Anda di halaman 1dari 89

TAFSIR SURAT AL-BAQARAH AYAT 190-193 DAN SURAT AT-

TAUBAH 122
(KONSEP PENDIDIKAN JIHAD)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam(S.Pdi)

Oleh:
ISNIN NADRA
1110011000071

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2014 M
Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 190-193 dan Surat At-Taubah ayat 122

(Konsep Pendidikan Jihad)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Disusun oleh:

Isnin Nadra

1110011000071

DIBAWAH BIMBINGAN

Abdul Ghafur MA
NIP. 19681208 199703 1003

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 190-193 dan Surat At-Taubah ayat
122 (Konsep Pendidikan Jihad) disusun oleh Isnin Nadra, NIM. 1110011000071,
jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya
ilmiah yang berhak untuk diajukan pada siding munaqasah sesuai ketentuan yang
ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Oktober 2014

Yang mengesahkan,

Pembimbing

Abdul Ghafur MA
NIP. 19681208 199703 1003
ABSTRAK

Nama : Isnin Nadra


NIM : 1110011000071
Fak/Jur : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Agama Islam
Judul : Tafsir surat al-Baqarah ayat 190-193 dan surat at-Taubah ayat
122 (Konsep Pendidikan Jihad)

Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan, di dalamnya menjelaskan


berbagai aspek-aspek kehidupan termasuk mengenai pendidikan. setiap ayat yang
disebutkan di dalam al-Qur’an mempunyai makna dan nilai-nilai yang berarti, dan
nilai-nilai yang terkandung adalah sebagai pembelajaran dan pendidikan bagi
kehidupan umat manusia.

Pendidikan jihad adalah pengetahuan mendasar tentang jihad, dari makna,


tujuan, macam-macam, hakikat hingga aturan dan batasan-batasannya. Al-Qur’an
surat al-Baqarah ayat 190-193 dan surat at-Taubah ayat 122 sama-sama
menjelaskan tentang pentingnya melakukan jihad fii sabilillah, ayat 122
menekankan bahwa menuntut ilmu derajatnya adalah sama dengan jihad
mengangkat senjata.

Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui konsep pendidikan jihad


yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 190-193, dan surat at-Taubah ayat
122.

Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
deskriptif analisis, yaitu menganalisis masalah yang akan dibahas dengan cara
mengumpulkan data-data kepustakaan, pendapat para mufassir. Kemudian
mendeskripsikan pendapat para mufassir, selanjutnya membuat kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan konsep pendidikan jihad yang terkandung


dalam surat al-Baqarah ayat 190-193 dan surat at-Taubah ayat 122 adalah : 1).
Jihad bertujuan untuk menegakkan kalimat kebenaran, kebaikan dan keadilan. 2).
Hakikat jihad adalah perdamaian. 3). Jihad (perang) memiliki aturan dan batasan.
ABSTRACT

Name : Isnin Nadra


NIM : 1110011000071
Fak/Jur : Faculty Of Tarbiyah Teaching Education
Tittle : Tafseer Surat al - Baqarah 190-193 and letters at- Tawbah
paragraph 122 ( Concept of Jihad Education )

The Qur'an is the source of knowledge , in which explain various aspects of


life including about education, every verse mentioned in the Qur'an has meaning
and values which means , and values contained are as learning and education for
human life.

Education jihad is the fundamental knowledge about jihad, of meaning ,


purpose , various , nature to the rules and limitations. Qur'an Surat al - Baqarah
190-193 and letters at- Tawbah verse 122 equally describe the importance of jihad
fie sabilillah , paragraph 122 emphasizes that studying rank is equal to jihad arms.

The purpose of this study was intended to determine the educational concept
of jihad contained in the letter of al - Baqarah 190-193 , and the letter at- Taubah
verse 122 .

The method used in this paper is descriptive method of analysis , which


analyzes the issues to be addressed by collecting data library , the opinions of the
commentators . Then describe the opinions of the commentators , then make
conclusions .

The results show the concept of jihad education contained in the letter of al -
Baqarah 190-193 and letters at- Tawbah verse 122 is : 1 ) . Jihad aims to uphold
the sentence of truth , goodness and justice . 2 ) . The nature of jihad is peace . 3 )
Jihad ( war ) have rules
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
nikmat yang tiada hentinya engkau menganugerahkan kepada penulis. Dan berkat
kasih serta saying-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya,
kelak syafaat beliaulah yang diharapkan umatnya di akhir zaman.

Skripsi ini berjudul “ Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 190-193 dan surat At-Taubah
ayat 122 (Konsep Pendidikan Jihad)”, merupakan tugas akhir yang harus dipenuhi
untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam.

Atas terselesainya Skripsi ini tidak terlepas dari upaya berbagai pihak yang telah
memberikan kontribusi atau bantuan dalam rangka penyusunan dan penulisan skripsi
ini, untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:

1. Drs. Nurlena Rifa’ Ph.D. Selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
beserta seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan atas segala fasilitas yang diberikan kepada penulis.

2. Abdul Majid Khon selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam dan Hj
Marhamah Saleh Lc, MA selaku sekertaris jurusan Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyetujui
penyusunan skripsi ini.

3. Khalimi MA, selaku dosen pembimbing akademik, atas nasehat dan motivasi
yang selama ini telah diberikan kepada penulis

ii
4. Abdul Ghafur, MA., selaku dosen pembimbing skripsi atas dorongan serta
nasihat, masukan, arahan dan motivasi yang tiada henti-hentinya sehingga skripsi
ini dapat tersusun dan terselesaikan.

5. Dosen-dosen jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan


Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak
memberikan pengetahuan dan pengalamannya kepada penulis, sehingga penulis
mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan penulis.

6. Kedua orang tua penulis H. Taslim Busthami dan Hj Yusnil Zein yang telah
memberikan dukungan secara moril maupun materil, terimakasi atas do’a, cinta,
serta kasih sayang, didikan, semangat, kepercayaan dan pengorbanan kalian yang
tulus tiada hentinya untuk penulis. Kepada kakak-kakak penulis, Ahmad Fikri,
Lidia Rahmayuni, Wildanul Mufizah, Muhammad Zuhri dan M. Fuad Faizin,
terimaksih atas do’a, motivasi, nasehat, dukungan dan hari-hari penuh canda
tawa ketika penulis mengalami kejenuhan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.

7. Sahabat-sahabatku tersayang, Intan Rahma Yuri, Siti Nurbaiti dan Nur Choirum
Mauzuroh, Yohanna Makatangin, terimakasih atas dorongan, semangat, masukan
yang kalian berikan untuk penulis, yang selalu menemani penulis disaat penulis
mengalami kebimbangan dan masalah dalam hidup penulis.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan PAI B angkatan 2010 dan seluruh mahasiswa/I PAI


angkatan 2010, terima kasih atas masukan, dorongan, dan sharingnya yang telah
diberikan untuk penulis sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
skripsi ini.

Tiada kata yang dapat melukiskan rasa syukur dan terimakasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini yang meungkin
tidak dapat penulis sebutkan, semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian semua.

iii
Akhir kata tiada gading yang tak retak, penulis menyatakan sebagai manusia tidak
sempurna, dengan senang hati akan menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya sederhana ini bermabfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Ciputat, 28 Oktober 2014

Penulis

Isnin Nadra

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK………………………………………………………………………... i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv

BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 7
C. Pembatasan Masalah ……………………………………………… 8
D. Rumusan Masalah…………………………………………………. 8
E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
F. Manfaat Penelitian ........................................................................... 8
BAB II : KAJIAN TEORI ................................................................................ 10
A. Pengertian Pendidikan……………………………………………... 10
B. Pengertian Jihad ………………………………................................ 10
C. Pengertian Jihad Menurut Para Tokoh............................................... 11
D. Tujuan Jihad ..................................................................................... 14
E. Macam-Macam Jihad......................................................................... 15
F. Bentuk-Bentuk Jihad......................................................................... 17
G. Metode Pendidikan Jihad.................................................................. 23
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 26
A. Pendekatan Penelitian …………………........................................... 26
B. Sumber Data ……………………………………………………...... 24
C. Metode Penelitian .............................................................................. 24
D. Metode Penulisan ………………………………………………… 25
BAB IV : KONSEP PENDIDIKAN JIHAD…………………………………. 30
A. Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 190-193 ………................................. 30
B. Tafsir Surat At-Taubah ayat 122…………………………………... 43
C. Konsep Pendidikan Jihad………………………………………….. 51
1. Jihad Bertujuan Untuk Menegakkan Kalimat Kebenaran,
Keadilan dan Kebaikan……................................................. 50
2. Hakikat Jihad adalah Perdamaian......................................... 58
3. Jihad (perang) memiliki Aturan dan Batasan……………... 63
v
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………... 67
B. Saran………………………………………………………………. 68

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 69

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menganugrahkan alam semesta serta menundukkannya bagi


manusia sebagai fasilitas penunjang yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan.Dia
tidak membebani hamba-Nya dengan sesuatu yang tidak mampu dicerna oleh akal,
berbicara sesuatu yang tidak diketahui, dan berjalan tanpa petunjuk, melainkan Allah
menurunkn risalah-Nya yang bisa menuntun manusia kepada tujuan hidup.Serta
memberikan petunjuk bagi manusia bagaimana menata rincian-rincian kehidupan dan
interaksi social di antara mereka.Demikianlah Allah menjamin eksistensi yang
bersifat materil.Allah juga menjamin ekisistensi manusia secara rohani dan sosial
yang tergambar dalam petunjuk dan aturan yang diturunkan kepada mereka.1
Risalah Allah selalu turun bagi manusia berturut-turut melalui perantara
seorang nabi dan rasul yang diutus kepada setiap kaum secara khusus dan temporer,
“Dan sesunggguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul
kepada kaumnya…”.Kemudian Allah menyempurnakan agama-Nya dengan
mengutus Muhammad SAW sebagai rasul terakhir bagi seluruh umat manusia dan
dengannya Allah menghapus setiap risalah yang pernah datang sebelumnya.
Allah SWT menurunkan kepada Muhammad SAW kitab-Nya yang kekal
yaitu Al-Qur‟an.Di dalamnya terangkum seluruh risalah secara sempurna yang
meliputi tanda-tanda kenabian dan petunjuk bagi kebahagiaan manusia di dunia dan
akhirat, untuk dijadikan pedoman dan petunjuk bagi kehidupan manusia.Hakikatnya

1
M. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur‟an, (Bandung : Mizan Pustaka, 2008), h. 8

1
2

adalah bahwa Allah SWT telah meciptakan alam ini di atas pondasi kesatuan struktur
yang kokoh, saling mendukung antar bagiannya.2
Al-Qur‟an adalah firman Allah, dapat dipastikan bahwa kalimat-kalimat
dalam setiap ayat, dan ayat-ayat dalam setiap surat adalah pernyataan yang paling
sempurna, maka adalah benar bahwa Al-Qur‟an disebut sebagai mu‟jizat yang
melengkapi mu‟jizat yang lain. Karena itu tidak mungkin jika kemudian terdapat di
dalamnya kontadiksi, ketidak aturan dan saling bertentangan satu sama lain. Al-
Qur‟an adalah kalamullah, semua kandungannya pasti benar, maka seluruh susunan
di dalamnya pasti teratur.3
Selanjutnya Allah menjadikan umat Islam sebagai umat panutan yang
memimpin seluruh ummat kepada agama yang benar serta mengeluarkan mereka dari
kegelapan menuju cahaya kemengan, dan untuk terwujudnya hal tersebut diperlukan
perjuangan.
Istilah Al-Qur‟an untuk menunjukkan perjuangan adalah kata “Jihad”, suatu
keharusan bagi umat yang telah Allah pilih untuk peran ini dan telah dipercayakan
tugas penting agar menjadi umat yang berjuang.Karena itu datang perintah Allah
kepada umat Islam untuk berjihad sebagai konsekuensi pengemban tanggung jawab
menyiarkan Islam keseluruh penjuru dunia. Jihad di dalam Islam merupakan unsur
fundamental dan pokok karena merupakan sarana efektif untuk mencegah kejahatan,
baik yang terang-terangan maupun tersembunyi dan mencegah kejahatan yang
tumbuh dari dalam jiwa atau datang dari yang lain.
Meski secara umum, orang memahami jihad dalam pengertian perang
menolong agama dan membela kehormatan umat, namun sebenarnya Al-Qur‟an dan
As-sunnah menggunakan kata jihad itu dalam pengertian lebih luas.Ibnu Qayyim
dalam Zaad Al-ma‟ad membaginya dalam tiga belas tingkat. Ada yang berbentuk
jihad terhadap hawa nafsu dan setan, kerusakan, kemungkaran, kemunafikan, jihad
berbentuk dakwah dan penjelasan, kesabaran, dan keteguhan atau yang lebih kita

2
M. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur‟an, (Bandung : Mizan Pustaka, 2008), h. 31
3
Dr Amir Faisho Fath, The Unity of Al-Qur‟an, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2010) h.3-4
3

kenal dengan jihad sipil. Dan tentu ada yang berupa perang fisik dan senjata.Namun
sayang, banyak kalangan ummat Islam yang dengan gegabah, memutus makna jihad
dan hanya mendefinisikannya dengan perang saja.4
Mayoritas ulama berpendapat bahwa jihad terbagi dalam dua kategori: Jihad
Annafs dan Jihad binnafs wal mal. Bentuk Jihad Binnafs wa Mal, hanya berlaku
sekali saja dalam Islam, yaitu pada saat awal mula struktur agama dibangun. Pada
saat itu, hal terbaik yang dapat dipersembahkan oleh seorang mukmin untuk
penegakan agama adalah penyerahan sepenuhnya jiwa dan harta pribadi. Yang
dimaksud dengan jihad adalah perang pembelaan umat melawan serangan yang
dilancarkan pihak lain. Jihad ini berlaku temporal, lain halnya dengan jihad annafs,
jihad dalam kategori ini berlaku permanen, sepanjang hayat dikandung badan.5
Ada pula ulama yang mendefinisikan jihad dengan mengerahkan segala
kemampuan dan kekuatan untuk berperang di jalan Allah dengan mempertaruhkan
nyawa, atau dengan memberikan bantuan harta atau materi, atau sekedar pendapat,
atau dengan ucapan, atau dengan memberikan bekal berperang dan yang lainnya. 6
Kehidupan manusia dewasa ini terkungkung oleh sejumlah aliran yang
banyak berkecimpung dengan persoalan kepentingan, dan keinginan hawa nafsu.
Teknis pelaksanaannya cenderung menghalalkan segala macam cara, asal dapat
memenuhi segala kepentingannya.
Salah satu tujuan terpenting dari Islam adalah mengupayakan manusia agar
dapat menguasai hawa nafsunya.Hawa nafsu selalu mendistrosi sistem kecendrungan
alamiah seseorang.Jihad yang merupakan bagian integral wacana Islam sejak masa-
masa awal kedatangannya hingga sekarang telah melahirkan pendapat dan pandangan
yang bervariasi.7 Ketika mengkaji tentang jihad akan muncul berbagai pandangan
dari para ulama dan cendikiawan Islam, baik yang bersifat keras, serta yang bersifat
lunak.
4
Yusuf Al-Qardhawi, Ringkasan Fikih Jihad, (Kairo, Maktabah Wahbah, 2009) cet-1 hal 29
5
Yusuf Al-Qardhawi, Ibid hal 38
6
Yusuf Al-Qardhawi, Ibid., hal 39
7
Ali Syu‟aibi, Meluruskan Radikalisme Islam ( Ciputat : Pustaka Azhary, 2004) cet-1 hal 262-269
4

Bermula dari hancurnya sebuah pusat perbelanjaan yang terdapat di Amerika


berjuluk World Trade Center (WTC), sebuah tragedy dahsyat yang mengantarkan
tudingan miring terhadap eksistensi agama dan umat Islam di seluruh dunia. Sejak
saat itu berbagai dunia Islam, khususnya di Indonesia stigmatisasi baru muncul,
konsep jihad yang ada di dalam ajaran Islam diidentikkan dengan peperangan yang
bermotifkan agama.Seolah-olah mereka menganggap bahwa perang merupakan
kewajiban bagi umat Islam dalam mengukuhkan eksistensi agama, sedangkan pedang
dianggap sebagai instrument yang berperan penting untuk menumpas musuh-musuh
Tuhan.8
Peristiwa Penangkapan Ustad Abu Bakar Ba‟asyir pun menyita perhatian
publik. Aksi Densus 88 menjemput paksa pimpinan Jamaah Anshar Tauhid ini
menyita banyak perhatian ummat Islam saat itu.Irjen Edward Aritonang dalam
konfrensi persnya menyatakan bahwa penangkapan Abu Bakar Ba‟asyir terkait
dugaan beliau sebagai otak dan pendanaan tindak terorisme.Menurut Edward,
penangkapan ini berdasar pada penyidikan Polri keterkaitan Ustad Ba‟asyir dengan
teroris Aceh. Ada beberapa target teror bom yang telah direncanakan. Disebutkan
bahwa ada semacam uji coba pembuatan bom di daerah Jawa Barat.
Jika melihat perkembangan yang ada, apa sebenarnya yang menjadi tujuan
polisi menangkap seorang tua yang sudah uzur usia ini khususnya, dan seluruh
gerakan jihad yang dilancarkan segolongan Muslim yang mencita-citakan berdiri
negara Islami. Jawabannya tidak lain adalah membasmi terorisme.
Rangkaian pemboman yang pernah terjadi di Indonesia dianggap pemerintah
sebagai tindakan terorisme namun bagi sekolompok Muslim itu adalah jihad. Kasus
pemboman Bali tahun 2002 yang melibatkan Amrozi Cs hingga pemboman JW
Marriott dan Ritz-Carlton tahun 2009, mengindikasikan bahwa praktek jihad versi
mereka akan terus selalu ada.

