Anda di halaman 1dari 38

TUGAS KELOMPOK 2

SISTEM ADMINISTRASI NEGARA

NAMA KELOMPOK 2 :

1. Sri Ayu Wahyuti E1032201014

2. Julius Ebenezer Katuuk E1032201015

3. Muhammad Al-Fachri Tri Yuza E1032201016

4. Yani E1032201017

5. Destiani Utari Fitri E1032201018

6. Rahmad Rizaldi E1032201019

7. Yupita E1032201020

8. Nadia Gresti Muti E1032201021

9. Kritianti Dilla Putri E1032201022

10. Mutiara Cindy Wulandari E1032201023

11. Waldi E1032201024

12. Fredik Derry Gianito E1032201025

13. Putri Ramadhani E103220102


IMPLEMENTASI SISTEM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA DAN
PERANAN LEMBAGA NEGARA DALAM MEMBANGUN NKRI

PENDAHULUAN

1.1 Pengantar

Sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang Undang Dasar tahun


1945, salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Guna mewujudkan tujuan tersebut diperlukan suatu sistem administrasi
negara yang mumpuni. Dalam membahas masalah administrasi negara sebagai
salah bagian dari permasalahan negara dan bangsa, kita wajib untuk berfikir cerdas
dalam melihat permasalahan serta menganalisis sumber-sumber permasalahan
yang bermuara pada konsepsi kenegaraan, dimensi pelaksanaan serta yang
melaksanakan.Kesalahan kita dalam menganalisis permasalahan dapat
menyebabkan timbulnya masalah-masalah baru.

Dalam upaya untuk membangun sistem administrasi negara dalam


mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara, maka yang wajib dijadikan pedoman
adalah suatu pandangan bahwa sistem administrasi negara merupakan subsistem
dari Sistem Nasional berbangsa dan bernegara yang berdasarkan kepada Pancasila
dan Undang Undang Dasar 1945. Bila dua hal tersebut diabaikan, tidak akan
tercipta konsepsi nasional yang ajeg sesuai dengan ciri khas Bangsa Indonesia.

Seiring dengan berjalannya waktu sistem administrasi negara kesatuan


Republik Indonesia serta peranan Lembaga Negara mulai berubah. Hal ini terlihat
pada gerakan reformasi di segala bidang yang bermuara pada bulan Mei 1998,
yang kemudian disebut juga Transisi Menuju Demokrasi. Hal ini merubah tata
kehidupan politik, kepemerintahan dan kenegaraan di Indonesia. Inti dari proses
transisi ini adalah perubahan mandat kedaulatan yang dahulu sepenuhnya dipegang
oleh pemerintah (elite politik), bergeser ke habitatnya yaitu rakyat. Salah satu latar
belakang dari transisi Indonesia ini adalah gagalnya sistem tata negara dan
administrasi konstitusi dalam memenuhi demokrasi termasuk kemampuan dalam
mewadahi pluralisme dan mengelola konflik yang ada.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sentralisme yang terjadi pada sistem tatanegara
dan administrasi kita pada jaman orde baru telah membawa implikasi munculnya
ketidakpuasan yang berlarut-larut dan konflik yang mengakar. Kondisi ini
disinyalir sebagai salah satu pemicu timbulnya reformasi di Indonesia. Reformasi
yang digulirkan tersebut telah membawa perubahan yang mendasar dalam sistem
tata negara dan perubahan penataan melalui tiga kekuasaan yaitu eksekutif,
yudikatif dan legislatif. Perubahan atau restrukturisasi di dalam sistem
ketatanegaraan tersebut dimaksudkan untuk menciptakan lembaga-lembaga negara
yang kuat, demokratis dan mandiri dalam menjalankan mekanisme check and
balance.

1.2 Latar Belakang Masalah

1.2.1 Historis

Harus diakui bahwa sejak kita memproklamasikan kemerdekaan bangsa dan


negara pada tanggal 17 Agustus 1945, sampai dengan hari ini kita belum pernah
mempunyai satu sistem administrasi negara yang merupakan subsistem dari
sistem Nasional penyelenggaraan negara. Kita memang mempunyai falsafah
bangsa dan dasar negara yang berisi konsepsi dasar berbangsa dan bernegara.

