Anda di halaman 1dari 68

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA

MEMBUMIKAN NILAI-NILAI PANCASILA


UNTUK MENANGKAL RADIKALISME DI KALANGAN GENERASI
MUDA

Oleh :
RUDI RACHMAD DESWANDY, SE, SH, M.BA

KERTAS KARYA ILMIAH PERORANGAN (TASKAP)


PROGRAM PENDIDIKAN SINGKAT ANGKATAN XXIII
LEMHANNAS RI
TAHUN 2021
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

Asalamualaikum Wr Wb, salam sejahtera bagi kita semua


Kami Panjatkan puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Mahas Esa serta atas
segala Rahmat dan Karunianya, penulis sebagai salah satu peserta Program
Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIII telah menyelesaikan tugas dari
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia sebuah Kertas Karya Ilmiah
Perorangan (Taskap) dengan judul :
MEMBUMIKAN NILAI-NILAI PANCASILA
UNTUK MENANGKAL RADIKALISME DI KALANGAN GENERASI MUDA
Penentuan Tutor dan judul Taskap ini didasarkan oleh Keputusan Gubernur
Nomor 85 Tahun 2021 tanggal 27 April 2021 tentang Lembaga Ketahanan Nasional
Republik Indonesia Pengangkatan Tutor Taskap dengan memilih judul yang telah
ditentukan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Bapak Gubernur Lemhannas RI yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti PPSA XXIII di Lemhannas RI tahun 2021.
Ucapan yang sama juga disampaiakan kepada Pembimbing atau Tutor kami
yaitu Bapak Edi Permadi dan Tim Penguji Taskap serta semua pihak yang telah
membantu serta membimbing Taskap ini sampai terselesaikan sesuai waktu dan
ketentuan yang dikeluarkan oleh Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia.
Penulis menyadari bahwa kualitas Taskap ini masih jauh dari kesempurnaan
akademis, oleh karena itu dengan segala kerendahn hati mohon adanya masukan
guna penyempurnaan naskah ini.
Besar harapan saya agar Taskap ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan
pemikiran penulis kepada Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia,
termasuk bagi siapa saja yang membutuhkannya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkah dan
bimbingan kepada kita semua dalam melaksanakan tugas dan pengabdian kepada
Negara dan bangsa Indonesia yang kita cintai dan banggakan.
Sekian dan terima kasih, Wassalamualaikum Wr Wb.

Jakarta, Agustus 2021


Penulis

RACHMAD DESWANDY, SE, SH, M.B.A


1

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL


REPUBLIK INDONESIA

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rachmad Deswandy, SE, SH, M.B.A.


Jabatan : Presiden Direktur.
Instansi : PT Demitra Karsa Perdana Adaro energy.
Alamat : Gedung World Trade Centre 1.
Jl. Jendral Sudirman 29-31 Lantai 14 Jakarta Selatan.

Sebagai peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) ke


XXIII tahun 2021, menyatakan bahwa :

a. Kertas Karya Ilmiah Perorangan (Taskap) yang saya tulis ini asli.
b. Apabila sebagian atau seluruhnya tulisan Taskap ini terbukti tidak asli
atau plagiasi, maka saya bersedia dinyatakan tidak lulus pendidikan

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

Jakarta, 28 Juli 2021


Penulis Taskap

RACHMAD DESWANDY, SE, SH, M.B.A


2

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL


REPUBLIK INDONESIA

LEMBAR PERSETUJUAN TUTOR TASKAP

Yang bertanda tangan di bawah ini Tutor Taskap dari :


Nama : Rachmad Deswandy, SE, SH, M.B.A
Peserta : Program Pendidikan Singkat Angkatam (PPSA) XXXIII
Judul Taskap : MEMBUMIKAN NILAI-NILAI PANCASILA
UNTUK MENANGKA RADIKALISME
DI KALANGAN GENERASI MUDA

Taskap tersebut telah ditulis “sesuai/tidak sesuai” dengan Juknis Taskap Peraturan
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2021,
“layak/tidak layak” dan “disetujui/tidak disetujui” untuk di uji.

Jakarta, 28 Juli 2021


Tutor Taskap

EDI PERMADI
3

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL


REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. i
PERNYATAAN KEASLIAN……………………………………………….. ii
LEMBAR PERSETUJUAN TUTOR……………………………………… iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… iv
TABEL ………………………………………………………………………. v
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang……………………………………………… 1
2. Rumusan Masalah………………………………………….. 4
3. Maksud dan Tujuan ………………………………………. 4
4. Ruang Lingkup dan Sistimatika …………………………. 5
5. Metode dan Pendekatan ………………………………… 6
6. Pengertian ………………………………………………… 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


7. Umum ………………………………...…………………… 9
8. Paradigma Nasional ……………………………………... 9
9. Peraturan Perundang-undangan ……………………….. 12
10. Kerangka Teori dan Konsep …………………………….. 15
11. Fakta dan Data …………………………………………… 17
12. Perkembangan Lingkungan Strategis …………………. 19
13. Peluang dan Kendala ……………………………………. 23

BAB III PEMBAHASAN


14. Pemahaman Tentang Radikalisme …………………….. 25
15. Radikalisme Dapat Berkembang
di Kalangan Generasi Muda ……………………………. 30
16. Konsep Membumikan Nilai-nilai Pancasila
di Kalangan Generasi Muda ……………………………. 40

BAB IV PENUTUP
17. Simpulan ………………………………………………….. 56
18. Rekomendasi …………………………………………….. 60
4

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.
Judul Kertas Karya Perorangan (Taskap) adalah : “Membumikan Nilai-
Nilai Pancasila Untuk Menangkal Radikalisme Di Kalangan Generasi Muda”,
judul ini dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi generasi muda Indonesia pada
masa kini dan masa datang. Generasi muda merupakan generasi penerus
pemegang estafet kepemimpinan bangsa, berkewajiban menjaga dan terus-
menerus membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarkat,
berbangsa dan bernegara untuk menghadapi era kekinian, yaitu era Revolusi
Industri 4.0.
Tantangan era Revolusi Industri 4.0 di tengah meningkatnya penyebaran
pandemi Covid-19 semakin dinamis dan selalu diwarnai oleh ketidakteraturan dan
ketidakpastian. Kondisi ini menimbulkan kecenderungan permasalahan baru yang
semakin beragam dan multi dimensional. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi begitu cepat, telah membawa dampak bagi kehidupan manusia,
dampak tersebut dapat menguntungkan maupun merugikan, bisa berdampak
menguntungkan apabila mampu memanfaatkannya untuk meningkatkan taraf
hidup, sebaliknya juga dapat berdampak merugikan, apabila terperdaya dengan
pemanfaatan untuk kepentingan yang negatif. Hal ini dapat diartikan bahwa
dampak ilmu pengetahuan dan teknologi berimplikasi langsung pada perubahan
berbagai aspek kehidupan, termasuk terhadap karakter generasi muda.
Perubahan karakter pada generasi muda bisa dipengaruhi oleh banyak hal, salah
satunya melalui penyebaran faham radikalisme di dunia maya kepada masyarakat
terutama di kalangan generasi muda Indonesia, mulai dari tingkat Sekolah
Menengah Pertama hingga Perguruan Tinggi dan penyebaran tersebut bukan saja
kepada Peserta Didik akan tetapi telah merasuk kepada para Guru dan Dosen.
Para Guru dan Dosen yang telah terpapar faham radikal dan sudah tentu sangat
anti Pancasila, selanjutnya mengajarkan mata pelajaran agama dan politik kepada
peserta didiknya, akibatnya di dunia nyata maupun di dunia maya generasi muda
memiliki keberanian untuk secara terang-terangan anti Pancasila, memiliki sikap
anti kebhinekaan berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa serta bersikap
intoleransi yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
2

Pancasila sebagai ideologi nasional memiliki ketangguhan untuk


menangkal segala bentuk tantangan, ancaman, gangguan dan hambatan
termasuk didalamnya menangkal aliran faham radikal baik yang berasal dari
dalam maupun luar, namun sayangnya nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi
Nasional, Dasar Negara maupun sebagai Falsafah Hidup yang juga merupakan
identitas dan jati diri bangsa Indonesia masih belum diterapkan secara optimal
dalam kehidupan sehari-hari.
Ketidakpahaman generasi muda terhadap Pancasila menyebabkan rentan
terhadap penyebaran faham radikalisme, menurut hasil survey Badan Nasional
Penaggulangan Terorisme (BNPT), bahwa 85 (delepan puluh lima) % generasi
muda rentan terpapar faham radikalisme 1, kalau sudah seperti ini maka bangsa
Indonesia harus sepakat untuk menjadikan faham radikalisme sebagai musuh
bersama dan ancaman langsung kepada generasi muda.
Bentuk ancaman langsung radikalisme di Indonesia bermacam-macam
tergantung kepada tipologinya 2 yaitu ; Radikal Gagasan, Radikal Non Teroris,
Radikal Milisi, Radikal Separatis dan Radikal Terorisme, sedangkan faktor
penyebabnya3 adalah; pertama faktor internal yaitu masalah kemiskinan, ketidak
adilan dan merasa tidak puas kepada kebijakan Pemerintah, kedua faktor kultural
yaitu sangat terkait dengan pemahaman keagamaan yang dangkal dan penafsiran
kitab suci yang sempit dan leksikal atau harfiyah dan ketiga adalah faktor
eksternal yakni pengaruh lingkungan luar negeri yang memberikan daya dorong
tumbuhnya sentiment keagamaan seperti ketidak adilan global, politik luar negeri
yang arogan dan imperialisme modern negara adidaya, serta faktor penyebab
lainnya adalah lunturnya4 pemahaman nilai-nilai luhur Pancasila di kalangan
generasi muda.
Beberapa peristiwa aksi radikal yang pernah terjadi, semuanya melibatkan
generasi muda baik sebagai pelaku maupun korbannya, seperti misalnya kejadian
peledakan bom di Resto Gula Merah Mall Alam Sutera Tangerang tahun 2015,
penembakan dan bom bunuh diri, di Thamrin Jakarta tahun 2016, peledakan bom
bunuh diri, di Terminal Kp. Melayu, Jakarta tahun 2017, Peledakan bom Surabaya

1
Chusna Muhammad, Survei BNPT : 85 % Milenial Rentan Terpapar Radikal. iNewsBali.id,
https://bali.inews.id/berita/survei-bnpt-85-persen-milenial-rentan-terpapar-radikalisme, 11 Juni 2021
pukul 21.13 Wib
2
Disampaikan oleh Muslih, Kasi Resosialisasi dan Rehabilitasi BNPT dalam Dialog Publik, Radikalisasi,
Terorisme dan Deradikalisasi Paham Radikal olah Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Tengah di Hotel
Pandanaran Semarang, 3 Desember 2011, diunduh pada 13 Juni 2021, pukul 23.00 Wib
3

3
Dr Suaib Tahir dkk,2020,Buku Panduan Pencegahan Radikalisme Di Lingkungan Kerja BUMN dan
Perusahaan Swasta,cetakan I,Jakarta, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
4
Anggraini, D., Fathari, F., Anggara, J. W., & Amin, M. D. A. A. (2020). Pengamalan Nilai-nilai Pancasila Bagi
Generasi Milenial. Jurnal Inovasi Ilmu Sosial dan Politik. 2(1). 11-18.
4

di tiga tempat ; Gereja Santa Anna Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia,
dan Gereja Pantekosta Pusat tahun 2018 serta Penusukan Menteri Koordinator
Politik Hukum dan Keamanan di Pandeglang, Banten tahun 2019.
Peristiwa diatas menjadikan pelajaran bagi bangsa Indonesia akan
pentingnya menyiapkan dan membentuk generasi muda yang berkarakter sesuai
yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomer 40 Tahun 2009
tentang Kepemudaan, bab III, pasal 6 yaitu, memiliki semangat kejuangan,
kesukarelaan, tanggung jawab dan kesatria serta memiliki sifat kritis, idealis,
inovatif, progresif, dinamis, reformis dan futuristik. Kalangan generasi muda harus
mampu berperan aktif mewujudkan Indonesia yang Harmoni, Damai, Adil dan
Makmur melalui pembumian nilai-nilai luhur Pancasila, keberadaan Pancasila
hendaknya dapat dijadikan sebagai jembatan emas yang mampu menghubungkan
antara jati diri bangsa Indonesia dengan pengaruh dari luar yang tidak sesuai
dengan budaya bangsa termasuk didalamnya menangkal radikalisme. Nilai-nilai
luhur Pancasila yang perlu dibumikan meliputi ; Sila Pertama Ketuhanan Yang
Maha Esa, mengingatkan kalangan generasi muda bahwa ada Tuhan Yang Maha
Esa sebagai pusat dari segala kehidupan yang ada dibumi ini, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang paling canggihpun tidak akan mampu
menggantikan keberadaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Sila Kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, mengingatkan kepada
kaum generasi muda bahwa harus mampu berpikir dan bertindak adil kepada
sesama, tidak meremehkan segala persoalan yang ada serta lebih mementingkan
kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan individu atau kelompok.
Sila ketiga Persatuan Indonesia, kaum generasi muda hendaknya memiliki sifat
hidup gotong royong dan sejajar dengan bangsa lain, senantiasa toleransi
terhadap perbedaan yang ada dan memiliki pendirian dan jiwa juang yang
tangguh agar tidak dapat diacak-acak oleh bangsa lain.
Sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan, mengingatkan bahwa kalangan generasi muda bersikap
demokratis dengan mengedepankan musyawarah untuk mufakat, keputusan yang
diambil tidak boleh atas dasar otoriter namun hasil kompromi bersama dan keputusannya
mengikat semua pihak.
Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, kalangan generasi muda
hendaknya selalu mengusahakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, sebaliknya juga mampu memberikan
5

kritik atau saran masukan bila dijumpai ada struktur sosial, politik dalam
masyarakat yang menciptakan ketidak adilan.

2. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian diatas, maka diketemukan rumusan permasalahan
dalam penulisan Kertas Karya Perorangan (Taskap) ini adalah “Bagaimana
Membumikan Nilai-Nilai Pancasila Untuk Menangkal Radikalisme Di
Kalangan Generasi Muda”, dari rumusan masalah tersebut maka pertanyaan
penelitiannya sebagai berikut :

a. Apakah yang dimaksud dengan radikalisme ?

b. Bagaimana radikalisme dapat berkembang di kalangan generasi


muda?

c. Bagaimana konsep membumikan nilai-nilai Pancasila di kalangan


generasi muda agar memiliki ketangguhan dan kemampuan untuk
menangkal radikalime ?

3. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Penulisan Kertas Karya Perorangan ini dimaksudkan


untuk memberikan gambaran mengenai beberapa strategi dan upaya yang
dilakukan, sebagai suatu konsepsi yang diharapkan mampu diaplikasikan
untuk memecahkan permasalahan yang ditemukan pada membumikan
nilai-nilai Pancasila untuk menangkal radikalisme di kalangan generasi
muda.

b. Tujuan. Penulisan Kertas Karya Perorangan ini bertujuan unkuk


memberikan masukan dan sumbangan pemikiran serta rekomendasi yang
disarankan kepada pengambil keputusan dan perumus kebijakan yang
berkompeten, berkenaan dengan membumikan nilai-nilai Pancasila untuk
menangkal radikalisme di kalangan generasi muda.
6

4. Ruang Lingkup dan Sistimatika.

a. Ruang Lingkup. Pembahasan kertas karya perorangan ini


dibatasi pada membumikan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan, Persatuan dan Kesatuan, Keadilan, Musyawarah,
Demokrasi dan Kekeluargaan/Gotong-royong sebagai modal dasar
pembangunan sumber daya manusia khususnya generasi muda agar
memiliki ketangguhan dan kemampuan serta ketahanan untuk menangkal
radikalisme.

b. Sistimatika. Kertas karya perorangan ini terdiri dari 4 (empat) bab


yang masing-masing bab memiliki keterkaitan dan korelasi antara bab satu
dengan bab lainnya, disusun dengan sistimatika sebagai berikut :

1) Bab I Pendahuluan. Menguraikan tentang rumusan pokok


pembahasan penulisan secara garis besar, maksud dan tujuan,
ruang lingkup beserta sistimatikanya, pendekatan dan metoda serta
pengertian yang digunakan dalam penulisan ini.

2) Bab II Tinjauan Pustaka. Menguraikan tentang dasar-dasar


pemikiran penulisan Kertas Karya Perorangan tentang Membumikan
Nilai-Nilai Pancasila Untuk Menangkal Radikalisme Di Kalangan
Generasi Muda, berupa Paradigma Nasional meliputi Landasan Idiil
Pancasila, Landasan Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945,
Landasan Visional Wawasan Nusantara, Landasan Konsepsional
Ketahanan Nasional, serta Peraturan Perundangan yang terkait,
juga berbagai Teori, Konsep dan Pustaka. Selain itu juga diuraikan
Pengaruh Perkembangan lingkungan Strategis yang relevan dengan
tulisan ini, baik faktor eksternal maupun internal pada lingkup global,
regional dan nasional.

