Anda di halaman 1dari 7

1.

Tujuan mencantumkan pemeriksaan viral load pada pasien ini terlebih dahulu
Pemantauan respons terapi dan penentuan kegagalan terapi ARV
Pemeriksaan viral load dapat digunakan untuk mendeteksi lebih dini dan akurat kegagalan
pengobatan dibandingkan dengan pemantauan menggunakan kriteria imunologis dan klinis.
Pemeriksaan viral load juga dapat digunakan sebagai informasi dalam memutuskan
penggantian paduan dari lini pertama menjadi lini kedua dan seterusnya sehingga
keluaran klinis dapat lebih baik. Viral load juga digunakan untuk menduga risiko transmisi
kepada orang lain, terutama pada ODHA hamil dan pada tingkat populasi

Pemeriksaan viral load dilakukan dengan 2 strategi, yang pertama pemeriksaan rutin dan
pemeriksaan terbatas. Pada strategi pemeriksaan viral load rutin, pemeriksaan dilakukan
pada 6 bulan setelah memulai pengobatan, kemudian 12 bulan setelah pengobatan, dan
selanjutnya setiap 12 bulan. Pada kondisi pemeriksaan viral load terbatas atau targeted viral
load, maka strategi yang digunakan adalah pemeriksaan viral load dilakukan ketika terdapat
kecurigaan kegagalan pengobatan ARV berdasarkan kriteria klinis dan imunologis.
Penggunaan strategi pemeriksaan viral load jika terdapat kecurigaan kegagalan secara klinis
dan imunologis lebih murah dibandingkan dengan pemeriksaan viral load rutin, namun
berpotensi terjadi keterlambatan perubahan lini, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
meningkatkan progresivitas penyakit, transmisi HIV, dan resistensi ARV

Mencantumkan kadar CD4


Pemeriksaan jumlah CD4 merupakan indikator fungsi imunitas karena menggambarkan
progresivitas penyakit dan harapan hidup pada ODHA. Pemeriksaan ini juga digunakan
untuk menilai respons imunologis terhadap ARV dan menentukan indikasi pemberian
dan
penghentian profilaksis infeksi oportunistik. Pada ODHA yang jumlah virus pada
beberapa kali pemeriksaan sudah tidak terdeteksi dan jumlah CD4 sudah meningkat di atas
200 sel/μL, pemeriksaan CD4 rutin tidak diperlukan lagi dan dapat menghemat biaya
pemeriksaan
Pada kondisi pemeriksaan viral load dapat dilakukan rutin, pemeriksaan CD4
direkomendasikan untuk dilakukan pada saat didiagnosis HIV, 6 bulan setelah
pengobatan, sampai indikasi menghentikan kotrimoksazol
Apakah baseline data sebelum ARV penting?
Sebelum inisiasi ARV, lakukan penilaian klinis dan pemeriksaan penunjang untuk
menentukan stadium HIV dan membantu pemilihan paduan yang akan digunakan

Walaupun terapi ARV saat ini diindikasikan pada semua ODHA tanpa melihat jumlah CD4-
nya, pemeriksaan jumlah CD4 awal tetap dianggap penting, apalagi di Indonesia di mana
masih banyak ODHA yang didiagnosis HIV pada kondisi lanjut. Jumlah CD4 diperlukan
untuk menentukan indikasi pemberian profilaksis infeksi oportunistik. Stadium klinis juga
tidak selalu sesuai dengan jumlah CD4 seseorang

Pemeriksaan tersebut sangat direkomendasikan dan memiliki kualitas bukti yang tinggi

2. Pada kasus bad adherence, kenapa tidak diangkat assessment gagal terapi?
Pasien harus menggunakan ARV minimal 6 bulan sebelum dinyatakan gagal terapi dalam
keadaan kepatuhan yang baik. Jika kepatuhannya tidak baik atau berhenti minum obat,
penilaian kegagalan dilakukan setelah minum obat kembali secara teratur minimal 3-6 bulan

Kegagalan terapi dapat dilihat dari berbagai kriteria, yaitu kriteria virologis, imunologis, dan
klinis. Kriteria terbaik adalah kriteria virologis (lampiran 14), namun bila tidak dapat
dilakukan pemeriksaan laboratorium maka digunakan kriteria imunologis. Sebaiknya tidak
menunggu kriteria klinis terpenuhi agar dapat mengganti ke lini selanjutnya lebih awal.

