Anda di halaman 1dari 40

Arti Definisi/Pengertian Imunisasi, Tujuan, Manfaat, Cara

dan Jenis Imunisasi Pada Manusia


Sun, 30/11/2008 - 8:37am — godam64

Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan
sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten.
Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada
penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya.

Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh
mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit
berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara
bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan
hidup anak.

Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka
penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan
kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu
seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain
sebagainya.

Macam-macam / jenis-jenis imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi pasif yang merupakan
kekebalan bawaan dari ibu terhadap penyakit dan imunisasi aktif di mana kekebalannya harus
didapat dari pemberian bibit penyakit lemah yang mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh biasa
guna membentuk antibodi terhadap penyakit yang sama baik yang lemah maupun yang kuat.

Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan dengan melemahkan virus atau
bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara suntik atau minum /
telan. Setelah bibit penyakit masuk ke dalam tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk
melawan penyakit tersebut dengan membantuk antibodi. Antibodi itu uumnya bisa terus ada di
dalam tubuh orang yang telah diimunisasi untuk melawan penyakit yang mencoba menyerang.

IMUNISASI
"Lindungi diri anda dan keluarga dari serangan berbagai
penyakit yang berbahaya"
Data statistik menunjukkan makin banyak penyakit menular
bermunculan dan senantiasa mengancam kesehatan anda. Jangan
biarkan anak anda dan diri anda sendiri terserang oleh infeksi yang
dapat membahayakan hidup anda. Lindungi anda dan keluarga dari
infeksi dengan melalui vaksinasi terkontrol.

"Pencegahan lebih baik dari pada mengobati"


Setiap tahun diseluruh dunia, ratusan ibu anak-anak dan dewasa
meninggal Karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal
ini dikarenakan kurangnya informasi tentang pentingnya Imunisasi.
Bayi-bayi yang baru lahir, anak-anak usia muda yang bersekolah dan
orang dewasa sama-sama memiliki resiko tinggi terserang penyakit-
penyakit menular yang mematikan seperti ; Diferi, Tetanus, Hepatitis
B, Influenza, Typhus, Radang selaput otak, Radang paru-paru, dan
masih banyak penyakit lainnya yang sewaktu-waktu muncul dan
mematikan. Untuk itu salah satu pencegahan yang terbaik dan sangat
vital agar bayi-bayi, anak-anak muda dan orang dewasa terlindungi
hanya dengan melakukan Imunisasi.

Mengapa perlu Imunisasi?

Untuk melindungi tubuh agar tetap sehat dan bahagia selalu


Siapa yang perlu Imunisasi?

¤ Bayi dan anak balita, anak sekolah, remaja


¤ Orang tua, manula
¤ Top management / Executive perusahaan
¤ Calon jemaah haji/umroh
¤ Anda yang akan bepergian ke luar negeri
¤ Dll.
B C G ( BACILLUS CALMETTE-GUERIN )
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara
yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti
paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput
otak (yang terberat). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir
sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan.
Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini "berhasil," maka
setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan
meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan
atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam.
Pemberian Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit Tuberkulosis ( TBC ), Imnunisasi ini diberikan hanya sekali
sebelum bayi berumur dua bulan. Reaksi yang akan nampak setelah
penyuntikan imunisasi ini adalah berupa perubahan warna kulit pada
tempat penyuntikan yang akan berubah menjadi pustula kemudian pecah
menjadi ulkus, dan akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8 – 12
minggu dengan meninggalkan jaringan parut, reaksi lainnya adalah
berupa pembesaran kelenjar ketiak atau daera leher, bial diraba akan
terasa padat dan bila ditekan tidak terasa sakit. Komplikasi yang dapat
terjadi adalah berupa pembengkakan pada daerah tempat suntikan yang
berisi cairan tetapi akan sembuh spontan.
DPT
DIFTERI

Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri


Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang
terutama saluran napas bagian atas dengan gejala Demam tinggi,
pembengkakan pada amandel ( tonsil ) dan terlihat selaput puith kotor
yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas.
Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat gagal
jantung. Penularan umumnya melalui udara ( betuk / bersin ) selain
itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.

Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan


dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur
dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua bulan. Pemberian
imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping
yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada
permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun
panas .
PERTUSIS

Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “ Batuk Seratus Hari “ adalah penyakit
infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Gejalanya khas yaitu Batuk
yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-
kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi
melengking.
Penularan umumnya terjadi melalui udara ( batuk / bersin ). Pencegahan paling efektif adalah
dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak tiga kali sejak
bayi berumur dua bulan dengan selang pentuntikan.
TETANUS

Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena mempengaruhi sistim urat
syaraf dan otot. Bagaimana gejala dan apa penyebabnya? Gejala tetanus umumnya diawali
dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan
timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-
kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi
yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali pusar
terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di
negara berkembang. Sedangkan di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik
melahirkan yang sudah maju tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu
antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang berada di dalam kandungan juga dapat mencegah
infeksi tersebut.
Apa yang menyebabkan infeksi tetanus? Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut
dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin.
Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke sistem syaraf otak
serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat syaraf.
Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah
karena terpotong, terbakar, aborsi , narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat
ke dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat
hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat
berkembang biaknya bakteria tetanus.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari
ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang
bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat
perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya terjadi
selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari
imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun
telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya
diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.
POLIO
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak
mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam
selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar, dan di
Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin Sabin (kuman yang
dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut. Di beberapa negara
dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio. Imunisasi
dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari dan
selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat
dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT.
Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT
Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit Poliomielitis. Imunisasi polio diberikan sebanyak
empat kali dengan selang waktu tidak kurang dari satu bulan
imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah ( 5 – 6 tahun ) dan saat
meninggalkan sekolah dasar ( 12 tahun ).Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan
meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut anak atau dengan
menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis. Imunisasi ini jangan diberikan pada
anak yang lagi diare berat. Efek samping yang mungkin terjadi sangat minimal dapat berupa
kejang-kejang.
RABIES

Rabies adalah penyakit zoonotik yang disebarkan oleh Virus Rabies ( Rhabdovirus ). Penyakit
zoonotik lainnya adalah Toxoplasmosis, Japanese Encephalitis, Leptospirosis. Kota Jakarta
sebenarnya sudah tidak ada rabies, namun terdapat resiko penduduk terkena Rabies melalui
gigitan anjing, kucing atau kera dari uar Jakarta dan menunjukan gejala Rabies di Jakarta.
Angka kematian ( fatalitas ) masih 100%. Penderita Rabies diisolasi secara ketat dalam ruangan
khusus.
1. Penyakit Rabies disebabkan oleh virus rabies.
2. Rabies di Jawa Barat pertama kali ditemukan pada hewan tahun 1894, sampai saat ini
masih belum dapat diberantas secara tuntas dan menyebabkan Jawa Barat merupakan
satu-satunya propinsi di Pulau Jawa yang belum bebas dari penyakit rabies.
3. Penyakit rabies menular pada manusia melalui gigitan hewan penderita rabies atau dapat
pula melalui luka yang terkena air liur hewan penderita rabies.

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

1. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor
Kepala Desa / Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
2. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter.
3. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2
meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).
4. Pemilik anjing wajib untuk menvaksinasi rabies.
5. Anjing liar atau anjing yang diliarkan harus segera dilaporkan kepada petugas Dinas
Peternakan atau Pos Kesehatan Hewan untuk diberantas / dimusnahkan.
6. Kurangi sumber makanan di tempat terbuka Untuk mengurangi anjing liar atau anjing
yang diliarkan.
7. Daerah yang terbebas dari penyakit rabies, harus mencegah masuknya anjing, kucing,
kera dan hewan sejenisnya dari daerah tertular rabies.
8. Masyarakat harus waspada terhadap anjing yang diliarkan dan segera melaporkannya
kepada Petugas Dinas Peternakan atau Posko Rabies.

PENANGANAN HEWAN RABIES

1. Hewan yang telah menggigit manusia harus diusahakan tertangkap dan jangan dibunuh,
laporkan kepada petugas Dinas Peternakan, Pos Kesehatan Hewan atau diserahkan
langsung kepada Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan observasi selama 14 hari.
2. Hewan yang telah menggigit manusia dan tertangkap tetapi terpaksa dibunuh atau mati,
kepalanya harus diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat sebagai bahan
pemeriksaan laboratorium.

GEJALA PENYAKIT RABIES

1. Hewan yang menjadi garang atau ganas ( furious rabies)


2. Sikap hewan tenang ( dum rabies )

TINDAKAN PADA ORANG YANG DIGIGIT HEWAN TERSANGKA RABIES

1. Cuci luka bekas gigitan dengan sabun kemudian keringkan dengan lap yang bersih atau
kapas.
2. Luka yang sudah bersih dan kering diberi alkohol 70% kemudian diberi obat merah ,
Iodium atau Betadine.
3. Penderita segera dikirim ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat

CAMPAK

Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus yang
bernama Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan
penderita.Gejala-gejalanya adalah : Demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada
permukaan kulit 3 – 5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul dipipi
bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya.
Komplikasi dari penyakit Campak ini adalah radang Paru-paru, infeksi pada telinga, radang
pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak
yang permanen ( menetap ). Pencegahan adalah dengan cara menjaga kesehatan kita dengan
makanan yang sehat, berolah raga yang teratur dan istirahat yang cukup, dan paling efektif cara
pencegahannya adalah dengan melakukan imunisasi. Pemberian Imunisasi akan menimbulkan
kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali
suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih.