3) Bab III Pembahasan. Membahas tentang lemahnya


ketahanan individu atau perorangan terhadap ancaman bahaya
radikalisme, memudarnya nilai-nilai Pancasila di kalangan generasi
muda serta ketidakwaspadaan dalam penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi. Selain itu juga membahas tentang
berbagai strategi
7

dan upaya yang dilaksanakan agar generasi muda memiliki


ketahanan dan mampu menangkal radikalisme melalui membumikan
ideologi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di era kekinian.

4) Bab IV Penutup. Memuat simpulan dari uraian pada


rangkaian bab sebelumnya sebagai pembuktian pernyataan dalam
judul dan sekaligus pemecahan masalahnya, serta rekomendasi
yang disarankan bagi membumikan nilai-niai Pancasila untuk
menangkal radikalisme di kalangan generasi muda.

5. Metoda dan Pendekatan.

a. Metoda. Pembahasan kertas karya perorangan ini menggunakan


metoda deskriptif analistis dari hasil perolehan gejala, fakta dan data
berdasarkan data sekunder dari hasil studi literatur dan observasi, yang
kemudian disusun secara sistematis dan dianalisa sehingga dapat
dirumuskan langkah-langkah penyelesaian masalah.

b. Pendekatan. Penyusunan kertas karya perorangan ini mengguna-


kan pendekatan perspektif kepentingan nasional terutama aspek
kesejahteraan dan keamanan dengan menggunakan pisau analisis
multidisiplin ilmu sesuai kerangka teoritis yang digunakan.

6. Pengertian.

a. Membumikan, arti kata membumikan adalah memasyarakatkan 5


sehingga dalam konteks tulisan ini bermakna memasyarakatkan nilai-nilai
Pancasila.

b. Nilai-Nilai Pancasila, Pancasila sebagai sistem nilai artinya


mengandung serangkaian nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,

5
https://kbbi.kemdikbud.go.id/Beranda,pada 29 Mei 2021 pukul 16.00 wib.
8

Kerakyatan dan Keadilan yang merupakan satu kesatuan utuh dan


sistematis.6

c. Menangkal, arti kata menangkal adalah menolak 7 sehingga dalam


konteks tulisan ini bermakna menolak radikalisme.

d. Radikalisme. Setiap upaya membongkar sistem yang sudah mapan


yang sudah ada dalam kehidupan bernegara dengan cara kekerasan,
menurut hukum radikalisme adalah suatu tindakan kekerasan untuk anti
Pancasila, anti kebhinekaan dan intoleransi, sehingga semua orang yang
berbeda dengannya dianggap salah.8

e. Pemuda, adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode


penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas)
sampai dengan 30 (tiga puluh) tahun9.

f. Wawasan Nusantara, adalah kesatuan bangsa dan keutuhan


wilayah Indonesia. Cara pandang bangsa Indonesia yang mencakup
perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, sebagai
satu kesatuan ekonomi, sebagai satu kesatuan budaya dan sebagai satu
kesatuan pertahanan keamanan.10

g. Ketahanan Nasional, adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia


yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi
segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang datang
dari dalam maupun luar yang dapat membahayakan integritas,
kelangsungan hidup bangsa, negara Indonesia.11

6
Kompas.com, 2020, Pancasila Sebagai Sistem Nilai ,di unduh dari
https:www.kompas.com/skola/read/2020/20/19/15300069, 31 Mei 2021, pukul 1121.
7
Tim Prima Pena, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Gita Media Press, tahun 2011, hal 619
8
Dr Suaib Tahir dkk,2020,Buku Panduan Pencegahan Radikalisme Di Lingkungan Kerja BUMN dan
Perusahaan Swasta,cetakan I,Jakarta, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
9
Undang-undang Republik Indonesia, Nomer 40, Tahun 2009, Bab I, Pasal 1.
10
Tim Pokja Wawasan Nusantara, 2021, Bidang studi Wawasan Nusantara, 978=602-14873-5-8,
Jakarta,Lemhanns, hal 12.
9

11
Tim Pokja Ketahanan Nasional, 2021, Bidang Studi Ketahanan Nasional,978-602-14873-6-5,Jakarta,
Lemhannas, hal 57.
10

g. Nasionalisme, adalah jiwa dan semangat, untuk mendahulukan


kepentingan rakyat Indonesia agar tidak terjajah secara politik, ekonomi,
budaya bahkan militer.12

h. Revolusi Industri 4.0 dalam konteks perubahan peradaban,


adalah didefiniskan sebagai perubahan yang revolusioner berbasiskan
berbagai teknologi terkini. Revolusi ini ditandai dengan munculnya cyber-
physical-system, Internet of Thing (IoT), Big Data, dan aneka layanan
memanfaatkan IT. Selain itu revolusi Industri 4.0 dapat dikatakan sebagai
perubahan revolusioner yang terjadi ketika Teknologi Informasi diterapkan
pada semua Industri. Terdapat perubahan besar (megatrend) pada ketiga
aspek utama revolusi Industri 4.0 yaitu pada (1) aspek physical meliputi
Automous Vehicle, 3D printing, Advance robotic, dan material baru; (2)
aspek digital yang ditandai dengan telah hadirnya Internet of Things (IoT),
Big data, Blockchain, dan Platforms, dan (3) aspek Biologi yang progresnya
telah mulai dirasakan yaitu Genome dan biologi sintetis13.

i. Ancaman nonmiliter, adalah ancaman yang menggunakan faktor-


faktor non militer yang dinilai dapat membahayakan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah negara dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman non
militer dapat berasal dari luar negeri atau dapat bersumber dari dalam
negeri. Ancaman nonmiliter digolongkan ke dalam ancaman yang
berdemensi idiologi, politik, sosial budaya, keselamatan umum, teknologi
dan legislasi14.

12
Tim Pokja Kewaspadaan Nasional,2021, Bidang studi Kewaspadaan Nasional, 978-602-14873-8-9, Jakarta,
Lemhannas, hal 34
13
Jefri Marzal ,Human Universitas Jambi, 2019, Revolusi Industri 4.0 Bagaimana Meresponnya, 19 Juni
2019, https://www.unja.ac.id, diunduh pada 23 Juni 2021 pukul 11.05 Wib.
14
Dra. Elita Tamami, M.Si, 2019, Quovadis rancangan undang-undang pengelolaan sumber daya nasional
untuk pertahanan negara, jurnal Pothan.
11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

7. Umum. Segala upaya yang sedang dan akan dilaksanakan guna


mewujudkan generasi muda memiliki kemampuan menangkal radikalisme adalah
dengan membumikan nilai-nilai Pancasila berdasarkan landasan yang kokoh dan
kuat serta telah mendapatkan kesepakatan nasional. Membumikan nilai-nilai
Pancasila dikalangan generasi muda menjadi tugas semua komponen bangsa
yang dilakukan secara sadar, tulus, ikhlas dan jujur serta didasari dengan sikap
pengabdian kepada bangsa dan negara, oleh karena itu diperlukan pedoman
berupa Paradigma Nasional yang meliputi ; Pancasila sebagai landasan idiil,
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional, Wawasan
Nusantara sebagai landasan visional dan Ketahanan Nasional sebagai landasan
konsepsional, serta Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional untuk periode 20 (dua
puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan 2025, Peraturan
Pemerintah lainnya sebagai penjabaran operasional. Paradigma Nasional dan
peraturan perundang-undangan serta berbagai teori dan konsep yang digunakan
dalam bab ini akan mendasari analisis terhadap pembahasan yang akan
disampaikan dalam bab selanjutnya, sehingga pemecahan masalahan benar-
benar memenuhi azas tepat, benar, baik dan aktual.

8. PARADIGMA NASIONAL.

a. Pancasila sebagai landasan Idiil.


Pancasila sebagai dasar negara merupakan Sumber Hukum Dasar
Negara, maka Setiap produk hukum tentang Membumikan Nilai-Nilai
Pancasila harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila. Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan
UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-
pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada
akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan dari UUD1945, serta hukum
positif lainnya. Peran Pancasila sebagai landasaan idiil menjadi sangat
penting dalam menyelesaikan masalah radikalisme, namun tidak semudah
12

membalikan tangan, dibutuhkan kerja keras dan serius serta konsisten


dalam membumikan nilai-nilai Pancasila untuk menangkal radikalisme di
kalangan generasi muda.
Pancasila Sebagai pandangan hidup bangsa merupakan pedoman
tata laku, ditinjau dari perspektif teoritis kedudukan Pancasila sebagai
groundnorm menurut Hans Kelsen, atau Staatsfundamentalnorm dalam
teori Hans Nawiasky15. Nilai-nilai Pancasila dengan sendirinya menjadi
bagian dari kesepakatan bersama (general egreement) segenap komponen
bangsa tentang nilai-nilai bersama yang diyakini dapat mempersatukan
bangsa Indonesia sebagai satu bangsa yang hidup dalam satu Negara
Indonesia, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan, Persatuan dan
Kesatuan, Keadilan, Musyawarah, Demokrasi dan
Kekeluargaan/Gotong-royong.
Peran Pancasila sebagai pandangan hidup menjadi pedoman
perilaku sehari-hari baik dalam ucapan maupun tindakan, kaitannya dengan
menangkal radikalisme, maka hal ini menjadi tanggung jawab bersama
khususnya generasi muda untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dalam suasana harmonis dan damai.
Pancasila sebagai ideologi nasional berfungsi sebagai sarana
pemersatu bangsa Indonesia atas kebhinekaan, yang terdiri beragam suku,
agama, ras, antar golongan, kepentingan politik dan budaya, menyikapi
perbedaan ini maka keanekaragaman sebagai suatu kekayaan yang harus
dijunjung tinggi dengan mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa
diatas kepentingan pribadi, golongan dan daerah. Pada lingkup nasional
yang menjadi pedoman adalah kepentingan nasional, sehingga terlihat jelas
bahwa persatuan bangsa merupakan nilai luhur yang harus dijunjung tinggi
oleh semua pihak. Kaitannya dengan menangkal radikalisme dikalangan
generasi muda adalah potensi disintegrasi bangsa sebagai akibat dari
adanya pemikiran dan tindakan radikal perlu dihindari oleh karena itu sila ke
tiga persatuan Indonesia merupakan kata kunci bagi generasi muda guna
menangkal radikalisme,

15
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan : Dasar-Dasar dan Pembentukannya
(Yogyakarta : Kanisius, 1998)
13

b. UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional.


Undang-undang Dasar 1945 dalam Pembukaannya mengamanatkan
bahwa Negara berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Hal tersebut merupakan kaidah yang menjadi landasan bagi
penyelenggaraan membumikan nilai-nilai Pancasila. Secara jelas pada poin
pembukaan berikutnya dinyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada butir-butir
Pancasila, yang mengandung pula bahwa membumikan nilai-nilai
Pancasila harus diberdayakan. Sejalan dengan mencerdaskan kehidupan
bangsa maka membumikan nilai-nilai Pancasila merupakan tugas
Pemerintah untuk menyelenggarakan Pendidikan sesuai Bab XIII pasal 31,
agar warga negara memiliki pengetahuan yang memadai guna menangkal
radikalisme.

c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional.


Wawasan Nusantara secara mendasar mengandung arti sebagai :
cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan
keberadaannya dengan memanfaatkan kondisi dan konstelasi geografi
yang berupaya menciptakan tanggung jawab, motivasi dan rangsangan
bagi seluruh bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan nasional. Berangkat
dari pemahaman itu, membumikan nilai-nilai Pancasila untuk menangkal
radikalisme didasarkan cara pandang sesuai wawasan nusantara, yang
akan memantapkan sikap kebersamaan yang tinggi, senasib
sepenanggungan sebagai suatu tekad dengan lebih mengutamakan
kepentingan nasional daripada kepentingan perorangan atau golongan.
Wawasan Nusantara juga mengilhami pandangan dalam membumikan
nilai-nilai Pancasila untuk menangkal radikalisme sebagai rasa tanggung
jawab dalam memanfaatkan potensi sumber daya yang terkandung di
dalamnya, bagi pengembangan persatuan dan kesatuan dalam semua
bidang kehidupan bangsa dan negara.
Wawasan Nusantara memberikan arah dan pedoman dalam
penyelenggaraan pembangunan dengan mengedepankan persatuan dan
kesatuan di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan
14

keamanan, termasuk di dalamnya membumikan nilai-nilai Pancasila untuk


menangkal radikalisme di kalngan generasi muda.

d. Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konsepsional.


Ketahanan Nasional merupakan kondisi dinamik bangsa Indonesia
yang meliputi semua aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi
keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembang-
kan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala
tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan, baik yang datang dari luar
maupun dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan
hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya.
Berangkat dari pemahaman, bahwa membumikan nilai-nilai Pancasila di
kalangan generasi muda merupakan realisasi konsepsi ketahanan agar
bangsa Indonesia dapat mempertahankan dan melangsungkan
kehidupannya di tengah-tengah bangsa lainnya di dunia yang selalu
berubah, sehingga generasi muda dibina melalui membumikan nilai-nilai
Pancasila secara berlanjut, sinergik, bermodalkan keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional. Ketahanan Nasional sebagai suatu konsepsi merupakan
pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan dalam
kehidupan Nasional yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945,
sedangkan sebagai kondisi ketahanan nasional merupakan kondisi totalitas
segenap aspek kehidupan bangsa berdasarkan persatuan dan kesatuan.
Oleh karenanya ketahanan nasional juga merupakan landasan
konsepsional untuk membumikan nilai-nilai Pancasila untuk menangkal
radikalisme di kalangan generasi muda.

9. Peraturan Perundang-undangan.

a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)


2005-2025.
Sejak bergulirnya reformasi dan Amandemen UUD 1945, arah
penyelenggaraan pembangunan nasional tidak lagi mengacu pada
rumusan Garis Besar Haluan Negara sebagai landasan operasionalnya,
karena fungsi dan kedudukannya beralih pada Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang saat ini telah diberlakukan untuk
periode 2005-2025
15

dan disahkan ke dalam Undang-undang RI No. 17 Tahun 2007. RPJPN


tersebut digunakan sebagai pedoman dari rangkaian Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2020-2024, yang telah
ditetapkan melalui Peraturan Presiden nomer 18 tanggal 27 Januari 2020,
sesuai dengan visi dan misi serta program dari Presiden yang dipilih secara
langsung oleh rakyat. Garis besar arah pembangunan dalam RPJPN dan
RPJMN, harus dipedomani sebagai kerangka landasan kaitan dengan
penyelenggaraan pembangunan sumber daya manusia melalui
membumikan nila-nilai Pancasila di kalangan generasi muda, agar
berlangsung secara terarah dan selaras dengan kepentingan nasional yang
telah ditetapkan.

b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 2 dinyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber segala
sumber hukum negara. Mempertegas bahwa Pancasila merupakan hukum
dasar negara dan berfungsi sebagai cita hukum dan sebagai hukum positif
sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh
bertentang dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

c. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan.


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2009 tentang
Kepemudaan. Pada pasal 1, Pemuda adalah warga negara Indonesia yang
memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia
16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Pasal 19 Pemuda
bertanggungjawab dalam pembangunan nasional untuk: (1) menjaga
Pancasila sebagai ideologi negara; (2). menjaga tetap tegak dan utuhnya
Negara Kesatuan Republik Indonesia;(3). memperkukuh persatuan dan
kesatuan bangsa; (4). melaksanakan konstitusi, demokrasi, dan tegaknya
hukum; (5).meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat.

d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang pemberantasan


terorisme.
Pasal 43 E, Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme aspek
pencegahan secara simultan, terencana dan terpadu perlu dikedepankan
16

untuk meminimalisasi terjadinya tindak pidana terorisme. Pencegahan


secara optimal dilakukan dengan melibatkan kementerian atau lembaga
terkait serta seluruh komponen bangsa melalui upaya kesiapsiagaan
nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi yang dikoordinasikan oleh
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)

e. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang perubahan atas


Undang-Undang ITE Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektonik.
Pencegahan dan pemberantasan dalam penyebaran pornografi
lewat komputer dan internet seperti tersebut diatas pada Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, khususnya dalam
Pasal 27 Ayat (3) yang berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan pencemaran nama baik”. Pasal ini juga dapat digunakan
untuk mencegah ujaran kebencian yang sering digunakan oleh kelompok
radikalisme dalam propaganda menyerang lawan-lawannya.

f. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2018.


