Anda di halaman 1dari 219

Prof. Dr.

Ahmad Tafsir

Filsafat Ilmu
Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan

PENERBIT PT REMAJA ROSDAKARYA BANDUNG


RR.FS0012-04-2009

FILSAFAT ILMU Mengurai Ontologi, Epistemologi,


dan Aksiologi Pengetahuan
Penulis: Prof. Dr. Ahmad Tafsir

Desainer sampul: Iman Taufik


Diterbitkan oleh PT REMAJA ROSDAKARYA
Jl. Ibu Inggit Garnasih No. 40, Bandung 40252
Tlp. (022) 5200287, Faks. (022) 5202529
e-mail: rosdakarya@rosda.co.id website:
www.rosda.co.id
Anggota Ikapi
Cetakan pertama, Juni 2004
Cetakan kedua, Februari 2006
Cetakan ketiga, November 2007
Cetakan keempat, Februari 2009
Hak cipta dilindungi undang-undang pada Penulis
Dicetak oleh PT Remaja Rosdakarya Offset - Bandung

ISBN 979-692-344-0
KATA PENGANTAR

Salah satu kekacauan dalam berpikir orang awam ialah


mereka tidak benar-benar menegaskan perbedaan jenis-
jenis pengetahuan. Dengan kata lain, mereka tidak
mengetahui dengan jelas kapling pengetahuan. Menge- tahui
F I L S A F A T I L M U

kapling tersebut amat penting tatkala kita meng- gunakan


pengetahuan tersebut untuk menyesaikan masalah.
Pengetahuan ialah segala yang diketahui. Ternyata
pengetahuan yang dimiliki manusia itu tidaklah satu jenis.
Jenis-jenis pengetahuan itu diuraikan secara singkat tetapi
jelas dalam buku ini. Dapatlah dikatakan buku ini hanya
membicarakan jenis-jenis pengetahuan manusia dan
karakteristiknya.

i v
F I L S A F A T I L M U

Buku ini sederhana sekali dan topik bahasannya hanya


sedikit dan telah diusahakan menggunakan bahasa yang
sangat efisien. Dengan membaca buku ini janganlah Anda
menyangka Anda telah mengetahui banyak hal tentang
filsafat pengetahuan; Anda boleh menyatakan bahwa telah
mengetahui hal yang paling penting dalam filsafat
pengetahuan.
Harap Anda baca buku ini dengan sungguh-sungguh.
Merujuk pada subjudul buku ini, saya memang hanya
membahas ontologi, epistemologi, dan aksiologi pengeta-
hun. Pada beberapa bagian memang saya selipkan "bonus".
Maksudnya, uraian itu bukan lagi bahasan inti, tapi saya
merasa perlu membahasnya di sini. Inti permasalahan
terletak pada Bab 1, Bab 2, Bab 3, dan Bab 4. Pada
penghujung Bab 4 (tepatnya pada poin D) saya sajikan
Beberapa Contoh Pengetahuan Mistik sebagai suplemen.
Kalaupun Anda tidak membaca suplemen ini anda tetap
mendapatkan inti pesan buku ini.
Judul buku ini "Filsafat Ilmu", padahal yang dimaksud
ialah filsafat pengetahuan. Hal itu dilakukan dengan
pertimbangan istilah Filsafat Ilmu jauh lebih dikenal
ketimbang filsafat pengetahuan. Berkait dengan itu, saya
tidak bermaksud mengacaukan pengertian ilmu (science)
dan pengetahuan (knowledge). Istilah "ilmu" khusus pada
judul buku ini dimaknai sebagai pengetahuan.

i v
F I L S A F A T I L M U

Saya mengucapkan terima kasih kepada para mahasiswa


yang telah memaksa saya menulis buku ini. Terima kasih juga
karena makalah-makalah sebagian mahasiswa, saya tulis ulang
dalam buku ini dengan redaksi yang berbeda. Saya merasa telah
menuliskan bagian yang paling penting dalam filsafat
pengetahuan yang saya kira belum ditulis oleh orang lain.
Sebelum diterbitkan seperti sekarang, buku ini pernah
beredar secara terbatas dan tidak dipasarkan untuk umum.
Setelah digunakan dalam perkuliahan di beberapa perguruan
tinggi, baik jenjang SI, S2, maupun S3, rasanya buku ini perlu
disempurnakan. Buku yang sedang dalam genggaman Anda ini
adalah buku yang telah disempurnakan itu. Semoga bermanfaat.

Prof. Dr. Ahmad Tafsir


DAFTAR ISI

Kata Pengantar - iii


Bab 1 Pendahuluan - 3
Bab 2 Pengetahuan Sain - 21
A. Ontologi Sain - 22
1. Hakikat Pengetahuan Sain — 22
2. Struktur Sain — 25
B. Epistemologi Sain — 27
1. Objek Pengetahuan Sain - 27
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Sain - 28
V
F I L S A F A T I L M U

3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain - 35


C. Aksiologi Sain - 37
1. Kegunaan Pengetahuan Sain — 47
2. Cara Sain Menyelesaikan Masalah - 41
3. Netralitas Sain - 45
Bab 3 Pengetahuan Filsafat - 65
A. Ontologi Filsafat — 66
1. Hakikat Pengetahuan Filsafat - 66
2. Struktur Filsafat - 68
B. Epistemologi Filsafat - 80
1. Objek Pengetahuan Filsafat — 80
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat - 82
3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Filsafat - 87
C. Aksiologi Filsafat - 88
1. Kegunaan Pengetahuan Filsafat - 39
2. Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah - 103
3. Cara Orang Umum Menilai - 106

Bab 4 Pengetahuan Mistik - 111


A. Ontologi Pengetahuan Mistik - 112
1. Hakikat Pengetahuan Mistik - 113
2. Struktur Pengetahuan Mistik - 114

vii
F I L S A F A T I L M U

B. Epistemologi Pengetahuan Mistik - 117


1. Objek Pengetahuan Mistik - 118
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik - 119
3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Mistik - 121
c. Aksiologi Pengetahuan Mistik — 122
1. Kegunaan Pengetahuan Mistik — 122
2. Cara Pengetahuan Mistik Menyelesaikan
Masalah - 125
D. Beberapa Contoh Pengetahuan Mistik - 136
• Mukasyafah - 137
• Ilmu Laduni — 153
٠ Saefi - 159
• Jangjawokan - 165
• Sihir-178
• Ilmu Kebal-199
• Santet - 205 ٠ Pelet - 209
• Debus - 214
٠ Tentang Jin-218
• Nyambat - 233
• Ilmu Kanuragan - 225

viii
Daftar Pustaka - 239
Tentang Penulis - 246
F I L S A F A T I L M U

BAB 1
PENDAHULUAN

Orang-orang yang mempelajari bahasa Arab mengalami sedikit


kebingungan tatkala menghadapi kata “ilmu”. Dalam bahasa
Arab kata al-'ilm berarti pengetahuan (knowledge), sedangkan
kata “ilmu” dalam bahasa Indonesia biasanya merupakan
terjemahan science. Ilmu dalam arti science itu hanya sebagian
dari al-‘ilm dalam bahasa Arab. Karena itu kata science
seharusnya diterjemahkan sain saja. Maksudnya agar orang
yang mengerti bahasa Arab tidak bingung membedakan kata
ilmu (sain) dengan kata al-‘ilm yang berarti knowledge.
Dalam mata kuliah Filsafat Pengetahuan (Philosophy of
Knowledge) yang didiskusikan tidak hanya pengetahuan sain
{science), disikusikan juga seluruh yang

disebut pengetahuan termasuk pengetahuan yang “aneh-


aneh” seperti pelet, kebal, santet, saefi, dan lain-lain.
Apa sih pengetahuan itu? Pengetahuan ialah semua
P E N D A H U L U A N

yang diketahui. Menurut al-Qur'an, tatkala manusia dalam


perut ibunya, ia tidak tahu apa-apa. Tatkala ia baru lahir
pun barangkali ia belum juga tahu apa-apa. Kalaupun bayi
yang baru lahir itu menangis, barangkali karena kaget saja,
mungkin matanya merasakan silau, atau badannya merasa
dingin. Dalam rahim tidak silau dan tidak dingin, lantas ia
menangis.
Tatkala bayi itu menjadi orang dewasa, katakanlah
ketika ia telah berumur 40 tahunan, pengetahuannya sudah
banyak sekali. Begitu banyaknya, sampai-sampai ia tidak
tahu lagi berapa banyak pengetahuannya dan tidak tahu
lagi apa saja yang diketahuinya, bahkan kadang- kadang ia
juga tidak tahu apa sebenarnya pengetahuan itu.
Semakin bertambah umur manusia itu semakin banyak
pengetahuannya. Dilihat dari segi motif, pengetahuan itu
diperoleh melalui dua cara. Pertama, pengetahuan yang
diperoleh begitu saja, tanpa niat, tanpa motif, tanpa
keingintahuan dan tanpa usaha. Tanpa ingin tahu lantas ia
tahu-tahu, tahu. Seorang sedang berjalan, tiba-tiba
tertabrak becak. Tanpa rasa ingin tahu ia tahu- tahu, tahu
bahwa ditabrak becak, sakit. Kedua, pengetahuan yang
didasari motif ingin tahu. Pengetahuan diperoleh karena
diusahakan, biasanya karena belajar.
Dari mana rasa ingin tahu itu? Saya tidak tahu, itu dari
mana. Barangkali rasa ingin tahu yang ada pada manusia itu
sudah built-in dalam penciptaan manusia. Jadi, rasa ingin tahu
F I L S A F A T I L M U

itu adalah takdir.


Manusia ingin tahu, lantas ia mencari. Hasilnya ia tahu
sesuatu. Nah, sesuatu itulah pengetahuan. Yang diperoleh
tanpa usaha tadi bagaimana? Ya, pengetahuan juga. Pokoknya,
pengetahuan ialah semua yang diketahui, titik.
Salah satu tujuan perkuliahan Filsafat Pengetahuan ialah
agar kita memahami kapling pengetahuan. Ini penting, karena,
dengan mengetahui kapling pengetahuan, kita akan dapat
memperlakukan masing-masing pengetahuan itu sesuai
kaplingnya. Yang akan dibahas berikut ini hanyalah
pengetahuan yang diusahakan. Pengetahuan jenis ini sangat
penting. Jadi, sejak baris ini pengetahuan tanpa usaha itu kita
sisihkan dari pem- bahasan.
Seseorang ingin tahu, jika jeruk ditanam, buahnya apa. la
menanam bibit jeruk. Ia tunggu beberapa tahun, dan ternyata
buahnya jeruk. Tahulah ia bahwa jeruk berbuah jeruk.
Pengetahuan jenis inilah yang disebut peng^huan sain
(scientific knowledge).
Sebenarnya ^ngetahuan sain tidaklah sesederhana itu.
Pengetahuan sain harus berdasarkan logika (dalam
arti rasional). Pengetahuan sain ialah pengetahuan yang
rasional dan didukung bukti empiris. Namun, gejala yang
paling menonjol dalam pengetahuan sain ialah adanya bukti
empiris itu.
Dalam bentuknya yang sudah baku, pengetahuan sain
itu mempunyai paradigma dan metode tertentu. Paradig-
P E N D A H U L U A N

manya disebut paradigma sain (scientific paradigm) dan


metodenya disebut metode ilmiah (metode sain, scientific
method). Formula utama dalam pengetahuan sain ialah
buktikan bahwa itu rasional dan tunjukkan bukti
empirisnya.
Formula itu perlu sekali diperhatikan karena adakala-
nya kita menyaksikan bukti empirisnya ada, tetapi tidak
rasional. Yang seperti ini bukanlah pengetahuan sain atau
ilmu. Misalnya begini. Bila ada gerhana pukullah
kentongan, gerhana itu akan hilang. Pernyataan itu
memang dapat dibuktikan secara empiris. Coba saja, bila
ada gerhana, pukul saja kentongan, toh lama-kelamaan
gerhana akan hilang. Terbukti kan? Bukti empirisnya ada
kan? Tetapi itu bukan pengetahuan ilmiah (pengetahuan
sain, pengetahuan ilmu) sebab tidak ada bukti rasional yang
dapat menghubungkan berhenti atau hilangnya gerhana
dengan kentongan yang dipukul. Pengetahuan seperti itu
bukan pengetahuan sain, mungkin dapat kita sebut
pengetahuan khayal. Toh jika kentongan tidak dipukul
gerhana itu akan menghilang juga. Tidak ada

pengaruh kentongan yang dipukul (X) terhadap meng-


hilangnya gerhana (Y).
Dari sudut ini dapat pula kita ketahui bahwa objek
penelitian pengetahuan sain hanyalah objek yang empiris
sebab ia harus menghasilkan bukti empiris.
Kita kembali ke contoh jeruk. Jeruk ditanam buahnya
jeruk. Pengetahuan jenis ini sudah berguna bagi petani
jeruk, bagi pedagang jeruk dan bagi seluruh manusia.
F I L S A F A T I L M U

Pengetahuan jenis ini sudah berguna dalam memajukan


kebudayaan.
Pengetahuan ini benar asal rasional dan empiris. Inilah
prinsip dalam mengukur benar tidaknya teori dalam sain, ya
dalam sain apa saja. Dalam hal ini harap hati-hati jangan
sampai tertipu oleh bukti empiris saja, seperti contoh
gerhana dan kentongan tadi. .Harus rasional-empiris.
Gerhana tadi: tidak rasional tetapi empiris. Jadi,
pengetahuan sain ini, sekalipun tingkatnya rendah dalam
struktur pengetahuan, ia berguna bagi manusia. Gunanya
terutama untuk memudahkan kehidupan manusia. Teori-
teori sain inilah yang diturunkan ke dalam teknologi.
Teknologi, agaknya bukanlah sain; teknologi merupakan
penerapan teori sain. Atau mungkin juga dapat dikatakan
bahwa teknologi itu adalah sain terapan.
Selanjutnya. Sebagian orang, tidak begitu banyak.
ingin tahu lebih jauh tentang jeruk tadi. Mereka bertanya,
“Mengapa jeruk selalu berbuah jeruk?” Untuk menjawab
pertanyaan ini kita tidak dapat melakukan penelitian
empiris karena jawabannya tidak terletak pada bibit, batang
atau daun jeruk. Lantas bagaimana menjawab pertanyaan
ini? Kita berpikir. Inilah jalan yang dapat ditempuh. Tidak
harus berpikir di kebun jeruk; berpikir itu dapat dilakukan
di mana saja. Yang dipikirkan memang jeruk, yaitu mengapa
jeruk selalu berbuah jeruk, tetapi yang dipikirkan itu
bukanlah jeruk yang empiris; yang dipikirkan itu adalah
P E N D A H U L U A N

jeruk yang abstrak, yaitu jeruk pada umumnya.


Bila Anda berpikir secara serius, maka akan muncul
jawaban. Ada dua kemungkinan jawaban. Pertama, jeruk
selalu berbuah jeruk karena kebetulan. Jadi, secara
kebetulan saja jeruk selalu berbuah jeruk. Inilah teori
kebetulan yang terkenal itu. Teori ini lemah. Ia dapat
ditumbangkan oleh teori kebetulan itu sendiri. Kedua, jeruk
selalu berbuah jeruk karena ada aturan atau hukum yang
mengatur agar jeruk selalu berbuah jeruk. Para ahli
mengatakan hukum itu ada dalam gen jeruk. Hukum itu
tidak kelihatan. Jadi, tidak empiris, tetapi akal mengatakan
hukum itu ada dan bekerja. Jeruk selalu berbuah jeruk
karena ada hukum yang mengatur demikian. Inilah
pengetahuan filsafat; ini bukan pengetahuan sain.
Kebenaran pengetahuan filsafat hanya

dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Bila rasional,


benar, bila tidak, salah. Kebenarannya tidak pernah dapat
dibuktikan secara empiris. Bila ia rasional dan empiris, maka ia
berubah menjadi pengetahuan sain.
Objek penelitiannya adalah objek-objek yang abstrak,
karena objeknya abstrak, maka temuannya juga abstrak.
Paradigmanya ialah paradigma rasional (rational paradigm),
metodenya metode rasional (Kerlinger menyebutnya method of
reason).
Sampai di sini kita sudah mengenal dua macam
pengetahuan, yaitu pertama pengetahuan sain yang rasional
F I L S A F A T I L M U

empiris, dan kedua pengetahuan filsafat yang hanya


rasional. (Perlu segera saya ingatkan bahwa ada kalanya
pengetahuan filsafat itu berada pada level supra rasional).
Kita kembali ke jeruk. Jeruk ditanam buahnya jeruk. Ini
pengetahuan sain. Jeruk selalu berbuah jeruk karena ada hukum
yang mengatur demikian. Ini pengetahuan filsafat.
Masih ada orang, amat kecil jumlahnya, ingin tahu lebih
jauh lagi. Mereka bertanya “Siapa yang membuat hukum itu?”
Pertanyaan ini sulit dijawab. Tetapi masih dapat dijawab oleh
filsafat. Salah satu teori dalam filsafat mengatakan bahwa
hukum itu dibuat oleh alam itu sendiri secara kebetulan. Teori
ini lemah, tadi sudah

dikatakan. Teori lain mengatakan hukum itu dibuat oleh


Yang Maha Pintar. Ini logis (dalam arti supra-rasional).
Jadi, teori kedua ini benar secara filsafat. Ini masih
pengetahuan filsafat. Yang Maha Pintar itu seringkali
disebut Tuhan. Ini masih pengetahuan filsafat.
Masih ada orang, yang jumlahnya segelintir saja, ingin
tahu lebih jauh lagi. Mereka bertanya “Siapa Tuhan itu, saya
ingin mengenal-Nya, saya ingin melihat-Nya, saya ingin
belajar langsung kepada-Nya”. Tuntutan orang-orang
“nekad” ini tidak dapat dilayani oleh pengetahuan sain dan
tidak juga oleh pengetahuan filsafat. Objek yang hendak
mereka ketahui bukanlah objek empiris dan tidak juga dapat
dijangkau akal rasional. Objek itu abstrak-supra-rasional
F I L S A F A T I L M U

atau meta-rasional. Kalau begitu bagaimana


mengetahuinya?
Objek abstrak-supra-rasional itu dapat diketahui dengan
menggunakan rasa, bukan pancaindera dan atau akal
rasional. Bergson menyebut alat itu intuisi, Kant
menyebutnya moral atau akal praktis, filosof muslim seperti
Ibnu Sina menyebutnya akal mustafad, shufi-shufi muslim
menyebutnya qalb, dzawq, kadang-kadang dharnir, kadang-
kadang sirr. Pengetahuan jenis ini memang aneh.
Paradigmanya saya sebut paradigma mistik (mystical
paradigm), metodenya saya sebut metode latihan (riyadhah)
dan metode yakin (percaya). Pengetahuan jenis ini saya
sebut pengetahuan mistik (.mistical knowlegde).
Kebenarannya pada umumnya tidak dapat dibuktikan
secara empiris, selalu tidak terjangkau pembuktian
rasional.
Nah, sekarang kita memiliki tiga macam pengetahuan,
masing-masing memiliki objek, paradigma, metode dan
kriteria. Matrik berikut meringkas uraian di atas.

11
P E N D A H U L U A N

Pengetahuan Manusia
Pengetahuan Objek Paradigma Metode Kriteria

SAIN empiris sain


metode rasional-
ilmiah empiris

FILSAFAT rasional Rasional


abstrak- metode
rasional rasional

MISTIK mistik

abstrak-supra- latihan, rasa iman, logis,


rasional percaya kadang empiris

Yang belum diurus di dalam uraian tentang pengetahuan di


atas ialah pengetahuan seni (yaitu tentang indah tidak indah)
dan etika (tentang baik dan tidak baik). Saya belum tahu, di
mana kaplingnya dan bagaimana mengkaplingkannya. Agaknya
objek pengetahuan seni adalah objek empiris, abstrak-rasional,
dan abstrak-supra-rasional; paradigmanya mungkin kumpulan
tiga paradigma di atas, metodenya juga demikian, dan
kriterianya
ialah indah tidak-indah. Mengenai pengetahuan tentang
baik tidak-baik (etika), dugaan saya sampai saat ini,
pengetahuan tentang baik tidak-baik itu sama dengan seni
tadi; ia menggunakan tiga paradigma di atas, metodenya
juga demikian, dan ukurannya ialah baik dan tidak baik.
Nah, baik dan tidak baik itu pun memiliki persoalan yang
tidak sederhana; baik menurut apa? Buruk menurut siapa?
Pada zaman (waktu) kapan? Saya mengharap ada ahli lain

12
F I L S A F A T I L M U

yang bersedia dan mau serta mampu menyempurnakan


matrik di atas.

LOGIS dan RASIONAL


Saya mengajarkan filsafat (sebagai dosen) sejak tahun 1970.
Sampai dengan sekitar tahun 2000 saya menganggap “yang
logis” adalah sama saja dengan “yang rasional.” Selama lebih
kurang 30 tahun itu, pokoknya, saya menyamakan saja
pengertian logis dan rasional. Atau lebih tepat saya katakan
saya tidak tahu perbedaannya.
Kira-kira sejak tahun 2001 saya melihat ada perbedaan
antara kedua istilah itu. Adanya perbedaan itu dimulai
ketika saya membaca untuk kesekian kalinya buku Kant.
Kant antara lain mengatakan bahwa rasional itu sebenarnya
sesuatu yang masuk akal sebatas hukum alam. Sebenarnya,
tatkala saya mula-mula membaca
Kant kira-kira tahun 1963, dan cukup intensif pada tahun 1975,
kata-kata Kant itu sudah saya temukan. Memang kebingungan
telah muncul dalam pikiran saya tatkala memabaca itu tetapi
kebingungan itu saya biarkan saja.
Tatkala saya menulis buku ini, yaitu sejak awal tahun 2001,
saya mulai “mendalami” dua istilah itu. Yang saya temukan
ialah seperti uraian berikut ini.
Ternyata istilah logis dan rasional merupakan dua istilah
yang sangat populer dalam arti dua istilah itu amat sering

13
P E N D A H U L U A N

digunakan orang, baik ia kaum terpelajar maupun kaum yang


bukan tergolong terpelajar, digunakan orang kota dan juga
orang desa, bahkan anak-anak pun banyak yang sering
menggunakan kedua istilah itu.
Ada orang bercerita kepada seseorang yang lain bahwa ia
baru saja mengantarkan temannya yang sakit aneh ke seorang
dukun. Dukun mengobatinya dengan cara yang tidak umum
dikenal. Lantas orang sakit itu sembuh. Orang yang diceritai itu
langsung mengatakan bahwa itu musyrik karena pengobatan itu
tidak rasional. Ada anak-anak saling bercerita tentang hantu,
bahwa ia melihat hantu yang rupanya benini-begini, tingkahnya
begini-begini. Kata yang seorang “ah, sudahlah, itu tidak
rasional” kadang- kadang ia berkata “ah, sudahlah, itu tidak
logis” Apa sih, rasional-nya babi haram? Apa cukup logis
untuk menyimpulkan bahwa surga dan neraka itu ada? Lantas
ada lagi,
“Bila logis oke, bila tidak, nanti dulu.” Demikian contoh
kalimat yang sering kita dengar dari banyak orang.
Apa yang kita dapat? Yang kita dapat ialah (1) memang
dua istilah itu popular dalam arti sering digunakan oleh
hampir semua orang dari semua kelas dan golongan, (2)
Pengguna istilah itu tidak mempedulikan apakah dua istilah
sama persis atau ada persamaan atau sama sekali berbeda.
Nah, saya, seperti yang sudah saya katakan tadi, cuek saja
terhadap hal itu, saya cenderung menyamakannya, dalam
keadaan tidak tahu bahwa dua istilah itu sebenarnya
berbeda, dan itu berlangsung selama lebih kurang 30 tahun,

4
F I L S A F A T I L M U

sebagai dosen filsafat. Setahu saya buku-buku pun


demikian.
Saya berkepentingan memperjelas perbedaan itu
disebabkan ada implikasi penting dari perbedaan itu
sebagaimana kelak akan Anda lihat.
Kant mengatakan bahwa apa yang kita katakan rasional
itu ialah suatu pemikiran yang masuk akal tetapi
menggunakan ukuran hukum alam. Dengan kata lain,
menurut Kant rasional itu ialah kebenaran akal yang diukur
dengan hukum alam.
Teori Kant ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Tatkala
Anda mengatakan Nabi Ibrahim dibakar tidak hangus, itu
adalah hal yang tidak rasional karena menurut hukum alam
sesuatu yang dibakar pasti hangus,
kecuali bahan itu memang materi yang tidak hangus dibakar,
sedangkan Ibrahim itu adalah materi yang hangus dibakar.
Tatkala diceritakan bahwa Nabi Musa melemparkan tongkatnya
ke tanah, lantas tongkat itu menjadi ular, segera saja Anda
mengatakan bahwa itu tidak rasional karena menurut hukum
alam adalah tidak mungkin tongkat dapat berubah menjadi ular.
Tetapi, pesawat terbang yang beratnya ratusan ton, kok dapat
terbang? Ya, karena pesawat itu telah dirancang sesuai dengan
hukum alam. Itu rasional. Orang tidak mungkin kebal karena
hal itu berlawanan dengan hukum alam. Demikianlah sebagian
pernyataan sebagai contoh.
Kesimpulannya jelas: (1) Sesuatu yang rasional ialah
sesuatu yang mengikuti atau sesuai dengan hukum alam; (2)

15
P E N D A H U L U A N

Yang tidak rasional ialah yang tidak sesuai dengan hukum


alam; (3) Kebenaran akal diukur dengan hukum alam. Jadi, di
sini, akal itu sempit saja, hanya sebatas hukum alam. Itulah
sebabnya saya dapat mengatakan bahwa pemikiran yang
rasional sebenarnya belum dapat disebut pemikiran tingkat
sangat tinggi. Pemikiran rasional belum mampu mengungkap
sesuatu yang tidak dapat diukur dengan hukum alam.
Dulu, saya menyangka yang rasional itu amat tinggi
kedudukannya, ia dapat mengatasi hukum alam. Ter- n yata
tidaklah demikian. Kebenaran rasional itu tidaklah sehebat
yang saya pikirkan, la sebatas hukum alam.
Kebenaran rasional tidak lebih dari kebenaran sejauh yang
ditunjukkan hukum alam.
Bagaimana tentang logis? Kebenaran logis terbagi dua,
pertama logis-rasional, seperti yang telah diuraikan di atas
tadi, kedua logis-supra-rasional. Logis-supra- rasional ialah
pemikiran akal yang kebenarannya hanya mengandalkan
argumen, ia tidak diukur dengan hukum alam. Bila
argumennya masuk akal maka ia benar, sekalipun melawan
hukum alam. Dengan kata lain, ukuran kebenaran logis-
supra-rasional ialah logika yang ada di dalam susunan
argumennya. Kebenaran logis-supra-rasional itu benar-
benar bersifat abstrak. Kebenaran logis-supra-rasional itu
ialah kebenaran yang masuk akal sekalipun melawan
hukum alam.
Nabi Ibrahim dibakar tidak hangus. Ini tidak rasional.
Ya, karena ia tidak sesuai dengan hukum alam. Tongkat

4
F I L S A F A T I L M U

Musa dilempar jadi ular. Ini tidak rasional, ia melanggar


hukum alam. Nabi Ibrahim dibakar tidak hangus. Itu tidak
rasional. Tetapi apakah Nabi Ibrahim dibakar tidak hangus
itu juga tidak logis dalam arti supra-rasional?
Tuhan membuat api. Api itu terdiri atas dua substansi,
yaitu api-nya dan panas-nya. Apinya dibuat oleh Tuhan,
panasnya juga dibuat oleh Tuhan. (Jika bukan Tuhan yang
membuatnya, kita harus memberikan uraian yang kuat
untuk menjelaskannya).

17
F I L S A F A T I I M i l

Sekarang, untuk menyelamatkan utusannya, untuk


sesuatu yang sangat penting, Tuhan mengubah sifat api dari
panas menjadi dingin. Belehkah Tuhan berbuat demikian?
Ya, beleh saja, wong yang membuatnya Dia. Masuk akal.
Inilah yang logis-supra-rasional itu. Jadi, adalah logis saja
api tidak menghanguskan Ibrahim.
Jadi, kasus Ibrahim ini adalah kasus yang tidak rasional
tetapi logis dalam arti logis-supra rasional. Kesimpulannya
ialah: Yang logis ialah yang masuk akal. Terdiri atas yang
logis-rasional dan yang logis-supra- rasional.
Kita dapat membuat bebarapa ungkapan sebagai
berikut:
1) Yang logis ialah yang masuk akal.
2) Yang logis itu mencakup yang rasional dan yang supra-
rasional.
3) Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan
hukum alam.
4) Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun
tidak sesuai dengan hukum alam.
5) Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional atau
dalam pengertian supra-rasional.
Beberapa kesimpulan sebagai implikasi konsep logis di
atas ialah:
1) Isi al-Qur‘an ada yang rasional dan ada yang supra-
rasional.
2) Isi al-Qur'an itu semuanya logis; sebagian logis- rasional
sebagiannya logis-supra-rasional.

18
P E M n a H i i i ! i a M

3) Rumus metode ilmiah yang selama ini logico-


hypothetico-verificatif; dapat diteruskan dengan
penjelasan logiko itu harus diartikan rasio.
4) Mazhab Rasionalisme tidak dapat diterima oleh sistem
ini; yang dapat diterima ialah mazhab Logisme.

Bab 2 buku ini berisi uraian tentang Pengetahuan Sain,


Bab 3 Pengetahuan Filsafat, dan Bab 4 tentang
Pengetahuan Mistik; masing-masing mengenai ontologi,
epistemologi, dan aksiologinya. Bab ini dilengkapi dengan
Beberapa Contoh Pengetahuan Mistik.
Secara khusus pengetahuan mistik mendapat per- hatian
lebih banyak daripada dua pengetahuan lainnya. Alasannya
antara lain ialah karena hingga draf naskah buku ini
diterbitkan ( 2 0 0 4 ‫)ا‬ pengetahuan jenis ini kuraug
mendapat perhatian para ahli. Sementara itu kita
mengetahui bahwa pengetahuan jenis ini memang ada dan
mempengaruhi sebagian anggota masyarakat.

19
BAB 2
PENGETAHUAN SAIN

Pada Bab 2 ini dibicarakan ontologi, epistemologi, dan


aksiologi sain. Uraian mengenai ontologi sain membahas
hakikat dan struktur sain. Uraian tentang struktur sain
tidak terlalu bagus. Hal itu disebabkan oleh begitu banyak
macam sain, karena banyaknya maka banyak yang tidak
saya ketahui. Epistemologi sain difokuskan pada cara kerja
metode ilmiah. Sedangkan pembahasan aksiologi sain
diutamakan pada cara sain menyelesaikan masalah yang
dihadapi manusia.
A. Ontologi Sain
Di sini dibicarakan hakikat dan struktur sain. Hakikat sain
menjawab pertanyaan apa sain itu sebenarnya. Struktur
sain seharusnya menjeiaskan cabang-cabang sain, serta isi
setiap cabang itu. Namun di sini hanya dijelaskan cabang-
cabang sain dan itu pun tidak lengkap.

1. Hakikat Pengetahuan Sain

Pada Bab 1 telah dijelaskan secara ringkas bahwa penge-


tahuan sain adalah pengetahuan rasional empiris. Masalah
rasional dan empiris inilah yang dibahas berikut ini.
Pertama, masalah rasional.
Saya berjalan-jalan di beberapa kampung. Banyak hal
yang menarik perhatian saya di kampung-kampung itu, satu
di antaranya ialah orang-orang di kampung yang satu sehat-
sehat, sedang di kampung yang lain banyak yang sakit.
Secara pukul-rata penduduk kampung yang satu lebih sehat
daripada penduduk kampung yang lain tadi. Ada apa ya?
Demikian pertanyaan dalam hati saya.
Kebetulan saya mengetahui bahwa penduduk kam- pung
yang satu itu memelihara ayam dan mereka mema- kan
telurnya, sedangkan penduduk kampung yang lain tadi juga
memelihara ayam tetapi tidak memakan telurnya, mereka
menjual telurnya. Berdasarkan kenya-

23
taan itu saya menduga, kampung yang satu itu pendu-
duknya sehat-sehat karena banyak memakan telur,
sedangkan penduduk kampung yang lain itu banyak yang
sakit karena tidak makan telur. Berdasarkan ini saya
menarik hipotesis semakin banyak makan telur akan
semakin sehat, atau telur berpengaruh positif terhadap
kesehatan.

Hipotesis harus berdasarkan rasio, dengan kata lain


hipotesis harus rasional. Dalam hal hipotesis yang saya
ajukan itu rasionalnya ialah: untuk sehat diperlukan gizi,
telur banyak mengandung gizi, karena itu, logis bila
semakin banyak makan telur akan semakin seliat.
Hipotesis raya itu belum diuji kebenarannya. Kebena-
rannya barulah dugaan. Tetapi hipotesis itu telah
mencukupi dari segi kerasionalannya. Dengan kata lain,
hipotesis saya itu rasional. Kata “rasional” di sini
menunjukkan adanya hubungan pengaruh atau hubungan
sebab akibat.
Kedua, masalah empiris. Hipotesis saya itu saya uji
(kebenarannya) mengikuti prosedur metode ilmiah. Untuk
menguji hipotesis itu saya gunakan metode eksperimen
dengan cara mengambil satu atau dua kampung yang
disuruh makan telur secara teratur selama setahun sebagai
kelompok eksperimen, dan mengambil satu atau dua
kampung yang lain yang tidak boleh makan telur, juga
selama setahun itu, sebagai ke-
lompok kontrol. Pada akhir tahun, kesehatan kedua
kelompok itu saya amati. Hasilnya, kampung yang makan
telur rata-rata lebih sehat.
Sekarang, hipotesis saya semakin banyak makan telur
akan semakin sehat atau telur berpengaruh positif terhadap
24
kesehatan terbukti. Setelah terbukti —sebaik- nya berkali-
kali— maka hipotesis saya tadi berubah menjadi teori. Teori
saya bahwa “Semakin banyak makan telur akan semakin
sehat” atau “Telur berpengaruh postif terhadap kesehatan,”
adalah teori yang rasional-empiris. Teori‘seperti inilah yang
disebut teori ilmiah (scientific theory). Beginilah teori dalam
sain.
Cara kerja saya dalam memperoleh teori itu tadi adalah
cara kerja metode ilmiah. Rumus baku metode ilmiah ialah:
logico-hypothetico-verificatif (buktikan bahwa itu logis, tarik
hipotesis, ajukan bukti empiris). Harap dicatat bahwa istilah
logico dalam rumus itu adalah logis dalam arti rasional.
Pada dasarnya cara kerja sain adalah kerja mencari
hubungan sebab-akibat atau mencari pengaruh sesuatu
terhadap yang lain. Asumsi dasar sain ialah tidak ada
kejadian tanpa sebab. Asumsi ini oleh Fred N. Kerlinger
(Foundation of Behavior Research, 1973: 378) dirumuskan
dalam ungkapan post hoc, ergo propter hoc (ini, tentu
disebabkan oleh ini). Asumsi ini benar bila sebab akibat itu
memiliki hubungan rasional.
Ilmu atau sain berisi teeri. Teori itu pada dasarnya
menerangkan hubungan sebab akibat. Sain tidak memberi-
kan nilai baik atau buruk, halal atau haram, sopan atau
tidak sopan, indah atau tidak indah; sain hanya memberi-
kan nilai benar atau salah. Kenyataan inilah yang
menyebabkan ada orang menyangka bahwa sain itu netral.
Dalam konteks seperti itu memang ya, tetapi dalam konteks
lain belum tentu ya.

25
2. Struktur Sain

Dalam garis besarnya sain dibagi dua, yaitu sain ke- alaman
dan sain sosial. Contoh berikut ini hendak menjelaskan
struktur sain dalam bentuk nama-nama ilmu. Nama ilmu
banyak sekali, berikut ditulis beberapa saja di antaranya:

1) Sain Kealaman
• Astronomi;
٠ Fisika: mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika
nuklir;
٠ Kimia: kimia organik, kimia teknik;
• Ilmu Bumi: paleontologi, ekologi, geofisika, geokimia,
mineralogi, geografi;
٠ Ilmu Hayat: biofisika, botani, zoologi;

26
2) Sain Sosial
• Sosiologi: sosiologi komunikasi, sosiologi politik,
sosiologi pendidikan
• Antropologi: antropologi budaya, antropologi
ekonomi, antropologi politik;
• Psikologi: psikologi pendidikan, psikologi anak,
psikologi abnormal;
• Ekonomi: ekonomi makro, ekonomi lingkungan,
ekonomi pedesaan;
• Politik: politik dalam negeri, politik hukum, politik
internasional

Agar sekaligus tampak lengkap, berikut ditambahkan


Humaniora.
3) Humaniora
• Seni: seni abstrak, seni grafika, seni pahat, seni tari;
• Hukum: hukum pidana, hukum tata usaha negara,
hukum adat (mungkin dapat dimasukkan ke sain
sosial);
• Filsafat: logika, ethika, estetika;
• Bahasa, Sastra;
• Agama: Islam, Kristen, Confusius;
• Sejarah: sejarah Indonesia, sejarah dunia (mungkin
dapat dimasukkan ke sain sosial);
Demikian sebagian kecil dari nama ilmu (sain).
Ditambahkan juga pengetahuan Humaniora (yang mungkin
dapat digolongkan dalam sain sosial) dalam daftar di atas
hanyalah dengan tujuan agar tampak lengkap. (Bahan diambil
dari Ensiklopedi Indonesia).

27
B. Epistemologi Sain
Pada bagian ini diuraikan objek pengetahuan sain, cara
memperoleh pengetahuan sain dan cara mengukur benar-
tidaknya pengetahuan sain.

1. Objek Pengetahuan Sain

Objek pengetahuan sain (yaitu objek-objek yang diteliti sain)


ialah semua objek yang empiris. Jujun S. Suriasumantri
(Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, 1994: 105)
menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah objek yang
berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang
dimaksud pengalaman di sini ialah pengalaman indera.
Objek kajian sain haruslah objek-objek yang empiris
sebab bukti-bukti yang harus ia temukan adalah bukti-buk-
yang empiris. Bukti empiris ini diperlukan untuk menguji bukti
rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis.
Apakah objek yang boleh diteliti oleh sain itu bebas?
Artinya, apakah sain boleh meneliti apa saja asal empiris?
Menurut sain ia boleh meneliti apa saja, ia bebas; menurut
filsafat akan tergantung pada filsafat yang mana; menurut
agama belum tentu bebas.
Objek-objek yang dapat diteliti oleh sain banyak sekali:
alam, tetumbuhan, hewan, dan manusia, serta kejadian-kejadian
di sekitar alam, tetumbuhan, hewan dan manusia itu; semuanya
dapat diteliti oleh sain. Dari penelitian itulah muncul teori-teori
sain. Teori-teori itu berkelompok atau dikelompokkan dalam
masing-masing cabang sain. Teori-teori yang telah
28
berkelompok itulah yang saya sebut struktur sain, baik cabang-
cabang sain maupun isi masing-masing cabang sain tersebut.
F I L S A F A T I L M U

2. Cara Memperoleh Pengetahuan Sain


Pengalaman manusia sudah berkembang sejak lama. Yang
dapat dicatat dengan baik ialah sejak tahun 600-an SM. Yang
mula-mula timbul agaknya ialah pengetahuan filsafat dan
hampir bersamaan dengan itu berkembang pula pengetahuan
sain dan pengetahuan mistik.
Perkembangan sain didorong oleh paham Humanisme.
Humanisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa
manusia mampu mengatur dirinya dan alam.