CAMPAK DI INDONESIA

Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap
reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Hasil pemeriksaan sample darah dan urine
penderita campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70% – 100%. Insidens rate
semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992 –
1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada kelompok umur = 90%)
dan merata disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk mencapai reduksi
campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah Sakit maupun dari hasil
penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini
terjadi berkaitan dengan dampak kiris pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara
mendalam dan komprehensive.
Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau
Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM)
pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah
memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan
bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau
reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi
dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah
eliminasi.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam
pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI
secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak
positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita dari
20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997 (ajustment data rutin SST). Walaupun
imunisasi campak telah mencapai UCI namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak,
terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong.
Tahapan pemberantasan Campak
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang
berbeda-beda.
a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada tahap ini
terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB
berkisar antara 4 – 8 tahun.
Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan
merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih
panjang.
b. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan
cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB
hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus
diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
C. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi
virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi.
Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada tahap reduksi dengan
pencegahan terjadinya KLB.
Tujuan Reduksi Campak
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka
kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di
Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan
kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).
Strategi Reduksi Campak
Reduksi campak mempunyai 5 strategi yaitu:
Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum
dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen. Surveilans Campak.
Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
Pemeriksaan Laboratorium Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio.
Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan
Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini
(SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan
baik terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun
Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum
memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan
surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai
perkembangan pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di
setiap daerah.
Angka Insidens
Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data rutin Rumah sakit dan
Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan keleng - kapan laporan
rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam
terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi dapat menekan insidens
rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering
terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut, disebabkan
karena cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin
effikasi di desa tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa hal, antara
lain kurang baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan
vaksin di Puskesmas cara pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya.
Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans dan
Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat
imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik: 9). Dari sejumlah kasus-
kasus yang belum mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita.
Frekuensi KLB campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke
Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan
cenderung meningkat dari tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian
(grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas laporan W1 dari
Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl
yang cukup intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap pelaporan Wl
KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB
campak di Indonesia (Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB
yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang sesungguhnya terjadi
jauh lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak
terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang
dilaporkan mengalami peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-
rata kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap kejadian.
Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode tahun tersebut rata-
rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta
mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak dominan
pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6'). (pie diagram). Angka proporsi penderita pada
KLB campak tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 –
4 tahun dan S – 9 tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun)
grafik:7.

Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine untuk
memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan sampel
serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di beberapa Daerah selama
tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI,
menunjukkan IgM positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan
ketajaman diagnosa campak dilapangan pada saat KLB berlangsung.
Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada saat KLB terjadi
selama tahun (1997 – 1999) cenderung meningkat, masing-masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7%
– 2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang mendalam dan
koprehensive.
Kesimpulan.
Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung
menurun untuk semua kelompok umur. Penurutan paling tajam pada kelompok umur
HEPATITIS

Masalah Hepatitis B makin maningkat. Prevalensi pengidap di Indonesia tahun 1993 bervariasi
antar daerah yang berkisar dari 2,8% - 33,2% . Bila rata-rata 5% penduduk Indonesia adalah
carier Hepatitis B maka diperkirakan saat ini ada 10 juta orang. Para pengidap ini akan makin
menyebar ke masyarakat luas. Negara dengan tingkat HbsAg >8% dihimbau oleh WHA untuk
menyertakan Hepatitis B ke dalam program imunisasi nasional. Target di tahun 2007 adalah
Indonesia bebas dari Hepatitis B. Sebesar 50% dari Ibu hamil pengidap Hepattis B akan
menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus
yang terjadi pada penderita Hepatitis B ( 10 % ) akan menjurus kepada kronis dan dari kasusu
yang kronis ini 20%-nya menjadi hepatoma. Dan kemungkinan akan kronisitas kan lebih
banyak terjadi pada anak-anak Balita oleh karena respon imun pada mereka belum sepenuhnya
berkembang sempurna.
INFLUENZA

Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular dan disebabkan oleh virus influenza,
yang menyerang saluran pernapasan. Penularan virus terjadi melalui udara pada saat berbicara,
batuk dan bersin, Influenza sangat menular selama 1 – 2 hari sebelum gejalanya muncul, itulah
sebabnya penyebaran virus ini sulit dihentikan.
Berlawanan dengan pendapat umum, influenza bukan batuk – pilek biasa yang tidak berbahaya.
Gejala Utama infleunza adalah : Demam, sakit Kepala,sakit otot diseluruh badan, pilek, sakit
tenggorok, batuk dan badan lemah. Pada Umumnya penderita infleunza tidak dapat bekerja /
bersekolah selama beberapa hari.
Dinegara bermusim empat, setiap tahun pada musim dingin terjadi letusan influenza yang
banyak menimbulkan konmplikasi dan kematian pada orang-orang beresiko tinggi :
o Usia lanjut ( > 60 tahun )
o Anak – anak penderita Asma
o Penderita penyakit kronis ( Paru , Jantung, Ginjal, Diabetes )
o Penderita gangguan sistem kekebalan tubuh.
Dinegara-negara tropis seperti Indonesia, influenza terjadi sepanjang tahun. Setiap tahun
influenza menyebabkan ribuan orang meninggal diseluruh dunia. Biaya pengobatan, biaya
penanganan komplikasi, dan kerugian akibat hilangnya hari kerja ( absen dari sekolah dan
tempat kerja ) sangat tinggi.
Berbeda dengan batuk pilek biasa influenza dapat mengakibatkan komplikasi yang berat. Virus
influenza menyebabkan kerusakan sel-sel selaput lendir saluran pernapasan sehingga penderita
sangat mudah terserang kuman lain, seperti pneumokokus, yang menyebabkan radang paru
( Pneumonia ) yang berbahaya. Selain itu, apabila penderita sudah mempunyai penyakit kronis
lain sebelumnya ( Penyakit Jantung, Paru-paru, ginjal, diabetes dll ), penyakit-penyakit itu
dapat menjadi lebih berat akibat influenza.
Setiap orang dapat terserang influenza tanpa membedakan usia dan tingkat sosial. Cara
mencegah agar kita tidak terserang penyakit Influenza adalah dengan memelihara cara hidup
sehat, yakni dengan makanan sehat dan berolah raga teratur serta istirahat yang cukup. Cara
yang lain adalah dengan melakukan Vaksinasi, cara ini paling efektif dan aman dan dapat
memberikan perlindungan selama satu tahun terhadap serangan penyakit Influenza..
Bagi ummat Islam yang akan menunaikan Ibadah haji baik ibadah haji Umroh maupun ibadah
haji biasa sebaiknya dilakukan imunisasi influenza ini, karena bila jamaah terjangkit penyakit
influenza maka pelaksanaan ibadah hajinya tentu akan terhambat, sementara dengan melakukan
Imunisasi ( pencegahan ) kiranya lebih mudah daripada bila jamaah haji sudah terkena penyakit
influenza ini.
MENGENAL INFLUENZA PADA JEMAAH INDONESIA Dalam musim haji tahun ini,
jamaah haji Indonesia perlu mewaspadai kemungkinan tertular penyakit Influenza selama di
Arab Saudi. Hal ini mengingat penyakit Influenza berpotensi sebagai salah satu masalah
kesehatan jamaah berbagai bangsa yang sedang berhaji termasuk jamaah haji Indonesia.
WHO melaporkan penyakit ini telah beberapa kali menimbulkan pandemi yang dikenal dengan
Spanis Flu ( 1918 ), Asian Flu ( 1968 ), Hongkong Flu( 1968), Russian Flu( 1977 ) dan Flu
Burung di Hongkong ( 1997 ). WHO menekankan pula, adanya kecenderungan peningkatan
jumlah baik kesakitan dan kematian karena Influenza akhir-akhir ini di Eropah dan Amerika
serta penyakit ini diperkirakan akan merebak ke seluruh dunia termasuk Arab Saudi.
Beberapa kondisi yang diidentifikasi dapat berhubungan dengan kejadian Influenza pada
jemaah Indonesia. Adapun kondisi tersebut, seperti; besarnya jumlah jemaah yang datang
berhaji dari seluruh dunia haji pada setiap tahunnya, peningkatan jumlah kasus Influenza dapat
terjadi pada musim hujan atau dingin disuatu negara, kualitas fisik jemaah yang
memperihatinkan dan ruas perjalanan haji yang panjang serta berbagai pengaruhnya kepada
kesehatan. Disamping itu, lebih kurang dua perlima dari jemaah haji Indonesia termasuk
golongan risti. Perdefinisi risti adalah kondisi/ penyakit pada calon jemaah haji/ jemaah haji
yang dapat memperburuk kesehatannya selama perjalanan ibadah haji. Kondisi risti ini juga
dikenal sebagai kelompok berisiko tinggi bagi penyakit Influenza. Kesemua hal ini dapat
berdampak tidak menguntungkan bagi kesehatan jemaah haji Indonesia.
Tulisan ini memuat gambaran ringkas tentang penyakit Influenza, perlunya kewaspadaan serta
upaya pencegahan yang dilakukan oleh jemaah haji. Melalui tulisan ini diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan jamaah haji tentang Influenza sekaligus mampu berprilaku
semestinya selama perjalanan haji.
Apa yang disebut penyakit Influenza?
Penyakit Influenza adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang bersifat akut dan menular. Apa
penyebab penyakit ini? Penyebab penyakit inluenza adalah Virus Influenza( yang termasuk
dalam kelompok virus Orthomyxoviruses ). Ada 3( tiga ) type virus penyebab penyakit
Influenza, yaitu; A, B, dan C. Type A dikenal bersifat sangat menular dan dapat tersebar pada
kelompok penduduk secara lokal, nasional atau bahkan secara global.
Bagaimana cara penularan dan perjalanannya ditubuh manusia? Penularan penyakit Influenza
dapat terjadi secara kontak langsung ataupun tidak langsung. Umumnya, penularan terjadi
melalui percikan air ludah /liur yang keluar dari penderita sewaktu bercakap-cakap atau
percikan batuk maupun bersin.
Adapun periode masuknya virus penyebab sampai timbulnya gejala dan tanda penyakit
Influenza rata-rata 2 hari dengan rentang jarak 1 – 4 hari, sedangkan kemungkinan penularan
mulai dapat terjadi 1-2 hari sebelum dan 4-5 hari setelah gejala penyakit.