Pasal 3, BPIP mempunyai tugas membantu Presiden dalam
merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan
koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila
secara menyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan penJrusunan
standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian
terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila
kepada lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga,
pemerintahan daerah,
organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya
17

10. Kerangka Teori dan Konsep.

a. Teori Staatsfundamentalnorm16.
Menurut Hans Nawiasky Staatsfundamentalnorm merupakan (1)
norma hukum yang tertinggi dan merupakan kelompok. (2)
Staatsfundamentalnorm merupakan norma tertinggi dalam suatu negara, ia
tidak dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi presupposed
atau ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam suatu negara dan
merupakan norma yang menjadi tempat bergantungnya norma-norma
hukum di bawahnya; (3) Isi dari staatsfundamentalnorm merupakan dasar
bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara
(staatsverfassung), termasuk norma pengubahnya; (4) Hakekat hukum
suatu staatsfundamentalnorm ialah syarat berlakunya suatu konstitusi atau
undang-undang dasar (Denny;2007).

b. Teori Nilai.
Menurut Notonegoro17. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga
bagian, yakni: (1) Nilai Material, yakni segala sesuatu yang berguna bagi
unsur jasmani manusia; (2) Nilai Vital, yakni segala sesuatu yang berguna
bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas; dan (3)
Nilai Kerohanian, yakni segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Dalam Nilai Kerohanian terdapat nilai: (a) kebenaran/kenyataan yang
bersumber pada unsur akal manusia; (b) keindahan yang bersumber pada
unsur manusia; (c) kebaikan atau moral yang bersumber pada unsur
kehendak/kemauan manusia; dan (d) religius yang merupakan nilai
ketuhanan, kerokhanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini
bersumber pada kepercayaan/keyakinan manusia.

c. Teori Radikalisme:
Menurut Prof Dr Mahfud MD18 : Radikal adalah setiap upaya
membongkar sistem yang sudah mapan yang sudah ada dalam kehidupan

16
Miska Amien, 2006,Causa Materalis Pancasila Menurut Notonagoro, Jurnal Filsafat, vol 39 no 1.
17
Darji Darmodiharjo (edt), 1995, Santiaji Pancasila: Suatu Tinjauan Filosofis, Historis dan Yuridis
Konstitusional, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 43-44.
18
DR Syuaib Tahir, 1920, Pencegahan Radikalisme di Lingkungan Kerja BUMN dan Perusahaan Swasta,jilid
I,Jakarta : BNPT,BUMN,KADIN
18

bernegara dengan cara kekerasan, dengan demikian menurut hukum,


“radikalisme” adalah suatu tindakan kekerasan untuk anti-Pancasila, anti-
NKRI, anti-kebhinnekaan dan intoleransi, sehingga semua orang yang
berbeda dengannya dianggap salah.

d. Teori Media Sosial.


Menurut Andreas M. Kaplan dan Michael Haenlein 19 Media sosial
adalah sebuah kelompok aplikasi berbasis Internet yang dibangun dengan
dasar-dasar ideologis Web 2.0 (yang merupakan platform dari evolusi
media sosial) yang memungkinkan terjadinya penciptaan dan pertukaran
dari User Generated Content.

e. Konsep Generasi Muda.


Pengertian generasi dan generasi muda menurut Prof. Dr.

H. Endang Sumantri, M. Ed.20 :

1) Pengertian Generasi.
Generasi secara etimologis berarti keturunan yang
mempunyai hubungan darah. Sedangkan dalam ilmu pengetahuan
kemasyarakatan, pengertian generasi dirumuskan sebagai berikut.
(1) Periode antara waktu kelahiran orang tua dan anak mereka. (2)
Semua anak dari seorang ayah atau ibu, atau sepasang ayah ibu,
meskipun mencakup suatu jangka waktu yang Panjang, (3)
Perhitungan tenggang waktu historis yakni kurang lebih 30 tahun. (4)
Kontemporer, siapa saja dari yang baru dilahirkan sampai dengan
orang yang tertua yang hidup bersamaan pada saat yang sama. (5)
Kuval (Coeval), barang siapa yang usianya sama dan dibesarkan,
menjadi dewasa dan tua pada kurun waktu yang sama.

19
Kaplan, Andreas M.; Michael Haenlein 2010. Users of the world, unite! The challenges and
opportunities of Social Media. Business Horizons.

20
Sumantri, Endang and Darmawan, Cecep and Saefulloh, (2008) Pembinaan Generasi Muda, Universitas
Terbuka, Jakarta, pp. 1-35. ISBN 9790110170. http://repository.ut.ac.id, diakses pada 15 Juni 2021, pukul 1056.
19

2) Pengertian Generasi Muda,


Berkenaan dengan upaya pembinaan dan pengembangan
pemuda yang mencakup semua aspek yang disebutkan di atas,
maka: (1) Generasi muda dalam hal ini adalah manusia yang berusia
antara 0 – 35 tahun; (2) dalam masa transisi regenerasi dewasa ini
dikenal juga dengan generasi peralihan (transisi) yakni mereka pada
umumnya yang berumur 30 – 40 tahun; mereka berada dalam jalur
organisasi kepemudaan. Menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun
2009 tentang Kepemudaan pasal 1, bahwa usia pemuda adalah 16
tahun sampai dengan 30 tahun.

11. Fakta dan Data.

a. Penelitian Sikap Siswa dan Pelajar Terhadap Pancasila dan


Radikalisme.
Penelitian Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LKIP) 21, yang
dipimpin oleh Prof Dr Bambang Pranowo yang juga guru besar sosiologi
Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, pada Oktober 2010 hingga
Januari 2011, mengungkapkan sebagai berikut ; (1) Pelajar setuju tindakan
radikal 50 %, (2) Siswa menyatakan Pancasila tidak relevan lagi 25 %, (3)
Guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi 21 %, (4) Siswa setuju
dengan penerapan syariat Islam 84 %, (5) Guru setuju dengan penerapan
syariat Islam 76,2 %, (6) Siswa menyatakan setuju dengan kekerasan untuk
solidaritas agama 52,3 %, (7) Siswa membenarkan serangan bom 14,2 %.

b Kasus Menonjol Terorisme22.


Rapat dengar pendapat antara Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme dengan Komisi III DPR-RI, dilaporkan data aksi terorisme
sebagai berikut ; (1) Tahun 2015 ledakan Bom di belakang Resto Gula
Merah Mall Alam Sutera, Tangerang, Banten, (2) Tahun 2016 Penembakan
dan Bom bunuh diri, Thamrin, Jakarta. (3) Tahun 2017 Peledakan Bom
Bunuh diri, Terminal Kp. Melayu, Jakarta, (4) Tahun 2018 Peledakan bom
di

21
Dr.Anas Saidi M.A, Anak-anak muda Indonesia makin radikal,ISSN 2086-5309,LIPI, http://lipi.go.id/15089, pada11 Juni 2021
pukul 2240 Wib
22
Rapat dengar pendapat Kepala BNPT dengan Komisi III DPR terbuka, tahun siding 2019-2020, 7 November 2019, Jakarta, diunduh
https://www.dpr.go.id, 12 Juni 2021
20

Surabaya tempat Gereja Santa Anna Maria Tak Bercela Surabaya, Gereja
Kristen Indonesia dan Gereja Pantekosta.

c. Penelitian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).


Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) 23 bekerjasama
dengan Alvara Strategi Indonesia, The Nusa Institute, Nasaruddin Umar
Office, dan Litbang Kementerian Agama, melakukan penelitian terhadap
13.700 responden di 32 Propinsi mengunakan metoda tatap buka dan
kuesioner terstrukur dengan hasil sebagai berikut ; (1) Generasi muda
rentan terpapar faham radikalisme 85 %, (2) Indeks potensi radikalisme
perempuan 12,3 %, (3) Indeks potensi radikalisme laki-laki 12,1 %.

d. Penelitian Sikap Mahasiswa dan Pelajar terhadap Negara.


Penelitian dilakukan Alvara Research Center 24 terhadap 1.800
mahasiswa di 25 Perguruan Tinggi unggulan di Indonesia, serta 2.400
Pelajar SMAN unggulan di Pulau Jawa dan kota kota besar di Indonesia,
menggunakan metoda pendekatan kuantitatif dan wawancara tatap muka,
pada kurun waktu 2 September sampai dengan 5 Oktobert 2017, sebagai
berikut ; (1) Pelajar menyatakan negara Islam perlu diperjuangkan untuk
penerapan agama Islam secara kaffah 16,3 % (2) Mahasiswa menyatakan
negara Islam perlu diperjuangkan untuk penerapan agama Islam secara
kaffah 23,5 % (3) Pelajar setuju Perda Syariah untuk mengakomodir
penganut agama mayoritas 21,9 % (4) Mahasiswa setuju Perda Syariah
untuk mengakomodir penganut agama mayoritas 19,6 % (5) Pelajar setuju
Khilafah sebagai bentuk negara dibanding dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia 18,3 % (6) Mahasiswa Setuju Khilafah sebagai bentuk
negara dibanding dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia 17,8 % (7)
Pelajar memilih ideologi Islam sebagai ideologi bernegara dibanding
Pancasila 18,6 % (8) Mahasiswa memilih ideologi Islam sebagai ideologi
bernegara dibanding Pancasila 16,8 % (9) Pelajar tidak akan mendukung
pemimpin non Muslim 29,5 % dan (10) Mahasiswa tidak akan mendukung
pemimpin non Muslim 29,7 %.

23
Chusna Muhammad, Survei BNPT : 85 % Milenial Rentan Terpapar Radikal. iNewsBali.id, https://bali.inews.id/berita/survei-bnpt-85-
persen-milenial-rentan-terpapar-radikalisme, 11 Juni 2021 pukul 21.13 Wib
24
Hasanudin Ali, 2017, 23,4 % Mahasiswa dan Pelajar Terjangkit Radikal,https://TribuneNews.com, diunduh pada 12 Juni 2021 pukul
0900.
21

e. Penelitian Pengguna Internet25,


Data penelitian Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
tahun 2017 menyebutkan pengguna internet di Indonesia sebagai berikut ;
(1) Pengguna internet di Indonesia 143,26 juta orang, (2) Internet dijadikan
sumber berita 53 %, (3) Generasi muda mencari pengetahuan agama dari
internet (blog, website, media sosial) 54,87 %, (4) Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme menyatakan website mengandung konten
radikalisme 9.000 website, dan (5) mahasiswa di 15 provinsi di Indonesia
yang menjadi responden dari survei yang diselenggarakan BNPT terindikasi
rentan dan tertarik pada paham radikal 85 %.

12. Perkembangan Lingkungan Strategis.

a. Global.
Ketegangan AS-China dan meningkatnya tren unilateralisme seakan
dimaknai sebagai gambaran aktual bergesernya tatanan lingkungan
strategis global menjauh dari semangat optimisme dan kerjasama
berbasis rules and norms.
Kesepakatan pemangkasan produksi OPEC+ terakhir dinilai belum
dapat menjamin komitmen para anggotanya. Melihat di tengah tantangan
situasi sekarang, sangat dilematis bagi sebagian negara anggotanya
mematuhi limitasi produksi ketika di saat yang sama mereka sangat perlu
menopang pendapatannya. Pemotongan produksi berarti ‘melonggarkan’
infrastruktur migas dari kelebihan kapasitas di tengah keterbasan mobilitas
distribusi akibat kebijakan karantina di berbagai negara dan kelesuan
ekonomi global. Meski upaya tersebut berhasil mengerek harga minyak,
namun dikhawatirkan ketidakkompakan di dalam OPEC+ masih berpeluang
melemahkan harga yang dapat memicu ancaman serius bagi negara-
negara yang sangat mengandalkan pendapatannya dari minyak. Seperti
pernah diperingatkan oleh Sekjen OPEC,
Mohammed Sanusi Barkindo pada bulan April 2020, tidak ada
ekonomi yang kebal dari dampak COVID-19 terhadap pasar minyak
mentah global. Venezuela-Iran-Rusia tentu sangat mewaspadai kondisi ini,

25
Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII), 2017, Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet
Indonesia, https://apjii.or.id/downfile/file/survei2017-id.pdf, diunduh pada 25 Juni 2021 pukul 2100 Wib
22

mengingat posisi mereka saat ini tengah sangat membutuhkan pembiayaan


dalam menangani pandemi COVID-19. Ketiganya juga harus menghadapi
sanksi internasional pimpinan AS yang semakin membatasi akses finansial
ke pasar global. Keterbatasan akibat sanksi itu dinilai akan semakin
memperburuk situasi penanganan pandemi di ketiga negara tersebut. Di
lain pihak, kontestasi AS-China nampaknya masih belum menunjukkan
tanda- tanda tercapainya kesepakatan baru. Kesepakatan terakhir
keduanya dalam rangkaian fase cooling down dari perang dagang
terancam tidak akan terealisasi akibat eskalasi tensi diplomatik AS-China
dalam isu pandemi COVID-19 yang belum usai. [1] Bahkan eskalasi itu
telah meluas ke isu lain, mulai dari demonstrasi di Hong Kong, pembatasan
teknologi hingga pembangunan kekuatan militer di sekitar kawasan Laut
China Selatan (LCS).

b. Regional.
Negara anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara
(ASEAN) bersama dengan China, Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan,
dan Australia secara resmi menandatangani kesepakatan perdagangan
bebas melalui skema Regional Comprehensive Economic Cooperation
(RCEP) atau Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional. RCEP adalah
kerjasama dagang terbesar di dunia karena melibatkan 15 negara (10
negara anggota ASEAN plus Australia, Selandia Baru, Korea Selatan,
Jepang, dan Cina) yang mencakup 30% ekonomi dunia, 30% populasi
dunia, dan tak kurang dari 2,2 milyar calon konsumen. Indonesia punya
peran sentral dalam pembentukan RCEP. RCEP pertama kali dicetuskan
pada tahun 2011 ketika Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Bali
dimana kala itu Indonesia menjadi Ketua ASEAN dan dalam proses
perundingan Indonesia ditunjuk menjadi negara koordinator juru runding
ASEAN hingga penandatanganan. RCEP diprediksi akan menguntungkan
bagi Indonesia dari aspek penyerapan tenaga kerja. Sedangkan, bagi
ASEAN, RCEP meningkatkan integrasi kawasan, terutama dalam hal
integrasi ekonomi. Namun, potensi dampak negatif perlu diperhatikan
seperti ketergantungan terhadap Cina dan melemahnya UMKM.
23

c. Nasional.
Pandemi covid 19 yang tidak kunjung selesai, persaingan negara-
negara maju di Asia, Amerika dan Eropa, konflik di Timur Tengah serta
sengketa maritime, radikalisme, ekstremisme berbasis kekerasan,
terorisme, penyelundupan narkoba, illegal fishing, dan kejahatan siber,
telah mempe- ngaruhi terhadap kebijakan pemerintah dalam mengelola
aspek gatra alamiah dan gatra dinamis untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sebagai berikut :

1) Aspek geografi. Sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari


pulau-pulau, belum semuanya dapat dilayani dengan alat transportsi
begitu juga dengan terbatasnya jaringan informasi menyebabkan
kebijakan pemerintah belum seluruhnya terealisasikan kepada
masyarakat pulau kecil terluar dan wilayah perbatasan tersebut.

2) Aspek demografi. Penduduk yang berdiam di wilayah


sepanjang perbatasan biasanya berasal dari etnis yang sama
dengan negara tetangganya, secara tradisional bukanlah menjadi
penghalang untuk tetap saling berkunjung dan berhubungan, hal
demikian bisa saja membuat Ketahanan Nasional menjadi lemah
dan hilangnya kepekaan terhadap stabilitas sosial budaya.
Penyebaran penduduk seperti program transmigrasi juga perlu
dilanjutkan namun periu ada pemerataan pembangunan ke seluruh
pelosok tanah air agar semua sumber kekayaan alam dapat
diberdayakan oleh bangsa kita sendiri, segala kegiatan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat mulai keluar dari
lingkungan kemiskinan sampai pada peningkatan kualitas
pendidikan dan kesehatan harus diupayakan terus-menerus.

3) Aspek sumber kekayaan alam. Kekayaan alam Indonesia,


selain beragam juga sangat besar, meliputi sumber daya yang dapat
diperbaharui (renewable resources) dan yang tidak dapat
diperbaharui (non renewable resources). Apabila potensi yang ada
dapat dikelola secara efektif, tepat dan benar, maka hasilnya akan
dapat meningkatkan pendapatan negara bagi kesejahteraan rakyat,
yang berkorelasi dengan pembentukan generasi muda yang
24

berkualitas, maju, mandiri dan modern, serta mampu meningkatkan


harkat dan martabat bangsa. Sebaliknya bila pengeloaan
sumber kekayaan alam tidak mematuhi kaidah-kaidah menjaga
lingkungan dan kelestarian alam maka dapat menimbulkan
kerusakan ekosistem serta berpotensi menimbulkan bencana alam
seperti banjir, tanah longsor dan kebakaran hutan.