29
Humanisme telah muncul pada zaman Yunani Lama
(Yunani Kuno).
Sej ak zaman dahulu, manusia telah menginginkan
adanya aturan untuk mengatur manusia. Tuj uannya ialah
agar manusia itu hidup teratur. Hidup ter atur itu sudah
menj adi kebutuhan manusia sej ak dahulu. Untu k
menj amin tegaknya kehidupan yang terat ur i tu diperlukan
aturan.
Manusia j uga perlu aturan untuk mengatur alam.
Pengalaman manusia menunj ukkan bila alam tidak diatur
maka alam itu akan menyulit kan kehidupan manusia.
Sementara itu manusi a tidak mau dipersuli t oleh alam.
Bahkan sebai knya —kalau dapat— manusia ingin alam it u
memper mudah kehidupannya. Karena itu harus ada aturan
untuk mengatur alam.
Bagai mana membuat aturan untuk mengatur manusia
dan alam? Siapa yang dapat membuat aturan itu? Oran g
Yunani Kuno sudah menemukan: manusia itulah yan g
me mbuat aturan itu. Humanis me mengat akan bahwa
manusia mampu mengatur dirinya ( manusi a) dan alam.
J adi, manusia itulah yang harus membuat aturan untuk
mengatur manusia dan alam.
Bagai mana membuatnya dan apa alatnya? Bila aturan
itu dibuat berdasarkan agama atau mitos, maka akan sulit
sekali menghasil kan aturan yang disepakati.
Pertama, mitos itu tidak mencukupi untuk dijadikan sumber
membuat aturan untuk mengatur manusia, dan kedua,
mitos itu amat tidak mencukupi untuk dijadikan sumber
membuat aturan untuk mengatur alam. Kalau begitu, apa
sumber aturan itu? Kalau dibuat berdasarkan agama?
Kesulitannya ialah agama mana? Masing-masing agama
30
menyatakan dirinya benar, yang lain salah. Jadi, seandainya
aturan itu dibuat berdasarkan agama maka akan banyak
orang yang menolaknya. Padahal aturan itu seharusnya
disepakati oleh semua orang. Begitulah kira- kira mereka
berpikir.
Menurut mereka aturan itu harus dibuat berdasarkan
dan bersumber pada sesuatu yang ada pada manusia. Alat
itu ialah akal. Mengapa akal? Pertama, karena akal
dianggap mampu, kedua, karena akal pada setiap orang
bekerja berdasarkan aturan yang sama. Aturan itu ialah
logika alami yang ada pada akal setiap manusia. Akal itulah
alat dan sumber yang paling dapat disepakati. Maka,
Humanisme melahirkan Rasionalisme.
Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa
akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan.
Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan
akal pula.
Dicari dengan akal ialah dicari dengan berpikir logis.
Diukur dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis
atau tidak. Bila logis, benar; bila tidak, salah. Nah,
dengan akal itulah aturan untuk mengatur manusia dan
alam itu dibuat. Ini juga berarti bahwa kebenaran itu
bersumber pada akal.
Dalam proses pembuatan aturan itu, ternyata temuan
akal itu seringkali bertentangan. Kata seseorang ini logis,
tetapi kata orang lain itu logis juga. Padahal ini dan itu itu
tidak sama, bahkan kadang-kadang bertentangan, Orang-
orang sophis pada zaman Yunani Kuno dapat membuktikan
bahwa bergerak sama dengan diam, kedua-duanya
sama logisnya. Apakah anak panah yang melesat dari
busurnya bergerak atau diam? Dua-duanya benar. Apa itu
bergerak? Bergerak ialah bila sesuatu pindah tempat. Anak
panah itu pindah dari busur ke sasaran. Jadi, anak panah
31
itu bergerak. Anak panah itu dapat juga dibuktikan diam.
Diam ialah bila sesuatu pada sesuatu waktu berada pada
suatu tempat. Anak panah itu setiap saat berada di suatu
P E N G E T A H U A N S A I N

tempat. Jadi, anak panah itu diam. Ini pun benar, karena
argumennya juga logis. Jadi, bergerak sama dengan diam,
sama-sama logis.
Apa yang diperoleh dari kenyataan itu? Yang diperoleh
ialah berpikir logis tidak menjamin diperolehnya kebe-
naran yang disepakati. Padahal, aturan itu seharusnya
disepakati. Kalau begitu diperlukan alat lain. Alat itu ialah
Empirisisme.
Empirisisme ialah paham filsafat yang mengajarkan
bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris.

32
Nah, dalam hal anak panah tadi, menurut Empirisisme yang
benar adalah bergerak, sebab secara empiris dapat
dibuktikan bahwa anak panah itu bergerak. Coba saja perut
Anda menghadang anak panah itu, perut anda akan tembus,
benda yang menembus sesuatu haruslah benda yang
bergerak. Ya, memang, sesuatu yang diam tidak akan
mampu menembus. Logis juga.
Nah dengan Empirisisme inilah aturan (untuk meng-
atur manusia dan alam) itu dibuat. Tetapi nanti dulu,
ternyata Empirisisme masih memiliki kekurangan.
Kekurangan Empirisisme ialah karena ia belum terukur.
Empirisisme hanya sampai pada konsep-konsep yang umum.
Kata Empirisisme, air kopi yang baru diseduh ini panas,
nyala api ini lebih panas, besi yang mendidih ini sangat
panas. Kata Empirisisme, kelereng ini kecil, bulan lebih
besar, bumi lebih besar lagi, matahari sangat besar.
Demikianlah seterusnya. Empirisme hanya menemukan
konsep yang sifatnya umum. Konsep itu belum operasi- onal,
karena belum terukur. Jadi, masih diperlukan alat lain. Alat
lain itu ialah Positivisme.
Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang
logis, ada bukti empirisnya, yang terukur. “Terukur” inilah
sumbangan penting Positivisme. Jadi, hal panas tadi oleh
Positivisme dikatakan air kopi ini 80 derajat celcius, air
mendidih ini 100 derajat celcius, besi mendidih ini 1000
derajat celcius, ini satu meter panjangnya.
ini satu ton beratnya, dan seterusnya. Ukuran-ukuran ini
operasional, kuantitatif, tidak memungkinkan perbedaan
pendapat. Sebagaimana Anda lihat, aturan untuk mengatur
manusia dan aturan untuk mengatur alam yang kita miliki
sekarang bersifat pasti dan rinei. Jadi, operasional. Bahkan
33
dada dan pinggul sekarang ini ada ukurannya, katanya, ini
dalam kerangka ukuran kecantikan. Dengan ukuran ini
maka kontes kecantikan dapat dioperasikan. Kehidupan kita
sekarang penuh oleh ukuran.
Positivisme sudah dapat disetujui untuk memulai upaya
membuat aturan untuk mengatur manusia dan mengatur
alam. Kata Positivisme, ajukan logikanya, ajukan bukti
empirisnya yang terukur. Tetapi bagaimana caranya? Kita
masih memerlukan alat lain. Alat lain itu ialah Metode
Ilmiah. Sayangnya, Metode Ilmiah sebenarnya tidak
mengajukan sesuatu yang baru; Metode Ilmiah hanya
mengulangi ajaran Positivisme, tetapi lebih operasional.
Metode Ilmiah mengatakan, untuk memperoleh
pengetahuan yang benar lakukan langkah berikut: logico-
hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-mula buktikan
bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis (berdasarkan
logika itu), kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu
secara empiris.
Dengan rumus Metode Ilmiah inilah kita membuat
aturan itu. Metode Ilmiah itu secara teknis dan rinci
dijelaskan dalam satu bidang ilmu yang disebut Metode
Riset. Metode Riset menghasilkan Model-model Penelitian.
Nah, Model-model Penelitian inilah yang menjadi instansi
terakhir —dan memang operasional— dalam membuat aturan
(untuk mengatur manusia dan alam) tadi.
Dengan menggunakan Model Penelitian tertentu kita
mengadakan penelitian. Hasil-hasil penelitian itulah yang kita
warisi sekarang berupa tumpukan pengetahuan sain dalam
berbagai bidang sain. Inilah sebagian dari isi kebudayaan
manusia. Isi kebudayaan yang lengkap ialah pengetahuan sain,
filsafat dan mistik. Urutan dalam proses terwujudnya aturan
seperti yang diuraikan di atas ialah sebagai berikut:

34
F I L S A F A T I L M U

3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain


Ilmu berisi teori-teori. Jika Anda mengambil buku Ilmu
(sain) Pendidikan, maka Anda akan menemukan teori-teori
tentang pendidikan. Ilmu Bumi membicarakan teori-teori
tentang bumi, Ilmu Hayat membahas teori-teori tentang
makhluk hidup. Demikian seterusnya. Jadi, isi ilmu ialah
teori. Jika kita bertanya apa ukuran kebenaran sain, maka
yang kita tanya ialah apa ukuran kebenaran teori-teori
sain.
Ada teori Sain Ekonomi: bila penawaran sedikit,
permintaan banyak, maka harga akan naik. Teori ini sangat
kuat, karena kuatnya maka ia ditingkatkan menjadi
hukum, disebut hukum penawaran dan permintaan.
Berdasarkan hukum ini, maka barangkali benar
dihipotesiskan: Jika hari hujan terus, mesin pemanas gabah
tidak diaktifkan, maka harga beras akan naik. Untuk
membuktikan apakah hipotesis itu benar atau salah, kita
cukup melakukan dua langkah. Pertama, kita uji apakah
teori itu logis? Apakah logis jika hari hujan terus harga
gabah akan naik? 35
Jika hari hujan terus, maka orang tidak dapat menjemur
padi, penawaran beras akan menurun, jumlah orang yang
P E N G E T A H U A N S A I N

memerlukan tetap, orang berebutan membeli beras,


kesempatan itu dimanfaatkan pedagang beras untuk
memperoleh untung sebesar mungkin, maka harga beras
akan naik. Jadi, logislah bila hujan terus harga beras akan
naik. Hipotesis itu lolos ujian pertama, uji logika. Kedua,
uji empiris. Adakan eksperimen. Buatlah hujan buatan selama
mungkin, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, beras dari
daerah lain tidak masuk. Periksa pasar. Apakah harga beras
naik? Secara logika seharusnya naik. Dalam kenyataan
mungkin saja tidak naik, misalnya karena orang mengganti
makannya dengan selain beras. Jika eksperimen itu dikontrol
dengan ketat, hipotesis tadi pasti didukung oleh kenyataan.
Jika didukung oleh kenyataan (beras naik) maka hipotesis itu
menjadi teori, dan teori itu benar, karena ia logis dan empiris.
Jika hipotesis terbukti, maka pada saatnya ia menjadi teori.
Jika sesuatu teori selalu benar, yaitu jika teori itu selalu
didukung bukti empiris, maka teori itu naik tingkat
keberadaannya menjadi hukum atau aksioma.
Agaknya banyak mahasiswa menyangka bahwa hipotesis
bersifat mungkin benar mungkin salah, dengan kata lain,
hipotesis itu kemungkinan benar atau salahnya sama besar,
fifty -fifty. Persangkaan itu salah.
Hipotesis (dalam sain) ialah pernyataan yang sudah benar
secara logika, tetapi belum ada bukti empirisnya. Belum atau
tidak ada bukti empiris bukanlah merupakan bukti bahwa
hipotesis itu salah. Hipotesis benar, bila logis, titik. Ada atau
36
tidak ada bukti empirisnya adalah soal lain. Dari sini tahulah
kita bahwa kelogisan suatu hipotesis — juga teori— lebih
penting ketimbang bukti empirisnya. Harap dicatat, bahwa
kesimpulan ini penting.

c. Aksiologi Sain
Pada bagian ini dibicarakan tiga hal saja, pertama kegunaan
sain; kedua, cara sain menyelesaikan masalah; ketiga,
netralitas sain. Sebenarnya, yang kedua itu merupakan contoh
aplikasi yang pertama.

1. Kegunaan Pengetahuan Sain


Apa guna sain? Pertanyaannya sama dengan apa guna
pengetahuan ilmiah karena sain (ilmu) isinya teori (ilmiah).
Secara umum, teori artinya pendapat yang beralasan. Alasan
itu dapat berupa argumen logis, ini teori filsafat; berupa
argumen perasaan atau keyakinan dan kadang-kadang empiris,
ini teori dalam pengetahuan mistik; berupa argumen logis-
empiris, ini teori sain.
Sekurang-kurangnya ada tiga kegunaan teori sain: sebagai
alat membuat eksplanasi, sebagai alat peramal, dan sebagai
alat pengontrol.

1) Teori Sebagai Alat Ekspalanasi


Berbagai sain yang ada sampai sekarang ini secara umum
berfungsi sebagai alat untuk membuat eksplanasi kenyataan.
Menurut T. Jacob (Manusia, Ilmu dan Teknologi, 1993: 7-
8) sain merupakan suatu sistem eksplanasi yang

37
P E N G E T A H U A N S A I N

paling dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem


lainnya dalam memahami masa lampau, sekarang, serta
mengubah masa depan. Bagaimana contohnya?
Akhir tahun 1997 di Indonesia terjadi gejolak moneter,
yaitu nilai rupiah semakin murah dibandingkan dengan
dolar (kurs rupiah terhadap dolar menurun). Gejala ini telah
memberikan dampak yang cukup luas terhadap kehidupan
di Indonesia. Gejalanya ialah harga semakin tinggi.
Bagaimana menerangkan gejala ini?
Teori-teori ekonomi (mungkin juga politik) dapat
menerangkan (mengeksplanasikan) gejala itu. Untuk
mudahnya, teori ekonomi mengatakan karena banyaknya
utang luar negeri jatuh tempo (harus dibayar), hutang itu
harus dibayar dengan dolar, maka banyak sekali orang yang
memerlukan dolar, karena banyak orang membeli dolar,
maka harga dolar naik dalam rupiah. Nah, ini baru
sebagian gejala itu yang dieksplanasikan. Sekalipun baru
sebagian, namun gajala itu telah dapat dipahami ala
kadarnya, sesuai dengan apa yang telah dieksplanasikan
itu.
Ada orang tiga bersaudara, dua laki-laki dan satu
perempuan. Mereka nakal, sering mabuk, membuat
keonaran, sering bolos sekolah, tidak naik kelas, pindah-
pindah sekolah. Mereka ditinggal oleh kedua orang tuanya,
ayah dan ibunya masing-masing kawin lagi dan pindah ke
tempat barunya masing-masing. Biaya hidup
tiga bersaudara itu bersama pembantu mereka, tidak
kurang. Dapatkah Anda membuat eksplanasi mengapa
anak-anak itu nakal?
F I L S A F A T I L M U

Anda akan dapat menjelaskan (mengeksplanasikan) jika


Anda menguasai teori yang mampu menjelaskan gejala
(nakal) itu. Menurut teori Sain Pendidikan, anak- anak yang
orang tuanya cerai (biasanya disebut broken home), pada
umumnya akan berkembang menjadi anak nakal.
Penyebabnya ialah karena anak-anak itu tidak mendapat
pendidikan yang baik dari kedua orang tuanya. Padahal
pendidikan dari kedua orang tua amat penting dalam
pertumbuhan anak menuju dewasa.
Sebenarnya saya amat tertarik membicarakan topik ini;
senang sekali rasanya menambahkan banyak contoh lain,
tetapi kedua contoh itu agaknya mencukupi untuk
menjelaskan kegunaan teori sebagai alat membuat
eksplanasi.

2) Teori Sebagai Alat Peramal


Tatkala membuat eksplanasi, biasanya ilmuwan telah
mengetahui juga faktor penyebab terjadinya gejala itu.
Dengan “mengutak-atik” faktor penyebab itu, ilmuwan
dapat membuat ramalan. Dalam bahasa kaum ilmuwan
ramalan itu disebut prediksi, untuk membedakannya dari
ramalan dukun.
Dalam contoh kurs dolar tadi, dengan mudah orang ahli
meramal. Misalnya, karena bulan-bulan mendatang hutang
luar negeri jatuh tempo semakin banyak, maka
diprediksikan kurs rupiah terhadap dolar akan semakin
lemah. Ramalan lain dapat pula dibuat, misalnya, harga
barang dan jasa pada bulan-bulan mendatang akan naik.
39
Pada contoh dua tadi dapat pula dibuat ramalan. Misalnya,
P E N G E T A H U A N S A I N

pada musim paceklik ini banyak pasangan suami istri yang


cerai, maka diramalkan kenakalan remaja akan meningkat.
Ramalan lain: akan semakin banyak remaja putus sekolah,
akan semakin banyak siswa yang tidak naik kelas. Tepat
dan banyaknya ramalan yang dapat dibuat oleh ilmuwan
akan ditentukan oleh kekuatan teori yang ia gunakan,
kepandaian dan kecerdasan; dan ketersediaan data di
sekitar gejala itu.

3) Teori Sebagai Alat Pengontrol


Eksplanasi merupakan bahan untuk membuat ramalan dan
kontrol. Ilmuwan, selain mampu membuat ramalan
berdasarkan eksplanasi gejala, juga dapat membuat kontrol.
Kita ambil lagi contoh tadi.
Agar kurs rupiah menguat, perlu ditangguhkan
pembayaran hutang yang jatuh tempo, jadi, pembayaran
utang diundur. Apa yang dikontrol? Yang dikontrol ialah
kurs rupiah terhadap dolar agar tidak naik. Kontrolnya

40
F I L S A F A T I L M U

ialah kebutuhan terhadap dolar dikurangi dengan cara


menangguhkan pembayaran hutang dalam dolar.
Agar kontrol lebih efektif sebaiknya kontrol tidak hanya
satu macam. Dalam kasus ekonomi ini dapat kita tambah
kontrol, umpamanya menangguhkan pembangunan proyek
yang memerlukan bahan import. Kontrol sebenarnya
merupakan tindakan-tindakan yang diduga dapat mencegah
terjadinya gejala yang tidak diharapkan atau gejala yang
memang diharapkan.
Ayah dan ibu sudah cerai. Dipredisksi: anak-anak me-
reka akan nakal. Adakah upaya yang efektif agar anak-
anak itu tidak nakal? Ada, upaya itulah yang disebut
kontrol. Dalam kasus ini mungkin pamannya, bibinya, atau
kakeknya, dapat mengganti fungsi ayah dan ibunya mereka.
Perbedaan prediksi dan kontrol ialah prediksi bersifat
pasif; tatkala ada kondisi tertentu, maka kita dapat
membuat prediksi, misalnya akan terjadi ini, itu, begini
atau begitu. Sedangkan kontrol bersifat aktif; terhadap
sesuatu keadaan, kita membuat tindakan atau tindakan-
tindakan agar terjadi ini, itu, begini atau begitu.

2. Cara Sain Menyelesaikan Masalah


Ilmu atau sain —yang isinya teori— dibuat untuk
memudahkan kehidupan. Bila kita menghadapi kesulitan
(biasanya disebut masalah), kita menghadapi dan menye-
lesaikan masalah itu dengan menggunakan ilmu (sebenarnya
menggunakan teori ilmu). 41
P E N G E T A H U A N S A I N

Dahulu orang mengambil air di bawah bukit, orang Sunda


menyebutnya di lebak. Tatkala akan mengambil air, orang
melalui jalan menurun sambil membawa wadah air. Tatkala
pulang ia melalui jalan menanjak sambil membawa wadah
yang berisi air. Itu menyulitkan kehidupan. Untuk
memudahkan, orang membuat sumur. Air tidak lagi harus
diambil di lebak. Air dapat diambil dari sumur yang dapat
dibuat dekat rumah.
Membuat sumur memerlukan ilmu. Tetapi sumur masih
menyusahkan karena masih harus menimba, kadang-kadang
sumur amat dalam. Orang mencari teori agar air lebih mudah
diambil. Lantas orang menggunakan pompa air yang
digerakkan dengan tangan. Masih susah juga, orang lantas
menggunakan mesin. Sekarang air dengan mudah diperoleh,
hanya memutar kran. Ilmu memudahkan kehidupan.
Sejak kampung itu berdiri ratusan tahun yang lalu, sampai
tahun-tahun belakangan ini penduduknya hidup dengan
tenang. Tidak ada kenakalan. Anak-anak dan remaja begitu
baiknya, tidak berkelahi, tidak mabuk-mabukan, tidak
mencuri, tidak membohongi orang tuanya. Senang sekali
bermukim di kampung itu. Tiba- tiba jalan raya melintasi
kampung itu. Listrik dipasang,
penduduk mendapat listrik dengan harga murah. Pen-
duduk senang.
Beberapa tahun kemudian, anak mereka nakal. Anak
remaja sering berkelahi, sering mabuk, sering mencuri,
sering membohongi orang tuanya. Penduduk sering bertanya
“Mengapa keadaan begini?” Mereka menghadapi
masalah.
F I L S A F A T I L M □

Mereka memanggil ilmuwan, meminta bantuannya untuk


menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Apa yang akan
dilakukan oleh ilmuwan itu? Ternyata ia melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, ia mengidentifikasi masalah. Ia ingin tahu
seperti apa kenakalan remaja yang ada di kampung itu. Ia
ingin tahu lebih dahulu, secara persis, misalnya berapa
orang, siapa yang nakal, malam atau hari apa saja
kenakalan itu dilakukan, penyebab mabuk, berkelahi dengan
siapa, dan apa penyebabnya, dsb ingin tahu sebanyak-
banyaknya atau selengkap-lrngkapnya tentang kenakalan
yang diceritakan oleh orang kampung kepadanya, ia seolah-
olah tidak percaya begitu saja pada laporan orang kampung
tersebut. Ia mengidentifikasi masalah itu. Identifikasi
biasanya dilakukan dengan cara mengadakan penelitian.
Hasil penelitian itu ia analisis untuk mengetahui secara
persis segala sesuatu di seputar kenakalan itu tadi.

43
P E N G E T A H U A N S A I N

Kedua, ia mencari teeri tentang sebab-sebab ke- nakalan


remaja. Biasanya ia cari dalam literatur. Ia menemukan ada
beberapa teori yang menjelaskan sebab- sebab kenakalan
remaja. Di antara teori itu ia pilih teori yang
diperkirakannya paling tepat untuk menyelesaikan masalah
kenakalan remaja di kampung itu. Sekarang ia tahu
penyebab kenakalan remaja di kampung itu.
Ketiga, ia kembali membaca literatur lagi. Sekarang ia
mencari teori yang menjelaskan cara memperbaiki remaja
nakal. Dalam buku ia baca, bahwa memperbaiki remaja
nakal harus disesuaikan dengan penyebabnya. Ia sudah
tahu penyebabnya, maka ia usulkan tindakan-tindakan yang
harus dilakukan oleh pemimpin, guru, organisasi pemuda,
ustadz, orang tua remaja dan polisi serta penegak hukum.
Demikian biasanya cara ilmuwan menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Itu adalah cerita tentang cara sain
menyelesaikan masalah. Cara filsafat dan mistik tentu lain
lagi. Langkah baku sain dalam menyelesaikan masalah:
identifikasi masalah, mencari teori, menetapkan tindakan
penyelesaian.
Janganlah hendaknya terlalu mengandalkan sain tatkala
timbul masalah. Ada dua sebab. Pertama, belum tentu teori
sain yang ada mampu menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Teori itu mungkin memadai pada zaman tertentu,
digunakan untuk menghadapi masalah yang
sama pada zaman yang lain, belum tentu teori itu efektif.
Kedua, belum tentu setiap masalah tersedia teori untuk
menyelesaikannya. Masalah selalu berkembang lebih cepat
daripada perkembangan teori. Ilmu kita ternyata tidak
F I L S A F A T ‫ ﻻا‬/‫اااا‬

pernah mencukupi untuk menyelesaikan masalah demi


masalah yang dihadapkan kepada kita.
Apabila sain gagal menyelesaikan suatu masalah yang
diajukan kepadanya, maka sebaiknya masalah itu diha-
dapkan ke filsafat, mungkin filsafat mampu
menyelesaikannya. Tentu dengan cara filsafat atau
mungkin
pengetahuan mistik dapat membantu. Yang terbaik ialah
setiap masalah diselesaikan secara bersama-sama oleh sain,
filsafat dan mistik yang berkerja secara terpadu.

3. Bonus
Netralitas Sain
Pada tahun 1970-an terjadi polemik antara Mukti Ali (IAIN
Yogyakarta) dengan Sadali (ITB). Mukti Ali menyatakan
bahwa sain itu netral, sementara Sadali berpendapat sain
tidak netral. Ternyata Mukti Ali hanya memancing, ia tidak
sungguh-sungguh berpendapat begitu.
Dalam ujaran Mukti Ali, waktu itu, sain itu netral,
seperti pisau, digunakan untuk apa saja itu terserah
penggunanya. Pisau itu dapat digunakan untuk mem-
bunuh (salah satu perbuatan jahat) dan dapat juga
digunakan untuk perbuatan lain yang baik. Begitulah teori-
teori sain, ia dapat digunakan untuk kebaikan dan dapat
pula untuk kejahatan. Kira-kira begitulah pengertian sain
netral itu.
Netral biasanya diartikan tidak memihak. Dalam kata
P E N G E T A H U A N S A I N

“sain netral” pengertian itu juga terpakai. Artinya: sain


tidak memihak pada kebaikan dan tidak juga pada
kejahatan. Itulah sebabnya istilah sain netral sering diganti
dengan istilah sain bebas nilai. Nah, bebas nilai (value free)
itulah yang disebut sain netral; sedangkan lawannya ialah
sain terikat, yaitu terikat nilai (value bound). Sekarang,
manakah yang benar, apakah sain seharusnya value free
atau value bound? Apakah sain itu sebaiknya bebas nilai
atau terikat nilai?
Pembaca yang terhormat, ketahuilah bahwa persoalan
ini bukanlah persoalan kecil. Ia persoalan besar karena
banyak sekali aspek kehidupan manusia yang diatur secara
langsung oleh sain. Jadi, paham bahwa sain itu netral atau
sain itu terikat (tidak netral, memihak), akan
mempengaruhi kehidupan manusia secara langsung.
Karena itu sebaiknya kita berhati-hati dalam menetap- kan
paham kita tentang ini.
Apa untungnya bila sain netral? Bila sain itu kita
anggap netral, atau kita mengatakan bahwa sain sebaik-
nya netral keuntungannya ialah perkembangan sain akan

46
F I L S A F A T I L M U

cepat terjadi. Karena tidak ada yang menghambat atau


menghalangi tatkala peneliti (1) memilih dan menetapkan
objek yang hendak diteliti, (2) cara meneliti, dan (3) tatkala
menggunakan produk penelitian.
Orang yang menganggap sain tidak netral, akan dibatasi
oleh nilai dalam (1) memilih objek penelitian, (2) cara
meneliti, dan (3) menggunakan hasil penelitian.
Tatkala akan meneliti kerja jantung manusia, orang
yang beraliran sain tidak netral akan mengambil mungkin
— jantung kelinci atau jantung hewan lainnya yang paling
mirip dengan manusia. Orang yang beraliran sain netral —
mungkin — akan mengambil orang gelandangan untuk
diambil jatungnya. Orang yang beraliran sain value bound,
dalam epistemologi akan meneliti jantung itu tidak dengan
menyakiti kelinci itu, sementara orang yang menganut sain
value free tidak akan mempedulikan apakah objek penelitian
menderita atau tidak. Orang yang beraliran sain netral akan
menggunakan hasil penelitian itu secara bebas, sedang
orang yang bermazhab sain terikat akan menggunakan
produk itu hanya untuk kebaikan saja. Jadi, persoalan
netralitas sain itu terdapat baik pada epistemologi, maupun
aksiologi sain. Sebenar- nya dalam ontologi pun demikian.
Dalam contoh di atas objek dan metode penelitian adalah
epistemologi, sedang penggunaan hasil penelitian adalah
aksiologi. Ontologinya ialah teori yang ditemukan itu.
Ontologi itu pun
netral, ia tidak boleh melawan nilai yang diyakini
kebenarannya oleh peneliti. 47
P E N G E T A H U A N S A i N

Apa kerugiannya bila kita ambil paham sain netral? Bila


kita pilih paham sain netral maka kerugiannya ialah ia
akan melawan keyakinan, misalnya keyakinan yang berasal
dari agama. Percobaan pada manusia mungkin akan
diartikan sebagai penyiksaan kepada manusia. Maka,
penganut sain tidak netral akan memilih objek penelitian
yang mirip dengan manusia. Untuk melihat proses
reproduksi, tentu harus ada pertemuan antara sperma dan
ovum. Untuk ini peneliti dari kalangan penganut sain netral
tidak akan keberatan mengambil sepasang lelaki-
perempuan yang belum nikah untuk mengadakan hubungan
kelamin yang dari situ diamati bertemunya sperma dan
ovum. Peneliti yang menganut sain tidak netral akan
melakukan itu terhadap pasangan yang telah menikah. Ini
pada aspek epistemologi.
Yang paling merugikan kehidupan manusia ialah bila
paham sain netral itu telah menerapkan pahamnya pada
aspek aksiologi. Mereka dapat saja menggunakan hasil
penelitian mereka untuk keperluan apa pun tanpa
pertimbanagan nilai.
Paham sain netral sebenarnya telah melawan atau
menyimpang dari maksud penciptaan sain. Tadinya sain
dibuat untuk membantu manusia dalam menghadapi
kesulitan hidupnya. Paham ini sebenarnya telah bermakna
bahwa sain itu tidak netaral, sain memihak pada kegunaan
membantu manusia menyelesaikan kesulitan yang dihadapi
manusia. Sementara itu, paham sain netral justru akan
memberikan tambahan kesulitan bagi manusia. Kata kunci
F I L S A F A T I L M U

terletak dalam aksiologi sain, yaitu ini: tatkala peneliti akan


membuat teori, sebenarnya ia telah berniat akan membantu
manusia menyelesaikan masalah dalam kehidupannya,
mengapa justru temuannya menambah masalah bagi
manusia? Karena ia menganut sain netral padahal
seharusnya ia menganut sain tidak netral.
Berdasarkan uraian sederhana di atas dapatlah ditarik
kesimpulan bahwa yang paling bijaksana ialah kita
memihak atau memilih paham bahwa sain tidaklah netral.
Sain itu bagian dari kehidupan, sementara kehidupan itu
secara keseluruhan tidaklah netral.
Paham sain tidak netral adalah paham yang sesuai
dengan ajaran semua agama dan sesuai pula dengan niat
ilmuwan tatkala menciptakan teori sain. Jadi, sebenarnya
tidak ada jalan bagi penganut sain netral.
Berikut dikutipkan sebagian dari tulisan Prof. Herman
Soewardi, guru besar Filsafat Ilmu Universitas Padjadjaran
Bandung. Kutipan ini dapat digunakan untuk menambah
bahan pertimbangan dalam menentukan apakah sain
sebaiknya netral atau tidak netral.
Menurut Herman Soewardi (Orasi Ilmiah pada Dies

49
P E N G E T A H U A N S A I N

Natalis IAIN Sunan Gunung Djati Bandung ke-36 8 April


2004), dari sudut pandang epistemologi, sain terbagi dua,
yaitu Sain Formal dan Sain Emperikal. Menurutnya, Sain
Formal itu berada di pikiran kita yang berupa kontemplasi
dengan menggunakan simbol-simbol, merupakan implikasi-
implikasi logis yang tidak berkesudahan. Sain Formal itu
netral karena ia berada di dalam kepala kita dan ia diatur
oleh hukum-hukum logika.
Adapun Sain Emperikal, ia tidak netral. Sain Emperikal
merupakan wujud konkret, yaitu jagad raya ini, isinya ialah
jalinan-jalinan sebab akibat. Sain Emperikal itu tidak netral
karena dibangun oleh pakar berdasarkan paradigma yang
menjadi pijakannya, dan pijakannya itu merupakan hasil
penginderaan terhadap jagad raya. Benar bahwa Sain
Emperikal itu terdiri atas logika (jalinan sebab akibat),
namun ia dimulai dari suatu pijakan yang bermacam-
macam. Fijakan itu tentulah nilai. Maka sifatnya tidak
netral. Tidak netral karena dipengruhi oleh pijakannya itu.
Selanjutnya Herman Soewardi menambahkan uraian
berikut. Barangkali kita menyangka bahwa kausalitas itu di
mana-mana sama, bisanya dirumuskan dalam bentuk
proposisi X menyebabkan Y (X —► Y). Memang begitu.
Namun, bila diamati lebih dalam, ternyata hal itu tidaklah
sederhana itu. Baiklah kita periksa pandangan David
Hume, Immanuel Kant, dan Al-Ghazali.

David Hume mengatakan bahwa dalam alam pikiran


Empiricisme tidak dapat dibenarkan adanya generalisasi
sampai munculnya hukum X —► Y. Dari suatu kejadian
sampai menjadi hukum (teori) diperlukan adanya medium yang
P E N G E T A H U A N S A I N
berupa reasoning jalinan sebab akibat yang banyak sekali. Dan
reasoning itu tidak mungkin. Tidak mungkin karena rumitnya
itu. Karena itu, hanyalah kebiasaan orang saja (tidak ada dasar
logikanya) untuk menyimpulkan setiap X akan diikuti Y.
Pendapat ini terkenal dengan istilah skeptisisme Hume. Jadi,
menurut Hume, sebab akibat itu sebenarnya tidaklah diketahui.
Immanuel Kant membantah skeptisisme Hume itu dengan
mengatakan bahwa ada pengetahuan bentuk ketiga, yaitu a
priori sintetik. Ini, menurut Herman Soewardi, adalah suatu
jalinan sintetik yang sudah ada, yang keadaannya itu
diterangkan oleh Kant secara transendental. Inilah medium
yang dicari oleh Hume, yang bagi orang Islam jalinan sintetik
itu adalah ciptaan Tuhan yang sudah ada sejak semula. Suatu
kejadian X —► Y sebenarnya terjadi di atas medium itu,
kejadian X —► Y itulah yang selanjutnya menjadi hukum
yang general.
Tampak pada kita bahwa dengan mengikuti cara
Emperisisme, siapa pun tidak akan mampu menunjukkan
medium itu. Sehubungan dengan ini Kant mengatakan
bahwa Tuhan lah yang menciptakan medium tersebut.
Tentang kemahakuasaan Tuhan itu Al-Ghazali
menyatakan lebih tandas lagi sehubungan dengan hukum X
—► Y. Kata Al-Ghazali, kekuatan X menghasilkan Y bukan
pada atau milik X itu, melainkan pada atau milik Tuhan.
Bila kapas diletakkan di atas api, kekuatan untuk
terjadinya terbakar atau tidak terbakar kapas itu bukan
pada api melainkan pada Tuhan. Terbakarnya kapas oleh
api merupakan suatu regularitas atau kebiasaan atau adat,
adat itu dari Tuhan, namun pada kejadian khusus seperti
pada Nabi Ibrahim, api tidak membakar. Karena Tuhan
pada waktu itu tidak memberikan kekuatan membakar
pada api. Ini merupakan hukum kausalitas yang sangat
fundamental, bahwa kekuatan pada penye- bab (X) adalah
kekuatan Tuhan. Sekarang, istilah yang mendunia untuk
menyatakan kekuatan Tuhan itu ialah faktor Z.
Kekuatan dari atau pada Tuhan itu, baiklah kita sebut
faktor Z, menghasilkan suatu pengertian bahwa kau- salitas
itu sifatnya berubah dari cukup (sufficient) menjadi
tergantung (contingent) pada faktor lain (dalam hal ini
Tuhan).

Dari kesimpulan itu akan muncul kesimpulan lain, yaitu


kausalitas atau linkage menjadi bergeser dari tidak
memperhitungkan kehendak Tuhan ke memperhitungkan
kehendak Tuhan. Dari sini muncul beberapa pergeseran,
yaitu:
• dari deterministik (pasti) bergeser ke stokastik (mungkin),
• dari sebab akibat terjadi pada waktu yang sama ke sebab
akibat terjadi pada waktu yang berlainan
• dari cukup (sufficient) bergeser ke tergantung
(contingent) pada faktor Z;
• dari niscaya (necessary) bergeser ke berganti
(substitutable).

Sain Formal dikatakan netral karena hukum-hukumnya


bukan dibuat oleh manusia. Hukum-hukumnya dibuat oleh
Tuhan. Hukum-hukumnya itu ada di dalam kepala kita.
Adapun Sain Emperikal, ia tidak netral. Tidak netral
karena ia dibangun berdasarkan pijakan seseorang pakar yang
mungkin berbeda dengan pakar lain. Tentang ini Thomas
Kuhn memberikan eksplanasi sebagai berikut.

DULU KINI KELAK

PARADIGMA 1 PARADIGMA 2 PARADIGMA 3


53
Sain Emperikal disebut oleh Kuhn Sain Normal
(.Normal Science). Sain Normal muncul dari paradigma
yaitu suatu pijakan, dari seseorang pakar. Dalam perkem-
bangannya Sain Normal menghadapi fenomena yang tidak
F I L S A F A T I L M U

dapat diterangkan oleh teori sain yang ada, ini disebutnya


anomali. Selanjutnya anomali ini menimbulkan krisis
(ketidakpercayaan para pakar terhadap teori itu) sehingga
akan timbul paradigma baru atau pijakan baru. Inilah
perkembangan sain, berubah dari paradigma yang satu ke
paradigma yang lain. Karena itu Sain Normal itu tidak
netral.
Masalah utama Sain Normal ialah masalah peng-
inderaan. Padahal kita tahu bahwa metode andalan —
bahkan metode satu-satunya— bagi Sain Normal ialah
observasi (dalam arti luas), sementara observasi itu sangat
mengandalkan penginderaan. Tetapi pada penginderaan
inilah kelemahan utama Sain Normal.
Menurut cara berpikir Empirisisme penginderaan
adalah modal fundamental bagi manusia untuk menge-
tahui jagad raya. Tetapi, seperti dikatakan Kuhn, yang
orang ketahui itu tidaklah bersifat tetap, melainkan
sementara dan akan berubah setelah terjadi anomali. Kini
pertayaannya ialah: Mengapa penginderaan itu ada
cacatnya sehingga pendapat para pakar itu sering tidak
sama dan sering berubah? Ini dijawab oleh Richard Tarnas.
Tarnas mengatakan bahwa di depan mata manu-
sia itu ada “lensa” yang memfilter penglihatan, “lensa” itu
dipengaruhi oleh nilai, pengalaman, keterbatasan, trauma,
dan harapan. Maka, kata Tarnas, sama dengan Kant, yang
ada di benak manusia itu bukanlah jagad raya yang
sebenarnya melainkan sesuatu jagad raya ciptaan manusia
F I L S A F A T I L M U

itu. Karena itu kausalitas yang dibangun oleh akal manusia


itu menjadi kausalitas yang terlalu seder- hana. Bila
manusia mengubah jagad raya (jagad raya buatannya),
memang manusia akan memperoleh apa yang
diharapkannya, akan tetapi seringkali disertai oleh yang
tidak diharapkannya. Kejadian ini (muncul akibat yang
tidak diharapkan) disebut antitetikal, dan akibat-akibat
yang berupa antitetikal inilah yang menimbulkan
kerusakann-kerusakan di planet kita seperti bolongnya
lapisan ozon.
Kekurangan dalam penginderaan manusia itu, me-
nurut Herman Soewardi, dapat disempurnakan oleh firman
Tuhan. Menurut Herman Soewardi, bila Sain Normal itu
netral ia akan menimbulkan 3R (resah, renggut, rusak).
Kayaknya sekarang kita telah menyaksikan kebenaran
thesis Herman Soewardi itu. Karena itu thesis tersebut
perlu mendapat perhatian.
Krisis Sain Modern
Sain modern ialah sain empirikal, yaitu sain normal
menurut Kuhn. Tulisan ini esensinya diambil dari buku
Herman Soewardi Tiba Saatnya Islam Kembali Kaffah Kuat
dan Berijtihad (Suatu Kognisi Baru tentang Islam), 1999,
Bagian Tiga Bab 14 yang berjudul Tarnas The Cisis of
Modern Science.
Pada tahun 1993, buku Tarnas yang berjudul The
55
Passion of the Western Mind, terbit. Dalam buku itu ada
sebuah bab yang berjudul The Crisis ofModern Science.
Menurut Tarnas, sedikitnya ada enam hal yang menarik
perhatian tentang sain modern. Pertama, postulat dasar
sain modern ialah space, matter, causality, dan observation,
ternyata semuanya dinyatakan tidak benar. Kedua,
dianutnya pendapat Kant bahwa yang orang katakan jagat
raya, bukanlah jagad raya yang sebenarnya, tetapi jagad
raya sebagaimana diciptakan oleh pikiran manusia. Ketiga,
determinisme Newton kehilangan dasar, orang pindah ke
stochastic. Keempat, partikel-partikel sub-atomik terbuka
untuk interpretsi spiritual. Kelima, adanya unecertainty
sebagaimana ditemukan oleh Heisenberg. Keenam,
Kerusakan ekologi dan atmosfir yang menyeluruh yang
disebut Tarnas planetary ecological crisis.
Dari enam hal yang menarik di atas Tarnas me-
nyimpulkan bahwa orang merasa tahu tentang jagad raya
padahal tidak; tidak ada jaminan orang dapat tahu; yang
dikatakan jagad raya sebenarnya menunjukkan hubungan
orang dengan jagad raya itu, atau jagad raya sebagaimana
diciptakan oleh orang itu.
Tentu saja kesimpulan Tarnas itu sangat meng-
getarkan. Mengapa sampai demikian? Tarnas menjawab
sendiri: Landasan ilmiah untuk menggambarkan jagad raya
dalam sain modern adalah sangat terbatas bahkan landasan
itu cukup berbahaya.
Maka kita bertanya, bagaimana kelanjutan sain modern
itu bila postulat-postulat dasarnya dibuktikan tidak benar,
dan terutama, bila landasan ilmiahnya ter- batas bahkan
berbahaya? Tetapi baiklah kita lihat lebih rinci mengenai
kesalahan-kesalahan sain modern itu.
Pertama, tentang space atau jagad raya. Pandangan
sekarang yang berlaku ialah bahwa space itu terbatas
(finite), tetapi lepas, bentuknya lengkung (tidak linier),
sehingga garis edar benda-benda angkasa berbentuk elips,
bukan karena tertarik gravitasi ke arah matahari
melainkan memang bentuknya lengkung. Kini, berlaku
pandangan empat dimensi space-time, bukan hanya tiga
seperti pada geometri Eucled.

