Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KELOMPOK

“Karakteristik Penanaman Nilai Agama dan Moral pada Anak Usia Dini”

Mata Kuliah: Metodologi Pengembangan Agama dan Moral


Dosen Pengampu: Dr.Nurhayati, S.Ag.,M.Pd.i

OLEH
Kelompok 3

CLARA CANTIKA (A41121012)


NI LUH AYU ARIYANTI (A41121017)
SELIA DEVI (A41121020)
SRI ANDINI (A41121021)
NURSYAFA’AH (A41121028)
IFA SUNANDARI (A41121036)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PAUD

UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan

kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas berkah dan

karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Makalah “Karakteristik Penanaman Nilai Agama dan Moral pada Anak

Usia Dini” disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Metodologi

Pengembangan Agama dan Moral Selain itu, kami juga berharap agar makalah

ini dapat menambah wawasan bagi pembaca. Kami mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Nurhayati, S.Ag.,M.Pd.i selaku dosen mata

kuliah Metodologi Pengembangan Agama dan Moral dan juga mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan

makalah ini.

Kami menyadari, bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca sangat berguna bagi

penyusunan dan penyempurnaan selanjutnya. Dengan adanya makalah ini,

diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu yang bermanfaat bagi kita

semua.

11 Februari 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6

1.3. Tujuan Penulisan......................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 7

2.1. Konsep Definisi Agama dan Moral ............................................................ 7

2.2. Faktor-faktor Pendorong Nilai Agama dan Moral pada AUD ................. 14

2.3. Upaya Meningkatkan Nilai Agama dan Moral pada AUD....................... 15

2.4. Implementasi Nilai Agama dan Moral dalam Kehidupan Sehari-hari .....16

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 30

3.1. Kesimpulan ............................................................................................... 30

3.2. Saran .........................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh sumber daya manusianya

(Arifudin et al., 2021). Sumber Daya Manusia (SDM) mempunyai arti yang

sangat penting bagi pembangunan bangsa. Hal ini sejalan dengan paradigma

pembangunan yang berkembang saat ini yaitu pembangunan manusia. Konsep

pembangunan manusia pertama kali diperkenalkan oleh United Nation

Development Programme (UNDP) dalam laporannya yang berjudul Human

Development Report (HDR) di tahun 1990. Secara garis besar konsep

pembangunan manusia mempertegas bahwa manusia merupakan kekayaan

bangsa yang sesungguhnya. Sehingga dalam rangka mewujudkan

pembangunan yang berkelanjutan maka perlu dimiliki SDM yang berkualitas

(BPS, 2022).

Pendidikan menjadi salah satu kunci dari arah pembangunan Sumber Daya

Manusia (SDM) yaitu membangun SDM tangguh yang dinamis, produktif,

terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi didukung dengan

kerjasama industri dan talenta global. Arah pembangunan SDM tersebut

merupakan satu dari tujuh agenda pembangunan nasional 2020-2024 yaitu

meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.

Peningkatan kualitas dan daya saing SDM diharapkan dapat mencetak generasi

penerus bangsa yang sehat, cerdas, adaptif, inovatif, terampil, serta berkarakter

(BPS, 2022a). Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan bagi

1
membangunkan potensi yang ada di dalam diri manusia. Melalui pendidikan

akan diperoleh masyarakat pembelajar serta akan menjadi katalisator bagi

terjadinya transformasi sosial (Ashadi, 2016).

Anak merupakan penerus generasi dan bangsa. Sebagai generasi penerus,

anak perlu mendapatkan pendidikan yang baik agar potensi dirinya bisa

berkembang dengan pesat, tumbuh menjadi manusia yang memiliki kepribadian

tangguh dan memiliki berbagai macam kemampuan dan keterampilan yang

bermanfaat (Ananda, 2017). Anak usia dini (AUD) adalah generasi yang akan

melanjutkan kehidupan di masa depan. Anak usia dini sebagai aset sumber daya

manusia yang akan membawa kemajuan dan kebermanfaatan bagi kehidupan

berbangsa dan bernegara. Usia dini adalah masa dimana anak dapat

mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki, karena pada masa ini

perkembangan anak lebih pesat daripada setelah melewati usia dini.

Perkembangan anak pada usia dini akan mempengaruhi perkembangan pada

usia berikutnya (Khaironi, 2017).

Menurut National Association for The Education of young Children

(NAEYC) bahwa anak usia dini adalah anak yang berada dalam rentang usia 0-

8 tahun, yang tercakup dalam program pendidikan di taman penitipan anak,

penitipan anak pada keluarga (family child care home), pendidikan prasekolah

baik swasta maupun negeri, TK, dan SD. Sedangkan menurut Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

pada Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu

upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia

enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk

2
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak

memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Arifudin et al.,

2021).

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) termasuk dalam pendidikan nonformal.

Meskipun demikian, dalam peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI

Nomor 146 Tahun 2014 mengenai kurikulum 2013, dijelaskan bahwa PAUD

adalah jenjang pendidikan yang dianggap paling fundamental, karena

perkembangan anak pada masa selanjutnya akan sangat ditentukan oleh

berbagai macam stimulasi bermakna yang diberikan sejak usia dini, dimana

masa usia dini merupakan masa yang paling tepat untuk memberikan stimulasi-

stimulasi agar anak mampu berkembang dengan optimal (Kemendikbud, 2014).

Menurut para ahli psikologi, usia dini hanya datang sekali dan tidak dapat

diulang lagi, yang sangat menentukan untuk pengembangan kualitas manusia

selanjutnya. Anak merupakan aset berharga bagi keluarganya, lingkungan

sekitarnya dan bagi bangsa. Anak juga merupakan generasi penerus bangsa

dimasa yang akan datang.

Kehidupan suatu bangsa membutuhkan pendidikan sebagai salah satu alat

untuk mencetak generasi yang bermutu. Pendidikan dalam hal ini tidak bisa

terlepas dari peran pendidikan anak usia dini yang memberikan bimbingan dan

pengenalan mengenai nilai agama dan moral kepada anak sejak awal masa

pertumbuhan. Pendidikan nilai agama dan moral pada anak usia dini menjadi

sangat mendesak dalam upaya untuk membangun masyarakat yang beragama,

beradab, bermoral dan bermartabat sesuai dengan nilai-nilai dalam ajaran

3
agama Islam. Selain itu pengembangan moral dan nilai agama juga sangat

penting dalam perbaikan kondisi suatu bangsa (Inawati, 2017).