Apa gejala dan tanda penyakit Influenza?


Gejala berupa;
- Demam mendadak disertai menggigil
- Sakit kepala
- Badan lemah
- Nyeri otot dan sendi
Gejala ini bertahan selama 3 – 7 hari. Bila penyakit bertambah berat, gejala tersebut diatas akan
berganti dengan gejala penyakit saluran pernafasan seperti batuk, pilek dan sakit tenggorokan.
Kadang-kadang juga disertai gejala sakit perut, mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik :
muka kemerahan, mata kemerahan dan berair serta kelenjar getah bening leher dapat teraba.
Apa yang dapat diakibatkan Penyakit Influenza? Akibat penyakit Influenza yang ditakutkan
adalah timbulnya infeksi sekunder, seperti; radang paru-paru( Pneumonia ), myositis, sindroma
Reye, gangguan syaraf pusat. Disamping itu, penderita/ pengidap penyakit kronis dapat
bertambah berat bila terkena penyakit Influenza. Beberapa penyakit kronis tersebut, seperti;
Asma, paru–paru kronis, jantung, kencing manis, ginjal kronis, gangguan status imunitas tubuh,
kelainan darah dll.
Mengapa Jemaah Haji Indonesia Perlu Mewaspadai Tertular Penyakit Influenza Selama
Perjalanan Haji? Jemaah haji Indonesia perlu mewaspadai tertular Penyakit Influenza, karena:
penyakit inluenza bersifat menular dan kepadatan manusia dalam musim haji dapat
memudahkan penularan penyakit diantara jemaah; jemaah haji terpajan musim dingin dimana
penderita penyakit ini biasanya meningkat; status kesehatan jemaah berpenyakit risti dan usia
lanjut cukup besar yang dikategorikan sebagai kelompok berisiko tinggi tertular penyakit
influenza, kualitas fisik jemaah haji cukup memperhatinkan dan perjalanan haji yang panjang
menjadikan jemaah cukup rentan tertular penyakit. Untuk kesemua hal diatas jemaaah haji patut
meningkatkan kewaspadaan dari tertular penyakit Influenza.

Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan jamaah haji untuk mencegah dari risiko tertular
penyakit Influenza?

1. Upaya-upaya pencegahan yang harus dilakukan jemaah haji, yaitu:


Memelihara kebersihan diri dan lingkungan pondokan secara baik.
2. Istirahat yang cukup, banyak mengkonsumsi buah-bahan segar dan sayur-sayuran hijau.
3. Minum air yang cukup dan upayakan membawa air minum serta tempat
minum( mangkuk/ gelas ) masing-masing.
4. Membiasakan diri untuk membersihkan ingus memakai kertas tissu atau sapu tangan
yang dapat menyerap cairan hidung dan membuangnya di tempat sampah.
5. Selalu memakai masker(penutup) hidung dan mulut yang bersih selama berada di Arab
Saudi. Pemakaian masker bertujuan untuk mencegah jamaah haji dari terkena percikan
air ludah/ liur yang keluar dari penderita sewaktu bercakap-cakap atau terkena percikan
dahak, ingus, batuk dan bersin.
6. Bagi jemaah haji yang terkena penyakit Influenza agar tetap menggunakan masker baik
di pemondokan atau diluar pemondokan agar tidak menularkan kepada jemaah haji yang
sehat.
7. Mengurangi keluar dari pondokan bila tidak perlu.
8. Menghindari diri agar tidak kontak dekat dengan penderita bergejala dan tanda penyakit
Influenza.
9. Sedapat mungkin menghindari kerumunan kepadatan manusia atau tempat - tempat
yang dipadati orang terutama pada tempat yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan
ibadah haji.
10. Hindari hidup berdesakan dalam satu kamar pondokan di luar jumlah yang sudah
ditentukan selama di Arab Saudi.
11. Bila merasa sakit, segera berobat ke TKHI Kloter atau BPHI setempat.

DEMAM TIFOID (TIFUS)

Penyakit Demam Tifoid adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang
masuk melalui saluran pencernaan dan menyebar keseluruh tubuh ( sistemik), Bakteri ini akan
berkembang biak di kelenjar getah bening usus dan kemudian masuk kedalam darah sehingga
meyebabkan penyebaran kuman dalam darah dan selanjutnya terjadilah peyebaran kuman
kedalam limpa, kantung empedu, hati, paru-paru, selaput otak dan sebagainya. Gejala-gejalanya
adalah : Demam, dapat berlangsung terus menerus. Minggu Pertama, suhu tubuh berangsur-
angsur meningat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore / malam
hari. Minggu Kedua, Penderita terus dalam keadaan demam. Minggu ketiga, suhu tubuh
berangsung-angsur turun dan normal kembali diakhir minggu. Gangguan Pada Saluran
Pencernaan, Nafas tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput lendir kotor,
ujung dan tepinya kemerahan. Bisa juga perut kembung, hati dan limpa membesar serta timbul
rasa nyeri bila diraba. Biasanya sulit buang air besar, tetapi mungkin pula normal dan bahkan
dapat terjadi diare. Gangguan Kesadaran, Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun
tidak seberapa dalam, yaitu menjadi apatis ( acuh tak acuh) sampai somnolen ( mengantuk )
Bakteri ini disebarkan melalui tinja. Muntahan, dan urin orang yang terinfeksi demam tofoid,
yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat melalui perantara kaki-kakinya dari kakus
kedapur, dan mengkontaminasi makanan dan minuman, sayuran ataupun buah-buahan segar.
Mengkonsumsi makanan / minuman yang tercemar demikian dapat menyebabkan manusia
terkena infeksi demam tifoid. Salah satu cara pencegahannya adalah dengan memberikan
vaksinasi yang dapat melindungi seseorang selama 3 tahun dari penyakit Demam Tifoid yang
disebabkan oleh Salmonella Typhi. Pemberian vaksinasi ini hampir tidak menimbulkan efek
samping dan kadang-kadang mengakibatkan sedikit rasa sakit pada bekas suntikan yang akan
segera hilang kemudian.

IMUNISASI

Apa yang seharusnya diketahui oleh setiap keluarga dan masyarakat mengenai imunisasi ?.
Tanpa Imunisasi, Kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak. 2
dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan
meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit
polio. Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak
terhadap penyakir-penyakit tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi
ini telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan
imunisasi yang lengkap. Bilamana fasilitas pelayanan kesehatan tidak dapat memberikan
Imunisasi dengan pertimbangan tertentu, orang tua dapat menghubungi seseorang Dokter
(Dokter Spesialis Anak) untuk mendapatkannya.
Tujuan Imunisasi:
Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi
serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.
Manfaat Imunisasi:
(1)Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat
atau kematian.
(2)Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa
kanak-kanak yang nyaman.
(3)Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan negara.
Perlukah Imunisasi ulang?
Imunisasi perlu diulang untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap
paparan bibit penyakit.
Dimana mendapatkan imunisasi?
(1)Di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
(2)Di Puskesmas, Rumah Sakit Bersalin, BKIA atau Rumah Sakit Pemerintah.
(3)Di Praktek Dokter/Bidan atau Rumah Sakit Swasta.

Apakah Imunisasi Difteri, Pertusis (Batuk Rejan), Tetanus (DPT) dapat diberikan
bersama-sama Imunisasi polio?
Imunisasi DPTdan polio dapat diberikan bersamaan waktunya.
Efek samping Imunisasi:
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yan
membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa
terjadi adalah sebaagai berikut:

BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan.
Setelah 2 – 3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi
luka dengan garis tengah ± 10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka
parut yang kecil.

DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan
imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar
merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya
dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri. Bila gejala
tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan
perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.

POLIO: Jarang timbuk efek samping.

CAMPAK: Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4 – 10 hari sesudah
penyuntikan.

HEPATITIS: Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.


Perlukah pemerikasaan darah sebelum pemberian Imunisasi Hepatitis?
Untuk bayi berumur lebih dari 1 tahun seyogyanya dilakukan pemerikasaan darah.

TETANUS TOXOID: Efek samping TT untuk ibu hamil tidak ada. Perlu diingat efek
samping imunisasi jauh lebih ringan dari pada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.
Untuk apakah Imunisasi ini?
Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan Imunisasi Imunisasi adalah bayi dan
balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan ibu-ibu hamil serta wanita
usia subur.

Apakah Imunisasi Dasar dan beberapa kali diberikan?