8
Muhammad Chirzin, Jihad di Dalam Al-Qur‟an; Tela‟ah Normatif, Historis, dan
Prospektif,(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997) cet, 1 h.4
5

Bagi kelompok yang menyebutkan diri mereka adalah Muslim militan yang
berpemahaman salafus shalih, Jihad adalah sebuah keniscayaan. Jihad akan selalu
relevan pada setiap masa dan tempat. Hingga akhirnya, harapan dan cita-cita mereka
terwujud agar Islam tidak dikotori lagi oleh budaya Barat.
Bagi kebanyakan orang menyebut gerakan ini merupakan Islam radikal.Ada
juga yang menyebutnya fundamentalisme.Terlepas dari pengistilahan yang dibuat
perlu diyakini bahwa semua aktivitas mereka butuh pengkajian ulang. Aksi
penyerangan terhadap warga asing di satu negara dengan bom bunuh diri, kemudian
pemboman tempat-tempat ibadah non muslim, dan mungkin kegiatan merampas harta
non muslim yang mereka sebut dengan fa‟I, semuanya harus kembali diluruskan.
Memang, jika mau menelusuri jauh kebelakang bahwa aksi terorisme yang
ada merupakan fenomena sosial segelintir kelompok masyarakat yang kecewa
terhadap pemerintah.Sebenarnya cikal bakal teror juga sudah terlihat pada awal
kemerdekaan.Karena pemerintah pusat gagal mengakomodir aspirasi umat Islam–
sebagai penduduk mayoritas Indonesia.
Pada masa orde baru, gerakan ini agak sedikit mengerucut dan melalui sikap
pemerintah yang represif, menumpas Komando Jihad.Lalu, masa reformasi gerakan-
gerakan kekecewaan itu muncul dari wadah yang disebut-sebut Jamaah Islamiyah
Indonesia (walaupun kurang bukti) Amrozi Cs menjadi icon perjuangan segelintir
umat Islam yang tertindas.Dan munculah aneka bentuk pemboman yang dilancarkan
sebagai bentuk protes terhadap pemerintah dan juga ajang unjuk nyali umat Islam
Indonesia terhadap Barat, yang selama ini diyakini musuh Islam.9
Hingga pada zaman terakhir ini, banyak menyebar propaganda menyimpang
yang menyeru untuk membunuh orang kafir dimanapun mereka berada, dalam
keadaan apa saja dengan mengklaim bahwa perbuatan tersebut adalah perealisasian
jihad yang telah disifati Nabi SAW bahwa jihad adalah puncak syari‟at tertinggi.

9
http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6169&catid=59&It
emid=215 diakses pada 28 Januari 2014 pukul 16:00
6

Apabila seseorang yang adil melihat propaganda yang menyebar ini dengan
pandangan Syari‟at, menimbangnya dengan timbangan Al-Qur‟an dan As-sunnah
dengan pemahaman salaf, diikuti dengan pertimbangan yang benar yang
mengedepankan maslahat yang terbesar di antara dua mafsadah dengan menanggug
mafsadah yang terkecil, tidak mengikuti perasaan gegabah yang berlawanan dengan
Syari‟at, niscaya dia akan mengetahui bahwa hakikat propaganda jihad ini adalah
usaha untuk menghancurkan Islam, menghilangkan dengan cepat sisa-sisa ajaran
Islam, mempersempit ruang gerak ummat Islam, menyediakan sarana yang bisa
digunkan oleh musuh Islam dari orang-orang kafir untuk memerangi ummat Islam
yang berkomitmen dengan ajaran Islam atau menguasai negara-negara Islam demi
merealisasikan tujuan mereka dan pelaksanaan rencana-rencana mereka, kenyataan
ini sangat jauh dari apa yang diklaim oleh orang-orang bodoh bahwa perbuatan
mereka adalah untuk mengembalikan kejayaan agama Islam dan kaum muslimin.
Penderitaan yang dialami kaum muslimin diseluruh Negara adalah akibat dari
propaganda batil dan menyimpang yang telah dijelaskan oleh dalil yang menunjukkan
kerusakan propaganda tersebut.
Yang menjadi sandaran hukum untuk permasalahan seperti ini, yang bisa
membedakan antara kebenaran dan kebatilan, petunjuk dan penyimpangan, adalah
ilmu pengetahuan mengenai Syari‟at Islam bukan kebodohan yang mengikuti
emosional saja.
Tidak diragukan lagi, bahwa permasalahan jihad merupakan permasalahan
pelik yang membutuhkan pengetahuan mendalam dan penelitian berdasarkan Al-
Qur‟an dan Sunnah dengan pemahaman salaful ummah, dan diikuti dengan
pengetahuan tentang maslahat dan mafsadah dan mengetahui di antara keduanya
mana yang harus didahulukan, hal ini tidak bisa dilakukan oleh para ulama yang
7

betul-betul mengamalkan Al-Qur‟an dan Sunnah dan para ulama yang memiliki
peranan penting dalam perbaikan ummat.10
Islam datang membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia agar
menghiasi diri dengannya serta memerintahkan manusia agar memperjuangkan Islam
hingga mengalahkan kebatilan.11Agama Islam adalah suatu gerakan pembebasan,
mulai dari hati nurani setiap individu dan berakhir di samudera kelompok
manusia.Islam tidak pernah menghidupkan sebuah hati lalu dipasrahkan menyerah
tunduk kepada suatu kekuasaan diatas permukaan bumi selain kekuasaan Allah
SWT.Islam tidak pernah membangkitkan sebuah hati kemudian melepaskannya
terbelenggu oleh keaniayaan dalam segala macam bentuk.Islam mengajarkan kepada
ummatnya agar senantiasa berjuang melalui jihad untuk menegakkan kebebasan
menganut serta menjalankan agama.
Meskipun sebagian pelaku terorisme mengklaim sebagai aktivis Islam, namun
menjastis agama Islam sebagai pemicu yang bertanggung jawab dibalik serangakian
aktivitas terorisme adalah sebuah tindakan yang sangat terburu-buru dan terlalu
dini.Sebab seluruh tindakan yang pada prinsipnya mengandung kekerasan dilarang
dan bertolak belakang dengan ajaran agama Islam.
Perbedaan pendapat dikalangan ulama dan cendikiawan Islam dalam
mengkaji persoalan jihad sehausnya menjadi sebuah batu loncatan dalam menemukan
solusi terhadap problematika kehidupan ummat Islam dengan cara mencari titik temu.
Kita seharusnya menghormati setiap perbedan tersebut menjadi sebuah rahmat yang
dapat mempersatukan umat Islam bukan sebaliknya, perbedaan tersebut menjadi
bencana yang mengantarkan kepada pertikaian di antara sesama muslim.

10
Syaikh Faisal bin Qazzar Al Jaasim, Meluruskan Pemahaman Tentang Damai dan Jihad,
(Jakarta: Jami‟ah Ihya At-Turots Al-Islami, 2011), Cet. Ke-1 h. 64-67
11
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, Tafisr Maudhi‟I atas Pelbagai Persoalan Ummat,
(Bandung: Mizan,1996), Cet ke-14 h.501
8

Dibutuhkan kalrifikasi dan kajian yang mendalam terhadap persoalan ini


untuk menemukan dan mengerti kebenaran tentang siginfikanksi spiritual jihad agar
tidak ada kesalahan terhadap aplikasi dalam menjalankannya.Serta terhindar dari
spekulasi negative khususnya dari kalangan ummat Islam itu sendiri. Menjadi amat
penting bagi setiap muslim untuk memperoleh jawaban tuntas atas pertanyaan dan
kebimbangan tentang jihad dan batasan-batasannya. Kenyataan diatas mendorong
penulis mengadakan pengkajian seputar permasalahn yang terjadi terhadap jihad itu
sendiri, yang tertuang dalam sebuah skripsi yang berjudul:” TAFSIR SURAT AL-
BAQARAH AYAT 190-193 dan AT-TAUBAH AYAT 122, (MEMAHAMI
KONSEP PENDIDIKAN JIHAD)

B. Identifikasi Masalah
Adapun masalah-masalah yang penulis temukan dalam karya ilmiah ini adalah
sebagai berikut :
1. Banyak masyarakat yang belum memahami makna jihad yang benar
2. Banyak oknum-oknum yang melakukan hal-hal anarkis yang
mengatasnamakan jihad, tetapi apa yang dilakukan tidak sesuai dengan teori
jihad yang benar
3. Banyak orang yang melakukan jihad, tetapi menjadikan jihad sebagai tujuan
pribadi atau golongan.
4. Kurangnya pendidikan mengenai jihad yang di dapatkan oleh masyarakat

C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari melebarnya pembahasan dalam tulisan ini, maka penulis
perlu memberikan batasan permasalahan sebagai berikut :
1. Pendidikan Jihad adalah pengetahuan mendasar mengenai jihad, dari
pengertian, tujuan, hakikat, macam-macamnya, dengan kata lain menyiapkan
akal ummat Islam untuk melakukan jihad dengan sebenar-benarnya jihad.
9

2. Konsep Pendidikan Jihad pada ayat 190-193 surat Al-baqarah dan ayat 122
dari surat At-Taubah

D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembahasan ini adalah :“Bagaimana Konsep
Pendidikan Jihad Berdasarkan Kajian Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 190-193 dan At-
Taubah ayat 122”

E. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya seluruh usaha yang terkait dengan kajian tafsir atau kajian
keislaman bertujuan untuk menemukan makna yang sesungguhnya dari sebuah
problematika-problematika yang terjadi ditubuh umat Islam.Demikian pula dengan
skripsi ini, diharapkan dapat menemukan arti dan nilai-nilai yang sesungguhnya
terhadap perbedaan pendapat mengenai pemahaman jihad.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah:
1. Untuk pengetahuan dan menambah khazanah ilmu bagi penulis khusunya
2. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi segenap civitas Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan khususnya teman teman di jurusan Pendidikan Agama Islam
3. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai fenomena terorisme yang
terjadi belakangan ini, serta pentingnya memiliki pengetahuan mengenai jihad
yangbenar.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Jihad
Dalam kurun waktu terakhir, khususnya pasca runtuhnya WTC dan
meletusnya aksi terorisme istilah jihad mulai mencuat kepermukaan.Bukan hanya itu
saja, kalangan Islam sendiri menaruh perhatian besar terhadap nilai-nilai jihad yang
hanya sebatas peperangan.Di dalam Al-qur‟an memang terdapat kata perang dan
anjuran untuk melakukannya, namun kita harus mengkaji terlebih dahulu sebelum
memberikan penilaian yang bersifat mengidentikkan antara jihad dan peperangan.
Kitab-kitab bahasa Arab menyatakan bahwa kata jihad dan mujahadah berarti
“menguras kemampuan”.Secara bahasa jihad berasal dari kata jahada, artinya tenaga,
usaha, atau kekuatan.Di dalam bahasa Arab kata benda (jihad) adalah bentuk mashdar
dari kata kerja (jaahada), yang selanjutnya merupakan turunan dari kata kerja (jahada)
dengan jalan penambahan satu huruf alif.Dengan perubahan berupa huruf alif itu
menyebabkan artinya berubah menjadi lebih intensif, yaitu “kesungguhan
melaksanakan perkerjaan” meningkat menjadi maksimal “dengan jalan mencurahkan
seluruh potensi yang ada”12.Artinya secara bahasa menunjukkan pada sebuah usaha
mengerahkan kemampuan, potensi dan kekuatan, atau memikul sesuatu yang
berat.Kata ini dalam ragam bentuk turunannya termaktub dalam Al-Qur‟an sebanyak
34 kali.13
Menurut istilah, jihad adalah suatu kewajiban bagi umat Islam yang sifatnya
berkelanjutan hingga hari kiamat.Tingkat terendahnya berupa penolakan hati atas
keburukan dan kemungkaran, sedangkan tingkatan tertingginya berupa perang dijalan
Allah. Di antara keduanya adalah perjuangan dengan lisan, pena, tangan berupa

12
Jan Ahmad Wassil, Tafsir Quran Ulul-Alab, h. 294
13
Yusuf Qardhawi, Fiqh Jihad,h. 32

10
11

pernyataan tentang kebenaran di hadapan penguasa yang zalim14. M. Quraisy Shihab


dalam memaknai kata jihad dengan mengutip pendapat Ibnu Faris (w. 395 H) dalam
bukunya Mu‟jam al-Maqayis fi Al-Lughah, “Semua kata yang terdiri dari huruf j-h-
d, pada awalnya mengandung arti kesulitan atau kesukaran dan yang mirip
kesukaran”. Menurut Fairuz Abadi dalam kitabnya yang berjudul Basha-ir Dzawit
Tamyiz, sebagimana yang dikutip oleh Dr. Ali Abdul Halim Mahmud beliau berkata:
“ Jihad dan mujahadah adalah menguras kemampuan dalam memerangi
musuh, at-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya Fudhalah bin „Ubaid, ia
berkata bahwa Rasulullah swa, bersabda: “Mujahid adalah orang yang
berjihad mlewan jiwanya (hawa nafsunya) dalam rangka menaati Allah”15

Adapun menurut para ulama fiqh, jihad berarti membunuh orang-orang


kafir.Sebagian ulama fiqh berpendapat bahwa jihad adalah mengerahkan kemampuan
untuk membunuh orang-orang kafir atau pemberontak.Ada juga yang berpendapat
bahwa jihad adalah mengajak kepada agama yang benar dan memerangi orang-orang
yang menolaknya.Ada juga yang mendefiniskan jihad sebagai pengerahan usaha dan
kemampuan di jalan Allah dengan nyawa, harta, pikiran, lisan, pasukan, dan yang
lainnya.16
Berpijak pada pendapat para tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa jihad
adalah sebuah aktivitas dalam menjalankan ibadah kepada Allah swt yang didasarkan
pada kesungguhan dengan cara mengerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki
denga nyawa, harta, pikiran, lisan, pasukan, dan lainnya. Definisi ini lebih relevan
dalam memaknai jihad, karena mencakup seluruh jenis jihad yang diterangkan oleh
Al-Qur‟an dan Sunnah.Selain itu definisi ini juga tidak membatasi jihad sebagai
bentuk peperangan terhadap orang-orang kafir saja.

14
Yusuf Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Bana, Terjemahan. Bustami A.
Gani dan Zainal Abidin Ahmad (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h 74
15
Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqh Reknsiliasi dan Reformasi Menurut Hasan Al-bana;
RUKUN JIHAD, penerj. Khozin Abu Faqih dkk, (Jakarta: Al-I‟tishom Cahaya Umat, 2001), cet 1, h.31
16
Al kasani,Bada‟I Al-Shana‟I, (Beirut: Dar al-Kitab al;-„arab) juz 7, h. 97
12

Orientasinya adalah agar istilah jihad bisa mencakup seluruh usaha umat
Muslim dalam mencurahkan segenap kemampuan melawan keburukan dan
kebatilan.Dimulai dengan jihad terhadap keburukan yang ada di dalam diri individual
Muslim, berupa godan setan, dilanjutkan dengan melawan keburukan di sekitar
masyarakat.Hingga berakhir pada perlawanan terhadap keurukan dimanapun, sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki.
Lafadz Jihad dalam Al-Qur‟an dipakai untuk mengindikasikan beberapa
makna, antara lain:
1. Berjihad melawan orang-orang kafir dengan menggunakan argument.
Allah swt berfirman, yang artinya:
“ Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq
itu” (QS: At-Taubah: 73)
2. Berjihad melawan setan
Firman Allah swt, yang artinya:
“ Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-
benarnya” (QS: Al-Hajj: 78)
3. Berjihad melawan hawa nafsu
Firman Allah swt, yang artinya:
“ Dan berjihadlah dengan harta dan dirimu dijalan Allah” (QS: At-Taubah:
41)17

Berdasarkan pengertian diatas, jihad adalah kata yang memiliki artian yang
luas, dapat diartikan sebagai perang, dakwah, dan lain sebagainya dan tidak dapat
diartikan dengan satu pengertian saja.