4) Aspek Kondisi Sosial. Kondisi yang diharapkan sebagai hasil


dari pelaksanaan pengelolaan pada aspek sosial, antara lain
meningkatnya kesadaran masyarakat akan nilai-nilai luhur budaya
bangsa, dapat membangkit-kan semangat kebangsaannya. Adanya
kehendak bangsa untuk bersatu dalam wadah NKRI sebagai pijakan
utama, sehingga menghindarkan adanya keadaan yang
mempersoalkan perbedaan suku, agama, ras, budaya dan golongan.
Masyarakat memiliki cukup basis kesadaran, kesiapan dan
kesanggupan menjalankan hak dan kewajibannya berpartisipasi
dalam pembangunan, serta memberikan umpan balik dan apresiasi
terhadap kebijakan pemerintah, serta memanfaatkan peluang
peningkatan nilai tambah ekonomi di dalam berbagai aktivitas
kehidupan. Masyarakatpun dapat memainkan perannya dalam hal
pengelolaan sumber daya wilayah, mulai dari perencanaan melalui
penyampaian aspirasinya secara langsung maupun tidak langsung,
operasional pengelolaannya, serta dalam hal pengawasan dan
pengendalian secara tidak langsung, sehingga tidak memiliki
perasaan tersisihkan haknya yang dapat dirasakan sebagai suatu
ketidakadilan sebagai pangkal terjadinya ketegangan bahkan konflik.
Kaitan itu pula, masyarakat memperoleh ruang melakukan
pengelolaan secara mandiri untuk mengurangi beban pemerintah.
Kaitan dengan itu, masyarakat memiliki persepsi positif dan
rasa percaya (trust) terhadap penyelenggaraan program
pembangunan oleh pemerintah, seiring dengan perolehan nilai
tambah yang diterimanya.
Selanjutnya berkenaan dengan penyelenggaraan Otonomi
Daerah, pada kondisi yang diharapkan terselenggara reformasi
birokrasi yang efektif mewujudkan aparatur yang profesional dalam
25

tugas penyelenggaraan pembangunan wilayah, serta antisipatif


terhadap pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi
dan perubahan lingkungan. Pembangunan nasional melalui penye-
lenggaraan otonomi daerah dilaksanakan pada segenap aspek
kehidupan masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan dan
keamanan masyarakat yang serasi dan seimbang. Hal tersebut
mewujudkan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah, sehingga setiap kebijakan yang dikeluarkan selalu
mendapat respon yang positif di kalangan masyarakat. Disamping
itu, masyarakat semakin peka dan peduli terhadap setiap
permasalahan yang mengarah pada ancaman persatuan dan
kesatuan bangsa, didorong oleh semangat kebangsaannya yang
tinggi, serta adanya kesadaran dan kesanggupan masyarakat untuk
mendukung deteksi dini, cegah dini dan penangkalan awal terhadap
setiap tantangan, ancaman, gangguan dan hambatan bagi keutuhan
kedaulatan NKRI.

13. Peluang dan Kendala.

a. Peluang Eksternal, kondisi pandemi covid 19 mengglobal justru


dimanfaatkan oleh semua negara untuk saling meningkatkan kerjasama
memerangi pandemi sekaligus kerjasama aspek pertahanan dan
keamanan, seperti misalnya peningkatan kerjasama keamanan maritim
antara negara Indonesia dengan Amerika Serikat, China, Australia dan
Kawasan Asean. Kepemimpinan aktif Indonesia di Kawasan ASEAN
memberikan manfaat bagi penyelesaian konflik perbatasan antara China
dengan negara-negara ASEAN, sehingga mampu menurunkan ketegangan
di wilayah Laut China Selatan.

Peluang Internal, partisipasi masyarakat terutama generasi muda


pengguna medial sosial memiliki kekuatan energi besar, produktivitas tinggi
dan inovatif dengan segudang ide-idenya, maka Pemerintah dan
stakeholder lainnya berpeluang untuk memanfaatkan teknologi informasi
dalam upaya membumikan nilai-nilai Pancasila untuk mencegah
radikalisme di kalangan generasi muda.
26

b. Kendala Eksternal. Penyebaran Pandemi covid19, telah


menimbulkan ketegangan baru antara China dengan Amerika Serikat dan
Eropa mengenai isu perang nubika dalam bentuk virus yang seolah-olah
disengaja disebarkan oleh China. Perundingan sengketa perbatasan antara
China-ASEAN tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena China
menghendaki penyelesaian konflik dilakukan secara bilateral, sementara
negara-negara ASEAN menghendaki dialog diselesaikan dalam forum
ASEAN.

Kendala Internal. Mudahnya mengakses berita-berita yang


bersumber dari eksternal maupun dalam negeri telah dimanfaatkan oleh
kelompok yang ingin membuat instabilitas Indonesia, melalui penyebaran
faham radikalisme, terorisme, pornografi, narkoba serta berita hoaks,
sehingga menghambat bagi upaya membumikan nilai-nilai Pancasila untuk
menangkal radikalisme di kalangan generasi muda.
27

BAB III
PEMBAHASAN

14. Pemahaman Tentang Radikalisme.

a. Pengertian Kata Radikal. Masyarakat luas banyak yang masih


bingung bila mendengar kata radikal, bila melihat Kamus Besar Bahasa
Indonesi (KBBI), pengertiannya sangat beraneka ragam, namun secara
garis besar mengandung 2 (dua) makna yakni, bermakna positif dan
negatif.
Radikalisme dalam arti yang positif adalah upaya mencari alternatif
penyelesaian secara benar dengan cara mendalam dan mendasar sampai
ke akar-akarnya ; semua perubahan harus dimulai dengan radikal ; Kita
merdeka juga karena radikal, sedangkan dalam arti negatif adalah suatu
paham yang menginginkan sebuah perubahan dengan cara drastis dengan
cara kekerasan. Itulah pengertian umumnya. sehingga bisa dikatakan,
kalau mencari pengertian radikalisasi dalam pengertian umum, maknanya
bisa positif, bisa negatif.
Menuruf Prof.Mahmud MD26 jika menghadapi istilah yang beraneka
ragam dalam pengertian umum, maka sebagai rujukannya adalah
pengertian sipulatif, pengertian sipulatif adalah pengertian yang merujuk
kepada pandangan hukum.pandangan hukum. Pada Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
menjadi Undang-Undang, kata radikal selalu disandingkan dengan
terorisme atau disebut radikal terorisme. Radikal adalah setiap upaya
membongkar sistem yang sudah mapan yang sudah ada dalam kehidupan
bernegara dengan cara kekerasan , dengan demikian menurut hukum,
“radikalisme” adalah suatu tindakan kekerasan untuk anti-Pancasila, anti-
NKRI, anti- kebhinnekaan dan intoleransi, sehingga semua orang yang
berbeda dengannya dianggap salah. Jadi yang dimaksud dengan
“radikalisme”

26
DR Syuaib Tahir, 1920, Pencegahan Radikalisme di Lingkungan Kerja BUMN dan Perusahaan Swasta,jilid
I,Jakarta : BNPT,BUMN,KADIN
28

adalah sikap ingin mengubah sistem yang sudah mapan atau telah
disepakati bersama dengan cara-cara kekerasan.
Beberapa sikap yang bisa dikenali dari sikap dan faham radikal
adalah; Intoleransi (tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang
lain), Fanatik (selalu merasa benar sendiri, menganggap orang lain salah),
eksklusif (membedakan diri dari umat Islam umumnya), dan menggunakan
cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan.

b. Ciri-ciri Radikalisme.
Ciri-ciri radikalisme paham radikal dalam Islam kaitannya dengan
perilaku kegamaan menurut Mantan Kapolri Jendral Pol Badrodin Haiti
sebagai berikut ; (1) Mengklaim kebenaran, beranggapan hanya dia yang
benar. (2) Cenderung mempersulit agama dengan menganggap ibadah
mubah atau sunnah seakan-akan wajib dan hal – hal yang makruh seakan-
akan haram. (3) Kebanyakan tidak melalui tahapan yang gradual, tetapi
overdosis yang tidak pada tempatnya. (4) Mudah mengkafirkan orang yang
tidak sependapat, jika orang lain tidak hijrah dianggap kafir. (5) Menggu
nakan cara-cara kekerasan.
Berikutnya ciri-ciri radikalisme dalam konteks kenegaraan ; (1)
Tujuan membuat Negara Islam dengan mewujudkan penerapan syariat
Islam. Sebaiknya tidak diformalkan dalam bentuk UUD/ Perda karena tidak
semua orang memiliki keyakinan yang sama. (2) Konsep Negara: NII dan
Khilafah Islamiyah (seperti HTI). Tidak ada konsep Negara khilafah yang
sukses.
(3) Jihad sebagai pilar perjuangan mewujudkan tujuan utama.
Ciri radikalisme dalam konteks kenegaraan diatas maka kelompok ini
tidak mengakui “Pancasila” sebagai ideologi Negara bahkan tidak mengakui
NKRI dengan berbagai implikasinya. Hukum tidak diakui, pemerintah tidak
diakui, tidak mau hormat dengan bendera RI dan tidak bersedia
menyanyikan lagu kebangsaaan Republik Indonesia.

c. Radikalisme ada di Semua Agama.


Pembicaraan radikalisme ditengah masyarakat tidak pernah
berhenti, bahkan terkesan menjurus kepada agama tertentu, padahal tidak
seperti itu. Radikalisme adalah suatu gagasan atau ide dan paham yang
ingin melakukan perubahan pada sistem sosial-politik dengan
menggunakan
29

kekerasan dan cara yang ekstrim. Pandangan dan sikap semacam itu bisa
terdapat pada agama manapun. Pada komunitas Islam, Kristen, Yahudi,
Budha dan Hindu dan agama lain selalu terdapat sebagian pemeluknya
yang radikal, bahkan radikalisme juga bisa menjangkiti ideologi sekuler,
seperti white supremacy di Amerika Serikat dan ultra-nasionalisme kanan di
Eropa, yang memang sejak awal menggunakan isu superioritas ras. Paham
non agama ini juga mendorong kebencian terhadap kelompok lain yang
berbeda, seperti kaum imigran muslim, hispanik afrika dan lain-lain
Menyimak hal diatas menjadi lebih jelas bahwa tidak ada
hubungannya dengan agama, umat agama apapun dapat terjangkiti
radikalisme, hanya karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam,
maka radikalisme yang menguat adalah radikalisme mengatasnamakan
agama Islam.

d. Kelompok Radikal berdasarkan Tipe Gerakannya Individu


maupun Kelompok.
Pertama, radikal melalui gerakan dakwah. Penyebutan ini bukan
berarti memberikan pengertian dakwah itu radikal, tetapi kelompok radikal
ada yang hanya memilih jalur dakwah dengan ciri intoleran terhadap
perbedaan, menyalahkan (mengkafirkan) praktek keyakinan agama lain
dan menjelekkan (membid’ahkan) kelompok yang tidak sepaham dengan
mereka. Gerakan ini memang tidak cukup membahayakan tetapi menjadi
tahap awalan menanamkan sikap ekslusif dan intoleran.
Kedua, radikal melalui gerakan politik. Kelompok ini dicirikan dengan
keinginan mengganti ideologi negara dengan menegakkan Negara Islam
dan/atau Khilafah atau dasar lainnya. Tindakan mereka merusak
kesepakatan pendiri bangsa. Ini radikalisme dalam bentuk wacana
ideologis. Kelompok ini mau melaksanakan ideologi berdasarkan agama
tertentu dengan menolak sistem demokrasi yang ada, mengatakan
Pancasila itu sesat dan salah (thaghut), dan harus diganti dengan NKRI
Bersyariah atau negara transnasional dalam bentuk khilafah.
Ketiga, kelompok teroris. Kelompk ini dicirikan dengan tindakan
kekerasannya dalam melaksanakan pandangan dan pemikirannya yang
radikal. Kelompok jihadis mengabsahkan kekerasan dan pembunuhan
orang lain yang berbeda atas nama agama. Kelompok ini tidak segan
30

menghalalkan darah orang lain yang berbeda keyakinan, dengan keyakinan


bahwa yang dilakukannya adalah jihad suci.

e. Tipologi Pengelompokan Radikalisme27.


(1) Radikalisme Gagasan, kelompok yang dapat dikatakan radikal
dari segi gagasan dan pemikirannya, namun tidak menggunakan tindakan
kekerasan, contoh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Majelis Mujahidin
Indonesia (MMI). (2) Radikalisme Non Teroris, kelompok yang bergerak
dalam bentuk residivis kelompok radikal non terorisme,gangsterisme atau
vandalism, contoh Front Pembela Islam (FPI). (3) Radikalisme Milisi,
kelompok milisi yang terlibat dalam konflik-konflik komunal seperti konflik
Ambon dan Poso, contoh Laskar Jihad Laskar Jundulah dan Laskar
Mujahidin. (4) Radikal Separatis, kelompok yang mempunyai tujuan untuk
memisahkan diri dari Indonesia, contoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan
Negara Islam Indonesia (NII). (5) Radikal Teroris, kelompok yang
bertujuan untuk menegakkan hukum Islam dengan melakukan aksi-aksi
terorisme, contoh Jamaah Islamiyah (JI).
Masing-masing tipologi kelompok radikal memiliki cara untuk
melakukan radikalisasi melalui 4 (empat) tahapan yaitu ; Pra radikalisme,
Identifikasi diri, Indoktrinasi dan Jihadisasi.

f. Proses Tahapan Radikalisme Menjadi Terorisme.


Tahapan perubahan faham secara umum dari radikal-terorisme,
sebagai berikut ; (1) Intoleran memiliki suatu pandangan yang benci
keragaman dan perbedaan, pada tahap ini intoleransi masih berujud pada
faham dan ini merupakan awal masuk faham radikal, seperti misalnya tidak
menghargai perbedaan dan cenderung menyalahkan orang lain (terpapar
dari sisi pikiran/pemahaman). (2) Radikal adalah suatu sikap yang mulai
aktif menyalahkan orang lain seperti membid’ahkan dan mengkafirkan dan
benci kepada aliran yang berbeda (terpapar dari sisi sikap). (3) Teroris
adalah tindakan yang mulai mewujudkan radikalisme dalam tindakan dan
aksi kekerasan, menyikapi perbedaan dengan tindakan pembunuhan. Oleh

27
Disampaikan oleh Muslih, Kasi Resosialisasi dan Rehabilitasi BNPT dalam Dialog Publik, Radikalisasi,
Terorisme dan Deradikalisasi Paham Radikal olah Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Tengah di Hotel
Pandanaran Semarang, 3 Desember 2011
31

karena itu dapat dikatakan bahwa radikalisme merupakan embrio bagi


terorisme yang diawali dengan memiliki sikap intoleran dan berlanjut pada
sikap radikal. Terjadinya terorisme tidak mendadak dan instan, tetapi
semuanya melalui proses beberapa tahapan, dan tahapan itu disebut
dengan radikalisasi.
Contoh radikalisasi pada tipologi radikal terorisme : Pada tahap pra
radikal, diawali dengan rekruitmen terhadap anak muda yang tinggal di
pondok pesantren, pemuda yang dipilih adalah mereka yang mempunyai
kecerdasan dan loyal litas tinggi serta memiliki kemampuan fisik yang baik
dan tinggal di pondok pesantren radikal seperti pondok pesantren Ngruki di
Solo. Tahap identifikasi diri, mengirim para pemuda yang akan dijadikan
kader ke sekolah Madrasah, pondok pesantren Ngruki, Malaysia,
Afganistan dan Moro Philipina untuk melakukan pembelajaran dan Latihan
taktik militer yang berkaitandengan rencana aksi terror.
Tahap indoktrinasi, memberlakukan sistem Usroh kepada anggotanya,
Usroh adalah, secara bahasa berarti keluarga, dari segi istilah usrah dapat
diartikan sebagai kumpulan individu muslim yang beriman kepada Allah
Swt yang sudah tumbuh rasa ikatan kekeluargaan di hati mereka
karena setiap diri dari mereka berusaha tolong menolong antara satu
sama lain untuk memahami dan menghayati Islam. Usrah adalah istilah
lain dari halaqah karena sifat halaqah bagaikan sebuah keluarga dalam
aspek hubungan emosi diantara para anggotanya dan pembinanya. 28
Pertemuan dengan mengguna-kan sistim Usroh secara Intens bertujuan
untuk menanamkan kekuatan ideologi jihad dan membentuk rasa
kebencian terhadap Amerika Serikat. Tahap jihadisasi. Tahap ini
merupakan hal yang paling mengerikan di seluruh dunia karena bertujuan
melakukan aksi terror Bom, perampokan dan penembakan.
Contoh Jamaah Islamiyah ; Pada tanggal 12 Oktober 2002 terjadi 3
buah bom meledak di Kawasan Kuta dan Denpasar Bali, peledkan bom
tersebut terjadi pukul 23.45 Wita, peledakan pertama terjadi di depan
diskotek Sari Club jalan Legian Kuta, Bom berikutnya meledak di diskotek
Paddy yang berseberangan dengan Sari Club, dan ledakan bom ketiga
terjadi kantor Konsulat Amerika Serikat di daerah Renon Denpasar Bali,

28
8ade hidayat, Efektifitas Program Mentoring Halaqah Dalam Meningkatkan Kecerdasan Moral Siswa,
Jurnal Etika Dan Pekerti V. 1 No 1 2013 Hal 7, http://ejournal.unmabanten.ac.id diunduh pada 14 Juni 2021
pukul 11.00.
32

akibat kejadian tersebut beberapa bangunan hancur dan korban jiwa


sebanyak 220 orang meninggal dunia kebanyakan warga negara Australia 29.

15. Radikalisme Dapat Berkembang di Kalangan Generasi Muda.

a. Lemahnya Ketahanan Individu Terhadap Ancaman Radikalisme.