Hadisi (2015) menjelaskan bahwa periode usia dini merupakan masa yang

mendasari kehidupan manusia selanjutnya. Masa ini biasa disebut the golden

age yaitu masa-masa keemasan anak. Atas dasar inilah, penting kiranya

dilakukan pendidikan karakter pada anak usia dini, dalam memaksimalkan

kemampuan dan potensi anak. Pendidikan karakter pada usia dini memanglah

permulaan yang tepat karena usia ini merupakan periode perkembangan yang

sangat penting dalam kehidupan manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

anak pada masa ini berlangsung sangat cepat dan akan menjadi penentu bagi

sifat-sifat atau karakter anak di masa dewasa. pendidikan karakter pada intinya

bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,

bermoral, bertoleransi, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang

dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai

oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

Perkembangan nilai agama dan moral (NAM) sebagai salah satu aspek awal

yang mesti dilatih dan dikuatkan kepada anak supaya bisa berkembang sebagai

individu yang baik serta berkarakter (Mumtazah & Sutama, 2021). Keberadaan

pendidikan nilai agama dan moral pada PAUD adalah pondasi yang kokoh dan

sangat penting keberadaannya. Jika hal tersebut tertanam dan terpatri dengan

baik sejak dini pada seorang anak, maka akan menjadi awal yang baik bagi

pendidikan anak untuk menjalani pendidikan selanjutnya (Nurjanah, 2018).

4
Fenomena merosotnya karakter berbangsa di tanah air dapat disebabkan

lemahnya pendidikan karakter dalam meneruskan nilai-nilai kebangsaan

pada saat alih generasi. Disamping itu, lemahnya implementasi nilai-nilai

berkarakter di lembaga-lembaga pemerintahan dan kemasyarakatan di

tambah berbaurnya arus globalisasi telah mengaburkan kaidah-kaidah

moral budaya bangsa yang sesungguhnya bernilai tinggi (Rahim & Setiawan,

2019). Kini telah banyak ditemukan bahwa moral dan agama yang ada di

masyarakat khususnya anak usia dini mengalami penurunan dalam hal sikap,

agama, dan tingkah laku (Natari & Suryana, 2022).

Masa usia dini merupakan masa kecil ketika anak memiliki kekhasan dalam

bertingkah laku. Seorang anak belum mengerti apakah yang ia lakukan itu

berbahaya atau tidak, bermanfaat atau merugikan, serta benar maupun salah.

Hal yang terpenting bagi mereka adalah ia merasa senang dan nyaman dalam

melakukannya. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas orang tua dan pendidikan

untuk membimbing dan mengarahkan anak dalam beraktivitas supaya yang

dilakukannya tersebut dapat bermanfaat bagi dirinya sehingga nantinya dapat

membentuk kepribadian yang baik. karakteristik anak usia dini yang tidak kalah

penting dan patut dipahami oleh setiap orang tua maupun pendidik ialah anak

suka meniru dan bermain. Kedua karakteristik ini sangat dominan

mempengaruhi perkembangan anak usia dini (Khairi, 2018).

Saidah (2003) dalam Mulyadi (2018) menjelaskan bahwa pendidikan

Agama dan Moral yang diberikan oleh guru di Sekolah dan Orang Tua di

Rumah berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dasar anak agar berhati

baik, berperilaku baik dan berpikiran baik. Potensi itu akan menjadi sumber

5
daya manusia yang berkualitas jika diterima seorang anak sejak masih

kecil. Ada beberapa peran yang harus dilaksanakan guru dalam

mengembangkan dan menguatkan Nilai-nilai Agama dan Moral pada anak

usia dini, yaitu sebagai model, pembimbingan, pelatih, motivator, dan penilai.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, berikut rumusan masalah dalam makalah

ini yaitu:

1) Apa Definisi Agama dan Moral secara Umum dan Menurut Para Ahli?

2) Apa Faktor yang Dapat Meningkatkan Nilai Agama dan Moral untuk

AUD?

3) Bagaimana Upaya dalam Meningkatkan Nilai Agama dan Moral Pada

AUD?

4) Bagaimana Implementasi Nilai Agama dan Moral di Kehidupan Sehari-

hari?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut.

1) Mengetahui Definisi Agama dan Moral Secara Umum dan Para Ahli

2) Mengetahui Faktor yang dapat Meningkatkan Nilai Agama dan Moral

AUD

3) Mengetahui Upaya-upaya dalam Meningkatkan Nilai Agama dan

Moral Pada AUD

4) Mengetahui Implementasi Nilai Agama dan Moral di Kehidupan

Sehari-sehari

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Definisi Agama dan Moral

2.1.1. Konsep dan Definisi Agama

Agama adalah sistem keyakinan atau kepercayaan manusia terhadap

sesuatu zat yang dianggap tuhan. Selain itu, agama juga didefinisikan

sebagai sistem kepercayaan, yang didalamnya meliputi aspek-aspek

hukum, moral, dan budaya. Secara psikologi, agama berfungsi sebagai

motif intrinsik (Dalam diri) dan motif ekstrinsik (luar diri) dan motif

yang didorong. Keyakinan agama dinilai memiliki kekuatan yang

mengagumkan dan sulit ditandingi oleh keyakinan non-agama baik

doktrin maupun ideologi. Sedangkan menurut para ahli sosiologi, agama

merupakan suatu pandangan hidup yang harus diterapkan dalam

kehidupan individu maupun kelompok (Amran, 2015). Agama dapat

didefinisikan sebagai sebuah sistem kepercayaan berdasarkan nilai-nilai

yang sakral dan supranatural yang secara tidak langsung dapat

mengarahkan perilaku manusia itu sendiri, mengajarkan makna hidup

dan menciptakan solidaritas dengan sesama individu yang ada (Putra,

2020).

2.1.2. Peranana Nilai Agama pada Anak Usia Dini

Agama merupakan suatu faktor terpenting dalam hidup dan

kehidupan manusia, karena agama mampu memberikan makna, arti dan

7
tujuan hidup dan kehidupan manusia itu sendiri. Lembaga pendidikan

dasar pada anak adalah keluarga dan kedua orang tua sebagai pendidik

utama dalam pendidikan maupun menempati fungsi dan peran strategis

dalam pembentukan nilai yang berhubungan langsung dengan

keyakinan. Sedangkan sekolah sebagai lembaga pendidikan artifisialis

atau hanya perpanjangan dari tugas dan tanggung jawab keluarga (Yani,

2013).