Jagad raya yang kita ketahui bukanlah jagad raya yang


sebenarnya, ia adalah jagad raya ciptaan manusia. Inilah
pandangan Kant. Sekarang terbukti, penemuan-penemuan
pada mekanika kuantum menyokong pandangan Kant itu.
Maka, yang dikatakan jagad raya (space) itu hanyalah
hubungan manusia dengan jagad raya, atau jagad raya
sebagaimana tampak menurut apa yang dipertanyakan oleh
manusia.
Kedua, tentang matter atau materi. Baik Democritus
maupun Newten, memandang materi itu solid. Pandangan
sekarang menyatakan materi itu kosong. Mekanika
kuantum membuktikannya.
Ketiga, tentang kausalitas. Sain modern menganggap
kausalitas itu sederhana. Kini ditemukan bahwa partikel-
partikel saling mempengaruhi tanpa dapat dipahami
bagaimana hubungan kausalitas di antara mereka;
kausalitas itu kompleks.
Keempat, tentang uncertainty dari Heisenberg. Ternyata
observasi terhadap elektron hanya dapat dilakukan
terhadap salah satu posisi atau kecepatannya, selain itu
observer tidak dapat mengobservasinya tanpa merusaknya.
Heisenberg menemukan bahwa gerakan atom tidak dapat
keduanya ditetapkan sekaligus, posisi atau kecepatannya.
Ini mempertanyakan tentang kelemahan observasi.
Kelima, tentang partikel sub-atomik. Capra mendapati
bahwa ada semacam kecerdasan elektron, sehingga kini
fisika terbuka untuk menerima interpretasi spiritual.
57
Keenam, kerusakan ekologi menyeluruh. Ini adalah
tanda-tanda konkret adanya dampak buruk sain, ia meru-
pakan kebalikan dari yang diharapkan dari sain. Dampak
itu antara lain berupa kontaminasi air, udara, tanah, efek
buruk berganda pada kehidupan tetumbuhan dan hewan,
kepunahan berbagai species, kerusakan hutan, erosi tanah,
pengurasan air tanah, akumulasi limah yang toksik, efek
rumah kaca, bolongnya ozon, salah satu ujungnya ialah
ekonomi dunia semakin runyam.

Pengembangan Ilmu

Bila Anda bertemu dengan seseorang yang baru dilantik


menjadi rektor sesuatu perguruan tinggi dan Anda bertanya
apa program utamanya, maka Anda akan mendapat
jawaban bahwa program utamanya ialah pengembangan
ilmu. Tentu saja, karena perguruan tinggi Pada umumnya
adalah gudang ilmu. Namun, yakinlah Anda banyak orang
yang tidak memahami secara tepat apa sebenarnya
pengembangan ilmu itu, termasuk banyak juga dari
kalangan rektor yang sedang menjabat sebagai rektor.
Berikut adalah uraian yang tepat Mengenai pengembangan
ilmu, bila Anda setuju.
Jika Anda membuka Ilmu Bumi, Anda akan melihat
bahwa isinya ialah teori tentang bumi; buku Ilmu Hayat
isinya iaiah teori tentang makhluk hidup; buku Sejarah
isinya teori tentang kejadian masa lalu; buku Filsafat isinya
teori filsafat, dan begitulah selanjutnya. Jadi, isi ilmu
adalah teori.
Secara umum teori ialah pendapat yang beralasan.
Semakin banyak makan telor akan semakin sehat atau telor
berpengaruh positif terhadap kesehatan, adalah teori dalam
sain. Bila permintaan meningkat maka harga akan naik,
juga adalah teori sain. Menurut Plato, penjaga negara
(presiden dan menteri) haruslah filosof dan mereka tidak
boleh berkeluarga, jika berkeluarga maka mereka tidak
akan beres menjaga negara. Ini teori filsafat. Jika penduduk
suatu negara beriman bertakwa maka Tuhan akan
menurunkan berkah bagi mereka dari langit. Ini salah satu
teori dalam agama Islam. Jin dapat disuruh melakukan
sesuatu. Ini teori dalam pengetahuan mistik. Teori adalah
pendapat (yang beralasan).
Karena isi ilmu adalah teori, maka mengembangkan
ilmu adalah mengembangkan teorinya. Ada beberapa
kemungkinan dalam mengembangkan teori. Pertama ١
menyusun teori baru. Dalam hal ini memang belum pernah
ada teori yang muncul, lantas seseorang menemukan teori
baru. Kedua, menemukan teori baru untuk mengganti teori
lama. Dalam kasus ini, tadinya sudab ada teorinya tetapi
karena teori itu sudah tidak mampu menyelesaikan
masalah yang mestinya ia mampu menye-
lesaikannya, maka teori itu diganti dengan teori baru.
Ketiga merevisi teori lama. Dalam hal ini peneliti atau
pengembang, tidak membatalkan teori lama, tidak juga
menggantinya dengan teori baru, ia hanya merevisi, ia
hanya menyempurnakan teori lama itu. Keempat, memba-
talkan teori lama. Ia hanya membatalkan, tidak meng-
gantinya dengan teori baru. Ini aneh: ia mengurangi jumlah
teori yang sudah ada, ia membatalkan teori dan tidak
menggantinya dengan teori baru, tetapi tetap dikatakan ia
mengembangkan ilmu.
Bagaimana prosedur serta langkah-langkah pengem-

59
P E N G E T A H U A N S A I N
bangan ilmu akan amat ditentukan oleh jenis ilmunya. Itu
memerlukan organisasi, ada managernya. Itu memerlukan
biaya tinggi kadang-kadang; memerlukan tenaga yang
sedikit atau banyak; memerlukan waktu, ada yang sebentar
ada yang lama, bahkan ada yang sangat lama.

60
BAB 3
PENGETAHUAN FILSAFAT

Pada bab ini dibicarakan ontologi, epistemologi, dan


aksiologi filsafat. Ontologi membicarakan hakikat,
objek dan struktur filsafat. Epistemologi membahas
cara memperoleh dan ukuran kebenaran
pengetahuan filsafat. Aksiologi mendiskusikan
masalah kegunaan filsafat dan cara filsafat
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dibicarakan
juga pada bab ini masalah netralitas filsafat yang
akan membahas apakah filsafat itu sebaiknya netral
(value free) atau terikat (value bound).
A. Ontologi Filsafat
Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa
pengetahuan filsafat itu sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga di
sini. Yang dimaksud struktur di sini ialah cabang-cabang filsafat serta
isi (yaitu teori) dalam setiap cabang itu. Yang dibicarakan di sini
hanyalah cabang, cabang saja, itu pun hanya sebagian. Teori dalam
setiap cabang tentu sangat banyak dan itu tidak dibicarakan di sini.
Struktur dalam arti cabang-cabang filsafat sering juga disebut
sistematika filsafat.

1. Hakikat Pengetahuan Filsafat


Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak
dibicarakan lebih dulu; nanti bila orang telah banyak mempelajari
filsafat orang itu akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu
(Hatta, Alam Pikiran Yunani, 1966, I: 3). Langeveld juga65
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T

berpendapat seperti itu. Katanya, setelah orang berfilsafat sendiri,


barulah ia maklum apa filsafat itu; makin dalam ia berfilsafat akan
semakin mengerti ia apa filsafat itu (Langeveld, Menudju ke
Pemikiran Filsafat, 1961: 9).
Pendapat Hatta dan Langeveld itu benar, tetapi apa salahnya
mencoba menjelaskan pengertian filsafat dalam bentuk suatu uraian.
Dari uraian itu diharapkan pem-
baca mengetahui apa filsafat itu, sekalipun belum
lengkap. Dan dari situ akan dapat ditangkap apa itu
pengetahuan filsafat.

Poedjawijatna (Pembimbing ke Alam Filsafat, 1974: 11)


mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang
berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi
segala sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka. Hasbullah
Bakry (Sistematik Filsafat, 1971: 11) mengatakan bahwa
filsafat sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala
sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam
semesta, dan manusia, sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang
dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia
itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Definisi Poedjawijatna dan Hasbullah Bakry men-
jelaskan satu hal yang penting yaitu bahwa filsafat itu
pengetahuan yang diperoleh dari berpikir. Seperti yang
sudah dijelaskan pada Bab 1, memang ciri khas filsafat
ialah ia diperoleh dengan berpikir dan hasilnya berupa
pemikiran (yang logis tetapi tidak empiris).
Apa yang diingatkan oleh Hatta dan Langeveld memang
ada benarnya. Kita sebenarnya tidak cukup hanya dengan
F I L S A F A T I L M U

mengatakan filsafat ialah hasil pemikiran yang tidak


empiris, karena pernyataan itu memang belum lengkap
Bertnard Russel menyatakan bahwa
filsafat adalah the attempt to answer ultimate question
critically (Joe Park, Selected Reading in the Philosophy (of
Education, 1960: 3). D.C. Mulder (Pembimbing ke Dalam
Ilmu Filsafat, 1966: 10) mendefinisikan filsafat sebagai
pemikiran teoritis tentang susunan kenyataan sebagai
keseluruhan. William James (Encyclopedia of Philosophy,
1967: 219) menyimpulkan bahwa filsafat ialah a collective
name for question which have not been answered to the
satisfication of all that have asked them. Namun, dengan
mengatakan bahwa filsafat ialah hasil pemikiran yang
hanya logis, kita telah menyebutkan inti sari filsafat. Pada
Bab 1 telah saya jelaskan (cobalah lihat kembali matrik itu)
bahwa pengetahuan manusia ada tiga macam yaitu
pengetahuan sain, pengetahuan filsafat dan pengetahuan
mistik; pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis
dan tidak empiris. Jika anda orang pemula dalam filsafat,
pegang saja ini.

2. Struktur Filsafat
Hasil berpikir tentang yang ada dan mungkin ada itu tadi
telah terkumpul banyak sekali, dalam buku tebal maupun
tipis. Setelah disusun secara sistematis, itulah yang disebut
67
sistematika filsafat. Yang inilah yang saya maksud dengan
struktur filsafat.
F I L S A F A T I L M U

Filsafat terdiri atas tiga cabang besar yaitu: ontologi,


epistemologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya
merupakan satu kesatuan:
• ontologi, membicarakan hakikat (segala sesuatu); ini
berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu;
٠ epistemologi cara memperoleh pengetahuan itu;
٠ aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu.

Ontologi mencakupi banyak sekali filsafat, mungkin


semua filsafat masuk di sini, misalnya Logika, Metafisika,
Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika, Estetika, Filsafat
Pendidikan, Filsafat Hukum dan lain-lain. Epistemologi
hanya mencakup satu bidang saja yang disebut
Epistemologi yang membicarakan cara memperoleh
pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi setiap cabang filsafat.
Sedangkan aksiologi hanya mencakup satu cabang filsafat
yaitu Aksiologi yang membicarakan guna pengetahuan
filsafat. Ini pun berlaku bagi semua cabang filsafat. Inilah
kerangka struktur filsafat.
Salah satu filsafat yang masih “baru” ialah Filsafat
Perennial. Karena baru, filsafat itu diuraikan ala kadar-
nya berikut ini.
Filsafat Perennial1)
Istilah perennial berasal dari bahasa Latin perennis yang
kemudian diadopsi ke dalam bahasa Inggris perennial yang
berarti kekal (Komaruddin Hidayat dan Muhammad
Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan: Perspektif Filsafat
Perennial, 1995: 1). Dengan demikian, Filsafat Perennial
68
(Philosophia Perennis) adalah filsafat yang dipandang
dapat menjelaskan segala kejadian yang bersifat hakiki,
F I L S A F A T I L M U

menyangkut kearifan yang diperlukan dalam menjalani


hidup yang benar, yang menjadi hakikat seluruh agama
dan tradisi besar spiritualitas manusia (lihat Komaruddin
Hidayat dan M. Wahyuni Nafis, 1995: xx). Hakikat itu
menjadi inti pembicaraan Filsafat Perennial, yaitu adanya
yang suci (The Sacred) atau yang satu (The One) dalam
seluruh manifestasinya seperti dalam agama, filsafat, seni,
dan sain. Jadi, dalam definisi teknisnya Filsafat Perennial
ialah pengetahuan filsafat tentang Yang Selalu Ada (Budy
Munawar Rahman dalam Komaruddin Hidayat dan M.
Wahyuni Nafis, hal xii, xxix).

Berkaitan dengan itu, Aldous Huxley yang dalam


pertengahan abad 19 mempopulerkan istilah
perennial

1) Diadopsi dari makalah Adeng Muchtar Ghazali, mahasiswa S2 IAIN Bandung


Angkatan 1997/1998)

melalui bukunya The Perennial Philosophy mengemu kakan


bahwa hakikat Filsafat Perennial, ada tiga yaitu metafisika,
psikologi, dan etika (The Perennial Philosophy, 1.945: vii)-
Metafisika untuk mengetahui adanya hakikat realitas Ilahi
yang merupakan substansi dunia ini baik yang material,
biologis maupun intelektual. Psikologi adalah jalan untuk
mengetahui adanya sesuatu dalam diri manusia (yaitu soul)
yang identik dengan Realitas Ilahi. Dan etika adalah yang
meletakkan tujuan akhir kehidupan manusia. Dengan
demikian, maka Filsafat Perennial memperlihatkan kaitan
seluruh eksistensi yang ada di alam semesta ini dengan
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T
Realitas Ilahi itu. Realitas pengetahuan tersebut hanya dapat
dicapai melalui apa yang disebut Plotinus intelek atau soul
atau spirit yang jalannya pun hanya melalui tradisi-tradisi,-
ritus-ritus, simbol-simbol, dan sarana-sarana yang diyakini
oleh kalangan perennialis sebagai berasal dari Tuhan (lihat
Komarudin Hidayat, 1995: xxix).
Pengenalan metafisika lebih dahulu sebelum pengetahuan
lainnya mungkin disebabkan karena perkembangan filsafat
pada awalnya adalah metafisika, sehingga untuk memahami isi
alam harus dipahami lebih dahulu wujud Tuhan. Mengenai
psikologi sebagai hal kedua yang harus kenali adanya karena
kenyataan bahwa Tuhan sebagai tujuan merupakan sesuatu
yang tidak terbatas
yang hanya dapat diketahui oleh bagian dari unsur “dalam”
manusia.
Atas dasar tersebut dapat dikemukakan bahwa pembi-
caraan tentang cara mengetahui (epistemologi) objek
Filsafat Perennial sama artinya dengan pembicaraan
tentang proses batin manusia “menangkap” Realitas
Absolut itu.
Metafisika. Filsafat Perenial mengatakan bahwa
eksistensi-eksistensi tertata secara hirarkis (Frithjof
Schoun, The Trancendent Unity of Religion, 1975: 19).
Realitas selalu saling terkait, jumlahnya meningkat ketika
level-nya naik. Semakin tinggi eksistensi semakin real ia
(Houston Smith, Beyond Post-Modern, 1979:8).
Melalui Filsafat Perennial disadari adanya Yang Infinite
di balik kenyataan ini (level of reality). Juga dalam diri
manusia (level of selfhood) yang terdiri dari body, mind dan
soul, dipercayai adanya yang disebut spirit (roh). Alam
semesta dan manusia pada dasarnya hanyalah tajalli atau
penampakan Infinite atau Spirit yang dalam Islam disebut
al-Haqq (Komarudin Hidayat,1995: xxxii). Karena adanya
dua level ini maka diyakini dunia ini bersifat hirarkis.
Tingkat-tingkat eksistensi ini menjelaskan bahwa
tradisi (agama misalnya) adalah jalan yang memberi tahu
kita tentang cara menempuh “pendakian” dan tingkat
eksistensi yang lebih rendah, yaitu kehidupan sehari-hari,
ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu Tuhan melalui
pengalaman mistis atau pengalaman kesatuan.
Wujud real ini dapat disamakan dengan klaim Realisme
mengenai apa yang tampak nyata. Tetapi real di sini adalah
real dengan sendirinya. Bagi orang yang telah terbiasa
dengan Rasionalisme atau Empirisme pembe- daan ini agak
sulit dilakukan. Bukankah manusia sudah real lalu ada
realitas lain yang lebih real yang tampak?
Mengenai hal ini Houston Smith mengemukakan
alegori Plato sebagai analognya. Mengenai alegori Plato
bacalah uraian Plato mengenai manusia gua (cave man)
(lihat misalnya dalam Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, 1990:
49-50). Di dalam legenda Plato itu orang yang punya
bayangan lebih real daripada bayangannya; memang
bayangan orang itu adalah sesuatu yang real, tetapi orang
yang punya bayangan adalah lebih real dibandingkan
dengan bayangannya.
Di dalam alegori itu hendak digambarkan juga (oleh Plato)
bahwa manusia yang tidak dilengkapi dengan cahaya akan
terus berkutat pada bentuk tertentu dan tidak akan tiba

71
pada dimensi yang lebih tinggi. Hanya "cahaya" itulah
manusia akan mampu melihat adanya dimensi lain yang
lebih real daripada ia lihat sekarang.
Inti alegori itu adalah untuk menggambarkan ke-

mungkinan adanya sesuatu kehidupan yang lebih tinggi


yang sekarang sulit dipahami karena manusia tidak
mampu ikut serta dalam penampakannya. Manusia
dikelilingi oleh benda-benda, benda-benda itu membatasi
manusia untuk meningkat ke kualitas lebih tinggi.
Manusia mampu meningkat ke tingkat lebih tinggi itu
dengan kemampuan “cahaya”. Dengan demikian, jelaslah
bahwa ada hirarki realitas.
Realitas tanpa batas hanya dapat diungkapkan melalui
citra-citra. Melalui pencitraan itu realitas tanpa batas
dapat diukur dalam enam hal yakni energi, durasi, ruang
lingkup, kesatuan, nilai penting, dan kebaikan (lihat
Kemaruddin Hidayat, 1995:10). Energi atau kekuatan
misalnya, merupakan suatu pengaruh yang menyebabkan
yang lain memberikan respon atas kebe- radaannya.
William James mengatakan bahwa dikatakan real jika
sesuatu menyebabkan kita berkewajiban untuk berurusan
dengannya (William James, Some Problems ٠/ Philosophy,
1971: 101).
Suatu wujud dikatakan tak terhingga jika ia mema-
suki enam kategori di atas. Misalnya jika energi atau power
tak terhingga, ia Maha Kuasa; jika durasi tak terhingga,
72artinya durasinya tak terputus, maka ia Abadi;jika ruang
lingkupnya tak terbatas, ia Ada di mana-manajika
kesatuannya tanpa syarat, ia Murni (tidak memuat
apapun); jika nilai pentingnya diutamakan, ia menjadi
Mutlak; jika kebaikannya ditonjolkan, ia Mahasempurna.
Kesemuanya itu adalah Tuhan.
Pembicaraan mengenai objek utama Filsafat Perennial
tentu akan sulit bila tidak dihubungkan dengan alam
sebagai citraan Tuhan. Tuhan dan alam sesuai dengan
hirarkinya masing-masing harus dibicarakan. Pembicaraan
ini berakibat pada penciptaan eksistensi yang hirarkis dari
atas ke bawah, yang lebih atas berarti lebih real yaitu
Godhead atau Yang Tak Terhingga, yaitu Tuhan
menyatakan adanya level lebih real bukan berarti level di
bawahnya tidak real melainkan kurang real dibandingkan
dengan eksistensi level di atasnya.
Psikologi. Manusia adalah makhluk yang mencerminkan
alam raya, demikian juga sebaliknya. Manusia suatu saat
dapat menjadi makrokosmos pada saat yang lain menjadi
mikrokosmos. Kedua kemungkinan itu akan berpengaruh
pada penilaian mana yang lebih baik dalam hirarki
kemanusiaan. Yang terbaik dalam diri manusia adalah
yang paling “dalam,” ia adalah basis dan dasar bagi wujud
manusia. Pada basis yang paling dalam inilah kaum sufi
menemukan suatu lokus percakapan antara manusia
dengan Tuhan (lihat K. Bertens, Sejarah Filsafat Barat
Abad XX, 1983: 58).
Untuk memahami lebih jauh tentang kondisi “dalam”
manusia, Filsafat Perennial melihat dua kecenderungan
dalam manusia, yaitu Aku-Objek (me) yang bersifat

73
terbatas dan Aku-Subyek (/) yang dalam kesadarannya
tentang keterbatasan ini mampu membuktikan bahwa
dalam dirinya sendiri ia bebas dari keterbatasannya.

Filsafat Perennial yang mencoba mencari keabadian


memilih Aku-Subyek yang tak terhingga yang menengge-
lamkan diri pada pusat diri yang paling dalam, menutup
segala permukaan inderawi, persepsi maupun pemikiran,
dibungkus dalam kantung jiwa yang bersifat Ilahi, sehingga
masuk pada suatu pencapaian yang bukan jiwa, bukan
personal, melainkan Segala-Diri (all-self) yang melampaui
segala kedirian. Filsafat Perennial mengga- riskan bahwa di
dalam manusia “menginkarnasi” Tuhan yang tak terhingga,
jika manusia mampu membuang penutup-penutup akal
indrawi, membuang kerangkeng materi dan terbang
melampaui ruang dan waktu. Kondisi semacam itulah —
mungkin— yang diungkapkan oleh Gabriel Marcel
“Semakin dalam aku menjangkau diriku, semakin tampak
ia melampaui diriku” (lihat Mathias Haryadi, Membina
Hubungan antar Pribadi Berdasarkan Prinsip Partisipasi,
Persekutuan dan Cinta Menurut Gabriel Marcel, 1996: 49-
57).
Manusia mampu menangkap limpahan Aku-Subyek
yang tak terbatas di saat sedang tenggelam dalam tugas
yang tidak memberikan sedikit pun perhatian pada kepen
tingan pribadi. Dalam bahasa I-Me tidak ada lagi me yang
tersisa. Maqam itu dapat dicapai melalui empat level.
Pertama, sebuah kehidupan yang secara primer diidentik-
kan dengan kesenangan dan kebutuhan fisik (memberi atau
menerima, hidup sekedar menghabiskan umur) akan ber-
sifat atau bernilai pinggiran; kedua, seseorang yang dapat
mengembangkan perhatian pada akal, ini dapat menjadi
diri yang menarik; ketiga, jika manusia dapat beralih pada
hati, ia akan menjadi orang baik; keempat, jika ia dapat
melewatinya dan sampai ke roh, yang menjaga dari lupa
diri dan mempertahankan egalitarianisme yakni kepen-
tingan pribadi sama dengan kepentingan orang lain, ia akan
menjadi orang sempurna (Houston Smith, 1979: 18).

Filsafat Perennial bukan berarti tidak menghargai akal.


Namun dalam menghargai akal itu yang dihargai ialah
orang yang menggunakannya bukan pada kemampuan akal
itu.
Etika. Suasana batin tertentu pada tataran psikologis
ternyata sanggup menembus sampai kesejatiannya. Itu
diperoleh melalui metode-metode tertentu. Metode itu ialah
metode yang biasanya digunakan oleh pejalan mistik atau
suluk. Tetapi Filsafat Perennial tidak membahas itu secara
rinci.
Etika adalah kumpulan petunjuk untuk mengefektifkan
usaha transformasi diri yang akan memungkinkan untuk
mengalami dunia dengan cara baru. Melakukan Perubahan,
reformasi dan pengaturan akan membawa ke arah kondisi
diri yang baru, mencakup bagaimana

75
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T

prinsip-prinsip untuk mengetahui dunia secara lebih sejati dari


sekedar penampakannya apa adanya.
Isi etika adalah bentuk-bentuk kerendahhatian,
kedermawanan, ketulusan. Kerendahhatian merupakan kapasi.
tas untuk membuat jarak diri dengan kepentingan pribadinya,
menjauhkan ego sehingga ia dapat melihatnya secara objektif
dan akurat. Tiga kebaikan utama ini masing- masing berkaitan
dengan tatanan manusia. Ketulusan adalah kemampuan untuk
mengetahui benda-benda secara aktual dan objektif.
Kedermawanan adalah melihat orang lain seperti pada dirinya
sendiri, sedangkan kerendahhatian adalah melihat diri sendiri
seperti orang lain.

Filsafat Pos Modern (Post Modern Philosophy)


Di dalam literature filsafat, biasanya babakan sejarah filsafat
dibagi tiga. Pertama, Filsafat Yunani Kuno (.Ancient
Philosophy) yang didominasi Rasionalisme, kedua, Filsafat
Abad Tengah (Middle Ages Philosophy), disebut juga The
Dark Ages Philosophy (Filsafat Abad Kegelapan), yang
didominasi oleh pemikiran tokoh Kristen, ketiga Filsafat
Modern (Modern Philosophy) yang didominasi lagi oleh
Rasionalisme.
Akhir-akhir ini agaknya telah muncul babakan
keempat, yaitu Filsafat Pascamodern (Post Modern
Philosophy).

78
F I L S A F A T I L M U

Jika periode pertama didominasi rasio, periode kedua


didominasi pemikiran tokoh Kristen, periode ketiga
didominasi rasio lagi, maka pada periode keempat itu apa
yang didominasi?

Pada intinya, filsafat Pascamodern (anak-anak sering


menyebutnya Posmo) mengkritik Filsafat Modern.
Orang- orang Posmo mengatakan Filsafat Modern itu
harus didekonstruksi. Karena Filsafat Modern itu
didominasi Rasionalisme, maka yang didekonstruksi itu
adalah Rasionalisme itu.
Rasionalisme ialah paham filsafat yang mengatakan
akal itulah alat pencari dan pengukur kebenaran. Nah,
paham itulah yang didekonstruksi oleh Filsafat Posmo.
Sebenarnya, budaya Barat (yang ternyata
mengglobal) adalah budaya yang secara keseluruhan
dibagun berdasarkan Rasionalisme itu. Dan kata Capra,
memang hanya berdasarkan Rasionalisme.
Pada tahun 1880-an Nietzsche telah menyatakan
bahwa budaya Barat (ya, budaya rasional itu) telah
berada di pinggir jurang kehancuran, itu disebabkan
oleh terlalu mendewakan rasio. Pada tahun 1990an
Capra menyatakan bahwa budaya Barat itu telah
hancur , itu disebabkan oleh terlalu mendewakan rasio.
Sepertinya, tokoh-tokoh Filsafat Posmo itu ingin
menyelamatkan budaya Barat. Menurut mereka budaya
79
Barat dapat diselamatkan bila budaya Barat disusun ulang
tidak hanya berdasarkan Rasionalisme. Orang-orang Posmo
berpendapat bahwa sumber kebenaran tidak hanya rasio,
ada sumber kebenaran lain selain rasio. Agama, misalnya.
Jika digunakan agama, maka penggunaan rasio telah
termasuk di dalamnya.

Kayaknya ada baiknya budaya disusun berdasarkan


ajaran agama tetapi harus dipilih agama yang benar- benar
berasal dari Tuhan Yang Maha Pintar.

B. Epistemologi Filsafat
Epistemologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek
filsafat (yaitu yang dipikirkan), cara memperoleh penge-
tahuan filsafat dan ukuran kebenaran (pengetahuan)
filsafat.

1. Objek Filsafat

Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang


sebenarnya, yang terdalam. Jika hasil pemikiran itu
disusun, maka susunan itulah yang kita sebut Sistematika
Filsafat. Sistematika atau Struktur Filsafat dalam garis
besar terdiri atas ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

80
Isi setiap cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang
diteliti (dipikirkan)-nya. Jika ia memikirkan pendidikan
maka jadilah Filsafat Pendidikan. Jika yang dipikirkannya
hukum maka hasilnya tentulah Filsafat dan seteru Hukum,
dan seterusnya. Seberapa luas yang mungkin dapat
dipikirkan? Luas sekali. Yaitu semua yang ada dan
mungkin ada. Inilah objek filsafat. Jika ia memikirkan
pengetahuan jadilah ia Filsafat Ilmu, jika memikirkan etika
jadilah Filsafat Etika, dst.
Objek penelitian filsafat lebih luas dari objek pene- litian
sain. Sain hanya meneliti objek yang ada, sedang- kan
filsafat meneliti objek yang ada dan mungkin ada.
Sebenarnya masih ada objek lain yang disebut objek forma
yang menjelaskan sifat kemendalaman penelitian filsafat.
Ini dibicarakan pada epistemologi filsafat.
Perlu juga ditegaskan (lagi) bahwa sain meneliti objek-
objek yang ada dan empiris; yang ada tetapi abstrak (tidak
empiris) tidak dapat diteliti oleh sain. Sedangkan filsafat
meneliti objek yang ada tetapi abstrak, adapun yang
mungkin ada, sudah jelas abstrak, itu pun jika ada. Cobalah
lihat lagi matrik kita pada Bab 1.
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat
Pertama-tama filosof harus membicarakan (memper-
tanggungjawabkan) cara mereka memperoleh penge-
tahuan filsafat. Yang menyebabkan kita hormat kepada
para filosof antara lain ialah karena ketelitian mereka,
sebelum mencari pengetahuan mereka membicarakan lebih
dahulu (dan mempertanggungjawabkan) cara memperoleh
pengetahuan tersebut. Sifat itu sering kurang dipedulikan
oleh kebanyakan orang. Pada umumnya orang
mementingkan apa yang diperoleh atau diketahui, bukan81
cara memperoleh atau megetahuinya. Ini gegabah, para
filosof bukan orang yang gegabah.
Berfilsafat ialah berpikir. Berpikir itu tentu menggu-
nakan akal. Menjadi persoalan, apa sebenarnya akal itu.
John Locke (Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, II, 1973:
111) mempersoalkan hal ini. Ia melihat, pada zamannya
akal telah digunakan secara terlalu bebas, telah diguna-
kan sampai di luar batas kemampuan akal. Hasilnya ialah
kekacauan pemikiran pada masa itu.
Sejak 650 SM sampai berakhirnya filsafat Yunani, akal
mendominasi. Selama 1500 tahun sesudahnya, yaitu selama
Abad Tengah Kristen, akal harus tunduk pada keyakinan
Kristen; akal di bawah, agama (Kristen) mendominasi.
Sejak Descartes, tokoh pertama Filsafat Modern, akal
kembali mendominasi filsafat.
Descartes (1596-1650) dengan cogito ergo sum-nya
berusaha melepaskan filsafat dari dominasi agama
Kristen. Ia ingin akal mendominasi filsafat. Sejak ini
filsafat didominasi oleh akal. Akal menang lagi.
Voltaire telah berhasil memisahkan akal dengan iman.
Francis Bacon amat yakin pada kekuatan Sain dan Logika.
Sain dan Logika dianggap mampu menyelesaikan semua
masalah (Will Durant, The Story of Philosophy, 1959: 254).
Condorcet mendukung Bacon: Sain dan Logika itulah yang
penting. Kemudian pemikiran ini diikuti pula oleh pemikir
Jerman Christian Wolff dan Lessing, Bahkan pemikir-
pemikir Prancis mendramatisasi keadaan ini sehingga
akal telah dituhankan (lihat Durant, 1959: 254). Spinoza
meningkatkan kemampuan akal tatkala ia menyimpulkan
bahwa alam semesta ini laksana suatu sistem matematika
dan dapat dijelaskan secara a priori dengan cara
mendeduksi aksioma-aksioma. Filsafat ini jelas
memberikan dukungan kepada kepongahan manusia
dalam menggunakan akalnya. Karena itu tidaklah perlu
kaget tatkala Hobbes meningkatkan kemampuan akal ini
menjadi Atheisme dan Materialisme yang nonkompromis.
Sejak Spinoza sampai Diderot kepingan-kepingan iman
F I L S A F A T I L M U

telah tunduk di bawah kaidah-kaidah akliah. Helvetius


dan Holbach menawarkan idea yang "edan" itu di Prancis,
dan La Mettrie, yang menyatakan manusia itu seperti
mesin, menjajakan pemikiran ini di Jerman.

83
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T

Tatkala pada tahun 1784 Lessing mengumumkan bahwa ia


menjadi pengikut Spinoza, itu telah cukup sebagai pertanda
bahwa iman telah jatuh sampai ke titik nadirnya dan akal telah
berjaya (lihat Durant, 1959: 255).
David Hume (1711-1776) tidak begitu senang pada keadaan
ini. Ia menyatakan bila akal telah menantang manusia, maka
akan datang waktunya manusia menantang akal. Apa akal itu
sebenarnya?
Locke (1632-1704) telah meneliti akal. Ia berhasil tampil
dengan argumennya tentang kerasionalan agama Kristen.
Pengetahuan kita datang dari pengalaman, begitu katanya.
Teorinya tabula rasa menjelaskan pandangannya itu. Ia
berkesimpulan bahwa yang dapat kita ketahui hanya materi,
karena itu materialisme harus diterima. Bila penginderaan
adalah asal-usul pemikiran, maka kesimpulannya haruslah
materi adalah material jiwa.
Tidak demikian kata Uskup George Berkeley (1684- 1753),
analisis Locke itu justru membuktikan materi itu sebenarnya
tidak ada. David Hume seorang uskup Irlandia berpendapat
lain. Katanya, kita mengetahui apa jiwa itu, sama dengan kita
mengenal materi, yaitu dengan persepsi, jadi secara internal.
Kesimpulannya ialah bahwa jiwa itu bukan substansi, suatu
organ yang memiliki idea-idea; jiwa sekedar suatu nama yang
abstrak untuk menyebut rangkaian idea. Hasilnya, Hume
sudah menghancurkan mind sebagaimana Barkeley
menghancurkan materi.
Sekarang tidak ada lagi yang tersisa, dan filsafat
menemukan dirinya berada di tengah-tengah reruntuhan hasil
karyanya sendiri. Jangan kaget bila Anda mendengar kata-kata
begini: No matter never mind. Semua ini gara-gara akal. Akal
telah digunakan melebihi kapasitasnya.
Oleh karena itu Locke menyelidiki lagi, apa sebenarnya akal
itu. Di lain pihak, memang Locke berpendapat bahwa kita belum
F I L S A F A T I L M U

waktunya membicarakan masalah hakikat sebelum kita


mengetahui dengan jelas apa akal itu sebenarnya.
Tetapi baiklah, kita terima saja bahwa akal itu ada dan ia
bekerja berdasarkan suatu cara yang tidak begitu kita kenal.
Aturan kerjanya disebut Logika. Sejauh akal itu bekerja
menurut aturan Logika, agaknya kita dapat menerima
kebenarannya.
Bagaimana manusia memperoleh pengetahuan filsafat?
Dengan berpikir secara mendalam, tentang sesuatu yang abstrak.
Mungkin juga objek pemikirannya sesuatu yang konkret, tetapi
yang hendak diketahuinya ialah bagian "di belakang” objek
konkret itu. Dus abstrak juga.
Secara mendalam artinya ia hendak mengetahui bagian
yang abstrak sesuatu itu, ia ingin mengetahui

85
sedalam-dalamnya. Kapan pengetahuannya itu dikatakan
mendalam? Dikatakan mendalam tatkala ia sudah berhenti
sampai tanda tanya. Dia tidak dapat maju lagi, di situlah orang
berhenti, dan ia telah mengetahui sesuatu itu secara mendalam.
Jadi jelas, mendalam bagi seseorang belum tentu mendalam
bagi orang lain.
Seperti telah disebut di muka, Sain mengetahui sebatas
fakta empiris. Ini tidak mendalam. Filsafat ingin mengetahui di
belakang sesuatu yang empiris itu. Inilah yang disebut
mendalam. Tetapi itu pun mempunyai rentangan. Sejauhmana
hal abstrak di bekalang fakta empiris itu dapat diketahui oleh
seseorang, akan banyak tergantung pada kemampuan berpikir
seseorang. Saya misalnya mengetahui bahwa gula rasanya
manis (ini pengetahuan empirik); di belakangnya saya
mengetahui bahwa itu disebabkan oleh adanya hukum yang
mengatur demikian. Ini pengetahuan filsafat, abstrak, tetapi
baru satu langkah. Orang lain dapat mengetahui bahwa hukum
itu dibuat oleh Yang Maha Pintar. Ini sudah langkah kedua, lebih
mendalam daripada sekedar mengetahui adanya hukum. Orang
lain masih dapat melangkah ke langkah ketiga, misalnya ia
mengetahui bahwa Yang Maha Pintar itu adalah Tuhan, ia
masih dapat maju lagi misalnya mengetahui sebagian hakikat
Tuhan. Demikianlah, pengetahuan di belakang fakta empiris itu
dapat bertingkat-tingkat, dan itu menjelaskan kemendalaman
pengetahuan filsafat seseorang. Untuk mudahnya mungkin
dapat dikatakan begini: berpikir mendalam ialah berpikir tanpa
bukti empirik.
Pada uraian di atas kita mengetahui akal itu diperdebatkan
oleh ahli akal dan orang-orang yang secara in- tensip

menggunakan akalnta. Kerja akal, yaitu berpikir mendalam,

menghasilkan filsafat. Apakah dengan demikian berarti teori-


teori filsafat itu tidak ada gunanya atau nilai kebenarannya
amat rendah? Tidak juga. Ya, itulah filsafat, kadang-kadang
F I L S A F A T I L M U

filsafat diragukan oleh filsafat itu sendiri.


Jika kita ingin mengetahui sesuatu yang tidak empirik, apa
yang kita gunakan? Ya, akal itu. Apapun kelemahan akal,
bahkan sekalipun akal amat diragukan hakikat keberadaannya,
toh akal telah menghasilkan apa yang disebut filsafat.
Kelihatannya, ada satu hal yang penting di sini: janganlah hidup
ini digantungkan pada filsafat, janganlah hidup ini ditentukan
seluruhnya oleh filsafat, filsafat itu adalah produk akal dan akal
itu belum diketahui secara jelas identitasnya.

3- Ukuran Kebenaran Pengetahuan Filsafat


Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak
empiris. Pernyataan ini menjelaskan bahwa ukuran
kebenaran filsafat ialah logis tidaknya pengetahuan itu. Bila
logis benar, bila tidak logis, salah.
Ada hal yang patut Anda ingat. Anda tidak boleh menuntut
bukti empiris untuk membuktikan kebenaran filsafat.
Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis dan hanya
logis. Bila logis dan empiris, itu adalah pengetahuan sain.
Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh logis tidaknya
teori itu. Ukuran logis tidaknya tersebut akan terlihat pada
argumen yang menghasilkan kesimpulan (teori) itu. Fungsi
argumen dalam filsafat sangatlah penting, sama dengan fungsi
data pada pengetahuan sain. Argumen itu menjadi kesatuan
dengan konklusi, konklusi itulah yang disebut teori filsafat.
Bobot teori filsafat justru terletak pada kekuatan argumen,
bukan pada kehebatan konklusi. Karena argumen itu menjadi
kesatuan dengan konklusi, maka boleh juga diterima pendapat
yang mengatakan bahwa filsafat itu argumen. Kebenaran
konklusi ditentukan 100% oleh argumennya. ■
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T

C. Aksiologi Pengetahuan Filsafat


Di sini diuraikan dua hal, pertama kegunaan pengetahuan
filsafat dan kedua cara filsafat menyelesaikan masalah.
1. Kegunaan Pengetahuan Filsafat

Apa guna pengetahuan filsafat? Atau, apa kegunaan filsafat?