Ketahanan individu atau ketahanan pribadi30 merupakan ketahanan
manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga negara yang
ditunjukan melalui kekuatan jati dirinya. Kekuatan jati diri seseorang dapat
melemah karena ketiadaan kesiapsiagaan dan lemahnya menditeksi resiko
bahaya yang berada dilingkungannya, akibatnya individu tersebut akan
memiliki tingkat kewaspadaan yang rendah. Kewaspadaan merupakan
aktual kemampuan intelektual seseorang, sehingga dengan sadar
menentukan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi dan mengambil
keputusan sebagai pilihannya yang baik dan benar. Oleh karena itu
kewaspadaan berarti timbulnya kesadaran dan kesiapsiagaan untuk dapat
merasakan dan melihat secara seksama terhadap masalah yang sedang
akan akan dihadapi secara nasional, salah satunya adalah ancaman
radikalisme.
Memasuki era reformasi pribadi-pribadi bangsa Indonesia
mengalami fase eforia merasa nyaman dan kegembiraan yang berlebihan
serta semua serba bisa dan boleh dilakukan bahkan tidak memperhatikan
lagi karakter Pancasia, keadaan seperti ini masih terus berlangsung hingga
hari ini, akibatnya ada bahaya radikalisme di sekitar kita yang mengancam
pribadi- pribadi generasi muda namun semuanya lengah bahkan tidak bisa
merasakannya. Meskipun Pemerintah telah menggaungkan ancaman
radikalisme sebagai musuh bersama, namun kenyataannya bahaya
radikalisme justru semakin dekat dan terus mendekati generasi muda
disemua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal
ini dapat terjadi karena ketidaktahuan ilmu pengetahuan tentang penilaian
resiko terhadap bahaya ancaman radikalisme. Pengetahuan tentang

29
Litbang Kompas, 2020, Hari ini dalam sejarah : 18 Tahun Tragedi Bom Bali, https://nasional.kompas.com,
diunduh pada 14 Juni 2021 pukul 11.11 Wib.

30
Soemarno Soedarsono,2010, Ketahanan Pribadi dan Ketahanan Keluarga Sebagai Tumpuan Ketahanan
Nasional. Jakarta : Intermasa.
33

pemahaman radikalisme merupakan modal dasar bagi penangkalan


berkembangnya radikalisme di kalangan generasi muda, tidak cukup hanya
mengetahui radikalisme hanya sebatas istilah yang berkembang di
masyarakat seperti radikalisme saja atau terorisme saja. Semakin dangkal
pengetahuan penilaian resiko bahaya ancaman radikalisme di kalangan
generasi muda maka individu atau pribadi-pribadi generasi muda akan
mudah kena terpapar faham radikal, oleh karena itu diperlukan upaya
pengejawantahan radikalisme sebagai musuh bersama melalui pendidikan
atau pengajaran.

Pengertian tersebut digambarkan pada tabel sebagai berikut :


TABEL 15.1

PENILAIAN RESIKO BAHAYA RADIKALISME

TINGKAT PENGUASAAN TINGKATAN BAHAYA RESIKO


NO PRAKTEK/
PENGETAHUAN EKSTRIM TINGGI SEDANG RENDAH
IMPEMENTASI
1 MENGUASAI MAHIR
2 MEMAHAMI MAMPU
3 MENGERTI DAPAT
4 MENGETAHUI DAPAT TERBATAS

Tabel tersebut bermakna bahwa, individu tidak mudah terpapar


faham radikal karena memiliki tingkat resiko rendah yang diperoleh melalui
penguasaan dan kemahiran pengetahuan radikalisme pada strata
menguasai dan mahir mengimplementasikan bahaya radikalisme yang
mendekati dirinya.
Kebalikannya individu akan mudah terpapar faham radikal karena
memiliki tingkat resiko (sedang, tinggi dan ekstrim) sebagai akibat dari
tingkat perolehan penguasaan pengetahuan tentang penilaian bahaya
resiko pada strata (mengetahui, menegerti dan memahami), sehingga tidak
memiliki kewaspadaan atau tidak mampu melakukan diteksi dini terhadap
bahaya ancaman radikalisme yang mendekatinya.
Bahaya radikalisme akan selalu dan terus menerus berupaya
mendekati manakala generasi muda tidak bersedia membenahi ketahanan
individu melalui pendidikan dan pengajaran serta pelatihan tentang ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan radikalisme. Ahli strategi perang dari
China Sun Tzu mengatakan : “Kenali dirimu kenali lawanmu seribu kali
bertempur seribu kali akan menang”, maka jika generasi muda ingin
34

memenangkan perang melawan radikalisme maka harus mengetahui siapa


itu radikalisme, kemampuan apa yang membuat radikalisme bisa
menjadikan generasi muda terpapar dan taktik apa yang digunakan
radikalisme untuk mempengaruhi generasi muda, seperti yang telah
disampaikan pada uraian diatas tentang pemahaman radikalisme. Apabila
penanggulangan radikalisme/terorisme lebih mengedepankan upaya
pencegahan dibandingkan dengan penindakan, maka tuntutan tingkat
penguasaan pengetahuan radikalisme pada strata menguasai, sehingga
mahir mengimplementasikan penangkalan terhadap bahaya radikalisme.
Rendahnya pemahaman individu terhadap radikalisme akan
menyebabkan minimnya kemampuan diteksi dini, sehingga tidak mampu
melakukan indentifikasi terhadap bahaya radikalisme yang berada
dilingkungannya, kondisi seperti ini nampak jelas pada kalangan generasi
muda misalnya : (1) Menolak upacara kenegaraan, tanda-tanda awal yang
cukup mudah diamati adalah adanya upaya penolakan segala sesuatu
yang tidak terdapat dalam Alquran dan Hadist secara tersurat atau
membandingkan sesuatu dengan zamannya Rosullulah, apabila tidak
diketemukan dalam Alquran berarti bid’ah atau haram hukumnya untuk
dilaksanakan. (2) Menutup diri dari lingkungan keluarga, hanya menerima
kelompoknya yang sepaham dengan dirinya, sekalipun keluarga dekat bila
tidak sepaham dengan alirannya maka dianggap orang lain bahkan
dianggap musuh yang harus diperangi. (3) Anti sosial, sifat kelompok
radikal yang eksklusif membuat akses mereka sangat terbatas dengan
orang-orang di luar kelompoknya. Sekaligus menjaga kebocoran jaringan
kelompok radikal.
(4) Intoleran terhadap agama lain, merasa paling benar sendiri dan sering
mengkafirkan pihak lain yang tidak sesuai dengan agamanya. (5)
Membenci Islam moderat, kaum radikal menganggap bahwa islam moderat
merupakan antek kaki tangan liberlisme karena keyakinannya sering tidak
sesuai dengan kaidah islsm yang sesunguhnya. (6) Mendukung terhadap
organisasi ekstrim, kemudahan akses internet menjadikan mudahnya
bergabung dengan organisasi ekstrim seperti misalnya ISIS melalui
komunikasi jaringan transnasional.
Oleh karena itulah diperlukan pencerdasan melaui pencerahan
pengetahuan tentang terorisme agar generasi muda memiliki intelektual
yang memadai guna menangkal derasnya pengaruh faham radikal.
35

b. Memudarnya Nilai-Nilai Ideologi Pancasila Pada Generasi Muda.


Pada sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan) tanggal 1 Juni 1945 . Pidato pertama Bung Karno
menyatakan bahwa Pancasila secara sistimatik merupakan philosofische
grondslag31, suatu fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya,
merupakan landasan atau dasar bagi negara merdeka yang akan didirikan.
Bangsa Indonesia lahir dari keragaman suku, agama, budaya, ras
dan antar golongan serta tinggal di wilayah rangkaian kepulauan besar dan
kecil serta sama-sama memiliki rasa senasib dan sepenanggungan dalam
cengkraman penjajahan Belanda maupun Jepang beratus-ratus tahun
lamanya. Walaupun teridiri dari kemajemukan Indonesia memiliki Pancasila
sebagai titik temu menyatukan perbedaan tersebut. Selain berfungsi
sebagai landasan bagi kokoh tegaknya negara-bangsa, Pancasila juga
berfungsi sebagai ideologi nasional, sebagai pandangan hidup bangsa,
sebagai perekat atau pemersatu bangsa dan sebagai wawasan pokok
bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita nasional.
Sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma
yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, Itulah
sebabnya nilai kehidupan yang tidak sesuai dengan budaya Pancasila akan
ditolak oleh rakyat Indonesia seperti misalnya radikalime dan atheism yang
tidak sesuai dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila
merupakan nilai luhur yang digali di tengah-tengah masyarakt Indonesia
dan juga merupakan warisan nenek moyang kita yang tetap relevan
sepanjang zaman, relevan sepanjang Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdiri tegak dan kokoh.
Oleh karena itu generasi muda hendaknya meyakini bahwa
Pancasila merupakan landasan dasar negara yang kokoh dan kuat serta
mampu mengantisipasi segala bentuk perkembangan zaman, demikian
pula halnya dengan penyelenggara negara wajib hukumnya untuk
senantiasa menimplementasikan nilai-nilai kebenaran Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Tanpa disadari globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi telah membawa gelombang perubahan yang
begitu dahsyat

31
Luth Suryani, 2014, Pancasila Sebagai Ideologi Negara dan Hak Asasi Manusia Dalam Menjaga
Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, https://journal.universitassuryadarma.ac.id. Diunduh pada
27 Juni 2021 pukul 04.00 Wib.
36

terhadap beradaban dunia termasuk didalamnya melunturkan atau


melemahkan nilai-nilai Pancasila di kalangan generasi muda. Beberapa
fenomena tentang lunturnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
masyarakat adalah :
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung makna Percaya
adanya Tuhan dalam semua aspek kehidupan dan saling menghormati
terhadap keberagaman pemeluk agama, namun dalam kenyataannya justru
timbul intoleransi agama, masih terus terjadi aksi kejahatan kelompok
radikal dengan mengatasnamakan agama dan sulitnya pendirian rumah
ibadah bagi agama tertentu seperti misalnya kasus relokasi rumah ibadah
bagi pemeluk agama Protestan yang berlangsung sudah 15 tahun di Bogor,
meskipun sudah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) secara sah
namun Walikota Bogor tetap merelokasi rumah Ibadah tersebut ketempat
lain yang ditentang oleh kelompok Kristen32.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, bermakna mengandung
moral dalam menjalani hidup penuh hati Nurani, menghormati sesama
manusia dengan penuh kasih sayang, namun dalam prakteknya masih
terjadi penggusuran tanah warga miskin dan terjadinya eksploitasi pekerja
dibawah umur seperti kasus di Mal Tambora Jakarta diamana anak usia 15
tahun dipekerjakan sebagai office boy.33
Sila Persatuan Indonesia, bermakna persatuan seluruh rakyat
Indonesia, membangun rasa nasionalisme bangsa dan menghormati
keaneka ragamanan suku, agama, ras dan antar golongan, namun dalam
kenyataannya masih banyak terjadi munculnya aliran sesat, tawuran pelajar
dan adanya kelompok radikal separatis Kelompok Kriminal Bersenjata
(KKB) yang ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia dengan
melakukan aksi penembakan kepada rakyat dan petugas serta pembakaran
bandara di Ilaga.34
Sila Kerakyatan Yang dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawarat Perwakilan, mengandung makna mengutamakan
kepentingan negara dibandingkan dengan kepentingan pribadi atau

32
Darwin,2021, GKI Yasmin Direlokasi, Pengurus Gereja Tolak Kasus selesai dan Sebut Walikota Bogor
Sampaikan Kebohongan Publik, https://www.bbc.com/indonesia, diunduh pada 7 Juli 2021 pukul 0558 Wib.
33
Arif Iksanudin detik.com, 2021, Polisi Selidiki Kasus Pekerja Anak DIbawah Umur, https://news.detik.com,
diunduh pada 7 Juli 2021 pukul 0625 Wib.
34
Deri Agreista, 2021, Menara ATC Dibakar KKB Bandara Aminggaru Ilaga Beroperasi Kembali,
https://regional.kompas.com/read/2021, diunduh pada 7 Juli 2021 pukul 0640 Wib
37

kelompok, namun dalam kenyataannya kehidupan berdemokrasi telah


terjadi penyimpangan dimana keputusan yang diambil bukan atas dasar
mufakat akan tetapi melalui voting,meskipun voting dibenarkan dalam
undang- undang. Keputusan voting tidak menghasilkan kepentingan
bersama tetapi justru menimbulkan perpecahan, kelompok yang berkuasa
dan kuat akan keluar sebagai pemenang, sedangkan kelompok yang kalah
tidak menerima keputusan dan malah mendirikan kelompok tandingan,
contohnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengembangkan E-Voting
pada pelaksanaan rapat pengambilan keputusan, 35 hal ini justru
menjauhkan DPR dengan kehidupan demokrasi.
Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung
makna bahwa semua masyarakat Indonesia harus bisa hidup dengan adil
dan makmur serta menghormati hak hak orang lain, pada kenyataannya
masih sering terjadi diskriminasi pada rumah sakit perlakukan terhadap
pasien kurang mampu seenaknya saja dan kurang menghormati, berbeda
dengan pasien kaya yang senatiasa diperlakukan istimewa, kemana-mana
diantar dan dihormati.36
Memperhatikan fenomena lemahnya dan lunturnya ideologi
Pancasila di kalangan generasi muda saat ini maka diperlukan upaya untuk
membumikan kembali nilai-nilai kebangsaan khususnya nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila, demi meningkatkan kesadaran generasi
muda tentang sistem kenegaraan yang menjadi konsensus nasional,
sehingga diharapkan generasi muda memiliki ketahanan ideologi Pancasila
dalam menjaga keutuhan dan mampu menegakkan kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia di tengah meluasnya radikalisme.

c. Ketidak Waspadaan Dalam Penggunaan Teknologi Informasi


dan Komunikasi.
Teknologi informasi adalah teknologi yang digunakan untuk
mengolah data (memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan,
memanipulasi data) untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. Pada
zaman modern yang semakin maju ini komputer telah mengalami evolusi
sehingga sudah

35
DPRRI, 2018, DPR siapkan E-Voting, https://www.dpr.go.id/berita, diunduh pada 4 Juli 2021 puku[ 0722
Wib.
36
Muhammad Genatan saputra, 2021, KPAI Duga Ada diskriminasi Antara Pasien kaya dan miskin di Rumah
Sakit Mitra keluarga, https://www.merdeka.com/peristiwa, diunduh pada 4 Juli 2021 08.00 Wib.
38

mencapai generasi kelima yang telah melahirkan generasi baru yaitu


terjadinya penggabungan antara Teknologi Komputer dan Komunikasi
sehingga di sebut sebagai Teknologi Informasi dan komunikasi yang
memiliki keunggulan lebih cepat, lebih luas sebarannya dan lebih lama
penyimpanannya. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi di era revolusi industri 4.0 akan mempengaruhi terhadap
kecepatan keluar dan masuknya segala bentuk informasi kepada lapisan
masyarakat, baik masyarakat diperkotaan maupun masyarakat di pelosok,
menurut data dari APJII tahun 2017 pengguna internet di Indonesia 143,26
juta orang dan Internet dijadikan sumber berita 53 %, penggunaan internet
sendiri dapat berdampak positif maupun negatif. Salah satu dampak
negarifnya adalah internet telah dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk
menyebarkan ide-ide faham radikal dan melakukan provokasi terhadap
generasi muda melalui berbagai propaganda di media sosial.
Media sosial adalah saluran atau sarana pergaulan sosial secara
online di dunia maya (internet). Para pengguna (user) media sosial
berkomunikasi, berinteraksi, saling kirim pesan, dan saling berbagi
(sharing), dan membangun jaringan (networking), dan media sosial memiliki
beberapa karakteristik yaitu ; (1) Pesan yang di sampaikan tidak hanya
untuk satu orang saja namun bisa keberbagai banyak orang, contohnya
pesan melalui SMS ataupun internet ; (2) Pesan yang di sampaikan bebas,
tanpa harus melalui suatu Gatekeeper dan (3) Pesan yang di sampaikan
cenderung lebih cepat di banding media lainnya. Penyampaian pesan
menggunakan aplikasi yang digemari oleh kaum generasi muda yaitu ;
youtube, twitter, facebook, Instagram. Google plus maupun e-blog.
Kelompok radikal menggunakan jejaring internet dengan berbagai
aplikasinya untuk melakukan rekruitmen dan propaganda dengan prioritas
sasaran dari kalangan generasi muda dengan pertimbangan bahwa
kalangan generasi muda mudah untuk diprovokasi. Berbagai isu yang
diangkat oleh kelompok radikalisme untuk menarik simpatik dari kalangan
generasi muda biasanya mengambil tema tentang isu internasional
(masalah ketidakadilan), isu domestik (masalah kemiskinan) dan isu
kultural (masalah pemahaman agama secara sempit atau harfiyah).
Ketidakadilan Barat terutama Amerika Serikat dalam
memberlakukan konflik antara Isrel dengan Palestina, dirasakan sangat
tidak adil, Amerika
39