Ada dua teori yang mengungkapkan munculnya keagamaan pada

anak usia dini, yaitu (Nurjanah, 2018):

1) Rasa ketergantungan (sense of depend)

Manusia dilahirkan kedunia ini memiliki empat kebutuhan,

yakni keinginan untuk perlindungan (security dan safety),

keinginan akan pengalaman baru (new experience), keinginan

untuk mendapatkan tanggapan (response) dan keinginan untuk

dikenal (recognition). Berdasarkan kenyataan dan kerjasama

dari keempat keinginan itu, maka bayi sejak dilahirkan hidup

dalam ketergantungan. Melalui pengalaman-pengalaman yang

diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa

keagamaan pada diri anak.

2) Instink keagamaan

Bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink,

diantaranya instink keagamaan. Belum terlihatnya tindak

keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang

menopang kematangan berfungsinya insting itu belum

8
sempurna. Dengan demikian pendidikan agama perlu

diperkenalkan kepada anak jauh sebelum usia 7 tahun. Artinya,

jauh sebelum usia tersebut, nilai-nilai keagamaan perlu

ditanamkan kepada anak sejak usia dini. nilai keagamaan itu

sendiri bisa berarti perbuatan yang berhubungan antara manusia

dengan tuhan atau hubungan antar sesama manusia.

2.1.3. Pendidikan Agama pada Anak Usia Dini

PAUD adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan

untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara

menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek

perkembangan anak (Huliyah, 2016). Pendidikan agama yang diberikan

pada anak sejak masa kecil akan menentukan bagi kehidupan agama

anak di kemudian hari. Apabila seorang anak sudah menerima didikan

agama sejak kecil yang diberikan oleh orang tuanya, maka hal tersebut

berarti bahwa anak tersebut telah dilengkap dengan suatu kekuatan

rohani untuk menghadapi pengaruh-pengaruh anti agama yang akan

dijumpainya (Yani, 2013).

2.1.4. Konsep dan Definisi Moral

Kata moral berasal dari kata mos. kata mos adalah bentuk tunggal

dari kata mores yang mempunyai makna kebiasaan, susila. Adat

kebiasaan merupakan perbuatan manusia yang sesuai dengan ide-ide

tentang baik dan buruk yang di dapat oleh masyarakat. dari pernyataan

diatas dapat disimpulkan bahwa moral merupakan tingkah laku manusia

9
yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan sosial atau lingkungan

tertentu yang dapat diterima oleh masyarakat (Reksiana, 2018). Moral

dalam KBBI (2022) didefinisikan sebagai ajaran tentang baik buruk

mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban; Moral juga dapat dimaknai

sebagai akhlak atau budi pekerti. Suseno (1993) dalam Abadi (2016)

mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada baik dan buruknya

manusia sebagai manusia. Baik buruk disini tidak merujuk

profesi/pekerjaan manusia itu sendiri sebagai dosen, guru, atau sebagai

ustad/ustadzah; tetapi sebagai manusia.

2.1.5. Peranan Moral pada Anak Usia Dini

Pembentukan perilaku moral anak dilakukan melalui pendidikan di

dalam keluarga, pembelajaran di masyarakat, pembimbingan baik di

keluarga maupun di masyarakat, serta pendisiplinan anak mulai dari

lingkungan keluarga. Pembentukan karakter (character building) dapat

dilakukan melalui pendidikan budi pekerti yaitu melibatkan aspek

pengetahuan (cognitif), perasaan (feeling), dan tindakan

(action).Pendidikan karakter akan lebih efektif apabila melewati

ketiga kegiatan tersebut. Efek adanya pendidikan karakter pada anak

usia dini akan menyebabkan anak usia dini akan matang dalam

mengelolah emosinya.

Dalam pendidikan anak usia dini salah satu kawasan yang harus

dikembangkan adalah nilai moral, karena dengan diberikannya

pendidikan nilai dan moral sejak usia dini, diharapkan pada tahap

10
perkembangan selanjutnya anak akan mampu membedakan baik buruk,

benar salah, sehingga ia dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-

harinya. Ini akan berpengaruh pada mudah tidaknya anak diterima oleh

masyarakat sekitarnya dalam hal bersosialisasi. Dalam pengembangan

nilai moral anak usia dini harus dilakukan dengan tepat. Jika hal ini tidak

bisa tercapai, maka pesan moral yang akan disampaikan ‟orang tua‟

kepada anak menjadi terhambat.

Moral adalah salah satu aspek perkembangan yang harus distimulasi

pada anak sejak usia dini. perilaku moral merupakan perilaku manusia

yang sesuai dengan harapan, aturan, dan kebiasaan suatu kelompok

masyarakat tertentu. Kehidupan akan dapat berjalan dengan damai,

tenteram, dan penuh dengan ketenangan jika dilaksanakan sesuai

dengan tata cara dan peraturan atau nilai kehidupan yang berlaku di

tempat tersebut. Begitu pentingnya setiap individu mampu

melaksanakan moral yang ada di lingkungan tempat tinggalnya

sehingga hal tersebut harus dibiasakan, ditanamkan, dan dibina pada

anak sejak usia dini (Khaironi, 2017).

2.1.6. Pendidikan Moral pada Anak Usia Dini

Khaironi (2017) menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini

adalah satu satu pendidikan yang penting dalam kehidupan individu

masa usia dini anak, sebab kesempatan ini hanya sekali dalam rentang

hidup manusia. Penanaman nilai-nilai karakter untuk anak usia dini akan

berlangsung dengan sendirinya saat anak mempraktekkannya secara

11
langsung dan melihat atau meneladani dari orang lain. Dengan demikian,

guru PAUD diharapkan dapat memberikan berbagai stimulasi guna

mendukung perkembangan dan pertumbuhan anak, salah satunya

dengan menciptakan lingkungan berlajar yang kondusif.

Ahmad Nawawi (2010: 2-4) pendidikan Nilai Moral/Agama sangat

penting bagi para generasi penerus bangsa, agar martabat bangsa

terangkat, kualitas hidup meningkat, kehidupan menjadi lebih baik,

aman dan nyaman serta sejahtera. Pendidikan nilai moral/agama sangat

penting bagi tegaknya satu bangsa (Khaironi, 2017). Dalam

melaksanakan pendidikan moral untuk anak usia dini dapat melalui

beberapa pendekatan. Adapun beberapa pendekatan yang dapat

digunakan dalam penanaman nilai moral pada anak usia dini adalah

indoktrinasi, klarifikasi nilai, teladan atau contoh, dan pembiasaan

dalam perilaku (Wulyandani, 2010).

