PAPER Ketentuan Syariah Pada Pasar Sekunder
PAPER Ketentuan Syariah Pada Pasar Sekunder
Disusun Oleh :
1. Faradila Rifkotun Niswah 4220099
2. Putri Aprilia 4220103
3. Era Istiawati 4220105
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji sukur marilah kita panjatakan kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan
beribu- ribu nikma t kepada kita umatnya.Rahmat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kita, pemimpin akhir zaman yang sangat kita patut oleh pengikutnya yakni
Nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyususnan makalah yang
berjudul ketentuan syariah pada pasar sekunder . penyusunan makalah ini merupakan salah
satu tugas untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Syariah I.
Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan, baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki oleh kami, untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak demi penyempurnaan pembuatan makalah ini waktu yang
akan datang. Akhirnya haya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penyusun dan pembaca pada
umumnya. Semoga Allah SWT meridhoi dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya.
Wassalammualaikum Wr.Wb
DAFTAR ISI
JUDUL.................................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah........................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
2.1 Pengertian Pasar sekunder...........................................................................................................6
2.2 Mekanisme Pasar Uang Syariah.................................................................................................8
2.3 Bahursa Saham Syariah.............................................................................................................11
2.4 Oligasi syariah...........................................................................................................................14
BAB III................................................................................................................................................21
PENUTUP...........................................................................................................................................21
Kesimpulan......................................................................................................................................21
DAFAR PUSTAKA............................................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
Pasar modal syariah adalah bagian dari praktek ekonomi Islam. Praktek pasar modal
syariah mengaplikasi dari prinsip-prinsip ekonomi Islam itu sendiri. Sistem ekonomi syariah
mengutamakan ukhuwah, mengedepankan kepentingan bersama dan berkeadilan,berdasarkan
moralitas agama, berorientasi kepentingan dunia-akhirat, tidak eksploitatori dan predatori,
mengharamkan riba, menolak adagium tercela to have something out of nothing
(Swasono,2005). Maka pasar modal syariah akan mengutamakan nilai ukhuwah, kepentingan
bersama, moralitas, orientasi dunia akhirat, tidak ada exploitasi. Lebih detailnya, aplikasinya
prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam praktek pasar modal syariah harus bisa menjawab tiga
pertanyaan what for, what dan how di mana jawabannya harus sejalan dengan ketentuan
dalam ekonomi Islam itu sendiri. Tiga pertanyaan di atas sangat mendasar untuk dijawab
dalam praktek pasar modal syariah sehingga praktek pasar modal syariah betul-betul sejalan
dengan tujuan syariah sendiri. Namun dalam penelitian ini, akan membahas bagaimana
proses atau mekanisme transaksi di pasar modal syariah khususnya di pasar sekunder yang
sesuai syariah. Mekanisme transaksi yang Islami artinya proses transaksi yang dilakukan
sesuai dengan aturan-aturan dalam Islam atau tidak melanggar prinsip-prinsip dalam syariah,
terhindar dari ditorsi pasar sehingga pasar modal syariah membawa kemaslahatan kepada
semua pihak. Proses mempunyai pengaruh terhadap kesempurnaan atau keabsahan suatu
transaksi, dimana ini berimbas kepada tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu aktivitas
muamalah yaitu falah, kemenangan yang seimbang dunia akhirat, material-spritual, individu-
masyarakat. Proses transaksi sekuritas syariah di pasar sekunder harus terhindar dari distorsi
atau unsur unsur telarang dalam sebuah transaksi seperti tadlis , gharar, maysir, ihtikar dan
bay`najasy dan bagaimana wujud dalam praktek transaksi sekuritas di pasar modal khususnya
pasar sekunder.
Pasar Sekunder (Secondary Market) adalah pasar bagi efek yang telah dicatatkan di
bursa, yang berarti Pasar Sekunder merupakan pasar tempat investor dapat melakukan jual-
beli efek setelah efek tersebut tercatat di bursa atau efek yang telah diterbitkan di Pasar
Perdana (IPO).
