Anda di halaman 1dari 52

POLITIK AGRARIA MASA ORDE BARU

REPELITA IV SAMPAI VI

Kelompok 4 :

Imam Fahreza 180906042 Ardial R. Gajah 180906090

Taufiqurahman 180906026 David Ilhamiardi 180906017

Ikhlas Simbolon 180906057 Putri S Mawaddah 180906013

Joko R Sinurat 180906083 Mahendra Tp. Bolon 180906054

Faruq Rozy 180906044

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan
karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “POLITIK AGRARIA
MASA ORDE BARU REPELITA IV SAMPAI VII”. Meskipun banyak hambatan yang
kami alami dalam proses pengerjaan makalah ini, tetapi kami berhasil menyelesaikannya
tepat pada waktunya.

Tidak lupa juga kami sampaikan terimakasih kepada dosen pengajar yang telah membimbing
kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-
teman yang sudah memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan makalah ini.

kami sadar bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena itu kami
menerima saran dan kritik yang membangun. Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan
kepada teman-teman dari hasil makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat
menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama. Terima Kasih.
BAB 1
LATAR BELAKANG

1.1 LATAR BELAKANG UMUM

Tanah adalah salah satu alat utama bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan.
Pentingnya arti tanah bagi kekehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia itu sama
sekali tidak dapat dipasahkan dari tanah. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan
pangan dengan cara mendayagunakan tanah. Indonesia adalah negara agraris dimana mata
pencaharian mayoritas penduduknya adalah bercocok tanam. Secara geografis, indonesia
yang juga merupakan negara kepulauan memiliki potensi alam yang besar tidak hanya dalam
bidang kelautan tapi juga dalam pengolahan pertanian.

Dalam satu lintasan sejarah tertentu, bangsa indonesia secara khusus pernah
merasakan sebuah keberpihakan pemerintah terhadapa rakyatnya melalui usaha menjadikan
“agraria” sebagai titik pijak menuju keadilan sosial yang telah dicita-citakan bersama. Akan
tetapi, dalam lintasan sejarah tertentu pula, bangsa indonesia pernah mengalami suatu fase
ketika “agraris” menjadi faktor terjadinya konflik dan kemiskinan struktural yang dirasakan
masyrakat di indonesia, pembangunan agraria sudah dimulai sejak zaman orde lama yang
dari awal memiliki dinamika yang panjang. Pembangunan agraria sudah dimulai sejak zaman
ordde lama yang dari awal memiliki dinamika yang panjang. Dimulai setelah 15 tahun
indonesia merdeka, pada tanggal 24 september 1960, lahirlah “Undang-Undang no 5 Tahun
1960 tentang pengaturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang kemudian dikenal dengan UUPA.

Hanya saja, sebelum Unang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok agraria tersebut dapat terlakna secara optimal dan sepeuhnya apa yang
diprogramkan dalam Reformasi agraria pada masa orde lama, telah terjadi sebuah tragedi
pada tahun 1965, yang kemudian tampuk kekuasaan berpindah ke tangan Soeharto , Undang–
Undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok agraria tersebut sama sekali
tidak dijadikan rujukan dalam setiap pengambilan keputusan politik terkait masalah agraria
tersebut sama sekali tidak dijadikan rujukan dalam setiap pengambilan keputusan politik
terkait masalah agraria, namun tidak dihapuskan.

Ciri kebijakan pemerintah Orde Baru ditandai oleh dua hal pokok, yaitu : pertma,
secara umum, strategi pembangunannya mengandalakan kepada bantuan, hutang, investasi
dari luar negeri, dan kedua tidak berbasis potensi rakyat. Dan oleh sebab itulah alasan
mengapa kami ingin membahas mengenai politik agraria pada masa orde baru, dikarenakan
adanya kebijkan-kebijakan yang di buat oleh soeharto yang pernah membawa
indoneisameraih swasembada beras dan bahkan pernah mengimpor beras ke afrika.

1.2 LATAR BELAKANG KHUSUS

Pada tiga tahun pertama pemerintahan Soeharto, beliau langsung menggebrak dengan
program kerjanya yang dinamakan Pelita/Repelita.Repelita atau rencana pembangunan lima
tahun adalah satuan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah orde baru di indonesia.
Repelita sendiri mulai dicanangkan sejak tahun 1 April 1969 hingga 31 maret 1974 (Repelita
I) dan menjadi fokus kajian kelompok kami sendiri yakni Repelita IV sampai dengan
Repelita VI. Setiap Repelita sebetulnya memiliki titik fokus yang ingin di capai setiap satuan
perencenaan seperti Repelita IV yang memiliki fokus perencanaan pada sektor pertanian
menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin
industri itu sendiri. Hasilnya baru dapat dicapai pada tahun 1984 dimana indonesia baru
sanggup mewujudkan hal tersebut dengan sanggup memproduksi 25,8 ton beras.

Dan kesuksesan tersebut mendapatkan penghargaan dari FAO (organisasi pangan dan
pertanian dunia) selain itu program KB dan rumah untuk keluarga juga menjadi titik fokus
yang ingin di dicapai. Kemudian repelita V, menitik beratkan meningkatkan pertanian dan
mengahasilkan barang ekspor. Repelita VI yang dimana dikatakan proses indonesia dikatakan
sebagai proses tinggal landas indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan
sendiri dengan menitik beratkan pembangunan ekonomi dan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya dan pada periode satuan pembangunan terjadi krisis moneter yang
melanda negara-negara asia tenggara termasuk indonesia , dan hal tersebut jugalah yang
menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

1.3 Teori

Kata "agraria" berasal dari istilah agrarius, ager (Latin) atau agros (Yunani), akker
(Belanda) yang artinya tanah pertanian. lstilah "agraria" ini dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai: "urusan tanah pertanian atau urusan pemilikan tanah".

Menurut Urip Santoso Politik Agraria adalah garis besar kebijaksanaan yang dianut
oleh Negara dalam memelihara, mengawetkan, memperuntukkan, mengusahakan, mengambil
manfaat, mengurus dan membagi tanah dan sumber alam lainnya termasuk hasilnya untuk
kepentingan kesejahteraan rakyat dan Negara, yang bagi Negara Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang dasar (UUD) 1945.

G. Kartasapoetra, politik agraria adalah sebuah kebijakan yang mempersoalkan


masalah pertanahan atau yang terdiri dari sekumpulan norma yang mengatur manusia dalam
masalah pertanahan agar tanah tersebut bermanfaat bagi kesejahteraan manusia.

Diindonesia sendiri kementerian agraria dibentuk pada tahun 1955, melalui keputusan
presiden no 55 tahun 1955 pada awalnya hanya diatur dalam departemen dalam negeri.

1.4 Repelita IV

Dilaksanakan pasa tanggal 1 April 1984 hinggan 31 maret 1989. Titik beratnya adalah sektor
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin industri itu sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap
perekonomian indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskla
sehingga keberlangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan. . Selain swasembada
pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.
Tujuan pembangunan Repelita IV ialah :
Meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, dan kesejahteraan seluruh rakyat yang semakin merata dan
adil meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya.
Berdasarkan hasil-hasil pembangunan dalam Repelita III serta belajar dari pengalaman berharga
selama Repelita I, II dan III yang sudah dilaksanakan sampai sekarang, maka bangsa Indonesia telah
bertekad untuk mempercepat tercapainya sasaran utama pembangunan jangka panjang yaitu
terciptanya landaan yang kuat bagi Bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas
kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Landasan
yang kuat tersebut meliputi bidang Ekonomi, Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha
Esa; Sosial Budaya, Politik, dan Pertahanan Keamannan, sebagaimana ditetapkan di dalam Garis-
garis Besar Haluan Negara. Oleh karena itu dalam Repelita IV akan diusahakan terciptanya kerangka
landasan untuk tumbuh dan berkembang terus agar kemudian dapat dimantapkan terus dalam
Repelita V, sehingga dalam Repelita VI nanti bangsa Indonesia sudah benar-benar dapat tinggal
landas untuk memacu pembangunan menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.

1
Adapun sasaran pembangunan Repelita IV sesuai dengan Pola Umum Pembangunan Jangka
1
Jangka panjang II, Lustrum ke-7 fakultas Ekonomi UGM,1990.
Panjang diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian
untuk melanjutkan usaha-usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang
dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun ringan yang akan terus
dikembangkan dalam Repelita-Repelita selanjutnya. Sejalan dengan prioritas pada pembangunan
ekonomi tersebut, maka pembangunan dalam bidang politik, sosial budaya, pertahanan keamanan
dan lain-lain akan semakin ditingkatkan sepadan dan agar saling menunjang dengan kemajuan-
kemajuan yang dicapai oleh pembangunan di bidang ekonomi.
mendorong pembagian hasil-hasil pembangunan yang makin merata dan makin memperluas
kesempatan kerja. Bersamaan dengan langkah-langkah ini juga akan ditingkatkan usaha untuk
memecahkan masalah-masalah yang dalam Repelita III telah ditangani tetapi belum dapat
sepenuhnya dipecahkan, seperti masalah peningkatan laju pembangunan di daerah-daerah tertentu,
peningkatan produksi pangan dan kebutuhan pokok lainnya, peningkatan kemampuan golongan
ekonomi lemah, Koperasi, Kependudukan, pemilikan dan penggunaan tanah, transmigrasi,
perumahan, perluasan fasilitas dan peningkatan mutu pendidikan, pelayanan kesehatan dan gizi,
pembinaan hukum, ketertiban masyarakat, kelestarian lingkungan hidup serta masalah-masalah lain
di berbagai bidang pembangunan.
Dalam Repelita IV akan dilanjutkan dan ditingkatkan kebijaksanaan pembangunan yang
berlandaskan pada 2Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang
menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut
saling berkaitan dan perlu tetap dikembangkan secara serasi agar saling memperkuat. Dalam rangka
pelaksanaan unsur pertama Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-
hasilnya, akan dilanjutkan dan makin diperluas pelaksanaan Delapan Jalur Pemerataan, sehingga
secara keseluruhan keadilan sosial akan mendapat perhatian yang lebih besar dalam Repelita IV.
Kedelapan Jalur Pemerataan tersebut adalah :
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak, khususnya pangan, sandang dan
perumahan.
Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Pemerataan pembagian pendapatan.
Pemerataan kesempatan kerja.
Pemerataan kesempatan berusaha.
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan
kaum wanita.
2
https://poskota.co.id/2018/03/12/trilogi-pembangunan/
Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
dalam Repelita IV akan ditingkatkan pula usaha untuk memelihara ketertiban dan kepastian hukum
yang mampu mengayomi masyarakat, sebagai salah satu syarat bagi terciptanya stabilitas nasional
yang mantap. Dalam rangka ini akan dilanjutkan dan ditingkatkan langkah-langkah untuk membina
dan mengembangkan kemampuan dan kewibawaan aparatur pemerintah pada umumnya dan
aparatur penegak hukum pada khusus-nya, di samping memperluas usaha pembinaan kesadaran
hukum dikalangan masyarakat pada umumnya. Usaha-usaha ini sekaligus dimaksudkan untuk
mendorong makin berkembangnya kreativitas masyarakat, meningkatkan gairah hidup dan
memperluas partisipasi rakyat dalam pelaksanaan pembangunan.

3
Secara sektoral laju pertumbuhan di berbagai sektor penting selama Repelita IV adalah sebagai
berikut : sektor pertanian diperkirakan tumbuh dengan rata-rata sekitar 3% dan sektor pertambangan
dengan 2,4% per tahun, sedangkan sektor-sektor lainnya berkembang dengan laju relatif lebih tinggi,
antara lain sektor industri berkembang dengan 9,5%, sektor angkutan dan komunikasi dengan 5,2%,
serta sektor bangunan dengan 5%. Berdasarkan laju pertumbuhan sektor-sektor tersebut, maka peranan
sektor pertanian akan turun dari 29,2% dalam tahun 1983-1984 menjadi 26,4% dalam tahun 1988-1989,
sedangkan peranan sektor-sektor di luar pertanian akan meningkat dari 70,8% menjadi 73,6%. Dengan
demikian berarti bahwa bangsa Indonesia akan melangkah lebih maju lagi ke arah tercapainya suatu
struktur perekonomian yang makin seimbang.
Salah satu faktor yang besar peranannya dalam pembangunan adalah laju pertumbuhan penduduk,
penyebaran, dan struktur umur penduduk. Jumlah penduduk selama 5 tahun mendatang sangat
ditentukan oleh usaha-usaha di masa yang lampau maupun di masa datang, khususnya usaha untuk
menurunkan tingkat kelahiran melalui program keluarga berencana.
Tujuan pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi adalah untuk merubah struktur perekonomian
Indonesia agar menjadi lebih seimbang. Keseimbangan struktur yang lebih sehat ini sangat diperlukan
agar dapat diletakkan landasan yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan selanjutnya dan juga
untuk makin memperkuat ketahanan ekonomi. Oleh karena itu, maka diusahakan agar laju
pertumbuhan sektor-sektor di luar perta- nian adalah lebih besar dari pertumbuhan sektor
pertanian, sedangkan sektor pertanian sendiri laju pertumbuhannya juga akan terus ditingkatkan dengan
tujuan antara lain untuk memantapkan swasembada pangan.
Untuk pelaksanaan Repelita IV dengan sasaran laju pertumbuhan ekonomi sebesar rata-rata 5% setahun