17
Ali Abdul Halim Mahmud, op, cit., h.35
13

B. Pengertian Jihad Menurut para Tokoh

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir At-Thabari dalam tafsirnya beliau


mendefinisikan jihad dengan orang yang rela melelahkan dirinya hanya demi
memerangi musuh-musuh Allah dari kalangan orang kafir.18
Ibnu Hajar Al-Asqalany, bahwa jihad secara bahasa artinya kesulitan.
Sedangkan menurut syari‟at adalah mengerahkan segla kemampuan untuk memerangi
orang kafir. Menurut Ibnu Hajar, jihad juga digunakan dalam arti melawan hawa
nafsu, setan dan orang fasik. Adapun jihad melawan hawa nafsu dapat dilakukan
dengan belajar masalah agama, mengamalkan dan mengajarkannya. Sedangkan jihad
melawan setan dengan menolak semua apa yang dibisikannya. Selanjutnya jihad
melawan orang kafir dapat dilakukan dengan kekuatan/perang, harta, lisan dan hati.19
Ibnu al-Qayimm al-Jauziyah dalam satu karyanya, Zad al-Ma‟ad membagi
jihad menjadi empat bagian yaitu, jihad terhadap nafsu, jihad terhadap setan, jihad
terhadap orang kafir, dan jihad terhadap orang munafik dan orang kafir kedalam
empat macam, yaitu Jihad dengan hati, lisan, harta dan jiwa. Namun beliau lebih
mengkhusukan Jihad dengan orang kafir harus dengan kekuatan dan orang munafik
dengan lisan.20
Hasan Al-Banna sebagaimana dikutip oleh Rumadi, pendiri gerakan Ikwan al-
Muslimin ini menyerang pandangan bahwa jihad berarti “perjuangan spiritual”,
perjuangan melawan hawa nafsu. Adapun hadist yang berbicara mengenai jihad
ashgar (perang badar) dan jihad Akbar (hawa nafsu) dalam pandangan al-Banna,
bersumber dari hadist yang tidak otentik. Bahkan ia menuduh pengertian seperti ini
sengaja disebarkan oleh musuh-musuh Islam melawan Eropa.

18
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir At-Thabari, Tafsir At-Thabari. Terj. Abdul Somad, Yusuf
Hamdani dkk, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008) Vol 12, Hal. 486
19
Ibnu Hajar Al-Asqalany, Fath al-bary Syarh Shahih Bukhary (Beirut : Daarul Kutub al-
„amaliyah, 2003) cet ke-4. Juz 6, h 4
20
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Zaad al-Ma‟ad; fi hadyi khair al-„ibad (Beirut : Daar Al-FIkr,
1995) juz 3, hal. 7-8
14

Demikian pula pelanjut al-Banna seperti Sayyid Qutubh yang secara umum
mempunyai pemikiran yang sama dengan al-Banna, meskipun dia mempunyai
aksentuasi pemikiran yang berbeda, seperti penekanannya pada perjuangan politik
revolusioner, yang dirancang untuk melucuti musuh-musuh Islam.
Al-Maududi pun sebagaimana dikutip oleh Rumadi, beliau lebih radikal lagi
menyejajarkan Islam dan Jihad sebagai “gerakan politik revolusioner”.Jihad bagi al-
Maududi merupakan perjuangan revolusioner bersenjata yang dilakukan tidak hanya
untuk kepentingan social tertentu tetapi juga untuk semua kelompok penindas yang
mengeksploitasi umat Islam. Dengan cara berpikir demikian, maka kekeuasaan
politik mmerupakan tujuan sentral Jihad.21
Menurut Ibnu Manzhur sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Chirzin,
bahwa jihad adalah memerangi musuh, mencurahkan segala kemampuan dan tenaga
berupa kata-kata dan perbuatan atau segala sesuatu yang seseorang mampu; menurut
Al-Jurani jihad adalah seruan kepada agama yang benar; sedangkan menurut Al-
Ashfahani jihad adalah mencurahkan kemampuan menahan musuh, berjuang
menghadapi musuh yang tampak dan yang tidak tampak, begitu juga Sayyid Sabiq
medefinisikan bahwa jihad sebagai meluangkan segala usaha dan upaya dengan
menanggug kesulitasn dalam memerangi musuh dan menahan agresi, Wahbah Zuhaili
pun mengutarakan bahwa Jihad adalah mencurahkan daya upaya memerangi orang
kafir dengan jiwa, harta dan lisan.22
Sa‟id Aqil Siradj mengutip kitab I‟anatu at-Thalibin Fathul Mu‟in
menurutnya Jihad yaitu ada empat bentuk.Pertama, menegaskan eksistensi Allah di
muka bumi, seperti dengan melantunkan adzan, dzikir dan wirid.Kedua, menegakkan
nilai-nilai agama Allah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, mengakkan nilai-nilai
kejujuran, keadilan, kebenaran dan sebagainya.Ketiga, berperang di jalan Allah,
maksudnya jika terdapat komunitas yang memusuhi umat Islam dengan segala
21
Rumadi, Renungan Santri; Dari Jihad Hingga Kritik Wacana Agama (Jakarta: Erlangga,
2007) hal. 78-79
22
Yunan Aftiar, Skripsi Berjudul “ Konsep Pendidikan dalam Jihad menurut Yusuf Qardhawi,
h.20
15

argumentasi yang dibenarkann agama maka diperbolehkan berperang namun


memperhatikan rambu-rambu yang ditetapkan oleh Allah. Keempat, mencukupi
kebutuhan sandang, pangan dan papan, serta memenuhi kepentingan seseorang yang
harus ditanggung oleh pemerintah, entah itu muslim maupun kafir. Sehingga
menurutnya jihad adalah merupakan upaya pencurahan tenaga secara fisik yang
diproyeksikan untuk mengimplementasikan pesan-pesan Tuhan di muka bumi, guna
mengakurasikan tugas manusia sebagai khalifah-Nya.23
Moenawar khalil sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Qadir Djaelani
mengatakan bahwa jihad adalah bersungguh-sungguh mencurahkan segenap tenaga
untuk melawan musuh.Begitu juga Taufik Ali Wahbah mendefinisikan jihad sendiri
sebagai pengerahan segala kemampuan dan potensi dalam memerangi musuh. Sedang
Abdul Karim Zaidan, mengatakan bahwa Jihad adalah pengerahan tenaga dari
seorang muslim dalam mempertahankan dan menyabarkan Islam. Dan dilanjutkan
oleh H.M.K Bakry menguraikan makna jihad adalah perjuangan yang memerlukan
tenaga untuk memerangi orang kafir dan murtad sampai kembali menganut agama
Islam juga berjuang melawan hawa nafsu, melawan setan dan melawan orang fasik.24

C. Tujuan Jihad
Tujuan Jihad menurut Quraish Shihab, adalah menegakkan nilai-nilai amar
ma‟ruf nahi munkar dan menghilangkan terjadinya sesuatu penganiayaan.25Adapula
yang berpendapat bahwa tujuan jihad adalah menjaga kebebasan akidah, menjaga
syiar dan ibadah, mencegah kerusakan di muka bumi, sebagai cobaan, pendidikan dan
ishlah bagi manusia.
Adapula sebagian kalangan yang berpendapat bahwa tujuan jihad adalah
untuk menolak permusuhan terhadap Islam dan Kaum muslimin, yang dilakukan oleh

23
Said Aqil Siradj, Islam Kebangsan; Fqih Demokrasik Kaum Santri (Jakarta: Fatma Press,
1999) hal.136-137
24
Abdul Qadir Djaelani, Jihad fi Sabilillah dan Tantangan-Tantangannya (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1995) h.3-4
25
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 1996) hal. 682
16

kaum musyrikin, kafirin, pembangkang dan orang-orang yang dendam terhadap


Islam.
Untuk mengokohkan dakwah Islam sehingga dapat sampai kepada orang-
orang yang berhak mengetahuinya, yaitu seluruh manusia di seluruh tempat yang
memungkinkan dakwah sampai padanya dan di semua masa yang kaum muslimin
hidup padanya.
Islam adalah agama yang menolak kesyirikan dan kekufuran bersamanya,
karena Islam adalah agama yang haq, agama yang selaras dengan akal, dan agama
kehidupan yang mulia bagi kemanusiaan.
Jihad dalam Islam sama sekali berbeda dengan “perang suci” yang sering
disebut-sebut oleh Barat, sebab jihad dimaksudkan untuk memperbaiki dan
meluruskan yang bengkok dalam kehidupan manusia. Itupun diakukan dengan
memberikan pemeliharaan ekstra terhadap kaum wanita, anak-anak, orang tua dan
orang-orang yang tidak mampu berperang, bahkan pemeliharaan ekstra terhadap
hewan dan pepohonan.26
Seperti yang dikutip oleh Ali Abdul Halim bahwa tujuan jihad adalah untuk
mengokohkan agama dan syariat Allah sehingga dapat bagi manusia, mengendalikan
seluruh system dan manhaj mereka, mengarahkan berbagai aktivitas dalam kehidupan
mereka dan agar Islam menjadi manhaj yang dianut dan diikuti serta yang mengatur
kehidupan manusia. Untuk menghancurkan system-sistem yang berlawanan dengan
kebenaran, yang menzalimi manusia dalam kehidupannya secara manusiawi.
System yang dimaksud adalah system yang melancarkan serangan terhadap
orang-orang sipil dinegaranya agar ia dapat menguasai hasil negara mereka. Ia
berbuat seperti itu karena merasa memiliki kekuatan lebih besar dari kekuatan mereka
atau merasa tinggi dihadapan mereka karena keistimewaan jenis atau warna kulit.

26
Ali Abdul Halim Mahmud, op, cit., h.85-91
17

D. Macam-Macam Jihad
Ibnu Qayyim mengatakan dalam bukunya zaad al Ma‟ad, “ Karena jihad
merupakan puncak bangunan Islam dan kubahnya, dan tempat-tempat ahli jihad di
surga merupakan tempat-tempat paling tinggi, disamping mereka memiliki derajat
yang tinggi di dunia, maka Rasulullah SAW berada di puncak yang paling tinggi
dalam jihad dan menguasai segala macam jihad. Beliau berjihad di dalam
menyembah Allah dengan sebenar-benarnya, dengan hati, dakwah dan penjelasan,
pedang dan tombak waktu-waktu yang ada beliau habiskan untuk jihad dengan
hatinya, lisannya dan tangannya”27
Menurut Ibnu Qayyim ada 3 macam jihad yaitu :
1. Jihad terhadap orang-orang munafik
Jihad terhadap orang munafik lebih sulit dari pada jihad terhadap orang-orang
kafir.Jihad ini merupakan jihad orang-orang khusus umat dan para pewaris
Rasul.Orang-orang yang ikut serta di dalamnya walaupun jumlah mereka
sedikit adalah orang-orang yang paling agung darajatnya di sisi Allah.28
2. Jihad mengatakan kebenaran
Ketika jihad yang utama adalah mengatakan kebenaran dihadapan orang-
orang yang sangat berlawanan, seperti kamu mengatakan kebenaran di
hadapan orang yang kamu takuti kekuasaan dan kezhaliman-nya, maka para
Rasul adalah orang-orang yang paling banyak melakukan jihad ini. Dan Nabi
kita Muhammad SAW telah melakukan jihad ini dengan cara yang paling
sempurna.29
3. Jihad melawan hawa nafsu
Ketika jihad terhadap musuh-musuh Allah di luar cabang dari jihad hamba
terhadap nafsunya dalam beribadan kepada Allah SWT sebagaimana
disabdakan Nabi SAW “Orang yang berjihad adalah orang yang berjihad

27
Yusuf Al-Qaradhawi, Ringkasan Fikih Jihad, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2011) hal 121
28
Qardhawi, Ibid, h.127
29
Qardhawi, Ibid., h.127
18

melawan nafsunya dalam taat kepada Allah dan orang yang berhijrah adalah
orang-orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah SWT”
Maka jihad melawan hawa nafsu di dahulukann atas jihad melawan musuh di
luar dan menjadi pokok baginya. Hal itu karena seseorang yang tidak mampu
berjihad untuk melawan hawa nafsunya terlebih dahulu untuk melaksanakan
apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa-apa yang dilarang, maka ia
tidak dapat berjihad untuk melawan musuhnya di luar.
Allah SWT memberi pembelaan kepada orang-orang yang beriman saat mereka
memerangi musuh-musuh Allah yang memerangi mereka.Allah tidak membiarkan
mereka hanya bertumpu pada kekuatan dan persiapan mereka saja.Tetapi Allah
mendukung memberikan bantuan dan menolong mereka atas musuh-musuhnya.
Sebab sunah Allah swt, menetapkan bahwa Ia akan menolong orang-orang yang
beriman dan memenangkan Al-Haq atas yang batil. Kita tidak akan mendapati sunnah
Allah itu berubah, meskipun pertolongan Allah nampak amat jauh, namun ia pasti
akan datang. Akan tetapi, kebanyakan manusia tergesa-gesa memetik dan menikmati
hasil.Dan manuisa diciptakan dengan membawa sifat suka tergesa-gesa.30
Allah SWT, telah mensyari‟atan, agar kaum mukminin melawan orang-orang
yang berkata zhalim dan tidah ridha terhadap kezhaliman yang menimpa mereka.
Yang demikian itu, karena Allah telah menetapkan bahwa Izzah kemuliaan itu hanya
bagi-Nya, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang yang beriman. Oleh karena itu,
seorang muslim tidak sepatutnya menerima kezhaliman, kehinaan, dan kerendahan
dari musuhnya, siapapun musuh itu dan betapapun kekuatannya, kekuasaannya,
kelengkapan perbekalannya serta banyaknya prajurit yang mendukungnya. Sebab
kaum muslimin dengan keimanan mereka, kebersamaan Allah dengan mereka dan
janji kemenangan yang diberikan oleh Allah buat mereka adalah lebih kuat dari
musuh manapun.

30
Qardhawai, op, cit., h. 125
19

E. Bantuk-bentuk Jihad
a. Jihad Harta
Jihad harta adalah mengeluarkan segala sesuatu yang dimiliki dan
mendatangkan manfaat, berupa benda ataupun jasa-jasa, dalam rangka jihad
menegakkan kalimat Allah. Misalnya, bila sesorang membelanjakan uangnya untuk
keperluan membangun masjid ataupun sekolah Islam, ia mengeluarkan harta yang
berbentuk benda secara langsung yaitu uang. Harta adalah ujian, apakah dengan
diberikannya harta yang berlimpah kepada manusia menjadikannya sebagai manusia
yang bersyukur atau ingkar, oleh sebab itu manusia diuji untuk bisa menahan hawa
nafsunya agar menggunakan harta di jalan yang benar.31
b. Jihad Jiwa
Jihad dengan jiwa meliputi beberapa bagian yaitu :
1. Jihad jiwa dengan tangan
2. Jihad jiwa dengan lisan
3. Jihad jiwa dengan hati32

c. Jihad Pendidikan dan Pengajaran


Adalah proses perjuangan menegakkan kalimat Allah dengan menggunakan
sarana pendidikan dan segala macam perlengkapannya. Dalam hal ini jihad
pendidikan diartikan sebagai proses transformasi pengetahuan secara sempurna dan
menyeluruh, termasuk teladan moral sang pendidik. Tidak hanya pemberian keilmuan
saja, melainkan menyangkut segala aspek yang diperlukan dalam rangka membentuk
pribadi-pribadi muslim yang komit pada ajaran Islam, berwawasan luas, dan memiliki
ilmu yang bermanfaat menurut spesialisnya, baik secara formal di lembaga-lembaga
pendidikan maupun secara informal di majelis-majelis keilmuan yang diadakan untuk
memenuhi keperluan kaum muslimin.

31
HIlmy Akbar Almascaty, Panduan Jihad untuk Aktivis Gerakan Islam, ( Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), h, 37
32
HIlmy Akbar, Ibid, h. 85
20

Perlu dijelaskan bahwa system pendidikan Islam yang dapat dikategorikan


telah menjalankan jihad fii sabilillah adalah apabila seluruh sistemnya berlandaskan
ajaran Allah swt dan Rasul-Nya secara sempurna, system pendidikan yang akan
melahirkan pribadi-pribadi muslim yang akan memperjuangkan tegaknya Islam
dalam segala aspek kehidupan dengan spesialis keilmuannya kejayaan umat Islam
senantiasa menjadi tujuan tertingginya melebihi segala bentuk tujuan duniawi.33
d. Jihad Politik
Jihad politik adalah perjuangan di jalan Allah untuk menegakkan tatanan
pemerintahan Islam yang di ridhai Allah, karena politik yang dimaksudkan disini
hanya sebatas usaha-usaha pribadi ataupun lembaga untuk memperoleh kekuasaan
atau pemerintahan yang dikehendakinya.34
Tujuannya adalah untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi, sehingga
hanya kalimat Allah inilah yang paling tinggi, maka segala bentuk paham, ideologi
dan falsafah yang tidak sesuai dengan kalimat Allah harus berada di bawahnya
dengan mengakui keunggulan dan kesempurnaannya, seperti ditegaskan dalam Al-
Qur‟an :

            

. 

