Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Andragogi adalah proses belajar dalam suatu pendidikan yang ditujukan untuk orang
dewasa. Orang dewasa adalah manusia individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan
dirinya sendiri. Orang dewasa menyadari bahwa belajar merupakan proses menjadi dirinya
sendiri bukan proses untuk dibentuk menurut kehendak orang lain dan kegiatan belajarnya harus
melibatkan individu atau client dalam proses pemikiran: apa yang mereka inginkan, apa yang
dilakukan, menentukan dan merencanakan serta melakukan tindakan apa saja yang perlu untuk
memenuhi keinginan tersebut.

Pada dasarnya “orang dewasa” memiliki banyak pengalaman baik dalam bidang
pekerjaannya maupun pengalaman lain dalam kehidupannya. Untuk menghadapi peserta didik
yang pada umumnya “orang dewasa” dibutuhkan suatu strategi dan pendekatan yang berbeda
dengan “pendidikan dan pelatihan” ala bangku sekolah, atau pendidikan konvensional yang
sering disebut dengan pendekatan pedagogis. Dalam praktek “pendekatan pedagogis” yang
diterapkan dalam pendidikan dan pelatihan untuk orang dewasa seringkali tidak cocok. Untuk
itu, dibutuhkan suatu pendekatan yang lebih cocok dengan “kematangan”, “konsep diri peserta”
dan “pengalaman peserta”. Didalam dunia pendidikan, stategi dan pendekatan ini dikenal dengan
“Pendidikan Orang Dewasa” (Adult Education).

Demi terlaksananya pendidikan untuk orang dewasa ini perlu adanya program-program
ataupun kegiatan, baik yang dicanangkan oleh masyarakat itu sendiri maupun oleh instansi
pemerintahan. Kegiatan-kegiatan ini berupa kegiatan pendidikan diluar sekolah (PLS),
pembelajarannya pun berbeda dengan pembelajaran di sekolah pada umumnya.

Permasalahan yang paling sering muncul dalam pelaksanaan pendidikan luar sekolah
adalah hasil belajar, output dan outcomenya. Ketidakmampuan peserta memahami dengan baik
materi dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan merupakan indikasi kurang
berhasilnya kegiatan pendidikan luar sekolah. Rendahnya hasil belajar sebagai indikator dari
ketidakberhasilan pembelajaran, dimana peserta maupun tidak mampu menerima dengan baik

1
bahan belajar yang diajarkan oleh tutor. Salah satu penyebab ketidakberhasilan pembelajaran
pendidikan luar sekolah adalah metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan prosedur
pelaksanaannya dan andragogi belum diterapkan secara maksimal dalam pelaksanaan
pembelajaran.

Untuk itu pada makalah ini kami akan membahas tentang bagaimana pelaksanaan atau
praktek andragogi dalam kegiatan mendidik orang dewasa.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, makalah ini memiliki
rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan andragogi dalam kegiatan pembelajaran?


2. Bagaimana pendidikan orang dewasa (andragogi) yang tumbuh dan berkembang dalam
masyrakat?
3. Kegiatan apa saja yang diprogramkan demi terlangsungnya pendidikan orang dewasa
dilingkungan masyarakat?
4. Bagaimana pendidikan orang dewasa (andragogi) yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintahan?

1.3. Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui penerapan andragogi dalam kegiatan pembelajaran.


2. Mengetahui pendidikan orang dewasa (andragogi) yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat.
3. Mengetahui kegiatan-kegiatan yang diprogramkan demi terlangsungnya pendidikan
orang dewasa dilingkungan masyarakat.
4. Mengetahui pendidikan orang dewasa (andragogi) yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintahan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 . Penerapan Andragogi dalam Kegiatan Pembelajaran

Secara jelas Knowles (1979) menyatakan apabila peserta didik (warga belajar) telah
berumur 17 tahun, penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya telah menjadi
suatu kelayakan. Usia warga belajar pada kelompok belajar program PLS rata-rata di atas 17
tahun, sehingga dengan sendirinya penerapan prinsip andragogi pada kegiatan pembelajarannya
semestinya diterapkan.