Tidak setiap orang perlu mengetahui filsafat. Tetapi orang
yang merasa perlu berpartisipasi dalam membangun dunia
perlu mengetahui filsafat. Mengapa? Karena dunia dibangun
oleh dua kekuatan: agama dan filsafat.
Untuk mengetahui kegunaan filsafat, kita dapat
memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, pertama
filsafat sebagai kumpulan teori filsafat, kedua sebagai filsafat
sebagai metode pemecahan masalah, ketiga, filsafat sebagai
pandangan hidup (philosophy of life).
Mengetahui teori-teori filsafat amat perlu karena dunia
dibentuk oleh teori-teori itu. Jika Anda tidak senang pada
Komunisme maka Anda harus mengetahui Marxisme, karena
teori filsafat untuk Komunisme itu ada dalam Marxisme. Jika
Anda menyenangi ajaran Syi’ah Dua Belas di Iran, maka Anda
hendaknya mengetahui filsafat Mulia Shadra. Begitulah kira-
kira. Dan jika Anda hendak membentuk dunia, baik dunia
besar maupun dunia kecil (diri sendiri), maka Anda tidak
dapat mengelak dari penggunaan teori filsafat. Jadi,
mengetahui teori-teori filsafat amatlah perlu. Filsafat sebagai
teori filsafat juga perlu dipelajari oleh orang yang akan
menjadi pengajar dalam bidang filsafat.
Yang amat penting juga ialah filsafat sebagai methodology,
yaitu cara memecahkan masalah yang dihadapi. Di sini filsafat
digunakan sebagai satu cara atau model pemecahan masalah
secara mendalam dan universal. Filsafat selalu mencari sebab
terakhir dan dari sudut pandang seluas-luasnya. Hal ini
diuraikan pada bagian lain sesudah ini.
Filsafat sebagai pandangan hidup tentu perlu juga
F I L S A F A T I L M U
diketahui. Mengapa —misalnya— salah seorang Presiden
Amerika (Bill Clinton, 1998), telah mengaku berzina, dan
masyarakatnya tetap banyak yang memberikan dukungan?
Mungkinkah hal seperti itu untuk Indonesia? Presiden
Indonesia yang mengaku berzina pasti akan dicopot oleh
masyarakat Indonesia. Mengapa berbeda? Karena masyarakat
Indonesia berbeda pandangan hidupnya dengan masyarakat
Amerika.
Filsafat sebagai philosophy of life sama dengan agama,
dalam hal sama mempengaruhi sikap dan tindakan
penganutnya. Bila agama dari Tuhan atau dari langit, maka
filsafat (sebagai pandangan hidup) berasal dari pemikiran
manusia.
Berikut uraian yang membahas kegunaan filsafat dalam
menentukan philosophy of life. Banyak orang memiliki
pandangan hidup, banyak orang yang menganggap philosophy
of life itu sangat penting dalam menjalani kehidupan.
Kegunaan Filsafat bagi Akidah2)
Akidah adalah bagian dari ajaran Islam yang mengatur cara
berkeyakinan. Pusatnya ialah keyakinan kepada Tuhan.
Posisinya dalam keseluruhan ajaran Islam sangat penting,
merupakan fondasi ajaran Islam secara keseluruhan, di atas
akidah itulah keseluruhaan ajaran Islam berdiri dan didirikan.
Keterangan seperti ini berlaku juga bagi agama selain Islam.
Karena kedudukan akidah seperti itu, maka akidah
seseorang muslim haruslah kuat, dengan kuat akidah akan
kuat pula keislamannya secara keseluruhan. Untuk
memperkuat akidah perlu dilakukan sekurang-kurangnya dua
hal, pertama, mengamalkan keseluruhan ajaran Islam secara
sungguh-sungguh, kedua, mempertajam pengertian ajaran
Islam itu. Jadi, akidah dapat diperkuat dengan pengalaman
dan pemahaman (ajaran Islam). Dapatkah filsafat
memperkuat pemahaman kita tentang Tuhan?
Thomas Aquinas (1225-1274) berusaha menyusun argumen
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T
logis untuk membuktikan adanya Tuhan. Dalam bukunya
Summa Theologia ia berhasil menyusun lima argumen tentang
adanya Tuhan.
Pertama, argumen gerak. Alam ini selalu bergerak. Gerak itu
tidak mungkin berasal dari alam itu sendiri,

2) Diadopsi dari makalah M. Fahrudin Kaha, mahasiswa S2 IAIN Bandung


Angkatan 1997/1998)
gerak itu menunjukkan adanya Penggerak. Tuhan adalah
Penggerak Pertama.
Kedua, argumen kausalitas. Tidak ada sesuatu yang
mempunyai penyebab pada dirinya sendiri, sebab itu harus di
luar dirinya. Dalam kenyataannya ada rangkaian penyebab.
Penyebab Pertama adalah Tuhan yang tidak memerlukan
penyebab yang lain.
Ketiga, argumen kemungkinan. Adanya alam ini bersifat
mungkin: mungkin ada dan mungkin tidak ada. Kesimpulan
diperoleh dari kenyataan alam ini dimulai dari tidak ada, lalu
muncul atau ada kemudian berkembang, akhirnya rusak dan
hilang atau tidak ada. Kenyataan ini menyimpulkan bahwa
alam ini tidak mungkin selalu ada. Dalam diri alam itu ada
dua kemungkinan atau ada dua potensi, yaitu ada dan tidak
ada, tetapi dua kemungkinan itu tidak akan muncul
bersamaan pada waktu yang sama. Mula-mula alam ini tidak
ada, lalu ada. Diperlukan Yang Ada untuk mengubah alam
dari tiada menjadi ada, sebab tidak mungkin muncul sesuatu
dari tiada ke ada secara otomatis. Jadi, Ada Pertama itu
harus ada. Akan tetapi Ada Pertama yang harus ada itu dari
mana? Kembali lagi kita menghadapi rangkaian penyebab
(tasalsul). Kita harus berhenti pada Ada Pertama yaitu yang
Harus Ada.
Keempat, argumen tingkatan. Isi alam ini ternyata
bertingkat-tingkat {levels). Ada yang dihormati, lebih
dihormati, terhormat. Ada indah, lebih indah, sangat indah,
dan seterusnya. Tingkat tertinggi menjadi penyebab tingkat di
F I L S A F A T I L M U

bawahnya. Api yang mempunyai panas yang tinggi menjadi


penyebab panas yang rendah di bawahnya, panas yang rendah
menjadi penyebab panas kuku di bawahnya, begitu seterusnya.
Yang Maha Sempurna adalah penyebab yang sempurna, yang
sempurna adalah penyebab yang kurang sempurna. Yang atas
menjadi penyebab yang bawah. Tuhan adalah Yang Tertinggi,
Ia Penyebab yang di bawah-Nya.
Kelima, argumen teologis. Ini adalah argumen tujuan. Alam
ini bergerak menuju sesuatu, padahal mereka tidak tahu
tujuan itu. Ada sesuatu Yang Mengatur alam menuju tujuan
alam. Itu adalah Tuhan (lihat Ahmad Tafsir, Filsafat Umum,
1997: 86-88).

Argumen yang dikemukakan Thomas Aquinas itu


sebenarnya tidak akan membawa kita memahami Tuhan
secara sempurna. Argumen-argumen itu memiliki kelemahan.
Karena itu Kant menyatakan bahwa Tuhan tidak dapat
dipahami melalui akal (ia menyebutnya akal teoritis) Tuhan
dapat dipahami melalui suara hati yang disebut moral. Adanya
Tuhan itu bersifat harus, hati saya —kata Kant— yang
mengatakan Tuhan harus ada. Kant mengatakan bahwa
adanya Tuhan bersifat imperatif. Siapa yang memerintah? Ya,
suara hati atau moral itu.
Menurut Kant indera dan akal itu terbatas kemam-
puannya. Indera dan akal (maksudnya: rasio) hanya mampu
memasuki daerah fenomena, bila indera masuk ke daerah
noumena maka ia akan sesat dalam antinomi, akal bila
memasuki daerah noumena ia akan tersesat dalam paralogism.
Daerah noumena itu hanya mungkin diarungi oleh akal
praktis, demikian kata Kant (lihat Ahmad Tafsir, 1997: 159).
Akal praktis adalah moral atau suara hati.
Menurut Kant akal teoritis (akal rasional) tidak melarang
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T

kita mempercayai Tuhan, kesadaran moral (suara hati) kita


memerintahkan untuk mempercayai-Nya. Rousseau benar
ketika ia mengatakan bahwa di atas akal rasional di kepala
ada perasaan hati; Pascal benar tatkala ia menyatakan bahwa
hati mempunyai akal miliknya sendiri yang tidak pernah dapat
dipahami oleh akal rasional (Will Durant, The Story of
Philoshopy, 1959: 278).
Argumen-argumen akliah tentang adanya Tuhan, juga
tentang yang gaib lainnya, yaitu objek-objek meta-rasional,
tidak dapat dipegang kebenarannya; bila akal (rasio) masuk ke
daerah ini ia akan tersesat ke dalam paralogisme. Inilah
pendirian Kant. Argumen akliah tentang ini lemah. Kant
mengemukakan contoh argumen yang sering dikemukakan
theolog rasionalis untuk membuktikan adanya Tuhan, yaitu
argumen pengaturan alam semesta.
Di dalam argumen ini dikatakan bahwa alam ini teratur,
yang mengatur adalah Maha Pengatur, yaitu Tuhan. Alam
teratur, memang, kata Kant. Banyak isi alam ini yang begitu
teratur yang dapat membawa kita kepada kesimpulan adanya
Tuhan yang mengaturnya. Akan tetapi, kata Kant, kita juga
menyaksikan bahwa alam ini mengandung juga banyak
ketidakteraturan, kekacauan, bahkan menyebabkan kesulitan
dan kematian. Jadi, terdapat perlawanan. Inilah salah satu
contoh paralogisme itu. Kant mengakui bahwa keteraturan itu
memang ada bila alam itu dilihat secara keseluruhan, akan
tetapi itu pun tidak kuat untuk dijadikan bukti adanya Sang
Pengatur. Tuhan tidak dapat dibuktikan adanya dengan akal
teoritis (maksudnya rasio). Inilah thesis utama Kant dalam hal
ini (lihat lebih jauh Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, 1997: 162).
Agaknya kita dapat menyimpulkan bahwa filsafat (dalam
hal ini akal logis) dapat berguna untuk memperkuat keimanan,
ini menurut sebagian filosof, seperti Thomas Aquinas; tetapi
F I L S A F A T I L M U

menurut filosof lain, seperti Kant, bukti-bukti akliah (dalam


arti rasio) tentang adanya Tuhan sebenarnya lemah, bukti
yang kuat adalah suara hati. Suara hati itu memerintah,
bahakan rasio pun tidak mampu melawannya.
Berikut adalah uraian lain yang mengupas kegunaan
filsafat bagi pengembangan hukum islami.
Kegunaan Filsafat bagi Hukum 3)
Istilah hukum islami sering rancu. Kadang-kadang hukum
islami itu diartikan syari’ah, kadang-kadang fikih (fiqh). Yang
dimaksud di sini ialah fikih.
Fikih secara bahasa berarti mengetahui. Al-Qur’an
menggunakan kata al-fiqh dalam pengertian memahami atau
paham. Pada zaman Nabi Muhammad SAW kata al- fiqh itu
tidak hanya berarti paham tentang hukum tetapi paham
dalam arti umum. Faqiha artinya paham, mengerti, tahu.
Dalam perkembangan terakhir fikih dipahami oleh
kalangan pakar ushul al-fiqh sebagai hukum praktis hasil
ijtihad. Sementara di kalangan pakar fikih, al-fiqh dipahami
sebagai kumpulan hukum islami yang mencakup semua aspek
syar’iy baik yang tertuang secara tekstual maupun hasil
penalaran terhadap sesuatu teks. Itulah sebabnya di kalangan
ahli ushul al-fiqh konsep syariah dipahami sebagai teks syar’iy
yakni Al-Qur’an dan al-Sunnah yang tetap dan tidak pernah
mengalami perubahan.
Butir-butir aturan dan ketentuan hukum yang ada dalam
fikih pada garis besarnya mencakup tiga unsur

1 Diadopsi dari makalah Didi Mashudi, mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan


1997/1998)
pokok. Pertama, perintah seperti shalat, zakat puasa, dan
sebagainya. Kedua, larangan, seperti larangan musyrik, zina
dan sebagainya. Ketiga, petunjuk, seperti cara shalat, cara
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T

puasa, dan sebagainya.


Keseluruhan unsur pokok di atas bila dilihat dari sudut
sifatnya, ia dapat dibagi dua. Pertama, bersifat tetap, tidak
terpengaruh oleh kondisi tertentu, seperti sebagian aqidah dan
seluruh ibadah mahdhah; dalam hal ini ijtihad tidak berlaku
padanya. Kedua, yang bersifat dapat berubah sesuai dengan
kondisi tertentu, inilah bidang ijtihad.
Tujuan utama diturunkannya hukum islami (fikih) ialah
untuk menciptakan kemaslahatan hidup manusia, yang
dimaksud kemaslahatan ialah kebaikan. Jelasnya,
pembentukan fikih itu sejalan dengan tuntutan kemaslahatan
manusia.
Untuk menjamin kemaslahatan itu ditetapkan beberapa
asas hukum islami, yaitu:

'Adam al-haraj, artinya tidak sulit dalam melaksanakannya


(QS. 7: 157);
Al-Takhlif, ringan serta mampu dilaksanakan (QS. 2: 286; 4:
28);
Al-Taysir, mudah sesuai kemampuan (QS. 2: 185; 22: 78).

84
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T

Itu berarti hukum islami dibentuk atas dasar prinsip


menghilangkan kesempitan karena kesempitan itu
menyebabkan kesulitan. Prinsip lain yang mendasari hukum
islami ialah daf’ al-dlarar, menghilangkan bahaya (QS. 2:
25,195; 4: 12; 2: 231). Prinsip lain lagi ialah al- ta’assuf fi
isti’mal al-haqq yakni boleh melakukan sesuatu asal tidak
membahayakan yang lain (QS. 2: 223; 65: 6; 7: 31; 5: 87). Dari
sini lahirlah kaidah ushul al-fiqh yang berbunyi “menolak
bahaya didahulukan daripada mengambil maslahat.”
Hukum islami yang dijadikan aturan beramal ada di dalam
fikih sebagai kumpulan hukum. Fikih (dalam arti kumpulan
hukum) itu dibuat berdasarkan kaidah-kaidah hukum (yang
berfungsi sebagai teori) yang digunakan dalam menetapkan
hukum tersebut. Ternyata kaidah-kaidah pembuatan hukum
(ushul al-fiqh) itu dibuat berdasarkan teori-teori filsafat.
Karena itu manthiq (mantik, logika) amat penting bagi ulama
ushul al-fiqh.
Selain dalam ushul al-fiqh filsafat berguna juga dalam
menafsirkan teks dan memberikan kritik ideologi.
Dalam menafsirkan teks wahyu atau teks hadis yang akan
dijadikan sumber aturan hukum. Misalnya dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an dan al-Sunnah yang zhanniy yang
penafsirannya kadang-kadang memerlukan ta’wil dan
penafsiran metaforis;
Dalam memberikan kritik ideologi, yakni menggunakan
fungsi kritis filsafat, Pemikiran cara filsafat amat diperlukan
dalam menganalisis ideologi secara kritis, mempertanyakan
dasarnya, memperlihatkan implikasinya dan membuka kedok
84 yang mungkin berada di belakangnya. Dalam hal ini filsafat
itu dapat melakukan dua hal. Pertama, kritik terhadap ideologi
saingan yang akan merusak Islam atau masyarakat Islam,
kedua kritik terhadap hukum islami, misalnya
mempertanyakan apakah benar hukum itu seperti itu, apakah
itu sesuai dengan esensi yang dikandung oleh teks yang
dijadikan dasar hukum tersebut.
Kesimpulannya, memang benar, filsafat, khususnya filsafat
sebagai metodologi, berguna bagi pengembangan hukum dalam
hal ini hukum islami.
Bagi perkembangan bahasa pun filsafat ada gunanya.
Cobalah renungkan uraian berikut ini.

Kegunaan Filsafat bagi Bahasa1


Disepakati oleh para ahli bahwa bahasa berfungsi sebagai alat
untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran.
Terlihat adanya hubungan yang erat antara bahasa dan
pikiran. Ahmad Abdurrahman Hamad (Al-‘Alaqah bayn al-
Lughah wa al-Fikr, dar al-Ma’rifah al-Jami’iyyah 1985: 17)
menggambarkan hubungan itu bagaikan satu mata uang yang
mempunyai dua sisi. Aristoteles, sebagai- mana dikutip Hamad
(1985: 32) menggambarkan hubungan antara bahasa dan
pemikiran (logika) sebagai hubungan antara hitungan dan
angka, hubungan itu adalah hubungan interdependen.
Tatkala bahasa berfungsi sebagai alat berpikir ilmiah
muncul problem yang serius, ini diselesaikan —antara lain—
dengan bantuan filsafat. Begitu juga tatkala pemikiran
(filsafat) sampai pada rumusan konsep yang rumit, bahasa
juga mengalami persoalan, yaitu bahasa sering kurang mampu
menggambarkan isi konsep itu. Bahasa dalam hal ini harus
mencari kata dan susunan baru untuk menggambarkan isi

1Diadopsi dari makalah Tarmana Abdul Qasim, mahasiswa S2 IAIN Bandung


Angkatan 1997/1998)

96
F I L S A F A T I L M U

konsep itu.
Di antara problem yang dihadapi bahasa ialah dalam
pemeliharaannya. Bahasa sering tidak mampu membebaskan
diri dari gangguan pemakainya. Orang awam sering merusak
bahasa, mereka menggunakan bahasa tanpa mengikuti kaidah
yang benar. Kerusakan bahasa tersebut biasanya disebabkan
oleh tidak digunakannya kaidah logika. Logika itu filsafat.
Filosof adalah “prototype” orang bijaksana. Orang bijaksana
tentu harus menggunakan bahasa yang benar.

85
Bahasa yang benar itu akan mampu mewakili konsep logis
yang dibawakannya. Karena itu pada Logika-lah kita
menemukan kaitan erat antara bahasa dan filsafat. Dan pada
Logika pula kita temukan manfaat konkret bahasa. Peran
Logika dalam bahasa ialah memperbaiki bahasa, Logika dapat
mengetahui kesalahan bahasa. Peran ini diakui oleh Ibrahim
Madkur sebagaimana dikutip oleh Ibrahim Samirra’i (Fiqh al-
Lugah al-Muqarran, tt: 18) yang mengatakan bahwa kaidah
bahasa —khususnya bahasa Arab, tepatnya Nahwu— telah
dipengaruhi oleh Logika Aristoteles dalam beberapa hal.
Pertama, mengggunakan kias atau analogi sebagai kaidah
dalam Nahwu sebagaimana digunakan dalam Logika.
Pembagian kata menurut Sibawayh menjadi ism, fi’l, hurf
mungkin dipengaruhi oleh pembagian Aristoteles kata benda,
kata kerja, dan adat. Kedua, munculnya Nahwu Siryani pada
sekolah Nashibayn pada abad ke-6 Masehi bersamaan dengan
munculnya pakar Nahwu yang pertama.
Kekeliruan dalam berbahasa melahirkan kekeliruan dalam
berpikir. Berikut beberapa contohnya (lihat Mundiri, Logika,
1994: 194). Pertama, kekeliruan karena komposisi. Misalnya
kekeliruan dalam menetapkan sifat Pada bagian untuk
menyifati keseluruhan, seperti “Setiap kapal perang suatu
negara telah siap tempur, maka keseluruhan angkatan laut
telah siap tempur” atau “Mur ini sangat ringan karena itu
mesin ini sangat ringan
pula”, Kedua, kekeliruan dalam pembagian atau devisi, yaitu
kekeliruan karena menetapkan sifat keseluruhan maka keliru
pula dalam menetapkan sifat bagian. Misalnya, “Kompleks
perumahan ini dibangun pada daerah yang sangat luas

98
tentulah kamar-kamar tidurnya luas juga”, Ketiga, kekeliruan
karena tekanan. Ini terjadi dalam pembicaraan tatkala salah
dalam memberikan tekanan dalam pengucapan. Misalnya,
“Karena kekenyangan ia tertidur”, bila tekanan pada
kekenyangan (“Karena kekenyangan ia tertidur”), maka arti
kalimat itu akan berbeda dari kalimat yang pertama: yang
pertama biasa, yang kedua mengejek. Keempat, kekeliruan
karena amfiboli. Amfiboli terjadi bila kalimat itu mempunyai
arti ganda. Contohnya seperti “Mahasiswa yang duduk di kursi
paling depan...” Mahasiswa yang paling depan atau kursinya,
dua-duanya mungkin.
Kesimpulannya ialah filsafat sangat berperan dalam
menentukan kualitas bahasa. Tanpa peran serta filsafat (logika)
kekeliruan dalam bahasa tidak mungkin dapat diperbaiki.
Selain itu perkembangan berpikir atau filsafat akan diikuti
oleh perkembangan bahasa. Kata al-muru'ah asalnya ialah al-
mar’u yang berarti seorang lelaki tulen (al-mar’u al-muktamil).
Jadi kata itu hanya menunjukkan pada seseorang. Tetapi
dalam filsafat kata itu sudah mengandung banyak arti seperti
potensi, kekuatan,
semangat, perasaan lelaki, pemberani, amanah, dan lain- lain.
Kata al-‘aql, arti awalnya ialah tali, alat pengikat. Kata Nabi
SAW. i’qilha wa tawakkal, ikat untamu lalu tawakkal. I’qil dari
kata al-‘aql. Dalam filsafat, akal memiliki pengertian jauh lebih
luas dari pada itu. Kata akidah (‘aqidah) demikian juga.
Contoh-contoh itu menjelaskan bahwa filsafat berhubungan
dengan bahasa. Hubungan itu sangat erat bahkan menjelaskan
bahwa perkembangan filsafat mempengaruhi perkembangan

99
bahasa, mungkin juga sebaliknya. Kesimpulannya: filsafat
berguna bagi bahasa.

2. Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah

Kegunaan filsafat yang lain ialah sebagai methodology,


maksudnya sebagai metode dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah bahkan sebagai metode dalam
memandang dunia (world view).
Dalam hidup kita, kita menghadapi banyak masalah.
Masalah artinya kesulitan. Kehidupan akan dijalani lebih enak
bila masalah itu terselesaikan. Ada banyak cara dalam
menyelesaikan masalah, mulai dari yang amat sederhana
sampai yang rumit.
Ada rapat di sebuah RT. Yang dibicarakan masalah
keamanan. Pak ketua RT menyatakan bahwa akhir-akhir
ini di kampung kita banyak pencurian, tidak seperti biasanya.
Menanggapi itu hampir semua orang hadir mengusulkan agar
ronda malam dipergiat. Inilah kira-kira cara orang awam
menyelesaikan masalah.
Di situ ada seorang yang berpendapat lain. Ia bertanya
apa saja barang yang biasanya dicuri, sejak bulan apa, pada
pukul berapa biasanya terjadi. Lantas ia mengusulkan selain
menggiatkan ronda, sebaiknya digiatkan juga pengajian. Ia
melakukan identifikasi lebih dahulu, lantas ia melihat
penyebab lebih mendasar. Ia pikir, bila perondanya bermoral
buruk, bisa-bisa peronda itu sendiri yang mencuri. Orang ini
ilmuwan. Kira-kira beginilah penyelesaian Sain. Filsafat pun
memiliki cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah.

100
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T

Sesuai dengan sifatnya, filsafat menyelesaikan masalah


secara mendalam dan universal. Penyelesaian filsafat bersifat
mendalam, artinya ia ingin mencari asal masalah. Universal,
artinya filsafat ingin masalah itu dilihat dalam hubungan
seluas-luasnya agar nantinya penyelesaian itu cepat dan
berakibat seluas mungkin.
Banyak orang Islam tidak menyenangi sebagian budaya
Barat, khususnya tentang kebebasan seks. Mereka
mengatakan kebebasan seks harus diberantas- Ini
penyelesaian langsung. Sedikit mendalam bila kita
mengusulkan perketat masuknya informasi dari Barat
terutama yang menyangkut kebebasan seks, atau kita

104
mengusulkan sensor film diperberat. Filsafat belum
puas dengan penyelesaian itu. Lalu bagaimana?
Filsafat mempelajari asal usul kebebasan seks itu.
Ditemukan, itu muncul dari paham Hedonisme. Maka kita
perangi paham itu. Filosof lain belum juga puas, karena
menurutnya Hedonisme itu belum penyebab paling awal,
Hedonisme itu sebenarnya turunan Pragmatisme.
Pragmatisme itu bersama dengan Liberalisme lahir dari
Rasionalisme. Karena itu filosof ini mengatakan yang paling
strategis ialah memerangi Rasionalisme itu. Apakah
Rasionalisme itu penyebab pertama munculnya kebebasan
seks? Untuk sementara, agaknya ya. Maka untuk
memberantas kebebasan seks kita harus menjelaskan bahwa
Rasionalisme itu adalah pemikiran yang salah.

Penyelesaian ini mendalam, karena telah menemukan


penyebab yang paling asal. Penyelesaian itu juga universal,
karena yang akan diperbaiki pada akhirnya kelak bukan
hanya persoalan kebebasan seks, hal-hal lain yang merupakan
turunan Rasionalisme juga akan dengan sendirinya hilang.
Bonus
Tulisan berikut tidak lagi masuk Bab Aksiologi. Ini merupakan
konsep-konsep tercecer. Dikumpulkan di sini karena dirasa
perlu. Diberi judul bonus.

Cara orang Umum Menilai


Ada tiga cara orang menilai suatu pendapat atau pernyataan.
Pertama, ia menilai berdasarkan ketidaktahuannya tentang
itu, ketidaktahuannya itulah yang dijadikannya ukuran.
Kedua, menilai dengan menggunakan pendapatnya sebagai
ukuran. Ketiga, menilai dengan menggunakan pendapat

105
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T
umumnya pakar sebagai alat ukur.
Sebagai contoh, ada orang mengatakan bahwa jin dapat
disuruh. Orang tipe pertama langsung menyatakan “itu tidak
mungkin” dan alasannya ialah memang ia tidak tahu bahwa
jin dapat disuruh melakukan sesuatu. Ketidaktahuannya
(dalam hal ini bahwa jin dapat disuruh) yang dijadikan alas an
menolak pernyataan itu. Aneh kan? Menolak pendapat dengan
alasan ketidaktahuan bahwa itu memang begitu.
Sebenarnya bila kita tidak tahu hanya ada dua hal yang
layak dilakukan, pertama, diam, kedua, mempelajarinya.
tipe kedua mengadakan studi tentang jin. Hasil yang ia
peroleh menyatakan bahwa jin memang tidak dapat disuruh.
Nah, pendapatnya inilah yang dijadikan alasan menolak
pernyataan tadi (jin dapat disuruh). Cara kedua inipun masih
lemah. Lemah, karena ia sebenarnya tidak punya lasan,
mandat, untuk menggunakan pendapatnya sebagai pengukur
kebenaran suatu pernyataan. Dus, ia berpendapat
berdasarkan pendapatnya. Tipe ketiga adalah golongan yang
sedikit, mereka mempelajari pendapat para ahli bidang jin.
Mereka kumpulkan pendapat para pakar jin itu. Berdasarkan
pendapat pakar pada umumnya mereka menerima atau
menolak pernyataan bahwa jin dapat disuruh.
Jadilah orang tipe pertama: diam. Jadilah tipe kedua:
mempelajarinya. Terbaik: jadilah tipe ketiga, yaitu
mempelajarinya secara luas dan mendalam, lantas
mengemukakan pendapat berdasarkan pendapat pakar pada
umumnya dalam bidang itu.

106
F I L S A F A T I L M U

Netralitas Filsafat
Tatkala menjelaskan netralitas sain kita berkesimpulan
seharusnya sain itu tidak netral artinya sain itu seharusnya
tidak bebas nilai. Filsafat bagaimana?
Ada berbagai hal yang menarik untuk diperhatikan
mengenai pertanyaan itu. Pertama, dalam filsafat ada Filsafat
Nilai atau Etika. Filsafat Etika adalah cabang filsafat yang
khusus membicarakan nilai, yaitu nilai baik, buruk. Karena
etika membicarakan nilai maka pastilah etika itu tidak bebas
nilai. Adalah mungkin nilai yang digunakan dalam etika itu
bukan nilai dari agama, tetapi tetap saja ia tidak netral karena
ia telah membicarakan buruk dan baik.
Kedua, filsafat itu adalah pemikiran orang, karena
pemikiran orang maka tidaklah mungkin orang itu netral
dalam berpikir; sekurang-kurangnya hasil pemikiran itu telah
berpihak pada pemikir itu. Berbeda dengan sain. Peneliti sain
tidak berpikir, teori sain disusun berdasarkan data yang
terkumpul bukan disusun berdasarkan pemikiran peneliti.
Ketiga, masih ada kemungkinan netralnya filsafat, yaitu
pada logika. Mungkin saja logika itu netral. Untuk me-
mastikan ini kita dapat menganggap logika itu esensinya sama
dengan esensi matematika. Nah, jika matematika dapat
dianggap netral, maka logika juga dapat netral.
Seandainya Logika kita anggap netral, itu bukan berarti
filsafat itu netral, sebab masih menjadi persoalan apakah
logika itu filsafat atau bukan filsafat. Jika Anda termasuk yang
berpandangan bahwa logika itu adalah bagian dari filsafat,
maka Anda harus berpendapat bahwa sebagian dari filsafat

107
P E N G E T A H U A N F I L S A F A T
adalah netral.

108
F I L S A F A T I L M U

BAB 4
PENGETAHUAN MISTIK
Harap Anda lihat Bab 1. Di situ ada pengetahuan Sain, ada
pengetahuan Filsafat, dan ada pengetahuan Mistik.
Pengetahuan Sain adalah pengetahuan yang logis-empiris
tentang objek yang empiris. Pengetahuan Filsafat adalah
pengetahuan logis (dan hanya logis) tentang objek yang abstrak
logis. Kata logis di sini dapat dalam arti rasional dapat juga
dalam arti supra-rasional. Pengetahuan Mistik adalah
pengetahuan supra-rasional tentang objek yang supra-rasional.
Berikut ini ditambahkan uraian tentang pengetahuan mistik
tersebut.
Diuraikan berikut ini ontologi pengetahuan mistik,
epistemologi pengetahuan mistik, dan aksiologi pengetahuan
mistik.
A. Ontologi Pengetahuan Mistik
Diuraikan di sini hakikat pengetahuan mistik dan struktur
pengetahuan mistik.

1. Hakikat Pengetahuan Mistik


Mistik adalah pengetahuan yang tidak rasional; ini pengertian
yang umum. Adapun pengertian mistik bila dikaitkan dengan
agama ialah pengetahuan (ajaran atau keyakinan) tentang
Tuhan yang diperoleh melalui meditasi atau latihan spiritual,
bebas dari ketergantungan pada indera dan rasio (A.S. Hornby,
A Leaner’s Dictionary of Current English, 1957: 828).
Pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang tidak dapat
dipahami rasio, maksudnya, hubungan sebab akibat yang
terjadi tidak dapat dipahami rasio. Pengetahuan ini kadang-
kadang memiliki bukti empiris tetapi kebanyakan tidak dapat
dibuktikan secara empiris.
Di dalam Islam, yang termasuk pengetahuan mistik ialah
pengetahuan yang diperoleh melalui jalan tasawuf.
Pengetahuan yang diperoleh misalnya tercakup dalam istilah
ma’rifah, al-ittihad, atau hulul. Pengetahuan mukasyafah, juga
adalah pengetahuan mistik dalam tasawuf yang diperoleh
memang bukan melalui jalan indera atau jalan rasio.
Kekebalan juga termasuk pengetahuan mistik karena tidak
dapat diterangkan melalui logika sebab-akibat. Orang dapat
kebal karena latihan-latihan tertentu dan bekerjanya hasil
latihan itu tidak dapat dipahami oleh rasio. Yang tidak dapat
dipahami oleh rasio ialah hubungan sebab akibatnya atau
mengapanya. Tetapi pengetahuan ini (kekebalan) dapat
dibuktikan secara empiris.
Sufi besar ternyata tidak kagum terhadap kekebalan atau
yang sejenis dengan itu. Pada suatu ketika ada orang yang
menyampaikan berita kepada Abu Yazid bahwa si fulan dapat
pergi ke Mekah hanya dalam tempo satu malam saja. Abu
Yazid menjawab, apa yang harus diherankan, setan juga dalam
tempo sekejap dapat pergi dari barat ke timur, padahal ia
dilaknat Allah. Pada waktu yang lain ada orang yang
menyampaikan berita lain kepada Abu Yazid bahwa si fulan
dapat berjalan di atas air. Abu Yazid menjawab, ular pun
dapat berjalan di atas air dan bahkan dapat berada di dalam
air dan burung dapat terbang di angkasa (Abu al-Siraj al-
Thusy, Al-Luma, 1996: 400).
Pengetahuan mistik (sebenarnaya pengetahuan yang
bersifat mistik) ialah pengetahauan yang supra-rasional tetapi
kadang-kadang memiliki bukti empiris.
2. Struktur Pengetahuan Mistik
Dilihat dari segi sifatnya kita membagi mistik menjadi dua,
yaitu mistik biasa dan mistik magis.
Mistik-biasa adalah mistik tanpa kekuatan tertentu Dalam
Islam mistik yang ini adalah tasawuf. Mistik magis ialah
mistik yang mengandung kekuatan tertentu dan biasanya
untuk mencapai tujuan tertentu. Mistik- magis ini dapat
dibagi dua yaitu mistik-magis-putih dan mistik-magis-hitam.
Mistik-magis-putih dalam Islam contohnya ialah mukjizat,
karamah, ilmu hikmah, sedangkan mistik-magis-hitam
contohnya ialah santet dan sejenisnya yang menginduk ke
sihir, bahkan boleh jadi mistik-magis-hitam itu dapat disebut
sihir saja. Berikut adalah uraian tentang mistik-mistik itu,
disarikan dari makalah yang ditulis oleh Ajid Thohir, maha-
siswa S2 IAIN Bandung angkatan 1997/1998.
Istilah mistik-magis-putih dan mistik-magis-hitam
digunakan sekedar untuk membedakan kriterianya. Orang
menganggap mistik-magis-putih adalah mistik magis yang
berasal dari agama langit (Yahudi, Nasrani, Islam), sedangkan
mistik-magis-hitam berasal dari luar agama itu. Dalam
praktiknya keduanya memiliki kegiatan yang relatif sama,
nyaris hanya nilai filsafatnya saja yang berbeda. Kesamaan itu
terlihat karena mistik- magis-putih menggunakan wirid, do’a
sedangkan mistik-

113
magis-hitam menggunakan mantra, jampi, yang keduanya
pada segi praktik sama. Kemiripan juga terlihat pada segi lain:
mistik-magis-putih menggunakan wafaq-wafaq dan isim-isim
sedangkan mistik-magis-hitam menggunakan rajah-rajah dan
jimat. Wafaq, isim, rajah, jimat sama menggunakan benda-
benda (material) sebagai perwujudan kekuatan supranatural.
Perbedaan mendasar ada pada segi filsafatnya. Mistik-
magis-putih selalu dekat dan berhubungan dan bersandar pada
Tuhan, sehingga dukungan Ilahi sangat menentukan. Hal ini
berjalan sejak kenabian, pada nabi magis-putihnya ialah
mukjizat, pada pemilik magis putih selain Nabi disebut
karamah. Kekuatan supranatural pada nabi ada juga yang
ditunjukkan melalui benda seperti mukjizat Nabi Musa. Dalam
benda seperti itu telah terdapat kekuatan ilahiah (Ibn
Khaldun, Muqaddimah, 1986: 690).
Rasulullah SAW pernah menggunakan mistik-magis- putih
yaitu tatkala Abu Bakar disengat binatang berbisa di Gua Tsur
saat mereka bersembunyi di sana. Rasulullah niembacakan
beberapa ayat al-mu'awwidzatain (surat al- Nas dan al-Falaq)
kemudian menyemburkannya pada luka sengatan dan atas
izin Allah sembuh seketika. Kenyataan seperti ini masih
dipraktikkan sampai sekarang oleh pemegang mistik-magis-
putih yang sering disebut sebagai ahli hikmah. Penyebutan
ahli hikmah bagi mereka
merupakan suatu esensi yang mendasari kegiatan itu secara
filosofis: mereka dekat dengan Tuhan dan mengetahui hikmah
kedekatan itu. Ini menjelaskan sebagian dari epistemologi
magis putih serta aksiologinya.
Mistik-magis-hitam selalu dekat, bersandar dan
bergantung pada kekuatan setan dan roh jahat. Menurut Ibn

114
Khaldun (1986: 684) mereka memiliki kekuatan di atas rata-
rata manusia, kekuatan mereka itu memungkinkan mereka
mampu melihat hal-hal gaib, karena dukungan setan dan/atau
roh jahat tadi. Jiwa-jiwa yang memiliki kemampuan magis ini
dapat digolongkan menjadi tiga.

Pertama, mereka yang memiliki kemampuan atau


pengaruh melalui kekuatan mental atau himmah. Itu
disebabkan jiwa mereka telah menyatu dengan jiwa setan atau
roh jahat. Para filosof menyebut mereka ini sebagai ahli sihir
dan kekuatan mereka luar biasa.
Kedua, mereka yang melakukan pengaruh magisnya dengan
menggunakan watak benda-benda atau elemen- elemen yang
ada di dalamnya, baik benda angkasa atau benda yang ada di
bumi. Inilah yang disebut jimat-jimat yang biasa disimbolkan
dalam bentuk benda-benda material atau rajah.
Ketiga, mereka yang melakukan pengaruh melalui
kekuatan imajinasi sehingga menitnbulkan
berbagai fantasi pada orang yang dipengaruhi. Kelompok ini
disebut kelompok pesulap (sya’badzah).
Uraian itu menjelaskan sebagian dari epistemologi dan
aksiologi mistik-magis-hitam.
Karena secara filosofis dua kelompok ini berbeda dalam
epistemologi dan aksiologi maka kita dengan jelas dapat
membedakan keduanya. Keduanya menggambarkan realitas
manusia: baik dan jahat, mukmin dan kafir, memegang yang
haq dan mengambil yang bathil. Maka wajar bila mereka
memperoleh sebutan yang satu putih dan yang satu hitam.

115
P E N G E T A H U A N M I S T I K

B. Epistemologi Pengetahuan Mistik


Bagaimana pengetahuan mistik diperoleh? Objek empiris
dapat diketahui sain, objek abstrak-rasional dapat diketahui
filsafat, sisanya, yaitu yang abstrak-suprasional diketahui
dengan apa? Dengan mistik. “Mistik disini bukan lagi kata
sifat tetapi nama, sejajar dengar sain dan filsafat.
Manusia ingin tahu. Ia ingin tahu apa rasa tebu. Ia
cicipi, tahulah ia tebu rasanya manis. Ini pengetahuan
empiris. Inilah pengetahuan sain. Manusia ingin tahu
mengapa air tebu manis. Ia berpikir. Ia temukan bahwa manis
karena ada hukum yang mengatur sehingga
Tuhan,malaikat, surga, neraka, jin, dan lain-lain. Termasuk
objek yang hanya dapat diketahui melalui pengetahuan mistik
ialah objek-objek yang tidak dapat pahami oleh rasio, yaitu
objek-objek supra-natural (supra-rasional), seperti kebal,
debus, pelet, pengunaan jin, santet.
Anda percaya bahwa debus itu benar-benar ada dan
terjadi? Kata Anda, “percaya.” Mengertikah Anda bagaimana
itu terjadi? Tidak, Anda tidak mengerti bila Anda
menggunakan rasio, sebab kekebalan itu tidak rasional. Anda
dapat memahaminya melalui pengetahuan mistik, yaitu jalan
supra-rasional.

2. Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik


Bagaimana memperoleh pengetahuan mistik? Di atas sudah
dikatakan bahwa pengetahuan mistik itu tidak diperoleh
melalui indera dan tidak juga dengan menggunakan akal
rasional. Pengetahuan mistik diperoleh melalui rasa.
Immanual Kant mengatakan itu melalui moral, ada yang
mengatakan melalui intuisi, ada juga yang mengatakan
melalui insight, al-Ghazali mengatakan melalui dhamir, atau
P E N G E T A H U A N M I S T I K

tebu selalu manis. Ini pengetahuan rasional. Inilah


pengetahuan filsafat. Manusia ingin tahu juga siapa
yang membuat hukum yang mengatur tebu selalu
manis? Ia temukan Tuhan. Ini masih pengetahuan
filsafat. Manusia juga ada yang ingin tahu Tuhan itu
siapa, seperti apa. Ini adalah objek abstrak-supra-
rasional. Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah
pengetahuan mistik.
Pengetahuan mistik ialah pengetahuan yang
diperoleh tidak melalui indera dan bukan melalui rasio.
Pengetahuan ini diperoleh melalui rasa, melalui hati
sebagai alat merasa. Kalau indera dan rasio adalah alat
mengetahui yang dimiliki manusia, maka rasa atau
hati, juga adalah alat mengetahui. Manusia laksana
radio penerima. Siaran empiris ia terima dan pahami
dengan menggunakan alat indera; siaran yang tidak
empiris tetapi rasional, ia terima dan pahami melalui
akal rasional yang bekerja secara logis. Nah, siaran -
siaran yang amat rendah frekuensinya, sehingga bukan
saja indera tidak mampu menangkapnya, akal rasional
pun pun tidak sanggup menangkapnya, dapat ditangkap
dengan rasa.