Ada beberapa hal yang membedakan antara pasar perdana dan pasar sekunder yaitu,
dalam pasar perdana terjadi hanya penjualan saja, yang mana emiten (PT) mengeluarkan
emisi baru atau saham (efek). Sementara di pasar sekunder, dapat terjadi penjualan dan
pembelian pada setiap harinya. Dapat diketahui bahwa harga saham di pasar sekunder tidak
lagi ditentukan oleh kesepakatan antara PT dan underwriter sebagaimana yang terdapat pada
pasar perdana. Melainkan harga saham yang ditentukan berdasarkan teori penawaran dan
permintaan (supply and demand). Di samping itu juga ditentukan oleh prospektus PT yang
menerbitkan saham tersebut. Oleh karena itu, harga saham di pasar sekunder bias saja lebih
tinggi daripada di pasar perdana. Hal demikian terjadi apabila saham mengalami kelebihan
permintaan atau kerana saham itu banyak diminati oleh publik, di samping itu prospek
perusahaan cukup bagus. Selain itu, bias saja harga saham terjadi sebaliknya, di mana
kelebihan penawaran yang cenderung turun.
Dari harga saham yang berfluktuasi di pasar sekunder adalah hal yang wajar dan
mubah (boleh), karena adanya permintaan dan penawaran (supply and demand). Yang
terpenting adalah saham-saham yang diperjualbelikan itu bidang usahanya tidak bertentangan
dengan syari’ah. Melihat fluktuasi harga saham yang begitu cepat, Marzuki Usman
mengatakan bahwa saham itu adalah sesuatu yang bersifat abstrak dan pasarnya bersifat
terbuka ke seluruh dunia.
Ketika investor membeli saham, diawali dengan mengisi formulir yang dianggap
sebagai suatu pesanan, dan ketika sudah penjatahan saham kemudian membayarnya. Setelah
pembayaran tersebut, investor dan agen penjual (broker) sama-sama sepakat bahwa
penyerahan barang (surat saham) dilakukan pada hari keempat setelah transaksi (T+4). Proses
transaksi tersebut melalui pemesanan dan pembayaran terlebih dahulu, dalam pandangan
hukum Islam disebut dengan jual beli salam. Salam dalam fikih muamalat adalah suatu
bentuk jual beli barang dengan ketentuan si pembeli membayar saat itu untuk barang yang
akan diterimanya masa mendatang [ CITATION MUH96 \l 1057 ]. Dalam arti, pembayaran
terlebih dahulu sedangkan penyerahan barang dilakukan kemudian. Dalam transaksi jual beli
salam harus jelas kuantitas, kualitas dan waktu penyerahannya. Para ulama sudah sepakat
bahwa salam dibenarkan dalam syarak baik al-Qur’an maupun as-Sunnah. Bahkan menurut
penegasan oleh Ibnu Munzir sebagaimana dikutip oleh Hamzah Ya’qub menyebutkan bahwa
telah diperhatikan dari segenap ahli ilmu, dan mereka sama-sama menerangkan bahwa salam
itu boleh [ CITATION Ham92 \l 1057 ].
Berdasarkan hal tersebut, bahwa jual beli saham di pasar sekunder termasuk jual beli
salam. Karena dalam jual beli saham tersebut dilakukan dengan cara-cara yang telah
disepakati, baik kuantitas maupun kualitas maupun waktu penyerahannya. Dengan demikian,
proses jual beli saham di pasar sekunder tersebut sangat menjunjung tinggi nilai-nilai atau
prinsip-prinsip muamalat. Adapun mengenai capital gain (selisih antara harga jual dan harga
beli), selalu berubah-ubah karena mengalami fluktuasi harga, diburu oleh para investor untuk
mendapatkan laba atau keuntungan yang lebih besar. Kegiatan memburu capital gain di pasar
sekunder adalah suatu hal yang wajar, karena pada dasarnya dalam berbisnis berorientasi
kepada laba atau keuntungan.