Serikat selalu melindungi bahkan menganakemaskan Isrel sehingga Isrel


selalu berada diatas angin, selain itu juga adanya kebijakan Amerika
Serikat dalam pembangunan internasional yang mampu mempengaruhi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), World Bank lembaga International
Moneter Found (IMF) untuk berbuat kurang adil terhadap negara-negara
Muslim, sehingga hal ini menimbulkan jurang pemisah antara negara Barat
dengan negara Muslim. Ketidakadilan lainnya adalah keberadaan Lembaga
Internasional di negara dunia ketiga seperti Multi National Cooporation
(MNC) dan Multi Level Marketing (MLM) yang telah menjadikan negara-
negara miskin justru dijadikan mesin ATM oleh negara Amerika Serikat dan
sekutunya Barat. Aksi Amerika Serikat lainnya yang diangkat oleh
kelompok teroris untuk mendapatkan simpatik adalah serangan tentara
koalisi Amerika serikat ke negara Afganistan pada tanggal 7 Oktober 2001,
serangan diawali dengan serangan bom yang dilakukan oleh pasukan
Amerika dan Inggris serta didukung oleh negara Perancis, Jerman dan
Kanada. Invasi Amerika Serikat dan sekutunya merupakan tanggapan
terhadap serangan teroris di New York dan Washington DC lebih dikenal
dengan sebutan aksi 11 November 2001.
Salah satu alasan para pelaku bom Bali Amrozi cs melakukan
aksinya adalah adanya rasa kebencian yang amat tinggi kepada Amerika
Serikat dan negara Barat lainnya akibat mereka melakukan serangan ke
negara Afganistan yang mayoritas penduduknya beragama muslim.
Timbulnya rasa kebencian Amrozi cs didapatkan melalui propaganda yang
dilancarkan oleh aktor intelektual radikal melalui jaringan internet seperti
Youtube, Facebook dan Instagram.
Aksi-aksi diatas merupakan gambaran atas ketidakadilan Amerika
Serikat dan sekutunya di negara-negara yang mayoritas penduduknya
beragama muslim telah menimbulkan kebencian yang sangat tinggi kepada
negara Barat khususnya kepada Amerika Serikat.
Peran para penceramah radikal yang disampaikan melalui media
sosial youtube semakin menambah kekuatan propaganda dalam
mempengaruhi generasi muda untuk melakukan jihad, ceramah yang
disampaikan sering memuat ayat-ayat tanpa diberikan latar belakang
munculnya ayat tersebut, sehingga generasi muda dengan mudahnya
menerima berita atau ajaran yang berbeda dengan yang sebenarnya,
40

intoleransi, ujaran kebencian, mengkafirkan pihak lainnya, hal ini semakin


menambah emosional dan suasana panas di kalangan generasi muda.
Kelompok radikal memanfaatkan media sosial secara optimal,
mereka sangat cerdas menggunakan taktik dan strategi online radikal untuk
menyebarkan berbagai macam bentuk propaganda kepada masyarakat
terutama generasi muda. Pada awalnya kelompok radikal menggunakan
media sosial yang sifatnya terbuka seperti Twitter dan Facebook untuk
melakukan propaganda terbuka secara masif, selanjutnya setelah
mendapat tanggapan dan dukungan dari masyarakat luas, propaganda
lebih diintensifkan melalui media online tertutup seperti aplikasi Whatsapp
dan Line untuk melakukan rekruitmen sekaligus indoktrinasi bagi anggota
baru dengan sasaran generasi muda. Berdasarkan data pengguna internet
di kalangan genari muda tercatat 54,87 % generasi muda mencari
pengetahuan agama dari internet (blog, website, media sosial) serta
terdapat
9.000 website mengandung konten radikalisme 37, kelompok radikal dengan
kepandaiannya mampu memanfaatkan peluang tersebut diatas untuk
menyebarkan faham radikal, sehingga generasi muda banyak terpengaruh
untuk melakukan berbagai tindakan aksi radikal, misalnya penyebaran
berita hoax tentang kinerja pemerintah yang dianggap tidak membela
rakyat.
Dunia maya kini telah menjadi bagian gaya hidup generasi muda,
tiada detik, menit, jam dan hari tanpa mengakses berita-berita dani dunia
maya bahkan seolah-olah dunia saat ini memiliki dua dimensi ialah dunia
nyata dan dunia maya, keduanya menjadi bagian gaya hidup generasi
muda masa kini dan masa yang akan datang.
Oleh karena itu dunia maya menjadi bagian penting dalam
memberikan kontribusi terhadap pembentukan pemikiran dan perilaku
kaum generasi muda, berbekal keadaan tersebut para aktor radikalisme
memanfaatkan internet untuk melakukan penyebaran secara masif kepada
generasi muda. Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan
Alvara Research Center38 terhadap 1.800 mahasiswa di 25 Perguruan
Tinggi unggulan di Indonesia, serta 2.400 Pelajar SMAN unggulan di Pulau
Jawa dan kota kota besar di Indonesia, menggunakan metoda pendekatan
kuantitatif dan wawancara tatap muka, pada kurun waktu 2 September

37
38
DR, Suaib Tahir, 2020, Panduan Pencegahan Radikalisme, jilid I, Jakarta, BNPT
Hasanudin Ali, 2017, 23,4 % Mahasiswa dan Pelajar Terjangkit Radikal,https://TribuneNews.com, diunduh pada 12 Juni 2021 pukul
0900.
41

sampai dengan 5 Oktobert 2017, sebagai berikut ; (1) Pelajar menyatakan


negara Islam perlu diperjuangkan untuk penerapan agama Islam secara
kaffah 16,3 % (2) Mahasiswa menyatakan negara Islam perlu
diperjuangkan untuk penerapan agama Islam secara kaffah 23,5 % (3)
Pelajar setuju Perda Syariah untuk mengakomodir penganut agama
mayoritas 21,9 % (4) Mahasiswa setuju Perda Syariah untuk
mengakomodir penganut agama mayoritas 19,6 % (5) Pelajar setuju
Khilafah sebagai bentuk negara dibanding dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia 18,3 % (6) Mahasiswa Setuju Khilafah sebagai bentuk
negara dibanding dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia 17,8 % (7)
Pelajar memilih ideologi Islam sebagai ideologi bernegara dibanding
Pancasila 18,6 % (8) Mahasiswa memilih ideologi Islam sebagai ideologi
bernegara dibanding Pancasila 16,8 % (9) Pelajar tidak akan mendukung
pemimpin non Muslim 29,5 % dan (10) Mahasiswa tidak akan mendukung
pemimpin non Muslim 29,7 %.
Dunai maya memang menawarkan banyak kelebihan yang membuat
kelompok teroris begitu serius dalam mengelolanya, yaitu akses yang
mudah, lemahnya kontrol dan regulasi yang mengikat, audiensi yang luas,
anonim, kecepatan arus informasi, dapat digunakan sebagai media
interaksi, sangat murah untuk membuat dan memeliharanya, bersifat
multimedia dan yang tetap menjadi tujuan utamanya itu, internet telah
menjadi sumber media utama dalam gaya hidup manusia.
Tanpa disadari kebiasaan gaya hidup generasi muda yang selalu
mengakses internet telah dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk mela-
kukan penetrasi diri dalam jaringan pertemanan di dunia maya, akibatnya,
kelompok radikal tersebut bisa melakukan aktivitas perekrutan dan
penanaman ideologi radikal kepada siapa saja. Contohnya, dengan
membuka akun di media sosial seperti Facebook memungkinkan kelompok
radikal tersebut untuk berteman dengan siapa saja dan tahap selanjutnya
menentukan target individu yang akan menjadi kader atau melakukan
penetrasi pemahaman radikalisme keagamaan terhadap individu tersebut.
Perilaku generasi muda semakin lama semakin menguatirkan kita
semua, karena tidak memandang bahwa dunia maya bisa menjadi
ancaman langsung terhadap Bhineka tunggal Ika dan Pancasila, penelitian
Lembaga
42

Kajian Islam dan Perdamaian (LKIP)39, yang dipimpin oleh Prof Dr


Bambang Pranowo yang juga guru besar sosiologi Islam di Universitas
Islam Negeri (UIN) Jakarta, pada Oktober 2010 hingga Januari 2011,
mengungkapkan sebagai berikut ; (1) Pelajar setuju tindakan radikal 50 %,
(2) Siswa menyatakan Pancasila tidak relevan lagi 25 %, (3) Guru
menyatakan Pancasila tidak relevan lagi 21 %, (4) Siswa setuju dengan
penerapan syariat Islam 84 %, (5) Guru setuju dengan penerapan syariat
Islam 76,2
%, (6) Siswa menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas
agama 52,3 %, (7) Siswa membenarkan serangan bom 14,2 %. Oleh
karena itulah kecakapan generasi muda dalam olah kemampuan
penggunaan media sosial masih perlu dibenahi dan ditertibkan kembali
terutama yang berkaitan dengan pemilihan konten bermuatan radikal.

16. Konsep Membumikan Nilai-nilai Pancasila di Kalangan Generasi Muda.

a. Pelaku membumikan nilai-nilai Pancasila.


Pelaku Subjek. (1) Suprastruktur politik meliputi ; Majelis
Permusyawaratan Rakayat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). (2)
Infrastruktur politik meliputi ; Partai politik, Kelompok kepentingan (Interest
group), Kelompok penekan (Pressure group) dan Media komunikasi (Media
cetak, eletronik, televisi dan media sosial). (3) Badan Intelijen Negara (BIN),
Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), Kementerian Pemuda dan Olah
Raga, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi,
Perguruan tinggi dan Swasta, Lembaga Pendidikan formal dan informal,
Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kementerian Pertahanan dan
Keamanan, Kepolisian Republik Indonesia melalui Satuan kewilayahan
mulai dari tingkat Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
(Babinkamtibmas} sampai dengan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda),
TNI melalui satuan kewilayahan mulai dari tingkat Bintara Pembina Desa
(Babinsa) sampai dengan Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam),
Pelaku Objek. Berkenaan konsep generasi muda dikaitkan dengan
upaya pembinaan dan pengembangan pemuda maka:(1) Generasi muda

39 Dr.Anas
Saidi M.A, Anak-anak Muda Indonesia Makin Radikal,ISSN 2086-5309,LIPI, http//lipi.go.id
diunduh pada11 Juni 2021 pukul 2240 Wib
43

dalam hal ini adalah manusia yang berusia antara 0 – 35 tahun; (2) Dalam
masa transisi regenerasi dewasa ini dikenal juga dengan generasi peralihan
(transisi) yakni mereka pada umumnya yang berumur 30 – 40 tahun;
mereka berada dalam jalur organisasi kepemudaan. Menurut Undang-
Undang Nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan pasal 1, bahwa usia
pemuda adalah 16 sampai dengan 30 tahun.

b. Sasaran membumikan nilai-nilai Pancasila, generasi muda usia


16 tahun sampai dengan 30 tahun.

c. Materi Nilai-nilai Pancasila.


Membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, bukanlah meletakan Pancasila di awang-awang
tanpa makna, tapi harus diletakan dalam hati sanubari yang paling dalam.
Nilai dasar Pancasila merupakan nilai abstrak dan perlu diformulasikan
kedalam kehidupan nyata, agar nilai dasar Pancasila dapat membumi di
kalangan generasi muda. Pada era industri 4.0 penuh dengan tantangan
dan dibayangi adanya ancaman langsung dari faham radikalisme, maka
“membumikan”40 nilai dasar Pancasila menjadi suatu hal sangat penting
untuk membentuk perilaku serta membekali generasi muda agar memiliki
karakter dan kemampuan menangkal faham radikalisme.
Menurut Guru Besar Pancasila Notonegoro membagi nilai menjadi
tiga bagian, yakni: (1) Nilai Material, yakni segala sesuatu yang berguna
bagi unsur jasmani manusia; (2) Nilai Vital, yakni segala sesuatu yang
berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas;
dan (3) Nilai Kerohanian, yakni segala sesuatu yang berguna bagi rohani
manusia. Dalam Nilai Kerohanian terdapat nilai: (a) kebenaran/kenyataan
yang bersumber pada unsur akal manusia; (b) keindahan yang bersumber
pada unsur manusia; (c) kebaikan atau moral yang bersumber pada unsur
kehendak/kemauan manusia; dan (d) religius yang merupakan nilai
ketuhanan, kerokhanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini
bersumber pada kepercayaan/keyakinan manusia41.

40
Yudi Latif, 2011, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, Cetakan III, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
41
Darji Darmodiharjo (edt), 1995, Santiaji Pancasila: Suatu Tinjauan Filosofis, Historis dan Yuridis
Konstitusional, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
44

Berdasarkan ketiga nilai tersebut, maka Pancasila masuk kedalam


nilai kerohanian yang mengandung nilai-nilai lain dan harmonis, hal ini
dapat dilihat dari susunan Pancasila yang sistimatis dan harmonis, mulai
dari ; Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa ; Sila kedua, Kemanusiaan
yang adil dan beradab ; Sila ketiga, Persatuan Indonesia ; Sila keempat,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan sampai dengan Sila kelima, Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendapat Moerdiono42 bahwa Pancasila memiliki 3 (tiga) tataran nilai
yang meliputi nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. (1) Nilai Dasar,
yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari
pengaruh perubahan waktu. Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat
amat abstrak, bersifat amat umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat,
dengan kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma, dari segi
kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi
sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya.
Nilai dasar Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara.
Nilai dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa
Indonesia melawan penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat,
maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang
suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan,
persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat.
(2) Nilai Instrumental, yaitu suatu nilai yang bersifat kontekstual. Nilai
instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, yang
merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi
tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan
tuntutan zaman, akan tetapi nilai instrumental haruslah mengacu pada nilai
dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan
dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang
sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu.
Berdasarkan kandungan nilainya, maka nilai instrumental
merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program,
bahkan juga proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut.
Lembaga negara

42
Mulyono, 2010, Dinamika Aktualisasi Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. hlm.
47-48, http://eprints.undip.ac.id/3241/, diunduh tanggal 20 Juni 2021.
45

yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden,


dan DPR. (3) Nilai Praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan
sehari- hari, berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (membumikan)
nilai Pancasila. Nilai praksis terdapat pada demikian banyak wujud
penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis,
baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, organisasi kekuatan
sosial politik, organisasi kemasyarakatan, badan-badan ekonomi, pimpinan
kemasyarakatan, bahkan oleh warga negara secara perseorangan. Ditinjau
dari kandungan nilainya maka nilai praksis merupakan gelanggang
pertarungan antara idealisme dan realitas. Jika ditinjau dari segi
pelaksanaan nilai yang dianut, maka sesungguhnya pada nilai praksislah
ditentukan tegak atau tidaknya nilai dasar dan nilai instrumental itu.
singkatnya bukan pada rumusan abstrak, dan bukan juga pada
kebijaksanaan, strategi, rencana, program atau proyek itu sendiri terletak
batu ujian terakhir dari nilai yang dianut, tetapi pada kualitas
pelaksanaannya di lapangan. Bagi suatu ideologi, yang paling penting
adalah bukti pengamalannya atau aktualisasinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Suatu ideologi dapat
mempunyai rumusan yang amat ideal dengan ulasan yang amat logis serta
konsisten pada tahap nilai dasar dan nilai instrumentalnya, tetapi, jika pada
nilai praksisnya rumusan tersebut tidak dapat diaktualisasikan, maka
ideologi tersebut akan kehilangan kredibilitasnya, untuk itulah diperlukan
suatu upaya membumikan nilai-nilai Pancasila melalui pemahaman hakekat
dari kandungan setiap silanya sebagai berikut ;
1) Membumikan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hakikat sila pertama adalah, mengakui keberadaan Tuhan
Yang Maha Esa, Tuhan memerintahkan kepada manusia untuk
senatiasa beribadah dan menyembah kepada NYA, juga
memerinthkan manusia memiliki rasa solidaritas dan soliditas dalam
kehidupan sosial, sila pertama juga dapat dimaknai bahwa manusia
perlu mengembangkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta mengembangkan nilai sosial serta
mengembangkan etika sosial dalam kehidupan publik-politik dengan
memupuk rasa kemanusiaan dan persatuan, mengembangkan
hikmah permusyawaratan dan keadilan sosial.
46

2) Membumika Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.