1) Indoktrinasi

Dalam kepustakaan modern, pendekatan ini sudah banyak

menuai kritik dari para pakar pendidikan. Akan tetapi

pendekatan ini masih dapat digunakan. Dalam pendekatan ini

orang tua diasumsikan telah memiliki nilai-nilai keutamaan yang

dengan tegas dan konsisten ditanamkan kepada anak. Aturan

mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh

dilakukan disampaikan secara tegas, terus menerus dan

konsisten. Jika anak melanggar maka ia dikenai hukuman, akan

tetapi bukan berupa kekerasan.

12
2) Klarifikasi Nilai

Dalam pendekatan ini, orang tua tidak secara langsung

menyampaikan kepada anak mengenai benar salah, baik buruk,

akan tetapi anak diberi kesempatan untuk menyampaikan dan

menyatakan nilai-nilai dengan caranya sendiri. Anak diajak

untuk mengungkapkan mengapa perbuatan ini benar atau buruk.

Dalam pendekatan ini anak diajak untuk mendiskusikan isu-isu

moral yang berkembang.

3) Teladan atau contoh

Anak usia dini mempunyai kemampuan yang menonjol

dalam hal meniru. Oleh karena itu orang tua hendaknya dapat

dijadikan model yang patut dicontoh/ditiru oleh anak. Anak akan

melihat perilaku orang tua secara global. Artinya baik perilaku

baik maupun akan senantiasa dilihat dan ditiru oleh anak. Oleh

karena itu hendaknya orang tua selalu memberikan contoh

perilaku yang baik kepada anak agar anak pun meniru perilaku-

perilaku yang baik.

4) Pembiasaan dalam perilaku

Keberhasilan pendidikan moral juga tergantung pada

kontinuitas perilaku anak. Artinya tidak akan pernah tercapai

tujuan pendidikan moral apabila hanya dilakukan dalam satu

waktu saja. Nilai-nilai moral yang ditanamkan pada anak harus

senantiasa terus menerus dilakukan melalui pembiasaan-

pembiasaan pada perilaku anak sehari-hari. Misalnya berdoa

13
sebelum makan, cuci tangan sebelum makan, mengembalikan

mainan ke tempatnya, dan lain-lain. Apabila suatu saat anak

tidak melakukan hal tersebut, maka hendaknya kepada anak

diberikan peringatan.

2.2. Faktor-faktor Pendorong Nilai Agama dan Moral pada AUD

Adapun faktor pendorong dalam proses penanaman Nilai Agama dan Moral

Pada Anak Usia Dini, sebagai berikut:

1) Kerjasama orang Tua dan Guru

Semua orang tua dan guru menginginkan agar anak didiknya

menjadi anak yang bertakwa mempunyai life skill dan memiliki akhlak

yang baik atau berbudi luhur. Seluruh keinginan tersebut akan dapat

tercapai jika orang tua dan guru bekerjasama, bahu membahu dan saling

mengingatkan jika lupa dan bekerjasama dalam hal kebaikan, sehingga

pencapaian yang diharapkan menjadi optimal.

2) Pengetahuan yang baik dari orang tua dan guru yang profesional

Pengetahuan yang baik dari orang tua dan guru akan membuat

proses penanaman nilai-nilai agama dan moral bagi anak menjadi lebih

mudah, terarah, dan konsisten. Orang tua memberikan pola asuh yang

tepat, guru yang profesional memahami konsep, teknik, strategi, model

pembelajaran dengan berbagai pendekatan serta terus-menerus dalam

menerapkannya. orang tua melakukan segala hal demi pendidikan dan

pembelajaran anak-anak mereka.

14
2.3. Upaya-upaya dalam Meningkatkan Nilai Agama dan Moral pada

AUD

Berikut beberapa sikap orang tua yang perlu diperhatikan dalam

menentukan perkembangan nilai agama dan moral anak usia dini antara lain

(Nurjanah, 2018):

1) Konsisten dalam mendidik anak

Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam

melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu

tingkah laku anak yang dilarang oleh orang tua pada suatu waktu, harus

juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain.

2) Sikap orang tua dalam keluarga

Sikap orang tua terhadap anak dapat mempengaruhi perkembangan

nilai agama dan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi).

Sikap orang tua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap

disiplin semua pada anak, adapun sikap yang acuh tak acuh, atau sikap

masa bodoh cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung

jawab dan kurang memperdulikan norma pada diri anak. Sikap yang

sebaiknya dimiliki oleh orang tua yaitu sikap kasih sayang, keterbukaan,

musyawarah (dialogis), konsisten serta memberikan teladan yang baik.

3) Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut

Orang tua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk disini

panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orang tua yang

menciptakan iklim yang religious (agamis) dengan cara memberikan

15
ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak

akan mengalami perkembangan nilai agama dan moral yang baik.

4) Sikap orang tua dalam menerapkan norma

Orang tua yang tidak menghendaki anaknya berbohong atau berlaku

tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku

berbohong atau tidak jujur.

Selain itu, Inawati (2017) menjelaskan bahwa terdapat sejumlah strategi

dalam pengembangan nilai agama dan moral pada anak usia dini seperti

menanamkan rasa cinta kepada Allah SWT., menciptakan rasa aman, mencium

dan membelai anak, menanamkan cinta tanah air, meneliti dan mengamati,

menyentuh dan mengaktifkan potensi berpikir anak, memberikan penghargaan,

pendidikan jasmani, teladan yang baik, pengulangan dalam proses

pembelajaran, dan memenuhi kebutuhan bermain.

2.4. Implementasi Nilai Agama dan Moral dalam Kehidupan Sehari-hari

Berikut ini tahapan perkembangan moral dan agama pada anak sesuai

tahapan usia (Natari & Suryana, 2022).