Imunisasi Dasar diberikan untuk mendapat kekebalan awal secara aktif.
Kekebalan Imunisasi Dasar perlu diulang pada DPT, Polio, Hepatitis agar dapat
melindungi dari paparan penyakit.
Pemberian Imunisasi Dasar pada Campak, BCG, tidak perlu diulang karena kekebalan
yang diperoleh dapat melindungi dari paparan bibit penyakit dalam waktu cukup lama.
(dari berbagai sumber)

IMUNISASI

1.   Imunisasi

a. Pengertian imunisasi

Kata imun berasal dari bahasa Latin (immunitas) yang berarti pembebasan (kekebalan) yang
diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai
warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang
sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi,
terhadap penyakit menular (Theophilus, 2000; Mehl dan Madrona, 2001).

Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang
dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing
seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.  Kuman termasuk
antigen yang masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang
disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak
terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai “pengalaman”. Pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan
seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga
pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih
banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya,  perlu
dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan
agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan
menimbulkan akibat yang fatal (Gordon, 2001).
Di Indonesia imunisasi mempunyai pengertian  sebagai tindakan untuk memberikan
perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak, agar terlindung dan terhindar dari 
penyakit-penyakit menular dan berbahaya  bagi bayi dan anak (RSUD DR. Saiful Anwar, 2002).

b. Jenis imunisasi wajib

Berdasarkan program pengembangan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Program


Pengembangan Imunisasi (PPI) yang diwajibkan dan Program Imunisasi Non PPI yang
dianjurkan. Wajib jika kejadian penyakitnya cukup tinggi dan menimbulkan cacat atau kematian.
Sedangkan imunisasi yang dianjurkan untuk penyakit-penyakit khusus yang biasanya tidak
seberat kelompok pertama. Jenis imunisasi wajib terdiri dari: (Sri Rezeki, 2005)

1). BCG (Bacille Calmette Guerin)

Imunisasi BCG berguna untuk mencegah penyakit tuberkulosis berat. Misalnya TB paru berat.
Imunisasi ini sebaiknya diberikan sebelum bayi berusia  2 – 3 bulan. Dosis untuk bayi kurang
setahun adalah 0,05 ml dan anak 0,10 ml. Disuntikkan secara intra dermal di bawah lengan
kanan atas. BCG tidak menyebabkan demam. Tidak dianjurkan BCG ulangan. Suntikan BCG
akan meninggalkan jaringan parut pada bekas suntikan.

BCG tidak dapat diberikan pada pasien pengidap leukemia, dalam pengobatan steroid jangka
panjang, atau pengidap HIV. Apabila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya
dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.

2). Hepatitis B

Imunisasi Hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir. Pemberian imunisasi Hepatitis B
pada bayi baru lahir harus berdasarkan apakah ibu mengandung virus Hepatitis B aktif atau tidak
pada saat melahirkan. Ulangan imunisasi Hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-12
tahun. Apabila sampai usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B maka
diberikan secepatnya.

Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia yang disebabkan virus Hepatitis B. Penyakit ini
sangat menular dan disebabkan virus yang menimbulkan peradangan pada hati. Pada bayi respon
imun alami tidak dapat membersihkan virus dari dalam tubuh. Kurang lebih 90 persen bayi dan 5
persen orang dewasa akan terus membawa virus ini dalam tubuhnya setelah masa akut penyakit
ini berakhir.

Seorang wanita hamil pembawa virus Hepatitis B atau menderita penyakit itu selama
kehamilannya, maka dia dapat menularkan penyakit itu pada anaknya. Paling tidak 3,9 persen
ibu hamil merupakan pengidap hepatitis dengan risiko transmisi maternal kurang lebih sebesar
45 persen. Karena itu, vaksinasi hepatitis B merupakan cara terbaik untuk memastikan bayi
terlindungi dari Hepatitis B. Jika tidak dilakukan, hati akan mengeras dan menimbulkan kanker
hati di kemudian hari.

3).  DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)


Imunisasi DPT untuk mencegah bayi dari tiga penyakit, yaitu difteri, pertusis, dan tetanus.
Difteri disebabkan bakteri Corynebacteriumdiphtheriae yang sangat menular. Dimulai dengan
gangguan tenggorokan dan dengan cepat menimbulkan gangguan pernapasan dengan
terhambatnya saluran pernapasan oleh karena terjadi selaput di tenggorokan dan menyumbat
jalan napas, sehingga dapat menyebabkan kematian. Selain itu juga menimbulkan toksin atau
racun yang berbahaya untuk jantung.

Batuk rejan yang juga dikenal Pertusis atau batuk 100 hari, disebabkan bakteri Bordetella
pertussis. Penyakit ini membuat penderita mengalami batuk keras secara terus menerus dan bisa
berakibat gangguan pernapasan dan saraf. “Bila dibiarkan berlarut-larut, pertusis bisa
menyebabkan infeksi di paru-paru.” Selain itu, karena si penderita mengalami batuk keras yang
terus menerus, membuat ada tekanan pada pembuluh darah hingga bisa mengakibatkan
kerusakan otak.

Tetanus merupakan penyakit infeksi mendadak yang disebabkan toksin dari clostridium tetani,
bakteri yang terdapat di tanah atau kotoran binatang dan manusia. Kuman-kuman itu masuk ke
dalam tubuh melalui luka goresan atau luka bakar yang telah terkontaminasi oleh tanah, atau dari
gigi yang telah busuk atau dari cairan congek. Luka kecil yang terjadi pada anak-anak pada saat
bermain dapat terinfeksi kuman ini. Apabila tidak dirawat penyakit ini dapat mengakibatkan
kejang dan kematian. Manusia tidak mempunyai kekebalan alami terhadap tetanus sehingga
perlindungannya harus diperoleh lewat imunisasi.

Imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak anak umur dua bulan dengan interval 4 – 6 minggu.
DPT 1 diberikan umur 2 – 4 bulan, DPT 2 umur 3 – 5 bulan, dan DPT 3 umur 4 – 6 bulan.
Ulangan selanjutnya, yaitu DPT 4 diberikan satu tahun setelah DPT 3 pada usia 18 – 24 bulan,
dan DPT 5 pada usia 5 – 7 tahun. Sejak tahun 1998, DPT 5 dapat diberikan pada kegiatan
imunisasi di sekolah dasar. Ulangan DPT 6 diberikan usia 12 tahun mengingat masih dijumpai
kasus difteri pada umur lebih besar dari 10 tahun. Dosis DPT adalah 0,5 ml.

Imunisasi DPT pada bayi tiga kali (3 dosis) akan memberikan imunitas satu sampai 3 tahun.
Ulangan DPT umur 18 – 24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun sampai umur
6-7 tahun. Dosis toksoid tetanus kelima (DPT/DT 5) bila diberikan pada usia masuk sekolah
akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi, yaitu sampai umur 17-18 tahun. Imunisasi ini akan
melindungi bayi dari tetanus apabila anak-anak tersebut sudah menjadi ibu kelak. Dosis toksoid
tetanus tambahan yang diberikan tahun berikutnya akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi.

4). Polio

Untuk imunisasi dasar (3 kali pemberian) vaksin diberikan 2 tetes per oral dengan interval tidak
kurang dari dua minggu. Mengingat Indonesia merupakan daerah endemik polio, sesuai
pedoman PPI imunisasi polio diberikan segera setelah lahir pada kunjungan pertama. Dengan
demikian diperoleh daerah cakupan yang luas.

Pemberian polio 1 saat bayi masih berada di rumah sakit atau rumah bersalin dianjurkan saat
bayi akan dipulangkan. Maksudnya tak lain agar tidak mencemari bayi lain oleh karena virus
polio hidup dapat dikeluarkan melalui tinja. Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak
imunisai polio 4. Selanjutnya saat masuk sekolah usia 5-6 tahun.

5). Campak

Vaksin campak diberikan dalam satu dosis 0,5 ml pada usia 9 bulan. Hanya saja, mengingat
kadar antibodi campak pada anak sekolah mulai berkurang, dianjurkan pemberian vaksin campak
ulangan pada saat masuk sekolah dasar pada usia 5-6 tahun. Biasanya melalui program Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

c.  Jadwal Pemberian Imunisasi

Tabel 2. Jadwal Pemberian Imunisasi

No Jenis Imunisasi Bulan


1 2 3 4 5 6 9 15

1 Hepatitis B I II III

2 BCG X

3 DPT I II III

4 Polio I II III IV

5 Campak X

Sumber: Program pengembangan imunisasi Depkes (Markum, 2002)

d. Manfaat  imunisasi

Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit, cacat dan kematian. Sedangkan manfaat
bagi keluarga adalah dapat menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya pengobatan  yang
tinggi bila anak sakit. Di dunia selama tiga dekade  United Nations Childrens Funds (UNICEF) 
telah menggalakkan program vaksinasi untuk anak-anak di negara berkembang dengan
pemberian bantuan vaksinasi Dipteria, Campak,  Pertusis,  Polio, Tetanus, dan TBC. Bila
dibandingkan, risiko kematian anak yang menerima vaksin dengan yang tidak menerima vaksin
kira-kira 1: 9 sampai 1: 4 (Nyarko et   al., 2001).