118
F I L S A F A T I L M U

1. Objek Pengetahuan Mistik


Yang menjadi objek pengetahuan mistik ialah objek yang
abstrak-supra-rasional, seperti alam gaib termasuk
Tuhan, malaikat, surga, neraka, jin, dan lain-lain.
Termasuk objek yang hanya dapat diketahui melalui
pengetahuan mistik ialah objek-objek yang tidak dapat
dipahami oleh rasio, yaitu objek-objek supra-natural
(supra-rasional), seperti kebal, debus, pelet, pengunaan
jin, santet.
Anda percaya bahwa debus itu benar-benar ada dan
terjadi? Kata Anda, “percaya.” Mengertikah Anda bagai -
mana itu terjadi? Tidak, Anda tidak mengerti bila Anda
menggunakan rasio, sebab kekebalan itu tidak rasional.
Anda dapat memahaminya melalui pengetahuan mistik,
yaitu jalan supra-rasional.

2. Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik


Bagaimana memperoleh pengetahuan mistik? Di atas
sudah dikatakan bahwa pengetahuan mistik itu tidak
diperoleh melalui indera dan tidak juga dengan
menggunakan akal rasional. Pengetahuan mistik
diperoleh melalui rasa. Immaanual Kant mengatakan
itu melalui moral, ada yang mengatakan melalui intuisi,
ada juga yang mengatakan mealui insight, al-Ghazali

119
F I L S A F A T I L M U

mengatakan melalui dhamir, atau qalbu. Ya, sekarang,


bagaimana itu diperoleh?
Anda ingin mengetahui bagaimana hakikat
Tuhan?Atau sebagian dari hakikat-Nya? Kata kaum
sufi, Anda

119
qalbu. Ya, sekarang, bagaimana itu diperoleh?
Anda ingin mengetahui bagaimana hakikat Tuhan? Atau
sebagian dari hakikat-Nya? Kata kaum sufi, Anda

harus menghilangkan sebanyak mungkin unsur nasut pada diri


Anda dan memperbesar unsur lahut. Unsur nasut ialah unsur
jasmani, unsur lahut ialah unsur rohani. Bila kita tidak lagi
terlalu banyak dipengaruhi unsur nasut, maka unsur lahut itu
akan dapat berkomunikasi dengan Tuhan, yang Tuhan itu
semuanya lahut.
Untuk menghilangkan atau mengurangi unsur nasut itu
manusia harus membersihkan rohaninya, membersihkan dari
nafsu-nafsu jasmaniah. Ia harus memperkuat rohaninya.
Rohaninya akan sensitif atau peka. Caranya antara lain
seperti yang diajarkan oleh kaum sufi. Thariqat dalam hal ini
adalah cara dalam membersihkan diri. Thariqat dalam hal ini
merupakan epistemologi untuk memperoleh pengetahuan
mistik.
Pada umumnya cara memperoleh pengetahuan mistik
adalah latihan yang disebut juga riyadhah. Dari riyadhah itu
manusia memperoleh pencerahan, memperoleh pengetahuan
yang dalam tasawuf disebut ma’rifah.
Pengetahauan mistik yang lain, seperti kebal, bagaimana
cara memperolehnya? Sama saja dengan yang di atas tadi
yaitu latihan. Umumnya latihan itu adalah latihan batin. Pelet
dan santet diperoleh juga dengan metode yang sama. Dapatlah
disimpulkan —sekalipun kasar— bahwa epistemologi
pengetahuan mistik ialah pelatihan batin.
3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Mistik
Kebenaran sain diukur dengan rasio dan bukti empiris, gila
teori sain rasional dan ada bukti empiris, maka teori benar.
Ukuran kebenaran pengetahuan filsafat adalah logis Bila teori
filsafat logis, berarti teori itu benar. Logis berarti masuk akal.

120
Logis dalam filsafat dapat berarti rasional atau supra-rasional.
Kebenaran pengetahuan mistik diukur dengan berbagai
ukuran. Bila pengetahuan mistik itu berasal dari Tuhan, maka
ukurannya ialah teks Tuhan yang menyebutkan demikian.
Tatkala Tuhan dalam al-Qur'an mengatakan bahwa surga
neraka itu ada, maka teks itulah yang menjadi bukti bahwa
pernyataan itu benar. Ada kalanya ukuran kebenaran
pengetahuan mistik itu kepercayaan. Jadi, sesuatu dianggap
benar karena kita mempercayainya. Kita percaya bahwa jin
dapat disuruh melakukan sesuatu pekerjaan. Ya, kepercayaan
kita itulah ukuran kebenarannya. Ada kalanya kebenaran
sesuatu teori dalam pengetahuan mistik diukur dengan bukti
empiris. Dalam hal ini bukti empiris itulah ukuran
kebenarannya. Kebal adalah sejenis pengetahuan mistik.
Kebenarannya dapat diukur dengan kenyataan empiris
misalnya sese- orang memperlihatkan di hadapan orang banyak
bahwa Ia tidak mempan ditusuk jarum.
Satu-satunya tanda pengetahuan disebut pengetahuan
(bersifat) mistik ialah kita tidak dapat menjelaskan hubungan
sebab akibat yang ada di dalam sesuat kejadian mistik. Dalam
contoh kebal, kita tidak dapat menjelaskan secara rasional
mengapa jarum tidak mampu menembus kulit orang kebal. Jadi,
yang bersifat mistik itu ialah “mengapa” nya. Akan lebih
merepotkan kita memahami sesuatu teori dalam pengetahuan
mistik bila teori itu tidak punya bukti empirik; sulit diterima
karena secara rasional tidak terbukti dan bukti empirik pun
tidak ada.

C. Aksiologi Pengetahuan Mistik


121
Di sini dibahas kegunaan pengetahuan mistik dan cara
pengetahuan mistik menyelesaikan masalah.
1. Kegunaan Pengetahuan Mistik
Mustahil pengetahuan mistik mendapat pengikut yang begitu
banyak dan berkembang sedemikian pesat bila tidak ada
gunanya. Uraian tentang kegunaan pengetahuan mistik
seharusnya menyangkut mistik biasa, putih, dan mistik hitam.
Kegunaannya mencakup area yang sangat luas.
Pengetahuan mistik itu amat subjektif, yang paling tahu
penggunaannya ialah pemiliknya. Seharusnya kita bertanya
kepada salik (pengamal tasawuf), para pengamal ahli hikmah,
atau kepada dukun mereka gunakan untuk apa
pengetahuannya itu. Secara kasar kita dapat mengetahui
bahwa mistik yang biasa digunakan untuk memperkuat
keimanan, mistik-magis-putih digunakan untuk kebaikan,
sedangkan mistik-magis-hitam digunakan untuk tujuan jahat.
Di kalangan sufi (pengetahuan mistik biasa) dapat
mententramkan jiwa mereka, mereka bahkan menemukan
kenikmatan luar biasa tatkala “berjumpa” dengan kekasihnya
(Tuhan). Pengetahuan mereka sering dapat menyelesaikan
persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh sain dan filsafat.
Pemegang mistik-magis putih menggunakan pengetahuannya
untuk kebaikan, seperti untuk pengobatan, mendamaikan
suami istri yang sedang cekcok. Dukun patah tulang —
misalnya- dapat mengobati patah tulang secara mistik (ini
mistik-magis-putih) sementara dokter (pemegang sain) tidak
dapat menyelesaikannya.

Jenis mistik lain seperti kekebalan, pelet, debus, dan lain-


lain diperlukan atau berguna bagi seseorang sesuai dengan
situasi dan kondisi tertentu, terlepas dari benar atau tidak
penggunaannya. Kebal —misalnya- dapat digunakan dalam
pertahanan diri, debus dapat diguna-
kan sebagai pertahanan diri dan juga untuk pertunjukan
hiburan. Jenis ini dapat meningkatkan harga diri Sementara
122
mistik-magis hitam, dikatakan hitam, antara lain karena
penggunaannya untuk kejahatan.

Kegunaan mistik-mistik ini semakin tergeser oleh produk


modern. Pelet tergeser oleh “pelet Jepang” alias uang;
kekebalan tergeser oleh senjata berat, sebab tidak ada orang
kebal terhadap rudal. Agaknya pengetahuan mistik akan
terseleksi sesuai dengan kebutuhan dan keadaan zaman.
Mistik yang dapat membawa pada ketenangan batin akan
bertahan dan semakin dicari orang.
Untuk menilai apakah mistik-magis itu hitam atau putih,
kita melihatnya pada segi ontologinya, epistemologinya, dan
aksiologinya. Bila pada ontologi terdapat hal-hal yang
berlawanan dengan nilai kebaikan, maka dari segi ontologi
mistik-magis itu kita sebut hitam. Bila pada cara
memperolehnya (epistemologi) ada yang berlawanan dengan
nilai kebaikan maka kita akan mengatakan mistik-magis itu
hitam. Bila dalam penggunaan (aksiologi) nya untuk kejahatan
maka kita menyebutnya hitam.
2. Cara Pengetahuan Mistik Menyelesaikan Masalah

Pengetahuan mistik menyelesaikan masalah tidak melalui


proses inderawi dan tidak juga melalui proses rasio. Itu
berlaku untuk mistik putih dan mistik hitam.
Uraian berikut menjelaskan secara agak luas cara
pengetahuan mistik menyelesaikan masalah (disarikan dari
makalah Ajid Thohir).
Hampir seluruh masyarakat beragama di dunia mengakui
adanya kehidupan mistik, termasuk jenis-jenis mistik yang
mengandung kekuatan magis. Jadi, ada dua macam mistik,
yaitu mistik yang biasa dan mistik magis. Istilah “mistik”
menunjukkan pengertian kegiatan spiritual tanpa penggunaan

123
P E N G E T A H U A N M I S T I K

rasio. Ini berlaku bagi dua macam mistik itu. Sedangkan


“mistik-magis” adalah kegiatan mistik yang mengandung
tujuan-tujuan untuk memperoleh sesuatu yang diingini
penggunanya. Mistik- magis itu disebut mistik juga karena
sangat mirip dengan aktivitas spiritual yang dilakukan oleh
masyarakat beragama (lihat Reymond Firth, Human Types,
1960: 184- 185). Aktivitas jiwa manusia yang serba ingin tahu
tentang hal-hal di luar dirinya semakin mengukuhkan adanya
kehidupan mistik, juga mistik magis (Ibn Miskawaih, Tahdzib
al-Akhlaq, 1994: 35). Sejak masa primitif sampai masa
modern ini kenyataannya mistik tetap digunakan sekalipun
dalam kondisi tertutup.

124
P E N G E T A H U A N M I S T I K

Islam, sebagai agama yang memiliki nilai-nilai universal


bagi kehidupan manusia sebenarnya telah memberi jalan
cukup jelas tentang keberadaan mistik yang gaib itu.
Masyarakat Islam ketika berhadapan dengan tradisi- tradisi
lokal seperti Yunani, Persia, India, warisan Arab Kuno (seperti
Ibrani, Kaldea, Suryani) yang kaya dengan praktik mistik-
magis terdorong dan terilhami untuk memformulasikan
kembali kegiatan ini dalam bentuk- bentuk yang selaras
dengan nilai-nilai Islam. Dari sinilah agaknya muncul dan
berkembangnya tradisi mistik-magis dalam Islam.
Pengetahuan magis yang berkembang di penduduk
Mesopotamia (yang terdiri dari bangsa Syria dan Kaldea) dan
bangsa Mesir, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab
sekitar abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Di antara buku- buku yang
berisi berbagai informasi tentang pengetahuan magis dan
berbagai praktik yang mereka lakukan ialah al-Falahah al-
Nabathiyyah karya orang Babilonia. Dari buku-buku seperti
itulah dalam dunia Islam muncul buku-buku mistik seperti
Mashahif al-Kawakib al-Sab'ah, Kitab Thamtham al-Hindi
dan sebagainya.
Di timur, Persia, muncul Jabir Ibn Hayyan —juga ilmuwan
Kimia— sebagai tokoh yang ahli dalam mengungkap keahlian
sihir. Di Barat, Andalusia, muncul Maslamah Ibn Ahmad al-
Majrithy sebagai tokoh matematika dan sihir. Dialah yang
banyak meringkas manuskrip
—tentang ini— dan menyusunnya secara sistematik berikut
berbagai metodenya dalam karyanya Ghayat al- Hakim (lihat
Ibn Khaldun, 1986: 681-683). Tokoh lain yang menyenangi
bidang ini masih banyak seperti Abu Abbas al-Buny, Abu
Bakar al-Khawarizmy, Abu Hamid al- Ghazaly, Tsabit Ibn
Qurrah al-Kharany, Abu Ma’syar al- Balkhy, Khalaf Ibn Yusuf
al-Dismasany, Salim bin Tsabit al-Baghdady (al-Marzuqy, tt:
2).
Dari sini muncul lagi istilah baru dalam dunia mistik- magis
dalam dunia Islam, yaitu ‘ulum al-hikmah yang berisi antara
lain rahasia-rahasia huruf al-Quran yang mengandung
kekuatan magis, rahasia wafaq, rahasia asma ilahiyah, ayat-
ayat ilahiyah dan sebagainya.
Tampaknya, pengetahuan mistik-magis ini selain
berkembang sebagai akibat pengaruh dari luar seperti disebut
di atas, juga —paling mendasar— sebagai pengaruh
pengetahuan dan pengalaman spiritual mereka. Dapat
dikatakan demikian karena kenyataan menunjukkan bahwa
tokoh-tokoh mistik-magis itu kebanyakan sufi-sufi besar. Ibn
Khaldun (Muqaddimah, 1981: 664-694) dan Sihristany (al-
Milal wa al-Nihal, tt: 260-262) mengakui bahwa dunia mistik-
magis yang menggunakan kekuatan rohaniah selalu muncul
dari orang-orang suci (maksudya sufi) yang selalu mengolah
kekuatan spiritualnya. Bagi mereka yang sampai mengalami
kasyf, berbagai kekuatan luar dan kondisi alam pun tunduk di
bawah
tekanan pancarannya. Boleh jadi berbagai potensi dirinya
mengembang dan melingkupi hukum alam sejalan dengan
pancaran ilahiyah yang ada dalam dirinya.
Dari berbagai kontemplasi dan pengolahan spiritual para
tokoh yang disebut di atas akhirnya mampu merumuskan
berbagai formulasi kekuatan rohaniah yang terkandung dalam
ayat-ayat al-Qur'an. Dan setiap pecahan huruf Arab yang
terkandung dalam al-Qur'an itu, kata al- Syilby, selalu memuji
Allah dalam suatu bahasa tertentu (Annemarie Schimmel,
Dimensi Mistik dalam Islam, 1986: 424) dan ia memiliki
magis tertentu bila dipraktikkan. Kekuatan alam (aflak) pun
akhirnya tunduk di bawah sinar Ilahi dan dukungan-Nya
126
melalui huruf-huruf dan nama-nama indah-Nya. Melalui
kalam Ilahi inilah jiwa-jiwa ilahiyah yang aktif di dunia dapat
digunakan oleh manusia untuk tujuan-tujuan yang
dikehendakinya.

Jiwa-jiwa ilahiyah ini bukan hanya terdapat pada beribu-


ribu malaikat-Nya tetapi juga pada roh-roh yang ada dalam
alam ini. Di sinilah hukum alam atau sunnatullah berada pada
kekecualian seperti terjadi pada peristiwa mukjizat para nabi.
Dengan demikian pada perkembangan selanjutnya dunia
mistik-magis Islam terbagi menjadi dua kelompok, pertama,
mistik-magis dalam bentuk wirid-wirid (termasuk
menggunakan ayat atau surat al-Qur'an), kedua, mistik-magis
dalam bentuk benda-benda yang telah
diformulasikan sedemikan rupa yang biasanya berupa wafaq-
wafaq atau isim-isim tertentu. Dalam masyarakat primitif
bentuk pertama berupa bacaan mantra dan bentuk kedua
fetish.

Cara Kerja Mistik-Magis-Putih


Cara kerja mistik-magis-putih ialah sebagai berikut. Para ahli
hikmah dengan metode kasyf telah menemukan bahwa di
dalam agama ada muatan-muatan praktis untuk digunakan
dalam menyelesaikan masalah seperti mengatasi sesuatu
kebutuhan. Mereka menyadari bahwa kekuatan Tuhan baik
yang ada dalam diri-Nya atau yang ada dalam firman-Nya
dapat digunakan oleh manusia. Kitab-kitab yang pernah
diturunkan pada para rasul memiliki ayat-ayat yang
menggambarkan Tuhan sangat berkuasa dalam segala hal.
Dengan memanfaatkan janji dan gambaran Tuhan seperti itu
ayat-ayat itu digunakan untuk menggugah Tuhan memenuhi
janji-Nya. Pada kondisi seperti itu ayat-ayat al-Quran atau
127
P E N G E T A H U A N M I S T I K

kitab langit lainnya sering digunakan sebagai perantara


menghubungkan manusia dengan Tuhan. Bahkan asma-asma
Tuhan sering digunakan para ahli bidang ini untuk Meminta
sesuai dengan kebutuhannya, misalnya, jika ia ingin kaya
maka harus diperbanyak menyebut asma Tuhan yang
berhubungan dengan kaya seperti kata ya ghany, ya razzaaq,
dan lain-lain.
Pengertian yang dapat diambil ialah bahwa do’a dan wirid
dapat menjembatani manusia dengan kebutuhannya dan
Tuhan yang memiliki apa yang dibutuhkan itu. Para ahli
hikmah telah mengembangkan teknik-teknik membuat wirid
dan do’a untuk keperluan seperti itu. Teknik itu di-
kembangkan dalam apa yang disebut asrar al-huruf (rahasia-
rahasia huruf) dan asrar al-asma (rahasia-rahasia nama
Tuhan). Dalam pandangan mereka huruf-huruf itu masing-
masing memiliki bilangan nilai dan masing-masing huruf
memiliki khadam yang berbeda dan juga kekuatan yang
berbeda. Bahkan karakter huruf-huruf itu pun berbeda satu
sama lainnya. Ada huruf yang berkarakter al-ma’iyah (air)
seperti huruf dai, ha, lam, ‘ain, ra, kha, dan ghain; yang
memiliki karakter al-hawa’iyah (udara) seperti jim, zaay, kaf;
karakter al-thurabiyah (tanah) seperti huruf ba, waw; karakter
al-nariyah (api) seperti alif, tha, mim, fa.
Masing-masing wirid atau do’a yang sering ditentukan
bilangan dalam pembacaannya, biasanya sesuai dengan
kekuatan yang ada di dalam wirid atau do’a itu (lihat Ali Abu
Hayullah al-Marzuqy, al-Jawahir al-Lama’ah, tt. 13,18-19, 52-
54). Jika seseorang dapat atau sanggup mempraktikkan wirid
atau do’a sesuai dengan rumusan maka kekuatan ilahiyah
F I L S A F A T I L M U

(khadam atau malaikat) akan dapat dimanfaatkan untuk


mencapai tujuan yang dike hendaki. Terlebih jika diikuti oleh
jiwa yang bersih, misalnya dengan berpuasa dan tirakat.
Cara yang kedua ialah dengan cara memindahkan jiwa-jiwa
ilahiyah atau khadam yang ada di dalam huruf- huruf al-Qur'an
atau yang ada di dalam asma-asma Allah. Cara inilah yang
disebut wafaq atau isim. Istilah wafaq berasal dari kata wafaqa
(sesuai atau selaras), artinya jiwa-jiwa ilahiyah ditarik sesuai
dengan karakternya. Jiwa ilahiyah atau khadam harus masuk
dan menempati asma atau huruf yang ditulis pada sesuatu
benda, biasanya kulit ari kijang, kulit harimau, atau pada
logam (emas dan tembaga). Benda yang digunakan untuk wafaq
itu harus sesuai dengan kebutuhan makna huruf atau asma
yang digunakan.
Kekuatan manusia harus pula diperhitungkan agar sesuai
dengan kekuatan wafaq atau isim yang akan digunakan. Untuk
menghitung kekuatan seseorang ahli hikmah biasanya
menghitung kekuatan yang ada pada nama seseorang dan
nama ibu yang melahirkannya.
Wafaq atau isim harus ditulis dengan menggunakan tinta
tertentu, pada kondisi tertentu. Dalam pandangan ulama
hikmah, waktu memiliki karakter dan potensi. Waktu yang 24
jam itu terbagi oleh tujuh kekuatan yang disimbolkan oleh
bintang (zodiak): atharid, zuhal, marikh, musytari, qamar,
syams, dan zuhrah. Setiap hari peredaran bintang itu
mengalami perubahan, dengan demikian setiap hari memiliki
karakter berbeda dalam setiap jamnya. Karena itu, maka para
ahli hikmah harus 129
P E N G E T A H U A N M I S T I K
memindahkan kekuatan khadam yang ada dalam sebuah wafaq
harus hati-hati. Itulah sebabnya hal ini disebut wafaq. Jadi, pada
dasarnya para ahli itu menggunakan kekuatan supra natural
yang ada pada khadam dalam wirid atau do’a, wafaq atau isim
untuk tujuan tertentu.

Cara Kerja Mistik-Magis-Hitam


Cara kerja mistik-magis-hitam telah digambarkan antara lain
oleh Ibn Khaldun (1986: 686) sebagai berikut. Kita melihat
dengan mata kepala sendiri cara seorang tukang sihir
membuat gambar calon korbannya. Digambarkannya dalam
bentuk yang ia inginkan, ia rencanakan untuk membuat
orang tersebut mengadopsi, baik dalam bentuk simbol- simbol
atau nama-nama atau atribut-atribut. Lalu ia bacakan
mantra bagi gambar yang diletakkannya sebagai ganti orang
yang dituju, secara kongkrit dan simbolik. Selama mengulang-
ulang kata-kata buruk itu, ia mengumpulkan air ludah di
mulutnya lalu menyemburkannya pada gambar itu. Lalu ia
ikatkan buhul pada simbol menurut sasaran yang telah
disiapkan tadi. Ia menganggap ikatan buhul itu memiliki
kekuatan dan efektif dalam praktik sihir.
Ia meminta jin-jin kafir untuk berpartisipasi agar
mantra itu lebih kuat. Gambar korban dan nama-nama buruk
itu memiliki roh jahat. Roh itu dari tukang dengan tiupannya
(napasnya) dan melekat pada air
yang disemburkannya ke luar. Ia memunculkan lebih banyak
roh jahat. Akibatnya, segala sesuatu yang dituju tukang sihir
tadi benar-benar terjadi.
Kita juga menyaksikan bagaimana orang mempraktikkan
sihir. Ada yang menunjuk pada pakaian atau selembar kulit
sebagai perantara dan membacakan mantra-mantra. Dan,
lihat, sasaran itu putus dan robek. Dia juga menunjuk pada
perut kambing di padang rumput, dan usus kambing itu putus.

Bonus
Ilmu Putih vs Ilmu Hitam
Di tengah masyarakat kita mendengar orang membedakan
ada ilmu putih ada ilmu hitam. “Ilmu” yang mereka maksud
ialah mistik-magis itu.
Pada akhir buku ini Anda akan menemukan beberapa
contoh “ilmu” dimaksud. Tidaklah dengan mudah saya
menjawab seandainya Anda bertanya “Apakah ini ilmu putih
atau ilmu hitam.”
Seringkali orang mengatakan bahwa “ilmu” ini putih
karena mantranya diambil dari al-Qur’an atau karena
mantranya menggunakan bahasa Arab. Betulkah demikian?
Ada Juga yang mengatakan bahwa putih atau hitam
itu ditentukan oleh tujuannya, maksudnya, ditentukan oleh
untuk apa “ilmu” itu digunakan.
Sungguh tidak mudah membuat perbedaan itu Namun,
secara teoretis, perbedaan itu dapat dilihat dari segi ontologi,
epistemologi, maupun aksiologi mistik magis tersebut. Bila
pada ontologi (misalnya mantranya) melawan ajaran benar
(agama misalnya), maka “ilmu” itu kita golongkan hitam.
Misal lain dalam ontologi, teorinya mengatakan bahwa
mantra harus ditulis dengan menggunakan darah haid
sebagai tintanya. Tentu ini tergolong hitam. Pada segi

131
P E N G E T A H U A N M I S T I K

epistemologinya, seandainya melawan ajaran yang benar,


maka “ilmu” itu kita katakan hitam. Misalnya, untuk
mencapai tujuan “ilmu” itu kita harus berlari di tengah
kampung dalam keadaan telanjang bulat, atau untuk
mencapai tujuan “ilmu” itu seseorang harus memerawani
tujuh wanita. Pada segi aksiologi juga demikian. Bila “ilmu”
itu digunakan untuk tujuan melawan ajaran yang benar,
maka ia akan aksiologi ia digolongkan hitam. Bila pelet
digunakan untuk merekatkan suami istri, pada segi aksiologi
pelet itu putih. Bila pelet itu digunakan untuk memisahkan
suami istri, maka dari segi aksiologi pelet itu termasuk hitam.
Suatu ilmu mistik magis haruslah lolos dalam uji ontologi,
epistemologi, maupun aksiologinya. Tidak lolos dari salah satu
saja berakibat “ilmu” itu dapat digolongkan hitam. Alat
pengujinya ialah ajaran kebenaran.

132
F I L S A F A T I L M U

Netralitas Pengetahuan Mistik


Sain yang begitu kelihatan netralitasnya, setelah direnungkan
ternyata tidak netral. Pengetahuan filsafat yang disangka
cukup untuk disebut netral, ternyata lebih tidak netral dari
pada sain. Pengetahuan mistik dengan mudah dapat dilihat
bahwa ia tidak netral.
Sebagian dari pengetahuan mistik adalah mengenai agama
seperti surga, neraka, tasawuf. Bagian ini jelas sekali tidak
netral. Isi ilmunya itu sendiri adalah ajaran agama yang jelas
tidak netral. Mistik magis (baik yang putih maupun yang
hitam) selalu memiliki sifat individualistik, karena itu ia
subjektif. Bila subjektif, maka sudah jelas ia bersifat tidak
netral. Apakah sebaiknya pengetahuan mistik bebas nilai?
Seperti halnya sain dan filsafat, mistik juga harus tidak bebas
nilai. Sekalipun kita menginginkan ia bebas nilai toh itu tidak
mungkin, karena sifat pengetahuan mistik itu tidak bebas
nilai.
Beberapa Contoh Pengetahuan Mistik
Berikut ini beberapa contoh pengetahuan mistik dengan
sedikit uraiannya, umumnya disarikan dari makalah
mahasiswa Pascasarjana IAIN Bandung. Dimuat contoh-
contoh ini di dalam buku ini adalah dengan tujuan sebagai
suplemen. Dengan membaca contoh-contoh ini diharapkan
Anda lebih memahami apa itu pengetahuan (yang bersifat)
mistik.
Contoh-contoh tersebut umumnya kelengkapannya sengaja
tidak disempurnakan. Itu saya lakukan berdasarkan saran
beberapa pihak. Karena dikhawatirkan ada pembaca
menggunakan contoh itu untuk niat jahat. Ya, saya khawatir
teori dalam contoh itu Anda praktekkan. Sebenarnya,
133
P E N G E T A H U A N M I S T I K

sekalipun saya lengkapkan, itu toh belum tentu Anda akan


berhasil menerapkannya. Saya, sebagai penulis buku ini, juga
tidak mampu dan tidak berhasil menerapkannya.
Selain itu perlu juga Anda ketahui bahwa pemakaian kata
“ilmu” seperti pada istilah ilmu saefi, ilmu kebal adalah ilmu
dalam pengertian pengetahuan (knowledge).Selain itu dikenal
juga kata ilmu dalam arti ngelmu (bahasa Jawa) yang
memiliki pengertian sendiri.
MUKASYAFAH1)
Ontologi
Mukasyafah adalah salah satu contoh pengetahuan mistik, ini
termasuk mistik putih. Bagaimana ontologinya,
epistemologinya, serta aksiologinya? Cobalah ikuti uraian
berikut ini.
Inti semua ilmu pengetahuan adalah kesadaran
(conciousness) tentang hubungan dan kesatuan subjek- objek
(Karl Jasper, Philosophical Faith and Revelation, 1967: 61).
Pengetahuan filsafat —oleh karena itu— muncul dari
kesadaran tentang relasi subjek-objek. Fenomena ini
digambarkan oleh kesadaran metodologis Descartes cogito ergo
sum, suatu kesadaran rasional. Sistem Dercartes diawali
dengan skeptisisme, segala sesuatu harus diragukan. Karena
itu kita dapat mengatakan bahwa pengetahuan filsafat
diawali dengan pemisahan subjek-objek, demikian pula
dengan sain.
Berbeda halnya dengan filsafat dan sain, pengetahuan
mukasyafah justru diawali oleh asumsi dan kesadaran tentang
adanya kesatuan esensial secara asasi antara subjek-objek,
yaitu manusia —Tuhan. Hal ini dirumuskan 0 eh Ha'iri (Ilmu

134
Hudluri: Prinsip-prinsip Epistemologi dalam Islam, 1994: 20)
sebagai berikut. F I L S A F A T I L M U

1) Mukasyafah diadaptasi dari makalah Ahmad Gibson al-Bustami, Mahasiswa S2


IAIN Bandung Angkatan 1997/1998.
Tuhan dalam Diri-Diri dalam Tuhan
Mukasyafah adalah salah satu tangga menuju pengetahuan
tentang dan dalam Tuhan, suatu pengetahuan hakikiah.
Mukasyafah adalah upaya penyingkapan hijab-hijab yang
menutupi diri. Secara esensial penyingkapan adalah peng-
hancuran tirai yang menutup objek dengan jalan rohani Tabir
dalam rohani terdiri dari dua jenis, yaitu tirai penutup (hijab i
rayni) yang tidak mungkin dapat disingkap dan kedua tirai
pengabur (hijab i ghayni) yang dapat dicampakan. Maksudnya
ialah bagi orang-orang yang telah sengaja menutup hatinya
dari gairah pencarian akan tertutup dan sangat sulit dibuka,
bagi orang-orang yang terus menerus berusaha mencari dan
membuka hijab itu, hijab itu akan terbuka. Persoalan
epistemologi ialah bagaimana cara mencampakkan tirai
pengabur (hijab i ghayni) itu.
Pengetahuan mukasyafah berpijak pada asumsi bahwa
Allah itu ada, dan selain Allah ada juga. Akan tetapi terdapat
perbedaan sifat ontologis mendasar antara ada Allah dan ada
selain Allah.
Pengetahuan tentang alam (selain Allah) diperoleh hanya
jika manusia melakukan konseptualisasi pengalaman
inderawinya. Setelah itu barulah ia dapat melakukan
penalaran lebih lanjut tentang alam tersebut. Pengetahuan
yang diperoleh tidak lebih dari imajinasi manusia tentang
objek tersebut. Heideger menyatakan manusia tahu sejauh hal
itu ada dalam bahasa.
Kepasifan alam menuntut manusia aktif, supaya alam
berbicara tentang dirinya. Aktivitas manusia itu dimulai dengan

135
P E N G E T A H U A N M I S T I K

aktivitas inderawi, kemudian barulah aktivitas rasio.


Penghidupan rasio itu diperlukan untuk menghidupkan
cerapan-cerapan indera tadi. Perolehan indera menjadi
perolehan bermakna tatkala ditafsirkan oleh rasio.
Berbeda dengan itu, pengetahuan mukasyafah diperoleh
melalui pengalaman langsung. Tuhan berupa objek yang aktif.
Artinya, Tuhan sebagai objek pengetahuan secara aktif
menyatakan dirinya. Dari situ diterima pengetahuan oleh
subjek.
Wujud keaktifan Tuhan sebagai objek ialah dalam bentuk
pewahyuan dan dalam rahasia alam ciptaan-Nya. Penampakan
Tuhan pada alam dan wahyu, secara epistemologis masih
memerlukan instrumen dan potensi inderawi dan rasio, agar
mencapai kesadaran dan pengetahuan tentang Tuhan. Tetapi,
pengetahuan tentang Tuhan seperti ini masih berupa
pengetahuan pada tingkat filsafat, dus masih spekulatif.
Tuhan mempunyai dua sisi, sisi esensi dan sisi eksistensi.
Tatkala Tuhan bereksistensilah Ia dapat dipahami, yaitu
tatkala Ia berhubungan dengan selain Dia. Jadi, kita tidak akan
dapat mengetahui esensi Tuhan. Tuhan
diketahui tatkala Ia dalam penampakan, dus tatkala Ia
berhubungan dengan yang lain, yaitu dalam ciptaan-Nya. Ini
masih pada level pengetahuan filsafat.
Sistem pengetahuan mukasyafah berpijak pada asumsi
(keyakinan) bahwa Tuhan memancarkan pengetahuan-Nya
Tetapi pengetahuan yang dipancarkan-Nya itu tidak dapat
dipahami oleh indera atau pun rasio. Pengetahuan yang
dipancarkan-Nya itu hanya dapat dipahami oleh potensi
spiritual kita. Indera dan akal rasional itu tidak hanya tidak
mampu memahaminya, bahkan juga menjadi penghalang (hijab)

136
P E N G E T A H U A N M I S T I K

tatkala potensi spiritual kita berusaha menangkap pengetahuan


itu. Karena itu pada saat pencerapan pengetahuan Tuhan oleh
potensi spiritual itu, potensi indera dan rasio dinonaktifkan
untuk sementara. Yang dilakukan ialah membiarkan potensi
spiritual (yaitu hati, qalb) menerima dan menampung
pengetahuan tersebut.
Tetapi bagaimana manusia menonaktifkan potensi indera
dan akal rasional dan mengaktifkan qalbu-nya?

Karena pengetahuan mukasyafah terkait dengan situasi


batin tertentu maka epistemologinya akan bersifat psikologis,
yaitu mengusahakan agar potensi spiritual atau batin itu
sanggup membuka diri dan menangkap pengetahuan Tuhan
tersebut. Cara menonaktifkan indera dan akal rasional dan
mengaktifkan qalbu itulah yang merupakan bahasan ilmu
mukasyafah. Uraian berikut mencoba menjelaskan hal itu
sebagiannya.

137
F I L S A F A T I L M U

Dalam al-Qur’an disebut empat istilah yang ber- naan


dengan batin manusia yaitu nafs, roh, qalb, dan 'aql Empat
istilah ini dalam khazanah Islam simpang siur pengertiannya
karena memang al-Qur’an tidak menerangkannya secara tegas.
Bahkan roh itu dikatakan Tuhan tidak akan diketahui oleh
manusia. Padahal dalam literatur shufi roh merupakan dimensi
tertinggi sedangkan nafs terendah.
Roh berasal dari akar kata rih (angin), sementara nafs (jiwa)
sama dengan nafas. Barangkali dari definisi itu dapat
disimpulkan bahwa manusia dapat merasakan kenadiran roh
seperti manusia memahami adanya angin dan adanya gemerisik
daun ditiup angin: tarikan nafas menunjukkan adanya roh.
Barangkali begitu.
Roh tercipta dari cahaya, sebagaimana malaikat, sepenuhnya
terpisah dari dunia materi. Roh adalah realitas tunggal dan
sederhana. Sebaliknya badan terbuat dari tanah liat yang gelap
dan mempunyai banyak bagian. Tidak mungkin ada kaitan
langsung antara realitas yang bercahaya dan tunggal dengan
realitas yang gelap dan mempunyai banyak bagian. Mungkin
jiwa adalah penengah antara keduanya yang memiliki sifat
kedua realitas yang berlawanan itu. Jiwa terbuat dari api. Ia
adalah campuran antara cahaya dan gelap, tunggal dan jamak.
Al-Ghazali dalam konteks tersebut melihat ada dua
kecenderungan jiwa manusia, yaitu bersifat ketuhanan
(rabbani) dan kesetanan (syaythani). Yang pertama naik dan
yang kedua turun. Yang pertama adalah yang menarik ke
Tuhan, yang kedua adalah yang menarik ke materi. Selama
kecenderungan manusia kepada materi maka ia akan didominasi
oleh materi, manusia akan cenderung pada kejahatan; jika
kecenderungan ke atas atau ke Tuhan maka yang mendominasi

138
F I L S A F A T I L M U

adalah Tuhan maka jiwa akan sampai pada kedamaian bersama


Tuhan.
Al-Qur’an menggunakan istilah qalb dan menyebutnya
sebanyak 132 kali. Makna dasar qalb ialah membalik, kembali,
pergi maju mundur, berubah, naik turun, mengalami
perubahan. Dari sejumlah penampakannya dalam al-Qur’an
secara garis besar ia menunjuk hati dalam diri manusia. Atau
dapat dimaknai sebagaimana makna dasar tadi, sebagai tempat
bagi kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kesalahan.
Secara luas al-Qur’an menyebut hati sebagai alat yang
membuat manusia menjadi manusiawi, pusat kepribadian
manusia. Karena manusia terikat dengan Tuhan maka pusat ini
merupakan tempat manusia bertemu dengan Tuhan.
Karena merupakan pusat sejati manusia maka Tuhan
menaruh perhatian khusus pada apa yang dilakukan hati itu
dan kurang memperhatikan perbuatan manusia lainnya. Tidak
ada celanya kau berbuat salah kecuali jika hatimu
menyenanginya (QS. 33: 5). Bandingkan juga
dengan QS. 2: 118, 225; 8: 70 atau dengan hadis Tuhan
tidak melihat badanmu atau bentukmu melainkan hatimu.
Hati juga kunci kemunafikan. Tuhan berkata, Tuhan tahu
apa yang ada di dalam hatimu (QS. 33: 51). Orang- orang
munafik itu takut jika diturunkan sebuah surat yang
mengungkapkan apa-apa yang tersirat di dalam hati mereka
(QS. 9: 64; 3: 167; 48: 11). Hati juga digambarkan memiliki mata
dan telinga karena itu ia merupakan pusat pandangan,
pemahaman dan ingatan atau dzikr (QS. 79: 8; 22: 46; 18: 57;
47: 24; 50: 37; 18: 28; 21: 2; 7: 179; 59: 14). Sehingga wajar saja
bila iman tumbuh di dalam hati, juga keraguan tumbuh di sana,
penyelewengan dari jalan lurus juga wajar (QS. 49: 14; 64: 11;
58: 22; 18: 13-14; 48: 4; 16: 22; 3: 8; 9: 45).