Perlunya penerapan prinsip andragogi dalam pendekatan pembelajaran orang dewasa


dikarenakan upaya membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan anak.
Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan sejumlah
pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan
di masa datang. Apa yang ditransmisikan didasarkan pada pertimbangan warga belajar sendiri,
apakah hal tersebut akan bermanfaat bagi warga belajar di masa datang. Sebaliknya,
pembelajaran orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu
orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka
memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang
digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil
belajar warga belajar. (Budiningsih, 2005).

Perbedaan antara membelajarkan anak-anak dengan membelajarkan orang dewasa terlihat


dari upaya pembelajaran orang dewasa. membelajarkan orang dewasa berpusat pada warga
belajar itu sendiri (learned centered). Tutor harus memperhatikan prinsip-prinsip belajar orang
dewasa. Prinsip tersebut dijadikan pegangan atau panduan dalam praktek membimbing kegiatan
belajar orang dewasa. Pendekatan-pendekatan pembelajaran orang dewasa dengan
memperhatikan prinsip-prinsip belajarnya dapat dipandang sebagai ilmu dan seni (art and
science) membantu atau menolong orang dewasa belajar.

3
1. Orang Dewasa Sebagai Warga Belajar

Cara belajar orang dewasa jauh berbeda dengancara belajar anak-anak. Oleh karena itu,
proses penyelenggaraan belajar bagi orang dewasa harus didekati dengan cara yang berbeda
pula. Menyamakan pendekatan pendidikan anak dengan pendekatan pendidikan orang dewasa
dapat mengakibatkan kegiatan pendidikan tersebut menjadi suatu hal yang menyakitkan bagi
orang dewasa. Kondisi yang menyakitkan tersebut tentu akan sulit untuk mengharapkan hasil
belajar yang maksimal.

Menurut Knowles (1979), perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa dalam belajar
didasarkan pada empat asumsi tentang orang dewasa. Asumsi-asumsi tersebut ialah:

1) orang dewasa mempunyai pengalaman yang berbeda dengan anak-anak.


2) orang dewasa mempunyai konsep diri
3) orang dewasa mempunyai orientasi belajar yang berbeda dengan anak-anak.
4) orang dewasa mempunyai kesiapan untuk belajar.

Orang dewasa dalam belajar jauh berbeda dengan anak-anak, Seharusnya menggunakan
pendekatan yang berbeda pula dalam membelajarkan anak. Pendekatan yang layak adalah
pendekatan andragogi. Bila dihubungkan dengan penyelenggaraan pendidikan yang terorganisir
di kelompok belajar, maka pendekatan andragogi akan semakin terasa pentingnya. Sebab setiap
kegiatan yang terorganisir sudah tentu mempunyai atau didasarkan pada pedoman-pedoman
tertentu. Pedoman inilah yang menjadi prinsip-prinsip kerja agar kegiatan berjalan pada prosedur
yang benar dan sesuai dengan tujuan. (Mappa. 1994)

2. Penerapan Andragogi dalam Performansi Tutor

Tutor sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran orang dewasa. Tutor memasuki
kelas dengan bekal sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman ini
seharusnya melebihi dari yang dimiliki oleh peserta. Seorang tutor dengan pengetahuan dan
pengalamannya itu tidaklah cukup untuk membuat peserta untuk berperilaku belajar dalam kelas
melainkan sikap tutor sangatlah penting. Seorang tutor bukan merupakan "pemaksa" untuk
terjadinya pengaruh terhadap peserta, namun pengaruh itu timbul karena adanya keterlibatan

4
mereka dalam kegiatan belajar. Untuk mengusahakan adanya perubahan, tutor hendaknya
bersikap positif terhadap warga belajar.

Sikap seorang tutor mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku
warga belajar dalam kegiatan pembelajaran. Umumnya tutor yang memiliki daya tarik akan lebih
efektif dari pada tutor yang tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan oleh tutor
akan ditanggapi positif oleh peserta, pada gilirannya berpengaruh terhadap intensitas perilaku
belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang menampilkan sikap tidak menyenangkan akan dinilai
negatif oleh peserta, sehingga mengakibatkan kegiatan belajar menjadi tidak menyenangkan.