3
Bungaran saragih.1998. “Strategi Pengembangan Pertanian Pasca Orde Baru”. dalam usahawan. No.10/Th.
XXVII. Mei 1997
serta berbagai sasaran pembangunan lainnya diperlukan dukungan investasi yang memadai. Untuk itu
investasi akan ditingkatkan dengan rata-rata 19,1% setahun.
4
Dalam Repelita IV pembangunan industri diprioritaskan pada industri yang dapat menghasilkan
mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan yang akan terus dikembangkan
dalam Repelita-Repelita selanjutnya. Juga akan dikembangkan industri yang dapat menjamin
pengadaan bahan Baku dan bahan penolong dalam rangka menghasilkan nilai tambah yang lebih besar.
Di samping itu akan ditingkatkan langkah-langkah untuk mengembangkan penguasaan teknologi dan
keteknikan yang diperlukan oleh industri permesinan. Selanjutnya akan lebih dikembangkan berbagai
industri seperti industri maritim, industri penerbangan, industri alat-alat berat, industri elektronika
serta industri lainnya yang dapat menunjang pertahanan keamanan nasional. Demikian pula pemba-
ngunan industri yang menunjang sektor pertanian dan mengolah hasil pertanian akan dilanjutkan dan
ditingkatkan.
Dalam rangka pembangunan industri yang makin berkembang dan mantap, akan dilanjutkan
usaha-usaha pengembangan Industri di daerah-daerah yang memiliki potensi sumber alam
dan potensi pertumbuhan lainnya. Berkaitan dengan hal ini, dalam rangka makin
memperkokoh kesatuan ekonomi nasional, maka akan ditingkatkan keterkaitan
pengembangan industri antar daerah. Usaha-usaha pembangunan industri ini dilaksanakan
melalui pengembangan dan pemantapan Zona-zona Industri, Kawasan-kawasan Industri,
Perkampungan Industri Kecil, Sarana industri permesinan direncanakan peningkatan kapasitas
Industri permesinan yang ada. Di bidang industri kapal akan ditingkatkan kapasitas galangan kapal dan
kapasitas reparasi. Di bidang industri pesawat terbang akan ditingkatkan produksi pesawat terbang dan
helikopter berbagai jenis. Dalam industri agrokimia, kapasitas produksi urea dan ZA ditingkatkan
menjadi masing-masing 5,6 juta ton per tahun dan 650 ribu ton per tahun. Industri selulosa dan serat
juga akan mengalami kenaikan kapasitas produksi dengan diselesaikannya proyek-proyek kertas Leces
dan Cilacap. Kelompok aneka industri diperkirakan tumbuh dengan 6% per tahun dengan kemampuan
menyerap tenaga kerja baru sekitar 400 ribu orang.
5
Dalam Repelita IV usaha memantapkan swasembada pangan dilakukan melalui peningkatan
intensifikasi, diversifikasi dan ekstensifikasi, baik dilahan basah maupun dilahan kering pada padi,
palawija, hortikultura, perkebunan dan peternakan serta perikanan. Dalam usaha memperbaiki
mutu makanan akan dilakukan intensifikasi pemanfaatan lahan pekarangan.
Dalam rangka usaha memperluas ekspor, subtitusi impor dan pengembangan industri dalam negeri,
akan ditingkatkan peran serta petani, perusahaan-perusahaan kecil, menengah dan besar disektor

4
Hutauruk, M.1985. Garis Besar ilmu politik pelita keempat 1984-1989. Jakarta; penerbit Erlangga
5
Rencana pembangunan lima tahun kelima 1989/1990-1993/1994, Buku I
pertanian, industri pengolahan dalam penanganan pasca panen, serta perusahaan-perusahaan jasa
perdagangan, pengangkutan dan perbankan.
Usaha ekstensifikasi di bidang ini meliputi usaha perluasan perkebunan yang dilaksanakan terutama
melalui sistem Perkebunan Inti Rakyat (PIR) sedangkan usaha peremajaan melalui unit pelaksana
proyek (UPP) terutama untuk budidaya tanaman karet, kelapa sawit, kelapa (hybrida dan kelapa
dalam), tebu dan kapas.
Kegiatan reboisasi dan penghijauan selain merupakan sebahagian dari upaya penyelamatan hutan,
tanah dan air untuk melindungi investasi dan hasil-hasil pembangunan terhadap bahaya kerusakan
karena banjir, kekeringan dan pelumpuran, juga untuk memperbaiki penyediaan sumberdaya air bagi
berbagai keperluan dan memperbaiki kesuburan tanah yang makin berkurang karena erosi dan
pemiskinan hara.
Perluasan areal pertanian di luar Jawa akan lebih ditingkatkan lagi balk di tanah kering, maupun tanah
basah. Kegiatan-kegiatan ini dikaitkan dengan usaha pembinaan transmigrasi dan pemukiman
kembali penduduk. Di samping itu dalam rangka perluasan dan peremajaan tanah perkebunan serta
peningkatan produktivitasnya akan dilaksanakan diversifikasi tanaman pangan dan peternakan.
Peningkatan produksi perikanan dari basil tambak dan perairan pantai dilaksanakan dalam
rangka memperbaiki kehidupan nelayan dan memajukan desa pantai. Untuk itu kegiatan bim-
bingan dan latihan-latihan keterampilan para nelayan akan terus ditingkatkan dan dilaksanakan
secara terpadu dengan kegiatan perkreditan dan perbaikan pemasarannya. Dalam usaha budi daya
perikanan tambak dan kolam maka pembangunan sarana dan prasarananya akan ditingkatkan antara
lain berupa pembangunan dan rehabilitasi balai-balai benih ikan/udang dan saluran-saluran irigasi.
Usaha perluasan pertambakan di antaranya akan dilakukan melalui Tambak Inti Rakyat di daerah-
daerah yang memiliki potensi untuk itu. Pengembangan perikanan lepas pantai diarahkan pada
perusahaan-perusahaan perikanan dengan kapal-kapal penangkapan ikan ukuran besar, dalam rangka
memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif.
Areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) akan dikembangkan menjadi unit-unit pengusahaan hutan
dengan pengelolaan intensif melalui perencanaan pengusahaan yang mantap. Selain itu akan
dikembangkan pula Hak Pengusahaan Hutan Tanaman meliputi hak dan kewajiban membangun
hutan tanaman, memelihara dan memungut hasilnya.
Penggunaan tanah akan dikendalikan secara efektif sehingga sesuai dengan daya dukung dari sumber
daya alamnya. Penggunaan tanah pertanian dengan prasarana irigasi untuk tujuan-tujuan non
pertanian akan dibatasi. Penguasaan dan pemilikan tanah yang digunakan tidak secara produktif dan
tidak dipelihara akan lebih ditertibkan lagi. Pemilikan tanah dan pengalihan hak atas tanah yang
mengarah pada perluasan pemi-likan yang melebihi ketentuan yang berlaku atau pembagian tanah
yang sangat kecil akan dicegah. Demikian pula pengalihan hak atas tanah untuk tujuan-tujuan
spekulatif akan ditertibkan.
Dalam mengusahakan keseimbangan dan keserasian guna memenuhi kebutuhan air untuk berbagai
sektor pembangunan, baik untuk pertanian maupun non pertanian, dalam keterbatasan penyediaan
dan potensi sumber-sumber air, maka pemanfaatan sumber air akan dilaksanakan berdasarkan
prioritas kebutuhan. Untuk daerah pemukiman dan kota-kota besar serta wilayah industri,
pengembangan sumber-sumber air diutamakan bagi penyediaan air baku kebutuhan rumah tangga
dan industri, sedangkan di daerah-daerah atau pusat-pusat pengembangan pertanian akan diarahkan
untuk meningkatkan penyediaan air irigasi.
Dengan langkah-langkah dan kebijaksanaan tersebut dihaapkan produksi beras akan meningkat dari
23.462 ribu ton pada tahun 1983, menjadi 28.624 ribu ton pada akhir Repelita IV, atau dengan laju
pertumbuhan produksi beras sebesar rata-rata 4 % setiap tahun. Perkiraan tersebut diperoleh dari luas
panen sebesar 9.726 ribu ha, dan basil rata-rata per ha sebesar 2,94 ton beras.
Dalam Repelita IV akan dilaksanakan kebijaksanaan dan langkah-langkah di bidang kependudukan
dan keluarga berencana yang terpadu dan menyeluruh sebagai berikut :
mengusahakan kebijaksanaan dan langkah-langkah yang menyeluruh dan terpadu antara berbagai
bidang pembangu- nan untuk menanggulangi akibat perkembangan penduduk.
mengusahakan kebijaksanaan dan langkah-langkah kependudukan untuk mempengaruhi dan
mengendalikan kelahiran, menurunkan tingkat kematian terutama tingkat kematian anak anak,
memperpanjang harapan hidup, mengusahakan penyebaran penduduk dan tenaga kerja yang lebih
seimbang serta meningkatkan kualitas hidup.
meningkatkan pengetahuan mengenai pengaruh timbal balik antara kependudukan dan pembangunan
dalam rangka meningkatkan pelaksanaan kebijaksanaan kependudukan yang menyeluruh dan
terpadu.
Pada tahun 1983 penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 158,1 juta dan akan meningkat,
menjadi 175,6 juta orang pada tahun 1988. Perkiraan tersebut didasarkan pada anggapan apabila
program keluarga berencana berhasil menurunkan tingkat kelahiran rata-rata 2,0% per tahun,
sehingga laju pertumbuhan penduduk dalam Repelita IV turun menjadi sekitar 2% per tahun dari
2,3% per tahun selama Repelita III.
Pokok-pokok kebijaksanaan dan program-program untuk mencapai tujuan dan sasaran-sasaran
Repelita IV sebagaimana diuraikan diatas merupakan Panca Krida Kabinet Pembangunan IV, yakni :
(1) Meningkatkan Trilogi Pembangunan yang didukung oleh Ketahanan Nasional;
(2) Meningkatnya pendayagunaan Aparatur Negara menuju terwujudnya Pemerintahan yang bersih
dan berwibawa;
(3) Meningkatnya pemasyarakatan ideologi Pancasila dalam mengembangkan Demokrasi Pancasila
dan P4 dalam rangka memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa;
(4) Pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasio nal dan
(5) Terlaksananya Pemilihan Umum yang langsung, umum, bebas dan rahasia dalam tahun 1987.

1.5 Repelita V

Pembangunan Pembangunan dan Pariwisata di akhir Repelita V

pembangunan perhubungan yang meliputi pembangunan perhubungan darat, laut dan udara,
telekomunikasi serta pos dan giro diarahkan untuk memperlancar arus manusia, barang dan jasa serta
informasi ke seluruh penjuru Tanah Air. Dengan demikian perhubungan akan memperlancar roda
perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan
Nusantara, serta makin meningkatkan ketahanan nasional. Pembangunan perhubungan dilaksanakan
secara serasi dan terpadu baik dalam sektor perhubungan sendiri maupun dalam hubungannya dengan
sektor-sektor pembangunan lainnya dan selalu memperhatikan kelestarian kemampuan sumber alam
dan lingkungan serta penghematan penggunaan energi

Tujuan utama pembangunan perhubungan dalam Repelita V adalah meningkatkan


kemampuan perhubungan agar dapat memenuhi kebutuhan secara lebih luas, tertib, teratur,
aman, lancar, cepat dan efisien dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat serta mampu
menunjang kehidupan masyarakat dan mendorong pemerataan pembangunan ke seluruh
wilayah Tanah Air.

Tujuan itu akan dapat dicapai terutama dengan jalan mening-katkan efisiensi dan mutu pelayanan
dalam pengelolaan usaha perhubungan. Langkah-langkah yang juga perlu ditingkatkan untuk itu
adalah mengembangkan dan memanfaatkan teknologi perhubungan yang tepat, menyelenggarakan
pendidikan dan latihan untuk penyediaan tenaga kerja yang ahli dan terampil, dan melaksanakan
penyederhanaan peraturan agar meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyediaan jasa
perhubungan

Selain dari pada itu, tujuan pembangunan perhubungan adalah mendorong pemerataan pembangunan
ke seluruh wilayah Tanah Air. Untuk mencapai hal itu langkah yang perlu ditingkatkan adalah
mengembangkan jaringan dan jasa perhubungan yang diarahkan untuk melayani daerah pedesaan,
daerah dan pulau terpencil, daerah transmigrasi dan daerah perbatasan. Dalam hal ini perhatian
khusus perlu diberikan kepada pengembangan angkutan perintis baik di darat, laut maupun di udara
dan didukung dengan pengembangan jaringan jalan yang menghubungkan daerah-daerah yang
terpencil dengan daerah-daerah yang lain. Pengembangan-pengembangan tersebut akan mendukung
pengembangan daerah pemukiman baru, termasuk pemukiman transmigrasi, dan pengembangan
daerah perbatasan dan membantu pembangunan daerah yang dilaksanakan secara terpadu dan serasi.
Selanjutnya keselamatan dan keamanan perhubungan baik di darat, di laut maupun di udara harus
terus menerus ditingkatkan

Pembangunan perhubungan dilaksanakan dengan memperhatikan kelestarian kemampuan sumber


daya alam serta lingkungan dan diupayakan agar sejalan dengan usaha penghematan energi. Secara
keseluruhan keberhasilan pembangunan perhubungan akan membantu memperlancar roda
perekonomian. Di samping itu keberhasilan pembangunan perhubungan juga akan makin
memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam mewujudkan Wawasan Nusantara, dan makin
dapat meningkatkan ketahanan nasional Negara

Pembangunan kepariwisataan akan ditingkatkan dengan tujuan mengembangkan dan


mendayagunakan sumber dan potensi kepariwisataan nasional agar menjadi kegiatan ekonomi yang
dapat diandalkan. Dengan meningkatkan kegiatan-kegiatan kepariwisataan akan membantu
memperbesar penerimaan devisa, memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan
kerja, terlebih-lebih bagi masyarakat setempat. Di samping itu peningkatan tersebut akan mempunyai
dampak mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mengembangkan nilai dan budaya
bangsa, memperkenalkan keindahan alam dan negara. Dalam hubungan ini perlu diperhatikan agar
dalam melaksanakan pembangunan kepariwisataan tetap dijaga terpeliharanya kepribadian bangsa
dan kelestarian serta mutu lingkungan hidup. Pembangunan kepariwisataan dilakukan secara
menyeluruh dan terpadu dengan sektor-sektor pembangunan lainnya. Dalam pada itu akan dijaga
agar antara berbagai usaha kepariwisataan dan antara usaha-usaha kepariwisataan yang kecil,
menengah dan yang besar dapat serasi dan Baling menunjang

Pariwisata dalam negeri akan dikembangkan dan di samping untuk memperluas kesempatan kerja
dan kesempatan usaha, akan diarahkan untuk memupuk rasa cinta Tanah Air dan bangsa serta
menanamkan jiwa, semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka lebih memperkokoh
persatuan dan kesatuan nasional. Usaha pembinaan dan pengembangan kepariwisataan dalam negeri
ditujukan pula untuk meningkatkan kualitas kebudayaan bangsa, memperkenalkan kekayaan
peninggalan sejarah serta keindahan alam, termasuk alam bahari, di berbagai daerah di seluruh pe-
losok Tanah Air. Sehubungan dengan itu pelayanan dan penyelenggaraan wisata untuk masyarakat
terutama untuk golongan remaja dan pemuda akan ditingkatkan.