139
P E N G E T A H U A N M I S T I K

Al-Qur’an menempatkan kebaikan-kebaikan seperti


kesucian, kelembutan, keluasan, perdamaian, cinta dan taubat
di dalam hati. Namun kebaikan itu tidak melekat di dalam hati.
Jika Tuhan tidak mensucikan hati, maka hati akan sakit,
berdosa, jahat, kasar (QS. 5: 41; 26: 87- 89; 22: 32; 49: 7; 3: 103;
3: 159; 57: 27; 50: 33; 13: 28). Untuk itu hati hendaknya lembut
dan bersifat reseptif terhadap petunjuk Ilahi, cahaya dan cinta.
Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an tersebut di atas dapatlah
diketahui dua hal, pertama, hati pada dasarnya bersifat netral,
ia diciptakan mempunyai kecenderungan

140
P E N G E T A H U A N M I S T I K

lurus atau bengkok (sesat), kedua, hati diperintahkan oleh


Tuhan untuk cenderung pada sifat baik, seperti pada petunjuk,
iman, cahaya, cinta.
Dalam kenyataan sesungguhnya, hati terperangkap antara
dua sisi yaitu cahaya dan kegelapan, roh dan jasad Hati
mungkin dikuasai oleh “jiwa yang menguasai kejahatan” yang
diselubungi oleh kegelapan. Hati mungkin berada di antara
jiwa dan roh, yang di situ kegelapan dan cahaya bersaing. Hati
dengan demikian adalah lokus bagi ingatan akan Tuhan, ia
merupakan tempat kebimbangan (hawa) muncul dan
mengubah individu menjadi begini atau begitu sekaligus
tempat pertimbangan (hilm) dari akal, muncul dan
cenderunglah hati pada kebaikan.
Kenyataan itu dikemukakan oleh al-Ghazali, katanya, hati
dapat diibaratkan sebagai cermin yang memantulkan segala
sesuatu di sekitarnya. Melalui penerimaannya ia mampu
mendapatkan setiap sifat yang ada. Jika hati hidup dalam
situasi kacau dan rasio ditaklukkan, hati menjadi hati yang
mendung dan gelap. Jika keseimbangan yang benar
ditegakkan, cermin itu mencerminkan kecemerlangan rohani
dan mampu meraih sifat-sifat Tuhan.
Hubungan antara hati, roh, jiwa dan badan dikemukakan
oleh Abdul Razzaq Kasyani, salah seorang tokoh Mazhab Ibn al-
Arabi lewat takwilnya terhadap surat al-Nur ayat 35: Katanya,
hati adalah substansi yang bercahaya dan terpisah antara roh
dan jiwa. Melalui
hatilah kemanusiaan sejati (al-insaniyyah,) terwujud, para
filosof menyebutnya jiwa rasional. Roh adalah dimensi
batinnya dan jiwa hewan adalah tunggangannya serta dimensi
lahirnya yang terletak di antara dia (hati dan jasad). Maka al-

141
P E N G E T A H U A N M I S T I K

Qur’an membandingkan hati dengan cermin dan bintang yang


bercahaya, sementara roh dibandingkan dengan lampu. Inilah
firman-Nya, ”Perumpamaan cahaya-Nya bagaikan cahaya
corong berpelita di dalamnya; pelita itu di dalam relung kaca,
relung kaca itu bagaikan cahaya bintang yang gemerlapan,
dinyalakan dengan minyak dari pohon zaitun yang tumbuh di
lembah kudus penuh restu, yang cukup mendapat sinar
matahari sejak terbit sampai terbenam” (QS. 24: 35). Pohon itu
adalah jiwa, relung itu adalah badan (Sachiko Murata, The
Tao of Islam, 1996: 383).
Kondisi tersebut selalu ada dalam pertentangan, dua sisi
jiwa mengakomodasikan kecenderungan roh dan atau badan.
Jiwa sebagai suatu kekuatan negatif menarik individu
menjauhi cahaya dan akal, sementara roh menarik individu
mendekati Tuhan. Dari sudut pandang ini hubungan antara
roh dan jiwa penuh ketegangan dan pertentangan, tetapi bila
jiwa menyerah pada cahaya roh, maka hubungan itu akan
penuh keselarasan dan kesedangan. Maka hubungan yang
baik dan damai antara roh dan jiwa seringkali dibandingkan
dengan perkawinan Akal Pertama dan Jiwa Universal.
Perkawinan yang akan
melahirkan hati, atau dari sisi jiwa disebut dengan al- nafs al-
muthma’innah.
Kemampuan hati untuk terus menerus menghadap ke arah
roh inilah yang menjadi inti penyingkapan hijab tadi.
Pengarahan hati itu merupakan hal yang sulit, hati kadang-
kadang teguh menghadap ke arah roh, kadang-kadang
sebaliknya. Itu digambarkan oleh Syuhrawardi berikut:
Hendaknya kamu mengetahui bahwa badanku ini murni
terpoles dan hitam. Aku sendiri tidak mempunyai cahaya,
tetapi jika aku berada di seberang matahari, maka kesamaan

142
F I L S A F A T I L M U

cahayanya muncul pada cermin badanku yang proporsinya


sesuai dengan derajat oposisinya, sebagaimana bentuk-bentuk
ragawi lainnya muncul dalam cermin. Ketika derajat
oposisinya bertambah, aku beranjak dari nadir sebagai bulan
sabit, ke zenit sebagai bulan purnama (Syuhrawardi, Hikayat-
hikayat Mistis, 1992: 106).
Dalam gambaran tersebut Syuhrawardi menyimbolkan
suasana hati dengan bulan yang hanya dapat bersinar jika
berhadapan langsung dengan matahari, sumber cahaya- Bulan
tidak mungkin selamanya purnama (dalam arti selalu dapat
memantulkan sinar matahari secara sempurna), bulan
terkadang sabit bahkan terkadang gelap. Kecenderungan hati
manusia pun demikian, tidak mampu terus menerus sanggup
memantulkan cahaya-cahaya. Untuk itu diperlukan riyadhah,
yaitu latihan yang memungkinkan hati tetap ajeg menghadap
roh.

143
F I L S A F A T I L M U
Epistemologi
Metodologi Penyingkapan Tabir
Ibn Sina membagi kegiatan penempuh jalan cahaya dalam dua
tahapan, yaitu iradah (kehendak) dan riyadhah (latihan).
Iradah yaitu munculnya hasrat berpegang teguh pada jalan
yang membimbing menuju Tuhan. Menurut Ibn Sina iradah
adalah kerinduan yang dirasakan manusia tatkala dirinya
kesepian dan tidak berdaya, ia ingin bersatu dengan
kebenaran agar tidak merasa kesepian dan lepas dari
ketakberdayaan.
Adapun riyadhah ialah latihan. Ini mempunyai tiga tujuan:
• menyingkirkan segala sesuatu selain Allah yang
menghalangi perjalanan spiritual;
• menundukkan jiwa yang cenderung menyuruh berbuat
jahat (al-nafs al-ammarah) ke jiwa yang tenang (al- nafs al-
muthma‘innah);
• melembutkan jiwa batiniah (talthif al-sirr) dengan tujuan
membuatnya siap menerima pencerahan (lihat Murtadla
Muthahhari, Menapak Jalan Spiritual, 1995: 68-70).
Ibn Sina dalam Isyarat mengatakan bahwa tipe kezuhudan
yang benar akan dapat membantu meraih
tujuan pertama. Yang mendukung bagi tercapainya tujuan
kedua (menundukkan jiwa yang selalu membujuk diri berbuat
jahat ke jiwa yang tenang) ialah:

1. melakukan ibadah dengan sepenuh hati;


2. suara yang baik dan merdu dalam ucapan-ucapan
spiritual yang dapat menyejukan qalbu (seperti dalam
berdoa, membaca ayat al-Qur’an, wirid);
3. pemberian bimbingan oleh guru yang mempunyai
kehalusan kalbu (Muthahhari, Menapak Jalan Spiritual,
1995: 71-72);

144
F I L S A F A T I L M U

Tujuan ketiga dapat diraih melalui pemikiran yang jernih


dan cinta tanpa pamrih, yaitu dengan cara melembutkan jiwa
batin serta membersihkan jiwa dari segenap kotoran dan noda.
Cinta yang dimaksud ialah cinta yang bersifat spiritual dan
intelektual, yang lahir karena sifat- sifat baik orang yang
mencintai bukan karena nafsu jahat.
Penyatuan iradhah dan riyadhah dalam diri salik akan
menyebabkan diri sanggup melihat kilasan-kilasan cahaya
Ilahi dan merasakan pantulan keagungan Allah dalam
kalbunya yang dirasakan sangat menyenangkan tetapi begitu
cepat berlalu. Kondisi ini digambarkan oleh Ali bin Abi Thalib
dalam Nahj al-Balaghah: Seseorang
ang shaleh dan beriman menghidupkan kalbunya serta
menghilangkan egonya sampai segala sesuatu yang keras dan
kasar menjadi lunak dan lembut. Cahaya terang benderang
laksana kilat bersinar di hadapannya, menunjukinya jalan
serta membantunya bergerak maju menuju Allah. Pintu-pintu
mendorongnya maju sehingga dia sampai ke gerbang
kedamaian dan keselamatan serta tiba di tujuan tempat ia
harus menetap. Kakinya kokoh dan kuat, tubuhnya senang
sebab ia menggunakan kalbunya serta menyenangkan
Tuhannya (Khutbah No.218)
Keadaan ini disebut awqat (saat-saat penerimaan). Semakin
sering salik melakukan riyadhah maka semakin kerap ia
dikuasai keadaan ini, suasana penerimaan cahaya yang
menyenangkan dan cepat berlalu. Manakala salik mengalami
kemajuan ia akan dikuasai oleh keadaan ini bahkan sampai
ketika ia tidak melakukan riyadhah sekali pun. Setiap kali
salik memikirkan semesta alam dia seketika dikuasai oleh
suatu keadaan yang di situ ia melihat manifestasi keagungan
Allah dalam segala sesuatu. Pada tahap ini kadang-kadang
salik merasa gelisah batin dan dengan riyadhah lebih jauh

145
P E N G E T A H U A N M I S T I K

keadaan ini berubah menjadi ketenangan. Saat seperti itu


membuat ia kerasan dan ingin terus berada dalam tahapan itu
sehingga ia akan sedih jika keadaan itu lenyap.

146
P E N G E T A H U A N M I S T I K

Setelah melewati tahap itu salik tanpa sama sekali


melakukan pengekangan diri, kalbunya bersinar laksana
cermin bening yang di sana ia melihat manifestasi keagungan
Allah setiap saat. Ia menyukai keadaan ini lantaran dapat
bersatu dengan Allah. Dalam kedudukan ini ia melihat Allah
dan dirinya sendiri (seperti orang di depan cermin kadang
melihat kaca kadang melihat dirinya sendirinya sendiri). Pada
tahap berikutnya bahkan bayangannya sendiri tidak kelihatan
yang ada hanya Allah. Ditulis Syuhrawardi:
Idris bertanya pada bulan sejauh mana persahabatannya
dengan matahari. Ia menjawab, setiap kali aku memandang
diriku sendiri aku melihat matahari karena kesamaan cahaya
matahari muncul dalam diriku, disebabkan kehalusan
permukaanku dan wajahku yang terpoles, yang cocok untuk
menerima cahayanya. Karena itu setiap kali aku memandang
diriku aku melihat matahari secara keseluruhan. Tidaklah
kamu tahu jika sebuah cermin dipegang menghadap matahari,
bentuk matahari itu muncul di dalamnya? Jika seseorang
dapat membayangkan bahwa cermin itu mempunyai mata dan
memandang pada dirinya sendiri saat ia berhadapan
dengan matahari, ia akan dapat melihat matahari. Ia akan
berkata, akulah matahari, sebab ia akan melihat dalam dirinya
hanya ada matahari. Jika seseorang berkata akulah yang real
atau mulialah diriku atau
betapa hebatnya aku, maka patutlah kita maklum
(Syuhrawardi, Hikayat-hikayat Mistis, 1992: 106).
Tahapan-tahapan ini dalam al-Hikmah al-Muta’aliyah
hanyalah penyingkapan tahap pertama yaitu penyingkapan
yang didapat dalam perjalanan dari makhluk menuju Khalik.
Proses penyingkapan akan dilanjutkan pada perjalanan tahap
kedua yaitu bersama Tuhan dalam Tuhan, perjalanan tahap
ketiga yaitu dari Tuhan menuju makhluk, dan perjalanan

147
P E N G E T A H U A N M I S T I K

menuju tahap keempat yaitu dari makhluk Tuhan bersama


Tuhan. Dalam perjalanan kedua salik mengenal nama dan
sifat Allah dan ia dinafasi oleh sifat itu; dalam perjalanan
ketiga ia kembali ke makhluk guna membimbing mereka tetapi
tidak terpisah dari Allah. Dalam perjalanan ke empat salik
melakukan perjalanan di tengah-tengah orang banyak disertai
Allah. Dalam perjalanan terakhir ini salik tetap bersama orang
banyak serta membantu mereka untuk bertemu dengan Allah.
Keadaan dimana seorang salik mengalami kebersamaan
dalam perjalanan bersama Allah, salik menemukan ayat-ayat,
perwujudan-perwujudan Tuhan dalam, bersama, dirinya.
Ketika itulah terlempar dari mulut salik yang kata-kata
“ganjil” seperti anna al-Haqq, Anallah, dan lain-lain.
Dalam tasawuf keadaan itu dikenal dengan istilah ma'rifah
atau wihdat al-wujud atau hulul. Dalam penger-
tian epistemologis hal itu tidak dipahami sebagai kesatuan
esensial, dzatiyah, akan tetapi kesatuan pengetahuan,
kesatuan epistemologis. Istilah al-haqq tidak diartikan sebagai
esensi objek pengetahuan melainkan diartikan sebagai relasi
subjek-objek.
Kesatuan subjek-objek seperti itu merupakan kondisi
tatkala subjek mengetahui hal-hal gaib. Hijab yang
menghalangi pandangan manusia untuk mengetahui yang gaib,
pengetahuan Ilahi, telah tersingkap. Jenis pengetahuan inilah
yang disebut pengetahuan mukasyafah, pengetahuan yang
diperoleh dari kebersatuan pengetahuan objek-subjek karena
hijab telah tersingkap.

148
ILMU LADUNI2)
Ontologi
Dalam tasawuf dikenal tiga alat untuk berkomunikasi secara
F I L S A F A T I L M U

rohaniah, yaitu kalbu untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, roh


untuk mencintai Tuhan, dan sirr untuk musyahadah yakni
menyaksikan keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Tuhan
secara yakin (Ensiklopedi Islam, 3: 89). Ketiga unsur itu
sebenarnya menyatu, kesatuan itu secara umum disebut hati.
Jika hati tersebut dikosongkan dari segala sesuatu yang buruk
dan diisi dengan dzikrullah, maka hati itu akan mencapai
pengetahuan yang disebut dengan laduni.
Dalam kondisi seperti itu orang tersebut telah mencapai
tingkatan wali Allah atau manusia Tuhan (lihat Abu Bakar
Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tashawwuf, 1989: 276). Ia
biasanya memiliki kesaktian dan kekuatan gaib yang luar
biasa, seperti tidak tampak ketika bersama-sama orang
banyak, dapat berjalan di atas air, memegang api,
menyembuhkan orang sakit, memperpanjang umur (lihat
Abdul Qadir Zailani, Koreksi Terhadap Ajaran Tashawwuf,
1996: 205). Selanjutnya dikatakan ia mengerti hal ihwal semua
makhluk, dapat

2) Ilmu Laduni disarikan dari makalah Usep Saefullah, Mahasiswa S2 IAIN andung
Angkatan 1998/1999
mengetahui pikiran orang lain sebelum orang itu meng
ucapkannya, dapat mengetahui seseorang akan mati.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa ilmu
laduni ialah ilmu batiniah yang bukan merupakan hasil
pemikiran; ilmu laduni adalah ilmu yang diterima langsung
melalui ilham, iluminasi, atau inspirasi dari sisi Tuhan
(Ensiklopedi Islam, 3: 90).
Adanya ilmu laduni dibenarkan oleh al-Qur’an seperti
disebut dalam surat al-Kahfi ayat 65 “Dan telah Kami ajarkan

149
P E N G E T A H U A N M I S T I K

(kepada Khidir) ilmu dari Kami”. Pada ayat 60 sampai ayat 82


surat itu diceritakan tentang ilmu laduni yang dimiliki Nabi
Khidir. Nabi Khidir melubangi perahu, dan Nabi Musa tidak
mengerti alasannya; Nabi Khidir membunuh seorang pemuda,
dan Nabi Musa tidak paham alasannya, alasannya ialah
karena Nabi Khidir telah mengetahui apa-apa yang belum
terjadi mengenai ketiga episode itu. Musa tidak
mengetahuinya. Dalam contoh ini Nabi Khidir memperoleh
ilmu laduni tentang itu sedangkan Nabi Musa tidak.
Kisah di atas dapat dijadikan dalil tentang adanya ilmu
laduni. Dari kisah itu diketahui bahwa ilmu laduni diberikan
kepada nabi, dalam hal ini Nabi Khidir. Dalam surat Jin ayat
26-27 dikatakan Dia-lah Tuhan yang mengetahui yang gaib,
dia tidak memperlihatkan kepada seseorang pun tentang yang
gaib itu kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya. Jadi menurut
ayat ini pengetahuan
tentang yang gaib hanya diberikan Tuhan kepada Nabi yang

dikehendakinya.
Namun sekalipun demikian ilmu laduni dapat juga dimiliki

oleh orang selain nabi dan rasul dengan syarat orang itu telah
mencapai maqam itu. Berdasarkan sejarah ternyata ada orang
(bukan nabi atau rasul) mampu mencapai maqam itu dan ia
memiliki ilmu laduni.

Epistemologi
Kaum sufi meyakinkan tatkala seseorang telah mencapai
maqam wali Allah, maka pada kondisi itu Tuhan menjadikan
matanya dapat melihat “seperti” Mata Tuhan, telinganya
dapat mendengar “seperti” Telinga Tuhan, karena itu mereka
dapat berhubungan dengan alam gaib, seperti dengan roh,
dengan malaikat, serta mengetahui hal-hal yang belum terjadi

150
F I L S A F A T I L M U

(lihat Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Kemurnian, 1980:


107).
Maqam itu dapat dicapai dengan cara membersihkan diri
(hati) melalui riyadhah dan mujahadah. Riyadhah dan
mujahadah itu akan menghasilkan musyahadah (tembus
pandang) pada ke-Ilahian Tuhan setelah terbukanya hijab
(dinding pembatas) antara hamba dan Tuhannya. Ketika itulah
hamba tersebut menerima ilmu laduni (Ensiklopedi Islam, 3:
90). Pelaksanaan riyadhah dan
mujahadah itu biasanya dilakukan di bawah bimbingan guru
yang telah menguasai ilmu ini.
Berdasarkan konsultasi kepada seorang kiayi di
Cicalengka, ilmu laduni diperoleh melalui riyadhah. Dari
riyadhah itu timbul keyakinan. Riyadhah itu dilakukan di
bawah bimbingan guru, biasanya kiayi. Urutan riyadhah dari
seorang kiayi di Cicalengka ialah sebagai berikut.
1. harus minta maaf kepada kedua orang tua;
2. membasuh kedua ibu jari kaki mereka lantas air
pembasuh itu diminum;
3. ber-syahadah (ber-bay’at) di depan mereka;
4. berpuasa yang jumlahnya disesuaikan dengan tanggal
kelahirannya;
5. dilanjutkan berpuasa 41 hari, malamnya membaca wirid
antara lain laqad jaa‘akum rasulun min anfusikum ... (al-
Taubah dua ayat terakhir) dan awal surat al-Baqarah
diawali dengan alif lam mim;
6. syukuran;
7. berhenti puasa selama 41 hari;
8. puasa lagi selama 101 hari dan malamnya wirid 0.1-
asma’ulhusna diakhiri juga dengan sedekah;
9. berhenti puasa selama 101 hari;
151
P E N G E T A H U A N M I S T I K

10. puasa lagi selama 1001 hari, malamnya wirid dan


ditambah dengan tasbih, salawat dan doa-doa, hari terakhir

tidak makan tidak tidur 24 jam;


11. setelah selesai puasa 1001 hari kemudian diurut kembali
ke bawah dengan buka puasa makanan berbeda-beda, di
antaranya:
a) tiga hari tiga malam berbuka dengan telor ayam dengan
kecap, fungsinya supaya ucapan benar;
b) tujuh hari tujuh malam berbuka dengan tahu mentah
dan garam, fungsinya agar luas pemikiran dan
pengetahuan;
c) sebelas hari sebelas malam berbuka dengan air kelapa
beserta isinya, fungsinya agar dapat memahami apa
yang tidak dipahami akal (akal rasional);
d) puasa 21 hari berbuka biasa (dengan hewan bernyawa),
malamnya wirid istighfar 9 kali, membaca la
tudrikuhu l absar wa huwa yudrikuhu l absar wa
huwa lathifun khabir 6666 kali, fungsinya agar dapat
melihat alam gaib.

Syarat menjalani riyadhah ini haruslah berumur 30 tahun


atau sudah menikah. Untuk menjaga ilmu yang telah dimiliki
serta agar dapat diaplikasikan, maka selalu
diwiridkan:
asma’ulhusna;
la haula wa laa quwwata illa billah; la ilaha illallah;
surat ikhlas.

Aksiologi
Kegunaan ilmu laduni ialah sebagai berikut.
Agar dapat memahami ilmu dengan tepat;
Dapat mengetahui tingkatan ilmu seseorang;

152
F I L S A F A T I L M U

Mengetahui karakter seseorang;


Dapat mengambil ilmu orang lain yang diinginkan;
Dapat membedakan antara jin, setan, malaikat dan
dapat berdialog dengan mereka itu;
Dapat mengetahui penyakit seseorang dan dapat
menyembuhkannya;
Dapat mengobati orang kena santet;
Dapat mengetahui jodoh seseorang dan nasibnya;
Dapat mengetahui kematian seseorang, kalau mungkin
mengundurnya;
Dapat mengetahui keinginan seseorang tanpa ia
mengatakannya.

153
SAEFI3)
Ilmu saefi amat terkenal di kalangan pesantren. Kita sering
mendengar Saefi Angin, Saefi Air, dan saefi lainnya. Tapi saefi
juga dapat diplesetkan menjadi "sae fikiran" dalam bahasa
Sunda berarti berbaik sangka. Berikut ini ada sedikit
F I L S A F A T I L M U

perkenalan dengan ilmu saefi.

Ontologi
Dari segi etimologi, kata “saefi” (bahasa Arab) berarti pedang.
Kata ini dipakai mungkin karena pedang adalah senjata yang
tajam. Dari segi terminologi, saefi adalah nama ilmu yang
terdiri dari rentetan bacaan menurut bilangan dan waktu
tertentu yang disandarkan kepada Allah. Dilihat segi
substansinya saefi adalah doa yang dibaca terus-menerus atau
berulang-ulang menurut bilangan dan waktu tertentu. Karena
doa itu dibaca berulang-ulang maka doa itu akan menjadi
darah daging orang itu sehingga nilai doa itu akan memiliki
ketajaman seperti tajamnya pedang yang diasah berulang kali.
Doa yang tajam di sini maksudnya ialah doa yang cepat
dikabulkan Tuhan.

3) Ilmu Saefi disarikan dari makalah Jamaludin dan Maman, Mahasiswa S2 IAIN
Bandung Angkatan 1998/1999
Epistemologi dan Aksiologi
Bagaimana cara memperoleh pengetahuan saefi? Pada
dasarnya pengetahuan saefi diperoleh seperti memperoleh
pengetahuan hikmah. Pengetahuan saefi adalah salah satu
pengetahuan magis putih. Cara-cara memperoleh pengetahuan
saefi sangat beragam, tergantung pada siapa gurunya dan
saefi apa yang ia inginkan.
Pada umumnya pengetahuan magis diperoleh melalui
puasa, tetapi ternyata tidak semua
pengetahuan saefi
154
diperoleh melalui puasa. Ada saefi yang diperoleh hanya
F I L S A F A T I L M U

dengan melakukan wirid saja sebanyak bilangan tertentu


seperti Saefi Mughni, Saefi Dzulfaqar dan lain-lain. Selain itu
banyak saefi yang dipelajari dengan berpuasa dan wirid, ada
juga yang ditambah dengan tidak memakan makanan yang
bernyawa, tidak bersebadan selama menuntut saefi tertentu
seperti untuk Saefi Angin, Saefi Air. Jadi ada berbagai cara
memperoleh pengetahuan saefi, tergantung pada gurunya dan
jenis saefinya. Namun, secara umum saefi diperoleh dengan
banyak dzikrullah dan menjauhi maksiat.
Berikut ini ada beberapa macam saefi dan cara
memperolehnya.
j) Saefi Dzulfaqar
pengetahuan ini apabila dimiliki, orang yang memilikinya
berwibawa. Wiridnya sebagai berikut:

Cara mengamalkannya sebagai berikut:

• Hadiah kepada Rasulullah SAW.

* Membaca wirid di atas 21 kali dilakukan pada malam hari


selama seminggu (bila dimulai malam Jumat maka akan
selesai malam Jumat berikutnya, jadi dibaca 7 malam).

2) Saefi Mughni
Saefi ini dapat menyebabkan pemilik atau pengamalnya
mendadak kaya.
Wiridnya ialah sebagai berikut:

155
P E N G E T A H U A N M I S T I K

Cara mengamalkannya sebagai berikut: •


Hadiah kepada Rasulullah SAW.

• Membaca wirid di atas sebanyak 300 kali pada malam hari


selama seminggu.

3) Saefi Umum

Saefi ini apabila diamalkan maka apapun yang diinginkan


akan mudah tercapai.
Wiridnya sebagai berikut:

156

Cara mengamalkanya sebagai berikut:


F I L S A F A T I L M U

• Shalat hajat 2 rakaat


• Hadiah kepada Rasulullah SAW.

• Membaca wirid di atas 41 kali dilakukan di malam hari.

4) Saefi Antazaman
Saefi ini dapat menyelamatkan orang dari pengaruh negatif arus
zaman.
Teks wiridnya sebagai berikut:

Cara mengamalkannya:
• Hadiah kepada Rasulullah SAW.

• Membaca wirid di atas berulang-ulang.


JANGJAWOKAN4)
Di tatar Sunda, istilah Jangjawokan masih dikenal
masyarakat. Masih ada juga sebagian warga masyarakat
mempelajarinya dan ada yang mengajarkannya, masih ada
juga yang menggunakannya. Jangjawokan adalah semacam
ucapan untuk tujuan magis tertentu.

157
P E N G E T A H U A N M I S T I K

Ontologi
Jangjawokan adalah bahasa Sunda, disebut juga Jampi Aji-aji
dalam bahasa Jawa, adalah semacam ucapan yang bacaannya

campuran antara bahasa Arab, bahasa Sunda, bahasa Jawa. Isi


kalimatnya mirip dengan mantra, ia biasanya disusun dalam
bentuk syair.
Jangjawokan itu merupakan ucapan atau kalimat (kalimat-
kalimat) yang bila diucapkan diyakini memiliki kekuatan
magis tertentu. Asal-usul Jangjawokan tidak jelas, dari mana
dan siapa yang mula-mula mengajarkannya. Yang unik, di
setiap daerah di Indonesia (mungkin juga di tempat lain)
terdapat Jangjawokan dengan istilah bermacam-macam dan isi
kalimat mantranya berbeda-

4)Jangjawokan diadaptasi dari makalah yang ditulis oleh M. Muchtaram dan Dede
Daud, Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1998/1999
beda menurut daerah masing-masing. Tidak juga dapat
dipahami mengapa untuk tujuan tertentu digunakan kalimat
tertentu dengan persyaratan tertentu pula. Yangdiceritakan
dalam uraian ini adalah Jangjawokan di daerah Sunda.
Di daerah Sunda, Jangjawokan itu kelihatannya berupa
doa, untuk keperluan tertentu, seperti agar lulus ujian, agar
dagangannya laris, agar dicintai seseorang (jadi sama dengan
pelet), agar jadi pemberani, agar musuh takut, dan lain-lain.

Epistemologi
Bacaan dalam Jangjawokan biasanya diajarkan oleh guru dari
mulut ke telinga (secara lisan) dalam situasi tidak formal.
Lafal-lafal bacaannya dihafalkan dengan meniru ucapan dari

158
F I L S A F A T I L M U

guru, biasanya orang datang ke guru tatkala memerlukannya


saja, misalnya, seseorang mendapat tantangan (fisik) maka ia
datang ke guru minta diajarkan bacaan agar penantang itu
takut.
Agar bacaan-bacaan dari guru berkhasiat ampuh (sunda:
matih) diperlukan terpenuhinya syarat-syarat tertentu,
seperti puasa wedal (puasa hari kelahiran) puasa tiga hari
berturut-turut, puasa mutih, kadang-kadang tapa, dan lain-
lain sesuai petunjuk guru. Bagi
mereka yang telah dibekali dengan bacaan Jangjawokan ada
pantangan yang tidak boleh dilanggar, seperti tidak boleh
melewati kali (harus turun, tidak boleh lewat jembatan, tidak
boleh melangkahi kali), tidak boleh menyembelih hewan, tidak
boleh makan kelapa muda, tidak boleh makan sate yang
dipanggang dan lain-lain sesuai petunjuk guru.
M. Muchtaram mewawancarai guru Jangjawokan. Menurut
guru itu (Kadim) pengetahuan ini tidak boleh diberikan kepada
seseorang kecuali bila ia telah menyatakan ingin berguru. Yang
akan berguru harus memenuhi syarat-syarat, seperti puasa
khusus beberapa hari, mati geni, atau tapa. Berat atau
ringannya syarat akan menentukan tinggi-rendahnya khasiat
ilmu itu. Ada yang disyaratkan puasa 3 hari, 7 hari, ada juga
yang 40 hari diakhiri dengan mati geni, tapa di atas jembatan
kecil semalam.
Masih dari penelitian Muchtaram, menurut nenek Nacih ilmu
itu dapat diberikan kepada seseorang tanpa persyaratan
tertentu bila orang tersebut dapat dipercaya, hanya saja dalam
penerapannya tidak akan berkhasiat (sunda: tidak matih) bila
persyaratan tidak dipenuhi atau Pantangannya dilanggar. Tapi
Rosidin mendapatkan ilmu ini dari neneknya tanpa
Persyaratan tertentu, itu diberikan karena Rosidin sangat
dipercaya mungkin karena kekerabatan.

159
P E N G E T A H U A N M I S T I K

Berikut adalah petunjuk tentang cara mempelajari ilmu ini


dan cara menggunakanya, diambil dari makalah Muchtaram.
1. Sebelum menjalankan atau mengamalkan ilmu ini
sebaiknya kita memilih lebih dahulu jampi atau doa atau
ucapan yang paling tepat sesuai dengan tujuan kita dan
sesuai dengan kemampuan kita melaksanakannya, terutama
yang menyangkut persyaratan.
2. Mandi keramas, agar bersih dari hadas besar dan hadas
kecil.
3. Niat harus bulat, terkonsentrasi, jika jampinya asihan,
maka kita harus membayangkan wajah orang yang
diinginkan seolah ada di hadapan kita.
4. Menjalankan puasa sesuai petunjuk guru, biasanya tidak
seperti puasa Ramadhan. Puasanya 24 jam sehari. Bila akan
puasa hari Senin, maka mulai hari Ahad pukul 17.00 sudah
berpuasa, berbukanya hari Senin ba’da Maghrib. Kalau
puasa mutih berarti hanya berbuka nasi putih, air putih,
kalau mati geni (ngebleng), maka harus selalu di kamar dan
tidak boleh makan dan minum, serta tidak tidur semalaman.
5. Jika sudah selesai puasa dan bacaan sudah hafal,
dianjurkan mengadakan selamatan yaitu menyediakan
makanan sesuai petunjuk guru, biasanya nasi

160
F I L S A F A T I L M U

gurih dengan ayam putih, ikan warna tertentu atau telor


jumlah tertentu. Semuanya sesuai petunjuk guru
Jika dalam pelaksanaan persyaratan itu mendapat
godaan, sehingga batal, maka harus sabar dan mencoba lagi.

Aksiologi
Kelihatannya Jangjawokan digunakan untuk hal-hal yang
baik. Agak sulit menempatkan Jangjawokan, apakah
termasuk ilmu putih atau ilmu hitam. Untuk menilai
Jangjawokan agaknya perlu dilihat pada tiga hal; pertama,
pada epistemologinya, dalam hal ini persyaratannya, jampi
atau bacaannya dan kedua, segi aksiologinya.
Berikut beberapa contoh Jangjawokan yang men-
jelaskan selain bacaannya juga kegunaannya.

1) Asihan Nabi Yusuf


bacaannya:
inna kulli syai‘in qadir

rohku, cahayaku, Yusuf;

mukaku muka Ali;


badanku badan Muhammad;
barang siapa yang melihatku tolong ambilkan si binti ...
tolong antar samaku hatinya si ... binti ...
laa ilaaha illallahi Muhammad Rasulullah.

Syaratnya: puasa Senin-Kamis masing-masing 7 hari (jadi 7


Senin dan 7 Kamis). Bacaan di atas di baca 35 kali setiap malam

161
P E N G E T A H U A N M I S T I K

sebelum tidur.
Kegunaannya agar dicintai perempuan.

2) Asihan Perorangan
Bacaannya:
hong o lintang-lintang wengi, rembulan koneng nyumiratake,
cahayane kang gumilang, ana ing ranjangku si ... binti ...
atine ajanganti bisa anteng sadurunge mara menyang aku,
laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah.

Syaratnya: bacaan ini dibaca tengah malam sambil


memandang kumpulan bintang-bintang di langit.
Gunanya: mempertebal cinta kasih yang sudah lama retak
3) penyembuhan Bisul
Bacaannya:

bismillahirrahmanirrahim
sangkama abang burung,
sangkama bali burung,
lebur hancur jadi banyu,
ngalaketai jadi lenga,
leungit tanpa lebih ilang tanpa karana,
rep sirep ku kersaning Gusti Allah,
rep sirep ku kersaning Gusti Allah,
rep sirep ku kersaning Gusti Allah,
hurip nu ngajampe, hurip nu dijampe,
laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah.

Caranya: Kapur yang sudah dibasahi dioleskan pada daun


sirih yang telah dilubangi tengahnya, tempelkan pada bisul,
162
F I L S A F A T I L M U

insya Allah 3 sampai 7 hari sembuh.

4) Penyembuhan Sakit Ulu Angen

Bacaannya:
astaghfirullahal’azhim 3x
cunduk soteh bade nulungan, datang soteh bade nyare’atan,

163
P E N G E T A H U A N M I S T I K

huripna kunabi, waras ku Allah,


huripku kersaning Allah.

Syaratnya: harus puasa Senin-Kamis dan tanggal satu setiap


bulan Hijriah
Caranya: rebus daun sembung, patrawali dan daun jeruk
besar, pada tempurung berwarna hitam yang dimasuki uang
logam, kemudian airnya diminum oleh yang sakit sampai habis
dan uang logamnya disedekahkan kepada anak yatim. Selain itu
si sakit harus mengunyah beras merah, kencur dan bawang
merah sekaligus ditelan sampai habis.

5) Memandikan Orang yang Mempunyai Tanda


Bacaannya:
bismillahirrahmanirrahim
allahumma sangkala ponggong
waw wayu fi kulli kabir fi kula besar
pangucap nabi luku-tiku lenyay-lenyay,
wuries wurleees

Caranya: bacaan itu ditiupkan pada air dalam ember yang


dimasukkan uang logam, kemudian dimandikan pada orang
yang dianggap mempunyai kelainan seperti sangat nakal atau
sulit mempunyai adik.
6) Memberantas Hama Wereng
Bacaannya:
bismillahirrahmanirrahim,
allahumma qadrihi, allahumma sariqatihi, aja uju lahu laha,
sari qatihi watakailimunahu, roh nu rihim, roh nurihim, roh
nurihim.

164
F I L S A F A T I L M U

Caranya: bacaan tersebut dibacakan pada abu kemudian


abunya ditaburkan pada tanaman atau padi yang kena wereng
sambil berkeliling di sawah tiga kali.

Menurut Kadim (sumber Muchtaram), ilmu ini (Jangjawokan)


dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, tergantung pada
jenis bacaannya, antara lain:
• agar dikasihi orang, pembesar;
• agar dicintai (jadi seperti pelet);
• untuk menyembuhkan penyakit;
• agar disegani atau ditakuti, dan lain-lain.

Selanjutnya Kadim menyatakan bahwa ilmu ini tidak akan


berkhasiat bila digunakan untuk tujuan yang tidak baik atau
diperjualbelikan secara materi. Menurut Nenek Nacih begitu
juga, katanya, bila dimintai pertolongan haruslah diberikan
dengan ikhlas tanpa mengharap imbalan apa-apa seandainya
do’anya dikabulkan.
Berikut beberapa contoh Jangjawokan yang diambil dari
makalah Dede Daud:

1) Kadugalan (agar kebal)


Bacaannya:
awak tapak malang gena, awak panyipuh buana awak sang
suci manik, awak sang suci dewata, ya ingsun jaya sorangan,
jaya batu jaya aing, jaya bata, syahadat.

2) Kadugalan (supaya dapat berjalan di atas air)


Bacaannya:
awak tapak malang gena, awak panyipuh buana, awak sang
165
P E N G E T A H U A N M I S T I K

suci manik, awak dewata, ya ingsun jaya sorangan, jaya cai


jaya aing, jaya cai, syahadat.

3) Pangabaran (menghadapi musuh)


Bacaannya:
diuk aing satungtung gunung, tunjang aing satungtung
nagara, ciduh aing satunjang sagara, batuk aing sada gugur,
dehem aing sada mantri, kiceup aing kijing kiblat, syahadat.

Dibaca ketika menghadapi lawan, dehem tiga kali-

166
F I L S A F A T I L M U

4)Pamelet (asihan si lulut putih)


Bacaannya
asihan aing si lulut putih, sangka lulut ambung kameneng,
sangkama tumpek di bali, naon papanganan sia, sangisut
putih sangules putih, harti basa keur leutik, harta geus
mangrupa, asihan ti para nabi, paparin ti para umat, seweu
ratu komo rosul, seweu menak komo hayang, cacakan seweu

dewata, mangka welas mangka asih, asih ka diri aing.

5) Jampi Raheut (patah tulang)


Bacaannya:

istighfar 3x syahadat lx
kulit pabeulit urat papulang, disireup ku
beusi persani,
rep tiis ti peuting waras ti beurang,
hurip ku gusti waras ku kersaning,
sumsum tepung sumsum,
tulang tepung tulang,
jin nu ngarapetna,
daging tepung daging,
Jin nu ngarapetna,
nyuhunkeun pitulung ka para dewa nu tujuh,
sukmana, akmana, rasana, pangawasana,
cageur kabudaan,

Dilanjutkan baca syahadat, kemudian disapu yang luka


atau patah.

167
P E N G E T A H U A N M I S T I K

6) Pileumpeuhan (agar musuh lemah)


Bacaannya:
kuyungkung bayu kuyungkung, suka
sia dicancang ku aing, bayu leuleus
bayu ampeuh, ampeuh ka diri aing, ka
raga aing, leupeuh!

7) Penangkal sial
Bacaannya:
tapak aing cadas ngampar,
bitis aing batu tungelis,
beuteung aing beuteubg beg-beg,
sirah aing batu wulung, ya ingsun batu wulung,
badannya, matanya, nyuhunkeun pitulung,
dewa anu tujuh,
syahadat.
Jangjawokan adalah semacam jampi-jampi atau bacaan-
bacaan atau mantra-mantra yang berkembang di daerah
tertentu. Yang dibicarakan di atas adalah Jangjawokam di
daerah Sunda. Jampi-jampi itu diyakini memiliki kekuatan
magis oleh orang yang menggunakannya. Kekuatan tersebut
mungkin merupakan bantuan atau dorongan bagi orang yang
hendak melakukan kebaikan atau untuk menangkal
marabahaya yang mengancamnya.
Jangjawokan merupakan tradisi mistis yang berlaku di
daerah tertentu. Biasanya diajarkan atau diberikan ketika
diperlukan.
Sandaran yang dipakai Jangjawokan ternyata bermacam-

168
F I L S A F A T I L M U

macam, kadang-kadang ke Allah, kadang ke dewa atau ke jin.


Agaknya Jangjawokan merupakan percampuran budaya lokal
dan budaya Islam. Sangat sulit untuk menegaskan apakah
Jangjawokan masuk mistik Putih atau hitam. Mengujinya
harus pada ontologi, epistemologi serta aksiologinya.
SIHIR2)
Agaknya sihir merupakan istilah yang telah lama sekali
dikenal oleh umat manusia. Apa sebenarnya sihir itu, apa
bedanya dengan tenung, santet, dan sebagainya? Bagaimana
cara mengetahui sihir? Untuk apa gunanya?

Ontologi
Secara etimologis kata sihir berasal dari bahasa Arab bentuk
mashdar kata kerja sahara-yasharu yang memiliki arti
sesuatu yang sumbernya lembut atau halus (Louis Ma’luf, Al-
Munjid fi al-Lughah wa al-‘Alam, 1975: 323). Selain makna
bahasa di atas, kata sihir secara bahasa juga berarti al-sharfu
(membelokkan), maksudnya, membelokkan sesuatu dari
kenyataan yang sebenarnya ke sesuatu yang bukan
sebenarnya (Ibnu Mandzur Jamaluddin al-Anshari, Lisan al-
‘Arab, juz 6, tt: 12). Arti lain sihir ialah istikhdam al-arwah,
menggunakan roh (Elias, Modern Dictionary English Arabic,
1968: 423).
Berdasarkan arti kata tersebut dapatlah dikatakan bahwa
sihir merupakan upaya yang dilakukan manusia sebagai suatu
tipu daya yang dalam mewujudkannya,
169

2 Sihir diadaptasi dari makalah yang ditulis oleh Asep Herdi dan A. Bachrun Rifa’i
Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1998/1999.
F I L S A F A T I L M U

meminta bantuan sesuatu yang halus (setan) untuk


membelokkan sesuatu yang sebenarnya ke sesuatu yang
bukan sebenarnya. Menurut Samudi Abdullah (Takhayyul
dan Magic dalam Pandangan Islam, 1997: 41) yang dimaksud
ialah tenung dan santet. Muhammad bin Abdul Wahab (al-
Tauhidalladzi huwa Haqqullah ‘ala al-’Abid, 1969: 48) men-
definisikan sihir sebagai azimat-azimat, mantra-mantra, atau
perbuatan tertentu dengan bantuan setan yang
mempengaruhi hati dan badan, sehingga menyebabkan sakit,
mati, atau terpisahnya seseorang dari keluarganya.