1) 0-12 Bulan

a. Mendengarkan doa yang dibacakan, lagu islami atau murotal Al-

quran

b. Mendengarkan cerita yang bernuansa keimanan/islam

c. Dapat mendengarkan nama Tuhan

d. Merasakan rasa sayang dan cinta kasih dengan sentuhan

e. Mendengarkan syair/pantun bernuansa keimanan

16
2) 1-2 Tahun

a. Mendengar dan meniru lagu islami

b. Mengikuti/meniru bacaan doa, meniru sebagian gerakan ibadah

sholat

c. Mendengar dan merespons cerita bernuansa islam, menirukan

sebutan nama Tuhan

d. Merasakan dan menunjukkan rasa kasih sayang dengan

memeluk atau merangkul

e. Mendengar dan meniru syair/pantun sederhana bernuansa imtaq,

kata-kata yang baik

3) 2-3 Tahun

a. Menirukan lagu bernuansa Islam, doa sebelum/sesudah

melakukan kegiatan

b. Menirukan gerakan ibadah dengan lebih baik

c. Mendengar dan merespons cerita bernuansa islam secara baik

d. Menirukan/menyebutkan nama-nama Tuhan sesuai kemampuan

e. Menunjukkan/membalas rasa sayang, cinta kasih yang diberikan

kepadanya melalui belaian/rangkulan

f. Mendengar dan menirukan syair/pantun imtaq lebih banyak

kata, ucapan kata kata yang baik

4) 3-4 Tahun

a. Menyanyikan lagu bernuansa islam (1 – 3 lagu)

b. Berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, menirukan

sikap berdoa dan gerakan ibadah dengan tertib

17
c. Menyimak dengan baik cerita bernuansa islam

d. Meniru dan menyebutkan nama-nama dan beberapa sifat Tuhan

e. Menunjukkan rasa sayang dan cinta kasih kepada ciptaan Tuhan

f. Mengucapkan syair atau pantun imtaq

g. Menirukan ucapan yang baik

h. Mengucapkan terimakasih setelah menerima sesuatu

i. Mengucapkan salam

j. Mengenal kata-kata santun, (maaf, tolong)

k. Menghargai teman dan tidak memaksakan kehendak

5) 4-5 Tahun

a. Menyanyikan lagu-lagu bernuansa islam (lebih dari 3 lagu)

b. Berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sehari hari

dengan baik

c. Melakukan gerakan ibadah

d. Menyimak dan menceritakan kembali

e. Menyebutkan dan mengetahui beberapa sifat Tuhan

f. Memperlihatkan kasih sayang pada ciptaan Tuhan melalui

belaian dan rangkulan

g. Meniru dan mengerti (tahu arti) kalimat yang baik dan mengenal

kata-kata santun (maaf, tolong)

6) 5-6 Tahun

a. Menyanyikan beberapa lagu bernuansa Islam dan

mengekspresikan dengan gerak

18
b. Berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dan

menghafalkan bacaan dan artinya

c. Melakukan gerakan ibadah secara lebih baik

d. Menyimak dan menceritakan kembali beberapa cerita bernuansa

Islam

e. Mengetahui dan memahami sifat-sifat Tuhan melalui nama-

nama Tuhan

f. Memperlihatkan kasih sayang kepada ciptaan Tuhan dengan

lebih beragam

g. Mengucapkan syair/pantun bernuansa islam dengan kalimat

yang lebih panjang

h. Meniru dan mengerti ungkapan bernuansa Islam lebih banyak

i. Menolong teman dan orang dewasa

Lebih lanjut, menurut Natari & Suryana (2022) terdapat beberapa metode

yang dapat dilakukan oleh guru untuk penerapan nilai-nilai agama dan moral

pada anak usia dini seperti metode bercerita, bernyanyi, karyawisata,

pembiasaan, bermain, keteladanan, bermain peran dan diskusi.

1) Metode Bercerita

Metode bercerita adalah salah satu metode yang dapat digunakan

oleh orang tua atau guru dalam memberikan penanaman nilai agama dan

moral kepada anak khususnya sejak usia dini. Menurut Khairiyah

(2019), metode bercerita adalah suatu teknik untuk memberikan cerita

kepada anak-anak dalam bentuk sastra yang mempunyai keindahan dan

kenikmatan tersendiri untuk mengkomunikasikan pesan-pesan cerita

19
yang mengandung unsur etika, moral, maupun nilai-nilai agama.

Tambak (1970) dalam Makhmudah (2020) menjelaskan bahwa terdapat

beberapa teknik bercerita yang dapat digunakan seperti:

a. Teknik bercerita dengan membaca langsung dari buku

Teknik ini dilakukan dengan membacakan langsung cerita

dari buku sesuai dengan umur atau tahapan perkembangan anak.

Isi dari cerita dapat pula dikembangkan jika dirasa kurang

menarik. Untuk rentang usia anak 2-3 tahun mungkin masih sulit

apabila diterapkan metode ini karena mereka masih belum dapat

mendengarkan dan memperhatikan. Oleh karena itu, teknik ini

lebih cocok diterapkan pada anak taman kanak-kanak usia 4-5

tahun.

b. Teknik bercerita dengan menggunakan ilustrasi dari buku

Penggunaan teknik ini dilakukan apabila cerita atau dongeng

yang disampaikan pada anak terlalu panjang sehingga guru dapat

menambahkan ilustrasi gambar dari buku yang diceritakan agar

menambah perhatian anak. Adakalanya mendengarkan cerita

tanpa adanya ilustrasi membuat anak sulit memahami karena

mereka belum mempunyai pemahaman yang cukup tinggi untuk

membayangkan apa yang diceritakan.

c. Teknik menceritakan kisah dongeng

Cerita dongeng adalah bentuk kesenian paling lama.

Mendongeng adalah cara meneruskan warisan budaya dari satu

generasi ke generasi selanjutnya. Dongeng dapat digunakan

20
sebagai penyampaian pesan kebajikan kepada anak. Dengan

demikian, seni dongen perlu dipertahankan dari kehidupan anak.

Banyak buku-buku dongeng bagus yang dapat dibeli di pasaran,

namun guru TK yang kreatif dapat menciptakan dongeng dari

negara antah berantah yang sarat akan nilai-nilai kebajikan

(Khairiyah, 2019).

d. Teknik bercerita dengan menggunakan papan flanel

Guru dapat membuat papan flanel menjadi latar belakang

media dalam bercerita. Selanjutnya guru dapat menghias papan

flanel sesuatu dengan kisah yang diceritakan. Saat akan

menceritakan, guru dapat menempelkan tokoh-tokoh yang ada

dalam cerita dengan menggunakan double tape agar mudah

mencabut dan menggantinya lagi.

e. Teknik bercerita dengan menggunakan media boneka

Penggunaan boneka akan tergantung pada usia dan

pengalaman anak. Biasanya boneka terdiri dari ayah, ibu, anak

laki-laki dan anak perempuan, kakek, nenek, dan dapat pula

menambahkan anggota keluarga lainnya. Boneka yang dibuat

tersebut masing-masing menunjukkan perwatakan peran

tertentu. Misalnya, ayah yang penyabar, ibu yang cerewet, anak

laki-laki yang pemberani, anak perempuan yang manja, dan lain-

lain (Khairiyah, 2019).