“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama


yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang
musyrik membenci.”( Q.S Ash-Shaf : 9)

33
HIlmy Akbar op cit.,, h, 185
34
HIlmy Akbar ibid., h. 217
21

e. Jihad Pengetahuan
Pada abad pengetahuan dan teknologi sekarang ini umat muslim dihadapkan
pada peperangan ilmu pengetahuan dan untuk mendapatkan pengetahuan itu
memerlukan jihad, karena jihad pengetahuan, jika tidak berlebihan, sama pentingnya
dengan jihad bersenjata pada masa lalu. Peperangan modern tidak hanya
mengandalkan senjata saja, tapi lebih mengandalkan pengetahuan dan teknologi.
Mereka yang menguasai pengetahuan dan teknologi akan menjadi penentu dunia,
walaupun jumlahnya kecil.
Dalam perjuangan menegakkan pemerintahan berlandaskan ajaran Islam yang
akan mendaulatkan kekuasaan Allah di muka bumi, diperlukan politisi ulung, juga
diperlukan orang-orang yang memiliki pengetahuan khusus seperti informasi,
manajemen dan financial. Begitupula dengan perang bersenjata, diperlukan tenaga
ahli yang menguasai taktik atau strategi, teknologi informasi, persenjataan, bahan
peledak, manajemen dan lainnya, dan yang lebih diutamakan adalah keunggulan
pengetahuan dn teknologi. 35

F. Status Hukum Jihad

Ulama fiqh membagi fiqh ke dalam dua bagian besar, yaitu ibadah dan
muamalah. Yang dimaksud dengan ibadah adalah segala amalan yang diwajibkan
oleh Allah swt di dalam Al Qur‟an dan diterangkan di dalam hadist Nabi Muhammad
saw, dipahami oleh ummat Islam sebagai rukun-rukun dan dasar-dasar agama Islam.
Adapun yang dimaksud dengan mua‟amalah adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan urusan kehidupan, baik berkaitan dengan individu (seperti halal dan haram),

35
HIlmy Akbar, Op, cit., h, 265-267
22

keluarga (nikah, waris, talak, wasiat), masyarakat dalam bentuk aktivitas sipil,
perdagangan dan Negara (seperti tanggung-jawab, syarat, hak, kewajiban pemimpin),
umat (seperti persatuan, negeri, aturan hukum syari‟at, serta hubungan dengan Negara
lain).36
Berbicara masalah hukum, ulama fiqih sepakat bahwa hukum jihad adalah
wajib, akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang kapasitas hukum kefardhu-annya.
Di dalam kitab Bidayataul Mujtahid karangan Ibnu Rusyd diterangkan bahwa jumhur
ulama sepakat hukum jihad adalah fardhu kifayah. Argument yang menjadi pegangan
terhadap pendapat para ulama dalam menetapkan hukum jihad adalah firman Allah:




Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu
benci.boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh
Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Mengenai fardhu kifayah jihad, yakni apabila sebagian atau sekelompok
orang telah melaksanakan jihad maka yang demikian itu sudah menutupi atau
menggugurkan kewajiban jihad bagi seluruh orang yang ada. Alasan ini disandarkan
pada firman Allah swt dalam surat at-Taubah ayat 122 sebagai berikut:




Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan

36
Qardhawi, op, cit., h. 86
23

kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.

Beberapa ulama fiqih menyebutkan batasan tentang kewajiban perang dengan


fardhu kifayah, yaitu jika pemimpin merasa yakin ia memiliki kekuatan yang bisa
menyamai musuh. Jika tidak, mereka (musuh) tidak boleh diperangi karena hal
tersebut bisa membahayakan orang-orang Islam. Para ulama fiqih juga menerangkan
hal lain yang sangat penting seputar fardhu kifayah, yaitu kewajiban jihad akan gugur
jika sebagian orang dari suatu Negara itu sendiri yang melakukannya. Ibnu al Qayyim
juga berkomentar seputar hukum jihad, menurut beliau jihad adalah fardhu „ain, baik
dilakukan dengan hati, lisan, harta atau tangan, menurutnya jihad menjadi fardhu „ain
apabila dalam keadaan tertentu seperti, musuh menyerang negeri Muslim, ketika
imam memerintahkan jihad kepada seseorang atau kelompok tertentu, kebutuhann
pasukan Muslim, dan ketika terjun dalam peperangan.37

G. Metode Pendidikan Jihad

a. Metode Dramatisasi

Kegiatan drama atau ekspresi pada umumnya disenangi peserta didik.


Biasanya mereka akan merasa senang bila disuruh memperagakan sebuah cerita,
sajak, atau suatu tingkah laku social maupun kejadian, disini siswa diajarkan dan
diberi tahu mengenai peristiwa-peristiwa perang dan jihad yang terjadi pada zaman
Rasulullah SAW dan nabi-nabi sebelumnya.

b. Metode Qishas
Metode qishah, kisah atau cerita pada zaman Rasulullah digunakan sebagai
alat untuk membantu menjelaskan suatu pemikiran, dan mengungkapkan suatu

37
Qardhawi, op, cit., h.
24

masalah. Kisah-kisah yang berasal dari Rasulullah saw dan sahabat selalu lengkap
karena mengandung sekian banyak manfaat dan sekian masalah. Kisah perjuangan
dan jihad pada masa Rasulullah saw diajarkan dan di ceritakan kepada peserta didik
agar mereka mengetahui bagaimana jihad pada zaman Rasulullah saw dan para
sahabat.38

c. Metode Diskusi
Metode diskusi ini digunakan agar peserta didik dapat berargumentasi dan
memberikan pendapat mereka mengenai fenomena jihad yang terjadi belakangan ini,
tidak lupa pula guru diakhir diskusi dapat memberikan kesimpulan dan memberikan
jawaban yang benar dari jawaban-jawaban dan argument peserta didik yang sedikit
melenceng atau salah.39

d. Metode Keteladanan
Adalah suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik
kepada peserta didik, baik di dalam ucapan maupun perbuatan.40 Keteladanan
merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan Rasululah saw dan paling
banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan penyampaian misi dakwahnya. Hal ini
disebabkan karena secara psikologis anak adalah seorang peniru. Peserta didik
cenderung meneladani gurunya dan menjadikannya sebagai tokoh identifikasi dalam
segala hal
e. Metode Pembiasaan
Pembiasaan menurut M.D Dahlan, merupakan “proses penanaman kebiasaan,
sedangkan kebiasaan ialah cara-cara bertindak yang uniform dan hamper otomatis
(tidak disadari oleh pelakunya)”.41

38
Drs. Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, ( PT Remaja Rosda Karya : Bandung, 2005), h.235
39
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, ( PT Remaja Rosda Karya : Bandung, 2005), h.231
40
Syahidin, Metode Pendidikan Qurani: Teori dan Aplikasi, ( Jakarta: Misaka Galiza, 1999), h.135
41
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999), cet I h. 178
25

Pembiasaan tersebut dapat dilakukan untuk membiasakan tingkah lakum


keterampilan, kecakapan dan pola piker.Pembiasaan ini bertujuan untuk memudahkan
peserta didik dalam melakukannya. Karena seseorang yang telah mempunyai
kebiasaan tertentu akan dapat melakukannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan
sesuatu yang telah dibiasakan dan akhirnya menjadi kebiasaan dalam usia muda sulit
diubah dan akan tetap berlangsung sampai tua.

f. Metode „Ibrah
Secara sederhana, ibrah berarti merenungkan dan memikirkan.Dalam arti
umum dapat di artikan dengan “mengambil pelajaran dari setiap peristiwa”.
Abdurrahman an-Nahlawi mendefinisikan ibrah sebagai suatu kondisi psikis yang
menyampaikanmanusia untuk mengetahui intisari dari suatu peristiwa yang
disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, dipertimbangkan, diukur dan diputuskan
secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati untuk tunduk
kepadanya, lalu mendorongnya kepada perilaku berpikir social yang sesuai.42

42
Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995). H. 289
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian


Objek yang dibahas pada penelitian ini adalah pendidikan jihad yang
terkandung dalam ayat-ayat al-Qur‟an khususnya yang terkandung dalam surat al-
Baqarah 190-193 dan surat at-Taubah ayat 122. Sedangkan waktu penelitian
dilakukan selama…bulan terhitung dari bulan…..sampai dengan bulan…2014

B. Fokus penelitian
Berdasarkan judul, maka penulis memfokuskan pada konsep pendidikan jihad
yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 190-193 dan surat at-Taubah ayat 122
yang sifatnya mendeskripsikan dan menganalisa tentang pendidikan jihad dalam
surat al-Baqarah ayat 190-193 dan surat at-Taubah ayat 122

C. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan data penelitian kualitatif dengan


menggunakan metode konten analisis dengan menggunakan teknik analisis kajian
melalui studi kepustakaan (Library Reseach).

D. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini berasal dari literatur-literatur yang berkaitan
dengan tema dalam penelitian ini. Sumber-sumber tersebut terdiri dari data primer,
yaitu kitab suci al-Qur‟an dan kitab-kitab tafsir al-Qur‟an yang menjelaskan ayat190-
193 surat Al-Baqarah, di antaranya:

1. Al-Qur‟an dan Tafsirnya,

26
27

2. Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab,


3. Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka,
4. Tafsir Al-Qurthubi karya Syekh Al-Qurthub
5. Tafsir Al-Maragi karya Ahmad Mustafa Al-Maragi
6. Tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib ar-Rifa‟i

Dan data sekunder, yaitu dari buku-buku yang membahas mengenai Jihad,
diantaranya:

1. Ringkasan Fiqh Jihad karya Yusuf Qardhawi,


2. Fiqh Rekonsiliasi dan Reformasi Menurut Hasan Al-bana karya Ali Abdul
Halim Mahmud,
3. Renungan Santri; Dari Jihad Hingga Kritik Wacana Agama karya Rumadi,
4. Jihad fi Sabilillah dan Tantangan-Tantangannya karya Abdul Qadir Jaelani.
5. RUKUN JIHAD karya Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqh Rekonsiliasi dan Reformasi
Menurut Hasan Al-bana.
6. Krisis Islam karya Bernard Lewis

E. Metode Penelitian

Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan


analisis metode tafsir tahlili, yaitu metode penafsiran ayat-ayat Al-Qur‟an yang
dilakuan dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung dalam
ayat-ayat Al-Qu‟an dengan mengikuti tertib susunan/urutan surat-surat dan ayat-ayat
Al-Qur‟an itu sendiri dengan sedikit banyak melakukan analisis di dalamnya. Metode
tafsir tahlili juga bisa disebut dengan metode tajzi‟I tampak merupakan metode tafsir
yang paling tua usianya.43

43
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an,(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013) cet ke 1
hal 379
28

Metode tahlili merupakan metode paling tua.Metode ini paling banyak dipakai
para mufassir klasik, namun di masa sekarang pun tafsir model ini masih dominan.
Tafsir tahlili menonjolkan pengertian dan kandungan lafadz, hubungan ayat dengan
ayat, sebab-sebab nuzulnya, hadis-hadis Nabi, aqwal sahabat atau tabi‟in, dan
pendapat mufassirin lainnya yang ada kaitannya dengan ayat-ayat yang akan
diterangkan artinya tersebut.

Lebih rinci lagi, Abd al-Hayy al-Farmawy mengakatakan bahsa tafsir tahlili
adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-
Qur‟an dari seluruh aspeknya.Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti urutan ayat,
membahas mengenai asbabun nuzul dan dalil-dalil yang berasal dari Rasu, sahabat
atau tabi‟in yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat penafsir sendiri
dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya.44
Dalam melakukan penafsiran, mufassir memberikan perhatian sepenuhnya
atas semua aspek yang terkandung dalam ayat yang ditafsirkannnya dengan tujuan
menghasilkan makna yang benar dari setiap bagian ayat.Berbagai aspek yang
dianggap perlu oleh seorang mufasir tajzi‟iy/tahlily diuraikan, yang tahapan kerjanya
yaitu dimulai dari:
1. Bermula dari kosakata yang terdapat pada setiap ayat yang akan ditafsirkan
sebagaimana urutan dalam Al-qur‟an, mulai dari Surah Al Fatikhah hingga
Surah An-Nass,
2. Menjelaskan asbabun nuzul ayat ini dengan menggunakan keterangan yang
diberikan oleh hadist (bir riwayah)
3. Menjelaskan makna yang terkandung pada setiap potongan ayat dengan
menggunakan keterangan yang ada pada ayat lain,atau dengan menggunakan
hadist Rasulullah SAW atau dengan menggunakan penalaran rasional atau
berbagai disiplin ilmu sebagai sebuah pendekatan

44
Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan al-Qur‟an,(Bogor:Granada
Sarana Pustaka, 2005) hal 207-208
29

4. Menarik kesimpulan dari ayat tersebut yang berkenaan dengan hukum


mengenai suatu masalah, atau lainnya sesuai dengan kandungan ayat tersebut

Analisis metode tahlili yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini,
yang membahas surat Al-Baqarah ayat 190-193 dan surat At-taubah ayat 122 yang
berkaitan dengan jihad, maka penulis menganalisis penjelasan mengenai pendidikan
jihad yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut dengan mencari sumber-sumber yang
dapat menjelaskan makna dan penafsiran dari Surat Al-Baqarah ayat 190-193 dan
surat At-Taubah ayat 122.

F. Metode Penulisan

Secara tekhnis penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku Pedoman
Akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB IV

TAFSIR SURAT AL-BAQARAH AYAT 190-193 DAN SURAT


AT-TAUBAH AYAT 122

A. Surat Al-Baqarah 190-193

Ayat 190-193 surat Al-Baqarah adalah ayat pertama yang turun


menyangkut perintah berperang, yang sebelumnya turun ayat izin berperang,
yaitu firman Allah swt yang berarti, “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-
orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya” (QS. Al-
Hajj:99)45

1. Teks Ayat dan Terjemah Surat Al-Baqarah 190-193









Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)


janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas.
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka
dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar
bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di
Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu.jika mereka

45
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: PUSTAKA
AZZAM, 2008), Jilid 3 hal 212

30
31

memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka. Demikanlah Balasan
bagi orang-orang kafir.
Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga)
ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.jika mereka berhenti (dari
memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-
orang yang zalim.

2. Tafsir Mufradhat

 / fii sabiili Allahmenurut bahasa kalimat ini terdiri dari 3 kata

dan berarti di, berarti jalan46 yaitu di jalan Allah. Berasal dari kata

yang berarti banyak jalan47, dan banyaknya jalan menyebabkan manusia harus
selalu berhati-hati jangan sampai terjerumus ke jalan yang sesat carilah jalan yang
lurus yang tidak berliku-liku agar selamat yaitu di jalan Allah yang telah
ditentukan oleh-Nya.48Pengertian Fii Sabilillah dalam makna khusus adalah
menolong agama Allah swt, memerangi musuh-Nya, dan menegakkan
kalimatullah di bumi ini, sehingga tidak terjadi lagi fitnah diantara kaum
Muslim.49Kata ini adalah salah satu Istilah khusus dalam literature Islam.Setiap
perbuatan yang dilakukan manusia, baik perbuatan lahir maupun batin merupakan
manifestasi dari gerak, dan bahwa setiap gerak meniscayakan adanya tujuan dan
arah.Apabila arah dan tujuan gerak tersebut berakhir pada kesempurnaan manusia,
maka hal tersebut barada dalam lingkup kebenaran, kebaikan, dan kebahagiaan
manusia. Berdasarkan atas apa yang ditetapkan Islam bahwa kesempurnaan dan
kebahagiaan hakiki manusia hanya ditentukan oleh kedekatan dan ketaatan mutlak

46
Adib Bisri, Kamus Al-Bisri, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1999) h.313
47
M. Ibnu Mandhur, Lisanun „Arab, ( Lebanon : Dar Sader Publisher, 1997) Jilid 3 1 h 320
48
M. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur‟an, (Bandung : Mizan, 2008) hal 53
49
Yusuf Qardhawi dkk, Berjuang di Jalan Allah, ( Jakarta : Gema Insani Press, 1990) cetakan
ke-3 hal 13
32

kepada Allah swt. Maka Islam hanya mengesahkan dan melegitimasi gerakan
yang mempunyai tujuan benar untuk kebaikan manusia karena hanya manifestasi
kebenaranlah yang akan semakin mendekatkan manusia kepada Allah swt. Ini
karena ketika manusia melakukan segala bentuk aktivitas, perbuatan, dan perilaku
yang didasarkan pada kebenaran, maka dapat dipastikan bahwa semua itu
berujung kepada kedekatannya dengan Allah swt.50

, merupakan fi‟il nahyi yang berarti sebuah larangan agar tidak

melampaui batas. Kata tersebut menurut bahasa diambil dari kata ‫عاَ د‬, defiasi dari
kata ini adalah yang berarti musuh , berarti melampau batas berarti

permusuhan, berarti melanggar batasan-batasan Allah, orang-orang yang

melanggar apa yang diperintahkan dan dibataskan kepadanya. Dalam hal ini asal
kata ta‟tadu memiliki arti melanggar apa yang telah diperintahkan Allah
kepadanya, melanggar batasan-batasan yang telah Allah tentukan51, dimana dalam
suatu pelanggaran akan menimbulkan permusuhan, oleh sebab itu Allah tidak
menyukai mereka yang melampaui batas. Makna ini juga menyimpulkan tentang
orang-orang yang dzalim, mereka yang menempatkan sesuatu tidak pada
tempatnya, /adzaalimin,berasal dari kata , menurut bahasa berarti

meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya52,yang berati orang yang berbuat aniaya
.Adapun yang dimaksud adalah orang yang berlaku tidak adil dan sewenag-
wenang.Juga bisa diartikan orang yang mempunyai sikap atau tindakan yang tidak
manusiawi dan menyimpang dari kebenaran. Allah tidak akan memberi petunjuk
kepada orang-orang zalim.53

50
Mishbah Yazdi, Perlukah Jihad? Meluruskan Salah Paham tentang Jihad dan Terorisme, (
Jakarta : Al-Huda, 2006) hal 137-138
51
Mandhur, op. cit., h, 420
52
Bisri, op. cit., h.520
53
Ahsin Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur‟an,(Jakarta: Sinar Grafika Offset,2006) hal 318
33

/alfitnah berasal dari kata yang menurut bahasa berati menarik

hati.54Fitnah juga dapat diartikan menimbulkan kekacauan, seperti mengusir


sahabat dari kampung halamannya, merampas harta mereka dan menyakiti atau
mengganggu kebebasan mereka beragama. Fitnah berarti bencana dalam Q.S Al-
Maidah ; 71 , fitnah berarti membuat isu yang membahayakan orang lain dalam
Q.S al-Baqarah ; 191, fitnah berarti cobaan atau ujian dalam Q.S al-Anfal ; 28,
fitnah juga berarti siksaan seperti dalam Q.S al-Anfal ; 25, dan Q.S al-Mudassir ;
31. Kemusyrikan mereka (orang-orang kafir) lebih besar dan hebat dosanya
daripada pembunuhan yang mereka timpakan.Fitnah juga memiliki arti kesesatan,
aib, dan tuduhan.Tuduhan dalam arti ini adalah tuduhan yang ditujukan kaum
kafir kepada ummat Islam agar mereka murtad dari ajaran Islam dan mengikuti
ajaran mereka.Fitnah juga berarti kekacauan, bencana dalam ayat ini fitnah berarti
syirik kepada Allah lebih besar bahayanya dari membunuh.55Menurut penulis
Fitnah berarti kemusyrikan atau menarik hati dari keyakinan dan kepercayaan
terhadap Islam.

alqatl berasal dari kata yang berarti membunuh56 ayat ini

pembunuhan diartikan sebagai jihad dalam bentuk perang melawan orang-orang


kafir yang menganiaya atau memfitnah ummat Muslim. Sehingga menimbulkan
kerusuhan dan kemurtadan.Pembunuhan yang dimaksud adalah peperangan yang
yang dilakukan untuk memerangi sekutu yang memerangi terlebih dahulu.57

intahau, yang berarti berhenti, yang dimaksud berhenti adalah

berhenti dari memerangi kamu atau memusuhi kamu. Dalam ayat ini berarti jika
mereka bertaubat.58

54
Bisri, op, cit., h.556
55
Ath-Thabari h.214
56
Bisri, loc. cit, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1999) h.585
57
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2007), jilid
ke-2 h 787
58
Ath-Thabari, op cit., h.219
34

3. Tafsir Ayat
Firman Allah:

           

  

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,


(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”



“dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,”.