Ada beberapa hal yang dianggap penting dimiliki oleh para tutor dalam proses interaksi
belajar yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya warga belajar, yaitu:

1) bersikap manusiawi dan tidak bereaksi secara mekanis atau memahami masalah peserta
didik hanya secara intelektual; ikut merasakan apa arti manusia dan benda bagi mereka;
berada dan bersatu dengan peserta didik; membiarkan diri sendiri mengalami atau
menyatu dalam pengalaman para peserta didik; merenungkan makna pengalaman itu
sambil menekan penilaian diri sendiri.
2) Bersikap kewajaran: jujur, apa adanya, konsisten, terbuka; membuka diri; merespon
secara tulus ikhlas.
3) Bersikap respek: mempunyai pandangan positif terhadap peserta; mengkomunikasikan
kehangatan, perhatian, pengertian, menerima orang lain dengan penghargaan penuh;
menghargai perasaan dan pengalaman mereka.
4) Membuka diri: menerima keterbukaan orang lain tanpa menilai dengan ukuran, konsep
dan pengalaman diri sendiri; secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain dan mau
mengambil resiko jika melakukan kekeliruan. (Malik, 2011).

3. Penerapan Andragodi dalam Pengorganisasian Bahan Belajar

Pengorganisasian bahan belajar sedemikian rupa, memudahkan warga belajar dalam


mempelajarinya. Pengorganisasian bahan belajar dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan
pembelajaran. Setiap bahan belajar yang ingin disampaikan, harus dilihat dari ketertarikan warga
belajar terhadap materi yang disampaikan, kesesuaian materi dengan kebutuhan warga belajar,
dan kesamaan tingkat dan lingkup pengalaman antara tutor dan warga belajar.

5
Bahan belajar yang berisi pengetahuan, keterampilan dan atau nilai-nilai akan
disampaikan oleh tutor kepada warga belajar. Bahan belajar itu pula yang akan dipelajari oleh
warga dalam mencapai tujuan belajar. Materi harus dipilih atas pertimbangan sejauh mana
peranannya dalam menciptakan situasi untuk penyesuaian perilaku warga belajar di dalam
mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. Materi itu pun akan mempengaruhi pertimbangan tutor
dalam memilih dan menetapkan teknik pembelajaran. (Iryanto, 2011).

Seorang tutor hendaknya mengetahui faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam


memilih bahan belajar untuk diajarkan. Ketertarikan warga belajar dalam memilih dan
mempelajari bahan belajar adalah merupakan manifestasi dari perilaku belajar warga belajar.
Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar adalah tingkat
kemampuan peserta, keterkaitannya dengan pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta, tingkat
daya tarik bahan belajar, dan tingkat kebaharuan dan aktualisasi bahan.

4. Penerapan Andragogi dalam Metode Pembelajaran

Penggunaan metode pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa berimplikasi pada


penggunaan teknik pembelajaran yang dipandang cocok digunakan di dalam menumbuhkan
perilaku warga belajar. Knowles mengklasifikasi teknik pembelajaran dalam mencapai tujuan
belajar berdasarkan tipe kegiatan belajar, yakni; sikap, pengetahuan dan keterampilan. (Sudjana.
2005).

Kegiatan belajar pada pendidikan orang dewasa masih merupakan kegiatan belajar yang
paling efisien dan paling dapat diterima serta merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam
membantu orang dewasa belajar. Oleh karena, kegiatan belajar merupakan alat yang dinamis dan
fleksibel dalam membantu orang dewasa, maka penggunaan metode belajar diperlukan
berdasarkan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Metode belajar orang dewasa adalah cara
mengorganisir peserta agar mereka melakukan kegiatan belajar, baik dalam bentuk kegiatan teori
maupun praktek. (Mappa. 1994).

Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar, harus (1) berpusat
pada masalah, (2) menuntut dan mendorong peserta untuk aktif, (3) mendorong peserta untuk
mengemukakan pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama

6
peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5) lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan
merupakan transformasi atau penyerapan materi.

2.2. Pendidikan Orang Dewasa yang Tumbuh dan Berkembang dalam Masyarakat

Sebagaimana yang dikemukakan Knowles (1970), andragogi sekurang-kurangnya didasarkan


pada empat asumsi, yakni:

1) Konsep dirinya bergerak dari pribadi yang tergantung kearah pribadi yang mandiri,
2) Manusia mengakumulasikan banyak pengalaman yang diperolehnya, sehingga menjadi
suatu sumber belajar yang berkembang,
3) Kesiapan belajar manusia secara meningkat diorientasikan pada tugas perkembangan
peranan sosial yang dibawa, dan
4) Perspektif waktunya berubah dari suatu pengetahuan yang tertunda penerapannya
menjadi penerapan yang segera secara seiring orientasinya terhadap belajar beralih dari
suatu orientasi terpusat pada mata pelajaran kepada orientasi terpusat pada mata
pelajaran kepada orientasi terpusat pada masalah.

Jenis-jenis pendidikan dilaksanakan oleh pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM). PKBM
merupakan pusat (centra) dan atau wadah seluruh kegiatan belajar masyarakat dalam rangka
meningkatkan pengetahuan, keterampilan/keahlian, hobi atau bakatnya yang
dikelola/diselenggarakan oleh diri dan untuk masyarakat. PKBM diharapkan sebagai wahana
untuk mempersiapkan warga masyarakat untuk lebih aktif dalam memilih kebutuhan hidupnya,
termasuk dalam hal peningkatan masyarakatnya. PKBM juga merupakan salah satu upaya untuk
lebih memberdayakan masyarakat sekaligus menyongsong diberlakukannya otonomi daerah
secara lebih luas. Kegiatan-kegiatan PLS (Pendidikan Luar Sekolah) yang dilaksanakan PKBM
adalah:

1. Life Skill

Pendidikan kecakapan hidup merupakan satu upaya pendidikan untuk meningkatkan


kecakapan seseorang untuk melaksanakan hidup dan kehidupannya secara tepat guna dan
berdaya guna. Kecakapan hidup adalah sebagai pengetahuan yang luas dan interaksi kecakapan
yang diperkirakan merupakan kebutuhan esensial bagi manusia dewasa untuk dapat hidup secara

7
mandiri di masyarakat. Pendidikan yang berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup (life
skill) merupakan bagian dalam pengembangan kurikulum terpadu, karena pengembangan
kecakapan hidup seharusnya tidak berdiri sendiri melainkan terintegritas dengan disiplin ilmu
atau mata pelajaran yang lain. Supaya tidak menjadi dangkal, maka substansi pengembangan
kecakapan hidup harus terpadu dengan beberapa mata pelajaran yang sesuai dengan struktur
kurikulum di suatu lembaga pendidikan, jadi bukan sekedar pendidikan keterampilan atau
vokasional dasar yang terpisah-pisah.

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang dituntut untuk memiliki sekaligus 4 jenis kecakapan
(Life Skill), yaitu:

1. Kecakapan Pribadi

Kecakapan pribadi mencakup kecakapan untuk mengenal diri sendiri, kecakapan berfikir
secara rasional dan kecakapan untuk tampil dengan percaya diri yang mantap. Sebagai contoh
bentuk kecakapan pribadi adalah sebagai berikut :

a. Kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan makhluk lingkungan.
b. Kesadaran akan potensi diri dan terdorong untuk mengembangkannya.
c. Kecakapan untuk menggali informasi.
d. Kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan.
e. Kecakapan memecahkan masalah secara arif dan kreatif.