Dalam rangka pembangunan kepariwisataan juga akan ditempuh langkah-langkah terpadu yang
terarah pada pengembangan obyek-obyek wisata dan kegiatan promosi serta pemasarannya, baik di
dalam maupun di luar negeri. Di samping itu kegiatan pendidikan dan latihan kepariwisataan,
penyediaan sarana dan prasarana, peningkatan mutu dan kelancaran pelayanan pariwisata akan
ditingkatkan. Untuk mendukung hal tersebut kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan
kepariwisataan akan ditingkatkan melalui usaha-usaha penyuluhan dan pembinaan kelompok-
kelompok seni budaya, industri kerajinan dan usaha-usaha lain. Dalam rangka peningkatan usaha
kepariwisataan akan dicegah hal-hal yang dapat merugikan kehidupan masyarakat dan bangsa

Pembangunan perhubungan diarahkan untuk memperlancar arus manusia, barang dan jasa serta
informasi yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan memperhatikan kemampuan dan
kelestarian sumber alam dan lingkungan serta penghematan penggunaan energi. Hal tersebut
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kemampuan perhubungan dalam memperlancar roda
perekonomian agar dapat menunjang kehidupan masyarakat dan mendorong pemerataan
pembangunan ke seluruh wilayah TanahAir. Sejalan dengan itu ditingkatkan pula pembangunan
kepariwisataan melalui langkah yang serasi dan terpadu agar tumbuh menjadi kegiatan ekonomi yang
dapat diandalkan sehingga dapat memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha serta me-
ningkatkan kualitas kehidupan bangsa

-KEADAAN DAN MASALAH

pembangunan perhubungan selama Repelita IV telah dipadukan dan diserasikan prioritasnya dengan
perkembangan kegiatan dan pertumbuhan masing-masing sub sektor perhubungan. Dalam kaitan ini
upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas penyediaan jasa perhubungan telah diutamakan dengan
menyempurnakan peraturan-peraturan di bidang perhubungan, sehingga dapat pula meningkatkan
keterandalan dan mutu pelayanan kepada rakyat banyak

Walaupun telah diupayakan peningkatan kemampuan dalam penyediaan jasa perhubungan yang
cukup, murah, aman dan lancar, karena luasnya wilayah Nusantara maka dengan kapasitas prasarana
dan sarana yang ada pada akhir Repelita IV masih terdapat wilayah-wilayah yang belum dapat
terlayani ke butuhannya akan prasarana dan sarana perhubungan secara memadai. Keadaan dan
masalah yang pada permulaan Repelita V terdapat dalam sub sektor masing-masing dipaparkan
dalam uraian di bawah ini.
-Kebijaksanaan dan langkah-langkah

Repelita V diarahkan untuk dapat mendorong tercapainya kenaikan produksi barang dan jasa di
seluruh sektor pembangunan. Selain itu pembangunan perhubungan bertujuan pula mendorong
terlaksa nanya pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah Tanah Air, dengan mengutamakan
pembangunan perhubungan untuk daerah pe-desaan, daerah dan pulau terpencil, daerah transmigrasi
dan daerah perbatasan. Pelaksanaan pembangunan perhubungan, di samping akan memperlancar
pelaksanaan roda perekonomian, juga akan membantu usaha memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa dan usaha mewujudkan Wawasan Nusantara, serta dapat makin meningkatkan ketahanan
nasional.
Sasaran langsung pembangunan perhubungan adalah untuk dapat memperlancar arus manusia barang
dan jasa serta informasi keseluruh penjuru Tanah Air. Sasaran itu dicapai dengan jalan meningkatkan
pembangunan perhubungan darat, perhubungan laut dan perhubungan udara, telekomunikasi serta
pos dan giro. Di samping itu dalam rangka meningkatkan mutu pela-yanan dan produktivitas
prasarana dan saran perhubungan akan ditingkatkan kegiatan operasi dan pemeliharaan di masing-
masing subsektor

Pembangunan perhubungan selama Repelita V dilaksanakan secara serasi dan terpadu, baik
dalam lingkungan sektor perhubungan sendiri maupun dalam hubungannya dengan sektor-sektor
pembangunan lainnya. Tercapainya keserasian dan keterpaduan itu diharapkan akan dapat
meningkatkan hasil-hasilnya berupa prasarana dan sarana yang memungkinkan terlaksananya
kegiatan-kegiatan perhubungan yang lebih luas, tertib, teratur, aman, lancar, cepat dan efisien
dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Khusus bagi daerah pedesaan, daerah dan pulau
terpencil, daerah transmigrasi dan daerah perbatasan pelaksanaan pembangunan perhubungan akan
ditingkatkan secara lebih serasi dan terpadu serta saling menunjang dengan bidang-bidang lainnya

Dalam rangka pengembangan potensi perhubungan nasional perlu dilaksanakan penyederhanaan


peraturan di berbagai bidang perhubungan. Penyederhanaan peraturan di berbagai bidang akan
dapat mendorong peningkatan peran serta masyarakat dan peningkatan mutu pelayanan serta
peningkatan efisiensi dalam pengelolaan usaha perhubungan. Di samping itu langkah-langkah yang
juga perlu dilanjutkan adalah pengembangan dan pemanfaatan teknologi perhubungan yang tepat.
Langkah lain yang juga masih sangat diperlukan adalah penyelenggaraan pendidikan dan latihan
untuk penyediaan tenaga kerja yang ahli dan terampil. Dalam pendidikan dan latihan yang
diselenggarakan perlu diperhatikan pembinaan jiwa kebaharian dan kedirgantaraan. Selanjutnya
prasarana dan sarana keselamatan dan ke-amanan perhubungan baik di darat, di laut maupun di
udara juga perlu terus ditingkatkan.

langkah kebijaksanaan yang akan dilaksanakan dalam masing-masing sub sektor adalah sebagai
berikut.
1. Perhubungan Darat

Pembangunan perhubungan darat dalam Repelita V dilanjutkan dengan tujuan agar dapat
meningkatkan penyediaan, kemampuan, dan pelayanan angkutan jalan raya, angkutan kereta api,
serta angkutan sungai, danau dan penyeberangan dan angkutan di wilayah perkotaan.

a. Jalan dan Jembatan

langkah-langkah di bidang Jalan dan Jembatan dalam Repelita V adalah melanjutkan kegiatan
pembangunan jalan dengan mengutamakan pembangunan jaringan jalan di pusat-pusat
pertumbuhan dan pusat-pusat produksi serta jalan yang menghubungkan daerah produksi dengan
daerah pemasarannya. Selain dari itu diutamakan pula pembangunan jalan untuk membuka daerah
terpencil dan jalan yang mendukung pengembangan pemukiman transmigrasi. Pembangunan jalan
dalam kota yang lalu lintasnya sangat padat juga akan dilanjutkan dan ditingkatkan.

Pelaksanaan pembangunan jalan dan jembatan selama Repelita V diarahkan agar


pengembangannya dapat membentuk sistem jaringan jalan yang terpadu yang terdiri dari jalan
nasional, jalan propinsi, jalan kotamadya dan jalan kabupaten. Keterpaduan sistem tersebut dapat
mendukung peningkatan kemampuan perhubungan darat yang lebih luas dan efisien diseluruh dae-
rah. Dengan demikian sistem jaringan yang ada akan dapat melayani kebutuhan masyarakat secara
optimal

Sasaran utama pembangunan jaringan jalan nasional dan propinsi adalah meningkatkan
kemampuan teknis jaringan jalantersebut. Dengan peningkatan itu diharapkan pada akhir
Repelita V jaringan jalan nasional dan propinsi yang telah berada dalam kondisi mantap
semakin meningkat. Di samping itu kegiatan pemeliharaan yang terencana dan berjadwal
teratur akan ditingkatkan
sehingga jalan dapat
dipertahankan dalam keadaan baik. Mengingat sebagian besar dari jaringan jalan tersebut
mempunyai fungsi sebagai jalan arteri dan jalan kolektor, maka melalui program
peningkatan diupayakan agar jaringan jalan tersebut mempunya I kemampuan teknis yang
lebih tinggi, terlebih-lebih mengingat jaringan jalan tersebut melayani angkutan jalan raya
dengan daya angkut kendaraan yang besar. Diharapkan jaringan jalan tersebut dapat
menunjang kelancaran angkutan dari pusat-pusat produksi ke daerah pemasarannya
secara optimal

Tujuan utama pembangunan jalan kabupaten dalam Repelita V adalah memperpanjang


jaringan jalan kabupaten yang berada dalam kondisi mantap. Di samping itu melalui
peningkatan kegiatan pemeliharaan yang teratur dan mantap kondisinya dapat
dipertahankan. Dengan demikian dapat diperluas jaringan jalan dalam kondisi mantap dan
terpadu yang akan mampu mendukung perkembangan daerah-daerah produksi dan
perkembangan pemukiman, termasuk pemukiman transmigrasi. Peningkatan kemampuan
struktur dan geometri jalan kabupaten dalam Repelita V akan menjadi perhatian utama
dan dilaksanakan secara bertahap di semua daerah. Dengan usaha-usaha itu diharapkan
pada akhir Repelita V semakin banyak jalan kabupaten yang berada dalam keadaan
baik dan terpelihara

dapat disimpulkan bahwa kebijaksanaan pembangunan jalan dan jembatan selama


pelaksanaan Repelita V mengusahakan agar seluruh jaringan jalan dapat berfungsi dalam
hubungan yang saling mendukung secara terpadu. Kegiatan masing-masing program
diarahkan untuk menjadikan fungsi jaringan jalan sebagai suatu sistem jaringan prasarana
yang meluas dan terpadu sehingga dapat mengikat dan menghubungkan pusat-pusat
pertumbuhan dan pusat-pusat produksi dengan simpul-simpul jasa distribusi di semua
daerah

Pembangunan jalan baru akan diutamakan untuk dapat menembus daerah-daerah yang belum
terjangkau oleh jasa pelayanan perhubungan. Tujuannya adalah membuka daerah-daerah potensial
agar dapat didorong pertumbuhan ekonominya dan kegiatankegiatan pembangunannya di bidang-
bidang yang lain

pembangunan di bidang jalan dan jembatan selama Repelita V adalah sebagai berikut.

(1) rehabilitasi dan pemeliharaan jalan nasional dan propinsi sepanjang 188.010 km dan
jembatan sepanjang 149.100 m, jalan dan jembatan kabupaten 323.500 km, jalan dan
jembatan kotamadya sepanjang 68.950 km.