Kalau kepatuhan jelek, lanjut ARV lini pertama yang sebelumnya diberikan
Setelah kegagalan terapi ARV lini pertama dengan paduan TDF+3TC(atau FTC), paduan
kelompok NRTI lini kedua yang terpilih adalah AZT+3TC. (ART kombinasi zidovudine dan
lamivudine 2x sehari dengan interval 12 jam)
3. Memperbaiki adherence pasien
Konseling – Tambahan menggunakan pengawas minum obat (PMO)

Determinan terkait yang memengaruhi adherence/kepatuhan pasien minum obat?


Berbagai faktor seperti akses pengobatan, obat ARV dan faktor individu
mempengaruhi kepatuhan terhadap ARV.
Akses pengobatan – daerah terpencil
Faktor obat ARV meliputi efek samping, banyaknya obat yang diminum dan restriksi
diet; misal tenofovir mempengaruhi ginjal atau efavirenz dapat mempengaruhi
neuropsikiatri (kecemasan)
Faktor individu dapat berupa lupa minum obat, bepergian jauh, perubahan rutinitas,
depresi atau penyakit lain, bosan minum obat, atau penggunaan alkohol dan zat adiktif.
4. Pada bagian talakaksana dikatakan pasien mendapat Transfusi TC. Bagaimana sebenarnya
indikasi transfusi pada trombositopenia terkait HIV?
Hingga saat ini, belum ada panduan khusus mengenai indikasi transfusi platelet pada
trombositopenia terkait HIV. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa indikasi transfusi
platelet pada pasien positif HIV sama dengan pasien negatif HIV. Pedoman yang diterima
secara umum adalah dengan melakukan transfusi bila platelet <10.000 karena risiko tinggi
bleeding, kemudian terjadi manifestasi perdarahan massif platelet <20.000, atau <50.000 jika
pasien menggunakan warfarin. Platelet 50 ribu juga berdasarkan beberapa literatur
merupakan titik aman jumlah platelet pada orang dewasa dengan high risk bleeding

Mengapa pada pasien ini diberikan 5-10 kolf/hari?


Berdasarkan penelusuran pustaka, Tc (trombosit konsentrat) 1 kolf nya hanya menaikkan
kadar platelet 10.000 dan biasanya efeknya tidak berlangsung lama. Pada pasien ini
platelenya 3000. Berdasarkan indikasi yang tadi 50 ribu dikatakan sebagai titik aman pada
orang dewasa sehingga kita butuh kurang lebih 5 kolf per sekali transfusi. Terdapat juga
literatur yang mengatakan bahwa 1 kolf digunakan per 10 kg/BB pasien sehingga pada
pasien ini dengan berat badan 65 kg, dibutuhkan sekitar 6-7 kolf (masuk dalam rentangan 5-
10 kolf). Disarankan untuk trf kolf lebih dari perhitungan tersebut karena dapat menyebabkan
efek samping lain seperti Transfusion-related acute lung injury reaksi transfusi, infeksi dan
cedera paru akut terkait transfusi (TRALI). Beberapa kasus transfusi diketahui menurunkan
kekebalan dan merangsang ekspresi HIV1
5. Tadi disebuukan pada kasus ini di bagian planning akan direncanakan pemeriksaan blood
smear dan sumsum tulang. Kira kira apa tujuan dan hasil yang diharapkan dari planning
tersebut?
Pemeriksaan blood smear bertujuan untuk memastikan trombositopenia pada pasien dan
didukung dengan evaluasi sumsung tulang diharapkan dapat memastikan apakah pada pasien
ini trombositopenia nya benar terkait HIV atau karena ITP

Untuk temuan yang diharapkan tentunya kesan jumlah trombosit turun (10 ribu-50 ribu),
kemudian karena ITP merupakan diagnosis eksklusi dimana kita harus menyingkirkan
penyakit lainnya, maka pada hapusan darah tepi ini juga dicari apakah terdapat morfologi
abnormalitas yang dapat menandakan penyakit tertentu misalnya leukosit imatur (pada pasien
leukimia), fragmented erythrocytes (trombotik trombositopenik pupura), platelet clumping
(platelet yang menempel nempel) pada pasien pseudotrombositopenia. Pada pasien ITP
berdasarkan pustaka juga bisa ditemukan gambaran khas berupa giant trombosit

Pemeriksaan sumsum tulang pada pasien ITP akan ditemukan peningkatan megakariosit
disertai inti banyak (multinuclearity). Hal ini disebabkan sebagai kompensasi karena
trombosit diikat oleh antibody terutama IgG sehingga dapat difagosit oleh makrofag dalam
retikuloendoplasma sistem.

Anda mungkin juga menyukai