses di pengadilan. Selain itu masih di dapati komponen komponen lain yang
besar peran dan pengaruhnya terhadap kegaduhan hukum kita.

Substansi atau aturan hukum yang ditegakkan  atau dilaksanakan Faktor ini merupakan output
dari sistem hukum atau norma-norma hukum yang dipergunakan untuk mengatur tingkah laku
manusia serta hak dan kewajiban manusia, yaitu mengatur pihak yang menegakan dan
melaksanakan hukum maupun pihak yang diatur atau yang terkena peraturan. Keberadaan
hukum tertulis ini tergantung pula terhadap kualitas para pembentuknya, sebab dalam pembuatan
hukum harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan bersifat stabil yang mampu bertahan
untuk jangka waktu yang lama, apabila pembentuk Undang-undang(“legal drafter”) atau
peraturan tertulis itu tidak berkualitas (ahli dan professional) maka jangan diharapkan dapat
memenuhi rasa keadilan bahkan hanya mementingkan penguasa dan merugikan rakyat atau
masyarakat.Permasalahan  substantif hukum adalah kuatnya paradigma positivisme hukum
berdasarkan pada tradisi sistem hukum “civil law” yang selalu menitik beratkan pada keberadaan
hukum positif sebagai dasar pengambilan keputusan sehingga orientasi utamanya adalah pada
pembuatan peraturan perundang-undangan seperti  yang telah dilakukan untuk mengganti produk
hukum warisan  Belanda yang bertentangan dengan prinsip negara hukum dan demokrasiSudah
menjadi pengetahuan yang luas, banyak dijumpai keadaan yang tidak atau belum memuaskan
mengenai aturan aturan hukum yang ditegakkan  ( Hukum substantif atau hukum materiil).

Kelembagaan Penegak Hukum pelaksanaan penegakan hukum adalah lembaga hukum yang


diciptakan oleh negara berdasarkan Undang-undang. Hal ini sebagai tolak ukur dalam penegakan
hukum di Indonesia yang harus juga di bangun sebagaimana yang telah dicita-citakan oleh
bangsa ini. Penegakan hukum oleh lembaga struktural ini tergantung pada kemampuan,
kejujuran (moral), keberanian, dan kemauan bekerja keras secara profesional manusia-manusia
yang ada di lembaga tersebut. Sistem lembaga peradilan yang ada belum mampu memberikan
pelayanan hukum yang memuaskan sehingga kepercayaan masyarakat mulai pudar terhadapnya,
yang terpenting lagi menejemen organisasi yang perlu dibenai dan di evaluasi kembali. Lahirnya
BPSK yang merupakan lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan (lihat pasal 49 ayat 1
UUPK) yang penyelesaiannya dilakukan dengan cara mediasi,  konsiliasi dan arbitrase
menyebabkan BPSK merupakan lembaga  non litigasi (ADR) atau sebagai lembaga penegak
hukum yang diakui keberadaannya oleh peraturan perundang-undangan.Adanya politik hukum
yang menyangkut lembaga peradilan yaitu dibangunnya system dinding dinding pemisah antara
pengadilan, kejaksaan dan kepolisian. Dinding dinding pemisah ini bukan saja menimbulkan
curiga dan saling menggunjing diantara para penegak hukum, tetapi dalam berbagai hal.
Perilaku Penegak Hukum aparatur hukum merupakan penyumbang atas buruknya sistem hukum
Indonesia, citra aparatur hukum sebagai mafia peradilan. Keadilan merupakan barang langka
bagi masyarakat, sebab pengadilan lebih merupakan tempat mencari kemenangan berdasarkan
kekuatan ekonomi dari tempat mencari keadilan.

Faktor Sarana dan Fasilitas Penegakan hukum tanpa adanya sarana atau fasilitas, maka tidak
mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan  lancar, sebab sarana dan fasilitas harus
mencakup sumber daya manuasia yang berpendidikan dan terampil, manajemen
peradilan/pengorganisasian yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan
kesejahteraan aparat penegak hukum yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan hidup mereka.
Karena tugas yang diemban sangatlah berat, oleh  sebab itu sarana dan prasarana merupakan
faktor yang mendukung dalam penegakan hukum, dengan demikian pelaksanaan penegakan
hukum bisa  secara optimal sesuai dengan rasa keadilan di dalam masyarakat. Dapat disimpulkan
bahwa sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum.
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegakan hukum dapat
menyerasikan peranan yang seharusnya dilakukan secara aktual.