Namun yang menjadi permasalahan, kita belum pernah membangun secara


tuntas sistem nasional bagi penyelenggaraan Negara. Disadari atau tidak, kita
belum pernah mempunyai satu sistem administrasi negara yang mantap sebagai
subsistem dari sistem Nasional penyelenggaraan negara secara menyeluruh; yang
telah kita miliki sekarang adalah suatu sistem Administrasi negara yang berubah-
ubah sesuai kondisi perpolitikan yang menyertainya.

1.2.2 Kondisi yang dihadapi saat ini

Pelaksanaan administrasi negara dalam kenyataannya tergantung kepada pihak


yang berkuasa. Pada zaman revolusi, karena banyaknya yang dihadapi untuk
mempertahankan eksistensi negara baru, administrasi belum mendapatkan
perhatian yang memadai. Pada zaman Orde Baru, administrasi telah mendapatkan
perhatian yang lebih baik, namun masih dijadikan sebagai alat kepentingan pihak
yang berkuasa. Sedangkan pada jaman Reformasi ada keinginan dan kebutuhan
tentang administrasi negara yang baik, tetapi belum punya dasar berpijak yang
kuat dari sisi hukum. Hal ini karena konsepsinya masih sporadis dan sistemnya
masih belum terbentuk. Dari kurun waktu tersebut dapat dikemukakan bahwa
munculnya mispersepsi tentang administrasi negara terletak pada pemberian
nomenklaturnya secara sempit dalam batas ruang lingkup eksekutif, padahal
negara bukan lembaga eksekutif semata.

Tentu saja, suatu pemahaman yang salah, bila peran dan kedudukan
administrasi negara dianggap tidak penting. Namun kenyataanya tak jarang dipan-
dang sebagai penghambat. Akhirnya timbul keberanian untuk mengabaikan,
meninggalkan bahkan melanggar ketentuan-ketentuan administrasi, termasuk visi
misi orientasi administrasi tersebut untuk kepentingan rakyat. Masalah pelayanan
kepada publik nyaris berhenti pada slogan yang indah, seperti ”Abdi Negara”,
abdi Masyarakat”, tetapi semuanya hanya macan kertas. beberapa faktor
penyebabnya antara lain: tipisnya kesadaran terhadap tugas dan tanggung jawab,
rendahnya kualitas profesionalisme, masalah tuntutan sosial ekonomi sebagai
akibat sistem penggajian, dan seribu satu alasan lainnya. Sumber masalahnya
sebenarnya terletak pada belum adanya sistem administrasi yang mantap; yang
mendukung terselenggaranya efektivitas penyelenggaraan administrasi negara dan
administrasi pemerintahan secara keseluruhan.

Memasuki era globalisasi yang melahirkan berbagai tantangan sejalan dengan


menguatnya lingkungan strategis global, dan persaingan global antarnegara,
ditambah kemajuan teknologi informasi yang berpengaruh kepada cara kerja
manusia yang menuntut penyelesaian masalah-masalah secara cepat, efisien dan
pasti,pembangunan sistem administrasi negara sudah sangat mendesak dilakukan,
bila kita ingin tetap diperhitungkan sebagai bangsa dan negara yang merdeka dan
berdaulat dalam percaturan global. Sebagaimana diketahui, globalisasi sebagai isu
sentra dunia, di dalamnya terdapat tuntutan mewujudkan Good Governance.

Dalam kaitan tersebut,ada beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan dasar
ketika kita membicarakan masalah yang berkaitan dengan administrasi negara kita,
antara lain:

a.Sampai saat ini belum dimiliki konsepsi nasional yang matang dan mantap

tentang administrasi negara, yang ada justeru ruang lingkup dan


wawasannya yang terlalu sempit;

b.Sistem yang berlaku belum terbukti keberhasilannya, dan dirasakan masih


“eksekutif sentris” atau bahkan kadang-kadang didominasi oleh eksekutif,
bahkan sebagai clerical works saja dari presiden;
c.Persepsi dan citra terhadap administrasi negara tidak memadai bahkan
kadangkadang diremehkan; bahkan umumnya tidak konsisten dan sering
berubah

d.Sumber Daya Manusia

(SDM) kurang berkualitas dan masih memliki mental block ( Infeority


conflict. ).