2. Kecakapan Sosial

Kecakapan sosial mencakup kecakapan untuk berkomunikasi, melakukan kerja sama,


bertenggang rasa, dan memiliki kepedulian serta tanggungjawab sosial dalam hidup
bermasyarakat. Adapun contoh bentuk kecakapan sosial adalah sebagai berikut :

a. Kecakapan mendengarkan
b. Kecakapan membaca
c. Kecakapan berbicara
d. Kecakapan menulis
e. Kecakapan menulis gagasan atau pendapat
f. Kecakapan sebagai teman kerja yang menyenangkan

8
g. Kecakapan sebagai pimpinan yang berempati

3. Kecakapan Akademik

Kecakapan akademik adalah kecakapan untuk merumuskan dan memecahkan masalah


yang dihadapi melalui proses berpikir kritis, analitis, dan sistematis. Demikian yang
bersangkutan memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian, eksplorasi, inovasi dan kreasi
melalui pendekatan ilmu, selain itu memiliki kemampuan untuk memanfaatkan hasil-hasil
teknologi untuk mendukung kegiatannya. Contoh kecakapan akademik yaitu sebagai berikut :

a. Kecakapan mengidentifikasi variable dan hubungan


b. Kecakapan merumuskan hipotesis
c. Kecakapan merancang dan melaksanakan penelitian

4. Kecakapan Vocational

Kecakapan vocational mencakup kecakapan yang berkaitan dengan bidang keterampilan-


keterampilan professional tertentu dalam dunia usaha dan industri, baik untuk dipergunakan
bekerja sebagai karyawan/karyawati maupun usaha mandiri.

Adapun tujuan diberikannya kecakapan hidup kepada peserta didik yaitu diantaranya agar
ia memiliki:

a. Keterampilan, pengetahuan dan setiap yang dibutuhkan dalam memenuhi dunia kerja,
baik bekerja mandiri (wirausaha) dan bekerja pada perusahaan produk jasa dengan
penghasilan yang semakin layak untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya.
b. Motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat penghasilan, yang unggul dan mampu
bersaing di pasar global.
c. Kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan untuk dirinya sendiri, maupun
untuk anggota keluarga.
d. Kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan sepanjang hayat dalam rangka
mewujudkan keadilan pendidikan disetiap lapisan masyarakat.

9
Ada beberapa tahapan dalam mengelola kecakapan hidup bagi peserta didik, diantaranya:

a. Perencanaan
Kegiatan life skill ini direncanakan oleh PKBM, sebelum PKBM merencanakan,
kegiatan diawali dengan identifikasi kebutuhan bekerja masyarakat. Kegiatan yang
diawali dengan kebutuhan belajar masyarakat akan lebih efektif dalam pelaksanaannya.
b. Pelaksanaan
Kegiatan life skill ini dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Kegiatan ini melibatkan narasumber yang terkait dengan program/kegiatan yang telah
direncanakan. Sarana/prasarana yang telah tersedia haruslah relevan dengan program
yang telah direncanakan. Pada pelaksanaan kegiatan ini harus mengacu/berpedoman
kepada ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dirjen PLS Depdiknas.
c. Evaluasi
Kegiatan life skill ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tujuan tercapai.
Untuk menilai program ini dilakukan dengan melihat sesuai penerapan kegiatan didalam
masyarakat. Semakin banyak anggota life skill menerapkan pengetahuan, keterampilan
dan sikap, semakin berhasil kegiatan ini. Selanjutnya program ini berhasil dapat dilihat
dari tingginya etos kerja warga belajar dan dapat menghasilkan karya yang unggul dan
maupun bersaing dengan pasar global.

2.3 Pendidikan Orang Dewasa yang Dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah

Pendidikan orang dewasa yang dilaksanakan oleh pemerintah antara lain :

1. Pelatihan dan Pengembangan Program KB (Keluarga Berencana) Nasional

Kewenangan Balatbang BKKBN mendukung kewenangan pemerintah dalam program


KB Nasional, terutama untuk peningkatan SDM, tenaga pengelola dan pelaksana program.
Adapun tujuan umum dari program ini adalah meningkatkan profesionalisme dan kualitas
pengelolaan program pelatihan dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia (SDM)
berkualitas. Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut :

10
a. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), pengelola dan pelaksana program KB
Nasional melalui :