(2) peningkatan jalan dan jembatan nasional dan propinsi sepanjang 24.800 km dan 54.000 m,
jalan dan jembatan kabupaten 45.153 km dan 80.000 m, jalan dan jembatan kotamadya
1.100 km dan 15.000 in.
(3) pembangunan baru jalan arteri sepanjang 500 km dan jembatan sepanjang 4.200 in, jalan
dan jembatan kotamadya 344 km dan pembangunan jalan tol 295 km.

b. Angkutan Jalan Raya

Dalam Repelita V dilakukan penyederhanaan perizinan usaha angkutan jalan raya, dengan
mengutamakan pemberian perizinan sesuai dengan profesionalisme dalam berusaha. Masing-
masing pengusaha jenis angkutan dapat menyediakan jasa ang-kutan dengan mempertimbangkan
mutu pelayanan. Untuk itu perlu terus diberikan pembinaan dan bimbingan kepada masing-masing
perusahaan dalam usaha meningkatkan kemampuan profesionalisme berusaha melalui pemberian
petunjuk tentang sistem pengelolaan angkutan jalan raya

Dalam usaha meningkatkan keselamatan lalu lintas angkutan jalan raya, selama Repelita V akan
dilakukan penambahan rambu lalu lintas sebanyak 63.140 buah, lampu persimpangan jalan lebih dari
30 unit dan marka jalan sepanjang 300.000 meter. Di samping itu dilakukan rehabilitasi jembatan
timbang 11 buah, perawatan jembatan timbang 175 buah, relokasi 10 buah dan modifikasi jembatan
timbang 8 buah. Selanjutnya akan dilanjutkan rehabilitasi unit pengujian kendaraan bermotor mekanis
sebanyak 7 unit dan perawatan sebanyak 55 unit

c. Angkutan Kereta Api

Dalam Repelita V pemanfaatan angkutan kereta api sebagai jasa angkutan yang murah, aman dan
hemat energi dikembangkan secara terpadu dengan angkutan jalan raya dan perhubungan laut.
Dengan keunggulan komparatif yang ada, sarana angkutan kereta api dapat menyediakan
kemampuan prasarana dan sarana perhubungan yang sifatnya dapat melayani angkutan antar moda.
Pengembangannya dapat mendorong kelancaran perdagangan dalam negeri dengan
menyelenggarakan pelayanan angkutan yang berkesinambungan dan dengan kapasitas muatan yang
besar dari pusat-pusat produksi ke pelabuhan ekspor. Pengembangan sistem angkutan antar moda
ini juga dapat mengurangi biaya angkutan

PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETAAPI SELAMA REPELITA V

Jenis Angkutan 1989 1994

Penumpang (ribuan) 52.518 65.647


Penumpang/km 8.020 9.987
(jutaan)
Barang/ton (ribuan) 11.416 16.553

Barang/ton/km 2.708 4.002

Repelita V dibangun dan dikembangkan beberapa terminal peti kemas yang mempunyai akses
langsung pada angkutan kereta api ke pelabuhan ekspor. Terminal-terminal tersebut antara lain
berlokasi di Gede Bage dan Perujakan (Jawa Barat), Solo Jebres (Jawa Tengah) dan Rambipuji (Jawa
Timur), Tebing Tinggi (Sumatera Utara), Ker-tapati (Sumatera Selatan), dan lokasi lain di Sumatera
Barat. Dengan pengembangan jasa angkutan ini dapat pula dikurangi beban lalu lintas angkutan jalan
raya yang semakin meningkat pada ruas-ruas jalan di wilayah-wilayah tersebut

Prasarana dan sarana perkeretaapian ditingkatkan dengan melaksanakan rehabilitasi dan


pembangunan jalan kereta api sepanjang 1.835 km, peningkatan dan pemasangan jembatan bawah
sebanyak 175 buah dan jembatan atas 2.500 ton, rehabilitasi lokomotip 739 buah dan penambahan
lokomotip 50 buah, rehabilitasi kereta penumpang 2.009 buah dan penambahan kereta penumpang
272 buah, rehabilitasi gerbong barang 13.997 buah dan pengadaan gerbong baru 300 buah,
rehabilitasi dan peng adaan kereta rel listrik masing-masing 640 buah dan 136 buah dan
rehabilitasi kereta rel diesel 224 buah

Prasarana dan sarana perkeretaapian ditingkatkan dengan melaksanakan rehabilitasi dan


pembangunan jalan kereta api sepanjang 1.835 km, peningkatan dan pemasangan jembatan bawah
sebanyak 175 buah dan jembatan atas 2.500 ton, rehabilitasi lokomotip 739 buah dan penambahan
lokomotip 50 buah, rehabilitasi kereta penumpang 2.009 buah dan penambahan kereta penumpang
272 buah, rehabilitasi gerbong barang 13.997 buah dan pengadaan gerbong baru 300 buah,
rehabilitasi dan pengadaan kereta rel listrik masing-masing 640 buah dan 136 buah dan
rehabilitasi kereta reldiesel 224 buah

d. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan

PEMBANGUNAN PERKERETAAPIAN
SELAMA REPELITA V
uraian Satuan Jumlah

1. Rehabilitasi, penggantian dan


Pembangunan jalan kereta api ( km ) 1.835

- Jembatan bawah (buah) 175


- Jembatan atas ( ton ) 2.500

3. Lokomotip :

- Penambahan (buah) 50

4. Kereta Penumpang :

- Penambahan (buah) 272

5. Gerbong

- Penambahan (buah) 300

K.R.L

- Penambahan (buah) 136

- Rehabilitasi/pemeliharaan (buah) 224

Repelita V penyediaan sarana angkutan sungai,danau dan penyeberangan akan semakin diperluas
dengan mengikutsertakan dunia usaha swasta dan koperasi serta meningkatkan usaha angkutan
tradisional rakyat.

Sasaran yang dalam Repelita V adalah peningkatan dan pembangunan dermaga dan terminal
penyeberangan sebanyak 65 unit di 48 lintasan penyeberangan dan rehabilitasi dermaga
penyeberangan sebanyak 16 unit. Juga dilakukan pembangunan dermaga danau sebanyak 10 unit
dan rehabilitasi dermaga 4 unit. Selain itu juga direncanakan pembangunan dermaga sungai
sebanyak 14 unit dan rehabilitasi dermaga 22 unit, serta pengadaan dan pemasangan rambu sungai
dan laut

4. Rambu Sungai dan Taut 4.668 buah


b. Sarana

1. Rehabilitasi kapal penyeberangan 18 buah

2. Kapal penyeberangan 8 buah


a. Prasarana :

1. Terminal/dermaga penyeberangan - Rehabilitasi - Pembangunan

2. Dermaga danau - Rehabilitasi - Pembangunan

3. Dermaga sungai - Rehabilitasi – Pembangunan


1.6 Repelita VI

Rencana Pembangunan Lima Tahun (atau yang sering disingkat dengan istilah “REPELITA
VI”) adalah salah satu dari rangkaian program kerja besar yang disusun kabinet-kabinet
pemerintahan pada periode Indonesia era orde baru. Kurun waktu berlangsungnya
REPELITA VI adalah antara tahun 1994 hingga tahun 1998, tepatnya semenjak dimulainya
masa kerja Kabinet Pembangunan VI pada tanggal 17 Maret 1993 hingga tanggal 14 Maret
1998.

Repelita VI merupakan titik tolak pembangunan Indonesia yang memasuki


Pembangunan jangka panjang II. Sasaran umum Pembangunan Jangka Panjang Kedua adalah
terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam
suasana tenteram dan sejahtera lahir batin , dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan
Negara yang berdasarkan pancasila, dalam suasana kenidupan bangsa Indonesia yang serba
berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antar sesama manusia, manusia dengan
masyarakat, manusia dengan alam dan lingkungannya dan manusia dengan TuhanYang Maha
Esa.

Titik berat Pembangunan Jangka Panjang Kedua diletakkan pada bidang ekonomi,
yang merupakan penggerak utama pembangunan, seiring dengan kualitas sumber daya
manusia dan didorong secara saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan
pembangunan bidan-bidang lainya yang dilaksanakan seirama, selaras, dan serasi dengan
keberhasilan pembangunan bidang ekonomi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran
pembangunan nasional.

Sasaran pada REPELITA VI ini yaitu, Meletakkan titik berat pada sektor pertanian
untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri
yang meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik
industri ringan yang akan terus dikembangkan dalam repelita-repelita selanjutnya meletakkan
landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.6

Berdasarkan sasaran umum tersebut, sasaran bidang pembangunan dalam Repelita VI


adalah sebagai berikut.

1. Sasaran bidang ekonomi adalah penataan dan pemantapan industri nasional yang
mengarah pada penguatan, pendalaman, peningkatan, perluasan, dan penyebaran
industri ke seluruh wilayah Indonesia, dan makin kukuhnya struktur industri
dengan peningkatan keterkaitan antara industri hulu, industri antara, dan industri
hilir serta antara industri besar, industri menengah, industri kecil, dan industri
rakyat, serta keterkaitan industri dengan sektor ekonomi lainnya; peningkatan
diversifikasi usaha dan hasil pertanian serta peningkatan intensifikasi dan
6
RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN 1994/95-1998/99 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN LIMA
TAHUN KEENAM (REPELITA VI) BUKU 1, Bab I Pendahuluan, www.bappenas.go.id
ekstensifikasi pertanian yang didukung oleh industri pertanian; penataan dan
pemantapan kelembagaan sistem koperasi agar koperasi makin efisien serta
berperan utama dalam perekonomian rakyat dan berakar dalam masyarakat;
peningkatan peran pasar dalam negeri serta perluasan pasar luar negeri dengan
pola perdagangan dan sistem distribusi yang makin meluas dan mantap;
keseluruhannya bersamaan dengan upaya peningkatan pemerataan yang meliputi
peningkatan kegiatan ekonomi rakyat, kesempatan usaha, lapangan kerja, serta
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
2. Sasaran bidang kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan adalah
peningkatan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan umum yang
makin adil dan merata serta menjangkau seluruh lapisan masyarakat, penyediaan
sandang, pangan, dan papan yang memadai; penataan pendidikan nasional untuk
mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta memiliki rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, dengan mengutamakan
pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan dasar• serta perluasan
pendidikan keahlian dan kejuruan; peningkatan penghayatan nilai luhur budaya
bangsa yang menjiwai perilaku manusia dan masyarakat dalam segenap aspek
kehidupan; peningkatan derajat kesehatan melalui peningkatan kualitas dan
pelayanan kesehatan yang makin menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
3. Sasaran bidang ilmu pengetahuan dan teknologi adalah peningkatan kemampuan
memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
dilaksanakan dengan mengutamakan peningkatan kemampuan alih teknologi
melalui perubahan dan pembaharuan teknologi yang didukung oleh
pengembangan kemampuan sumber daya manusia, sarana dan prasarana
penelitian dan pengembangan yang memadai, serta peningkatan mutu pendidikan
sehingga mampu mendukung upaya penguatan, pendalaman, dan perluasan
industri dalam rangka menunjang proses industrialisasi menuju terwujudnya
bangsa Indonesia yang maju, mandiri, dan sejahtera.
4. Sasaran bidang hukum adalah penataan hukum nasional dengan meletakkan pola
pikir yang mendasari penyusunan sistem hukum nasional yang bersumber pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; penyusunan kerangka sistem hukum
nasional serta penginventarisasian dan penyesuaian unsur-unsur tatanan hukum
dalam rangka pembaharuan hukum nasional; peningkatan penegakan hukum dan
pembinaan aparatur hukum; serta peningkat-an sarana dan prasarana hukum.
5. Sasaran bidang politik, aparatur negara, penerangan, komunikasi dan media massa
adalah penataan kehidupan politik yang didukung oleh suasana yang
memungkinkan berkembangnya budaya politik yang mengarah pada perwujudan
sikap keterbukaan yang bertanggung jawab dalam komunikasi antar- dan antara
suprastruktur dan infrastruktur politik berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945; terselenggaranya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan
bertanggung jawab; peningkatan hubungan kerja sama internasional yang saling
menguntungkan dan menunjang kepentingan nasional; penataan manajemen
aparatur negara untuk meningkatkan kualitas, kemampuan, dan kesejahteraan
manusianya; serta peningkatan kemampuan dan kegiatan penerangan, komunikasi
dan media massa dalam menggerakkan dan menggairahkan peran serta aktif
masyarakat dalam pembangunan.
6. Sasaran bidang pertahanan keamanan adalah penataan kemampuan segenap
komponen pertahanan keamanan negara dalam rangka sistem pertahanan
keamanan rakyat semesta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dengan mulai penataan perangkat dan perwujudan rakyat terlatih dan
perlindungan masyarakat secara bertahap sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan; pembangunan ABRI yang lebih efisien, efektif, dan modern agar
berkemampuan optimal, baik sebagai kekuatan pertahanan keamanan maupun
sebagai kekuatan sosial politik, yang didukung oleh makin mantapnya
kemanunggalan ABRI-rakyat serta makin meningkatnya keterpaduan pembinaan
dan penyiapan komponen pendukung pertahanan keamanan Negara.

Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut di atas, maka sebagai kelanjutan dari


kegiatan pembangunan dan berdasarkan pada basil pembangunan pada tahap sebelumnya,
kebijaksanaan Pembangunan Lima Tahun Keenam diarahkan untuk meningkatkan kualitas
manusia dan kualitas kehidupan masyarakat agar makin maju dan mandiri yang dijiwai
nilai-nilai Pancasila. Upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang makin
meluas, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, penciptaan dan perluasan lapangan kerja
serta lapangan usaha dan penggalakkan pembangunan daerah terbelakang, khususnya
kawasan timur Indonesia, ditingkatkan dan diarahkan agar mampu mewujudkan
kesejahteraan yang makin adil dan makin merata bagi seluruh rakyat, serta menumbuhkan
sikap kemandirian bangsa. Dalam Pembangunan Lima Tahun Keenam, kebijaksanaan
pembangunan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan , yaitu:
A. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya kemakmuran
yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
B. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
C. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 7

Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut saling mengait dan perlu dikembangkan
secara selaras, terpadu, dan saling memperkuat. Laju pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi harus diupayakan dengan makin mengandalkan pada peningkatan efisiensi dan
produktivitas nasional yang perwujudannya dilandaskan pada peran serta aktif dan luas oleh
masyarakat yang dijiwai oleh semangat kemitraan dalam berusaha. Hasil pembangunan
harus dapat dinikmati secara adil dan damai.