BAB III

PENUTUP

III.1        KESIMPULAN

Dari tulisan di atas maka penulis mengambil beberapa kesimpulan berupa point-point penting
dari tulisan di atas yang sekiranya dapat menjadi harapan bagi seluruh konsumen di Indonesia
setelah terciptanya suatu sistem perlindungan konsumen yang baik oleh pemerintah, penegak
hukum dan produsen.

Pentingnya Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen aspek hukum merupakan bagian penting
yang tidak dapat dipisahkan dari negara Indonesia, sebab hukum sebagai tolak ukur dalam
pembangunan nasional yang diharapkan mampu memberikan kepercayaan terhadap masyarakat
secara luas dan melakukan pembaharuan secara menyeluruh di berbagai aspek.

Penegakan hukum perlindungan konsumen  merupakan bagian yang tidak terpisahkan  dari


pembangunan hukum dan sebagai komponen integral dari pembangunan nasional yang
dilaksanakan dalam rangka menegakkan pilar pilar negara hukum. Tujuan yang hendak dicapai
adalah mewujudkan  tujuan nasional sebagaimana  terpatri dalam  pembukaan UUD’45. Sejalan
dengan agenda prioritas pembangunan nasional serta rencana pemerintah jangka menengah
2004-2009, antara lain mengarahkan perlunya upaya pengamanan perdagangan dalam negeri dan
perlindungan konsumen. Upaya tersebut secara sinergi dan simultan dilakukan melalui program
pemberdayaan konsumen, penguatan kapasitas kelembagaan, optimalisasi pengawasan barang
beredar dan jasa serta kemetrologian.
Penegakan hukum perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan didasarkan kepada undang-
undang NO. 8. Tahun 1999 Tantang Pelindungan Konsumen (UUPK), KepPRES NO> 90 Tahun
2001 Tantang Pembentukan BPSK, Keputusan Memperindag RI NO. 301 Tahun 2001
Tentang  Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota dan Sektetariat BPSK, sertaKeputusan
Memperindag RI NO. 350 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK, maka
terbentuklah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di beberapa kota di Indonesia.

Manusia di dalam pergaulan hidup, pada dasarnya mempunyai pandangan-pandangan tertentu


mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Nilai-nilai tersebut menjadi pedoman atau dasar
bagi perbuatan atau sikap yang dianggap sesuai yang bertujuan untuk menciptakan, memelihara
dan mempertahankan kedamaian. Penegakan  hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan
perundang-undang semata, tetapi  penegakan supremasi hukum merupakan salah satu kunci
berhasil tidaknya suatu negara melaksanakan tugas pemerintahan secara umum dalam
pembangunan di berbagai bidang, termasuk di bidang perlindungan hak-hak konsumen.

III.2        SARAN

Manusia di dalam pergaulan hidup, pada dasarnya mempunyai pandangan-pandangan tertentu


mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Nilai-nilai tersebut menjadi pedoman atau dasar
bagi perbuatan atau sikap yang dianggap sesuai yang bertujuan untuk menciptakan, memelihara
dan mempertahankan kedamaian. Penegakan  hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan
perundang-undang semata, tetapi  penegakan supremasi hukum merupakan salah satu kunci
berhasil tidaknya suatu negara melaksanakan tugas pemerintahan secara umum dalam
pembangunan di berbagai bidang, termasuk di bidang perlindungan hak-hak konsumen. Ketika
aparat gagal memberikan perlindungan terhadap hak-hak konsumen, maka ini sebenarnya  dapat
dijadikan indikasi kegagalan membangun pemerintahan yang kuat.

Terpenuhinya harapan Konsumen yang pada hakekatnya melakukan transaksi dengan


beberapa harapan, terutama dalam memperoleh produk atau layanan yang sebaik-baiknya dalam
hal kualitas, jumlah serta harga yang kompetitif, dan dengan kondisi-kondisi yang sebaik-
baiknya. Konsumen juga memiliki harapan yang mendasar mengenai produk atau jasa yang
dikonsumsinya memenuhi persyaratan kesehatan, keselamatan dan keamanan.

Konsumen Mempunyai Akses yang Efektif Terhadap Informasi Konsumen yang cerdas dan
mandiri karena memiliki informasi yang benar, cenderung lebih kritis dan efektif bertransaksi.
Pemerintah berupaya untuk meningkatkan aksestabilitas masyarakat terhadap informasi-
informasi yang berkaitan dengan transaksi.