Hakikat sila kedua adalah, makna manusia diartikan manusia
yang adil dan beradab menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan
martabat manusia sebagai makhluk Tuhan, yang diwujudkan dalam
semangat saling menghargai, toleran, yang dalam perilaku sehari-
hari didasarkan pada nilai-nilai moral yang tinggi, serta untuk
kepentingan bersama. Bila manusia memahami nilai ini maka
diharapkan persoalan intoleransi, radikalisme, korupsi dan
kesenjangan sosial dapat dicegah.
3) Membumikan Sila Perstuan Indonesia.
Hakikat sila ketiga adalah, sila init idak dapat dipisahkan
dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu
kesatuan yang bersifat sistematis. Melalui sila ini manusia Indonesia
menempatkan persatuan dan kesatuan serta kepentingan dan
keselamatan Bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi dan
golongan serta manusia indonesia sanggup dan rela berkorban
untuk kepentingan bersama. Pada konteks menertibkan dan
memelihara perdamaian, maka nilai persatuan dikembangkan atas
dasar Bhinneka Tunggal Ika. Negara merupakan suatu kesatuan
hidup yang beraneka ragam suku bangsa, agama dan antar
golongan sehingga kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara menjadi satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipecah-
belah.
4) Membumikan Sila Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmah
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Hakikat sila keempat adalah, rakyat Indonesia merupakan
pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara, rakyat memiliki hak dan
kewajiban sebagai warga negara untuk ikut serta atau berpartisipasi dalam
pembangunan serta bertanggung jawab untuk mewujudkan demokrasi dari
berbagai sisi kehidupan bermasyarakat, baik dalam bidang politik,
hubungan ekonomi, maupun penyelenggaraan kebudayaan dan sosial
dalam bernegara. Pada pengambilan keputusan bersama sila ini lebih
menekankan kepada musyawarah untuk mencari mufakat dibandingkan
dengan voting.
47

5) Membumikan Sila Keadilan Sosial Sagi Reluruh Rakyat


Indonesia.
Hakikat sila kelima, adalah manusia indonesia menyadari hak
dan kewajiban yang sama dalam mewujudkan keadilan sosial dalam
kehidupan, sikap yang perlu dikembangkan adalah perbuatan luhur
mencerminkan kekeluargaan dan gotong royong. Selain itu perlu
juga dikembangan sikap adil terhadap sesama, menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak
orang lain, memupuk sikap suka memberi pertolongan kepada
sesama dan kepada orang yang memerlukan agar dapat berdiri
sendiri.
Sikap suka bekerja keras dan sikap menghargai hasil karya
orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan bersama, dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
rata dan berkeadilan sosial.

d. Strategi dan Upaya membumikan nilai-nilai Pancasila.


1) Berkaitan dengan Lemahnya Ketahanan Individu Terha-
dap Ancaman Radikalisme : Strategi penetapan radikalisme
sebagai bahaya laten. Kementerian Pertahanan dibantu Badan
Intelijen Negara (BIN), Mabes TNI dan Mabes Polri, menetapkan
ancaman faham radikal sebagai bahaya laten sekaligus sebagai
musuh bersama bangsa Indonesia khususnya bagi generasi muda,
melalui diteksi dini, edukasi, inventarisasi, sosialisasi,regulasi dan
koordinasi. Penetapan radikalisme sebagai ancaman langsung
menjadi kunci awal, melihat data penelitian Lembaga Kajian Islam
dan Perdamaian (LKIP)43, yang dipimpin oleh Prof Dr Bambang
Pranowo yang juga guru besar sosiologi Islam di Universitas Islam
Negeri (UIN) Jakarta, pada Oktober 2010 hingga Januari 2011,
mengungkapkan sebagai berikut ; (1) Pelajar setuju tindakan radikal
50 %, (2) Siswa menyatakan Pancasila tidak relevan lagi 25 %, (3)
Guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi 21 %, (4) Siswa setuju
dengan penerapan syariat Islam 84 %, (5) Guru setuju dengan
penerapan

43 Dr.Anas
Saidi M.A, Anak-anak muda Indonesia makin radikal,ISSN 2086-5309,LIPI, http://lipi.go.id/berita/single/Anak-
anak-muda-Indonesia-makin-radikal/15089, pada11 Juni 2021 pukul 2240 Wib
48

syariat Islam 76,2 %, (6) Siswa menyatakan setuju dengan


kekerasan untuk solidaritas agama 52,3 %, (7) Siswa membenarkan
serangan bom 14,2 %, data tersebut menjadi bukti kepada kita
semua, bahwa selama ini pengaruh perkembangan radikalisme
kurang mendapat perhatian yang serius. Oleh karena itu perlu
diupayakan menyebarkan bahaya ancaman langsung radikalisme
oleh BIN. Polri dan TNI melalui pembuatan situs yang menarik tapi
tidak menakutkan agar generasi muda mengetahui dan memahami
akan bahaya faham radikalisme.
Strategi penindakan dan deradikalisasi. Mabes Polri,
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dibantu Mabes
TNI, berupaya optimal melakukan penegakan hukum secara terukur
terhadap segala bentuk kegiatan kelompok radikalisme yang
membahayakan generasi muda, selain itu juga aktif melakukan
deradikalisasi dimana salah satu materinya tentang nilai-nilai luhur
Pancasila, sehingga kelompok teroris menyadari bahwa ideologi
Pancasila lebih baik dan benar dibandingkan dengan ideologi
radikalisme. Selanjutnya bekerjasama dengan Kementerian
Komunika-si dan Informatika mengoptimalkan upaya pemblokiran
terhadap situs-situs yang bermuatan faham radikal.
Strategi dakwah. Kementerian Agama dan Majelis Umat
Islam (MUI) bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT), melaksanakan edukasi, pelatihan dan penataran
tentang ancaman bahaya radikalisme yang telah merambah kepada
generasi muda baik dilingkungan pendidikan dan pekerja agar setiap
dakwah mampu memeberikan gambaran mengenai bahaya
terorisme. Upaya yang dilaksanakan melalui dakwah yang humanis
kepada lingkungan pendidikan dan pekerja termasuk didalamnya
penjelasan terkait jihadisasi, toleransi serta hubungan ajaran Islam
yang berkaitan dengan kearifan local. Para Kyai dan Ustadz
diharapkan mampu menjadi pilar utama dalam rangka upaya
internalisasi nilai-nilai multokultural inklusivisme khususnya di
lingkungan pesantren.
Berkaitan dengan metode supervisi dan pengawasan
perkembangan ancaman radikalisme maka menempatkan tenaga
49

penyuluh yang telah dibekali pengetahuan ancaman radikalisme


disetiap desa. Tenaga penyuluh disetiap desa tersebut bekerjasama
dengan Bintara Pembina Keamanan Masyarakat
(BABINKAMTIBMAS) dan Bintara Pembina Desa (BABINSA).
Strategi patroli internet. Kementerian Komunikasi dan
informatika (Kominfo bekerjasama dengan Badan cyber Nasional,
cyber Polri dan BNPT melakukan patrol jejaring media sosial dalam
rangka pengawasan serta melakukan take down terhadap konten-
konten yang bermuatan radikal. Menurut Plt. Direktur Pengendalian
Aplikasi Informatika Ditjen Aplikasi Informatika, Anthonius Malau hal
itu dilakukan dengan cara memantau peredaran konten dengan isu
terorisme dan melakuan pemblokiran akun media sosial atau
website. “Dari bulan Juli 2017 hingga Juli 2020 ada sekitar 16.739
konten- konten baik dari media sosial maupun website yang kami
blokir dan turunkan. Itu tersebar di berbagai platform di facebook ada
sekitar 11.600-an; di Twitter 2.282 konten; di website 496 dan
Youtube 678 konten; serta di file sharing 1000-an,”

2) Berkaitan dengan memudarnya nilai-nilai ideologi


Pancasila pada generasi muda : Strategi memberlakukan
pendidikan bela negara. Kementerian Pertahanan, bersama,
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Republik Indonesia dibantu oleh Kementerian Pemuda dan Olah
Raga, Kementrian Agama dan Kementerian Dalam Negeri, segera
mengupayakan pemberlakukan pendidikan bela negara kepada para
pelajar dan mahasiswa, Strategi ini menjadi sangat penting karena
metoda pendekatan kepada generasi muda selama ini terlalu
mengedepankan mengikuti maunya generasi muda. Pendidikan Bela
Negara tidak sama dengan wajib militer seperti di negara Korea
Selatan, negara itu memberlakukan wajib militer kepada generasi
mudanya untuk menghadapi ancaman serangan nuklir dari negara
Korea Utara, sedangkan di Indonesia pendidikan Bela Negara
sebagai bagian dari proses penyiapan generasi muda memiliki
disiplin, karakter dan jiwa nasionalis dan mampu menilai resiko
50

ancaman radikalisme yang merasuk kepada semua aspek


kehidupan di era kekinian.
Strategi kehidupan sosial masyarakat. Kementerian
Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan melakukan
koordinasi, siskronisasi dan pengendalian terhadap kemnterian
terkait untuk melaksanakan beberapa strategi dan upaya dalam
pendekatan sosial kemasyarakatan dilakukan dengan mengikuti
trend kekinian generasi muda antara lain ; strategi pendekatan
pluralistik, strategi tidak mencari menang sendiri, strategi
musyawarah untuk mufakat, strategi membangun rasa kasih sayang
dan rela berkorban, strategi budaya mendengar, strategi
mengedepankan kearifan lokal, strategi mengedepankan
kebhinekaan, strategi mengedepankan tiga pilar pendidikan dan
strategi pemanfaatan media sosial.
Generasi muda tidak menyukai sesuatu yang bersifat
paksaan atau indoktrinasi, maka pembumian nilai-nilai Pancasila
dilaksanakan melalui pendekatan pluralistik. Kondisi plural
merupakan kekayaan tersendiri bagi bangsa Indonesia, bila mampu
dikelola dengan baik akan menjadi modal dasar bangsa Indonesia
semakin disegani oleh bangsa lain, sebaliknya apabila gagal
mengelolanya akan menimbulkan disintegrasi bangsa. Sikap saling
toleran, saling menghormati, saling mencintai dan saling menyayangi
menjadi hal mutlak dibutuhkan oleh generasi muda agar tercipta
suasana hidup tenteram dan damai.
Tidak mencari menang sendiri, perbedaan pendapat dalam
demokrasi adalah suatu kewajaran, semua orang bebas
mengungkapkan pendapat masing-masing, oleh sebab itu untuk
mencapai prinsip kebhinekaan maka seseorang harus saling
menghormati antara satu pendapat dengan pendapat lainnya.
Perbedaan yang ada bukan untuk dibesar-besarkan tetapi dicari titik
temunya demi kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mufakat, sayangnya sekarang ini semakin
memudar pada era demokrasi perbedaan pendapat antar kelompok
diselesaikan melalui voting sehingga hasilnya hanya
mengakomodasi kepentingan sepihak, berbeda dengan musyawarah
untuk mufakat bahwa perbedaan yang timbul diselesaikan melalui
duduk bersama
51

dalam kesetaraan, sehingga menghasilkan kesepakatan bersama


dan mengikat secara pribadi maupun kelompok.
Membangun rasa kasih sayang dan rela berkorban. Keber-
adaan manusia selaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dapat
bermanfaat bagi manusia lainnya dengan menerapkan rela
berkorban pada kehidupan sehari-hari, sehingga akan menghapus
tasa kebencian dan akan menimbulkan rasa saling saying-
menyayangi.
Strategi budaya mendengar dibanding menggurui. Hasil
pendidikan Pancasila pada generasi muda belum mampu
menangkal faham radikal yang berkembang dimasyarakat, salah
satu penyebabnya adalah kemampuan mengembangkan budaya
mendengar saat berkominikasi, kecenderungan masing-masing
pihak berbicara saja, akibatnya terjadi saling debat maunya menang
sendiri, disinilah letak kegagalan membumikan Pancasila pada
generasi muda. Sebaiknya penyampaian nilai-nilai Pancasila dimulai
dengan mendengarkan keluh kesah alam pikiran generasi muda
tentang segala aspek kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara yang tidak sesuai dengan Pancasila. Mendengar dan
membaca adalah pintu utama masuknya pengetahuan, oleh karena
itu kedepan membumikan nilai-nilai Pancasila dilakukan dengan
mendengarkan gaya anak muda saat ini.
Strategi mengedepankan kearifan lokal. Pancasila
merupakan ideologi terbuka, yang artinya nilai dasarnya tetap,
namun penjabarannya dapat dikembangkan secara kreatif dan
dinamis sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat
Indonesia. Karena runtuhnya etika Pancasila sebagai landasan
moral manusia yang dijiwai semangat nasionalisme dan kerakyatan
akan bermuara kepada hilangnya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat. Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber inspirasi bernegara
harus menjiwai perilaku kehidupan bermasyarakat. Pemaknaan
Pancasila yang sempit, akan mengakibatkan terbatasnya
pemahaman makna kehidupan berbangsa dan bernegara yang
memiliki aspek sangat luas. Oleh karena itu internalisasi nilai-nilai
Pancasila melalui kearifan lokal sangat penting untuk dilakukan,
demi menumbuhkan kesadaran
52

jiwa dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat,


berbangsa dan bernegara.
Strategi mengedepankan semangat kebhinekaan.
Pancasila merupakan jiwa seluruh rakyat Indonesia serta seperti
yang telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila
juga merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa.
Pancasila sebagai semangat persatuan dan kesatuan, gangguan
yang membuat tercorengnya Keutuhan Bangsa dan Negara dapat
terselesaikan, tapi menyadari bahwa gangguan itu akan selalu ada
dan terus mengusik Ketahanan dan Keutuhan bangsa, maka
membumikan nilai-nilai Pancasila di kalangan generasi muda perlu
dilakukan secara nyata dan terus menerus. Upaya yang diterapkan
adalah; penghayatan dan pengamalan nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam Pancasila serta pembelajaran sejak dini mengenai
pentingnya dan sakralnya Pancasila. Kelima sila yang terkandung
dalam Pancasila merupakan cerminan atau poandangan hidup
bersosial rakyat Indonesia dan juga sebagai dasar pergerakan serta
penerapan pemerintahan di Indonesia. Sila ketiga dalam Pancasila
merupakan sila yang paling menggambarkan persatuan, namun
bukan berarti sila yang lainnya tidak, seperti sila pertama yang
berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa”, dalam sila ini menunjukan
bahwa Indonesia tidak hanya memihak atau mementingkan satu
agama saja, tetapi agama lain juga, demkian halnya dengan sila
kedua, yaitu “ Kemanusiaan yang adil dan beradab”, yang diartikan
bahwa di dalam bangsa Indonesia tidak membeda-bedakan satu
sama lain, semua sama yaitu warga negara Indonesia.
Strategi pelibatan tiga pilar pendidikan. Melalui pilar
keluarga. Salah satu tujuan membumikan nilai-nilai Pancasila di
kalangan generasi muda adalah pembentukan karakter bangsa
berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila. Awal mula pembentukan
karakter berasal dari lingkungan keluarga. Kata karakter berasal dari
bahasa Yunani yang berarti "to mark" (menandai) dan memfokuskan,
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan
atau tingkah laku. Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak
jujur, kejam, atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter
53

jelek, sementara seoarang yang berperilaku jujur, suka menolong


dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter
erat kaitanya dengan kepribadian seseorang. Seseorang bisa
disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila
perilakunya sesuai dengan kaidah moral.44 Oleh karena itu peran
orang tua dalam pembentukan karakter anak sangat dominan,
karena orang tua merupakan tempat bimbingan yang pertama dalam
hal membentuk karakter anak. Anak bukan saja membutuhkan
pemenuhan material tetapi juga kasih sayang, perhatian, dorongan,
dan keberadaan orang disisinya. Peran orang tua dalam membentuk
karakter yaitu mengajarkan karakter anak yang baik dan
mendisiplinkan anak agar berprilaku sesuai apa yang telah
diajarkan. Orang tua juga berkewajiban menciptakan suasana yang
hangat dan tentram serta menjadi panutan yang positif bagi anak.
Hal ini sesuai dengan pendapat di bawah ini. Perilaku orang tua
sehari-hari dalam beribadah merupakan penerpan sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, sebelum orang tua mengambil keputusan perlu
mendengarkan saran masukan dari anak sebagai bentuk
implementasi sila musyawarah untuk mufakat sehingga keputusan
orang tua akan ditaati oleh anak maupun orang tua.
Melalui pilar sekolah. Menanamkan karakter pancasila pada
bidang kurikuler, siswa dapat diminta melakukan kegiatan studi
lapangan, dari kegiatan tersebut, siswa dapat mempraktikkan teori-
teori yang didapatkan dalam kelas. Selain itu, siswa dapat
menghayati bagaimana kerja keras dalam menghasilkan suatu
produk, peduli terhadap kerja keras, menghargai sesama, dan juga
dapat mensyukuri berkah sehingga membentuk karakter siswa.
Kegiatan bidang non-kokurikuler seperti kerja bakti,
melakukan ibadah bersama misalnya shalat berjamaah, bersalaman,
serta pembiasaan-pembiasaan baik dapat diterapkan untuk
menumbuhkan nilai Pancasila/budi pekerti/karakter yang baik bagi
siswa. Selain itu, strategi lain seperti menggelar kegiatan upacara
bendera hari Senin, apel, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya,
lagu-lagu nasional, dan

44
Zubaedi, 2012,Desain Pendidikan Karakter, jilid 2, Jakarta : Kencana Prenada MediaGroup,2012,Cet.2hlm.
12
54

berdoa bersama yang dilanjutkan dengan membaca kitab suci


dan/atau buku-buku non-pelajaran selama 15 menit sebelum
memulai pembelajaran juga bisa dilakukan di lingkungan sekolah.
Melalui pilar masyarakat. Peran masyarakat memiliki
pengaruh besar terhadap pembentukan karakter melalui penanaman
estetika dan etika seperti misalnya bersikap toleransi dan solidaritas
antar golongan yaitu mewujudkan sikap saling menghargai antar
golongan yang satu dengan yang lain sehingga tercipta suasana
aman rukun dan tertib. Menanamkan sikap tenggang rasa, saling
membantu merupakan hal yang harus selalu diterapkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga
terwujud hidup damai berdampingan dalam bingkai persatuan dan
kesatuan bangsa.
Strategi budaya salam Pancasila. Budaya salam hormat
pada umumnya dilakukan oleh Tentara, Polisi dan Boy Scouts
diseluruh dunia dengan cara, 5 (lima) jari kanan dibuka rapat dan
diletakkan di kening kepala sebelah kanan, sedangkan salam
Pancasila dilakukan dengan cara 5 (lima) jari kanan dibuka rapat
dan diletakkan di dada tepatnya antara leher dengan payudara serta
sambil berteriak lantang menucapkan “Salam Pancasila !”. Budaya
salam Pancasila bermakna menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila
untuk senantiasa dihormati dan dipedomani sebagai perwujudan
sikap. perilaku dan jiwa nasionalisme dalam keseharian. Upaya yang
dilaksanakan adalah mewajibkan salam Pancasila di masyarakatkan
kepada semua lapisan masyarakat terutama kalangan generasi
muda sebagai pengganti cium pipi kanan dan kiri. Statrategi ini
adalah salah satu bentuk memasyarakatkan nilia-nilai luhur
Pancasila kepada generasi muda, baik sebagai pandangan hidup
maupun sebagai dasar negara secara kekinian.