Keberadaan agen dalam jual beli saham (broker atau pialang), dalam hukum Islam
dinamakan dengan wakalah (wakil) yang mana didefinisikan sebagai permohonan seseorang
kepada orang lain untuk menggantikan dirinya dalam suatu urusan yang boleh digantikan
seperti menjual, membeli, dan lain sebagainya . Dalam proses penyelesaian transaksi saham
menggunakan komputer. Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), kegiatan ini dikenal dengan istilah
JATS (Jakarta Automated Trading System) [ CITATION Hul01 \l 1057 ]). Hal tersebut tidak
menjadi persoalan, karena sistem perdagangan ini telah dicatat menggunakan alat elektronik
yaitu komputer.
Dalam hukum positif sebagai payung hukum transaksi perdagangan saham di pasar
modal sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar
Modal. Berkenaan dengan hal itu, pemerintah dengan DSN-MUI berlanjut membuat Nota
Kesepahaman dengan pembentukan pasar modal yang berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah.
Upaya tersebut dilanjutkan dengan keluarnya Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-
MUI/IV/2001 tentang Pedoman Investasi untuk Reksadana Syaria
.
2.2 Mekanisme Pasar Uang Syariah
Pasar uang adalah pasar surat berharga jangka pendek seperti Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SPBU), Commercial Paper Notes (CPN) dan
sebagainya. Jadi pasar uang syari’ah adalah pasar yang dimana diperdagangkan surat
berharga yang diterbitkan sehubungan dengan penempatan atau peminjaman uang dalam
jangka pendek dan memanage likuiditas secara efesien, dapat memberikan keuntungan dan
sesuai dengan syari’ah. Dana ini bisa dimiliki masyarakat yang hanya ingin menanamkan
modalnya dalam jangka pendek serta lembaga keuangan lainnya yang memiliki kelebihan
likuiditas sementara yang bersifat jangka pendek, bukan jangka panjang [CITATION nun \l
1057 ]. Instrumen yang digunakan dalam Pasar Uang Antar bank Syariah (PUAS) adalah apa
yang disebut denganS IMA atau Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank. SIMA
digunakan sebagai sarana investasi bagi bank yang memiliki kelebihan dana untuk
mendapatkan keuntungan, dan di lain pihak dapat digunakan sebagai sarana untuk
mendapatkan dana jangka pendek bagi bank syariah yangmengalami defisit dana. Di
Indonesia masalah SIMA ini tela hdiatur oleh Bank Indonesia dengan PBI No.2/8/PBI/2000.
Dan Fatwa DSN Nomor:37/DSNMUI/X.2002. Adapun persyaratan-persyaratan yang harus
dipenuhi dalam menerbitkan sertifikat ini adalah[ CITATION Sho10 \l 1057 ] :
Harus mencantumkan: Kata-kata “Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank”
Tempat dan tanggal penerbitan SIMA
Nomor seri sertifikat SIMA
Nilai nominal investasi
Nisbah bagai hasil
Jangka waktu investasiditas sementara yang bersifat jangka pendek, bukan jangka panjang.
Tingkat indikasi imbalan
Tanggal pembayaran nominal atau imbalan
Tempat pembayaran.
Nama bank penanam dana
Nama bank penerbit dan tanda tangan pejabat yang berwenang.
Berjangka waktu paling lama 90 hari
Diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah atau unit usaha syariah lainnya
Format yang harus diikuti oleh sertifikat IMA tersebut dapat mengikuti format yang
dikeluarka noleh Bank Indonesia, dan kualitas kertas yang akan digunakan diserahkan kepada
masing-masing bank untuk melakukannya tanpa harus mengikuti ketentuan yang berlaku.
Bagi bank Syariah yang telah menerbitkan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank
Syari’ah (IMA) wajib melaporkan kepada Bank Indonesia pada hari penerbitan Sertifikat
Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) tersebut mengenai hal-hal
(1) Nilai Nominal Investasi;
(2) Nisbah Bagi Hasil;
(3) Jangka waktu Investasi dan;
(4) Tingkat indikasi imbalan sertifikat IMA.
Sebelum diuraikan tentang mekanisme di Pasar Uang Syariah, sebagai perbandingan perlu
kita fahami terlebih dahulu mekanisme Pasar Uang Konvensional. Mekanisme pasar uang
konvensional hanya dapat berfungsi dengan baik apabila dipenuhi beberapa syarat sebagai
berikut[ CITATION Ens92 \l 1057 ]:
1. Cukup banyak instrumen sebagai pengganti uang yang dapat diperdagangkan. Uang yang
diperdagangkan harus mempunyai bentuk (instrument) tertentu, antara lain: Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), SuratBerharga PasarUang (SBPU),sertifikat deposito, dan call money.