Pembangunan industri diarahkan pada penguatan dan pendalaman struktur industri


untuk terus meningkatkan efisiensi dan daya saing industri menuju kemandirian, serta
menghasilkan barang yang makin bermutu yang dikaitkan dengan pembangunan sektor
7
RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN 1984/85-1988/89 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN LIMA
TAHUN KELIMA (REPELITA V) BUKU 1, Bab I Pendahuluan, www.bappenas.go.id
lainnya, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Bersamaan dengan itu perlu terus ditingkatkan kemampuan rancang bangun dan rekayasa
industri dengan memanfaatkan kemampuan teknologi untuk dapat menghasilkan produk
unggulan bernilai tambah yang tinggi dan padat keterampilan. Penyebaran lokasi industri
keluar Jawa diarahkan untuk mendorong pusat-pusat pertumbuhan industri di daerah yang
potensial untuk dikembangkan sebagai upaya pemerataan kesempatan dan lapangan kerja,
kesempatan usaha, dan pemanfaatan sumber daya setempat secara optimal dengan tetap
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sejalan dengan itu perlu dikembangkan
kemampuan sumber daya manusia, baik untuk perencanaan, pelaksanaan, dan penguasaan
teknologi maupun tumbuhnya profesionalisme dan kewiraswastaan, menuju terwujudnya
masyarakat industri Indonesia

Dalam penyusunan rencana pembangunan nasional, amanat GBHN 1993 seperti


diuraikan di atas dijabarkan ke dalam sasaran yang ingin dicapai, serta upaya untuk
mencapainya dengan memperhitungkan segala tantangan, kendala, dan peluang yang
memungkinkan dan mempengaruhi tercapainya sasaran tersebut. Di dalamnya termasuk
hasil pembangunan yang telah dicapai selama ini serta potensi yang mungkin
dikembangkan. Dalam penyusunan rencana pembangunan nasional jangka panjang 25
tahun dan lima tahun ke depan, perkembangan situasi di dalam dan di luar negeri
diupayakan untuk diperhitungkan dengan cermat.

Berdasarkan arahan GBHN 1993 dan dengan memperhitungkan segala tantangan,


kendala, dan peluang yang mempengaruhi pembangunan nasional di masa datang, disusun
sasaran dan kebijaksanaan makro, sektoral, dan regional yang saling terkait satu dengan
lainnya. Sasaran yang bersifat makro itu disusun berdasarkan keyakinan dan perkiraan
kemampuan yang dapat dicapai secara sektoral dan daerah. Masukan sektoral dan daerah
diperhitungkan untuk menyusun rencana pembangunan nasional yang berwawasan ke
depan, yang realistis, dan berada dalam jangkauan kemampuan untuk melaksanakan dan
mencapainya. Sasaran sektoral dan daerah tersebut dijabarkan lebih rinci ke dalam program
pembangunan dalam Repelita VI yang setiap tahunnya dituangkan dalam rencana
operasional dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Rencana dan
program pembangunan tersebut mengarah kepada terwujudnya sasaran yang paling pokok
dalam Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Tahap Kedua (PJP II), yaitu membangun
kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri.

Dalam proses penyusunan PJP II dan Repelita VI ini sesuai dengan amanat GBHN
1993 telah diupayakan untuk mendapatkan pandangan dari masyarakat yang seluas-luasnya,
baik dari kekuatan sosial politik, organisasi kemasyarakatan, termasuk organisasi profesi,
para pakar maupun dunia usaha. Rancangan Repelita VI telah diupayakan untuk dengan
sungguh-sungguh menampung aspirasi masyarakat dan aspirasi daerah sehingga diharapkan
dalam pelaksanaannya diperoleh dukungan dan partisipasi segenap bangsa Indonesia secara
tulus ikhlas dan penuh kesadaran.
Bagian penutup GBHN 1993 mengamanatkan bahwa berhasilnya pembangunan
nasional sebagai pengamalan Pancasila bergantung pada peran aktif masyarakat, serta pada
sikap mental, tekad dan semangat serta ketaatan dan disiplin para penyelenggara negara
serta seluruh rakyat Indonesia. Sehubungan dengan itu, semua kekuatan sosial politik,
organisasi kemasyarakatan, dan lembaga kemasyarakatan lainnya, diamanatkan untuk
menyusun program sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing untuk
melaksanakan GBHN 1993. 8

Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri
yang mengganggu perekonomian dan menyebabkan rezim orde baru runtu

8
“PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG KEDUA DAN PEMBANGUNAN LIMA TAHUN
KEENAM”, RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN 1984/85-1988/89 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN
LIMA TAHUN KELIMA (REPELITA V) BUKU 1, Bab I Pendahuluan, www.bappenas.go.id
A .LINGKUNGAN

Kebijakan Repelita VI pemerintah untuk terus meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi
dan juga keanekaragaman hasil melalui diversifikasi, intensifikasi melalui pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi serta bahan
baku industri. Dalam usaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi dibidang
agraria, pemerintah juga membahas tentang pembangunan lingkungan hidup dalam repelita
VI. Ketentuan-ketentuan dibidang lingkungan hidup yang tercantum dalam GBHN
menyebutkan bahwa “pembangunan lingkungan hidup yang merupakan bagian penting dari
ekosistem yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan seluruh makhluk hidup dimuka bumi
diarahkan pada terwujudnya kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam keseimbangan dan
keserasian yang dinamis dengan perkembangan kependudukan agar dapat menjamin
pembangunan nasional yang berkelanjutan”.9 Pembangunan lingkungan hidup bertujuan
meningkatkan mutu hidup, memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan,
merehabilitasi kerusakan lingkungan, mengendalikan pencemaran dan meningkatkan kualiats
lingkungan hidup.

Bahwa sumber daya alam, laut, dan udara dikelola dan dimanfaatkan dengan memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup. Lingkungan hidup yang rusak atau terganggu
keseimbangannya perlu direhabilitasi agar kembali berfungsi sebagai penyangga kehidupan
dan memberi manfaat bagi keejahteraan masyarakat pembinaan dan pencegahan hukum
untuk mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan ditingkatkan. Dalam pembanguna yang
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dikembangkan pola tata ruang yang
menyerasikan tata guna lahan, air, serta sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata
lingkungan yang harmoni dan dinamis serta ditunjang oleh perkembangan kependudukan
yang serasi.

MASALAH LINGKUNGAN HIDUP PADA REPELITA VI

Dengan keputusan presiden No. 17 Tahun 1992 tentang Rencana pembangunan Lima tahun
keenam ditetapkanlah Repelita VI pada tanggal 22 maret 1994. Dalam kaitannya dengan

9
Soemartono, R. M. Gatot P. “Pembangunan Lingkungan Hidup Repelita VI dan Dampaknya: Suatu Tinjauan
Yuridis” Faculty of Law - Tarumanagara University, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Vol 3, No 3 (1996).
pembangunan selama ini, berbagai sumber ala telah digunakan. Tetapi, karena kurangnya
hati-hati dalam pemanfaatannya, banyak sumberdaya alam yang dan lingkugan hidup yang
mungkin menurun jumlah dan mutunya sehingga manfaatnya berkurang. Oleh karena itu
diperlukan pemeliharaan sumber alam dan lingkungan hidup yang masih utuh agar
kesempatan bagi pembangunan yang lebih beraneka ragam dan dimasa depan tidak
berkurang. Kerusakan sumber alam dan pencemaran lingkungan hidup pada umumnya
disebabkan oleh kegiatan pembangunan yang kurang memperhatikan daya dukung
lingkungan hidup. Limbah industri dan rumah tangga yang lasung dibuat kedalam sungai dan
system perairan alamiah atau keudara menimbulkan biaya sosial yang makin besar bagi
masyarakat, baik dalam bentuk biaya kesehatan, menurunnya produktivitas pendapatan
karena sakit, tidak berfungsinya sungai untuk mendukung kegiatan perikanan dan penyediaan
auir minum, dan sebagainya.

Diantara berbagai sektor yang menimbulkan pencemaran lingkungan, sasaran pengendalian


pencemaran yang terpenting diantaranya adalah sektor perhubungan, energy, pertanian,
pertambangan dan industri. Sebagai akibat penggunaan yang berlebihan tanpa upaya
pelestarian fungsinya, banyak lahan subur yang telah berubah menjadi tanah kritis. Didaerah
seperti ini lahan tidak dapat memberikan hasil yang memadai bagi penduduknya sehingga
penduduk menjadi lebih miskin. Dalam Repelita VI, pertumbuhan ekonomi memerlukan
lebih banyak sumber alam dan jasa lingkungan hidup. Oleh karena itu sasaran penting dalam
pembangunan lingkungan hidup adalah meningkatnya pengenalan jumlah dan mutu sumber
alam serta jasa lingkungan yang tersedia dialam, pengenalan tingkat kerusakan, serta
penggunaan dan kemungkinan pengembangannya.

KEBIJAKAN

Dalam hal untuk mengatasi permasalahan diatas maka kebijakan dalam Repelita VI melipitu :

1. pemilihan lokasi pembangunan. Untuk menghindari pemborosan penggunaan sumber daya


alam dan kerusakan lingkungan. pemilihan lokasi pembangunan didasarkan pada kemampuan
menyediakan bahan baku, menerima dampak yang terjadi, dan daya dukung lingkungannya.

2. pengurangan produksi limbah. Peningkatan efisiensi produksi dalam bidang industri,


pertambangan, transportasi, energy perumahan dan lain-lain akan terus ditingkatkan, hal ini
bertujuan agar mengurangi limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah cair, padat,
dan limbah gas yang langsung dibuang ke lingkungan alam.
3. pengelolaan limbah. Contohnya seperti pencemaran laut dilakukan dengan cara pembinaan
dan diusahakan agar perusahaan dibidang perminyakan, pengangkutan dan pelabuhan mampu
menanggulangi dan mencegah terjadinya pencemaran minyak.

4. penetapan baku mutu lingkungan. Penetapan baku mutu lingkungan dikemukakan bahwa
tingkat pencemaran suatu daerah dapat ditetapkan berdasarkan kemampuan lingkungan
tersebut menerima beban pencemaran.

5. pelestarian alam dan rehabilitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Untuk menjaga
agar sumber daya alam dan lingkungan hidup tetap berfungsi sebagai penyangga kehidupan
dan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.

6. pengembangan kelembagaan, peran serta masyarakat, dan kemampuan sumber daya


manusia pengembangan kelembagaan juga meliputi pengembangan dan penyempurnaan
perangkat hukum, peraturan perundang-undangan prosedur dan koordinasi antar sektor dan
antar daerah dalam upaya pengelolan sumber alam dan lingkungan hidup.

PENGENDALIAN

Untuk pengendalian kebijakan diatas maka perlu adanya seperangkat autran yang menjadai
pengawasnya. Tanggal 5 juni 1990 dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
dengan keputusan presiden No.23. tahun 1990. BAPEDAL adalah lembaga pemerintah Non-
Departemen yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Bertujuan bahwa pembanguna yang semakin meningkat akan menimbulkan dampak yang
semakin besar dan memerlukan pengendalian sehingga pembangunan bisa secara
berkelanjutan. Seiring berjalannya waktu dirasa perlu adanya penyempurnaan untuk itu tgl 22
november 1994 ditetapkan penggantinya yakni keputusan presiden No.77 tahun 1994.

Dengan adanya segenap aturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup diharakan
permasalah kegiatan agraria dapat teratasi seperti pencemaran. Sehingga melahirkan
komoditas yang baik dan menigkat kan produksi demi kemajuan ekonomi.

B.PRODUKSI
Dampak Repelita Dalam Bidang Pertanian Studi Kasus Di Pacitan Jawa Timur Tahun 1994-
1998.

Kebutuhan pangan sebagai peran strategis sektor pertanian, merupakan tugas yang tidak
ringan, sehingga pemerintah Kabupaten Pacitan menempatkan Padi, Jagung, dan Kedelai,
serta Kacang Tanah menjadi prioritas pertanian di Kabupaten Pacitan pada masa Repelita VI.
Hal ini disebabkan adanya program pemerintah pada masa Repelita VI berupa peningkatan
intensifikasi usaha pertanian rakyat, terutama untuk komoditas Padi, Jagung, Kedelai, Kacang
Tanah di lingkup daerah Jawa Timur yang memfokuskan pada peningkatan hasil produksi
pertanian rakyat. Program Intensifikasi Pertanian adalah sistem produksi yang secara
konvensional dicirikan oleh rendahnya penggunaan rasio dan penggunaan input secara
intensif, seperti modal, tenaga kerja, pestisida, dan bahan pupuk kimia, untuk meningkatkan
hasil pertanian sehingga meningkatkan pendapatan petani.

Produksi Padi Sawah.

Pada tahun 1994 hingga 1998 disimpulkan bahwa produksi pertanian Padi Sawah di
Kabupaten Pacitan mengalami peningkatan hasil produksi setiap tahunnya. Peningkatan hasil
produksi Padi Sawah tidak terlepas dari keberhasilan pembangunaan prasarana penggairan di
Indonesia. Prasarana penggairan telah meningkatkan luas areal sawah beririgasi di Indonesia
dari 5,5 juta hektar pada akhir Repelita V, menjadi 5,9 juta hektar pada tahun keempat
Repelita VI Program irigasi di Kabupaten Pacitan menyebabkan pertambahan luas tanam
persawahan yang berpengaruh pada meningkatnya hasil produksi padi sawah di Kabupaten
Pacitan (BPS Kabupaten Pacitan,1996: 92) Selain itu, Program Sistem Usaha Tani Padi
Dengan Orientasi Agribisnis (SUTPA) yang dibuat pada tahun 1994, merupakan program
pertanian yang meningkatkan pertanian di Kabupaten Pacitan Pada tahun terakhir Repelita
tahun 1998 diadakan Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi, Kedelai Dan Jagung) (Fahmi,
dkk, Jurnal Ekonomi Pertanian Dan Pembangunan, 14, 2017: 172).