Dari Syaikh Wahid Abdul Salam Bali (al-Sharim al- Battar


fi Tashaddi li Saharat al-Asrar, 1995: 21) ada keterangan
bahwa sihir ialah memalingkan sesuatu dari hakikatnya
kepada selainnya, seolah-olah penyihir melihat kebatilan
dalam bentuk kebenaran dan membayangkan sesuatu tidak
menurut yang sebenarnya. Selanjutnya Abdul Salam Bali
(1995:21) mengutip beberapa pengertian sihir sebagai berikut.
•Sihir adalah perbuatan yang dilakukan dengan
mendekatkan diri kepada setan dengan pertolongan
darinya.
•Orang Arab menyebut sihir karena sihir mengubah sehat
menjadi sakit.
•Sihir ialah mengeluarkan kebatilan dalam bentuk
kebenaran.
•Sihir ialah sesuatu yang lembut pengambilannya.
Fakhruddin al-Razi berkata bahwa sihir menurut tradisi
syari’at ialah setiap perkara yang tersembunyi penyebabnya
dan dibayangkan tidak sebagaimana yang sebenarnya
sehingga tidak ubahnya seperti penipuan (Abdul Salam Bali,
1995: 22).
Abu Abdullah al-Razi (Tafsir Ibnu Katsir, 1: 147)
170
F I L S A F A T I L M U

menjelaskan bahwa sihir itu ada delapan macam, yaitu:


• Sihir orang-orang Kildan dan Kisydan yang menyembah
tujuh bintang. Mereka meyakini bahwa bintang-bintang
tersebut mengatur alam dan dapat mendatangkan
kebaikan atau keburukan;
• Sihir orang-orang yang berilusi dan berjiwa kuat;
• Sihir yang dilakukan dengan cara meminta bantuan roh-
roh rendah yaitu setan;
• Sihir yang tampak pada penyusunan alat-alat tertentu
berdasarkan ukuran-ukuran tertentu;
• Sihir dalam bentuk khayal, hipnotis, dan sulap;
• Sihir yang menggunakan obat-obat khusus yakni dalam
berbagai makanan dan minyak;
• Sihir yang menggantungkan ke hati;
• Sihir dalam bentuk menggunjing dan mendekat dengan
cara yang ringan dan lembut.
Muhammad ibn Abdul Wahab (dalam Kitab al-Tauhid)
membagi sihir menjadi tujuh.
• ‘Iyafah, memasukkan burung ke dalam sangkar,
kemudian dibentak. Ini dikerjakan pada zaman jahiliah,
kalau burung itu terbang ke atas, ke samping, kanan atau
ke muka, berarti orang yang berniat mengerjakan sesuatu
itu akan berhasil, karenanya niat itu boleh dilaksanakan;
bila terbang ke bawah ke kiri atau ke belakang, maka niat
itu hendaklah diurungkan.
• Thiyarah (klenik perburungan), berprasangka buruk yang
timbul dari suara burung tertentu dan arah terbangnya.
• Al-Tharqu (ramalan dengan garis), dilakukan dengan cara
memukul dengan batu-batu kecil.
• Al-Tanjim (astrologi), dengan mengambil petunjuk dari
situasi falak sebagai pedoman atas kejadian di bumi.
• Membundel benang dan meniup tiap bundel.

171
P E N G E T A H U A N M I S T I K

• Namimah, yaitu mengadu domba manusia, digolongkan


sihir karena pengaruhnya dapat menggoncangkan hati dan
merusak hubungan.
• Bayan (susunan kata indah), dapat memutarbalikkan yang
hak dan yang batil.
Dilihat dari klasifikasinya Suroso Orakas (White Magic
1989: 21-22) membagi sihir menjadi dua, yaitu sihir klasik dan
sihir modern. Sihir klasik dilaksanakan secara tradisional dan
dilakukan oleh pawang atau penenung Sihir klasik ini
dibaginya tiga, yaitu:
1. Sihir dengan konsentrasi penuh pada tujuan.
2. Sihir dengan menggunakan alat bantu.
3. Sihir dengan gerakan-gerakan tertentu disertai mantra-
mantra.

Sihir modern adalah sihir yang dilaksanakan dengan cara-


cara modern, praktis dan sederhana, yang biasanya dilakukan
oleh ahli hipnotis dan paranormal.
Dapatkah Anda mengenal siapa itu tukang sihir? Inilah
tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seseorang adalah
tukang sihir:
• Bila ia bertanya kepada klien, nama ayah dan ibunya.
• Ia mengambil atau meminta benda bekas d i p a k a i (seperti
peci, sapu tangan, kain) orang yang a k a n di sihir.
• Atau ia meminta binatang dengan sifat-sifat tertentu untuk
disembelih tidak dengan menyebut nama Allah kadang-
kadang mengoleskan darahnya ke bagian tubuh orang
yang diobati (disihir) atau kadang kadang melemparkan
darah itu ke tempat sepi.
•Ia menuliskan jimat-jimat tertentu.
• Membaca mantra yang tidak dipahami.

172
F I L S A F A T I L M U

• Memberi hijab (semacam kerudung) yang bersegi empat di


dalamnya ada huruf-huruf atau angka.
• Meminta klien (yang diobati) agar tidak bertemu orang lain
(‘uzlah) selama masa tertentu di dalam kamar yang tidak ke
masukkan sinar matahari, orang awam menyebutnya hijbah
atau nyepi.
• Kadang-kadang meminta klien tidak menyentuh air selama
masa tertentu biasanya 40 hari.
• Memberikan kepada klien benda-benda yang harus ditanam
di tanah.
• Memberi klien kertas untuk dibakar dan berasap dengannya.
• Kadang-kadang memberitahukan kepada klien namanya,
nama negeri asalnya dan persoalan yang akan ditanyakan
klien, jadi ia mampu menebak.
• Menuliskan sesuatu di kertas atau di piring tembikar warna
putih dan memerintahkan penderita agar melakukannya dan
meminum airnya.
Epistemologi
Sihir selalu menggunakan bantuan jin kafir. C a r a mendatangkan
jin ialah sebagai berikut.

Thariqat al-Iqsam (bersumpah atas nama jin)


Masuk ke dalam kamar yang gelap, kemudian me nyalakan api
dan meletakkan kemenyan di atas api tersebut, sesuai dengan
tujuan yang diinginkan. Jika ingin menceraikan, menimbulkan
permusuhan, kebencian atau sejenisnya, maka ia harus
meletakkan kemenyan yang berbau tidak enak.

Thariqat al-Dzabhi (menyembelih sembelihan)

173
P E N G E T A H U A N M I S T I K

Mendatangkan seekor burung, ayam, burung dara, atau


binatang lainnya yang memiliki sifat-sifat tertentu sesuai
permintaan jin, biasanya berwarna hitam, kemudian
menyembelihnya tanpa menyebut nama Allah, kadang-kadang
penderita (yang sakit) diolesi darahnya, kemudian melemparkan
hewan itu ke tempat reruntuhan, sumur, atau tempat kosong
yang biasanya menjadi tempat tinggal jin. Ketika
melemparkannya tidak bole menyebut nama Allah, kemudian
kembali ke rumahnya lalu mengucapkan mantra, kemudian
memerintahkan jin melakukan sesuatu yang diinginkannya.
Thariqat Sufliyah (melakukan kenistaan)
Yang menempuh cara ini biasanya memiliki sejumlah
pembesar jin yang siap melaksanakan perintahnya.

Thariqat Najasah (menuliskan ayat al-Qur’an menggunakan


najis)
Menuliskan salah satu surat al-Qur’an menggunakan darah
haid atau benda najis lainnya, kemudian mengucapkan mantra-
mantra sehingga datang jin yang diinginkan, lalu diperintahkan
untuk melakukan sesuatu.

Thariqat al-Tankis (menuliskan ayat Al-Qur’an dengan


susunan sungsang)
Menuliskan salah satu surat al-Qur’an dengan huruf terpisah-
pisah dan sungsang, kemudian mengucapkan mantra sampai jin
yang diinginkan datang untuk diperintah.

Thariqat Tanjim (menujum menggunakan binatang)


Menunggu munculnya bintang tertentu, kemudian berbicara
dengannya dengan bacaan sihir lalu membaca mantra-mantra.

174
F I L S A F A T I L M U

Setelah itu ia melakukan beberapa geakan untuk menurunkan


spirit bintang itu, sekalipun orang yang menujum tidak
menyadarinya.
Thariqat Kaffi (melihat melalui telapak tangan)
Menghadirkan anak kecil yang belum baligh, tidak dalam
keadaan wudhu, pada telapak tangan kiri anak kecil itu dibuat
gambar segi empat, di situ ditulis mantra mantra sihir. Mantra
itu ditulis di sekitar segi empat itu di tengah segi empat itu
diletakkan minyak dan bunga warna biru atau minyak dan tinta
biru. Kemudian ditulis mantra lain dengan huruf-huruf terpisah
di atas kertas memanjang, kemudian kertas ini diletakkan
seperti payung di wajah anak itu dan dipakaikan topi, kemudian
anak itu ditutup seluruh badannya dengan pakaian berat.
Dalam keadaan seperti itu anak kecil itu melihat telapak
tangannya, tentu saja ia tak dapat melihat apa-apa karena
gelap. Penyihir membaca mantra. Anak itu akan merasa terang
dan melihat gambar yang bergerak-gerak di telapak tangannya.
Tukang sihir bertanya, apa yang kamu lihat? Anak itu
menjawab bahwa ia melihat seorang laki-laki. Tukang sihir
berkata agar anak itu mengatakan kepada lelaki itu bahwa sang
dukun (penyihir) menyuruh ini atau itu, kemudian gambar itu
bergerak sesuai perintah. Biasanya sihir ini digunakan untuk
mencari sesuatu yang hilang.

Tariqat al-Atsar (menggunakan benda bekas pakai)


Meminta pada klien benda bekas pakainya, seperti sapu
tangan, peci atau apa saja yang mengandung bau
keringatnya, kemudian mengikat sapu tangan tersebut dari
ujung lalu sekitar empat jari (dari ujung) dipegang dengan
kuat seraya membaca surat al-Takatsur atau surat pendek
lainnya dengan suara keras, dilanjutkan membaca mantra

175
P E N G E T A H U A N M I S T I K

dengan suara lirih, kemudian memanggil jin dan berkata: jika


penyakitnya disebabkan oleh jin maka hendaklah kalian
memendekannya (sapu tangan itu), jika karena gangguan
mata (dengki), maka panjangkan, jika penyakitnya berkenaan
dengan urusan kedokteran, hendaklah kalian membiarkan
sebagaimana adanya. Kemudian sapu tangan diukur lagi. Jika
memanjang lebih dari empat jari, maka penyihir itu
mengatakan bahwa pasien kena gangguan mata, dan begitu
seterusnya sesuai ukuran yang ditemukan.
Kata sihir, bila diucapkan, ia mengesankan sesuatu yang
serem, misterius, jahat. Mantra-mantra dan peralatan yang
dipergunakannya tidak mudah dipahami oleh pemikiran
sekilas. Suasana serem penuh kekuatan magis, menyebabkan
bulu kuduk merinding tatkala berada dalam sebuah ruangan
tertutup yang dipenuhi asap kemenyan serta benda-benda
yang terkesan magis berderet mengelilingi tukang sihir.
Gambaran ini dirasakan penulis tatkala mengumpulkan bahan
dalam Menulis makalah ini di salah seorang tukang sihir di
Tasikmalaya selatan, suatu tempat terpencil jauh dari
keramaian.
Ke tempat itu ada orang meminta bantuan misalnya untuk
membinasakan seseorang, menyakiti seseorang atau meminta
mengguna-gunai seseorang. Kesan pertama yang diperoleh
penulis ialah tukang sihir bersifat tertutup, tidak bersedia
menerangkan sesuatu yang bersangkutan dengan sihir.
Menurut sumber saya, sihir dapat dilakukan oleh siapa
pun asal ia berkeyakinan penuh dan mampu berkonsentrasi
mengikuti ketentuan. Efektivitas sihir ditentukan oleh
ketepatan proses dan pelaksanaan ritual. Benar atau atau
tidaknya ritual sihir, tepat tidaknya penggunaan alat-alat

176
F I L S A F A T I L M U

bantu saat proses penyihiran, akan mempengaruhi efektivitas


sihir. James Drever (Kamus Antropologi, 1986: 414)
mengemukakan bahwa proses ritual sebagai suatu sistem
upacara atau prosedur magis merupakan bagian yang penting
dalam sihir. Itu biasanya dilakukan dengan cara-cara khusus,
kata-kata khusus atau rangkaian kalimat, khusus yang
biasanya dihubungkan dengan tindakan-tindakan penting.
Ritual sihir mutlak harus dilakukan secara tepat. Ritual sihir
sangat beragam, tidak satu model. Ada ritual menggunakan
alat, ada yang tidak, ada yang dilakukan malam ada yang
bukan malam.
Ketika penulis makalah meminta sumbernya memberikan
contoh praktek menyihir, ia ditanya, apakah punya musuh.
Katanya, bila punya musuh dapat dipraktekkan
untuk membinasakannya. Peneliti hanya meminta sumbernya
mendemontrasikan saja.
Tukang sihir (dalam contoh ini lebih dikenal tukang santet),

mengambil semacam boneka kecil yang dibungkus dengan kain


kafan. Konon boneka itu bukan sembarang boneka. Boneka itu
berasal dari bayi yang meninggal, diambil di kuburan pada
malam Jumat Kliwon, dicuci atau dimandikan di tujuh air
terjun dan dikeringkan diterik matahari selama tujuh kali
purnama (tujuh bulan), sampai betul-betul kering.dengan
ajian- ajian tertentu lantas dibungkus dengan kain kafan.
Boneka itu diletakkan dihadapannya, kemudian ia
mengambil paku-paku kecil dan jarum dan disatukan dengan
memerang bambu, kemudian dengan mantra- mantra tertentu
diikatkan pada bagian tubuh boneka tersebut, lalu diangkat
dan diputar-putar di atas kepala. Setelah itu, diangkat dengan
tangan kiri berada di atas pembakaran kemenyan. Lantas ia

177
P E N G E T A H U A N M I S T I K

mengambil jarum yang agak besar, kemudian ia menusuk-


nusukkannya pada sekujur tubuh boneka tadi disertai
pengucapan mantra- mantra yang hebat.
Setelah selesai demontrasi itu, tukang sihir (santet) itu
menjelaskan bahwa maksud meletakkan jarum kecil yang
diikatkan pada tubuh (biasanya perut) ialah agar bagian dalam
(perut) sasaran santet merasa sakit yang luar biasa dan sangat
lama, tergantung kehendak
penyantet. Adapun jarum yang agak besar yang ditusuk
tusukkan dimaksud agar menambah rasa sakit pada sekujur
rubuh sasaran, namun ini hanya sesekali katanya, biasanya
pada malam hari saja, tatkala orang yang menunggui sasaran
santet sedang tertidur.
Sumber juga menjelaskan bahwa santet juga dapat
dilakukan dengan cara mengirimkan binatang ke sasaran
santet. Binatang yang biasanya digunakan ialah ular, burung,
angsa, kalajengking. Binatang itu memang ada, sudah mati
dan sudah dikeringkan. Prosesnya ialah membacakan mantra-
mantra dan ditiupkan pada binatang tersebut. Binatang ini
akan muncul di tempat sasaran santet dalam bentuk yang
menakutkan, dan itu kadang-kadang sangat berpengaruh pada
sasaran santet.
Sihir (dalam hal ini santet) tidaklah dapat dipahami secara
rasional. David L. Silis (International Encyclopedia of the
Social Sciences, 1972: 211) mengemukakan bahwa santet is non
rational practices believed to influence mans relation to his
environment both human and hon-human.
Dalam setiap sihir terdapat mantra-mantra, antara
mantra dan ritual sihir tidak dapat dipisahkan, merupakan
satu kasatuan. Mantra adalah roh yang memberi kehidupan

178
F I L S A F A T I L M U

pada ritual, dan ritual adalah tempat kehidupan mantra.


Mantra adalah kalimat sihir yang banyak ragamnya. Ada yang
dalam bahasa Arab, Indonesia, Jawa, dan lain-lain. Ciri-ciri
mantra, menurut

179
F I L S A F A T I L M U

Samudi Abdullah (Takhayyul dan Magic dalam pandangan


Islam, 1997: 25) ialah sebagai berikut:
• isinya mengandung kemusyrikan.
•kadang-kadang menggunakan ungkapan yang tidak
dimengerti.
• mendorong sugesti diri secara khayali.
• pengucapannya secara rahasia (yang dimantrai tidak akan
mengerti mantra itu).
• ada anggapan bahwa lafal mantra itu mempunyai
kekuatan magis;

Mantra tidak tergantung pada bahasa tertentu, karena itu


sihir dengan ritualnya dan mantranya bukan monopoli bahasa
tertentu. Suatu bahasa yang digunakan dalam mantra sihir
tidak menjadikannya lebih unggul dari pada sihir dengan
mantra berbahasa lain. Apapun bahasa yang digunakan, asal
saja dilaksanakan dengan mengikuti ketentuan ritual sihir,
maka sihir akan efektif, tanpa harus mengerti bahasa itu
(Umar Hasyim, Setan Sebagai Tertuduh dalam Masalah Sihir,
Takhayyul, Pedukunan dan Azimat, tt: 198). Inilah salah satu
mantra:

Sang wewe putih gendongan aku, sang wewe abang


aling-alingana aku, sang buto ijo aja ana ing kono, sukma
toya ana ing buriku, landhep tan kathon, adoh tan
katingal.
Ingin memiliki ilmu sihir? Anda dapat belajar ke tukang
sihir, bila ia bersedia mengajarkan. Yang dipelajari ialah ilmu
sihir, yang salah satu modelnya seperti diuraikan di atas.
Bagaimana cara mempelajarinya dapat ditanyakan langsung
pada guru itu. Tetapi, secara umum, ilmu sihir dapat dimiliki

180
F I L S A F A T I L M U

setelah melalui urutan latihan yang khas magis. Biasanya


terdiri dari latihan konsentrasi, latihan untuk menambah
tingkat keyakinan. Bentuk latihan, biasanya berupa puasa,
tapa, dan menghafalkan mantra.

Aksiologi
Berdasarkan uraian di atas dapatlah diketahui bahwa
kegunaan sihir lebih berorientasi pada orang yang
memanfaatkannya (biasanya pemesan) dan penyihir itu sendiri
(yang mendapat imbalan dan ada juga bersifat sukarela).
Kegunaan bagi pemesan ialah ia puas bila musuhnya sakit
atau binasa, bagi penyihir ia akan meningkat popularitasnya
dan sejumlah materi yang diterimanya.
Penggunaan sihir hanya ada dua, pertama yang dikenakan
pada badan kedua kepada harta korban. Berikut adalah
beberapa jenis sihir dan kegunaannya:
1) Sihir Perceraian
Digunakan untuk menceraikan suami istri atau untuk
menimbulkan permusuhan antara orang yang bersahabat.
Bentuknya mungkin:
• pemutusan hubungan anak dengan ibunya;
• pemutusan hubungan anak dengan bapaknya;
• pemutusan hubungan atasan dengan bawahannya;
• pemutusan hubungan seseorang dengan temannya;
• pemutusan hubungan kemitraan;
• perceraian antara suami istri;
• berubah keadaan secara mendadak dari cinta menjadi
benci;

181
P E N G E T A H U A N M I S T I K

• saling mencurigai;
• enggan meminta maaf;
• memperbesar sebab pertengkaran atau perselisihan;
• terbaliknya pandangan suami terhadap istrinya dan
sebaliknya;
• benci terhadap setiap perbuatan pihak lain;
• benci pada tempat tinggal pihak lain;

2) Sihir Mahabbah atau Guna-guna


Digunakan oleh perempuan agar terlihat menarik. Gejala sihir
mahabbah:
1) asmara dan cinta berlebihan
2) nafsu seks meningkat
3) tidak dapat menahan rasa cinta
4) mabuk kepayang melihatnya
5) taat sepenuhnya

3) Sihir Menipu Penglihatan (hipnotis)


Tukang sihir mendatangkan sesuatu yang diketahui oleh orang,
kemudian mengucapkan mantra lalu meminta bantuan setan
sehingga orang melihat sesuatu itu tidak sebagaimana
sebenarnya.
Gejala-gejala sihir hipnotis:
• orang melihat benda diam seolah bergerak dan sebaliknya.
• orang melihat sesuatu yang kecil menjadi besar dan
sebaliknya.
• melihat sesuatu tidak sebagai sebenarnya.

182
4) Sihir Gila
Jin yang ditugasi penyihir masuk ke dalam jasad sasaran dan
diam di otaknya, kemudian menekan sel-sel
F I L S A F A T I L M U
otak yang berkaitan
dengan daya pikir, saat itulah muncul gejala pada sasaran
seperti orang gila.

183
F I L S A F A T I L M U

Gejala-gejala sihir gila sebagai berikut:


• Melantur, bengong, lupa berat.
• Mata melotot.
• Tidak dapat melanjutkan pekerjaan.
• Berjalan tidak tahu arah.
• Kacau dalam pembicaraan.
• Tidak dapat tenang di suatu tempat.
• Masa bodoh (cuwek).
• Tidur di tempat-tempat sunyi.

5) Sihir Lesu
Jin diperintahkan penyihir untuk berdiam diotak sasaran dan
mempengaruhinya agar mengisolir diri dan menutup diri.
Gejalanya:
* suka menyendiri
* diam terus
* pikiran melantur
* selalu santai
* menutup diri
* tidak senang pada pertemuan
* selalu pusing
* selalu lesu.
6) Sihir Suara Panggilan
Jin di tugasi menyibukkan orang yang disihir baik waktu
tidur maupun jaga, jin itu menampakkan diri dalam tidur
orang itu berupa binatang yang mengancamnya atau
memanggil-manggilnya juga kadang-kadang seperti suara ma-

184
P E N G E T A H U A N M I S T I K

nusia yang dikenal orang itu atau dengan suara-suara aneh


Gejala:
• Mimpi menakutkan
• Mimpi seolah ada yang memanggil
• Mendengar suara berbicara padanya dalam keadaan jaga
tapi tidak melihat orangnya
• Banyak was-was
• Mencurigai teman dan orang-orang yang dicintainya

• Mimpi seolah akan jatuh dari tempat yang tinggi


• Mimpi dikejar binatang

7) Sihir Penyakit

Sihir penyakit ialah sihir yang digunakan untuk membuat


orang sakit.
Gejalanya:
• selalu sakit pada salah satu anggota badan
• lumpuh salah satu anggota badan
• tidak berfungsi salah satu inderanya
•saraf tersumbat
•lumpuh total

8) Sihir Pendarahan
Oleh penyihir jin ditugasi untuk mengeluarkan darah, dengan
cara masuk ke dalam jasad (biasanya wanita) dengan cara
masuk ke dalam jasad wanita itu dan berjalan diurat bersama
darah.
Gejala:
• terus mengeluarkan darah setelah hari haidnya;

185
P E N G E T A H U A N M I S T I K

• pendarahan berlangsung beberapa bulan, banyak atau


sedikit.

9) Sihir Menghalangi Pernikahan


Tukang sihir meminta nama gadis yang akan menikah, nama
ibunya, dan salah satu benda bekas pakainya. Lalu penyihir
menugasi jin menempel gadis tersebut dan masuk Pada gadis
itu ketika gadis tersebut dalam satu dari empat keadaan yang
memungkinkan, yaitu keadaan sangat takut, sangat marah,
sangat lalai, gejolak nafsu syahwat.
Gejala-ge alanya:
• pusing terus sekalipun sudah diobati dokter;
• dada sesak berat terutama setelah Ashar hingga
malam;
• melihat pelamar berwajah buruk;
• pikiran melayang;
• kadang-kadang ada rasa sakit di perut;
• rasa sakit pada tulang punggung bagian bawah.
ILMU KEBAL6)
Ilmu kebal adalah sejenis pengetahuan yang berkembang di
masyarakat, khususnya Indonesia, dikenal sebagai ilmu
tentang cara-cara menjaga diri tanpa bantuan alat fisik agar
tidak mempan senjata tajam atau benda lain yang dapat
melukai. Pengetahuan tentang hal tersebut dipandang
masyarakat awam atau ilmuwan sebagai jenis ilmu

186
F I L S A F A T I L M U

pengetahuan mistik yang ajaib.


Ilmu ini pada dasarnya membahas cara agar mendapat
keselamatan dari gangguan yang akan mencelakakan diri atau
jiwanya. Bentuk keselamatan tersebut dapat berupa:
1. terhindar dari perlakuan untuk melukai;
2. tidak luka pada saat orang melukai.

Bentuk kedua ini lebih dikenal sebagai ilmu kanuragan dan


dipandang bersifat fisik, sedangkan bentuk Pertama sering
disebut sebagai ilmu hikmah yang lebih bersifat psikis.
Bentuk pertama yaitu ilmu hikmah, dikembangkan
berdasar agama seperti di lembaga pesantren, padepokan.
Pada kenyataan, walaupun tujuan asalnya preventif dan

6) Ilmu Kebal disarikan dari makalah yang ditulis oleh Yaya Suryana Mahasiswa S2
IAIN Bandung Angkatan 1997/1998.
penghindaran, namun latihan dan usahanva seringkali
disertai pembekalan agar tidak terluka saat ad melukai. Hal
tersebut dilakukan mengingat tuj utamanya adalah untuk
keselamatan dan berjaga-jaga jika usaha penghindaran tidak
berhasil.
Bentuk kedua yang bersifat fisik, yaitu ilmu kanuragan,
selain dikembangkan oleh aliran putih
dapat juga
dikembangkan oleh aliran hitam. Disebut hitam bila
penggunaannya tidak sesuai dengan ajaran kebenaran, seperti
semata-mata untuk mencari kekuatan lebih dari orang lain,
supaya berjaya, terpandang, atau menaklukkan lawan, dan
tidak mustahil bila ditujukan untuk mencelakai orang lain.
Jenis-jenis ilmu kebal dapat dibedakan dari segi sebagai
berikut:
1) Dari segi cara mendapatkannya dan tujuannya:
a) Ilmu putih diperoleh dengan cara-cara bermoral dan

187
P E N G E T A H U A N M I S T I K

tujuannya untuk menjaga keselamatan dan menolong


orang lain;
b) Ilmu hitam diperoleh dengan cara tidak mengindahkan
moral dan dengan tujuan yang terlepas dari ikatan
moral.
2) Dari segi tingkat kekebalan:
• ilmu agar terhindar dari usaha dilukai atau terhindar
dari bentrokan fisik
• ilmu agar tidak luka tatkala dilukai:
-kulit saja (daging dan tulang dapat rusak);
-kulit dan daging saja (tulang dapat rusak);
-kulit daging dan tulang;
3) Ilmu agar tidak terluka segalanya, dan dapat melukai orang
yang memiliki ilmu kebal.
4) Dari segi tingkat ketahanan terhadap senjata:
3) ilmu agar tidak terluka oleh benturan (tidak lecet);
• ilmu agar tidak terluka oleh bacokan;
• ilmu agar tidak terluka oleh tusukan (tembakan peluru
atau panah);
• ilmu agar tidak terluka oleh sabetan, irisan, sodetan;
• ilmu agar tidak terluka oleh kombinasi a-d;

Berkaitan dengan daya tahan yang terbatas ini kemudian


orang memilih alat untuk mengatasi ilmu itu dengan cara
menggunakan alat lengkap meliputi tusuk, sodet, dan bacok.
Hal ini dimaksudkan untuk mencari alternatif, ketika tidak
mempan ditusuk mungkin mempan disodet atau dibacok.
Itulah sebabnya clurit cukup populer untuk melukai.
5) Dari segi durasi penguasaan ilmu:
• ilmu yang dimiliki sesaat, yaitu saat diisi atau

188
P E N G E T A H U A N M I S T I K

memegang benda tertentu yang diisi;


• ilmu yang muncul jika niat dan tujuannya bersih
(untuk bela diri atau menolong);
• ilmu yang muncul jika dimunculkan dengan jampi
tertentu;
• ilmu yang otomatis muncul jika ada bencana yang
disengaja untuk mencelakai dirinya;
• ilmu yang setiap saat melindungi dari gangguan yang
disengaja atau tidak disengaja;
• ilmu yang muncul jika yang bersangkutan tidak
melanggar pantangan.

Ilmu kebal diperoleh melalui cara supra-natural atau


supra-rasional. Ia diperoleh secara mistik. Di kalangan pemilik
ilmu ini diyakini bahwa ilmu itu hanya diperoleh melalui dua
cara, yaitu melalui bawaan dan hasil belajar. Diyakini pula
bahwa orang yang mempelajari ilmu ini dan buku-buku atau
coba-coba semacam bereksperimen, akan membawanya pada
kecelakaan. Keyakinan ini didasarkan pada kenyataan
banyaknya orang yang mabuk atau gila karena tidak berhasil
menguasai ilmu itu.
Menurut pemilik ilmu kebal, ilmu ini diperoleh dengan
cara berguru melalui latihan, dan ukuran keberhasilannya
ialah bila dirasakan dan dialami sendiri.

189
F I L S A F A T I L M U

Pada umumnya ada dua bentuk latihan dalam mempelajari


ilmu ini. Pertama, melalui penyucian bathin dan penyucian
diri, kedua, melalui latihan berkonsentrasi batin dan fisik serta
penguasaan jampi atau amalan tertentu.
Pada bentuk pertama, adalah usaha penyucian bathin dan
diri melalui ibadah dan pengendalian nafsu syahwat dan
keduniaan. Bentuk ini umumnya dilakukan oleh pemakai ilmu
putih dengan tujuan untuk menjaga diri dari terluka. Sebagian
para pemiliknya kadang-kadang meragukan berdampak fisikal
(betul-betul tidak luka) namun diyakini logis karena bersifat
preventif terhindar dari usaha untuk melukainya.
Metode ini banyak dipraktekan di pesantren Jawa. Para
pengikut tarikat tertentu banyak juga memilih bentuk ini,
dengan keyakinan jika dirinya sudah sepenuhnya ikhlas
mengabdi kepada Allah maka Allah akan melindunginya.
Pada bentuk kedua, dilakukan latihan baik fisik maupun
bathin. Metode-metodenya ialah sebagai berikut:
• Penguasaan ilmu melalui pemenuhan syarat mistik tertentu,
seperti puasa, mati geni, tapa, mengamalkan wirid tertentu.
•Pewarisan ilmu tertentu secara gaib, melalui cara- cara
khusus dari seseorang guru, istilah untuk ini ialah diisi.
• Pewarisan dan penguasaan ilmu untuk menguasai jin atau
khadam, dengan cara memenuhi syarat dan amalan
tertentu.
• Latihan fisik tertentu secara rutin untik melatih dan
menguasai suatu ilmu.
• Gabungan atau kombinasi dari beberapa atau seluruh cara
tersebut. 190
Kegunaan ilmu kebal ialah untuk menjaga diri dari
kecelakaan yang diakibatkan oleh kejahatan orang lain dan
dapat pula digunakan untuk menolong orang lain dari
F I L S A F A T I L M U
kejahatan orang terhadapnya. Jika tujuannya baik maka ia
disebut ilmu putih, bila tujuannya tidak mengindahkan moral,
maka disebut ilmu hitam.
SANTET7)
Istilah santet ialah sebutan yang digunakan di Jawa Timur, di
Bali disebut leak, di NTB dan NTT disebut leo- leo, tenung di
Jawa Tengah, teluh di Jawa Barat, di Tapanuli disebut begu
ganyang, di Madura se‘er.
Dalam Kamus Umum Bahasa Sunda (1982: 152)
disebutkan bahwa santet adalah jampe pamake keur hasud
ka batur sina gering atawa maot (mantra yang dibacakan
dengan maksud hasud pada orang lain agar sakit atau mati).
Ini berarti santet selalu berkonotasi jahat. Menurut J. Van
Baal (Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi
Budaya, 1,1987: 210) santet adalah bagian dari sihir,
merupakan kekuatan supra natural yang dapat dipaksa
berpartisipasi dengan cara tertentu, dengan jalan baik ataupun
dengan jalan buruk. Di sini santet dapat berkonotasi baik atau
buruk. Suyono Ariyono (Kamus Antropologi, 1985: 158)
menyatakan bahwa santet adalah sejenis pengetahuan yang
semata-mata berdasarkan kekuatan gaib. Misalnya melalui
aksi makhluk halus, sehingga dasar berpikirnya pun selalu
bersandar pada adanya hubungan-hubungan gaib. Definisi ini
menjelaskan bahwa santet itu merupakan ma-

7) Santet disarikan dari makalah Tatang Zakaria, Mahasiswa S2 IAIN Bandung


Angkatan 1997/1998.
salah gaib. Di dalam kamus Webster’s New Twentith Century
Dictionary of English Language, 1980:1038 dinyatakan bahwa
191
P E N G E T A H U A N M I S T I K
santet is the pretended art of producing effect of controlling
events by charms, spells and ritual supposed to govern certain
natural or supernatural forces (seni penguasaan diri dalam
menciptakan suatu efek atau kejadian dengan menggunakan
jimat, jampi dan upacara ritual yang dianggap mampu
mempengaruhi kekuatan ritual dan supernatural). Clifford
Geertz (Abangan Santri dan Priayi, 1983: 146) menyatakan
bahwa santet adalah sejenis praktek memasukkan benda-
benda asing ke perut korban melalui upacara ritual agar
korban merasa sakit tak terhingga atau mati. Dalam definisi
ini santet itu sangat khusus dan jahat.
Dari sekian banyak definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa santet adalah suatu pengetahuan tentang makhluk gaib
yang dapat diperintah untuk mempengaruhi korban dengan
menggunakan simbol-simbol dan upacara ritual.
Cara mempelajari santet berbeda dari mempelajari filsafat
atau sain. Sampai saat ini santet masih merupakan cerita
misteri. Dikatakan demikian karena santet itu bersifat
irrasional. Demikian pula cara memperoleh pengetahuan
santet tidaklah mirip dengan cara memperoleh pengetahuan
filsafat atau sain. Tidak setiap orang dapat memperoleh
pengetahuan ini dengan mudah.

192
F I L S A F A T I L M U

penulis makalah telah bertemu dengan seorang tokoh santet di


Ujung Berung Bandung tanggal 3 November 1997. Tokoh ini
mengatakan bahwa ilmunya didapat dari hasil usaha:
1) puasa hingga 1000 hari;
2) tirakat pada malam hari di tempat-tempat sepi untuk
dapat bisikan gaib;
3) ziarah sambil tirakat di kuburan-kuburan tertentu;
4) belajar dari guru santet;
5) ulet, sabar, tekun.

Cara memperoleh yang berat inilah —antara lain— yang


menyebabkan hanya segelintir orang saja yang memiliki ilmu
ini.
Dari sekian banyak persyaratan di atas, bila telah dipenuhi,
maka diperlukan alat-alat menyantet, seperti: tongkat
cendana, kayu kaboa, gigi harimau, taring babi, Pakaian
hitam, gelang dari benang, boneka dari kain Putih, jarum,
silet, air, buah bergetah, dan mantra- mantra.
Berdasarkan wawancara diketahui bahwa kegunaan santet
ada dua: pertama menyakiti, kedua membunuh.
Pada tujuan menyakiti atau menjadikan seseorang sakit,
dukun santet mempersiapkan alat berupa simbol
persamaan, boleh buah bergetah atau boneka dari benang
(kain), jarum sebagai penusuk atau silet sebagai penggores.
Dukun membaca mantra, pertanda nyambat (memanggil)
makhluk halus agar hadir untuk diperintah Buah bergetah
(pepaya misalnya), digores dengan silet jika keluar getah itu
pertanda korban merasa sakit. Atau jarum (jarum pentul
misalnya) sebanyak 5 atau 7 buah ditusukkan satu persatu ke
kepala, tangan, kaki, boneka itu.
Pada tujuan membunuh (biasa disebut mengantarkan jiwa
orang) penyantet memakai pakaian serba hitam, gelang dari
benang, boneka dibaringkan, leher boneka itu digaet dengan

193
P E N G E T A H U A N M I S T I K

taring babi. Selanjutnya penyantet membacakan mantra, mata


menatap boneka, batin dipusatkan dan taring babi dikaitkan
di leher boneka sambil membaca sepotong ayat tertentu,
binasalah. Si korban mati didahului dengan muntah darah.
Praktek santet agaknya bermacam-macam, yang
diceritakan di atas adalah salah satu praktek santet di Jawa
Barat.
PELET8)
Eni Rahmawati (sebut saja demikian), memiliki paras cantik,
siswi SMEA di satu kota. Dalam perjalanan masa remajanya
Eni harus berbahagia karena menjadi rebutan pemuda di
desanya.
Suatu waktu Eni kena pelet yang dilancarkan oleh Sugeng
(nama samaran), supir angkot. Singkat cerita Eni dalam
keadaan tidak sadar telah menerima Sugeng dengan segala
kondisinya.
Orang tua Eni melarang berhubungan dengan pemuda itu
karena berbeda agama. Eni mati-matian membela pacarnya.
Pak haji, orang tua Eni berupaya memisahkan hubungan
anaknya dengan Sugeng. Pak haji sekarang menyadari bahwa
anaknya kena pelet. Pak haji mengundang beberapa dukun dan
para normal, namun tidak berhasil.
Ayah Eni akhirnya mengembara ke Cirebon. Di kota itu ia
bertemu dengan seseorang (sebut saja Ali Rahman) seorang
tabib yang cukup terkenal. Bang Ali meminta pak haji
memotong dua ekor kambing dan dagingnya disedekahkan
kepada fakir miskin. Hasilnya, Eni dapat dipisah-

1 9 4
F I L S A F A T I L M U

Pelet disarikan dari makalah Rahman, Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan


1997/1998.
kan dari Sugeng. Eni menulis surat putus cinta kepada
pacarnya itu. Eni telah diselamatkan dari pelet Sugeng.

Ontologi
Secara etimologis pelet mengandung arti memikat, mengambil,
pesona, bujukan. Secara terminologis pelet ialah usaha sadar
membujuk, menarik rasa cinta seseorang dengan cara-cara
tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas, dapatlah disimpulkan
bahwa pelet merupakan tindakan yang disengaja untuk
menarik, mengalihkan rasa cinta seseorang kepada pemelet
tanpa disadari sepenuhnya oleh orang yang dipelet.
Dilihat dari sumber pengamalannya pelet dapat dibagi
menjadi dua bagian. Pertama, pelet yang menggunakan huruf-
huruf Arab. Pelet model ini banyak ditemukan dalam kitab-
kitab mujarabat. Berdasarkan pengalaman, para santri banyak
memiliki pelet semacam ini.
Kata pelet dalam bahasa Arab mirip dengan kata
mahabbah (cinta). Mengadopsi istilah mahabbah sebetulnya
terkandung tendensi ke arah mengislamkan aktivitas pelet
tersebut. Dengan demikian, setelah diislamkan, ia dianggap
sesuatu yang boleh dilakukan. Kedua, pelet yang diambil dari
ajaran setan, berupa mantra-mantra,
setelah memelet berjanji menjadi pengabdi setan itu. pelet
semacam ini biasanya diperoleh dari penyihir. Pelet semacam
ini oleh Salim Bali disebut sihir mahabbah.
Idrus al-Kaffi dalam kitabnya Ilmu Hikmah Nabawi
menyatakan bahwa pelet adalah upaya mempengaruhi jiwa

195
P E N G E T A H U A N M I S T I K

seseorang agar ia menabur rasa cinta kepada pemelet.


Menurut pengalaman penulis makalah, orang yang terkena
pelet dapat diketahui dari sikapnya yang mula- mula diam
menyendiri dan yang ia ingat hanyalah orang yang memelet.
Bila diarahkan ia membantah, kondisi tubuhnya merosot,
kurang bergairah tetapi gairah hidupnya muncul bila bertemu
dengan pemelet.