2. Ada lembaga keuangan yang bersedia menjadi pencipta pasar(market maker), lembaga
inilah yang akan menyimpan instrumen-instrumen pasar uang dan akan menjualnya kepada
unit yang mempunyai kelebihan dana jangka pendek, atau membelinya dari unit yang
kekurangandanajangkapendek.DiIndonesiafungsiinidijalankan oleh Ficorinvest yang sering
disebutsecurity house.
3. Prasarana komunikasi yang memadai.
4. Informasi keuangan yang dapat dipercaya, yaitu data keuangan perusahaan yang
mengeluarkan SBPU, agar setiap peminat dapat membuat penelitian mengenai
keadaanperusahaan. Penjelasan mekanisme tersebutsebagai berikut: Pertama,mekanisme
Callmoney;bisa diperdagangkan secara langsung antar bank,dan biasanya dilakukan melalui
telepon. Hal ini dilakukan karena kebutuhan liquiditas bank biasanya mendesak, baik karena
kekurangan dalam kliring maupun untuk memenuhi kebutuhan kewajiban likuiditas. Kedua,
sedangkan SBI dan SBPU harus diperdagangkan melaui security house (Ficorinvest) sebagai
perantara antara pemilik dan pemakai, melalui jual beli surat-surat berharga dengan
mekanisme; BI menjual SBI kepada Ficorinvest, barulah kemudian kepada lembaga-lembaga
keuangan. Ketiga, mekanisme untuk SBPU; nasabah, baik badan usaha maupun perorangan
mengeluarkan surataksepatauweseluntukmendapatkandanadaribankataulembaga keuangan
non-bank, kemudian surat-surat berharga ini diperjualbelikan oleh bank atau lembaga
keuangan non-bank melalui security house yang akan memperjualbelikan dengan BI.
Adapun mekanisme dan penyelesaian transaksi Investasi Mudharabah Antar Bank
Syari’ah(IMA) dalam pasar uang adalah sebagaiberikut:
1. SertifikatInvestasiMudharabah AntarBankSyari’ah (IMA) yang diterbitkan oleh Bank
Pengelola dana dalam rangkap tiga, lembar pertama dan kedua tersebut wajib diserahkan
kepada bank penanam dana sebagai bukti penanaman dana, sedangkan lembar ketiga
digunakan sebagai arsip bagai bank penerbit dana.
2. Bank penanam dana pada Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA)
melakukan pembayaran kepada bank penerbit sertifikat IMA dengan mengunakan nota kredit
melalui kliring, atau Bilyet Giro Bank Indonesia dengan melampiri lembar kedua Sertifikat
Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) atau dengantransferdanaelektronik
yangdisertaidenganpenyampaian lembar kedua Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank
Syari’ah (IMA) kepada Bank Indonesia.
3. Pemindahtanganan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) hanya
dapat dilakukan oleh pihak bank penanam dana pertama, sedangkan bank penanam dana
kedua tidak diperkenankan untuk memindah tangankan kepada bank lain sampai berahirnya
jangka waktu, artinya sertifikatInvestasiMudharabah AntarBank Syari’ah (IMA) hanya sekali
dapat dipindahtangankan. Hal ini dimaksudkan agar Bank Penerbitsertifikat IMA dapat
melakukan pembayaran kepada bank yang berhak, oleh karena itu bank pemegang sertifikat
terakhir wajib memberitahukan kepemilikan sertifikat tersebut kepada bank penerbit Investasi
Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) IMA.