Produksi Padi Ladang


Pada tahun 1994 hingga1998 disimpulkan bahwa terjadi dinamika tehadap hasil produksi
padi ladang, yang mengalami peningkatan tertinggi pada tahun 1995 dan pada tahun terakhir
1998 menggalami kemerosotan produksi pertanian. Peningkatan hasil produksi pertanian padi
ladang pada tahun 1995 disebabkan adanya program pemerintah dalam bidang pertanian,
yaitu SUTPA. Menurunnya hasil produksi pertanian padi ladang di Pacitan merupakan
pengaruh menurunnya luas tanam pertanian padi ladang pada tahun 1996 yang turun sebesar
7,4 % (BPS Kabupaten Pacitan, 1996: 79). Penurunan selanjutnya pada hasil produksi karena
dampak kemarau panjang yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997, bencana kekeringan
disebabkan oleh adanya El-Nino. Selain itu juga terjadi krisis moneter yang terjadi pada
tahun 1998 yang mempengaruhi pertanian masyarakat.

Produksi Jagung

Hasil produksi jagung di Kabupaten


Pacitan dapat disimpulkan bahwa pada
tahun 1994-1998 mengalami peningkatan,
yang paling tinggi terjadi pada tahun 1998, akibat pengaruh dari meningkatnya luas lahan
pertanian di Kabupaten Pacitan (BPS Kabupaten Pacitan, 1999:95) dan adanya program
pemerintah pada sektor pertanian pada masa Repelita VI yaitu Gema Palagung

Produksi Kedelai

Hasil produksi pertanian kedelai di Kabupaten


Pacitan pada tahun 1994-1997 setiap tahunnya
mengalami peningkatan. Peningkatan hasil produksi dikarenakan meningkatnya luas tanam
pada lahan kedelai (BPS Kabupaten Pacitan, 1999: 99), sedangkan penurunan secara
signifikan terjadi pada tahun 1997-1998, hal ini dikarenakan terjadinya krisis moneter yang
menyebabkan pemerintah mengalami kesulitan keuangan untuk membiayai pengeluaran rutin
dan pembiayaan pembangunan sehingga programprogram yang telah direncanakan tidak
dapat berjalan lancar

Produksi Kacang Tanah

Hasil produksi Kacang Tanah di Kabupaten Pacitan pada tahun 1994-1998 dapat disimpulkan
bahwa setiap tahunnya hasil produksi kacang tanah di Pacitan mengalami peningkatan.
Peningkatan ini terjadi karena peningkatan luas lahan pertanian di Kabupaten Pacitan setiap
tahunnya, yang disebabkan adanya program pemerintah dalam bidang pertanian yang berupa
Intensifikasi pertanian.
BAB 2
DATA DATA

2.1 Pertanahan

No Jenis kasus 1994 1995 1996

1. Kasus tanah 101 178 327


2. Kasus perburuan 77 112 160

3. Perbuatan tidak terpuji oleh 65 112 160


aparat negara/pelanggaran
HAM
4. Kasus perumahan 26 110 197

5. Kasus bidang agama 7 10 8

6. Kasus lain-lain 67 110 189

Sumber : Komnas HAM, Laporan Tahunan 1996


Tabel. Rincian Jenis kasus pengaduan ke komnas HAM

2.2 Pangan
Sumber: Buku Kebijakan Beras dan Pangan. 2001. Halaman 55

Sumber: Buku “Beras Koperasi dan Politik Orde Baru” Halaman 172
Sumber Buku “Beras, Koperasi dan Politik Orde Baru”
Sumber: Buku “Buku Kebijakan Beras dan Pangan.” Halaman 61

Sumber: https://images.app.goo.gl/ejotre7SK9mfi3H79
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 PERTANAHAN

Tanah merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam pelaksanaan
pembangunan nasional, karena setiap kegiatan pembangunan baik yang dilakukan oleh
Pemerintah, perusahaan swasta maupun masyarakat tidak dapat lepas dari kebutuhan akan
tanah sebagai wadah kegiatannya. Kebutuhan akan tanah semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya kegiatan pembangunan. Namun demikian, ada ketidakseimbangan antara
persediaan tanah yang ada dengan kebutuhan akan tanah untuk kepentingan pembangunan.
Ketidakseimbangan tersebut adalah persediaan tanah yang terbatas jumlah dan luasnya,
sedangkan kebutuhan akan tanah sang at besar. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan
yang jelas dan mempunyai kepastian hokum mengenai pemenuhan kebutuhan akan tanah
untuk kepentingan pembangunan. Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan
yang membutuhkan tanah, dalam arti mempergunakan, menguasai, memiliki, dan
mengalihkan hak atas tanah, maka semakin meningkat pula permasalahan yang timbul di
bidang pertanahan yang saat ini tidak dapat diindentikkan dengan masalah pertanian, akan
tetapi masalah pertanahan sudah berkembang pesat menyangkut aspek dan dimensi
kehiduapn manusia, yang meliputi dimensi ekonomi, hukum, social budaya, politik, dan
pertahanan keamanan. Sangatlah tepat apabila pemerintah mengambillangkah untuk
meninjau kembali kedudukan, tugas, dan fungsi Direktorat Jenderal Agraria Departemen
Dalam Negeri danmeningkatkannya menjadi badan yang langsung di bawah dan
bertanggungjawab kepada presiden. Pada tanggal19 Juli 1988, Presiden membentuk Badan
Pertanahan Nasional (BPN) yang khusus menangani masalah pertanahan secara nasional,
yang dituangkan dalam Keputusan Presiden RI Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan
Pertanahan Nasional. BPN merupakan lembaga Pemerintah Non Departemen yang
berkedudukan di bawahdan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. BPN bertugas
membantu Presiden dalam mengeJola dan mengembangkan administrasi.

Kebijakan nasional di bidang pertanahan yang telah digariskan dalam GBHN 1998 menjadi
kewajiban bagi Presiden untuk melaksanakan dan menjabarkan dalam Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita), yang ditetapkandalam bentuk Keputusan Presiden
tentangRepelita. Dalam memasuki usianya yang ke-38, sudah cukup banyak peraturan
perundang-undangan yang dibuat sebagai pelaksanaan dari UUPA, di antaranya yang
terakhir:

1. Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (LN1996-42, TLN 3632).

2. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,
dan Hak Pakai Atas Tanah (LN1996-58, TLN 3643).

3. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau
Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (LN 1996-53, TLN 3644).

4. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (LN 1997-59, TLN
3696).

5. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar (LN 1998-51, TLN 3745).

6. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 ten tang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (LN 1998-52, TLN 3746).

10
Hukum tanah di Indonesia didasarkan pada hukum adat. Hal ini terdapat dalam Pasal 5
Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi: “hukum agraria yang belaku atas bumi, air,
dan ruang angkasa adaah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa dan sosialisme Indonesia serta
dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan-
peraturan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsurberdasarkan pada
Hukum Agama”. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria tanah
harus didaftarkan di Kantor Pertanahan yang ada di Kabupaten/Kota Madya agar pemerintah
memberikan kepastian hukum dan sertifikat tanah tersebut merupakan alat bukti kepemilikan
tanah.

3.2 Sumber Daya Alam

10

1 Boedi Harsono (a), 2008, Hukum Agraria : Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya, Hukum Tanah Nasional Jilid 1 Cet 11, Jakarta: Djambatan, hlm. 472.
Dinamika perjalanan konflik agraria masa orde baru menunjukan program yang
bertujuan meredistribusi kekayaan sumberdaya alam dan memaksakan masyarakat untuk
memberikan pajak kepada penguasa sebagai pendukung orde baru, rezim yang digunakan
oleh penguasa sebagai antitesa dari program yang diilhami oleh komunitas masyarakat. Para
pemilik tanah di pedesaan melakukan penguasaan tanah dengan cara mempertahankan
kepemilikan. Konflik dan kekerasan yang terjadi masa orde baru memberikan trauma
mendalam bagi masyarakat  akibat terjadi eksploitasi sumber daya yang dikuasai kolonial.

Salah satu kebijakan yang sampai dengan saat ini masih teringat masyarakat
Indonesia adalah terkait blunder kebijakan membesituakan (scrapping) kapal diatas 25
tahun.41 Kebijakan ini dinilai salah satu kebijakan yang menjadi tolak ukur kemunduran
kemaritiman Indonesia di masa pemerintahan Soeharto. Hal tersebut menyebabkan
kekurangan kapal sehingga diwaktu yang sama pihak asing meelihat kekosongan tersebut
dengan berdatangan ke perairan Indonesia.42 Dengan kebijakan tersebut menyebabkan
kemunduran bagi perusahaan pelayaran Indonesia sekaligus industri kelautan Indonesia di
masa pemerintahan orde baru.

Kebijakan agraria dimasa orde baru memperlihatkan munculnya berbagai


permasalahan yang mendasari perjalanan konflik dan kekerasan sosial ditahun 1966. Konflik
yang terjadi  mencapai 150.000 ha yang diperkirakan jatuh kepada pihak penguasa, sipil atau
militer. Pada sektor agraria, program berbasis agraria bertujuan untuk mengeksploitasi
sumberdaya alam. Praktek program ini pada giliranya memperkuat dan mengembangkan
basis ekonomi kelompok-kelompok yang menjadi tulang punggung orde baru.

Pada tanggal 24 september 1983 ini kembali kita mempertingati ulangn tahun dari UUPA
yang diundangkan pada tanggal 24 september 1960 sebagai perintah dari pasal 33 ayat 3
UUD 45.

Dalam memori penjelasan dari UUPA dinyatakan bahwa tujuan dari UUPA adalah :

a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria Nasional yang akan


merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi
negara dan rakyat tani, dalam rangka mewujudkan ,masyarakat yang adil dan
makmur.
b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam
hukum pertanahan.

c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum.

Permasalahan agraria pada masa orde baru yang paling dikenal salah satunya adalah adanya
kontrak karya yang membuat investor berdatangan ke indonesia. Bukti dari kontrak karya
tersebut adalah salah satunya PT. FREEPORT INDONESIA. Meski awal berdirinya pada
tahun 1967 akan tetapi dampaknya sangat terasa bagi masyarakat papua hingga ke awal
REPELITA ke-IV dan bahkan sampai saat ini.

Beberapa penelitian yang telah pernah dilakukan menunjukkan bahwa proyek pembangunan
menimbulkan dampak yang cukup luas bagi masyarakat:

1. Perusakan lingkungan hidup yang pada akhirnya mempengaruhi pola mata


pencaharianm, pekerjaan dan hubungan sosial.

2. Peningkatan ketegangan sosial akibat perubahan perubahan yang terlalu cepat.

3. Timbulnya konflik antar kelompok, antar generasi, antar rakyat dengan pemerintah
sehingga terjadi disharmoni dalam masyarakat.

4. Timbulnya kesenjangan sosial terutama antara penduduk asli dengan pendatang.

5. Adanya keinginan keinginan ekonomi karena ganti rugi yang tidak memadai.

6. Munculnya ketidak pastian hidup, terutama bagi yang tergusur.

PT. FREEPORT INDONESIA (FI) menjadi sumber konflik di tanah papua, bagaimana tidak
Freeport yang terletak di puncak gunung Ensberg dengan luas sekitar 100 km persegi.
Sebelum PT FI beroperasi diwilayah tersebut kondisi di daerah tersebut sangat sulit dijangkau
dan sekitarnya sudah ada perkampungan kecil yang tidak merata. Penduduknya berjumlah
sekitar 1000 orang terutama berasal dari suku Amungne dan suku Kamoro. Bagi kedua suku
ini kehidupan mereka tidak dapat dipisahkan dari tanah hutan yang mempunyai nilai budaya
yang oleh masyarakat adat dianggap sebagai ibu yang melahirkan dan memberikan
kehidupan sehingga mereka dapat mempertahankan kehidupan dan melanjutkan keturunan.
Puncak gunung Ensberg diibaratkan kepala ibu ( ninggok) yang dianggap suci dan sakral.
Tanah juga mempunyai nilai religius sangat tinggi bagi masyarakat adat, jika mereka sakit
atau demam cukup menggosokkan tanah berlumpur kesekujur tubuh mereka dan penyakitnya
secara perlahan lahan berangsur sembuh.

3.3 Maritim/Kelautan

Setelah lengser dan digantikan Soeharto di tahun 1966 pemikiran dan cita cita
Soekarno tentang maritim perlahan hilang di tangan pemerintahan yang baru. Tingginya
obsesi pertumbuhan ekonomi menjadi beban tersendiri bagi pembangunan era Soeharto.
Perencanaan era orde baru secara sistematik menyingkirkan isu kemaritiman sebagai salah
satu syarat bagi pemerataan pembangunan di Indonesia yang sangat luas ini. Hal ini membuat
sektor maritim sengaja dikorbankan atau tidak dijadikan prioritas pemerintah dalam model
pembangunan era orde baru. Dari pernyataan ini menggambarkan bahwa awal pemerintahan
orde baru fokus kepada hal-hal yang sifatnya pembangunan darat guna mencapai peningkatan
ekonomi karena memang fokus orde baru di awal pemerintahannya lebih kepada target
peningkatan ekonomi yang tinggi. Era orde baru masa pemerintahan Soeharto memang
mendapatkan banyak ketidak cocokan dengan pegiat-pegiat atau orang-orang yang pernah
bergabung di pemerintahan orde lama. Hal ini dikarenakan adanya perubahan kebijakan yang
signifikan dibandingkan dengan masa Soekarno. Visi kemaritiman yang pernah dibangun
oleh Soekarno bersama dengan jajaran pemerintahannya diubah total di era Soeharto. Y
Paonganan selaku direktur Eksekutif Indonesia Maritim Istitute (IMI) menyatakan bahwa era
Soeharto atau orde baru pembangunan maritim dibelokkan ke arah pembangunan nasional
yang berbasis daratan (land based oriented development) yang dikenal dengan agraris. Hal ini
membuat budaya maritim yang pernah dikonsepsikan Soekarno secara perlahan membuat
perubahan budaya maritim ke budaya agraris. Agenda maritim mainstreaming yang
sebelumnya dibangun oleh Soekarno dengan dukungan Uni Soviet perlahan mandeg dan
tidak berjalan sesuai dengan cita-cita awal pemerintah orde lama karena Soeharto gagal
dalam memahami konsekuensi dari Deklarasi Djuanda 1957.Bahkan masa orde baru,
Indonesia dibawah pimpinan presiden Soeharto lebih dikenal sebagai negara Agraris
dibandingkan sebagai negara maritim.