Epistemologi dan Aksiologi


Untuk memperoleh ilmu pelet kategori pertama, orang dapat
berguru kepada “kiyai”, ustadz atau orang-orang tertentu yang
memiliki ilmu itu. Pelet jenis kedua biasanya diperoleh dari
dukun yang banyak berpraktek di bidang itu.
Ilmu pelet jenis pertama, menurut Sudar Ali Rahman,
digunakan dengan dua cara. Cara pertama, dilaksanakan Pada
saat-saat tertentu, misalnya ba’da shalat Ashar, shalat
Tahajjud atau shalat Shubuh. Sambil duduk
menghadap kiblat, konsentrasi sepenuhnya ke arah apa yang
sedang dikerjakan. Dengan membaca surat al-Jinn ayat 1-5,
maka datanglah jin urusan cinta, jin itu diutus untuk
menjinakkan sasaran. Jin yang dipanggil itu adalah jin muslim
seperti Khadijah, Jamilah atau yang lainnya. Khadam tersebut
biasanya akan melaporkan kegiatannya sampai berhasil.
Cara kedua, kata bang Ali, menggunakan foto kedua belah
pihak. Sesuai shalat Hajat, foto kedua belah pihak dihadapkan,
sambil dibacakan ayat 1-5 surat al-Jinn. Menurut
pengalamannya, cara ini tergolong jitu.
Ilmu pelet jenis kedua, yaitu ilmu pelet hitam, menurut al-
Salim Bali, cara mempraktekkannya biasanya sebagai berikut.

196
F I L S A F A T I L M U

Dukun meminta salah satu benda bekas pakai objek, berupa


sapu tangan, peci, atau kain yang masih berbau keringatnya,
kemudian diambil beberapa benangnya lalu dihembus dan
dibuat buhul-buhul sihir padanya. Buhul-buhul tersebut
kemudian ditanam di tempat yang jauh atau dikerjakan di
dalam air atau makanan. Sihir yang paling dahsyat adalah
yang dibuat dari benda najis, terutama darah haid, kemudian
diperintahkan agar diletakkan pada makanan, minuman atau
wewangian objek.
Ada dua kegunaan pelet. Pertama, untuk mengakrabkan
persahabatan, hubungan suami istri, atasan bawahan. Kedua,
pelet untuk memelet lawan jenis untuk

197
F I L S A F A T I L M U

dijadikan pasangan hidup. Pelet semacam ini terkadang


dilakukan dengan paksaan yang keras, terkadang sang korban
sampai berpindah agama demi mengikuti kehendak pemelet.
Menurut Umar Hasyim pelet tidak diperbolehkan dalam
Islam. Ketegasannya itu didasarkan pada hadis (artinya):

Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi SAW bersabda:


Sesungguhnya mantra, azimat dan tiwalah (pelet) termasuk
perbuatan syirik. (HR Ahmad).

Menurut penulis makalah, selama pelet digunakan


mengakrabkan hubungan suami istri, mengharmoniskan
hubungan sesama manusia, memperbaiki sendi sendi sosial,
boleh saja digunakan.
DEBUS3)
Perkataan debus merupakan istilah yang digunakan di pulau
Jawa, khususnya di Banten ketika mempertunjukkan
kebolehannya yang luar biasa. Kata debus dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia mengandung arti tiruan bunyi
seperti hembusan angin, sedangkan di dalam Kamus
Indonesia-Inggris disebutkan bahwa debus bermakna ritual
display of invulnerability in west Java.

Ontologi
Debus agaknya sama dengan Ilmu Kebal yang dibahas juga
dalam buku ini. Memang perlu studi lebih lanjut untuk
menetapkan apakah berbeda atau tidak.

3 Debus disarikan dari makalah Ii Sumantri, Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan


1997/1998.

198
P E N G E T A H U A N M I S T I K

Dalam prakteknya, debus memang sesuatu yang luar biasa,


seperti:
• Memakan kaca dan tidak luka.
• Kulit tahan disiram air keras.
• Tahan ditusuk dengan jarum.
• Ditusuk atau digorok tidak luka.

199
F I L S A F A T I L M U

•Orang diikat dimasukkan peti, setelah dibuka ikatannya


lepas, bahkan ia keluar sambil merokok.
• Api tidak panas baginya.

Sebenarnya, orang Banten atau bukan, mampu berbuat


seperti itu. Ada beberapa cara yang dapat mengantarkan
seseorang pada kemampuan itu, misalnya:
• Memiliki azimat yang diberi guru, atau wirid yang langsung
ditiupkan oleh guru melalui anggota badan. Melalui cara ini
pendebus itu tidak perlu mengamalkan apa-apa dan ia
dapat langsung mempraktekkannya.
• Melalui wirid yang harus diwiridkan pada waktu tertentu,
sambil berpuasa.

Cara tersebut memang bermacam-macam, tergantung pada


kemampuan orang yang hendak mendebus dan kemampuan
apa yang hendak dipertontonkan. Umpamanya kalau hanya
mampu tahan air keras (kulit tidak mengelupas), cukup dengan
melakukan wirid saja. Untuk mampu makan kaca pendebus
harus wirid dan puasa. Banyaknya wirid dan lamanya
berpuasa juga ditentukan oleh tingkat kemampuan yang
hendak dicapai.
Epistemologi
Ada dua hal yang harus dipenuhi oleh seseorang yang
memperoleh kemampuan debus, yaitu:
• Harus suci badan dari hadas baik besar maupun kecil dan
harus suci dari dosa terutama dosa besar. Karena itu orang
yang mendebus harus tobat lebih dahulu, mandi dan wudlu.
Menurut pakar debus, seorang warga Banten, bila hal itu
tidak diperhatikan, maka ia tidak dapat memasuki dunia

200
F I L S A F A T I L M U

debus. Dosa besar, atau sedang berhadas besar atau kecil


misalnya, akan menjadi penghalang untuk memiliki
kemampuan luar biasa tadi. Bila sudah memiliki
kemampuan, kemudian melakukan dosa besar, maka
kemampuan itu akan hilang dengan sendirinya.
• Dituntut adanya kebulatan dan keyakinan dalam hati.
Orang yang mendebus dapat diganggu oleh orang lain,
sehingga dalam pertunjukan dapat terjadi kegagalan.
Untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan itu
pendebus ketika hendak memulai pertunjukan biasanya
pamit dengan kalimat “satu guru satu ilmu dimohon tidak
menganggu” dengan suara yang agak keras.
Aksiologi
Pada mulanya debus digunakan di Kerajaan Islam Banten
dalam rangka menyebarkan Agama Islam. Agaknya debus
digunakan sebagai media dakwah seperti wali songo
menggunakan wayang. Menurut catatan sejarah, orang yang
hendak nonton debus cukup mengucapkan dua kalimah
syahadat sebagai ganti karcis masuk. Kemudian dalam setiap
wirid debus selalu didahului dengan syahadat.
TENTANG JIN10)
Jin adalah nama jenis, bentuk tunggalnya jinniy untuk laki-

201
P E N G E T A H U A N M I S T I K

laki dan jinniyah untuk perempuan, yang mempunyai


pengertian “yang tertutup” atau “yang tersembunyi”. Dalam
Munjid (Abu Luwis Ma’luf, al-Munjid al-Lughah wa al-‘Alam,
1975: 102) disebutkan bahwa jin adalah makhluk yang
diperkirakan terletak antara manusia dan roh, dinamakan
demikian karena tertutup dari pandangan mata.
Iblis adalah keturunan jin (Muhammad Isa Daud, Hiwar
al-Syawafy Ma’a jinniy al-Muslim, 1996: 59), sedangkan nenek
moyang jin adalah jaan. Iblis adalah keturunan jin yang
sangat pandai, tetapi kemudian ia berperangai buruk dan
sombong sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an surat al-
Kahfi ayat 50.
Perbedaan jin dan setan adalah setiap setan adalah jin dan
tidak setiap jin adalah setan. Hal ini bermula ketika iblis
kawin dengan jin perempuan yang menjadi pengikutnya,
lantas mempunyai keturunan. Keturunan jin yang dari iblis
inilah yang disebut setan (Muhammad Isa Dawud, Hiwar al-
Syawafy, 1996: 60).

10) Tentang Jin diambil dari makalah Mahrus As’ad Mahasiswa S2 IAIN Bandung
Angkatan 1997/1998.

Allah menciptakan jin jauh sebelum penciptaan manusia, hal


ini dijelaskan dalam firman-Nya Dan Kami telah menciptakan
jaan, sebelum itu, dari api yang sangat panas (QS. al-Hijr: 27).
Ungkapan “sebelum itu” dalam ayat atas menunjukkan waktu
yang sangat lama. Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
Di antara mereka ada yang berpendapat 40 tahun, ada yang
mengatakan 2000 tahun bahkan ada yang mengatakan 6000
tahun. Yang penting ialah jin diciptakan lebih dahulu daripada

202
F I L S A F A T I L M U

manusia.
Bahan jin adalah api. Istilah yang digunakan Allah dalam
menyebut api kadang-kadang nar al-samun (api sangat panas)
seperti dalam surat al-Hijr ayat 27, ma’arij (nyala api)
misalnya pada surat al-Rahman ayat 15, atau kata nar (api)
saja seperti dalam surat al-A’raf ayat 12.
Populasi jin sangat banyak, lebih banyak daripada manusia
(Muhammad Isa Daud, Hiwar al-Syawafy, 1996: 59). Mereka
tinggal hampir di semua tempat di muka bumi ini, di darat, di
air, di udara. Mereka terdiri dari ras berbeda-beda.
Kehidupannya sama dengan manusia, ada kerajaan, negara,
bangsa, penguasa, rakyat jelata. Agama yang mereka anut juga
bermacam-macam. Mereka juga makan minum seperti
manusia, menghadiri majlis-majlis yang diadakan manusia,
pendeknya mereka selalu menyertai manusia kecuali jika
dicegah dengan membaca nama Allah (Hasan Ayub, Tabsith al-
‘Aqidah al-Islamiyah, 1979: 192).
Menurut hadis Rasulullah SAW jin dibagi dalam tiga
golongan:

Dari Abi Tsa’labah al-Khuntsa Rasulullah SAW bersabda


jin terbagi menjadi tiga golongan; pertama yang mempunyai
sayap sehingga mampu terbang, kelompok lain berupa ular
dan kalajengking, kelompok ketiga berubah-ubah wujud
(HR Thabrani, Hakim, Bukhari) (lihat Wahid Abdul Salam,
Wiqayat al-Insan min al-Jinniy wa al-Syaithan, 1998: 55).

Al-Qur’an menjelaskan bahwa jin itu ada yang mukmin ada


yang kafir, seperti tersebut dalam surat al- Jinn ayat 14-15:

Dan sesungguhnya di antara kami ada yang taat dan ada

203
P E N G E T A H U A N M I S T I K

yang menyimpang dari kebenaran; barang siapa yang taat


maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus;
adapun yang menyimpang dari kebenaran maka mereka
menjadi kayu api bagi neraka jahanam.

Mahmud Syaltut menerangkan bahwa di antara jin ada


yang mempelajari wahyu kepada para nabi, memikirkan dan
mengimaninya, mengajak kaumnya untuk mengamalkan ajaran
itu, memberitakan berita gembira
kepada yang taat, menyampaikan ancaman kepada yang
berbuat maksiat (Mahmud Syaltut, Islam Aqidah wa Syari’ah,
1996: 33).
Salah satu jenis jin adalah jin qarin yaitu jin yang ditugasi
mendampingi seseorang di mana dan kapan pun orang itu
berada. Rasulullah menjelaskan hal ini sebagai berikut:

Dari Ibnu Mas’ud berkata, berkata Rasulullah SAW, tidak


ada seorang pun di antara kalian yang tidak ditunjuk
baginya qarin (pendamping) dari jin dan malaikat; para
sahabat bertanya, termasuk engkau ya Rasulullah? Ya,
jawab Rasulullah: hanya saja aku mendapat pertolongan
dari Allah sehingga jin pendampingku tidak mengajak
kecuali yang baik (HR Muslim).

Jin qarin inilah yang membantu dukun untuk mengetahui


ihwal pasien, sehingga dukun tersebut dapat menebak ihwal
pasiennya seakan-akan ia mengetahui yang gaib. Hal ini terjadi
karena ada kerja sama antara qarin dukun dengan qarin
pasien. Jin qarin juga yang mengelabui klub-klub pemanggilan
arwah yang meyakini bahwa yang datang adalah roh orang

204
F I L S A F A T I L M U

yang telah meninggal. Padahal sebenarnya yang datang ialah


jin qarin orang yang telah meninggal itu. Arwah tidak dapat
dipanggil.
Syekh Muhammad al-Ghazali menyatakan bahwa cerita
tentang pemanggilan arwah diliputi berbagai hayalan dan
ditunggangi oleh pemikiran yang bertentangan dengan ajaran
Islam (Wajdi Muhammad al- Syahawi, Memanggil Roh dan
Menaklukkan Jin, 1997. 112). Selain itu, al-Ustadz Yasin
Ahmad ‘Id, menjelaskan bahwa setiap manusia yang dilahirkan
mempunyai qarin dari bangsa jin yang terus menerus
menyertainya. Qarin tersebut mengetahui seluruh masalah dan
rahasia orang yang didampinginya. Ketika orang tersebut
meninggal qarin tersebut mengembara seperti jin lainnya. Jika
ada acara pemanggilan roh maka salah satu jin qarin datang
dan berbicara atas nama orang yang telah meninggal. Sungguh
tertipu orang-orang mengadakan pemanggilan tersebut, karena
yang datang bukan roh orang melainkan jin qarin
mengatasnamakan orang yang telah meninggal tadi (Wajdi
Muhammad al-Syahawi, 1997: 63).
Manusia tidak mampu melihat jin dalam bentuk aslinya,
kecuali para nabi karena mukjizat-Nya. Firman Allah:
Hai anak Adam janganlah kamu ditipu oleh setan
sebagaimana setan menipu kedua ibu bapakmu dari surga. Ia
menanggalkan pakaian agar kelihatan aurat mereka,
sesungguhnya ia dan pengikutnya melihat kamu dari tempat
yang kamu tidak dapat melihat mereka, Kami telah jadikan
setan-setan itu pemimpin orang-orang yang tidak beriman. (QS.
al-A’raf: 27).

205
F I L S A F A T I L M U

Imam al-Qurthubi dalam menafsirkan ayat ini mengatakan


bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa jin tidak dapat
dilihat berdasarkan kata-kata dari suatu tempat yang kamu
tidak dapat melihat mereka (Muhammad Isa Daud, 1996: 37).
Sebagian ulama berpendapat, bila Allah menghendaki kamu
dapat melihat mereka.
Adapun melihat jin dalam bentuk tidak asli, banyak dialami
oleh orang yang bukan nabi. Banyak hadis yang menjelaskan
bahwa sahabat Rasulullah SAW pernah melihat jin, di
antaranya Abdullah bin Mas’ud melihat jin seperti sekumpulan
orang dari Sudan atau dari Hindia atau terkadang terlihat
seperti burung nasar (Abdul Khaliq al-Anthar, Al-Sihr wa
al-Saharah wa al - M ashurum, 1996: 173).
Muhammad Isa Daud (1996: 39-51) menjelaskan bahwa jin
dapat dilihat dalam tiga kondisi:
• Ketika jin menampakkan dirinya.
• Melihat jin lewat jin atau meminum air sihir.
• Melihat jin karena kemauan jin disertai adanya kondisi
yang memungkinkan hal itu.

Untuk memanggil atau melihat jin dapat dilakukan dengan


cara antara lain melalui urutan sebagai berikut:
• Menyucikan diri dari hadats besar dan kecil.
• Menyendiri dalam ruangan khusus tidak disertai orang lain
khususnya anak kecil.
• Waktunya malam hari, lebih baik tengah malam.
• Memanjatkan permohonan kepada Allah agar dapat melihat jin
dan terhindar dari marabahayanya.
• Membaca surat al-Jinn, jika dibaca sekali belum datang ulangi
sampai jin datang.

206
F I L S A F A T I L M U

Memiliki pengetahuan tentang jin dapat menambah keimanan,


mengharuskan manusia waspada terhadap kejahatan atau gangguan
jin jahat, yang selalu menggoda manusia agar ingkar kepada Allah.
Bagi orang yang dapat menundukkan jin atau bekerja sama
dengan jin pada umumnya menjadikan jin sebagai khadam. Peran jin
dalam hal ini mungkin positif mungkin negatif, sesuai dengan orang
yang memanfaatkannya dan juga ditentukan oleh jenis jin, apakah jin
itu dari jenis jin baik atau jin jahat. Contoh peran positif umpamanya
jika jin digunakan untuk membantu mengobati orang sakit, mengusir
setan dari tubuh orang yang dirasuki, membantu mencari orang
tenggelam, menjaga keamanan atau tugas-tugas lain seperti yang
pernah digunakan oleh Nabi Sulaiman. Dalam arti negatif jin dapat
digunakan untuk membahayakan orang lain seperti digunakan dalam
menyantet, menyihir.
NYAMBAT11)
Istilah “nyambat” terdapat di tatar Sunda. Apa itu nyambat?
Bagaimana caranya? Apa kegunaannya? Itulah beberapa masalah
yang dibicarakan berikut ini.

Ontologi
Nyambat, dalam bahasa Sunda, artinya kira-kira sama dengan
memanggil, menghadirkan, mendatangkan. Secara istilah nyambat
ialah memanggil atau menghadirkan roh melalui suatu ritual dengan
mengucapkan bacaan-bacaan tertentu.

207
P E N G E T A H U A N M I S T I K

Epistemologi dan Aksiologi


Berikut diuraikan secara ringkas beberapa jenis nyambat, cara
melakukannya, dan kegunaannya.
1. Asrar
Yaitu memanggil yang gaib untuk mengetahui sesuatu yang tidak
terlihat mata tidak terdengar telinga.

Nyambat diambil dari makalah yang ditulis oleh Dedeng Rosyidin, Amir Syaripudin dan Deni
Kamaluudin Yusuf, Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1998/1999.
Caranya:
• Wudlu lebih dahulu, kemudian menghadap kiblat terus
membaca wirid berikut:

Dalam hati terus membaca lafal Allah sambil memohon


kepada Allah sesuai yang dimaksud.
• Membaca wirid setiap ba’da shalat fardlu sebagaimana
Rasulullah mencontohkan, dilakukan selama 7 hari.
• Setelah itu barulah membaca wirid berikut:

2. Abdul Jabbar

208
F I L S A F A T I L M U

Adalah nama nyambat untuk menghadirkan kekuatan dan


kesaktian Abdul Jabbar. Diperoleh dengan cara nyambat sebagai
berikut:
• Wudlu, sambil menghadap kilat, setelah selesai lantas membaca:

209
F I L S A F A T I L M U

• Membaca lafal Allah secara terus menerus dalam hati


sambil memohon apa yang diinginkan.
• Membaca wirid di bawah ini 7 malam

3. Pajajaran
Adalah nyambat untuk menghadirkan khadam berupa siluman
yang menjelma menjadi harimau. Sering juga disebut pamacan.
Dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut:
• Membaca wirid

• Bacaan tersebut harus dibacakan dalam keadaan suci (dalam


wudlu).
4. Kuda Lumping
Nyambat untuk menghadirkan makhluk gaib, ini adalah
nyambat yang berasal dari Majalengka. Caranya:
• Wudlu
210
F I L S A F A T I L M U

• Setelah wudlu membaca 41 kali:

5. Kasurupan
Memanggil jin (khadam) untuk dimintai bantuannya
mengeluarkan jin pengganggu yang mengganggu seseorang (yang
kesurupan).
Caranya:
• Meminta bantuan jin khadam untuk mengusir jin yang
mengganggu penderita.
• Penyembuh bersumpah pada jin pengganggu atas nama tuan
para jin, dibantu jin khadam-nya.
• Kemudian penyembuh menulis azimat yang harus ditulis dan
dibakar di tempat yang didiami jin pengganggu.
Al-Ghazali (Al-Aufaq, Kumpulan Ilmu Ghaib, 1984: 56),
menuliskan azimatnya dengan dua cara:
Pertama, menuliskan bacaan di bawah ini, membacanya 235
kali, lalu dibakar.
Bacaannya:

211
P E N G E T A H U A N M I S T I K

Kedua, menuliskan bacaan di bawah ini, membacanya 235


kali, selanjutnya dibakar.
Bacaannya:

Adapun jin yang sering dipanggil untuk mengobati ialah


sebagai berikut.
sumbulat, khinzab, naktabun, wahlan, aslan, kaslan,
walhan, waslanu, naktabas, naktabas, surubat, surkubu,
talukh, asbanzur, shutbayani, shutbayath, syurkubu, akram,
‘aknum, akniman, fahlus, iktun, tilhamah, ulkualius,
zaknabur, aknabur, urban bin um, ‘akan bin irdith, dasim,
dasimah, habsan, irbitsin, ikrib, irdabur, sadbulat, naha,
nahwa, wabran bin ahran, hubainab, haba’a utsi, lulun,
muhyanus, utbulat, janjal,
zinzul, juhali, ifruth, ifrith, naqyumas, taul kumnis adida,
sawhata, maynakar, syekh yaman, maznakur amuni,
mumu’un, burburah, taukalat, uza,uzi, urzik sambalin,
uthbalim, mughyat, bazramtah, bazramah bur, ustukun,
dayan, yahan, jirjus, tha’ah, misyi marsayin, isfilin, zuyti,
walhalah, uzbuy, usbuyut, arkanah, habbat, sahir, yitub,
utbulin, utbulinus, uzbalin, uzbalinus, hubaits, umiliah,
iknilat, kurud, manzakur, zaldalat, adit, zaldalath,
hampayah, ‘akilat, urbanus, kufratsin, adzuhini, infalat,
watkalin, anfusa, asdim, asdimji, tabar, tabarah, tabrin,
tabariz, abu simah, qarin, abu kanah, kahnak, karnah, umi
syiin, umi sibyan, umi asyit, wajraru, bartharah, zilziki,

212
zalazat, qidrizin,
F I L S A Faqualius,
A T I L M U qayus, baqanish, asrarah,

khaswarah, rijalul ghaib, barquyan, barbainah, utsburun,


barbaran, hamfiyah, lutlun, bardayun, balbayat, kamlia,
samliat, dathim, datin, kumrun, qumrunus, uqlay, aklaf,
aklafinus, umi’ zilzah, umi unan, hubaizat, saljalah, jalajat,
jalanus, barbaithah, ulkuliyat, atsiram, qarqanah,
lawlamah, urbidzinur, burbuyat, taqjarin, asriyu, syibrin,
syiralahus, aswah, nahya, akram, hamyanus, wakram,
bikra, bulkram, ababah, abuhat, udzan, hazrut, astafaa,
milhak, milawah, milaqua, utsgharu, urdah, bayis, udzi,
utsim, asim, matsara, layat, tamimus, hakaani, haakun,
udaat, babba, ubhat, hadzih, syamaqarani, luluk, ibaqus,
taqius,, ibin nasibin, ubayi ubyan, syirkaahu, syirqaha,
syirkahala, syirubadzu, badzu, walmah, walwalu, azru dan
sayyilah (Lihat dalam kitab al-Thibb Awasin al- Kaey, 40-41).

6. Tenaga Gaib
Adalah tenaga yang diisikan guru atau didapat karena wirid dan
atau puasa. Tenaga ini dimasukkan ke dalam tubuh untuk
membangkitkan atau memancing kekuatan gaib yang ada di
dalam tubuh kita (Lembaga Seni Bela Diri Hikmatul Iman, Buku
Pegangan Anggota, 1993: 17).
Tenaga ini digunakan:
• agar disenangi orang banyak;
caranya: membaca surat Yusuf berulang-ulang selama 7 hari
sambil puasa.
• agar dapat lari cepat
caranya: Membaca Surat Saba’ 100 kali sambil puasa mutih 7
hari;
membaca asma’ul husna berulang-ulang;

213
P E N G E T A H U A N M I S T I K

7. Pedukunan(al-kahin)
Caranya:
Dukun bersemedi, membersihkan pikirannya dari persoalan
duniawi dengan harapan mendapat petunjuk
(Jawa: wangsit) yang gaib. Jika dukun itu pemuja setan maka
petunjuknya akan datang dari setan. Jika dukun itu mukmin, ia
akan mendapat petunjuk dari ilham. Berdasarkan petunjuk itu
dukun mengetahui jenis penyakit pasien dan mengetahui
obatnya.
Ada juga dukun yang membacakan mantra-mantra pada
segelas air putih, setelah itu air tersebut diseduh dan air itu
diyakini dapat menyembuhkan penyakit. Badrudi Subkhi (Bid’ah-
bid’ah di Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, 1996: 104)
memberikan sebuah mantra untuk penyembuhan penyakit
cacingan:
Wahai roh nenek moyang, wahai roh kakek, ke mana kalian
pergi? Ke gunung purwa sejati (jawab mereka). Kami mencari
apa saja. Kami akan mengobati anak kecil ini, cacing-cacing
yang baik biarlah tinggal sepanjang umur anak ini. Ah... obat
ini nampaknya hitam (dukun meludah), ya ... saya mengobati
anak ini.

8. Ramal
Maria Susuei Dhavamony (Fenomenologi Agama, 1997: 61)
menjelaskan tiga teknik ramal, yaitu:
Pertama, ramalan mekanis yang menggunakan manipulasi
objek material dan operasinya secara kebetulan saja, kedua,
ramalan lewat nujum, ketiga, ramalan yang menggunakan
kekuatan supranatural.
Pada nyambat ramalan dilakukan dengan cara melakukan
kontak bathin dengan roh halus atau khadam, jadi sebenarnya
ramalan itu adalah bisikan dari khadam tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa melalui nyambat dapat diperoleh,

214
F I L S A F A T I L M U

kegunaan sebagai berikut:


mendatangkan kekuatan gaib melalui khadam;
mengetahui rahasia bathin melalui khadam;
melakukan gerakan dengan kekuatan gaib dan alam bawah
sadar;
menghadirkan kesaktian seseorang melalui kekuatan gaib;
menghadirkan kekuatan gaib dalam bentuk binatang seperti
jurus-jurus harimau;
mengusir kekuatan gaib pada seseorang yang kemasukan
makhluk halus dan menyembuhkannya;
memecahkan benda-benda keras melalui khadam dan pukulan
jarak jauh;
menimbulkan simpati orang banyak melalui kekuatan gaib;
mendapatkan kekebalan, pengobatan dan kekuatan fisik
supranatural;
menjawab pertanyaan-pertanyaan atau memenuhi permintaan
orang.
ILMU KANURAGAN12)
Ilmu kanuragan ialah ilmu bela diri, dapat berbentuk kekuatan
yang datang dari dalam dan dapat juga datang dari luar,
keduanya merupakan hasil dari latihan fisik dan riyadhah.
Syeikh Ahmad al-Buni berpendapat bahwa Allah SWT.
memiliki banyak nama, yang terkenal ada 99 nama atau sifat,
satu di antaranya al-Qawiyyu. Kata al-Buni, nama tersebut
memiliki khadam yaitu malaikat Muthiya’il. Malaikat itu
memiliki anak buah sebanyak 4 komandan yang masing-masing
membawahi 116 regu dan setiap regu mempunyai anggota 11.000
malaikat. Pembacaan sifat al-Qawiyyu itu akan memberikan
kekuatan yang datang dengan sendirinya tanpa melatih diri
secara fisik. Urutan membacanya menurut Abdullah M.E. (Konci
Rijki, 1985: 72-73) ialah sebagai berikut.
• Tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, kepada Syeikh al-
Buni, dan kepada malaikat Muthiya’il.

215
P E N G E T A H U A N M I S T I K

• Membaca surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan al-Nas.


• Baca do’a ini:

12) Ilmu Kanuragan disarikan dari makalah Arwandi Yusuf dan Syamsul Falah, Mahasiswa
S2 IAIN Bandung Angkatan 1998/1999.

216
F I L S A F A T I L M U

• Lalu membaca al-Qawiyyu 1000 kali.

Di Indonesia banyak terdapat perguruan yang mengajarkan


ilmu kanuragan, satu di antaranya Al-Ma’unah di Jember.
Setiap anggota perguruan ini diharuskan mengamalkan Tarikat
Qadiriyah-Naqsyabandiyah. Cara mempelajari seni bela diri
tenaga dalam Al-Ma’unah itu adalah mengikuti urutan sebagai
berikut.

1) Dasar
Mempelajari 10 jurus latihan fisik seperti gerakan silat
sampai dikuasai. Sepuluh jurus tersebut ialah: asasan,
dorongan, tekan, mizan, tempuk, bilasan, colokan, patah, dan
khataman.
2) Pembuka
Jurus dasar yang 10 tersebut, setelah dikuasai benar- benar,
harus dilengkapi dengan tendangan sambil zikir nafas sirr.
Setiap jurus harus diiringi dengan nafas, ada yang 1 detik, 2
dan ada juga yang 3 detik.

3) Pintu Wali
Dalam tahap ini pelajar sudah mulai menerima harakat,

217
P E N G E T A H U A N M I S T I K
semacam tenaga dari guru.

4) Payung Wali
Di sini pelajar harus sudah diuji ilmunya dalam hal
menghasilkan tenaga-dalam dan ia harus terus mengamalkan
Tarikat Qadiriyah-Naqsyabandiyah.

5) Pancaran Ma’unah
Setelah menguasai ilmu bela diri tersebut, murid dapat
mempergunakan ilmunya itu kapan saja. Setiap
hari, setelah selesai latihan jurus, murid harus membaca:

Secara umum, ilmu kanuragan dapat digunakan:


• Untuk melumpuhkan ilmu hitam, dengan terlebih dahulu
menggunakan ilmu tahanan maut untuk menjaga serangan
balik.
• Untuk menyedot dan membalikkan ilmu lawan, bila lawan
menyerang dengan tenaga gaib atau tenaga dalam.
• Untuk menotok lawan dari jarak jauh.
• Untuk memukul lawan dari jarak jauh.
• Untuk memukul musuh dengan hawa panas, sehingga musuh
akan kepanasan.

DA F TAR P US TAKA

Abdullah M.E, Konci Rijki, Jakarta: Hasanah, 1985.


Abu al-Siraj al-Thusy, Al-Luma, Mesir: Dar al-Kutub al-

218
D A F T A R P U S T A K A

Haditsah, 1996.
Abu Abdullah al-Razi, Tafsir Ibnu Katsir, 1, tt.
Abu Luwis Ma’luf, al-Munjid al-Lughah wa al-‘Alam, Beirut: Dar
al-Masyriq, 1975.
Abu Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tashawwuf,
Ramadhani, 1989.
Abdul Qadir Zailani, Koreksi Terhadap Ajaran Tashawuf,
Jakarta: Gema Insani Press, 1996.
Abdul Khaliq al-Anthar, Al-Sihr wa al-Saharah wa al-
Mashurum, Terjemahan Tarmana, Bandung: Hidayah, 1996.
Ahmad Abdurrahman Hamad, al-‘Alaqah bayn al-Lughah wa al-
Fikr, Dar al-Ma’rifah al-Jami’iyyah, 1985.
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Bandung: Rosdakarya, 1997.
Aldous Huxley, The Perennial Philosophy, New York: Harper
and Row, 1945.
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam,
Terjemahan, Pustaka Firdaus, 1986.
Ali Abu Hayullah al-Marzuqy, Al-Jawahir al-Lama’ah, tt.
A.S. Hornby, A Leaner’s Dictionary of Current English, London:
Oxford University Press, 1957.
Al-Ghazali, Al-Aufaq: Kumpulan Ilmu Ghaib,
diterjemahkan oleh Masroh al-Khusaeni, Surabaya:
Mahkota, 1984.
Badrudi Subkhi, Bid’ah-bid’ah di Indonesia, Jakarta: Gema
Insani Press, 1996.
Clifford Geertz, Abangan Santri dan Priayi, Pustaka Jawa, 1983
C. Mulder, Pembimbing ke dalam Ilmu Filsafat, Jakarta: Badan

240
F I L S A F A T I L M U

Penerbit Kristen, 1966.


David L. Silis, International Encyclopedia of the Social Sciences.
New York: Macmillan Company, 1972.
Elias, Modern Dictionary English Arabic, 1968.
Ensiklopedi Islam.
Fred N. Kerlinger, Foundation of Behavior Research, New York:
Holt, Rinehart and Winston, 1973.
Frithjof Schoun, The Trancendent Unity of Religion, New York:
Harper and Row, 1975.
Hamka, Tasauf Perkembangan dan Kemurnian, Jakarta: Nurul
Islam, 1980.
Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tinta Mas, 1966.
Hasan Ayub, Tabsith al-‘Aqidah al-Islamiyah, Kuwait: Dar al-
Buhuts al-’Ilmiyah, 1979.
Ha‘iri, Ilmu Hudluri: Prinsip-prinsip Epistemologi dalam Islam,
Bandung: Mizan, 1999.
Herman Soewardi, Tiba Saatnya Isalam Kembali Kaffah Kuat
dan Berijtihad (Suatu Kognisi Baru tentang Isalam),
Bandung: Diterbitkan sendiri oleh Pengarangnya, 1999.
Hasbullah Bakry, Sistematika Filsafat, Jakarta: Widjaja, 1971.
Houston Smith, Beyond Post-Modern, 1979. (?)
Ibn Khaldun, Muqaddimah, Dar al-Fikr, 1981.
Ibrahim Samirra’i, Fiqh al-Lughah al-Muqarran, Beyrut: Dar al-
Tsaqafah al-Islamiyyah, tt.
Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq, terjemahan, Mizan,
Bandung, 1994.

241
D A F T A R P U S T A K A

Ibnu Mandzur Jamaluddin al-Anshari, Lisan al-‘Arab, Kairo:


Dar al-Mishriyyah li al-Taklif wa al-Tarjamah, tt.
Jauhar Salim Abbay (penerjemah), Al-Thibb Awasin al- Kaey,
Jakarta: Yayasan Ibnu Ruman, tt.
Joe Park, Selected Reading in The Philosophy of Education, New
York: The Macmillan Company, 1960.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar
Populer, Jakarta: Sinar Harapan, 1994.
J. Van Baal, Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi
Budaya, I, Jakarta: Gramedia, 1987.
James Drever, Kamus Antropologi, penerjemah Nancy
Simanjutak, Jakarta: Bina Aksara, 1986.
Kamus Umum Bahasa Sunda, Panitia Kamus LBSS, Bandung:
Tarate, 1992.
K. Bertens, Sejarah Filsafat Barat Abad XX, Jakarta:
Gramedia, 1983.
Kerlinger, Foundation of Behavior Research, New York: Holt,
Rinehart and Winston, 1973.
Karl Jasper, Philosophical Faith and Revelation, London: Colin,
1967.
Komarudin Hidayat dan Muhammad Wahyuni, Agama Masa
Depan: Prespektif Filsafat Perennial, Jakarta: Paramadina,
1995.
Langeved, Menudju ke Pemikiran Filsafat, Djakarta: PT.
Pembangunan, 1961.
Lembaga Seni Bela Diri Hikmatul Iman, Buku Pegangan
Anggota, Bandung: LSBDHI, 1993.

242
F I L S A F A T I L M U

Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-‘Alam, Beirut: Dar


al-Masyriq, 1975.
Mohammad Hatta, Alam Pikiran Junani, Djakarta: Tintamas, I,
1966.
Mathias Haryadi, Membina Hubungan antar Pribadi
Berdasarkan Prinsip Partisipasi, Persekutuan dan Cinta
Menurut Gabriel Marcel, Yogyakarta: Kanisius, 1996.
Mundiri, Logika, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1994.
Murtadla Muthahhari, Menapak Jalan Spiritual, Jakarta:
Pustaka Hidayah, 1995.
Muhammad Isa Daud, Hiwar al-Syawafy ma’a Jinniy al-
Muslim, terjemahan Afif Muhammad dan H. Abdul Adhiem,
Bandung: Pustaka Hidayah, 1996.
Muhammad bin Abdul Wahab, al-Tauhid alladzi huwa
Haqqullah ‘ala al-Abid, Libanon: Dar al-Arabiyyah, 1969.
Mahmud Syaltut, Islam Aqidah wa Syari’ah, Mesir: Dar al-
Qalam, 1996.
Maria Susuei Dhavamony, Fenomenologi Agama, Jakarta:
Kanisius, 1997.
Poedjawijatna, Pembimbing ke Alam Filsafat, Djakarta:PT
Pembangunan, 1974.
Reymond Firth, Human Types, terjemahan, Bandung: Sumur
Bandung, 1960.
Samudi Abdullah, Takhayyul dan Magic dalam Pandangan
Islam, Bandung: Alma’arif, 1997.
Sihristany, al-Milal wa al-Nihal, Dar al-Fikr, tt.
Sachiko Murata, The Tao of Islam, Bandung: Mizan, 1996.

243
D A F T A R P U S T A K A

Syihabuddin Yahya al-Syuhrawardi, Hikayat-hikayat Mistis,


Bandung: Mizan, 1992.
Syaikh Wahid Abdul Salam Bali, al-Sharim al-Battar fi
Tashaddi li Saharat al-Asrar, terjemahan, Jakarta: Rabbani
Press, 1995.
Suroso Orakas, White Magic, Pekalongan: Bahagia, 1989.
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Djakarta: Bulan Bintang, II,
1973.
Suyono Ariyono, Kamus Antropologi, Jakarta: Akademika Press,
1985.
T. Jacob, Manusia, Ilmu dan Teknologi, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1993.
Umar Hasyim, Setan Sebagai Tertuduh dalam Masalah Sihir,
Takhayyul, Pedukunan dan Azimat, Surabaya: Bina Ilmu, tt.

244
F I L S A F A T I L M U

Webster’s New Twentith Century Dictionary of English Language,


1980.
Wahid Abdul Salam, Wiqayat al-Insan min al-Jinniy wa al-
Syaithan, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1998.
Will Durant, The Story of Philosophy, New York: Simon and
Schuster, Inc., 1959.
William James, Encyclopedia of Philosophy, 1967. (?)
William James, Some Problems of Philosophy, New York:
Longman, 1971.
Wajdi Muhammad al-Syahawi, Memanggil Roh dan
Menaklukkan Jin, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997.

245
D A F T A R P U S T A K A

TENTANG PENULIS
AHMAD TAFSIR, lahir di Bengkulu tahun
1942. Pendidikannya diawali di Sekolah Rakyat
(sekarang SD) di Bengkulu, melanjutkan
sekolah di PGA (Pendidikan Guru Agama) 6
tahun di Yogyakarta. Selanjutnya belajar di
Fakultas Tarbiyah IAIN Yogyakarta, dan
menyelesaikan Jurusan Pendidikan Umum tahun 1969. Tahun
1975-1976 (selama 9 bulan) mengambil Kursus Filsafat di IAIN
Yogyakarta. Tahun 1982 mengambil Program S2 di IAIN
Jakarta. Tahun 1987 sudah menyelesaikan S3 di IAIN Jakarta
juga.
Sejak tahun 1970, Tafsir mengajar di Fakulas Tarbiyah
IAIN Bandung, sampai sekarang. Tahun 1993, Guru Besar Ilmu
Pendidikan ini mempelopori berdirinya Asosiasi Sarjana
Pendidikan Islam (ASPI). Sejak Januari 1997 diangkat menjadi
Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Bandung.
Karya tulisnya tersebar pada berbagai media. Umumnya
menulis tentang pendidikan dan filsafat. Akhir-akhir ini kerap
juga menulis tentang tasauf. Buku terakhir ini, Filsafat Ilmu:
Menuju Pengetahuan Mistik, ialah salah satu kajian beliau
tentang mistik. Buku lain yang sudah dipublikasikan di
antaranya: Filsafat Umum,

246
F I L S A F A T I L M U

Akal dan Hati sejak Thalts sampai Capra, Rosdakarya,


Bandung, cetak ulang kesembilan Februari 2001;
Metodologi Pendidikan Agama Islam, Rosdakarya,
Bandung, sudah cetakan keenam; Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, Rosdakarya, Bandung, cetakan kelima
(2002).

Mistik menjadi pelengkap kehidupan. Nyata dan terbukti ada yang memakainya.
Namun, acapkali “mistik” menjadi sasaran pengecaman masyarakat. Seolah ia
berada pada grid bawah. Dus, eksistensinya bernasib kurang mujur. Dicap
kurang baik, tapi dipelihara.

Penyajian pengetahuan mistik dalam buku ini tetap pada jalur keilmuan. Anda
jangan berharap setelah membaca buku ini akan bisa praktek perdukunan atau
paranormal. Walaupun pada bagian akhir buku ini disertakan beberapa contoh

247

Anda mungkin juga menyukai