21
2) Metode Bernyanyi

Metode bernyanyi adalah metode pembelajaran yang menggunakan

puisi yang dinyanyikan. Biasanya pekerjaan disesuaikan dengan materi

yang akan diinstruksikan. Dipisahkan oleh penilaian yang benar-benar

berkualitas, bernyanyi membuat suasana belajar yang cerah dan

bersemangat untuk kemajuan anak-anak agar lebih terserap dengan

baik. Anak-anak menyukai melodi sambil bertepuk tangan dan bergerak

(Malik & Syahid, 2022).

Menurut Nurjanah (2018), pada permainan nyanyian ini anak diajak

bernyanyi oleh orang tua ataupun pendidik dengan nyanyiannyanyian

tentang nilai agama dan moral. Permainan nyanyian ini dalam

pembelajaran di KB ataupun TK biasanya digunakan disela-sela

kegiatan belajar. Menurut Saputra (2016), selain untuk mengenalkan

nilai agama dan moral, tujuan metode bernyanyi juga untuk mengatasi

kebosanan pada anak. Karena bernyanyi merupakan pembelajaran

secara nyata yang membuat anak senang dan gembira.

3) Metode Karyawisata

Menurut Muhammad (2012) dalam Ariyanto (2014), metode

karyawisata atau yang disebut juga dengan field trip adalah suatu

metode pengajaran yang dilaksanakan dengan cara mengajak anak-anak

ke luar kelas untuk dapat memperhatikan hal-hal atau peristiwa yang

ada hubungannya dengan bahan pengembangan yang sedang dibahas di

kelas.

22
Menurut (Ifadah, 2020) metode karyawisata digunakan sebagai

pelengkap materi pokok yang dipelajari di kelas atau dari buku.

Berdasarkan sudut pandang deduktif, karyawisata banyak mempunyai

kelebihan seperti membangkitkan minat, aktivitas, dan lain-lain.

Karyawisata dapat berupa perjalanan keliling sekolah atau ke tempat

yang lebih jauh. Dengan menggunakan media pembelajaran yang

konkret, materi yang akan disampaikan dapat diterima secara sempurna.

4) Metode Pembiasaan

Anak dalam melakukan proses belajar tidak lepas dari pembiasan

diri yang muncul karena adanya faktor dari luar, bila lingkungan tempat

tinggal mendukung dengan segala kebaikan maka sudah tentu anak akan

tumbuh dan berkembang secara positif. Sebaliknya, jika lingkungan

didominasi oleh hal-hal yang kurang baik maka anak akan tumbuh dan

berkembang dalam perilaku negatif yang pasti mempengaruhi diri anak

sehingga anak cenderung berperilaku negatif (Rahim & Setiawan,

2019).

Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia,

karena kebiasaan akan menghemat kekuatan pada manusia (Angdreani

et al., 2020). Esensi dari metode ini yakni sebuah cara yang dilakukan

oleh guru agar siswa mempraktekkan hal-hal yang telah mereka pelajari

secara sengaja dan berulang-ulang hingga mereka terbiasa

melakukannya (Ulya, 2020). Dengan demikian, pembiasaan merupakan

salah satu upaya yang efektif diterapkan pada mata pelajaran terapan

dan dengan membiasakan aktifitas yang bermanfaat secara tidak

23
langsung akan membentuk karakter siswa untuk membiasakan

berperilaku sesuai dengan perintah agama. Perilaku baik yang melekat

pada aktivitas siswa sehari-hari merupakan salah satu indikator

keberhasilan dari proses belajar (Angdreani et al., 2020).

Nurjanah (2018) menjelaskan bahwa metode pembiasaan memiliki

hubungan yang erat dengan metode keteladanan karena kebiasaan anak

erat kaitannya dengan figure yang menjadi panutan dalam perilakunya.

Oleh karena itu, ada beberapa syarat yang harus dilakukan oleh orang

tua atau pendidik dalam menggunakan metode pembiasaan diantaranya:

a. Pertama, pembiasaan mulai dilakukan sejak anak berada pada

masa bayi, dimana masa tersebut merupakan masa yang paling

tepat untuk menerapkan metode ini. Hal ini disebabkan setiap

anak memiliki rekaman yang kuat dalam menerima pengaruh

lingkungan sekitarnya yang secara langsung dapat membentuk

karakter seorang anak.

b. Kedua, pembiasaan hendaknya dilakukan secara berlanjut,

teratur, dan terprogram atau terjadwal sehingga pada akhirnya

akan terbentuk sebuah kebiasaan yang utuh, permanen, dan

konsisten. Pembiasaan rutin dapat dilaksanakan dengan

maksimal manakala disertai dengan kegiatan pengawasan.

c. Ketiga, pembiasaan sebaiknya diawasi secara ketat, konsisten,

dan tegas. Orang tua maupun pendidik tidak boleh memberikan

kesempatan luas kepada anak didik untuk melanggar kebiasaan

yang telah ditanamkan.

24
d. Keempat, pembiasaan yang semula bersifat mekanis, sebaiknya

secara berangsur-angsur dirubah menjadi kebiasaan yang tidak

verbalistik dan menjadi kebiasaan yang disertai dengan kata hati

anak itu sendiri seiring dengan bertambahnya usia anak.

5) Metode Permainan

Metode permainan dapat digunakan oleh orang tua atau pendidik

dalam mengoptimalkan perkembangan nilai agama dan moral anak usia

dini. Permainan yang dapat digunakan diantaranya permainan tepukan.

Permainan tepukan ini merupakan suatu gerakan bermain yang

menggabungkan aktivitas fisik dan aktivitas khayal. Ada beberapa

permainan yang dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan

tentang nilai agama dan moral yaitu tepukan anak sholeh, tepuk wudhu,

tepuk malaikat, tepuk tenang, tepuk jari, dan tepuk sholat (Nurjanah,

2018).