Soeharto membelokkan semangat orientasi maritim bangsa Indonesia ke orientasi daratan


yang bertujuan untuk membentuk dan mengahasilkan komoditas perdagangan rempah-
rempah yang sama merupakan primadona dunia. Oleh karena itu ketika ada wacana untuk
menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional muncul penolakan dari Institusi Maritim
Indonesia karena dinilai telah melakukan kesalahan fatal terhadap arah kebijakan Indonesia
setelah pergantian era orde lama ke orde baru. Namun di era orde baru bukan berarti
Soeharto betul-betul tidak melihat isu tentang kemaritiman, isu maritim tetap ada dalam
kesadaran pemerintah walaupun kadar kesadaran untuk isu tersebut bisa dibilang jauh dari
kata prioritas dibandingkan dengan era orde lama.

Di masa pemerintahan orde baru, pemerintah membentuk Kepala Pelaksana Harian Badan
Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) di tahun 1972. Namun sekarang berubah mejadi
Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) sesuai deng Undang-Undang Tentang Kelautan oleh
DPR pada 29 September 2014. Bakorkamla merupakan hasil dari rezim orde baru yang
bertugas untuk mengkordinasikan tentang keamanan laut yang ke pihak pihak yang
bersangkutan serta dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yuridiksi
serta melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan yuridiksi
Indonesia. Ini merupakan salah satu inovasi pemerintah orde baru terkait dengan isu
kemaritiman Indonesia walaupun pada kenyataanya waktu itu Bakorkamla tidak berjalan
dengan sesuai ekspektasi banyak orang. Hal ini disebabkan karena perbedaan kepentingan
serta ego sektoral masing-masing instansi tersebut yang ditandai dengan penguatan
kewenangan masing-masing sehingga di tahun 1998 institusi ini dibubarkan. Perubahan
doktrin Kepulauan menjadi Doktrin Wawasan Nusantara merupakan salah satu hal yang
berubah dari orde lama ke orde baru di bawah Soeharto. Perubahan “Doktrin Kepulauan” ke
“Wawasan Nusantara Bahari” yang kemudian menjadi “Wawasan Nusantara” merupakan
salah satu perbedaan mendasar dari pemerintah Soekarno dalam memahami geopolitik
Indonesia di sekitar tahun 1970an.36 Nuansa bahari yang sangat kental dengan pemerintah
sebelumnya dihilangkan oleh Soeharto dengan berbagai pertimbangan. Pemerintah Soeharto
banyak melihat kondisi regional waktu itu dimana terjadinya perang Vietnam dan ancaman
komunis di Asia Tenggara sehingga pemerintah merubah pandangan yang sebelumnya
cenderung outward-loocking melalui Konsepsi Kenusantaraan menjadi inward-loocking
melalui konsepsi Ketahanan Nasional dan Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta
(hankamrata).Secara kebijakan geopolitik terlihat jelas perbedaan antara Soekarno dan
Soeharto. Tahun 1980 tepatnya di tanggal 21 Maret pemerintah Indonesia memperluas klaim-
klaim keekonomiannya atas teritorial laut sampai dengan 200 mil dari garis dasar yang
menghubungkan titik-titik pantai terluar kepulaunyya yang sekarang orang mengenalnya
dengan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).Dengan adanya ZEE ini maka pada saat itu luas laut
Indonesia bertambah beberapa kali lipat dari sebelumnya.
Bisa dibilang bahwa, orde baru lebih fokus kepada status kelautan Indonesia guna untuk
pengamanan wilayah laut secara internal.39 Jadi bisa dibilang di era orde baru pemerintah
lebih banyak melakukan tindakan terkait dengan status kewilayahan laut Indonesia. Namun
dalam aspek kebijakan yang srategis di bidang kemaritiman belum bisa dikatakan berhasil.
Pemikiran Soekarno tentang konsepsi maritim di era orde baru bisa dibilang sebagian kecil
masih dilanjutkan oleh Soeharto tetapi itu tidak mendekati dari apa yang pernah dicita-
citakan sebelumnya karena Soeharto lebih fokus ke internal Indonesia sendiri. Hal ini
membuat apa yang pernah menjadi visi Indonesia di bidang maritim perlahan terhenti dan
berganti ke kebijakan yang lebih kepada pembangunan darat dan peningkatan ekonomi
nasional. Era orde baru ini menjadi cikal bakal berubahnya budaya maritim Indonesia ke
budaya darat. Hal ini membuat sampai dengan sekarang budaya maritim yang pernah dicita-
citakan Soekarno sangat sulit untuk dikembalikan dan diterapkan ke masyarakat Indonesia
walaupun pemerintah sudah banyak melakukan pembenahan di berbagai sektor kemaritiman.

Di tahun 1982, Konsepsi tentang “Negara Nusantara” mendapatkan pengakuan


internasional melalui forum Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut.
Harusnya pengakuan internasional ini menjadi batu loncatan dalam kemajuan kemaritiman
Indonesia tetapi pada kenyataanya hal tersebut belum bisa terwujud karena memang secara
pribadi Soeharto tidak memiliki ocean leadership dalam jiwanya seperti yang dimiliki oleh
sosok Soekarno. Hal ini tentunya membuat cita-cita yang sebelumnya digagas oleh
pemerintah sulit untuk dilanjutkan karena adanya perbedaan gaya kepemimpinan. Perbedaan
ini bisa dilihat melaui pernyataan Adam Malik yang menyatakan bahwa prioritas pemerintah
baik skala nasional ataupu kebijakan internasional adalah menunjang keperluan
pembangunan ekonomi dengan berharap bantuan dari negara lain.Salah satu kebijakan yang
sampai dengan saat ini masih teringat masyarakat Indonesia adalah terkait blunder kebijakan
membesituakan (scrapping) kapal diatas 25 tahun.41 Kebijakan ini dinilai salah satu
kebijakan yang menjadi tolak ukur kemunduran kemaritiman Indonesia di masa pemerintahan
Soeharto. Hal tersebut menyebabkan kekurangan kapal sehingga diwaktu yang sama pihak
asing meelihat kekosongan tersebut dengan berdatangan ke perairan Indonesia. Dengan
kebijakan tersebut menyebabkan kemunduran bagi perusahaan pelayaran Indonesia sekaligus
industri kelautan Indonesia di masa pemerintahan orde baru. Selain dari itu tentunya dimasa
Soeharto dikenal dengan konflik TNI AD dan AL. Dimasa Soekarno, TNI AL sangat dekat
dengan pemerintah bersama Korps Komando Operasi (KKO) yang diisi oleh TNI AL.
Namun kedekatan ini tidak berlangsung lama setelah Soeharto berhasil menggulingkan
pemerintah Soekarno. Keberhasilan ini membuat Soeharto melakukan “pembersihan” di
tubuh Angkatan Laut melalu operasi Ikan Paus yang bertujuan untuk menghabisi KKO yang
sebelumnya sangat setia terhadap Soekarno. Hal ini membuat TNI AL di masa Soeharto
perlahan menjadi anak tiri dan tidak mendapat perhatian lebih dari pemerintah yang dimana
lebih banyak mempercayakan sesuatu ke TNI AD. Tentunya dengan konflik tersebut arah
kemaritiman yang sebelumnya sudah digagas Soekarno bersama TNI AL perlahan berubah
ke orientasi darat.

3.4 KEBIJAKAN PEREKONOMIAN ERA ORDE BARU

A. Keadaan Perekonomian Awal Orde Baru

Sejak awal, pemerintah Orde Baru menyadari bahwa kebijakan anti Barat yang merupakan
suatu ciri mencolok dari pemerintah Soekarno juga telah menimbulkan kesulitan bagi
Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Orde Baru memutuskan untuk meninggalkan
kebijakan “memandang ke dalam” (inward-lookingpolicies) yang hanya membawa
kebangkrutan bagi Indonesia dan menggantikannya dengan kebijakan “memandang ke luar”
(out-wardpolicies). Kebijakan ini dicirikan oleh kebijakan perdagangan luar negeri dan
kebijakan investasi asing yang bersifat lebih liberal itu artinya, pemerintah Indonesia mulai
menerapkan kebijakan yang dapat menghapus atau mengurangi berbagai rintangan atas
perdagangan luar negeri dan investasi asing.

B. Kebijakan Perekonomian Indonesia Era Orde Baru

Salah satu tindakan pertama Soeharto setelah mengambil alih pimpinan negara adalah
menugaskan tim penasihat ekonominya, yang terdiri atas kelima dosen FEUI, yaitu Widjojo
Nitisastro, Ali Wardhana, Mohammad Sadli, Soebroto, dan Emil Salim untuk menyusun
suatu program stabilisasi dan rehabilitasi. Tujuan utama dari program ini adalah memulihkan
stabilitas makro ekonmi dengan menghentikan hiperinflasi setinggi 600% yang telah
berkecamuk pada akhir masa pemerintahan Soekarno. Alat kebijakan utama untuk
menurunkan laju inflasi adalah anggaran berimbang (balancebudget), artinya pengeluaran
pemerintah dibatasi oleh penerimaan pemerintah.

1. Periode 1974-1981: “Boom” Minyak Bumi, Intervensi Pemerintah

yang Lebih Besar dan Pertumbuhan Ekonomi yang Pesat.

a. Kebijakan Pertanian
b. Kebijakan Industri

2. Periode 1983-1996: Era Pasca “Boom” Minyak Bumi, Deregulasi, dan

Pertumbuhan Ekonomi yang Pesat

DAMPAK PEREKONOMIAN ORDE BARU TERHADAP

PEMBANGUNAN DI INDONESIA

A. PEMERATAAN PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Sejak permulaan pemerintahan Orde Baru di Indonesia, peranan birokrasi Pemerintah dalam
pelayanan publik telah berkembang dengan sangat pesat. Pengeluaran pemerintah untuk
sektor-sektor pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, perumahan dan perhubungan telah
meningkat dari Rp. 414,3 milyar pada Pelita I menjadi Rp. 12.244,6 milyar dalam harga
konstan tahun 1969 pada Pelita IV, suatu peningkatan sebesar hampir 30 kali.

B. HASIL-HASIL PEMBANGUNAN DALAM PEMBANGUNAN

JANGKA PANJANG I

1. Swasembada Beras

Sejak tahun 1968 sampai dengan tahun 1992, produksi padi sangat meningkat.
Prestasi yang besar khususnya di sektor pertanian ini telah mengubah posisi Indonesia dari
negara pengimpor beras terbesar di dunia dalam tahun 1970-an menjadi negara yang
mencapai swasembada pangan sejak tahun 1984 dan kenyataan bahwa swasembada pangan
yang tercapai pada tahun itu selanjutnya juga selama lima tahun terakhir sampai dengan
tahun terakhir Repelita V tetap dapat dipertahankan. Di samping itu meningkatnya
penyediaan pangan selama ini mempunyai pengaruh sangat besar terhadap usaha mengurangi
jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan

2. Kesejahteraan Penduduk

Strategi yang mendahulukan pembangunan pertanian disertai dengan pemerataan


pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat, yang antara lain meliputi penyediaan
kebutuhan pangan, peningkatan gizi, pemerataan pelayanan kesehatan, keluarga berencana,
pendidikan dasar, air bersih, perumahan sederhana dan sebagainya. Strategi ini dilaksanakan
secara konsekuen setiap Repelita. Dengan strategi inilah pemerintah telah berhasil
mengurangi kemiskinan di Tanah Air. Hasilnya adalah sangat menurunnya jumlah penduduk
miskin di Indonesia. Pada tahun 1970-an ada 60 orang di antaranya yang hidup miskin dari
setiap 100 orang penduduk. Jumlah penduduk yang miskinini sangat besar, yaitu sekitar 55
juta orang. Penduduk Indonesia yang miskin ini terus bertambah kecil jumlahnya dari tahun
ke tahun.

3. Masyarakat Tinggal Landas

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa negara tinggal landas adalah negara industri.
Negara industri dapat berkembang karena dia menguasai dan mampu memanfaatkan
teknologi modern. Selanjutnya, penguasaan dan pemanfaatan teknologi modern
dimungkinkan melalui pendidikan dan latihan yang tepat serta mampu menyediakan
sumberdaya manusia dalam jumlah serta kualitas yang sesuai dengan keperluan
pembangunan nasional.

3.5 Pangan

Bagi Indonesia, pangan adalah satu-satunya komoditi yang mengawali pemulihan


kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah terhadap pemerintahan orde baru. Sebab kita
ketahui Indonesia mengahadapi kondisi kekuarangan pangan pada saat itu. Melihat kondisi
ini maka pemerntahan Soeharto memprioritaskan pengembangan pertanian pangan. Melalui
Bulog sebgai salah satu Lembaga pemerintah yang memiliki perana sentral dalam mengelola
pangan nasional.

Hingga pada masa pelita IV keadaan pangan Indonesia khususnya beras meningkat
dengan berbekal pengalaman yang terjadi pada krisis beras tahun 1982 karena kekeringan
melanda dan pengaruh Elnino dan Lanina, maka memicu lahirnya konsepsi kebijakan baru
yaitu intensifikasi pertania dan perbaikan irigasi secara menyeluruh sehingga melalui
kebijakan ini terjdilah kenaikan tajam dalam produksi beras yang membawa sejarah baru bagi
bangsa indonesia pada tahun 1984, karena pada saat itu berhasil melakukan swasembada
beras. Namun kembali gagal pada tahun berikutnya karena faktor almam kembali, dan
produksi beras kembali turun dan mengahruskan pemerintah untuk kembali mengimpor beras
utuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri.