Kepastian hukum bagi konsumen dan pelaku usaha Kepercayaan konsumen terhadap pasar
bersifat saling memperkuat, dimana pasar yang ”bersahabat” dengan konsumen akan
membangun kepercayaan konsumen dan sebaliknya. Kepercayaan tersebut pada gilirannya
menimbulkan efek bola salju yang positif, baik bagi kalangan pelaku usaha maupun konsumen.
Untuk itu diperlukan keberadaan regulasi, hukum dan lembaga perlindungan konsumen yang
berkredibilitas dan dipercaya oleh konsumen dan mereka yang beraktifitas di pasar.
Akses Pemulihan yang Efektif, Konsumen mempunyai akses pemulihan ( redress ) yang
responsif dan penanganannya efektif dalam menghadapi pengaduan mereka. Keberadaan jalur,
mekanisme-prosedur, dan instrumen hukum perlindungan konsumen yang memadai akan
membawa pada perilaku konsumen yang kritis, berani dan mandiri. Akses ini meliputi antara
lain: jalur komunikasi antara konsumen dan pelaku usaha, akses layanan pengaduan atau
penyelesaian sengketa serta pemenuhan ganti rugi melalui mediasi atau arbitrasi secara non
litigasi, termasuk akses melalui lembaga peradilan.

Masyarakat, Pranata Masyarakat dan Dunia Usaha proaktif dalam upaya Perlindungan
Konsumen, Pemerintah memerlukan dukungan dan keterlibatan masyarakat, pranata masyarakat
dan dunia usaha agar dapat membangun perlindungan konsumen secara berkelanjutan.

Data dan Informasi yang cukup untuk perencanaan dan perumusan kebijakan, Keberadaan
data dan informasi yang memadai, akurat serta berkredibilitas adalah keharusan bagi
pengembangan kebijakan dan pengambilan keputusan yang tepat. DPK bersama stakeholder
perlindungan konsumen lainnya perlu melakukan inventarisasi, kalibrasi dan analisa data dan
informasi dalam upaya bersama memberdayakan konsumen.

Perumusan dan pelaksanaan kebijakan didasarkan atas prinsip perlindungan konsumen


yang disepakati, Upaya perlindungan konsumen mensyaratkan keterlibatan yang didasari
prinsip-prinsip perlindungan konsumen yang disepakati oleh segenap stakeholder perlindungan
konsumen (masyarakat, dunia usaha, akademisi, lembaga konsumen, media massa dan
pemerintah).

Kebijakan, proses produksi, dan distribusi barang serta jasa tidak menjadi sumber/jalur
stressor terhadap integritas perlindungan konsumen, Integritas perlindungan konsumen pada
hakekatnya berhulu pada kebijakan dan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya ekonomi yang
terkait dengan suatu barang dan jasa, pola dan metode produksi serta distribusinya.

Lembaga perlindungan konsumen yang berdaya guna, Kelembagaan perlindungan konsumen


yang kuat akan menjadi mitra Pemerintah sekaligus masyarakat dalam upaya pemberdayaan,
penegakan hukum sekaligus penasehat atau pertimbangan kebijakan pelaksanaan perlindungan
konsumen di Indonesia. Lembaga-lembaga konsumen perlu meningkatkan peran dan fungsinya,
baik secara mandiri maupun bermitra dengan pemerintah.

Lalu lintas barang dan atau jasa di, ke, dari Indonesia terpantau dan terkendali, Asas
keselamatan, kesehatan dan keamanan manusia menjadi asas tertinggi dalam kebijakan
perlindungan konsumen. Seperti penyakit sapi gila, mainan anak-anak dari china dan penyebaan
susu melamin produk china di Indonesia, yang diduga dapat mengakibatkan penyakit bahkan
kematian.

DAFTAR REFRENSI
 Prof. Dr. Tubagus Ronny R Nitibaskaara, Tegakan Hukum Gunakan Hukum, peradaban,
2001
 http://pkditjenpdn.depdag.go.id di unduh pada tanggal 18 desember 2010
   http://www.scribd.com di unduh pada tanggal 18 desember 2010
   http://www.okezone.com di unduh pada tanggal 18 desember 2010
   http://www.kompas.com  di unduh pada tanggal 18 desember 2010
Iklan

Anda mungkin juga menyukai