Diriwayatkan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq bahwa ayat pertama yang

diturunkan  telah diizinkan (berperang) bagi orang-

orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya.,(QS Al-Hajj:


39)

Kaum Muslim dalam ayat ini diperintahkan untuk tidak memasuki


peperangan kecuali kalau para musuh berinisiatif terlebih dahulu dengan
menggunakan senjata.59 Oleh karna itulah Rasulullah saw memerangi orang-orang
yang memerangi beliau.

Perintah perangilah di jalan Allah menjelaskan bolehnya melakukan


perang selama peperangan itu di jalan Allah, yakni untuk menegakkan nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa serta kemerdekaan dan kebebasan yang sejalan
dengan tuntutan agama.Ayat ini juga menjelaskan kapan peperangan dimulai,
yakni saat diketahui secara pasti bahwa ada orang-orang yang memerangi, yakni
sedang mempersiapkan rencana dan mengambil langkah-langkah untuk

59
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an, ( Jakarta : Al-Huda, 2003), h. 113
35

memerangi kaum muslimin atau benar-benar telah melakukan agresi. Ini dipahami
dari penggunaan bentuk kata kerja masa kini (mudhari‟) yang mengandung makna
sekarang dan akan datang pada kata yuqaatilunakum (mereka memerangi kamu).
Dengan demikian ayat ini juga menuntun kita agar tidak berpangku tangan
menanti sampai musuh memasuki wilayah atau mengancam ketentraman dan
perdamaian.60

Tujuan pertama perang dalam Islam adalah atas nama Allah dan di jalan
yang ditentukan oleh Allah swt dan dalam rangka menyebarkan hukum-hukum
Ilahi yang mencakup ; kebenaran, keadilan, tauhid, pemberontakan, kezaliman,
kemerosotan, dan penyimpangan. Oleh karenanya, Islam mengutuk perang atas
nama balas dendam ambisi, penaklukan atas negara lain, perebutan lahan-lahan
orang lain, rampasan perang. Karena itu, mengangkat senjata dan mengobarkan
peperangan hanya dibenarkan apabila dilakukan di jalan Allah.61



“dan janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak


menyukai orang-orang yang melampaui batas”

Dasar dari makna ini menyatakan bahwa perang dalam Islam adalah demi
Allah dan di jalan Allah serta tidak boleh ada kezaliman dan tindakan yang
berlebihan, karena Allah swt tidak menyukai orang yang melampaui batas.Oleh
karena itu kaum Muslim dalam keadaann berperang harus tetap memperhatikan
prinsip-prinsip etis dalam perang yang telah Allah swt perintahkan.

Imam Ali as berkata “….Apabila , karena kehendak Allah, musuh kalah,


maka jangan membunuh orang-orang yang melarikan diri. Jangan kau
pukul orang-orang tak berdaya.Jangan habisi orang-orang yang terluka.
Dan janganlah menyusahkan para wanita walaupun mereka menghina

60
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Tangeran: Lentera Hati, 2007), cet, 10 h. 420
61
Allamah Kamal, op cit., h. 112
36

kehormatanmu dengan kata-kata kotor dan menyepelekan para


pejuangmu…”62

Ibnu Abbas, Umar bin Abdul Aziz berkata, “Ayat yang terdapat dalam
surah Al-Baqarah itu adalah muhakamah. Yakni, perangiah orang-orang
yang keadaannya memerangi kalian, tapi janganlah kalian berlebihan
sehingga membunuh kaum perempuan, anak-anak, para pendeta, dan
orang-orang seperti mereka.63

Abu Ja‟far Al Abbas berkata, “Pendapat (Ibnu Abbas dan yang lainnya) itu
merupakan pendapat yang paling benar di antara kedua pendapat tersebut ,
baik berdasarkan sunnah maupun analisa. Adapun sunnah, yaitu hadist
Ibnu Umar yang mennyatakan bahwa Rasulullah saw melihat seorang
wanita yang terbunuh di antara para prajuritnya, dan beliau tidak menyukai
hal itu, lalu beliau melarang membunuh kaum perempuan dan akak-anak.
Hadist ini diriwayatkan oleh pada imam hadist.64

Menurut Syaikh Al-Qurthubi, kata yang sesuai dengan wazan faa‟ala


biasanya dilakukan dua arah, seperti muqatalah (saling berperang),
musyaatamah(saling memaki), dan mukhasamah(saling berselisih). Sedangkan
perang tidak dilakukan oleh kaum perempuan, anak-anak dan orang-orang seperti
mereka, yaitu para pendeta, zamna (orang yang sakit), lanjut usia, dan kaum
buruh, sehingga mereka tidak boleh dibunuh. Inilah yang diriwayatkan oleh Abu
Bakar Ash Shiddiq RA kepada Zaid bin Abi Sufyan ketika diutus ke Syam,
kecuali jika mereka menyakiti.65

Firman Allah:

          

            

            

62
Allamah Kamal,Ibid., h. 114
63
Allamah Kamal, Ibid., h. 115
64
Allamah Kamal , Ibid., h. 115
65
Al Qurthubi, op, cit., h.787-789
37

“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka
dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar
bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di
Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu.jika mereka
memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka. Demikanlah Balasan
bagi orang-orang kafir. 192. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi
kamu), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.



“dan bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari
tempat mereka telah mengusir kamu”.

Ayat 190 surat Albaqarah memerintahkan agar tidak melampaui batas,


karena Allah tidak suka siapapun yang melampau batas, tetapi bila mereka
melampaui batas, maka bunuhlah mereka dan siapa pun yang memerangi dan
bermaksud membunuh jika tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk
mencegah agresi mereka. Lakukan hal itu dimanapun kamu temui mereka, dan
bila mereka tidak bermaksud membunuh, dan hanya mengusir kamu, maka usirlah
mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu yakni Mekah.66



“ dan fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan” Yakni, fitnah yang
mereka timpakan kepada kalian dan menyebabkan kalian kembali kepada
kekafiran adalah lebih besar bahayanya daripada pembunuhan.

Ketika jihad diartikan sebagai penghilangan nyawa dan pembunuhan


kaum laki-laki dewasa. Maka Allah ta‟ala mengingatkan bahwa apa yang ada
dalam diri mereka seperti kekafiran kepada Allah, kemusyrikan, dan
keberpalingan dari jalan-Nya adalah lebih hebat, kejam, besar, dan keji dari pada

66
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Tangerang: Lentera Hati, 2007), cet, 10 h. 420
38

pembunuhan. Oleh karena itu, Allah berfirman, “Dan fitnah itu lebih besar
bahayanya dari pada pembunuhan”.67

Fitnah yang ditujukan kepada orang mukmin dalam beragama dengan


beragam gangguan dan siksa agar mereka murtad merupakan cara lama yang
dilakukan orang-orang kafir terhadap orang beriman. Fitnah lebih besar dosanya
dari pembunuhan, karena pembunuhan adalah tindakan pidana terhadap jasmani
dan kehidupan manusia, sedangkan fitnah merupakan tindak pidana terhadap
nurani, ruhani dan pemikiran manusia.Tindak pidana ini jelas lebih berat dari yang
sebelumnya.68

Perang diberlakukan untuk satu tujuan, yaitu mencegah fitnah dan


penindasan dalam agama, menghilangkan faktor-faktor tekanan dan paksaan baik
secara materi maupun etika, menjamin kebebasan dakwah dan para da‟I, agar
orang beriman ataupun tidak berdasarkan pilihan sendiri.69



“ Dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika


mereka memerangi kamu ditempat itu” mengenai ayat ini, para ulama terbagi
menjadi 2 kelompok:

Muqatil berkata, ayat ini telah dinasakh oleh firman Allah swt “ Dan
bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka” Al Baqarah: 191. Ayat ini
dinasakh oleh firman Allah swt “ dan bunuhlah mereka dimana kamu jumpai
mereka” selanjutnya, ayat ini dinasakh oleh firman Allah swt “maka bunuhlah
orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka” At Taubah: 5.
Pada awalnya, peperangan diperbolehkan di tanah haram. Di antara argumentasi
yang menunjukkan atas hal ini adalah bahwa surah At Taubah diturunkan dua

67
Muhammad Nasib ar-Rifa‟I, Tafsir Ibnu Katsir,(Depok:GEMA INSANI, 1989) hal 308
68
Yusuf Qardhawi, Ringkasan Fiqh Jihad, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009). Hal 272
69
Qardhawi, op, cit., h. 271
39

tahun setelah surat Al Baqarah. Dan, bahwa nabi saw masuk ke dalam kota
mekkah seraya mengenakan penutup kepala yang terbuat dari besi.70

Sesungguhnya Masjidil Haram telah diharamkan Allah pada hari


penciptaan langit dan bumi. Ia diharamkan oleh kehormatan Allah hingga hari
kiamat. Pepohonannya tidak boleh ditebang dan rerumputannya tidak boleh
dicabut. Jika ada sesorang yang diberi dispensasi untuk berperang, maka ia adalah
Rasulullah. Dispensasi itu terjadi pada waktu penaklukan Mekkah, karena beliau
menaklukannya dengan kekerasan.71

Ayat diatas menerangkan larangan agar tidak memerangi kaum kafir di


masjidil haram, tetapi apabila mereka memerangi ditempat itu maka perangilah
mereka demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.



“ kemudian jika mereka berhentiSesungguhnya Allah Maha Pengampun


lagi Maha Penyayang”

Jika kaum kafir berhentidari memerangi kalian, karena mereka sudah


beriman, maka sesungguhnya Allah akan mengampuni semua dosa-dosa mereka
yang telah lalu, dan mengasihani mereka dengan memberikan pengampunan atas
apa yang telah mereka lakukan.72Karenanya tahanlah dirimu dari memerangi
mereka.Karena orang yang terus memeranginya berarti zhalim, dan tiada
permusuhan kecuali terhadap orang-orang zhalim.73

Bagian ayat diatas juga berarti apabila kaum kafir berhenti, berarti mereka
terlepas dari kezhaliman, yaitu kemusyrikan, sehingga tidak ada lagi permusuhan

70
Al-Qurthubi, op cit., h.800-802
71
Nasib ar-Rifa‟I, op, cit., h. 308
72
Al-Qurthubi, op, cit., h. 800-802
73
Nasib ar-Rifa‟I, op, cit., h.309
40

terhadap mereka. Yang dimaksud dengan permusuhan disni adalah pembalasan


dan penyerangan yang kaum kafir lakukan terhadap kaum muslim.

Firman Allah Swt :

            

   

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga)
ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.jika mereka berhenti (dari memusuhi
kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang
zalim.”



“ dan perangilah mereka itu sehingga tidak ada lagi fitnah”.

Perangilah kaum kafir itu sehingga setiap orang hanya memiliki rasa
keikhlasan terhadap Allah swt semata. Tidak ada satupun yang bisa
mempengaruhi jiwa mereka selain rasa takut kepada Allah. Tidak ada
kekhawatiran lagi pada mereka akan menerima fitnah dalam agama mereka, dan
tidak ada yang melarang dan menyiksa mereka karena memeluk agama mereka
sendiri. Dan setelah itu mereka tidak memerlukan lagi sembunyi-sembunyi dalam
agama mereka.74

Rasulullahh saw bersabda, :

74
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, ( Semarang : PT Karya Toha Putra, 1992) hal
157
41

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia, sehingga mereka mengatakan


tidak ada Tuhan (yang hak) selain Allah”(H.R Bukhari)75

Hadist tersebut menunjukkan bahwa penyebab peperangan adalah


kekufuran.Allah menjadikan tujuan dari peperangan itu adalah tidak adanya
kekafiran.Ini sangat jelas.

Ibnu Abbas, Qatadah, Ar Rubai, As Sudi dan yang lainnya berkata, “yang
dimaksud dengan fitnah dalam ayat tersebut adalah kemusyrikan dan hal-hal yang
menyertainya, yaitu tindakan yang menyakiti kaum mukmin.



“jika mereka berhentiMaka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali


terhadap orang-orang yang zalim.”

Jika mereka berhenti dari kekafiran, apakah itu karena masuk Islam,
ataukah karena membayar pajak bagi Ahlul Kitab, tapi jika mereka tidak berhenti
dari kekufuran, maka harus dibunuh, dan mereka adalah orang-orang zalim
dimana tidak ada permusuhan lagi kecuali terhadap mereka. Apa yang dilakukan
terhadap orang-orang yang zhalim itu dinamai dengan permusuhan, ini karena
melihat bahwa hal itu merupakan balasan dari permusuhan mereka. Sebab
kezhaliman itu mengandung unsur permusuhan.Oleh karna itu balasan atas
permusuhan dinamai dengan permusuhan.

Allah Ta‟ala berfirman, jika mereka berhenti dari kemusyrikan yang


dilakukannya dari memerangi kaum mukmin, maka tahanlah dirimu dari
memerangi mereka.Karena orang yang terus memeranginya berarti zhalim, dan
tiada permusuhan kecuali terhadap orang-orang zalim.Ayat ini bisa juga ber-
makna apabila mereka berhenti, berarti mereka berhenti dari kezhaliman, yaitu
kemusrikan, sehingga tidak ada lagi permusuhan terhadap mereka setelah

75
Takhrij Singkat, Shahih Bukhari, ( Jakarta : Wijaya, 1999) h. 30
42

itu.Yang dimaksud dengan permusuhan di sini adalah pembalasan dan


penyerangan sebagaimana firman Allah ta‟ala “Dan jika kamu memberikan
balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang
ditimpakan kepadamu”.76

Menurut Syaikh Al-Qurthubi, yang dimaksud dengan orang-orang yang


zhalim itu adalah orang-orang yang memulai peperangan. Sedangkan menurut
penakwilan yang lain, mereka adalah orang yang tetap pada kekufuran dan
fitnah.77

Jika pada ayat sebelumnya dijelaskan kapan perang dimulai, maka ayat ini
menjelaskan kapan peperangan harus dihentikan.Dan perangilah mereka itu
sehingga tidak ada lagi fitnah yakni syirik dan penganiayaan. Ini jika yang
dimaksud dengan kata mereka adalah kaum musyrikin pada masa Nabi. Karena
memang, telah digariskan Allah bahwa kota Mekkah harus bersih dari segala
bentuk syirik serta menjadi kota damai lahir dan batin bagi siapapun yang
mengunjunginya.

Setiap Negara mempunyai wewenang yang dibenarkan hukum


international untuk menetapkan siapa yang berhak masuk diwilayahnya.Ada
syarat-syarat yang ditetapkan oleh masing-masing Negara.78Longgar atau ketat
untuk maksud kunjungan atau menetap di suatu wilayah.Dari sini, setiap Negara
menetapkan perlunya visa (izin masuk) ke wilayahnya.Tidaklah satu negara
mengizinakan seseorang memasuki wilayahnya tanpa maksud yang jelas. Itulah
yang digariskan oleh ayat di atas terhadap orang-orang musyrik, khusus
menyangkut bertempat tinggal bahkan masuk kota mekkah.