Untuk bagian pangan lainnya Indonesia terbilang berhasil meningkatkan sektor pangan
lainnya seprti susu sapi, pada saat itu pemerintah indonesia mengambil sebuah kebijakan
untuk mengimpor secara besar besaran sapi perah dengan kualitas yang sangat baik, dan
dibagikan kepada para peternak sapi dengan syarat sudah memiliki minimal 1 ekor sapi, dan
dengan kebijakan ini berhasil menaikan produksi susu dalam negeri pada masa itu.

KESIMPULAN

Masalah agraria bukan masalah biasa, karna agraria mencakup 5 masalah, dan sudah
berlangsung sejak lama kalau di negara indonesia memang selalu banyak masalah pada
bidang-bidang ini dan belum menemukan kebijakan atau jalan yang baik yang membuat
keadaan berubah menjadi baik secara berkepanjangan.Dimulai dari tanah hingga sda,
Semuanya menjadi pembahasan utama. Pada aspek pangan, muncul tanda kejayaan
Swasembada terjadi, walaupun hanya sekali dan di tahuntahun berikutnya kembali
melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menjaga stabilitas harga
nasional. Namun pada sektor lain seperti susu, dapat dibilang berhasil

Daftar Pustaka

Amang, Beddu dan Sawit, M. Husein. 2001. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional Pelajaran
dari Orde Baru dan Orde Reformasi. Bogor :IPB Press

Ali, Fachry. dkk. 1996. Beras, Koperasi dan Politik Orde Baru: sebuah biografi Bustanil
Arifin 70 tahun. Jakarta : Sinar Harapan

Boedi Harsono (a), 2008, Hukum Agraria : Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Hukum Tanah Nasional Jilid 1 Cet 11, Jakarta: Djambatan

Jangka panjang II, Lustrum ke-7 fakultas Ekonomi UGM,1990.


Bungaran saragih.1998. “Strategi Pengembangan Pertanian Pasca Orde Baru”. dalam
usahawan. No.10/Th. XXVII. Mei 1997
Hutauruk, M.1985. Garis Besar ilmu politik pelita keempat 1984-1989. Jakarta; penerbit
Erlangga
Rencana pembangunan lima tahun kelima 1989/1990-1993/1994, Buku I
https://poskota.co.id/2018/03/12/trilogi-pembangunan/

https://www.bappenas.go.id/id/data-dan-informasi-utama/dokumen-perencanaan-
dan pelaksanaan/dokumen rencana-pembangunan-lima-tahun-
repelita/&ved=2ahUKEwiB7--L3bnvAhUYOisKHXy-
DUYQFjABegQIGBAC&usg=AOvVaw2LBDpboKevK9fhjtgbN5qL

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.bappenas.go.id/id/data-dan-informasi-
utama/dokumen-perencanaan-dan-pelaksanaan/repelita-v---buku-
iv/&ved=2ahUKEwiB7--L3bnvAhUYOisKHXy-
DUYQFjACegQIEBAC&usg=AOvVaw0AaLmHiUZuZgfvKoEvg3kx

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.bappenas.go.id/id/data-dan-informasi-
utama/dokumen-perencanaan-dan-pelaksanaan/repelita-v---buku-
iv/&ved=2ahUKEwiB7--L3bnvAhUYOisKHXy-
DUYQFjACegQIEBAC&usg=AOvVaw0AaLmHiUZuZgfvKoEvg3kx
Pembagian Tugas

Tupoksi : Imam PPT, Moderator

Putri Repelita 4

Taufiqurrahman Repelita 4 dan data-data

Ikhlas Menggabungkan Word , Repelita V

Joko, Ardial, Joel Repelita V

Faruqrozi, David Repelita VI

Argumentasi

Ardial Rifaldi Gajah

Dalam pembahasan rencana pembangunan atau yang kita sebut dengan


(Repelita),terlihat bahwa persoalan mendasar berkaitan dengan pelaksanaan reformasi agraria
adalah ketersediaan data dan informasi yang akurat tentang lahan dan kependudukan.
Informasi tentang lahan tersebut terutama berkaitan dengan struktur penguasaan, pemilikan
dan pengusahaan lahan serta berbagai kelembagaan yang terkait dengan keberadaan lahan
tersebut. Data dasar tentang penguasaan/pemilikan dan pengusahaan lahan serta kelembagaan
yang terkait dengan keberadaan lahan akan dengan mudah dapat menuntun berbagai upaya
perbaikan yang akan dilakukan. Selain itu dari peta lahan yang komprehensif dapat ditaksir
tingkat kesejahteraan masyarakat dan upaya-upaya yang mungkin dapat dilakukan dalam
memperbaiki kesejahteraan masyarakat tersebut. Reformasi dalam peraturan/undang-undang
yang terkait dengan lahan perlu diawali dengan Undang-Undang Pokok Agraria.
Hal-hal yang mengarah pada dominasi negara terhadap pemanfaatan lahan perlu
direformasi. Selain itu, berbagai Undang-Undang dan produk hukum lainnya perlu juga
direformasi, sehingga kesan bahwa semua lahan di negara ini sudah dikapling oleh
kepentingan sektoral tidak terlalu menonjol seperti selama ini. Pada tingkat perencana di
pusat dan di daerah perlu melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan pemanfaatan lahan
untuk kepentingan kehutanan, pertambangan, pertanian dan lainnya, sehingga masyarakat
lokal tidak hanya menjadi penonton dan membiarkan lingkungannya rusak serta hilangnya
beberapa kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya. Hal lain yang tak kalah pentingnya
adalah reformasi sikap pemerintah tentang tanah adat atau tanah ulayat. Walaupun dalam
UUPA keberadaan tanah adat diakui, namun dalam kenyataannya masyarakat adat sering
diabaikan dalam pemanfaatan lahan yang ada di wilayahnya.

Faruq rozi

Menurut saya, Keberhasilan pembangunan belumlah tentu sebuah keberhasilan. Bahkan,


keberhasilan pembangunan-khususnya selama Orde Baru, bisa menjadi perusakan alam dan
kerugian besar untuk masyarakat daerah. Ini terjadi, karena pelaksanaan pembangunan kurang
memperhatikan analisis dampak sosial. Juga pengaruh banyaknya pejabat-pejabat yang menguasai
sistem-sistem untuk kepentingan diri mereka masing-masing sebagaimana yang telah menjadi ciri
dari pemerintahan dan masyarakat Orde Baru.

Taufiqurrahman

Dalam pembahasan pembangunan rencana lima tahun atau biasa yg dikenal dengan “repelita”.
Dimana saat itu yg memimpin ialah Soeharto. Pada saat Repelita IV-VI (1984-1998) terjadi berbagai
pembangunan yang dilakukan termasuk reformasi agraria. Dan reformasi agraria sendiri ialah
ketersediaan data dan informasi yang akurat tentang lahan dan kependudukan. Informasi tentang
lahan tersebut terutama berkaitan dengan struktur penguasaan, pemilikan dan pengusahaan lahan
serta berbagai kelembagaan yang terkait dengan keberadaan lahan tersebut. Pelbagai prestasi
dalam repelita IV-VI menunjukkan kemajuan yang memberikan dampak baik bagi perekonomian .
Adapun prestasi tersebut antara lain:

Swasembada Beras

Sejak tahun 1968 sampai dengan tahun 1992, produksi padi sangat meningkat. Prestasi yang besar
khususnya di sektor pertanian ini telah mengubah posisi Indonesia dari negara pengimpor beras
terbesar di dunia dalam tahun 1970-an menjadi negara yang mencapai swasembada pangan sejak
tahun 1984 dan kenyataan bahwa swasembada pangan yang tercapai pada tahun itu selanjutnya
juga selama lima tahun terakhir sampai dengan tahun terakhir Repelita V tetap dapat dipertahankan.
Di samping itu meningkatnya penyediaan pangan selama ini mempunyai pengaruh sangat besar
terhadap usaha mengurangi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan .

Kesejahteraan Penduduk

Strategi yang mendahulukan pembangunan pertanian disertai dengan pemerataan pemenuhan


kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat, yang antara lain meliputi penyediaan kebutuhan pangan,
peningkatan gizi, pemerataan pelayanan kesehatan, keluarga berencana, pendidikan dasar, air
bersih, perumahan sederhana dan sebagainya. Strategi ini dilaksanakan secara konsekuen setiap
Repelita. Dengan strategi inilah pemerintah telah berhasil mengurangi kemiskinan di Tanah Air.
Hasilnya adalah sangat menurunnya jumlah penduduk miskin di Indonesia. Pada tahun 1970-an ada
60 orang di antaranya yang hidup miskin dari setiap 100 orang penduduk. Jumlah penduduk yang
miskinini sangat besar, yaitu sekitar 55 juta orang. Penduduk Indonesia yang miskin ini terus
bertambah kecil jumlahnya dari tahun ke tahun.

Masyarakat Tinggal Landas

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa negara tinggal landas adalah negara industri. Negara
industri dapat berkembang karena dia menguasai dan mampu memanfaatkan teknologi modern.
Selanjutnya, penguasaan dan pemanfaatan teknologi modern dimungkinkan melalui pendidikan dan
latihan yang tepat serta mampu menyediakan sumberdaya manusia dalam jumlah serta kualitas
yang sesuai dengan keperluan pembangunan nasional.

Maka dari itu menurut saya perkembangan Agraria pada masa repelita IV-VI cukup tergolong
berhasil pada masa itu. Dan sedikit lebih baik dari Repelita I-III ataupun masa orde lama. Karena
hanya pada zaman tersebut lah Indonesia mampu mengalami swasembada beras.

Ikhlas Simbolon

Perjalanan kebijakan pembaharuan agraria (agrarian reform) tetap dijalankan oleh rejim
pemerintahan Orde Baru dengan satu mainstream kepentingan adalah mempercepat swasembada
pangan dan liberalisasi ekonomi dan kapitalisasi negara. Hampir seluruh pendekatan kebijakan
agraria yang dipergunakan oleh Orde Baru adalah condong kepada state center approach dengan
melibatkan militer sebagai pengawalnya. Proses deregulasi dan debirokratisasi yang dilakukan dalam
bidang kelembagaan agraria selama Orde Baru adalah memangkas ruang hak-hak publik rakyat
menjadi hak-hak yang dikuasai negara. Peralihan hak agraria dilakukan secara represif dengan
melibatkan rekayasa hukum yang dilakukan melalui deretan hirarki kelembagaan mulai dari tingkat
pusat hingga daerah. Peran BPN adalah sebagai instrumen kebijakan negara, bukan lagi sebagai
institusi pelayan publik. Peran BPN yang demikian ini telah menyebabkan berbagai sengketa agraria
di tanah air sebenarnya adalah karena produk hukum ganda dari BPN.

Selama masa Orde Baru UUPA No 5 /1960 hanya dijadikan rujukan oportunitas untuk beberapa pasal
yang menguntungkan kebijakan negara. Peran militer dan yang sangat besar dalam kebijakan agraria
selama Orde Baru adalah sebagai bukti bahwa proses tranformasi hak penguasaan tanah adalah
merupakan bagian dari agenda kepentingan lapisan-lapisan elit militer yang berkoalisi dengan
kekuatan birokrat negara untuk memberikan muatan isi kebijakan kebijakan yang dihasilkan.
Meluasnya konflik dan sengketa agraria di berbagai daerah, adalah merupakan fenomena logis dari
implementasi kebijakan agraria yang selama ini bias kepada kepentingan-kepentingan elit.

Adanya berbagai tuntutan rakyat untuk menuntut kembali tanahnya akan terus membesar seirinng
dengan situasi demokratisasi dan transparansi yang menjadi platform dasar reformasi Indonesia.
Sengketa demikian dapat diselesaikan melalui dua skema dasar, pertama, melakukan land reform
dengan segera pada daerah-daerah yang tidak mungkin dilakukan transformasi ke industrialisasi
yang dipercepat, kedua, melakukan penataan sistem produksi dengan melibatkan rakyat secara
penting dalam keseluruhan proses nilai tambah resorsis agraria, ketiga merevisi produk-produk
hukum yang secara materiil cacat dan telah menyebabkan tercerabutnya hak resorsis agraria petani.
Tiga agenda alternatif ini adalah merupakan aspek penting untuk memulai pembaharuan agraria
sehingga sesuai dengan harapan publik.

Joko Robedo Sinurat

Masa repelita atau pembangunan lima tahun pada masa orde baru saya rasa memiliki
peningkatan,yang mana terkhusu dalam menangani masalah pangan.seperti yang disampaikan
bahwa hingga pada masa pelita IV keadaan pangan Indonesia khususnya beras meningkat dengan
berbekal pengalaman yang terjadi pada krisis beras tahun 1982 karena kekeringan melanda dan
pengaruh Elnino dan Lanina, maka memicu lahirnya konsepsi kebijakan baru yaitu intensifikasi
pertania dan perbaikan irigasi secara menyeluruh sehingga melalui kebijakan ini terjdilah kenaikan
tajam dalam produksi beras yang membawa sejarah baru bagi bangsa indonesia pada tahun 1984,
karena pada saat itu berhasil melakukan swasembada beras. Namun kembali gagal pada tahun
berikutnya karena faktor almam kembali, dan produksi beras kembali turun dan mengahruskan
pemerintah untuk kembali mengimpor beras utuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri.

Anda mungkin juga menyukai