4. Kemudian pada saat sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) jatuh
tempo, penyelesaian transaksi dilakukan oleh bank Penerbit Sertifikat Investasi Mudharabah
Antar Bank Syari’ah (IMA) dengan melakukan pembayaran kepada pemegang sertifikat
terakhir sebesar nilai nominal Investasi (face Value) dengan menggunakan nota kredit
melalui kliring,menggunakan Bilyet Giro BI atau menggunakan transfer dana secara
elektronik. Sedangkan imbalan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA)
akan dibayar pada hari kerja pertama bulan berikutnya. Selanjutnya penghitungan imbalan
Sertifikat Investasi Mudharabah AntarBank Syari’ah (IMA) dihitung berdasarkan
tingkatrealisasiimbalan SertifikatInvestasiMudharabah AntarBankSyari’ah (IMA)mangacu
pada tingkat imbalan Deposito Investasi Mudharabah pada bank penerbit sesuai dengan
jangka waktu penanaman. Teknik Perhitungan Imbalannya : Adapun besarnya imbalan dari
sertifkat IMA ini yang dibayarkan pada awal bulan dihitung berdasarkan tingkat realisasi
imbalan deposito investasi mudharabah pada bank penerbit sebelum di distribusikan sesuai
dengan jangka waktu penanaman. Misalkan untuk jangka waktu sertifikat IMA dari batasan
1 hingga 30 hari,maka tingka timbalan yang digunakan adalah nilai pengembalia ndeposito
investasi mudharabah1 bulan.Begitu juga dengan jangka waktu yang ditentukan dalam waktu
antara 31-90 hari, maka tingkat imbalannya adalah deposito investasi mudharabah selam 3
bulan. Rumus perhitungan besarnya imbalan Sertifikat IMA adalah sebagai berikut[ CITATION
NEL08 \l 1057 ]:
8 X = P x R x t/360 xk
Keterangan:
X=Besarnya imbalan yangdiberikankepadabank penanamdana
P = Nilai nominal investasi
R=TingkatrealisasiimbalanDepositoInvestasiMudharabah
t = Jangka waktu investasi
K = Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana Mekanisme Perdagangan Di Pasar Modal
Syariah
a. Pengertian obligasi
Obligasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “Obligatie” yang dalam bahasa Indonesia
disebut dengan “obligasi” yang berarti kontrak. Dalam Keputusan Presiden RI Nomor
775/KMK 001/1982 disebutkan bahwa obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan
hutang atas pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu
sekurang-kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta saat
pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten (Badan Pelaksana Pasar Modal).
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa obligasi adalah surat hutang yang dikelaurkan
oleh emiten (bisa berupa badan hukum atau persuahaan, bisa juga dari pemerintah) yang
memerlukan dana untuk kebutuhan operasional maupun ekspansi dalam memajukan investasi
yang mereka laksanakan. Investasi dengan cara menerbitkan obligasi memiliki potensial
keuntungan lebih besar dari produk perbankan. Keuntungan berinvestasi dengan cara
menerbitkan obligasi akan memberpoleh bunga dan kemungkinan adanyana capital gain
(keuntungan yang diperoleh dari jual beli saham di Pasar Modal atau Bursa Efek).
b. Prinsip prinsip obligasi syariah
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 32/DSNMUI/IX/2002 menjelaskan,
yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah
yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah
berupa bagi hasil / margin / fee, serta membayar kembali dana obligas pada saat jatuh tempo.
Menurut Heru Sudarsono, obligasi syariah bukan merupakan utang berbunga tetap
sebagaimana yang terdapat dalam obligasi konvensional, tetapi lebih merupakan penyerta
dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Transaksinya bukan akad utang piutang
melainkan penyertaan. Obligasi sejenis ini lazim dinamakan muqaradhah bond, dimana
muqaradhah merupakan nama lain dari mudharabah. Dalam bentuknya yang sederhana
obligasi syariah diterbitkan oleh sebuah perusahaan atau emiten sebagai pengelola atau
mudharib dan dibeli oleh investor atau shahib maal. Dana yang terhimpun disalurkan untuk
mengembangkan usaha lama atau pembangunan suatu unit baru yang benarbenar berbeda
dari usaha lama. Bentuk alokasi dana yang khusus (specially dedicated) dalam syariah
dikenal dengan istilah mudharabah muqayyadah. Atas penyertaannya, investor berhak
mendapatkan nisbah keuntungan tertentu yang dihitung secara proporsional dan dibayarkan
secara periodik. Sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu bahwa obligasi adalah surat
hutang, dimana pemegangnya berhak atas bunga tetap, prinsip obligasi syariah tidak
mengenal adanya hutang, tetapi mengenal adanya kewajiban yang hanya timbul akibat
adanya transaksi atas aset / produk maupun jasa yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi
pembiayaan. Obligasi syariah lebih merupakan penyerta dana yang didasarkan pada prinsip
bagi hasil. Transaksinya bukan akad utang pituang, melainkan penyertaan. Obligasi sejenis
ini lazim dinamakan muqaradhah bond, dimana muqaradhah merupakan nama lain dari
mudharabah. Dalam bentuknya yang sederhana obligasi syariah diterbitkan oleh sebuah
perusahaan (emiten) sebagai pengelola (mudharib) dan dibeli oleh investor (shahib maal).