Di Amerika Imunisasi pada masa anak-anak  merupakan salah satu sukses terbesar dari sejarah
kesehatan masyarakat Amerika  pada abad 20. Sejarah mencatat di Amerika Serikat  terdapat
empat jenis imunisasi yang berhasil, seperti: Dipteri, Pertussis, Polio, dan Campak (Baker,
2000).
CARA PEMBERIAN IMUNISASI
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke
dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi
seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadCARA
PEMBERIAN IMUNISASIap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada
penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya.
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka
masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi
tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap
berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu
penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada
penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B,
campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya.
Macam-macam / jenis-jenis imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi pasif yang merupakan kekebalan
bawaan dari ibu terhadap penyakit dan imunisasi aktif di mana kekebalannya harus didapat dari
pemberian bibit penyakit lemah yang mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh biasa guna membentuk
antibodi terhadap penyakit yang sama baik yang lemah maupun yang kuat.
Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri
penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara suntik atau minum / telan. Setelah bibit
penyakit masuk ke dalam tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit tersebut
dengan membantuk antibodi. Antibodi itu uumnya bisa terus ada di dalam tubuh orang yang telah
diimunisasi untuk melawan penyakit yang mencoba menyerang.
MUNISASI; Pengertian dan Ruang Lingkup
Definisi : Cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu Ag, sehingga bila ia
terpapar pada Ag yang serupa, tidak terjadi penyakit. Sistem Imun Spesifik : Hanya dapat
menghancurkan benda asing yang dikenal sebelumnya