 Penyelenggaraan kegiatan penjajakan kebutuhan pelatihan dan pengembangan (need


assessment),
 Penyusunan desain pelatihan dan pengembangan,
 Penyusunan bahan diklat, kurikulum materi, metoda, media, strategi dan instrument
evaluasi,
 Pelaksanaan program pelatihan dan pengembangan,
 Evaluasi program pelatihan dan pengembangan evaluasi pasca pelatihan.

b. Meningkatkan sarana dan prasarana pelatihan.

c. Meningkatkan kualitas program pelatihan.

d.Mengembangkan koordinasi dan kemitraan pihak terkait. Pokok-pokok pengelolaan


diantaranya sebagai berikut :

 Upaya peningkatan kualitas institusi Balatbang,


 Upaya peningkatan kualitas program pelatihan, dan
 Pengembangan jejaring kerja dan koordinasi.

Adapun upaya peningkatan kualitas instansi diklat adalah sebagai berikut :

 Peningkatan kualitas SDM Balatbang meningkatkan kompetensi SDM diklat (struktural)


fungsional dan staf menjadi SDM yang dapat merubah pola pikir peserta didik sesuai
dengan perubahan lingkungan strategi dan kompetensi dalam menjalankan kegiatannya.
 Meningkatkan motivasi belajar dengan menerapkan learning organization.
 Merubah pola pikir, pola interaksi yang bersifat statis menjadi dinamis, dan kreatif sesuai
dengan kebutuhan pasar.
 Mengembangkan keahlian khusus sesuai dengan kebutuhan, dengan memanfaatkan
waktu luang yang ada.
 Meningkatkan kemampuan dan membina hubungan dengan pihak luar.
11
 Membangun jaringan pengembangan prestasi secara mandiri dengan pihak luar.
 Peningkatan sarana dan prasarana diklat. Penyediaan sarana PBM standar (alat bahan
yang kondusif untuk PBM).

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan orang dewasa atau yang sering disebut dengan andragogi adalah suatu proses
dimana orang-orang yang sudah memiliki peran sosial sebagai orang dewasa melakukan aktivitas
belajar yang sistematik dan berkelanjutan dengan tujuan untuk membuat perubahan dalam
pengetahuan, sikap, nilai-nilai, dan keterampilan.

Perbedaan antara membelajarkan anak-anak dengan membelajarkan orang dewasa terlihat


dari upaya pembelajaran orang dewasa. membelajarkan orang dewasa berpusat pada warga
belajar itu sendiri (learned centered).

Cara belajar orang dewasa jauh berbeda dengan cara belajar anak-anak. Oleh karena itu,
proses penyelenggaraan belajar bagi orang dewasa harus didekati dengan cara yang berbeda
pula. Menyamakan pendekatan pendidikan anak dengan pendekatan pendidikan orang dewasa
dapat mengakibatkan kegiatan pendidikan tersebut menjadi suatu hal yang menyakitkan bagi
orang dewasa. Kondisi yang menyakitkan tersebut tentu akan sulit untuk mengharapkan hasil
belajar yang maksimal.

B. Saran

Kita sebagai seorang mahasiswa yang berperan langsung dalam proses pendidikan
khususnya pendidikan orang dewasa senantiasa memperluas pemahaman dan meningkatkan
keterampilan dalam menggunakan teknik dan mengaplikasikan pembelajaran secara aktif
mengenai belajar orang dewasa dalam kegiatan belajar dan pembelajaran.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ativa, Siti. (2011). Andragogi dalam Praktek. [Online]. Tersedia di: http://92putri medan-
sitiativa.blogspot.com/2011/11/andragogi-dalam-praktek.html. [23 September 2014].

Sukoco, Agus, dkk. (2013). Penerapan Andragogi dalam Kegiatan Pembelajaran. [Online].
Tersedia di:http://statistikbisnis.narotama.ac.id/index.php/seleng-kapnya/35. [23 September
2013].

Sukiyadi, Didi, dkk. 2006. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: UPI PRESS

14

Anda mungkin juga menyukai