6) Metode Keteladanan

Perkembangan moral dan emosi pada anak usia dini dapat

dioptimalkan dengan cara memberikan contoh perilaku perilaku moral

yang sesuai dengan ajaran agama. Ada dua hal yang harus diperhatikan

dalam dalam menggunakan metode keteladanan yaitu pertama, dalam

pelaksanaan metode keteladanan ini perlu adanya kesesuaian antara

perilaku orang tua atau pendidik PAUD dengan apa yang orang tua atau

pendidik PAUD tuntutkan kepada anak-anak. Kedua, orang tua atau

pendidik harus menunjukan respon positif ketika menggunakan metode

25
keteladanan. Jika hal itu bisa dilakukan maka anak akan benarbenar

menjadikannya sebagai tokoh panutan (Nurjanah, 2018).

7) Metode diskusi

Metode diskusi merupakan metode mendiskusikan tentang suatu

cerita mengenai apakah tokoh dalam cerita tersebut baik atau tidak,

boleh kita bersikap tidak baik atau mengapa kita harus berbuat baik

kepada sesama manusia (Anggraini & Syafril, 2018). Menurut Setiawati

et al (2022), melalui metode diskusi dapat mendorong anak untuk

mengekspresikan pendapatnya tentang sesuatu secara bebas sehingga

diperoleh keputusan yang lebih baik, membiasakan anak untuk

mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan

pendapatnya sendiri dan membiasakan anak untuk bersifat toleransi

dengan agama orang lain.

8) Metode Bermain Peran

Bermain peran yaitu suatu kegiatan yang diperankan seseorang

sehingga memiliki pemahaman dan pandangan yang benar tentang suatu

peristiwa yang akan membawa manfaat bagi anak ke dalam

kehidupannya (Widiyati, 2016). Bermain peran bagi anak usia dini

dapat membantu mereka tumbuh dan berkembang hingga usia lanjut

serta mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar, bertutur kata yang

baik, dan melibatkan sang pencipta dalam segala aktivitasnya (Renawati

dan Na’imah, 2021). Sikap agama yang ditanamkan sejak dini dapat

menjadi alat ukur untuk masa depannya (Mulyono et al., 2022).

26
Metode bermain peran memiliki kelebihan dan juga memiliki

kelemahan. Kelebihan metode bermain peran (role playing) melibatkan

seluruh anak berpartisipasi, memiliki kesempatan untuk memajukan

kemampuannya dalam bekerja sama. Anak juga dapat belajar

menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Namun adapun kelemahan

atau kekurangan dalam setiap metode bermain peran yaitu, metode

bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang atau banyak,

memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru

maupun anak, dan ini tidak semua guru yang memilikinya dan tidak

semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini serta apabila

pelaksanaan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat

memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran

tidak tercapai (Suharto, 2013).

27
Anak menggerakkan pulpen menggunakan jari-
jarinya

Meningkatkan kemampuan motorik halus pada Resep yang ditulis memiliki berbagai macam nama-
aktivitas menulis sebuah resep obat untuk pasien nama obat yang telah dituliskan oleh anak

Melakukan persiapan sebelum memulai kegiatan


Kegiatan bermain dokter-dokter, imam-

Anak melafalkan doa-doa sholat pada saat


imaman, dan bersedekah

berperan menjadi imam

Meningkatkan kemampuan kognitif pada aktivitas


bermain peran menjadi imam

Ketika melafalkan doa dibutuhkan konsentrasi dan


keseriusan saat memimpin kegiatan sholat

ketika sholat dan bersedekah terjadi koordinasi


antara pikiran dengan gerakan tubuh

Meningkatkan kemapuan bahasa dan NAM pada


aktivitas pada saat bermain peran bersedekah dan
sholat.
kegiatan sholat dan bersedekah membutuhkan
kekuatan pergelangan tangan, maupun tubuh dan
mempraktekan gerakan sholat saat berperan
menjadi seorang imam

Mengembangkan daya imajinasi, menarik minat


Kemampuan lain yang dikembangkan kegiatan anak dalam belajar, mengembangkan kreativitas
bermain peran menjadi seorang dokter, bermain dan keterampilan, mengembangkan aspek bahasa,
menjadi sedekah. kemampuan bersosialisasi dan keaktifan anak
dalam melakukan peran

Sumber: Mulyono et al (2022).


Gambar 1. Jenis-jenis Permainan Peran

28
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Hal yang dapat disimpulkan dari uraian materi di atas yakni nilai-nilai

keagamaan dan moral pada dasarnya harus berdasarkan pada nilai-nilai filosofi

dan religi yang dipegang oleh lingkungan yang berada disekitar anak dan agama

yang dianutnya. Karena sifat-sifat keagamaan pada anak turut juga dipengaruhi

oleh lingkungan sekitar mereka, mereka terlihat mengikuti dan meniru apa yang

mereka lihat dan dengarkan. Orang tua sebagai sebagai pendidik utama dalam

keluarga memiliki fungsi dan peran strategis dalam memberikan pendidikan

agama pada anak. Pendidikan agama pada anak sangat penting dilaksanakan

oleh orang tua sejak anak usia dini atau masa anak-anak (0-12 tahun). Orang

tua harus benar-benar memperhatikan masalah pendidikan anak terutama

pendidikan agama kepada anak-anak mereka dengan cara mengarahkan,

melatih dan membiasakan kelakuan-kelakuan keagamaan melalui contoh dan

suri tauladan yang baik. Moral dan nilai agama perlu ditanamkan dengan

strategi yang benar dan tepat agar tidak mengganggu tumbuh kembang anak.

Pendidikan anak usia ini merupakan salah satu upaya pelestarian moralitas yang

sangat berpengaruh dalam kehidupan suatu bangsa. Pendidikan anak usia dini

mencakup pembinaan atau pengembangan terhadap nilai-nilai agama dan moral

yang berperan dalam memperbaiki kehidupan bangsa.

29
3.2. Saran

Pendekatan menyeluruh sangat penting dalam pengembangan nilai-nilai

agama dan moral pada anak usia dini. Dalam hal ini diperlukan kurikulum

tersembunyi sebagai tambahan dalam proses pengenalan anak terhadap nilai-

nilai agama dan moralitas. Kurikulum tersembunyi merupakan bentuk

pemberian contoh atau kegiatan yang dapat meningkatkan pemahaman dan

menambah pengalaman anak tentang sikap-sikap positif yang bermanfaat untuk

pengembangan moralitasnya. Kurikulum tersembunyi diantaranya adalah

keteladanan guru, keanekaragaman peserta didik, pengelolaan lingkungan

sekolah, serta kebijakan disiplin.