HUMORAL :
Peranan dari Limfosit B atau Sel B (Bursa Fabricius) dimana jika Sel B dirangsang ” sel plasma ” zat anti
atau anti bodi ” didalam Serum Fungsi : Pertahanan terhadap infeksi virus, bakteri dan menetapkan
toksin.
Antibodi :
1. IgG :
– Komponen utama Ig serum (75%)
– Dapat menembus Placenta
– Terbentuk pada respons sekunder
– Anti bakteri, anti virus, anti jamur
2. IgM :
– Imunoglobulin terbesar
– Respons imun primer
– Mencegah gerakan mikroorganisme sekunder
– Mengaktifkan komplemen
3. IgA :
– Terbentuknya pd rangsangan selaput lendir
– Kekebalan infeksi saluran nafas, pencernaan, urogenitalis
– Fiksasi komplemen, antitoxin, reaksi aglutinasi, anti virus
4. IgD :
– Sangat rendah dalam sirkulasi
– Fungsi belum jelas
5. IgE :
– Sangat sedikit jumlahnya
– Tinggi pada alergi, fiksasi komplemen, infeksi cacing, infeksi parasit
SELULER
Peranan dari limfosit T atau sel T dimana Sel T dibentuk di sumsum tulang ” Proliferasi dan diferensiasi
terjadi di kelenjar Timus
Fungsi : Pertahanan terhadap bakteri (intraselular), virus, jamur, parasit, keganasan
Terdiri dari
1. Helper T-cell membantu sel B
1. Suppressor T-cell :
– Menghambat sel B
– Menghambat sel T
3. Cytotoxic T-cell : Menyerang antigen secara langsung
Imunisasi Pasif Didapat
Kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh bukan oleh individu itu sendiri, misalnya kekebalan bayi yang
diperoleh dari ibu setelah pemberian Ig serum Daya lindung pendek ( 2 – 3 minggu)
• Contoh :
– Gama globulin murni penderita – campak
– ATS, ADS, Anti rabies, Anti – Snake venom
– Profilaksi & terapeutik ( pengobatan )
Reaksi aktopik
Terjadi beberapa menit dimana tubuh mengalami Shock berat, gatal seluruh tubuh, urticaria tempat
suntik ” meluas, gelisah, pucat, cyanosis, dyspnoe, kejang ” mati
Therapi : Adrenalin, Corticosteroid
Serum sickness
Masa tunas : 6 – 24 hari
Panas, urticaria, exanthema, muntah, berak, bahaya urticaria (oedem) glottis ” tercekik.
Therapi : Adrenalin, Corticosteroid, Anti Histamin
Pemberian ke II (ulangan)
1. Ana phylactic reaction :
Masa tunas : Beberapa menit – 24 jam
Gejala : Sama reaksi atopik – < ringan
2. Accelerated Reaction :
Masa tunas : 1 – 5 hari
Gejala : Sama serum sickness " Pemberian serum – test lebih dahulu
Test pemberian serum
1. Skin test : 0,1 ml seru 1/10 – intra kutan tunggu 15 menit : " infiltrat > 10 mm
2. Eye test : 1 tetes serum kemudian tunggu 15 menit : + ” mata bengkak merah
Bila skin dan atau eye test positif ” pemberian Serum : Cara Bersedka
- 0,1 ml serum dlm 1 ml air garam fisiologis – Subkutan – tunggu ½ jam reaksi
- 0,5 ml serum dlm 1 ml air garam fisiologis – Subkutan – tunggu ½ jam reaksi
- Sisa serum ” Intra Muskular
Tujuan Imunisasi
• Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang
• Menghilangkan penyakit tertentu pada populasi
Keberhasilan Imunisasi tergantung faktor:
1. Status Imun Penjamu:
• Adanya Ab spesifik pada penjamu ® keberhasilan vaksinasi, mis:
– campak pada bayi
– kolustrum ASI – IgA polio
• Maturasi imunologik: neonatus ® fungsi makrofag¯,kadar komplemen¯, aktifasi optonin¯.
• Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang ® hasil vaksinasi ¯ ® ditunda sampai umur 2 bulan.
• Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi
• Frekuensi penyakit ¬, dampaknya pada neonatus berat ® imunisasi dapat diberikan pada neonatus.
• Status imunologik ¯ (spt defisiensi imun) ® respon terhadap vaksin kurang.
2. genetik
secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu ® baik, cukup, rendah ® keberhasilan
vaksinasi tidak 100%
4. kualitas vaksin
a. cara pemberian, misal polio oral ® imunitas lokal dan sistemik
b. Dosis vaksin
– tinggi ® menghambat respon, menimbulkan efek samping
– rendah ® tidak merangsang sel imunokompeten
c. Frekuensi Pemberian
Respon imun sekunder ® Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi.
Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi . Bila vaksin berikutnya diberikan pada
saat kadar Ab spesifik masih tinggi ® Ag dinetralkan oleh Ab spesifik ® tidak merangsang sel
imunokompeten.
d. Ajuvan : Zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag
• mempertahankan Ag tidak cepat hilang
• Mengaktifkan sel imunokompeten
e. Jenis Vaksin
Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.
Kandungan vaksin
1. Antigen ® virus, bakteri
– vaksin yang dilemahkan: polio, campak, BCG
– vaksin mati : pertusis
– eksotoksin : Toksoid, dipteri, tetanus
1. Ajuvan : persenyawaan aluminium
2. Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur.
Hal – hal yang merusak vaksin:
• Panas ® semua vaksin
• Sinar matahari ® BCG
• Pembekuan ® toxoid
• Desinfeksi/antiseptik : sabun
Jadwal Imunisasi
• Untuk keseragaman
• Mendapatkan respon imun yang baik ® Berdasarkan keadaan epidemiologi, prioritas penyebab
kematian, kesakitan
IMUNISASI BCG
Vaksin BCG tidak dapat mencegah seseorang terhindar dari infeksi M. tuberculosa 100%, tapi dapat
mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut, Berasal dari bakteri hidup yang dilemahkan ( Pasteur Paris
1173 P2), Ditemukan oleh Calmette dan Guerin
• Diberikan sebelum usia 2 bulan Disuntikkan intra kutan di daerah insertio m. deltoid dengan dosis 0,05
ml, sebelah kanan
• Imunisasi ulang tidak perlu, keberhasilan diragukan
Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc NaCl 0,9%. Setelah dilarutkan harus
segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpanan pada suhu < 5°C terhindar dari sinar
matahari (indoor day-light).
Cara penyuntikan BCG
• Bersihkan lengan dengan kapas air
• Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum yang berlubang menghadap
keatas.
• Suntikan 0,05 ml intra kutan
– merasakan tahan
– benjolan kulit yang pucat dengan pori- pori yang khas diameter 4-6 mm
Kenapa suntikan intra kutan?
• Vaksin BCG ® lapisan chorium kulit sebagai depo ®berkembang biak® reaksi indurasi, eritema, pustula
• Setelah cukup berkembang ® sub kutan® kapiler, kelenjar limfe, peredaran darah
Bayi kulitnya tipis®intra kutan sulit ® sering suntikan terlalu dalam (sub kutan)
Reaksi sesudah imunisasi BCG
1. Reaksi normal ® lokal
• 2 minggu ® indurasi, eritema, kemudian menjadi pustula
• 3-4 minggu ® pustula pecah menjadi ulkus (tidak perlu pengobatan)
• 8-12 minggu ® ulkus menjadi scar diameter 3-7 mm.
2. Reaksi regional pada kelenjar
• Merupakan respon seluler pertahanan tubuh
• Kadang terjadi ® di kelj axila dan servikal (normal BCG-it is)
• Timbul 2-6 bulan sesudah imunisasi
• Kelenjar berkonsistensi padat, tidak nyeri, demam (-)
• Akan mengecil 1-3 bulan kemudian tanpa pengobatan.
Komplikasi
1. Abses di tempat suntikan
• Abses bersifat tenang (cold abses) ® tidak perlu terapi
• Oleh karena suntikan sub kutan
• Abses matang ® aspirasi
2. Limfadenitis supurativa
• Oleh karena suntikan sub kutan atau dosis tinggi
• Terjadi 2-6 bulan sesudah imunisasi
• Terapi tuberkulostatik ® mempercepat pengecilan.
Reaksi pada yang pernah tertular TBC:
• Koch Phenomenon ® reaksi lokal berjalan cepat (2-3 hari sesudah imunisasi) ® 4-6 minggu timbul scar.
• Imunisasi bayi > 2 bulan ® tes tuberkulin (Mantoux)
• Untuk menunjukkan apakah pernah kontak dengan TBC
• Menyuntikkan 0,1 ml PPD di daerah flexor lengan bawah secara intra kutan
• Pembacaan dilakukan setelah 48 – 72 jam penyuntikan
• Diukur besarnya diameter indurasi di tempat suntikan.
• < 5 mm : negatif
• 6-9 mm : meragukan
• ³ 10 mm : positif
Tes Mantoux (-)®imunisasi(+)
Kontraindikasi
• Respon imunologik terganggu : infeksi HIV, def imun kongenital, leukemia, keganasan
• Respon imunologik tertekan: kortikosteroid, obat kanker, radiasi
• Hamil
IMUNISASI HEPATITIS B
• Vaksin berisi HBsAg murni
• Diberikan sedini mungkin setelah lahir
• Suntikan secara Intra Muskular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.
• Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C
• Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan imunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah lahir + imunisasi
Hepatitis B
• Dosis kedua 1 bulan berikutnya
• Dosis ketiga 5 bulan berikutnya (usia 6 bulan)
• Imunisasi ulangan 5 tahun kemudian
• Kadar pencegahan anti HBsAg > 10mg/ml
• Produksi vaksin Hepatitis B di Indonesia, mulai program imunisasi pada tahun 1997
Efek samping
• Demam ringan
• Perasaan tidak enak pada pencernaan
• Rekasi nyeri pada tempat suntikan
Tidak ada kontraindikasi
IMUNISASI POLIO
• Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero : asam amino,
antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol merah
• Vaksin berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.
• Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml)
• Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4 minggu
• Imunisasi ulangan, 1 tahun berikutnya, SD kelas I, VI
• Anak diare ® gangguan penyerapan vaksin.
• Ada 2 jenis vaksin
– IPV ® salk
– OPV ® sabin ® IgA lokal
• Penyimpanan pada suhu 2-8°C
• Virus vaksin bertendensi mutasi di kultur jaringan maupun tubuh penerima vaksin
• Beberap virus diekskresi mengalami mutasi balik menjadi virus polio ganas yang neurovirulen
• Paralisis terjadi 1 per 4,4 juta penerima vaksin dan 1 per 15,5 juta kontak dengan penerima vaksin
Kontra indikasi : defisiensi imunologik atau kontak dengannya
IMUNISASI DPT
Terdiri dari
– toxoid difteri ® racun yang dilemahkan
– Bordittela pertusis ® bakteri yang dilemahkan
– toxoid tetanus ® racun yang dilemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat
• Merupakan vaksin cair. Jika didiamkan sedikit berkabut, endapan putih didasarnya
• Diberikan pada bayi > 2 bulan oleh karena reaktogenitas pertusis pada bayi kecil.
• Dosis 0,5 ml secara intra muskular di bagian luar paha.
• Imunisasi dasar 3x, dengan interval 4 minggu.
• Vaksin mengandung Aluminium fosfat, jika diberikan sub kutan menyebabkan iritasi lokal, peradangan
dan nekrosis setempat.
Reaksi pasca imunisasi:
• Demam, nyeri pada tempat suntikan 1-2 hari ® diberikan anafilatik + antipiretik
• Bila ada reaksi berlebihan pasca imunisasi ® demam > 40°C, kejang, syok ® imunisasi selanjutnya
diganti dengan DT atau DPaT
Kontraindikasi
• Kelainan neurologis n terlambat tumbuh kembang
• Ada riwayat kejang
• Penyakit degeneratif
• Pernah sebelumnya divaksinasi DPT menunjukkan: anafilaksis, ensefalopati, kejang, renjatan,
hiperpireksia, tangisan/teriakan hebat.
IMUNISASI CAMPAK
Vaksin dari virus hidup (CAM 70- chick chorioallantonik membrane) yang dilemahkan + kanamisin sulfat
dan eritromisin Berbentuk beku kering, dilarutkan dalam 5 cc pelarut aquades.
• Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.
• Dosis 0,5 ml diberikan sub kutan di lengan kiri.
• Disimpan pada suhu 2-8°C, bisa sampai – 20 derajat celsius
• Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8°C
• Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian
Efek samping: demam, diare, konjungtivitis, ruam setelah 7 – 12 hari pasca imunisasi. Kejadian
encefalitis lebih jarang
Kontraindikasi:
* infeksi akut dengan demam, defisiensi imunologik, tx imunosupresif, alergi protein telur,
hipersensitifitas dng kanamisin dan eritromisin, wanita hamil.
* Anak yang telah diberi transfusi darah atau imunoglobulin ditangguhkan minimal 3 bulan.
* Tuberkulin tes ditangguhkan minimal 2 bulan setelah imunisasi campak
IMUNISASI HIB
• Untuk mencegah infeksi SSP oleh karena Haemofilus influenza tipe B
• Diberikan MULAI umur 2-4 bulan, pada anak > 1 tahun diberikan 1 kali
• Vaksin dalam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit.
• Dosis 0,5 ml diberikan IM
• Disimpan pada suhu 2-8°C
• Di Asia belum diberikan secara rutin
• Imunisasi rutin diberikan di negara Eropa, Amerika, Australia.
IMUNISASI MMR
Merupakan vaksin hidup yang dilemahkan terdiri dari:
– Measles strain moraten (campak)
– Mumps strain Jeryl lynn (parotitis)
– Rubela strain RA (campak jerman)
• Diberikan pada umur 15 bulan. Ulangan umur 12 tahun
• Dosis 0,5 ml secara sub kutan, diberikan minimal 1 bulan setelah suntikan imunisasi lain.
Kontra indikasi: wanita hamil, imuno kompromise, kurang 2-3 bulan sebelumnya mendapat transfusi
darah atau tx imunoglobulin, reaksi anafilaksis terhadap telur
IMUNISASI TYPHUS
Tersedia 2 jenis vaksin:
– suntikan (typhim) ® >2 tahun
– oral (vivotif) ® > 6 tahun, 3 dosis
• Typhim (Capsular Vi polysaccharide-Typherix) diberikan dengan dosis 0,5 ml secara IM. Ulangan
dilakukan setiap 3 tahun.
• Disimpan pada suhu 2-8°C
• Tidak mencegah Salmonella paratyphi A atau B
• Imunitas terjadi dalam waktu 15 hari sampai 3 minggu setelah imunisasi
Reaksi pasca imunisasi: demam, nyeri ringan, kadang ruam kulit dan eritema, indurasi tempat suntikan,
daire, muntah.
IMUNISASI VARICELLA
Vaksin varicella (vaRiLrix) berisi virus hidup strain OKA yang dilemahkan. Bisa diberikan pada umur 1
tahun, ulangan umur 12 tahun. Vaksin diberikan secara sub kutan Penyimpanan pada suhu 2-8°C
Kontraindikasi: demam atau infeksi akut, hipersensitifitas terhadap neomisin, kehamilan, tx
imunosupresan, keganasan, HIV, TBC belum tx, kelainan darah.
Reaksi imunisasi sangat minimal, kadang terdapat demam dan erupsi papulo-vesikuler.
IMUNISASI HEPATITIS A
Imunisasi diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun. Imunisasi dasar 3x pada
bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian. Dosis vaksin (Harvix-inactivated virus strain HM 175) 0,5 ml secara
IM di daerah deltoid. Reaksi yag terjadi minimal kadang demam, lesu, lelah, mual-muntah dan hialng
nafsu makan
VAKSIN COMBO
Gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang
berbeda, misal DPT + hepatitis B +HiB atau Gabungan beberapa antigen dari galur multipel yg berasal
dari organisme penyakit yang sama, misal: OPV
Tujuan pemberian
• Jumlah suntikan kurang
• Jumlah kunjungan kurang
• Lebih praktis, compliance dan cakupan naik
• Penambahan program imunisasi baru mudah
• Imunisasi terlambat mudah dikejar
• Biaya lebih murah
Daya proteksi
Titer antibodi salah satu antigen lebih rendah namun masih diatas ambang protektif. Efektivitasnya
sama di berbagai jadwal imunisasi. Bisa terjadi kemampuan membuat antibodi utk mengikat antigen
berkurang. Dapat terjadi respon imun antigen kedua berubah. Reaktogenitas yang ditentukan terutama
oleh ajuvan tidak berbeda jauh. Nyeri berat lebih sering terjadi pada vaksin kombo (Bogaerts, Belgia).
Cakupan imunisasi menjadi lebih tinggi. KIPI pada dosis vaksin ekstra tidak bertambah
COLD CHAIN (RANTAI DINGIN)
• Vaksin harus disimpan dalam keadaan dingin mulai dari pabrik sampai ke sasaran.
• Simpan vaksin di lemari es pada suhu yang tepat
• Pintu lemari es harus selalu tertutup dan terkkunsi
• Simpan termometer untuk memonitor lemari es.
• Taruh vaksin Polio, Campak, pada rak I dekat freezer.
• Untuk membawa vaksin ke Posyandu harus menggunakan vaccine carrier/ termos yang berisi es.

MUNISASI; Pengertian dan Ruang Lingkup

Definisi : Cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu Ag,
sehingga bila ia terpapar pada Ag yang serupa, tidak terjadi penyakit.

Sistem Imun Spesifik : Hanya dapat menghancurkan benda asing yang dikenal sebelumnya
HUMORAL :

Peranan dari Limfosit B atau Sel B (Bursa Fabricius) dimana jika Sel B dirangsang ” sel plasma
” zat anti atau anti bodi ” didalam Serum Fungsi : Pertahanan terhadap infeksi virus, bakteri dan
menetapkan toksin.