TINJAUAN PUSTAKA

Bagian ini akan menguraikan sejumlah teori dan konsep yang relevan dengan
judul tulisan ini untuk menjelaskan,menggambarkan dan menganalisa
permasalahan yang diangkat.

2.1. Ilmu Administrasi

Ilmu Administrasi adalah cabang atau kesatuan atau disiplin ilmu sosial yang
secara khas mempelajari administrasi sebagai salah satu fenomenon masyarakat
modern. Jika kita berbicara tentang ilmu administrasi, maka kita juga akan
berbicara tentang administrasi itu sendiri. Administrasi adalah sesuatu yang
terdapat di dalam sesuatu organisasi modern dan dapat memberikan hayat kepada
organisasi tersebut, sehingga organisasi itu dapat tumbuh, berkembang dan
bergerak.

Semenjak zaman penjajahan Belanda masyarakat Indonesia yang terpelajar,


pada umumnya telah mengenal istilah Administrasi.Dalam perkembangannya saat
ini, masyarakat yang hanya dapat baca tulis pun, sering mendengar kata
administrasi apabila berurusan dengan suatu organisasi/instansi pemerintah. Ilmu
Administrasi mempunyai batasan yang sangat luas. Kita bahkan tidak menyadari
jika kita sendiri sedang melakukan kegiatan administrasi dalam kehidupan kita
sehari-hari. Oleh sebab batasan yang begitu luas, maka definisi Ilmu Administrasi
merupakan definisi pengantar saja dalam menjalani administrasi secara luas atau
werkdefinite. Ilmu Administrasi sendiri, merupakan cabang ilmu yang paling muda
dalam ilmu sosial, lahir dari akhir abad ke19 melalui karya Henri Fayol (1841-
1925), seorang sarjana Perancis yang pertama melihat adanya prinsip-prinsip
universal yang berlaku bagi administrasi.

2.2 Administrasi

2.2.1 Istilah Administrasi

Secara etimologis administrasi berasal dari kata dalam bahasa inggris


administration. Dalam Websters New World Dictionary (1951), Administration
merupakan bentuk ajektif dari kata Administer. Adapun kata administer menurut
kamus tersebut berasal dari kata latin ad-ministrare yang mempunyai makna to
serve atau melayani. Kemudian kata administer dalam bahasa Inggris diartikan
sebagai; to manage, to conduct, to direct. Dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia
oleh John M Echols dan Hasan Shadily (1992): 1) to manage artinya
mengurus,mengatur, melaksanakan, mengelola. (2) to conduct artinya memimpin,
mengadakan; 3) to direct artinya menunjukan, mengatur, menunjukan.

T h e L i a n g G i e mengatakan bahwa administrasi berasal dari bahasa Latin


administrare, suatu kata kerja yang berarti melayani, membantu, menunjang atau
memenuhi. Dari istilah itu terjadi kata benda administratio dan kata sifat
administrativus. Dari penjelasan tentang istilah tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kata administrasi tidaklah lahir pada abad moderen ini, melainkan sudah digunakan
pada zaman sebelum Masehi. Demikian pula, Silalahi mengatakan bahwa di zaman
Romawi, seorang administrator adalah seorang yang mendapat kepercayaan untuk
melaksanakan tugas dari seorang pemilik harta kekayaan untuk mengurus semua
kesatuan harta kekayaan berikut personil dalam satu organisasi. Kesatuan harta
kekayaan dan personil merupakan unit organisasi dan diurus serta diselenggarakan
sedemikian rupa, sehingga masing-masing merupakan suatu administratio atau unit
organisasi.penjelasan terbut mengisyaratkan administrator menunjukkan orang
yang memimpin dan administratio menunjukkan suatu satuan kerja yang
dipimpinnya.