30
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, T. W. (2016). Aksiologi: Antara Etika, Moral, dan Estetika. KANAL: Jurnal
Ilmu Komunikasi, 4(2), 187-204.

Amran, A. (2015). Peranan agama dalam perubahan sosial masyarakat. HIKMAH:


Jurnal Ilmu Dakwah Dan Komunikasi Islam, 2(1), 23-39.

Ananda, R. (2017). Implementasi nilai-nilai moral dan agama pada anak usia dini.
Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 19-31.

Angdreani, V., Warsah, I., & Karolina, A. (2020). Implementasi metode


pembiasaan: upaya penanaman nilai-nilai islami siswa SDN 08 Rejang Lebong.
At-Ta'lim: Media Informasi Pendidikan Islam, 19(1), 1-21.

Anggraini, W., & Syafril, S. (2018). Pengembangan Nilai–Nilai Moral dan Agama
pada Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1).

Arifudin et al. (2021). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: Widina.

Ariyanto, B. (2014). Peningkatan Perilaku Islami Anak Usia Dini Melalui Metode
karyawisata. Jurnal Pendidikan Usia Dini, 8(2), 219-230.

Ashadi, F. (2016). Pengembangan sumberdaya manusia dalam lembaga pendidikan


anak usia dini. Jurnal Pembelajaran Fisika, 4(5), 717-729.

BPS. (2022). Indeks Pembangunan Manusia 2021. Jakarta:BPS

BPS. (2022a). Statistik Pendidikan Indonesia 2022. Jakarta:BPS

Hadisi, L. (2015). Pendidikan karakter pada anak usia dini. Al-TA'DIB: Jurnal
Kajian Ilmu Kependidikan, 8(2), 50-69.

Huliyah, M. (2016). Hakikat pendidikan anak usia dini. As-Sibyan: Jurnal


Pendidikan Anak Usia Dini, 1(01), 60-71.

Ifadah, A. S. (2020). Penanaman Nilai–Nilai Agama Islam Melalui Metode


Karyawisata Pada Anak Usia Dini. JIEEC (Journal of Islamic Education for
Early Childhood), 1(1), 15-20.

Inawati, A. (2017). Strategi pengembangan moral dan nilai agama untuk anak usia
dini. Al-Athfal: Jurnal Pendidikan Anak, 3(1), 51-64.

KBBI. (2022). Pengertian Moral. Retrieved February 12, 2023, from Arti Kata
"moral" Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia | KBBI.co.id

31
Kemendikbud. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak
Usia Dini. In Kemendikbud Pendidikan Anak Usia Dini (pp. 1-68).

Khairi, H. (2018). Karakteristik perkembangan anak usia dini dari 0-6 tahun. Jurnal
warna, 2(2), 15-28.

Khairiyah, D. (2019). Penerapan metode bercerita dalam mengembangkan moral


dan agama anak usia dini. Darul Ilmi: Jurnal Ilmu Kependidikan dan Keislaman,
7(2), 175-187.

Khaironi, M. (2017). Pendidikan moral pada anak usia dini. Jurnal Golden Age,
1(01), 1-15.

Makhmudah, S. (2020). Penanaman nilai keagamaan anak melalui metode bercerita.


J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 6(2).

Malik, A., Purnamasari, P. D., & Syahid, A. (2022). Penerapan metode bernyanyi
dalam meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran pendidikan agama islam.
Education and Learning Journal, 3(1), 61-67.

Mulyadi, Y. B. (2018). Peran Guru Dan Orangtua Membangun Nilai Moral Dan
Agama Sebagai Optimalisasitumbuh Kembang Anak Usia Dini. DUNIA
ANAK: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1(2), 70-78.

Mulyono, F. D. Y., et al. (2022). PENGEMBANGAN NILAI AGAMA MELALUI


METODE BERMAIN PERAN ANAK USIA DINI. NANAEKE: Indonesian
Journal of Early Childhood Education, 5(1), 15-27.

Mumtazah, D., & Sutama, S. (2021). Program Home Visit: Penguatan


Perkembangan Nilai Agama dan Moral Anak Usia Dini di Era New Normal.
Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 6(1), 37-46.

Natari, R., & Suryana, D. (2022). Penerapan nilai-nilai agama dan moral AUD
selama masa pandemic covid-19. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini, 6(4), 3659-3668.

Nurjanah, S. (2018). Perkembangan nilai agama dan moral (STTPA Tercapai).


Paramurobi: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1(1), 43-59.

Putra, A. (2020). Konsep Agama dalam Perspektif Max Weber. Al-Adyan: Journal
of Religious Studies, 1(1), 39-51.

Rahim, A., & Setiawan, A. (2019). Implementasi Nilai-Nilai Karakter Islam


Berbasis Pembiasaan Siswa Di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Batu.

32
SYAMIL: Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education), 7(1),
49-70.

Reksiana, R. (2018). KERANCUAN ISTILAH KARAKTER, AKHLAK,


MORAL DAN ETIKA. Thaqafiyyat: Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi
Islam, 19(1), 1-30.

Renawati, & Na’imah. (2021). Implementasi Pembelajaran Sentra Bermain Peran


Era Covid 19. Aulad : Journal on Early Childhood, 4(3), 167–171.

Saputra, M. A. (2016). Penanaman nilai-nilai agama pada anak usia dini di RA DDI
Addariyah Kota Palopo. Al-Qalam, 20(2), 197-210.

Setiawati, D. et al. (2022). Pemetaan Metode Pembelajaran yang diterapkan Guru


dalam Mengembangkan Nilai Agama dan Moral Pada Anak Usia 5–6 Tahun.
Journal of Classroom Action Research, 4(4).

Suharto. (2013). Pendekatan dan Teknik Belajar dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Tarsito.

Ulya, K. (2020). Pelaksanaan Metode Pembiasaan di Pendidikan Anak Usia Dini


Bina Generasi Tembilahan Kota. AsatizA: Jurnal Pendidikan, 1(1), 49–60.

Widiyati, S. (2016). Meningkatkan Kemampuan Bahasa Ekspresif Melalui


Kegiatan Bermain Peran Makro Pada Kelompok A Martha Citraningwulan Dwi
Saputri. Jurnal PAUD Teratai, 05(03), 91–94.

Yani, A. (2013). Pendidikan Agama Pada Anak Oleh Orang Tua: Tinjauan
Psikologi Islam. Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan
Fenomena Agama, 14(1), 33-44.

33

Anda mungkin juga menyukai