3) Berkaitan dengan ketidakwaspadaan dalam penggunaan


teknologi Informasi dan komunikasi :
Strategi propaganda Pancasila. Pada kasus bom Bali tahun
2002, kelompok radikal teroris telah menggunakan handphone
sebagai media komunikasi dan sebagai sarana meledakan bom,
55

teknologi informasi dan komunikasi menjadi sarana yang paling


efektif bagi jaringan dan kelompok radikalisme untuk menyebarkan
faham radikal, berkomunikasi sesama anggotanya termasuk
perekrutan anggota baru.
Bahaya lainnya adalah kelompok radikalisme menggunakan
jaringan internet untuk mengkampanyekan berdirinya negara Islam,
Daulah Islamiyah yang berdasarkan syariah dan mengajak para
pendukung melakukan jihad dalam bentuk perang terhadap
kelompok
.yang tidak setuju. Menurut data survey Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia tahun 2017 menyebutkan pengguna internet
di Indonesia sebagai berikut ; (1) Pengguna internet di Indonesia
143,26 juta orang, (2) Internet dijadikan sumber berita 53 %, (3)
Generasi muda mencari pengetahuan agama dari internet (blog,
website, media sosial) 54,87 %, (4) Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme menyatakan website mengandung
konten radikalisme
9.000 website. Berdasarkan kegiatan kelompok radikalisme dan data
diatas maka perlu diupayakan melakukan mobilisasi terhadap
generasi muda pengguna internet untuk membuat dan menyebarkan
informasi tandingan tentang bahaya terorisme dan penyebaran
faham radikalisme dengan membuat situs-situs menarik dan
informatif tentang nilai-nilai luhur Pancasila baik dalam bentuk
untaian kalimat, gambar atau foto dan film pendek.
Strategi penugasan Online Pancasila. Berdasarkan
penelitian tentang “penggunaan sumber belajar dalam mengerjakan
tugas sekolah” oleh Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya dan Pusat kurikulum dan pembukuan Badan Penelitian
Kementerian Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi Jakarta
diperoleh data sebagai berikut45 ;

45
Saifuddin Chalim1 dan E. Oos M. Anwas, 2018, Peran Orangtua dan Guru dalam Membangun Internet
sebagai Sumber Pembelajaran, Jurnal Penyuluhan, vol 14 nomor 1.
56

Tabel 15.1
Penggunaan Sumber Belajar
dalam Mengerjakan Tugas Sekolah

NO SUMBER/MEDIA JUMLAH %
1 Internet 101 93,5
2 Buku 78,0 72,2
3 Bimbingan orang tua 64,0 59,3
4 Televisi 4,00 3,70
5 Radio 0,00 0,00
6 Sumber lain 0,00 0,00

Data diatas dapat digunakan dalam strategi penugasan online


Pancasila yaitu Kementerian Pendidikan Budaya Riset dan
Teknologi, bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika
melalui peran guru dan orang tua mewajibkan siswa maupun
mahasiswa diberikan tugas pekerjaan rumah pembuatan makalah
dengan topik Pancasila yang bersumber data internet setingkat
jurnal keatas. Hal ini dikandung maksud ; (1) Penggunaan media
sosial yang sudah menjadi gaya hidup anak muda yang selama ini
digunakan untuk mengakses situs radikal, pornografi dll, dialihkan
kepada situs-situs yang bermuatan Pancasila, biarkanlah anak muda
berselancar di dunia maya asalkan mencari situs yang bermuatan
Pancasila. (2) Peran guru maupun orang tua dapat memberikan
kontribusi dalam meningkatkan penangkalan terhadap faham radikal.
(3) strategi dengan metoda ini lambat laun tapi pasti akan merubah
image generasi muda bahwa jejaring internet dengan berbagai
aplikasinya akan menjadikan mereka generasi muda bangsa yang
memiliki jiwa nasionalis Indonesia serta memiliki daya tangkal
terhadap ideologi radikal dan ideologi lainnya. Metoda dengan
melarang generasi muda agar tidak mengakses konten yang
bermuatan radikal adalah metoda yang kurang kena di hati kaum
muda, namun dengan cara “mewajibkan” mencari bahan yang
berkaitan dengan Pancasila menjadi salah satu alternatif yang
terbaik.
57

Strategi melawan Hoax.


Kemeninfo bekerja sama dengan Google, Facebook dan
Twitter melakukan upaya peningkatan servise level agreement
dalam rangka penutupan semua situs yang berkonten radikal
maupun negatif baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar
negeri sekaligus melakukan upaya diteksi dini melalui pengawasan
terhadap situs yang menyebarkan hoax pemutarbaikan fakta
khususnya yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah.
Kemeninfo bekerjasama dengan group medsos pemuda,
melakukan upaya penangkalan terhadap berita-berita
pemutarbalikan fakta sesungguhnya yang biasanya disebarkan oleh
kelompok radikalisme, setiap menemukan berita hoax maka wajib
hukumnya para pemuda melakukan counter terhadap isi berita yang
tidak benar, melalui pembuatan konten berita yang benar dan
cerdas.
Strategi siber siskamling. Sistim Keamanan Lingkungan
(Siskamling) merupakan upaya bersama dalam meningkatkan
keamanan dan ketertiban masyarakat dalam memberikan
perlindungan dan pengamanan bagi masyarakat dengan
mengutamakan upaya pencegahan dan menangkal berbagai bentuk
ancaman dan gangguan kamtibmas. Masing-masing Rukun
Tetangga membentuk kelompok-kelompok pemuda yang bertugas
melakukan pengintaian di dunia maya terhadap berbagai aplikasi
internet yang bermuatan radikal, bila dijumpai adanya situs radikal
segera melaporkan kepada Bintara Pembina Keamanan dan
Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) dan Bintara Pembina Desa
(Babinsa).
58

BAB IV
PENUTUP

17. Simpulan. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya selanjutnya


akan diakhiri melalui penyampaian simpulan dan rekomendasi yang berkaitan
dengan Membumikan Nilai-Nilai Pancasila Untuk Menangkal radikalisme di
Kalangan Generasi Musda sebagai berikut :

a. Pemahaman Tentang Radikalisme.


Ahli strategi perang dari China Sun Tzu mengatakan : “Kenali dirimu
kenali lawanmu seribu kali bertempur seribu kali akan menang”, maka jika
generasi muda ingin memenangkan perang melawan radikalisme maka
harus mengetahui siapa itu radikalisme, kemampuan apa yang membuat
radikalisme bisa menjadikan generasi muda mudah terpapar dan taktik apa
yang digunakan radikalisme untuk mempengaruhi generasi muda.
Pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas
UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang, kata radikal selalu
disandingkan dengan terorisme atau disebut radikal terorisme. Pengertian
radikalisme adalah setiap upaya membongkar sistem yang sudah mapan
yang sudah ada dalam kehidupan bernegara dengan cara kekerasan ,
dengan demikian menurut hukum, “radikalisme” adalah suatu tindakan
kekerasan untuk anti-Pancasila, anti-NKRI, anti-kebhinnekaan dan
intoleransi, sehingga semua orang yang berbeda dengannya dianggap
salah.
Ciri-ciri radikalisme faham radikal dalam Islam kaitannya dengan
perilaku kegamaan menurut Mantan Kapolri Jendral Pol Badrodin Haiti
sebagai berikut ; (1) Mengklaim kebenaran, beranggapan hanya dia yang
benar. (2) Cenderung mempersulit agama dengan menganggap ibadah
mubah atau sunnah seakan-akan wajib dan hal – hal yang makruh seakan-
akan haram. (3) Kebanyakan tidak melalui tahapan yang gradual, tetapi
overdosis yang tidak pada tempatnya. (4) Mudah mengkafirkan orang yang
59

tidak sependapat, jika orang lain tidak hijrah dianggap kafir. (5)
Menggunakan cara-cara kekerasan.
Berikutnya ciri-ciri radikalisme dalam konteks kenegaraan ; (1)
Tujuan membuat Negara Islam dengan mewujudkan penerapan syariat
Islam. Sebaiknya tidak diformalkan dalam bentuk UUD/ Perda karena tidak
semua orang memiliki keyakinan yang sama. (2) Konsep Negara: NII dan
Khilafah Islamiyah (seperti HTI). Tidak ada konsep Negara khilafah yang
sukses.
(3) Jihad sebagai pilar perjuangan mewujudkan tujuan utama.
Ciri radikalisme dalam konteks kenegaraan diatas maka kelompok ini
tidak mengakui “Pancasila” sebagai ideologi Negara bahkan tidak mengakui
NKRI dengan berbagai implikasinya. Hukum tidak diakui, pemerintah tidak
diakui, tidak mau hormat dengan bendera RI dan tidak bersedia
menyanyikan lagu kebangsaaan Republik Indonesia.
Proses tahapan dari radikalisme menjadi terorisme. Pada tahap pra
radikal, diawali dengan rekruitmen terhadap anak muda yang tinggal di
pondok pesantren, pemuda yang dipilih adalah mereka yang mempunyai
kecerdasan dan loyal litas tinggi serta memiliki kemampuan fisik yang baik
dan tinggal di pondok pesantren radikal seperti pondok pesantren Ngruki di
Solo. Tahap identifikasi diri, mengirim para pemuda yang akan dijadikan
kader ke sekolah Madrasah, pondok pesantren Ngruki, Malaysia,
Afganistan dan Moro Phi;ipina untuk melakukan pembelajaran dan Latihan
taktik militer yang berkaitan dengan rencana aksi terror. Tahap indoktrinasi,
memberlakukan sistem Usroh kepada anggotanya, Usroh adalah, secara
bahasa berarti keluarga, dari segi istilah usrah dapat diartikan sebagai
kumpulan individu muslim yang beriman kepada Allah Swt yang sudah
tumbuh rasa ikatan kekeluargaan di hati mereka karena setiap diri dari
mereka berusaha tolong menolong antara satu sama lain untuk memahami
dan menghayati Islam. Usrah adalah istilah lain dari halaqah karena sifat
halaqah bagaikan sebuah keluarga dalam aspek hubungan emosi diantara
para anggotanya dan pembinanya.46 Pertemuan dengan menggunakan
sistim Usroh secara Intens bertujuan untuk menanamkan kekuatan ideologi
jihad dan membentuk rasa kebencian terhadap Amerika Serikat. Tahap

46
8ade hidayat, Efektifitas Program Mentoring Halaqah Dalam Meningkatkan Kecerdasan Moral Siswa,
Jurnal Etika Dan Pekerti V. 1 No 1 2013 Hal 7, http://ejournal.unmabanten.ac.id diunduh pada 14 Juni 2021
pukul 11.00.
60

jihadisasi. Tahap ini merupakan hal yang paling mengerikan di seluruh dunia
karena bertujuan melakukan aksi terror Bom, permpokan dan penembakan.
b. Radikalisme dapat berkembang di kalangan generasi muda.
Lemahnya ketahanan individu terhadap ancaman radikalisme.
Sese-
orang beresiko rendah tidak mudah terpapar faham radikal karena memiliki
ketahanan individu terhadap ancamam radikalisme yang didukung oleh
penguasaan pengetahuan ancaman radikalisme pada level menguasai dan
mahir mengimplementasikan upaya pencegahan bahaya radikalisme .
Sebaliknya seseorang beresiko sedang, tinggi dan ekstrim akan
mudah terpapar faham radikal karena lemahnya ketahanan individu
terhadap ancaman radikalisme dan tidak didukung oleh penguasaan
pengetahuan radikalisme yang memadai sehingga tidak memiliki
kemampuan diteksi dini terhadap bahaya radikalisme yang berada disekitar
lingkungannya.
Apabila penanggulangan radikalisme/terorisme lebih mengedepan-
kan upaya pencegahan dibandingkan dengan penindakan, maka tuntutan
tingkat penguasaan pengetahuan radikalisme pada strata menguasai,
sehingga mahir mengimplementasikan pencegahan bahaya radikalisme.

Memudarnya Nilai-Nilai Ideologi Pancasila Pada Generasi Muda.


Kon-sensus nasional mulai luntur bahkan cenderung terkikis habis, padahal
selama ini nilai-nilai dasarnya menjadi dasar dalam penanaman,
penumbuhan, pengembangan rasa, jiwa dan semangat kebangsaan serta
memberikan panduan, tuntunan dan pedoman bagi bangsa Indonesia
dalam melakukan perjuangan guna mencapai cita-cita nasionalnya, namun
dalam kenyataanya konsensus nasional ini makin termarginal dihadang
oleh idiologi dan idealisme yang multi kultur dan muti dimensi akibatnya
makin memudar nilai-nilai kebangsaan, kebhinekaan dan keragaman yang
mulanya menjadi kebanggaan bangsa Indonesia semakin hari terus
terkoyak dan sejujurnya dapat dikatakan mengalami suatu kemunduran
yang sangat menyedihkan. Indikasi dari kemunduran tersebut terlihat
dengan semakin menipisnya semangat kebangsaan, kesadaran memiliki
negeri ini dan makin kurang dihayatinya tata kehidupan yang didasarkan
pada nilai-nilai ideologi Pancasila pada hampir semua generasi bangsa ini.
Oleh karena itulah kita
61

perlu mengangkat kembali nilai-nilai kebangsaan khususnya nilai-nilai yang


terkandung dalam Pancasila, demi meningkatkan ketahanan generasi
muda terhadap ancaman radikalisme dan meneguhkan kembali jati diri
bangsa serta membangun kesadaran tentang sistem kenegaraan yang
menjadi konsensus nasional, sehingga diharapkan generasi muda memiliki
ketahanan ideologi Pancasila dalam menjaga keutuhan dan mampu
menegakkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di tengah
meluasnya radikalisme dan terpaan arus globalisasi dan modernisasi yang
bersifat multidimensial.

Ketidak waspadaan dalam penggunaan teknologi informasi dan


komu-nikasi. Dunia maya memang menawarkan banyak kelebihan yang
membuat kelompok teroris begitu serius dalam mengelolanya, yaitu akses
yang mudah, lemahnya kontrol dan regulasi yang mengikat, audiensi yang
luas, anonim, kecepatan arus informasi, dapat digunakan sebagai media
interaksi, sangat murah untuk membuat dan memeliharanya, bersifat
multimedia dan yang tetap menjadi tujuan utamanya itu, internet telah
menjadi sumber media utama dalam gaya hidup manusia. Gaya hidup
generasi muda yang selalu mengakses internet telah dimanfaatkan oleh
kelompok radikal untuk melakukan penetrasi diri dalam jaringan
pertemanan di dunia maya, akibatnya, kelompok radikal tersebut bisa
melakukan aktivitas perekrutan dan penanaman ideologi radikal kepada
siapa saja. Perlu adanya pembenahan dan penertiban terhadap
penggunaan media sosial khususnya terhadap konten-konten bersifat
radikal guna meningkatkan penggunaan internet yang benar dan baik
dalam rangka upaya pencegahan dan penangkalan penyebaran faham
radikal.

c. Konsep membumikan nilai-nilai Pancasila untuk menagkal radi-


kalisme di kalangan generasi muda,
Strategi dan upaya yang dilaksanakan meliputi (1) Peningkatan
ketahanan individu akibat dari lemahnya penilaian terhadap bahaya
ancaman radikalisme. (2) Peningkatan pemahaman ideologi Pancasila agar
generasi muda memiliki daya tangkal terhadap maraknya penyebaran
faham radikal dan (3) Peningkatan kewaspadaan penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi dengan berbagai aplikasinya seperti Facebook,
Twitter,

Anda mungkin juga menyukai