76
Nasib ar-Rifa‟I, op, cit., h.309
77
Al Qurthubi, op, cit., h.789-803
78
Shihab, op, cit., h. 422
43

B. Surat At-Taubah ayat 122

Jika kita setuju bahwa manusia dan pemikirannya adalah produk dari suatu
proses pendidikan yang ia dapat, maka pemaknaan jihad yang menyempit sebatas
“perjuangan senjata dengan alternatif hidup mulia atau mati syahid” juga diduga
kuat bersumber dari proses pemaknaan-pemaknaan tentang jihad di antaranya tak
bisa dilepaskan bagaimana makna jihad tersebut disosialisasikan oleh guru-guru
agama Islam di lembaga-lembaga pendidikan dengan persepsinya masing-masing
kepada peserta didik mereka: apakah makna jihad identik dengan perang ataukah
bisa mempunyai makna lain. Dalam ayat ini akan menerangkan bahwa kewajiban
jihad bukan hanya sekedar untuk ikut berperang melainkan memperdalam ilmu
agama.

1. Teks Ayat dan Terjemah Surat At-Taubah Ayat 122

            

         

 

”tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya.”

2. Tafsir Mufradhat
kaafah,berarti utuh, keseluruhan, integral. Yang dimaksud disini

adalah tidak sepatutnya orang-orang mukmin berangkat keseluruhan.79

79
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir at-Thabari, Tafsir At-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2009) Jilid 13 hal 386
44

/liyatafaqqahu, diambil dari kata , yakni pengetahuan yang

mendalam menyangkut hal-hal yang sulit dan tersembunyi. Bukan sekedar


pengetahuan, penambahan huruf ta‟, pada kata tersebut mengandung makna
kesungguhan upaya, yang dengan keberhasilan upaya itu para pelalu menjadi
pakar-pakar dalam bidangnya.80Yang dimaksud dalam ayat ini adalah
memperdalam pengetahuan mereka dan memperdengarkan (mengajarkan) apa
yang mereka ketahui apa yang ada kepada manusia.81

firqotun menurut bahasa berarti kelompok dalam

jumlah besar, bearti juga sekelompok manusia dan lebih banyak dari itu.

thaifah menurut bahasa berarti kelompok

dalam jumlah kecil, atau diartikan seperti sekelompok manusia yang berpisah dari
kelompoknya untuk membuat kelompok yang berbeda. Dapat juga diartikan
sebagai bagian kecil dari sesuatu.82

3. Tafsir Ayat

Dalam riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari „Ikrimah


dikemukakan, ketika turun ayat, Illa tanfiru yu‟adzdzibkum „adzaban
alima….(Jika kamu tidak berangkat, untuk berperang, niscaya Allah menyiksa
kamu dengan siksa yang pedih..) (Q.S At-Taubah : 39), ada beberapa orang yang
jauh dari kota yang tidak ikut berperang karena mengajar kaumnya. Berkatalah
kaum munafik: “celakalah orang-orang yang ada dikampung itu karena ada orang-
orang yang meninggalkan diri yang tidak turut berjihad bersama Rasulullah
SAW”. Maka turunlah ayat ini (Q.S at-Taubah : 122) yang membenarkan orang-
orang yang meninggalkan diri (tidak ikut berperang) untuk memperdalam ilmu
dan menyebarkan kepada kaumnya.

80
Shihab, op cit., h. 750
81
at-Thabari, op, cit., h.382
82
Mandhur, op, cit., h.206
45

Dalam riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari „Abdullh bin „Ubaid
bin „umar dikemukakan bahwa kaum Mukminin, karena kesungguhannya ingin
berjihad, apabila diseru oleh Rasulullah SAW untuk berangkat ke medan perang,
mereka serta merta berangkat meninggalkan Nabi SAW beserta orang-orang yang
lemah. Ayat ini QS at-Taubah:122 turun sebagai larangan kepada kaum
Mukminin serta merta berangakat seluruhnya, tapi harus ada yang menetap untuk
memperdalam pengetahuan agama.83

Anjuran yang demikian gentar, pahala yang demikian besar bagi yang
berjihad serta kecaman yang sebelumnya ditujukan kepada yang enggan
menjadikan kaum beriman berduyun-duyun dan dengan penuh semangat maju ke
medan perang. Ini tidak pada tempatnya, karena ada arena perjuangan yang lain
yang harus dipukul.84



tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).

Menurut Al-Maraghi tidak patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak
dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang
keluar menuju medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardu kifayah,
yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan
fardhu „ain, yang wajib dilakukan setiap orang.85

Sebagian berpendapat bahwa maksudnya adalah orang-orang Arab


kampung yang diutus Rasulullah SAW untuk mengajar orang-orang tentang
Islam.Ketika turun ayat ini mereka pun meninggalkan pelosok perkampungan dan
mendatangi Rasulullah karena takut termasuk orang yang tidak ikut berperang
bersama beliau, sebagaimana dalam ayat ini.Allah lalu menurunkan ayat tersebut
dan tidak menginginkan kepergian mereka dari perkampungan menuju Madinah.

83
K.H.Q Shaleh, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV diponegoro,2002), Cet ke-10 h.58
84
M. Quraish Shihab, op, cit., h. 749
85
Al-Maragi, op, cit., h.85
46

Sebagian berpendapat bahwa maknanya adalah, orang-orang mukmin


hendaklah tidak berangkat semua untuk memerangi musuh dan meninggalkan
Nabi SAW sendirian.

Menurut Al-Qurthubi, “sepatutnya orang-orang mukmin itu” maksudnya


adalah perintah jihad bukanlah fardhu ain, melainkan fardhu kifayah, karena jika
setiap orang pergi berjihad, maka tidak akan ada lagi generasi muda. Oleh karena
itu sebaiknya ada satu kelompok pergi berjihad dan kelompok lain menetap untuk
mendalami ilmu agama serta menjaga kaum wanita.86

Adapula ulama yang menyebutkan riwayat yang menyatakan bahwa ketika


Rasul saw tiba kembali di Madinah, beliau mengutus pasukan yang terdiri dari
beberapa orang ke beberapa daerah. Banyak sekali yang ingin ikut dalam pasukan
kecil itu, sehingga jika diturutkan, maka tidak akan tinggal di Madinah bersama
Rasul kecuali beberapa gelintir orang. Ayat ini menuntun kamu muslimin untuk
berbagi tugas, yang selama ini dianjurkan agar bergegas menuju medan perang
sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas-tugas yang lain. Yakni di
antara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguh-sungguh
memperdalam pengetahuan tentang agama, sehingga mereka dapat memperoleh
manfaat untuk diri mereka sendiri dan untuk orang lain dan juga untuk memberi
peringatan pada kaum mereka.87



mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama

Ayat di atas adalah perintah untuk menuntut ilmu, karena makna ayat
tersebut adalah, tidaklah patut semua mukmin keluar untuk berjihad, sedangkan

86
Al Qurthubi, op, cit., h.731
87
Shihab, op, cit., h.749
47

Nabi SAW berada di Madinah tidak ikut berperang. Apabila kelompok yang
berjihad kembali dari medan jihad, maka kabarilah mereka apa yang telah
dipelajari dan ajarilah pula mereka. Ayat ini mengandung kewajiban untuk
mendalami kitab (Al-Qur‟an) dan Sunnah.

Al-Maragi berpendapat bahwa sebaiknya segolongan saja atau sekelompok


kecil saja yang berangkat ke medan perang, dengan maksud supaya orang-orang
mukmin seluruhnya dapat mendalami agama mereka88. Artinya agar tujuan utama
dari orang-orang yang mendalami agama itu ingin membimbing kaumnya,
mengajari mereka dan memberi peringatan kepada mereka tentang akibat
kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui, dengan harapan
supaya mereka takut kepada Allah dan berhati-hati terhadap akibat kedzhaliman.

Ayat di atas menggaris bawahi motivasi memperdalam pengetahuan bagi


mereka yang dianjurkan untuk memperdalam pengetahuan agama, sedang
motivasi utama mereka yang berperang bukanlah memperdalam ilmu
pengetahuan. Peringatan yang didapatkan oleh mereka yang berperang adalah
hasil dari memperdalam pengetahuan, karena mereka yang berperang pastilah
sedemikian sibuk menyusun startegi dan menangkal serangan, mempertahankan
diri sehingga tidak mungkin ia dapat memperdalam pengetahuan agama.89

Hukum menuntut ilmu terbagi dua, yaitu:

1. Fardhu ain, seperti shalat, zakat, dan puasa.

Menurut Qurthubi, dalilnya adalah hadist berikut

“Sesungguhnya menuntut ilmu adalah sesuatu yang diwajibkan” (H.R


Muslim)

88
Al Maragi, op, cit., h. 86
89
Shihab, op, cit., h. 752
48

2. Fardhu kifayah, seperti memperoleh hak-hak, menegakkan (hukum)


hudud, dan melerai dia orang yang bertengkar. Hal-hal demikian tidak
harus dipelajari oleh setiap individu, karena hanya akan mengurangi
hal-hal yang lebih penting dalam hidupnya. Oleh karena itu, perlu
pembagian dalam menangani hal-hal tersebut sesuai dengan
kemampuan yang diberikan.

Menuntut ilmu memiliki keutamaan yang mulia. Sabda Nabi SAW yang
menyebutkan bahwa para malaikat akan menaungi penuntut ilmu dengan
sayapnya memiliki dua pengertian yaitu:

1. Malaikat merahmatinya, sebagaimana Allah mewasiatkan kepada


anak-anak untuk berbuat baik kepada orang tua mereka. Maksudnya
adalah untuk bersikap tawadhu (rendah hati) kepada mereka.
2. Malaikat membentangkan sayapnya, seperti yang disebutkan dalam
riwayat, bahwa para malaikat membentangkan sayapnya. Atau apabila
para malikat melihat orang menuntut ilmu karena mengharap ridha
Allah, maka malaikat akan mengembangkan sayapnya untuk
melindunginya dari segala kesusahan yang dia hadapi selama menuntut
ilmu. Oleh karena itu, dengan naungan para malaikat, maka jarak yang
jauh terasa dekat. Dan dia tidak akan terkena musibah dalam
perjalanan, seperti sakitm kekurangan harta, dan tersesat dijalan90



“dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah


kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”

Tugas utama bagi kelompok yang memperdalam pengetahuan agama


adalah untuk memberikan ilmu yang mereka dapatkan kepada kelompok lain yang

90
Al Qurthubi, op, cit., h.733-738
49

ikut ke medan perang, agar mereka bisa menjaga dirinya, dari kebodohan dan
ketidak tahuan mengenai agama mereka.

Makna bagian ayat diatas menggaris bawahi pentingnya memperdalam


ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar, ia tidak kurang penting dari
upaya mempertahankan wilayah, bahkan pertahanan wilayah berkaitan erat
dengan kemampuan informasi serta kehandalan ilmu pengetahuan atau sumber
daya manusia91.

Ayat 122 dari surat at-Taubah adalah tuntunan yang jelas sekali tentang
pembagian perkerjaan di dalam melaksanan seruan perang. Alangkah baiknya
keluar dari tiap-tiap golongan itu, yaitu golongan kaum beriman yang besar
bilangannya.Dari golongan besar itu ada satu kelompok, yang tidak terlepas dari
ikatan golongan besar itu, dalam rangka berperang.Tugas mereka adalah
memperdalam pengertian, penyelidikan dalam soal-soal keagamaan.92

Mereka yang beruntung , memperoleh kesempatan untuk mendalami


agama, mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dan tidak kalah tingginya
dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan
kalimat Allah, membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka menjadi lebih
utama dari pejuang pada situasi lain ketika mempertahankan agama menjadi wajib
bagi setiap orang.93.

Di dalam Islam tidak ada kependetaan, yang ada di dalam Islam ialah
orang yang memiliki pengetahuan dalam agama.Mereka menjaga hukum agar
tegak.Khalifah sendiri datang bertanya kepada mereka dia yang ahli agama.Ajaran
Islam itu mengutamakan akhlak bersamaan dengan ilmu.Bagi seorang ulama
Islam, ilmu bukan semata-mata berdiri sendiri, tetapi juga bersandingan dengan
agama.94

91
Shihab, op, cit., h.751
92
Al Qurthubi, op, cit., h.739
93
Ahmad Al-Mustafa Al Maragi, Tafsir Al-Maragi, ( Semarang : PT Karya Toha Putra, 1987)
Juz 1 h. 86-87
94
Dr.Hamka, Tafsir Al-Azhar juz XI,(Jakarta: PT PUSTAKA PANJIMAS,1984) h.89-90
50

C. Konsep Pendidikan Jihaddalam SuratAl-Baqarah ayat 190-193 dan Surat


At-Taubah ayat 122

Musuh Islam telah berhasil memutar balikkan dokumen umat Islam,


melalui tipu daya mereka.Pemikiran ini Nampak sebagai konsep yang matang dan
meyakinkan, namun pada dasarnya tersembunyi dibalik itu, satu kepentingan
menjerumuskan umat pada daerah perpecahan Intern.Fitnah dan fatwa-fatwa yang
tidak bertanggung jawab bermunculan untuk memecah persatuan ummat.Umat
Islam saling berhadapan menghunuskan pedangnnya masing-masing.Kondisi ini
ditambah lagi dengan kenaifan pribadi-pribadi yang berniat untuk mensiasati
agama untuk kepentingan pribadi, terutama yang berkenaan dengan kekuasaan,
ketenaran dan materi.95
Ayat 122 surat at-Taubah secara tegas menunjukkan bahwa kewajiban
memperdalam ilmu agama adalah bagi seluruh ummat Islam. Pada zaman nabi
masih hidup keadaan selalu dalam keadaan perang. Oleh karena itu, diperlukan
kader-kader yang siap untuk terjun ke medan perang. Saat ini kitapun harus tetap
waspada terhadap musuh-musuh Islam yang akan menyerang.
Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu pengetahuan baik laki-
laki maupun perempuan. Waktunya sangat panjang, yaitu dari buaian ibu sampai
liang lahat. Tempatnya bisa dimana saja, disekolah, majelis, perpustakaan, masjid
dan lain sebagainya.96
Orang yang menuntut ilmu lalu mengamalkannya akan memperoleh
derajat yang mulia di sisi Allah SWT. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam
Al-Qur‟an :

            

 

95
Mishbah Yazdi, op, cit., h.122.
96
Jalaluddin, Islam Terorisme No. ( Jakarta : Moyo Segoro Agung, 2006) hal.184
51

………niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu


dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.97(Q.S al-Mujadilah:11)

Orang Islam yang sudah berhasil memperdalam ilmu agama dengan susah
payah, mereka yang belajar di perguruan tinggi baik dalam negri ataupun luar
negri seperti, Mesir, Arab Saudi, Amerika, Inggris dan sebagainya dan
mendapatkan gelar akademik mereka tidak boleh berdiam diri. Ilmunya tidak
boleh digunakan untuk dirinya sendiri tetapi harus ia sebar luaskan kepada orang
lain. Maka jika mereka telah kembali ke kampung halaman wajib mengajarkan
ilmunya kepada masyarakat, menasehati dan member peringatan kepada mereka
agar masyarakat memperoleh keselamatan dunia dan akhirat.

Ajaran Islam adalah ajaran yang membutuhkan pengetahuan.Hampir


semua aspek ajaran Islam hanya dapat dijalankan dengan dasar pengetahuan.Islam
menempatkan pendidikan atau ilmu pengetahuan ditempat yang paling
tinggi.Pendidikan sejatinya menjadi tanggung jawab bersama semua pihak mulai
dari keluarga sebagai sekolah pertama, masyarakat, lembaga-lembaga pendidikan
serta Negara.Mendidik berarti membangun karakter untuk mempersiapkan kader
ummat yang unggul lahir batin yang memiliki pengetahuan, keterampilan nilai-
nilai luhur jihad.Pendidikan juga sejatinya bersifat berkelanjutan (life long
education), sehingga sangatlah penting bagi untuk memberikan pengetahuan yang
pasti kepada generasi ummat mengenai jihad yang benar.

Ajaran Islam tidak saja menegakkan sendi kemerdekaan belajar, lebih dari
pada itu Islam mewajibkan semua orang Islam untuk memerdekakan akal dari
pada khurafat dan prasangka serta mengajak manusia untuk menolak segala yang
tak dapat diterima akal.98Disinilah diperlukannya pendidikan atau pengetahuan
mengenai jihad yang benar terhadap masyarakat agar manusia dapat mengetahui
hal-hal yang dapat diterima akal ataupun hal-hal yang bersifat radikal yang dapat

97
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung : CV Diponegoro)
98
Rusjdi Ali Muhammad SH, Hak Asasi Manusia dalam Prespektif Syari‟at Islam, (Banda
Aceh : ar-raniry press 2004) hal 99
52

mempengaruhi akal manusia.Karenanya seruan-seruan Islam senantiasa


bersendikan akal.Al-Qur‟an mengemukakan Islam pada masyarakat dengan jalan
menggunakan akal dan pikiran.Islam menyuruh manusia berpikir tentang kejadian
langit dan bumi serta kejadian diri manusia sendiri.

Pendidikan mengenai jihad terhadap masyarakat sejatinya adalah untuk


menambah pemikiran dan wawasan mereka terhadap pengertian jihad yang benar.
Dengan kata lain mempersiapkan akal ummat untuk berjihad fii sabillah dengan
sebenar-benar jihad. Pemikiran jihad harus tetap hidup dan ada di benak umat baik
kalangan khusus ataupun awam, baik yang berada diperkotaan ataupun
diperkampungan.