Antibodi :

1. IgG :

– Komponen utama Ig serum (75%)

– Dapat menembus Placenta

– Terbentuk pada respons sekunder

– Anti bakteri, anti virus, anti jamur

2. IgM :

– Imunoglobulin terbesar

– Respons imun primer

– Mencegah gerakan mikroorganisme sekunder

– Mengaktifkan komplemen

3. IgA :

– Terbentuknya pd rangsangan selaput lendir

– Kekebalan infeksi saluran nafas, pencernaan, urogenitalis

– Fiksasi komplemen, antitoxin, reaksi aglutinasi, anti virus

4. IgD :

– Sangat rendah dalam sirkulasi

– Fungsi belum jelas

5. IgE :

– Sangat sedikit jumlahnya


– Tinggi pada alergi, fiksasi komplemen, infeksi cacing, infeksi parasit

SELULER

Peranan dari limfosit T atau sel T dimana Sel T dibentuk di sumsum tulang ” Proliferasi dan
diferensiasi terjadi di kelenjar Timus

Fungsi : Pertahanan terhadap bakteri (intraselular), virus, jamur, parasit, keganasan

Terdiri dari

1. Helper T-cell membantu sel B

1. Suppressor T-cell :

– Menghambat sel B

– Menghambat sel T

3. Cytotoxic T-cell : Menyerang antigen secara langsung

Imunisasi Pasif Didapat

Kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh bukan oleh individu itu sendiri, misalnya kekebalan
bayi yang diperoleh dari ibu setelah pemberian Ig serum Daya lindung pendek ( 2 – 3 minggu)

• Contoh :

– Gama globulin murni penderita – campak

– ATS, ADS, Anti rabies, Anti – Snake venom

– Profilaksi & terapeutik ( pengobatan )

Reaksi aktopik

Terjadi beberapa menit dimana tubuh mengalami Shock berat, gatal seluruh tubuh, urticaria
tempat suntik ” meluas, gelisah, pucat, cyanosis, dyspnoe, kejang ” mati

Therapi : Adrenalin, Corticosteroid

Serum sickness

Masa tunas : 6 – 24 hari

Panas, urticaria, exanthema, muntah, berak, bahaya urticaria (oedem) glottis ” tercekik.
Therapi : Adrenalin, Corticosteroid, Anti Histamin

Pemberian ke II (ulangan)

1. Ana phylactic reaction :

Masa tunas : Beberapa menit – 24 jam

Gejala : Sama reaksi atopik – < ringan

2. Accelerated Reaction :

Masa tunas : 1 – 5 hari

Gejala : Sama serum sickness " Pemberian serum – test lebih dahulu

Test pemberian serum

1. Skin test : 0,1 ml seru 1/10 – intra kutan tunggu 15 menit : " infiltrat > 10 mm

2. Eye test : 1 tetes serum kemudian tunggu 15 menit : + ” mata bengkak merah

Bila skin dan atau eye test positif ” pemberian Serum : Cara Bersedka

- 0,1 ml serum dlm 1 ml air garam fisiologis – Subkutan – tunggu ½ jam reaksi

- 0,5 ml serum dlm 1 ml air garam fisiologis – Subkutan – tunggu ½ jam reaksi

- Sisa serum ” Intra Muskular

Tujuan Imunisasi

• Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang

• Menghilangkan penyakit tertentu pada populasi

Keberhasilan Imunisasi tergantung faktor:

1. Status Imun Penjamu:

• Adanya Ab spesifik pada penjamu ® keberhasilan vaksinasi, mis:

– campak pada bayi

– kolustrum ASI – IgA polio


• Maturasi imunologik: neonatus ® fungsi makrofag¯,kadar komplemen¯, aktifasi optonin¯.

• Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang ® hasil vaksinasi ¯ ® ditunda sampai umur 2


bulan.

• Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi

• Frekuensi penyakit , dampaknya pada neonatus berat ® imunisasi dapat diberikan pada
neonatus.

• Status imunologik ¯ (spt defisiensi imun) ® respon terhadap vaksin kurang.

2. genetik

secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu ® baik, cukup, rendah ® keberhasilan
vaksinasi tidak 100%

4. kualitas vaksin

a. cara pemberian, misal polio oral ® imunitas lokal dan sistemik

b. Dosis vaksin

– tinggi ® menghambat respon, menimbulkan efek samping

– rendah ® tidak merangsang sel imunokompeten

c. Frekuensi Pemberian

Respon imun sekunder ® Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, afinitas lebih
tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi . Bila vaksin berikutnya
diberikan pada saat kadar Ab spesifik masih tinggi ® Ag dinetralkan oleh Ab spesifik ® tidak
merangsang sel imunokompeten.

d. Ajuvan : Zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag

• mempertahankan Ag tidak cepat hilang

• Mengaktifkan sel imunokompeten

e. Jenis Vaksin

Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.

Kandungan vaksin
1. Antigen ® virus, bakteri

– vaksin yang dilemahkan: polio, campak, BCG

– vaksin mati : pertusis

– eksotoksin : Toksoid, dipteri, tetanus

1. Ajuvan : persenyawaan aluminium


2. Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur.

Hal – hal yang merusak vaksin:

• Panas ® semua vaksin

• Sinar matahari ® BCG

• Pembekuan ® toxoid

• Desinfeksi/antiseptik : sabun

Jadwal Imunisasi

• Untuk keseragaman

• Mendapatkan respon imun yang baik ® Berdasarkan keadaan epidemiologi, prioritas penyebab
kematian, kesakitan

IMUNISASI BCG

Vaksin BCG tidak dapat mencegah seseorang terhindar dari infeksi M. tuberculosa 100%, tapi
dapat mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut, Berasal dari bakteri hidup yang dilemahkan
( Pasteur Paris 1173 P2), Ditemukan oleh Calmette dan Guerin

• Diberikan sebelum usia 2 bulan Disuntikkan intra kutan di daerah insertio m. deltoid dengan
dosis 0,05 ml, sebelah kanan

• Imunisasi ulang tidak perlu, keberhasilan diragukan

Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc NaCl 0,9%. Setelah
dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpanan pada suhu <
5°C terhindar dari sinar matahari (indoor day-light).

Cara penyuntikan BCG

• Bersihkan lengan dengan kapas air


• Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum yang berlubang
menghadap keatas.

• Suntikan 0,05 ml intra kutan

– merasakan tahan

– benjolan kulit yang pucat dengan pori- pori yang khas diameter 4-6 mm

Kenapa suntikan intra kutan?

• Vaksin BCG ® lapisan chorium kulit sebagai depo ®berkembang biak® reaksi indurasi,
eritema, pustula

• Setelah cukup berkembang ® sub kutan® kapiler, kelenjar limfe, peredaran darah

Bayi kulitnya tipis®intra kutan sulit ® sering suntikan terlalu dalam (sub kutan)

Reaksi sesudah imunisasi BCG

1. Reaksi normal ® lokal

• 2 minggu ® indurasi, eritema, kemudian menjadi pustula

• 3-4 minggu ® pustula pecah menjadi ulkus (tidak perlu pengobatan)

• 8-12 minggu ® ulkus menjadi scar diameter 3-7 mm.

2. Reaksi regional pada kelenjar

• Merupakan respon seluler pertahanan tubuh

• Kadang terjadi ® di kelj axila dan servikal (normal BCG-it is)

• Timbul 2-6 bulan sesudah imunisasi

• Kelenjar berkonsistensi padat, tidak nyeri, demam (-)

• Akan mengecil 1-3 bulan kemudian tanpa pengobatan.

Komplikasi

1. Abses di tempat suntikan

• Abses bersifat tenang (cold abses) ® tidak perlu terapi


• Oleh karena suntikan sub kutan

• Abses matang ® aspirasi

2. Limfadenitis supurativa

• Oleh karena suntikan sub kutan atau dosis tinggi

• Terjadi 2-6 bulan sesudah imunisasi

• Terapi tuberkulostatik ® mempercepat pengecilan.

Reaksi pada yang pernah tertular TBC:

• Koch Phenomenon ® reaksi lokal berjalan cepat (2-3 hari sesudah imunisasi) ® 4-6 minggu
timbul scar.

• Imunisasi bayi > 2 bulan ® tes tuberkulin (Mantoux)

• Untuk menunjukkan apakah pernah kontak dengan TBC

• Menyuntikkan 0,1 ml PPD di daerah flexor lengan bawah secara intra kutan

• Pembacaan dilakukan setelah 48 – 72 jam penyuntikan

• Diukur besarnya diameter indurasi di tempat suntikan.

• < 5 mm : negatif

• 6-9 mm : meragukan

• ³ 10 mm : positif

Tes Mantoux (-)®imunisasi(+)

Kontraindikasi

• Respon imunologik terganggu : infeksi HIV, def imun kongenital, leukemia, keganasan

• Respon imunologik tertekan: kortikosteroid, obat kanker, radiasi

• Hamil

IMUNISASI HEPATITIS B

• Vaksin berisi HBsAg murni


• Diberikan sedini mungkin setelah lahir

• Suntikan secara Intra Muskular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.

• Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C

• Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan imunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah lahir +
imunisasi Hepatitis B

• Dosis kedua 1 bulan berikutnya

• Dosis ketiga 5 bulan berikutnya (usia 6 bulan)

• Imunisasi ulangan 5 tahun kemudian

• Kadar pencegahan anti HBsAg > 10mg/ml

• Produksi vaksin Hepatitis B di Indonesia, mulai program imunisasi pada tahun 1997

Efek samping

• Demam ringan

• Perasaan tidak enak pada pencernaan

• Rekasi nyeri pada tempat suntikan

Tidak ada kontraindikasi

IMUNISASI POLIO

• Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero : asam
amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol merah

• Vaksin berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.

• Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml)

• Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4 minggu

• Imunisasi ulangan, 1 tahun berikutnya, SD kelas I, VI

• Anak diare ® gangguan penyerapan vaksin.

• Ada 2 jenis vaksin


– IPV ® salk

– OPV ® sabin ® IgA lokal

• Penyimpanan pada suhu 2-8°C

• Virus vaksin bertendensi mutasi di kultur jaringan maupun tubuh penerima vaksin

• Beberap virus diekskresi mengalami mutasi balik menjadi virus polio ganas yang neurovirulen

• Paralisis terjadi 1 per 4,4 juta penerima vaksin dan 1 per 15,5 juta kontak dengan penerima
vaksin

Kontra indikasi : defisiensi imunologik atau kontak dengannya

IMUNISASI DPT

Terdiri dari

– toxoid difteri ® racun yang dilemahkan

– Bordittela pertusis ® bakteri yang dilemahkan

– toxoid tetanus ® racun yang dilemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat

• Merupakan vaksin cair. Jika didiamkan sedikit berkabut, endapan putih didasarnya

• Diberikan pada bayi > 2 bulan oleh karena reaktogenitas pertusis pada bayi kecil.

• Dosis 0,5 ml secara intra muskular di bagian luar paha.

• Imunisasi dasar 3x, dengan interval 4 minggu.

• Vaksin mengandung Aluminium fosfat, jika diberikan sub kutan menyebabkan iritasi lokal,
peradangan dan nekrosis setempat.

Reaksi pasca imunisasi:

• Demam, nyeri pada tempat suntikan 1-2 hari ® diberikan anafilatik + antipiretik

• Bila ada reaksi berlebihan pasca imunisasi ® demam > 40°C, kejang, syok ® imunisasi
selanjutnya diganti dengan DT atau DPaT

Kontraindikasi

• Kelainan neurologis n terlambat tumbuh kembang


• Ada riwayat kejang

• Penyakit degeneratif

• Pernah sebelumnya divaksinasi DPT menunjukkan: anafilaksis, ensefalopati, kejang, renjatan,


hiperpireksia, tangisan/teriakan hebat.

IMUNISASI CAMPAK

Vaksin dari virus hidup (CAM 70- chick chorioallantonik membrane) yang dilemahkan +
kanamisin sulfat dan eritromisin Berbentuk beku kering, dilarutkan dalam 5 cc pelarut aquades.

• Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.

• Dosis 0,5 ml diberikan sub kutan di lengan kiri.

• Disimpan pada suhu 2-8°C, bisa sampai – 20 derajat celsius

• Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8°C

• Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian

Efek samping: demam, diare, konjungtivitis, ruam setelah 7 – 12 hari pasca imunisasi. Kejadian
encefalitis lebih jarang

Kontraindikasi:

* infeksi akut dengan demam, defisiensi imunologik, tx imunosupresif, alergi protein telur,
hipersensitifitas dng kanamisin dan eritromisin, wanita hamil.
* Anak yang telah diberi transfusi darah atau imunoglobulin ditangguhkan minimal 3 bulan.
* Tuberkulin tes ditangguhkan minimal 2 bulan setelah imunisasi campak

IMUNISASI HIB

• Untuk mencegah infeksi SSP oleh karena Haemofilus influenza tipe B

• Diberikan MULAI umur 2-4 bulan, pada anak > 1 tahun diberikan 1 kali

• Vaksin dalam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit.

• Dosis 0,5 ml diberikan IM

• Disimpan pada suhu 2-8°C

• Di Asia belum diberikan secara rutin


• Imunisasi rutin diberikan di negara Eropa, Amerika, Australia.

IMUNISASI MMR

Merupakan vaksin hidup yang dilemahkan terdiri dari:

– Measles strain moraten (campak)

– Mumps strain Jeryl lynn (parotitis)

– Rubela strain RA (campak jerman)

• Diberikan pada umur 15 bulan. Ulangan umur 12 tahun

• Dosis 0,5 ml secara sub kutan, diberikan minimal 1 bulan setelah suntikan imunisasi lain.

Kontra indikasi: wanita hamil, imuno kompromise, kurang 2-3 bulan sebelumnya mendapat
transfusi darah atau tx imunoglobulin, reaksi anafilaksis terhadap telur

IMUNISASI TYPHUS

Tersedia 2 jenis vaksin:

– suntikan (typhim) ® >2 tahun

– oral (vivotif) ® > 6 tahun, 3 dosis

• Typhim (Capsular Vi polysaccharide-Typherix) diberikan dengan dosis 0,5 ml secara IM.


Ulangan dilakukan setiap 3 tahun.

• Disimpan pada suhu 2-8°C

• Tidak mencegah Salmonella paratyphi A atau B

• Imunitas terjadi dalam waktu 15 hari sampai 3 minggu setelah imunisasi

Reaksi pasca imunisasi: demam, nyeri ringan, kadang ruam kulit dan eritema, indurasi tempat
suntikan, daire, muntah.

IMUNISASI VARICELLA

Vaksin varicella (vaRiLrix) berisi virus hidup strain OKA yang dilemahkan. Bisa diberikan pada
umur 1 tahun, ulangan umur 12 tahun. Vaksin diberikan secara sub kutan Penyimpanan pada
suhu 2-8°C
Kontraindikasi: demam atau infeksi akut, hipersensitifitas terhadap neomisin, kehamilan, tx
imunosupresan, keganasan, HIV, TBC belum tx, kelainan darah.

Reaksi imunisasi sangat minimal, kadang terdapat demam dan erupsi papulo-vesikuler.

IMUNISASI HEPATITIS A

Imunisasi diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun. Imunisasi dasar 3x
pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian. Dosis vaksin (Harvix-inactivated virus strain HM
175) 0,5 ml secara IM di daerah deltoid. Reaksi yag terjadi minimal kadang demam, lesu, lelah,
mual-muntah dan hialng nafsu makan

VAKSIN COMBO

Gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit
yang berbeda, misal DPT + hepatitis B +HiB atau Gabungan beberapa antigen dari galur
multipel yg berasal dari organisme penyakit yang sama, misal: OPV

Tujuan pemberian

• Jumlah suntikan kurang

• Jumlah kunjungan kurang

• Lebih praktis, compliance dan cakupan naik

• Penambahan program imunisasi baru mudah

• Imunisasi terlambat mudah dikejar

• Biaya lebih murah

Daya proteksi

Titer antibodi salah satu antigen lebih rendah namun masih diatas ambang protektif.
Efektivitasnya sama di berbagai jadwal imunisasi. Bisa terjadi kemampuan membuat antibodi
utk mengikat antigen berkurang. Dapat terjadi respon imun antigen kedua berubah.
Reaktogenitas yang ditentukan terutama oleh ajuvan tidak berbeda jauh. Nyeri berat lebih sering
terjadi pada vaksin kombo (Bogaerts, Belgia). Cakupan imunisasi menjadi lebih tinggi. KIPI
pada dosis vaksin ekstra tidak bertambah

COLD CHAIN (RANTAI DINGIN)

• Vaksin harus disimpan dalam keadaan dingin mulai dari pabrik sampai ke sasaran.

• Simpan vaksin di lemari es pada suhu yang tepat


• Pintu lemari es harus selalu tertutup dan terkkunsi

• Simpan termometer untuk memonitor lemari es.

• Taruh vaksin Polio, Campak, pada rak I dekat freezer.

• Untuk membawa vaksin ke Posyandu harus menggunakan vaccine carrier/ termos yang berisi
es.

Umur Vaksin Keterangan Saat lahir Hepatitis B-1

 HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6
bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan
HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak
diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif
maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.

Polio-0

 Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS polio oral
diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi
lain)

1 bulan Hepatitis B-2

 Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.

0-2 bulan BCG

 BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada umur > 3 bulan
sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila uji
tuberkulin negatif.

2 bulan DTP-1

 DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan DTwp atau DTap.
DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan Hib-1 (PRP-T)

Hib-1

 Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1 dapat diberikan
secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.

Polio-1

 Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1


4 bulan DTP-2

 DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan
Hib-2 (PRP-T).

Hib-2

 Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2

Polio-2

 Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2

6 bulan DTP-3

 DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3 (PRP-T).

Hib-3

 Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak perlu diberikan.

Polio-3

 Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3

Hepatitis B-3

 HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal, interval HB-2
dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.

9 bulan Campak-1

 Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan program BIAS pada SD
kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapatkan MMR pada umur 15 bulan, campak-2
tidak perlu diberikan.

15-18 bulan MMR

 Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, MMR dapat
diberikan pada umur 12 bulan.

Hib-4

 Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).

18 bulan DTP-4
 DTP-4 (DTwp atau DTap) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.

Polio-4

 Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4.

2 tahun Hepatitis A

 Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2 tahun, diberikan dua kali dengan interval
6-12 bulan.

2-3 tahun Tifoid

 Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur > 2 tahun. Imunisasi
tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3 tahun.

5 tahun DTP-5

 DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)

Polio-5

 Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5.

6 tahun. MMR

 Diberikan untuk catch-up immunization pada anak yang belum mendapatkan MMR-1.

10 tahun dT/TT

 Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan untuk mendapatkan
imunitas selama 25 tahun.

Varisela

 Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.

Anda mungkin juga menyukai