Dalam harga penawaran, jatuh tempo pokok obligasi, saat jatuh tempo, dan rating antara
obligasi syariah dengan obligasi konvensional tidak ada perbedaannya. Perbedaan terdapat
pada pendapatan dan return. Perbedaan yang paling mendasar antara obligasi syariah dan
obligasi konvensional terletak pada penetapan bunga yang besarnya sudah ditetapkan /
ditentukan di awal transaksi dilakukan. Sedangkan pada obligasi syariah saat dilakukan
transaksi (jual beli) belum ditentukan besarnya bunga. Yang ditentukan adalah berapa
proporsi pembagian hasil apabila mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang.
c. Bentuk bentuk obligasi syariah
Obligasi syariah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah,
musyarakah, ijarah, istisna‟, salam, dan murabahah. Tetapi diantara prinsip-prinsip instrumen
obligasi ini yang paling banyak dipergunakan adalah obligasi dengan insturmen prinsip
mudharabah dan ijarah[ CITATION DrM05 \l 1057 ].
1. Obligasi Mudharabah
Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang mengunakan akad
mudahrabah. Akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal /
investor) dengan pengelola (mudharib / emiten). Ikatan atau akad mudahrabah pada
hakikatnya adalah ikatan penggabungan atau percampuran berupa hubungan kerjasama antara
pemilik usaha dengan pemilik harta, dimana pemilik harta (shahibul maal) hanya
menyediakan dana secara penuh (100%) dalam suatu kegiatan usaha dan tidak boleh secara
aktif dalam pengelolaan usaha. Sedangkan pemilik usaha (mudharib / emiten) memberikan
jasa, yaitu mengelola harta secara penuh dan mandiri (directionery) dalam bentuk aset pada
kegiatan usaha tersebut.
Dalam Fatwa No. 33 / DSN-MUI / X / 2002 tentang obligasi syariah mudharabah,
dinyatakan antara lain bahwa[ CITATION Nur07 \l 1057 ]:
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip
syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan
emiten untuk membayar pendapatn kepada pemegang obligasi syariah merupakan
bagi ahsil, margin atau fee serta membayar dana obligasi pada saat obligasi jatuh
tempo.
Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad
mudarabah dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No. 7 / DSN-MUI /
IV / 2000 tentang Pembiayaan Mudharabah.
Obligasi mudharabah emiten bertindak sebagai mudharib (pengelola modal),
sedangkan pemegang obligasi mudharabah bertindak sebagai shahibul maal
(pemodal).
Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
Nisbah keuntungan dinyatakan dalam akad.
Apabila emiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin pengambilan
dana dan pemodal dapat meminta emiten membuat surat pengakuan utang.
Kepemilikan obligasi syariah dapat dipindahtangankan selama disepakati dalam
akad.
Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan struktur obligasi mudharabah, di
antaranya[CITATION DrM \l 1057 ] :
Obligasi syariah mudharabah merupakan bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk
investasi dalam jumlah besar dan jangka waktu yang relatif panjang.
. Obligasi syariah mudharabah dapat digunakan untuk pendanaan umum (general
financing), seperti pendanaan modal kerja ataupun capital expenditure.
Mudharabah merupakan percampuran kerjasama antara modal dan jasa (kegiatan
usaha), sehingga membuat strukturnya memungkinkan untuktidak memerlukan
jaminan (collateral) atas aset yang spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang
menggunakan dasar akad jual beli yang mensyaratkan jaminan atas aset yang didanai.
Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan struktur murabahah dan ba‟i
bi‟thaman ajil menjadi mudharabah dan ijarah.
Adapun ketentuan atau mekanisme obligasi syariah mudharabah adalah :
Kontrak atau akad mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.
Rasio atau presentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen
pendapatan (revenue sharing) atau keuntungan (profit sharing). Namun berdasarkan
fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 bahwa yang lebih maslahat adalah penggunaan
revenue sharing.
Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara konstan, meningkat, ataupun menurun
dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di
awal kontrak.
Pendapatan bagi hasilmerupakan jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang
menjadi hak dan oleh karenanya harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang
obligasi syariah. Bagi hasil yang dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah
pemegang obligasi syariah dengan pendapatan / keuntungan yang dibagihasilkan yang
jumlahnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten.
Pembagian hasil pendapatan atau keuntungan dapat dilakukan secara periodik
(tahunan, semesteran, kwartalan, maupun bulanan).
Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten,
maka obligasi syariah memberikan indicative return tertentu.
Produk obligasi mudharabah juga dapat dikonversi menjadi saham setelah dalam
jangka waktu tertentu dengan persetujuan pemiliknya. Sehingga pemilik surat ini berubah
menjadi musyarrik muaqqat (mitra kerjasama kontemporer) bagi perusahaan. Dalam
keuntungan investasinya menjadi pemilik saham atau mitra kerjasama selamanya. Pada
prinsipnya, obligasi mudharabah yang dikonversi menjadi saham sama dengan obligasi
mudharabah baik yang muthlaqah maupun muqayyadah. Persamaan adalah samasama
menggunakan prinsip musyarakah dan al-ghunm bi alghurm dalam hal pembagian
keuntungan, sehingga dalam hal ini sesuai dengan kaidah-kaidah Islam dalam distribusi
keuntungan investasi.
Adapun ketentuan-ketentuan yang berlaku berkaitan dengan konversi obligasi
mudharabah menjadi saham adalah:
Wajib menjaga kaidah-kaidah yang ditetapkan untuk pertambahan modal sesuai
dengan undang-undang negara tempat perusahaan yang mengeluarkan obligasi.
Wajib menjaga keseimbangan keuangan dengan sumbersumbernya, baik dari dalam
maupun dari luar.
Tanggal dan syarat-syarat konversi menjadi saham harus dijelaskan, serta jangka
waktu yang mana pemilik surat obligasi tersebut meminta untuk mengkonversikan ke
dalam saham.
Wajib menjelaskan kadar batas maksimal pengeluaran bagi saham yang baru jika
ada.
Penjelasan tanggal pengembalian harga obligasi dalam kondisi tidak dikonversikan ke
dalam saham.
2. Obligasi Ijarah
Obligasi Ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah
suatu jenis akad untuk mengambilmanfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta
memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan
sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan
kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam
akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan
kepemilikan. Ketentuan akad ijarah sebagai berikut :
Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta
perdagangan) maupun berupa jasa.
Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua
belah pihak.
Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau
sewa / upah.
Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh
objek tetap terjaga.
Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak
Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
.Investor dapat bertindak sebagai penyewa (musta‟jir). Sedangkan emiten dapat
bertindak sebagai wakil investor. Dan propery owner, dapat bertindak sebagai orang
yang menyewakan (mu‟jir). Dengan demikian, ada dua kali transaksi dalam hal ini;
transaksi pertama terjadi antara investor dengan emiten, dimana investor mewakilkan
dirinya kepada emiten dengan akad wakalah, untuk melakukan transaksi sewa
menyewa dengan property owner dengan akad ijarah. Selanjutnya, transaksi terjadi
antara emiten (sebagai wakil investor) dengan property owner (sebagai orang yang
menyewakan) untuk melakukan transaksi sewa menyewa (ijarah).
Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek
sewa tersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa menyewa tersebut, maka
diterbitkanlah surat berharga jangka panjang (obligasi syariah ijarah), dimana atas
penerbitan obligasi tersebut, emiten waib membayar pendapatn kepada investor
berupa fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Sebagai
contoh transaksi obligasi ijarah adalah pemegang obligasi memberi dana kepada Toko
Matahari untuk menyewa sebuah ruangan guna keperluan ekspansi. Yang mempunyai
hak manfaat atas sewa ruangan adalah pemegang obligasi, tetapi ia menyewakan /
mengijarahkan kembali kepada Toko Matahari. Jadi harus membayar kepada
pemegang obligasi sejumlah dana obligasi yang dikeluarkan ditambah return sewa
yang telah disepakat Obligasi ijarah lebih diminati oleh investor, karena
pendapatannya bersifat tetap. Terutama investor yang paradigmanya masih
konvensional konservatif dan lebih menyukai fixed income.
Kendala dalam pengembangan obligasi syariah diantaranya sebagai berikut[CITATION Her \l
1057 ] :
Belum banyak masyarakat yang paham tentang keberadaan obligasi syariah, apalagi
sistem yang digunakannya. Hal tersebut tidak lepas dari ruang sosialisasi obligasi
syariah yang dikondisikan hanya terbatas oleh para pemodal yang memiliki dana lebih
dari cukup.
Masyarakat dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan
pragmatis. Hal ini yang menjadikan tren tingkat bunga yang cenderung bisa
dipastikan di masa yang akan datang menjadikan investor lebih memilih obligasi
konvensional daripada obligasi syariah.
Di usia yang masih relatif muda dan sistem yang berbeda, obligasi syariah
dikondisikan untuk menghadapi masyarakat yang kurang percaya akan keberadaan
sistem yang belum ia kenal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan transaksi perdagangan
saham di bursa efek atau pasar modal sudah memenuhi ketentuan-ketentuan dalam hukum
Islam. Dalam pasar sekunder mekanisme transaksi diperbolehkan dalam hukum Islam, karena
dikategorikan dalam jual beli salam, berkaitan dengan harga yang berfluktuasi karena berasal
dari permintaan dan penawaran (supply and demand), kegiatan mengejar keuntungan seperti
capital gain diperbolehkan oleh syarak, karena merupakan hal yang wajar karena pada
dasarnya dalam berbisnis adalah mengejar keuntungan, sedangkan untuk agen atau broker
dalam konsep fikih dikenal dengan wakalah, dan untuk penyelesaian transaksi dicatat dalam
sistem bursa elektronik yang menggunakan sistem komputer yang mana juga sudah sesuai
dengan al-Qur’an.
Pasar uang merupakan sarana yang mutlak dibutuhkan bagi dunia
perbankkan,takterkecualiperbankkansyariah,untukmengamankandan mempertahankan
likuiditasnya. Oleh karena itu bank-bank syariah harus mempunyai pasar uang yang berbasis
syariah (PUAS). Piranti pasar uang antar bank syariah (PUAS) adalah Sertifikat Investasi
Mudharabah Antar bank syariah (IMA) yang pembayaran imbalannya dengan sistim bagi
hasil. Sertifikat ini hanya boleh diterbitkan oleh bank yang menggunakan prinsip syariah
Dibukanya Jakarta Islamic Indeks di Indonesia (JII) pada tahun 2000 sebagai pasar
modal syariah memberikan kesempatan para investor muslim maupun non mulim untuk
mengivestasikan dananya pada perusahaan yang sesuai prinsip syariah. Beragam produk
ditawarkan dalam indeks syariah dalam JII antara lain berupa saham, obligasi, sukuk ,
reksadana syariah, dll.
DAFAR PUSTAKA
https://nelisasmita2008.wordpress.com/2008/06/18/sertifikat-investasi-mudharabah-antar-
bank-ima/
https://ejournal.inzah.ac.id/index.php/iqtishodiyah/article/download/235/195/
https://www.academia.edu/download/35466219/OBLIGASI_SYARIAH-Mannan.pdf
http://repository.uinbanten.ac.id/1940/4/BAB%202.pdf
https://law.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/V-01-No-03-mekanisme-pasar-sekunder-
dan-fungsi-lembaga-nya-dalam-pasar-modal-indonesia-ali-husein-mubarok.pdf
file:///C:/Users/USERR/Downloads/6284-21029-2-PB.pdf