Cara yang dapat digunakan untuk memberikan pendidikan jihad ini adalah
dengan menyebutkan ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadist-hadist yang memerintahkan
berjihad di jalan Allah, mendorong dan menjelaskan keutamaan jihad, larangan
mengabaikan atau menyepelekan jihad, memberikan tafsir yang jelas mengenai
ayat-ayat tersebut.

Bab jihad harus diajarkan sebagai unsur utama dalam pendidikan dan
syariat Islam. Nash-nash tentang jihad diajarkan dalam bab Tafsir Al-Qur‟an,
seperti itu juga dengan hadist tentang jihad. Perlu juga diajarkan tentang sejarah
Nabi, sahabat dan Khulafaur Rasyidin dan generasi selanjutnya dengan
menejelaskan sebab-sebab peperangan serta hasil-hasil yang dicapai.99

Jihad dan hukum-hukum pentingnya diajarkan dalam bab-bab fikih,


dijelaskan pula hubungan antara kaum muslimin dengan negara dan bangsa-
bangsa lain, jihad dengan harta dan jiwa, tingkatan-tingkatan jihad mulai dari
perang melawan keinginan jiwa hingga memerangi kezaliman, kerusakan dan
berbagai kemungkaran di tengah-tengah masyarakat dengan kekuatan, lisan dan

99
Qardhawi, op, cit., h.341
53

hati sebatas kemampuan, setelah itu jihad melawan orang-orang kafir dan kaum
munafik dengan kekuatan lisan.100

Perlu dijelaskan, kaum muslim bersikap damai terhadap siapapun yang


bersikap damai, dan melancarkan perang melawan siapapun yang melancarkan
perang. Islam hanya memerangi pihak-pihak yang memerangi, berlaku semena-
mena, memfitnah agama, melanggar perjanjian ataupun memerangi penguasa-
penguasa zhalim di bumi. Sementara bagi yang bersikap damai dan menahan
tangan untuk meyerang, Allah swt sama sekali tidak memberikan jalan bagi kaum
muslimin untuk menyerang mereka.

Perlu dijelaskan, tentang tujuan-tujuan jihad dalam Islam.Jihad tidak


bermaksud memaksa manusia agar masuk Islam.Karena Islam tidak mengakui
keabsahan iman karena paksaan.Iman harus murni berdasarkan pilihan bebas dan
penerimaan sepenuh hati.

Allah memang mendesak umat Islam untuk menyokong perjuangan


Rasulullah SAW dalam membela Islam melalui perang fisik.Namun, itu tidak
menjadi fokus perhatian. Melalui ayat 122 surat At-Taubah ini, Allah menekankan
pentingnya sebagian umat Islam belajar agama agar menjadi pembimbing bagi
kaumnya. Musuh yang berupa kebodohan nyatanya tidak lebih kecil dampak
buruknya dari musuh nyata. Membangun keunggulan dalam pendidikan di
masyarakat muslim merupakan suatu keharusan. Dengan demikian, yang harus
dilakukan umat Islam ke depan adalah menghimpun dan menyatukan pikiran
untuk melaksanakan jihad yang benar. Bagaimanapun juga, kebodohan adalah
saudara kembar keterbelakangan, dan dua-duanya adalah ironi umat ini yang
harus dienyahkan.101

Yang diperjuangkan adalah agama, oleh karena itu perlu disiapkan


generasi yang berkualitas. Dalam tatanan hidup, jihad harus dikembangkan pada
tujuan pengingkatan kualitas kehidupan manusia dan kemanusiaan, konsep
100
Qardhawi, op, cit., h.341
101
Tafsir Al-Qur‟an Tematik,( Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Badan Litbang dan
Diklat Kementrian Agama RI : 2012) h.156
54

pendidikan jihad harus dikembalikan pada jalur yang benar, yaitu Fii Sabilillah.
Jihad harus mampu menjadi motivasi, atau pemacu untuk berbuat kebaikan untuk
mencari ridha Allah swt.102

Diperlukan generasi yang siap sedia untuk membela agama-Nya. Itulah


inti kewajiban dari kelompok yang memperdalam faham agama, yaitu agar
dengan pengetahuan mereka tentang agama lebih dalam, mereka dapat
memberikan peringatan dan ancaman bagi kaum mereka sendiri apabila mereka
kembali pulang dari berperang.103

1. Jihadbertujuan untuk Mengegakkan Kalimat Kebenaran, Keadilan


dan Kebaikan.

Jihad dan amar makruf nahi munkar adalah satu taktik otentik Ilahiah
untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.Amr ma‟ruf merupakan bentuk
kesetiakawanan social untuk menerapkan kebenaran dan kebaikan dalam
kehidupan manusia dan memperasatukan seluruh potensi untuk menegakkan
bangunan social atas landasan yang kokoh.104
Jalan Allah fii sabilillah adalah kebenaran, keadilan dan kebaikan.Ia
terlefleksi dalam pelaksanaan seluruh perintah Allah, menjauhi seluruh larangan-
Nya, perdamaian dan jaminan keamanan bagi kemanusiaan secara keseluruhan,
bila ia mengetahui Tuhannya, beriman kepada-Nya serta secara suka rela memilih
al-haq dan menjauhi kebatilan.105
Jalan Allah memiliki makna yang lebih luas.Jalan dakwah mengaruskan
terbebasnya jihad dari motif-motif pribadi, keinginan hawa nafsu seseorang,
jamaah atau pemerintah dan dari ambisi jabatan, kekuasaan, pengaruh, atau

102
Jalaluddin, Islam Terorisme No, (Jakarta : PT Moyo Segoro Agung, 2006), h.189
103
Hamka, op, cit., h.191
104
Tafsir Al-Qur‟an Tematik, op, cit., h.13
105
Ali Abdul Halim Mahmud, Rukun Jihad Kajian Tuntas Tentang Konsep Mempertahankan
Eksistensi Umat, (Jakarta : Al-I‟tishom Cahaya Umat 2001) hal 90
55

manfaat dunia lainnya merampas hak-hak orang tidak bersalah serta menguasai
negara dan harta mereka.
Tujuan pertama perang dalam Islam adalah mengangkal tindakan semena-
mena dengan kekuatan, baik tindakan tersebut ditujukan pada agama ataupun
negara. Tindakan semena-mena terhadap agama misalnya gangguan yang
ditujukan kepada kaum muslimin yang terkait dengan agama, kaum muslimin
ditindas karena keyakinan yang mereka peluk, dakwah Islam dihadang dan
dilarang, para dai Islam disiksa bahkan sampai dibunuh.Tanggung jawab membela
negri Islam terletak di pundak seluruh ummat.106
Perang dikatakan fii sabilillah, apabila berkaitan dengan membela agama
Islam, menegakkan kalimat-Nya, serta membela kejayaan Islam.Disinilah letak
perebedaannya.Jika perang itu kosong dari pembelaan agama ataupun menegakan
kalimat-Nya, maka perang itu hanya sekedar perang duniawi atau perang adat,
sebagaimana dilakukan kebanyakan umat manusia di dunia sekarang ini.Perang
demikian tidak layak mendapatkan posisi di sisi Allah swt, tidak ada tempatnya
baginya dalam Islam, dan juga tidak diajarkan oleh Rasul-Nya.
Yang membedakan antara muslim dan non muslim dalam jihad adalah
tujuannya. Bahwa kaum muslimin itu berjihad semata-mata karena Allah
swt.Tujuan inilah yang menyebabkan sucinya jihad dan perang bagi mereka, dan
menjadikannya ibadah.107
Islam bukan hanya sekedar kumpulan akidah teologi dan sejumlah ritual
dan syi‟ar. Tetapi sebenarnya Islam merupakan tatanan menyeluruh dan umum, ia
menginginkan penghapusan seluruh tatanan batil, yang ada di dunia, memutuskan
permusuhannya, dan mengganti tatanan dan metode yang seimbang, yang dilihat
lebih baik bagi manusia dari pada tatanan yang lain. Pada tatanan ini akan
ditemukan keselamatan dari kejahatan, kebahagiaan dan keberuntungan di dunia
dan akhirat secara bersamaan.108

106
Qardhawi, op, cit., h.405
107
Yusuf Qardhawi dkk, Berjuang di Jalan Allah, ( Jakarta : Gema Insani Press, 1990) cetakan
ke-3 h.16
108
Abu a‟la Al-maududi, Jihad Bukan Konfrontasi, ( Jakarta : Cendikia Sentra Muslim, 2001)
h.50
56

Jihad bertujuan untuk menjadi jalan perbaikan dan perubahan, serta


pembangunan bagi semua lapisan manusia, tidak dikhususkan hanya untuk satu
umat atau golongan. Dakwah Islam mengajak anak Adam pada kalimat yang
sama, bahkan ia menghormati golongan yang teraniaya oleh orang yang
melanggar hukum Allah di bumi-Nya, menghormati raja dan pemerintah.
Kebenaran tidak akan mengganggu seseorang, tetapi kebenaran itu akan
mengganggu dosa dan kerusakan serta kekejian, dan bahwa kebenaran akan
menyelamatkan seseorang yang telah melampau batasan yang telah ditentukan.109
Allah swt berfirman :






“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.” (Q.S Al-Imran : 110)

2. Hakikat Jihad adalah Perdamaian


Dari sisi etimologi, Islam dan salam(damai) bersumber dari akar kata yang
sama, yaitu berasal dari huruf sin, lam dan mim. Allah swt berfirman,





Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu.(Q.S al-Baqarah : 208)
109
Abu a‟la Al-maududi, loc, cit., h.52
57

Kata silm dalam ayat ini ditafsirkan sama seperti yang ditunjukkan secara
tekstual. Ayat ini merupakan seruan bagi kaum mukmin agar masuk dalam
keamaian secara keseluruhan. Kata ini juga ditafsirkan sebagai Islam, maksudnya
masuklah ke bagian-bagian Islam secara keseluruhan baik akidah, ibadah,
muamalat, akhlak dan syariat, dengan demikian kalian masuk dalam kedamaian
yang sebenarnya. Kata silm menurut akar kata ini, bisa digunakan untuk dua
makna secara bersamaan.Pertama, berdamai dan tidak perang.Kedua, tunduk
kepada Allah, kepada agama dan syari‟atNya.Kedua makna tersebut diriwayatkan
dari salaf dan kata ini mencakup keseluruhan maknanya.110
Damai yang menjadi makna Islam belakangan tercoreng dengan adanya
fenomena terorisme yang mengatas namakan Islam dan jihad.Terorisme adalah
satu bentuk kerusuhan yang dilancarkan oleh individu, kelompok ataupun negara
tertentu untuk menganiaya manusia.Strategi teknis yang dirancang meliputi
ancaman dan penganiayaan illegal dan segala bentuk aksi kekerasan ataupun
ancaman kekerasan yang dilancarkan untuk kejahatan. Tujuannya adalah untuk
menciptakan nuansa penuh kecaman dan rasa takut akan ancaman bahaya.
Berbagai kelompok jihad atau yang biasa dikenal sebagai kelompok
radikal ada beberapa yang menyatakan perang terhadap berbagai pemerintahan
yang sedang berkuasa dan lebih memilih jalan konfrontasi bersenjata. Bagi
mereka tidak cukup dengan menyampaikan dan menjelaskan, atau menempuh
jalur pendidikan dan pengarahan, atau cara-cara perubahan damai melalui
perjuangan rakyat di kampus-kampus dan masjid-masjid atau perjuangan politik
melalui pemilihan umum dan masuk ke lingkaran parlemen untuk menghentikan
berbagai penetapan undang-undang yang bertentangan dengan Islam, atau untuk
kebebasan bangsa dan berbagai kepentinganya111.
Ketika berbagai kelompok ini tidak memiliki kekuatan yang sepadan,
maka ditempuhlah jalur konfrontasi yang sesuai dengan potensinya.Diantaranya
adalah pembunuhan para pejabat dan tokoh-tokoh penting serta menghancurkan
bangunan-bangunan pemerintah. Ironisnya ketika dua cara ini diambil,

110
Qardhawi, op, cit., h. 262
111
Qardhawi, op, cit., h.804
58

kebanyakan yang menjai korban adalah masyarakat sipil yang tak berdosa yang
terdiri dari anak-anak, kaum wanita dan orang-orang tua. Apalagi cara ini sering
sekali tidak mengenai sasaran yang dimaksud, padahal korban sipil sudah banyak
berjatuhan.112
Pembunuhan terhadap orang yang tidak ikut terlibat dalam perang antara
kaum muslim dan kafir adalah tidak boleh. Maka bagaimana bisa membunuh
orang-orang muslim dalam kondisi damai bukan dalam perang? Dalam hadist
disebutkan “Hilangnya dunia lebih ringan di sisi Allah dari pada terbunuhnya
seorang muslim tanpa dasar kebenaran” (HR Tirmidzi)113
Pada ayat 190-193 surat al-Baqarah sudah jelas dikatakan bahwa
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu (Al-Baqarah 190),
dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga)
ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari
memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-
orang yang zalim.(al-Baqarah 193).Izin perang untuk kaum muslimin itu
menjelaskan bahwa Allah SWT, memberikan pembelaan kepada kaum yang
beriman di tempat manapun dan di masa manapun dan bahwa Allah memberikan
izin kepada mereka untuk berperang karena mereka dizalimi serta diusir dari
kampung halaman mereka tanpa alasan yang hak.114Merupakan konsep yang
sangat jelas yang telah diberitakan oleh Allah SWT.
Jihad tidakllah identik dengan perang dan pertumpahan darah. Namun
begitu, seseorang apabila telah yakin dengan pekerjaannya maka ia akan
melakukan pekerjaan tersebut dengan bersungguh-sungguh. Seorang petani akan
selalu serius dalam mengurusi percocokan tanaman. Begitu pula halnya dengan
seorang pelajar, pada saat mendapatkan nilai tertinggi, tentu ia akan lebih serius.
Untuk itu focus dalam berjihad, yang merupakan kewajiban bermoral, akan
membimbing kepada peradaban, peradaban bukanlah bentukan dari negara,
namun peradaban adalah bentuk dari rakyat itu sendiri. Untuk itu rakyat tidak

112
Qardhawi, op, cit., h.804
113
Qardhawi, op, cit., h.803
114
Ali Abdul Halim Mahmud, Rukun Jihad , Kajian Tuntas Tentang Konsep Mempertahankan
Eksistensi Umat, (Jakarta : Al-I‟tishom Cahaya Umat 2001) hal 73
59

akan dapat membangun peradaban, jika mereka tidak mampu bersikap secara
beradab115.

Allah swt memberi pembelaan kepada orang-orang yang beriman saat


mereka memerangi musuh Allah yang memerangi mereka.Allah tidak
membiarkan mereka hanya bertumpu pada kekuatan dan persiapan mereka
saja.Tetapi Allah mendukung memberikan bantuan dan menolong mereka atas
musuh musuhnya. Sebab sunnah Allah swt, menetapkan bahwa Ia akan menolong
orang-orang yang beriman dan memenangkan haqatas yang batil.