2.3 Pengertian Sistem Administrasi Negara

Kesatuan Republik Indonesia Sistem Administrasi Negara Kesatuan


Republik Indonesia (SANKRI) adalah administrasi negara sebagai sistem yang
dipraktekkan untuk mendukung penyelenggaraan NKRI agar upaya Bangsa
Indonesia dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara dapat terlaksana
secara berdaya guna dan berhasil guna. Di samping berlandaskan idiil Pancasila
dan konstitusional UUD 1945, serta landasan operasional pengembangannya SPPN
beserta peraturan pelaksanaannya, SANKRI harus selaras juga dengan situasi dan
perkembangan lingkungan stratenjik,termasukperkembangan paradigma ilmu
administrasi negara.

2.3.1 Administrasi Negara

Pada awal kelahirannya sebagai suatu disiplin tersendiri, administrasi negara


hanya diartikan sebagai bekerjanya lembaga eksekutif (Pemerintah) saja. Dalam
konteks itu administrasi Negara hanya dipandang sebagai pelaksanaan dari
kebijakan-kebijakan negara/publik dalam rangka mewujudkan tujuan negara
yang dilaksanakan oleh lembaga eksekutif, khususnya birokrasi pemerintahan,
semata. Batasan ini didasarkan atas pemisahan antara politik dan administrasi
negara pada waktu itu.
Politik diartikan bersangkutan dengan penentuan kebijakan publik,
sedangkan administrasi negara hanya bersangkutan dengan pelaksanaan
kebijakan publik. Oleh karenanya, pada masa tersebut terbentuk pemahaman
bahwa proses administrasi negara dimulai setelah selesainya proses politik Dalam
perkembangannya sejak pertengahan abad X X ,sebagaimana diungkap pada Buku
I dan Buku II SANKRI Jilid I, administrasi negara diartikan secara meluas yang
mencakup "aktivitas seluruh lembaga negara, baik lembaga legislatif, eksekutif,
yudikatif, dan sebagainya". Pandangan ini dapat dipahami, berdasarkan dua alasan:

1. Dikotomi antara politik dan administrasi negara ternyata tidak terbukti


benar. Keterlibatan birokrasi sebagai penyelenggara pemerintahan ternyata
tidak hanya dalam pelaksanaan kebijakan negara/publik, tetapi juga dalam
proses pembuatan kebijakan tersebut;melibatkan seluruh lembaga negara
dalam pembuatan berbagai perundang-undangan sebagai format hukum
dari kebijakan negara/publik, dan melibatkan lembaga yudikatif, eksekutif
serta lembaga negara lainnya berkaitan dengan evaluasi implementasi
peraturan tersebut.
2. Pelaksanaan kebijakan Negara/public dengan sendirinya mencakup
pelaksanaan kebijakan Negara/public yang paling mendasar sebagaimana
dirumuskan dalam konstitusi .Pelaksanaan kebijakan tesebut melibatkan
seluruh lembaga Negara dalam pembuatan berbagai peraturan perundang-
undangan sebagai format hokum dari kebijakan Negara/public,melibatkan
lembaga yudikatif ,ekesekutif serta lembaga Negara lainya berkaitan
dengan evaluasi implementasi peraturan terbut.

Dengan demikian, cakupan makna administrasi negara, di satu sisi administrasi


negara bersangkutan dengan aktivitas lembaga eksekutif saja, dan sebagai sistem
disebut Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; di sisi lain mencakup
aktivitas seluruh lembaga negara dalam mencapai tujuan negara, dan sistem
disebut sistem Penyelenggaraan Negara.

2.3.2 Administrasi Publik sebagai Administrasi Negara

Dari telaahan berbagai referensi mengenai administrasi negara, dalam


perspektif yang terdapat pandangan dan pendapat bahwa kata public dalam
administrasi public administration tidak lagi difokuskan kepada Lembaga
Pemerintah, tetapi lebih kepada masyarakat yang dilayani. Walaupun demikian, hal
itu bukan berarti administrasi tentang masyarakat (administration of the public),
tetapi administrasi yang diselengarakan untuk masyarakat. Pergeseran makna itu
tidak menafikan peran manajemen pemerintahan, karena birokrasi pemerintahan
tetap memiliki kewenangan terbesar dalam penyelenggaraan negara.