Allah swt telah mensyariatkan, agar kaum mukminin melawan orang-


orang yang berlaku zalim dan tidak ridha terhadap kezaliman yang menimpa
mereka.Yang demikian itu, karena Allah telah menetapkan bahwa kemuliaan itu
hanya bagi-Nya, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang yang beriman. Oleh karena
itu seorang muslim tidak sepatutnya menerima kezhaliman, kehinaan, kerendahan
dari musuhnya, siapa pun musuh itu dan betapapun kekuatannya, kekuasaanya,
kelengkapan perbekalanya serta banyaknya prajurit yang mendukungnya. Sebab
kaum muslimin dengan keimanan mereka, amal shalih mereka, kebersamaan
Allah dengan mereka dan janji kemenangan yang diberikan oleh Allah untuk
mereka adalah lebih kuat dari musuh apa pun.116

Dewasa ini, fitnah yang banyak berkembang di antara umat Islam adalah
kesalahan dalam memberikan takwil dari sejumlah ayat tertentu.Kejahatan ini
disengaja agar dapat menjadi sarana pendukung bagi kepentingan politik yang
mengarah kepada pencapaian materi keduniaan.Kejahatan ini melahirkan distorsi
pemikiran Islam.Akhirnya , komunitas sosial Islam akan terpecah belah. Allah
SWT telah memperingatkan bahwa fitnah adalah musuh bagi seluruh keturunan
nabi Adam As, mulai dari masa kekhalifahan sampai hari kiamat.117

115
Ali Syua‟aibi, Meluruskan Radikalisme Islam, (Ciputat : Pustaka Azhary 2004) cet ke-1
hal 276
116
Ali Abdul Halim Mahmud, op, cit., h.75
117
Mishbah Yazdi, op, cit., h.130
60

Masyarakat muslim ditegakkan pada suatu pemisahan yang tegas antara


kaum mukminin dan kaum kafirin. Sebab kekufuran dan kaum kafirin merupakan
ancaman bagi keimanan kaum mukminin.Kaum kafir selalu tidak menjaga
perjanjian dan tanggungan terhadap kaum mukminin, oleh karena itu kaum
muslimin tidak boleh menjadikan mereka sebagai penolong atau teman, kecuali
mereka memeluk keimanan dan masuk Islam.
Siapapun dan agama manapun tidak akan menerima kezhaliman,
penghinaan terhadap kepercayaannya, tetapi yang perlu diketahui bahwa Islam
memilih perdamaian bagi orang-orang yang menginginkan perdamaian. Oleh
karena itu, bila ada segolongan kafir yang bergabung pada kelompok lain yang
mempunyai perjanjian damai dengan kaum muslimin, maka mereka mempunyai
hukum yang sama dengan kelompok lain tersebut, yaitu mereka tidak diperangi.118
Islam cinta perdamaian, mendorong dan menyerukan untuk berdamai,
serta menilai kedamaian sebagai tujuan mengakar bagi dakwah Islam seperti
terlihat dalam ajaran, hukum, dan etika Islam.Islam tidak menyukai perang dan
mendorong agar menghindari sebisa mungkin.Jikapun terjadi, Islam berusaha
untuk mempersempit lingkup perang, memperkecil kerugian, dan memperingan
efek jika memang ada jalan untuk itu.119 Islam senantiasa mengajak untuk
menciptakan suatu tata kehidupan yang damai dengan umat dan negara lain
selama mereka menghormati kaum Muslim, dari sini kita dapat melihat betapa Al-
Qur‟an sangan menganjurkan umat Islam untuk berinteraksi dengan umat lain atas
dasar keadilan, objektivitas, dan kebaikan.120
Masayarakat muslim tidak mengharap perang dan tidak mendorong ke
sana secara esensi, orang muslim justru mengharap kedamaian dan keselamatan.
Namun ketika perang diwajibkan di jalan Allah, ia merasuk ke sana dengan
kekuatan dan kesabaran, yakin akan mendapatkan satu dari dua kebaikan yang
dinantikan, menang atau mati syahid.121

118
Ali Abdul Halim Mahmud, op, cit h.79
119
Qardhawi, op, cit., h.261
120
Mahmoud Hamdi Zaqzouq, Islam Dihujat Islam Menjawab, (Ciputat : Lentera Hati, 2008),
h. 69
121
Qardhawi, op, cit., h.263
61

Meski seperti itu, Al-Qur‟an memerintahkan kaum muslimin untuk lebih


menngedepankan seruan damai meski setelah perang. Allah swt berfirman:

              

          

 

“dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi
Maha mengetahui. 62.dan jika mereka bermaksud menipumu, Maka
Sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang
memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan Para mukmin.”(Q.S al-
Anfal : 61-62)

3. Jihad (perang) memiliki Aturan dan Batasan.


Islam “membenarkan” melakukan jihad dalam bentuk mengangkat senjata,
namun ada kriteria yang harus dipenuhi dan ada batasan-batasannya, selain itu
berperang di jalan Allah pada dasarnya sinonim dengan berperang untuk
keadilan.Amerika dan sekutunya memang kerap menzalimi umat Islam, dan Islam
membolehkan melakukan perang untuk melawan kezaliman tersebut.Kendati
demikian, Islam menganjurkan diplomasi sebagai salah satu jalan untuk
menyelesaikan konflik daripada dengan agresi militer.Salah satu yang perlu
digaris bawahi Islam memuliakan umatnya yang mau memberi maaf kepada orang
atau kaum yang telah menyakitinya.Islam adalah agama yang cinta damai, agama
anti-kekerasan. Kekerasan apabila dibalas dengan kekerasan hanya akan
menimbulkan kekerasan baru.122

Jihad dalam Islam terbatasi dengan kata fii sabilillah ( di jalan Allah), dan
batasan ini tidak akan pernah terpisah dari jihad. Karena itu bila ikatan ini dilepas,

122
Erlangga Husada dkk, Kajian Islam Kontemporer. ( Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007), h.
33-34
62

lalu kehormatan, kemuliaan, dan kemanusiaan manusia dipermainkan, maka ia


bukan jihad fii sabilillah.
Dalam surat Al-baqarah ayat 190 jelas dikatakan “ sesungguhnya Allah
tidak menyukai yang melampaui batas…”. Menurut paham penulis, dalam
penafsiran ayat tersebut, yang dikatakan melampau batas adalah membunuh
wanita, anak kecil dan orang tua yang tidak berdaya.
Menurut Ibnu Katsir, termasuk ke dalam perbuatan melampaui batas ialah
melakukan berbagai larangan seperti penyiksaan, tipuan, membunuh anak-anak,
wanita, dan para lanjut usia yang dipandang tidak mempu menyerang, pendeta,
para penghuni rumah ibadah, membakar pepohonan, dan membunuh binatang
tanpa ada kepentingan. Rasulullah saw bersabda:

”Berperanglah kamu di jalan Allah, Perangilah orang kafir kepada Allah.


Berperanglah namun jangan mengambil berlebih-lebihan, jangan menipu, jangan
membunuh dengan sadis, membunuh anak-anak dan membunuh para penghuni
rumah ibadah (biara dan gereja)” (H.R Muslim)
Karena tujuan jihad adalah tujuan yang paling mulia, maka sarananya pun
menduduki posisi paling utama dari sekian banyak sarana.Sesungguhnya Allah
mengharamkan melampaui batas, Allah swt juga memerintahkan berlaku adil
walaupun terhadap musuh.
Muslim dikala berperang, tidak melampaui batas, tidak berbuat dosa, tidak
menyiksa, tidak mencuri, tidak mengambil harta-harta, tidak merusak kehormatan,
dan tidak melakukan penganiayaan.Mereka adalah orang-orang terbaik dalam
perang, sebagaimana mereka juga orang-orang yang paling utama dalam keadaan
damai.123
Pemahaman yang sama juga disampaikan oleh Hasan Al-bana dimana
batasan dalam perang adalah larangan membunuh wanita, anak-anak, dan orang

123
al-Maududi dkk, op, cit., h.110
63

tua, larangan menekan orang yang terluka, melukai pengungsi dan larangan
membunuh orang yang tidak ikut berperang.
Etimologi Islam merefleksikan keselamatan dan kedamaian bagi
pemeluknya, mengganggu seorang muslim dalam menjalankan formalitas
peribadatannya adalah hal yang tidak bisa dibenarkan, sosok muslim adalah
seorang yang mampu meninggalkan segala bentuk larangan Allah. Rasulullah saw
menyematkan kepada seorang muslim yang bisa menahan diri untuk tidak
melakukan tindakan yang dapat mengganggu kemaslahatan saudaranya sesama
muslim sebagai sosok muslim unggulan.
Kebesaran Islam tercermin dalam setiap perbuatan memberikan bantuan
kepada orang lain, dimulai dari mengucapkan salam sampai berlaku kasih kepada
setiap orang, tak terkecuali orang asing sekalipun.
Apabila ajaran Islam mampu mengakomodir semua kepentingan, baik
yang datang dari kebutuhan spiritual ataupun kebutuhan materil. Kebutuhan
materil dikedepankan agar seorang muslim dapat menjalankan kehidupannya
dengan baik. Islam menganugrahkan hak-hak tertentu bagi setiap muslim yang
tidak berlaku dan bicara semena-mena terhadap muslim lainnya. Islam menyadari
bahwa tingkat spiritual tertinggi tidak akan dapat dicapai selagi kebutuhan
jasmani tidak terpenuhi. Akan tetapi, kesegaran spiritual tertinggi dari seorang
muslim akan dapat dicapai bagi mereka yang mampu memporsikan kebutuhan
duniawinya secara adil. Untuk itu, sudah merupakan hak seorang muslim untuk
menjauhi segala macam perilaku yang bersifat keduniaan, untuk kemudian
mengarahkan kiblat kehidupannya hanya kepada Allah swt semata.
Fii sabiilillah adalah syarat mutlak yang ada pada jihad Islam. Dengan
demikian, jihad fii sabiilillah bermakna perjuangan dan pengorbanan sungguh-
sungguh yang berorientasi hanya untuk mendapatkan kerihdaan Allah, tanpa
diikuti keinginan nafsu belaka atau mendapatkan materi keduniaan. 124
Tujuan jihad dalam Islam agar kalimat Allah jaya.Kalimat Allah swt
adalah kebeneran, kebaikan dan keadilan.Media yang digunakan dalam perang

124
Hilmy Bakar Almascaty, Panduan Jihad Untuk Aktivis Gerakan Islam, ( Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), h. 34
64

harus mengindahkan etika luhur. Islam tidak mengakui prinsip tujuan


menghalalkan segala cara. Islam menekankan tujuan dan cara yang bersih secara
bersamaan, karena Allah Maha Baik dan hanya menerima yang baik. Agama
Islam tidak mengakui dan merelakan kebenaran dicapai dengan cara batil atau
kebaikan dicapai dengan cara yang buruk.125

Islam mengajak membalas keburukan dengan kebaikan, ketika Nabi


Muhammad saw membebaskan kota Mekkah dari kaum musyrik Quraisy, beliau
memaafkan mereka. Pada saat yang bersejarah itu beliau tidak membalas
kejahatan mereka dengan kejahatan sejenis atau lebih, tetapi melepaskan mereka.
Maka dari itu tidak ada tempat dalam agama Islam untuk kekerasan, radikalisme,
fanatisme atau terorisme, serta berbagai bentuk kezhaliman yang merusak dan
menghancurkan kehidupan dan hak milik orang lain126

125
Qardhawi, op, cit., h.343
126
Mahmoud Hamdi Zaqzouq, Islam Dihujat Islam Menjawab, (Ciputat : Lentera Hati, 2008),
hal 74
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan dalam penulisan skripsi
ini adalah :

1. Konsep pendidikan jihad yang terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 190-
193 dan surat At-Taubah ayat 122 adalah
a. Tujuan jihad adalah untuk menegakkan kalimat kebenaran, keadilan dan
kebaikan
b. Hakikat jihad adalah perdamaian
c. Jihad (perang) memiliki batasan dan aturan
2. Jalan jihad adalah fii sabililah, yang tanpa itu nilai jihad akan berkurang, jihad
bertujuan untuk menjadi jalan perbaikan dan menegakkan keadilan, yang
mana semua itu tidak akan terwujud jika jihad yang dilakukan diatas namakan
nafsu, emosi atau dendam
3. Islam cinta perdamaian, tidak menyukai perang dan berusaha agar bisa
menghindar sebisa mungkin, Islam senantiasa mengajak untuk menciptakan
suatu tata kehidupan yang damai dengan umat dan negara lain.
4. Segala hal yang kita lakukan pasti memiliki aturan dan batasan, yang mana
jika batasan itu dilangar akan menimbulkan kerugian, begitu pula dengan
jihad. Jihad dalam arti perang memiliki aturan dan batasan yang tidak boleh
dilanggar, karna Allah SWT tidak menyukai mereka yang melampaui batas.
5. Pengertian jihad bukan hanya perang dengan senjata saja, karena perang
menjadi wajib dengan sebab-sebabnya, tetapi lebih luas dari itu jihad adalah
mencurahkan segala kemampuan dengan sesungguhnya baik berupa harta,

65
66

ilmu, tenaga, pikiran, dan sebagainya yang didasari oleh keikhlasan demi
memuliakan agama Allah SWT dan memperoleh Ridha-Nya
6. Untuk melaksanakan jihad yang benar diperlukan pengetahuan yang luas dan
jelas, agar jihad yang dilakukan sesuai dengan aturan dan batasan yang telah
Allah SWT tentukan.

B. Saran

Dengan adanya skripsi ini, maka penulis menyampaikan saran-saran sebagai


berikut :

1. Para pendidik, ulama dan ahli hukum Islam hendaknya selalu memberikan
penjelasan dan pengertian kepada masyarakat khususnya dan umat muslim
pada umumya, bahwa “jihad” tidak selalu diartikan sebatas satu pengertian
saja seperti “perang”, namun memiliki arti yang luas yaitu segala kebikan
yang di ridhai oleh Allah SWT
2. Bagi para guru, dan guru PAI khusunya agar mengajarkan anak didik sejak
dini mengenai agama Islam yang baik, hendaknya memanfaatkan teknologi
agar anak didik dapat meningkatkan pengetahuan agama, dan untuk
meningkatkan intelektualis agar tidak mudah terpengaruh doktrin-doktrin
radikal yang marak terjadi belakangan ini.
3. Kepada semua lapisan masyarakat hendaknya mewaspadai gerakan-gerakan,
atau perkumpulan, yang mengarah kepada kekerasan ataupun gerakan radikal
yang mengatas namakan ajaran Islam, karena pada hakikatnya Islam adalah
agama yang mencintai perdamaian, dan sama sekali tidak mengajarkan
kekerasan untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Kepada seluruh umat Islam hendaknya apabila ingin memahami dan
mempelajari ayat-ayat mengenai jihad agar dipahami dan tidak menafisrkan
67

sendiri tanpa mengetahui tafsiran yang sesungguhnya, maka fahamilah ayat-


ayat tersebut dengan keilmuan dan jangan memahaminya hanya dari makna
lafadznya saja.
DAFTAR PUSTAKA

al Qurthubi. Syaikh Imam, Tafsir Al Qurthubi, Jakarta: PUSTAKA AZZAM,


2007.

al-Hafidz. Ahsin, Kamus Ilmu Al-Qur’an,(Jakarta: Sinar Grafika Offset,2006

al-Maragi. Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maragi, Semarang : PT Karya Toha Putra,


1992.

al-Maududi. Abu a’la. Jihad Bukan Konfrontasi Jakarta : Cendikia Sentra


Muslim, 2001.

al-Qardhawi. Yusuf, Ringkasan Fikih Jihad, (Kairo, Maktabah Wahbah, 2009)

ar-Rifa’I. Muhammad Nasib, Tafsir Ibnu Katsir, Depok:GEMA INSANI, 1989.

Bakar. Almascaty Hilmy, Panduan Jihad Untuk Aktivis Gerakan Islam, Jakarta:
Gema Insani Press, 2001.

Bisri. Adib, Kamus Al-Bisri, Surabaya: Pustaka Progresif, 1999.

Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad (Jakarta: Bulan Bintang, 1980.

Chirzin. Muhammad, Jihad di Dalam Al-Qur’an; Tela’ah Normatif, Historis, dan


Prospektif, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997.

Fath. Amir Faisho, The Unity of Al-Qur’an, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2010)

Hajar. al-Asqalany Ibnu, Fath al-bary Syarh Shahih Bukhary (Beirut : Daarul
Kutub al-‘amaliyah, 2003.

Halim, Mahmud Ali Abdul, Fiqh Reknsiliasi dan Reformasi Menurut Hasan Al-
bana; RUKUN JIHAD, Kajian Tuntas Tentang Konsep Mempertahankan
Eksistensi Umat penerj. Khozin Abu Faqih dkk, Jakarta: Al-I’tishom Cahaya
Umat, 2001.

Hamka, Tafsir Al-Azhar juz XI,(Jakarta: PT PUSTAKA PANJIMAS,1984)


http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=616
9&catid=59&Itemid=215 diakses pada 28 Januari 2014 pukul 16:00

Husada. Erlangga dkk, Kajian Islam Kontemporer. Jakarta : UIN Jakarta Press,
2007.

Imani. Faqih Allamah Kamal, Tafsir Nurul Qur’an, ( Jakarta : Al-Huda, 2003),

Jalaluddin, Islam Terorisme No. Jakarta : Moyo Segoro Agung, 2006.

Jarir. At-Thabari bin Abu Ja’far Muhammad, Tafsir At-Thabari. Terj. Abdul
Somad, Yusuf Hamdani dkk, Jakarta : Pustaka Azzam, 2008.

Mandhur M. Ibnu, Lisanun ‘Arab, Lebanon : Dar Sader Publisher, 1863.

Muhammad. Rusjdi Ali, Hak Asasi Manusia dalam Prespektif Syari’at Islam,
Banda Aceh : ar-raniry press 2004.

Q Shaleh, Asbabun Nuzul, Bandung: CV diponegoro, 2002.

Qadir. Djaelani Abdul. Jihad fi Sabilillah dan Tantangan-Tantangannya Jakarta:


Pedoman Ilmu Jaya, 1995.

Qardhawi. Yusuf dkk, Berjuang di Jalan Allah, Jakarta : Gema Insani Press,
1990.

Qardhawi. Yusuf, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Bana, Terjemahan.

Qazzar Al Jaasim. bin Syaikh Faisal, Meluruskan Pemahaman Tentang Damai


dan Jihad, Jakarta: Jami’ah Ihya At-Turots Al-Islami, 2011.

Rumadi, Renungan Santri; Dari Jihad Hingga Kritik Wacana Agama, Jakarta:
Erlangga, 2007.

Saefuddin. Buchori Didin, Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an,


Bogor:Granada Sarana Pustaka, 2005.

Shihab. M. Quraish, Lentera Al-Qur’an, Bandung : Mizan, 2008.

Shihab. M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Tangeran: Lentera Hati, 2007.

Shihab. M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an, Tafisr Maudhi’I atas Pelbagai


Persoalan Ummat, Bandung: Mizan,1996.

Siradj. Said Aqil, Islam Kebangsan; Fqih Demokrasik Kaum Santri Jakarta:
Fatma Press, 1999.
Suma. Muhammad Amin, Ulumul Qur’an, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013.

Syu’aibi Ali, Meluruskan Radikalisme Islam, Ciputat : Pustaka Azhary, 2004.

Tafsir Al-Qur’an Tematik,( Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang


dan Diklat Kementrian Agama RI : 2012)

Yazdi. Mishbah, Perlukah Jihad? Meluruskan Salah Paham tentang Jihad dan
Terorisme, Jakarta : Al-Huda, 2006.

Zaqzouq. Mahmoud Hamdi, Islam Dihujat Islam Menjawab, Ciputat : Lentera


Hati, 2008.

Anda mungkin juga menyukai