Seiring dengan arus globalisasi, di awal dekade sembilan puluhan telah lahir
pendekatan, teori atau paradigma baru dalam administrasi negara.Banyak
cendikawan kontemporer dalam administrasi negara menggunakan istilah
governance sebagai istilah lain dari administrasi negara. Istilah governance dapat
dan telah digunakan dalam berbagai konteks, seperti good corporate governance,
international governance, local governance, serta public governance (sebagai
pengganti istilah public administration). Ada pula yang memberikan pengertian
governance sebagai proses kegiatan bersama-sama dalam memecahkan masalah
dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dalam " good governance", misalnya terkandung makna sharing/ partnership


pengelolaan negara antarsektor publik, yaitu Negara/Pemerintahan, swasta/dunia
usaha dan masyarakat. Governance yang baik ditandai dengan hubungan yang
sinergis dan konstruktif di antara ketiga pihak tersebut, yang oleh kalangan pakar
disebut sebagai pilar-pilar good governance. Dengan demikian, dalam governance,
terlibat segenap pelaku, yaitu keseluruhan pihak yang berkepentingan
(stakeholders), yang pada dasarnya terdiri atas Negara/Pemerintah, swasta/dunia
usaha dan masyarakat. Berdasarkan permasalahan dan tingkat pemerintahannya,
stakeholders masyarakat meliputi kalangan yang sangat luas dan beraneka ragam,
seperti organisasi politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), koperasi,
individu dan bahkan lembaga-lembaga internasional.

Dalam public governance peran sektor Negara/Pemerintah, bukan hanya


sebagai pemberi layanan barang dan jasa, melainkan lebih berperan sebagai
regulator dan fasilitator untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi
berkembangnya dunia usaha dan masyarakat. Oleh karena itu paradigma utama
dalam good governance adalah pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan hal itu, maka good governance bercirikan nilai-nilai sebagai


berikut:

a. Partisipasi

Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik


secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang
mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar
kebebasan berserikat, berbicara dan berpartisipasi secara konstruktif.

b. Aturan Hukum

Penegakan terhadap peraturan hukum harus dilaksanakan dengan adil dan


tidak diskriminatif, serta menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).

c. Transparansi
Transparansi yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi,
sehingga proses kegiatan lembaga dan informasinya dapat diterimal secara
langsung oleh pihak yang membutuhkan. Dalam hal ini informasi tersebut
harus dapat dipahami dan dimonitor.

d. Ketanggapan

Setiap lembaga dan proses kegiatannya harus melayani para pihak terkait
(stakeholders).

e. Orientasi kepada Konsensus Good governance menjadi perantara bagi


kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi
kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.

f. Kesetaraan Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan


mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau memelihara
kesejahteraannya.

g. Efektifitas dan Efisiensi Setiap proses dan lembaga menghasilkan produk

tertentu sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan


sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.

h. Akuntabilitas Para pengambil keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta


dan masyarakat bertanggung jawab kepada publik dan lembagalembaga
stakeholders. Akuntabilitas ini berbedabeda tergantung pada organisasi dan
sifat keputusan yang dibuat, apakah merupakan keputusan internal atau
eksternal.
i. Visi Stratejik Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good
governance dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang luas dan
jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan.

Kesembilan karakteristik di atas saling memperkuat dan tidak berdiri sendiri-


sendiri untuk menjamin kelancaran,keserasian dan tugas serta fungsi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Guna mencapai hal itu,
diperlukan langkah-langkah kebijakan yang terarah pada perubahan kelembagaan
dan sistem ketatalaksanaan; kualitas SDM Aparatur; serta sistem pengawasan dan
pemeriksaan yang efektif.

Berdasarkan uraian terdahulu, good governance pada dasarnya bersenyawa


dengan sistem administrasi negara. Oleh karena itu, upaya mewujudkan good
governance merupakan pula upaya penyempurnaan sistem administrasi negara
yang berlaku pada suatu negara secara keseluruhan. Berkaitan paradigm dalam
administrasi negara tersebut, dewasa mi istilah public administration diterjemahkan
juga sebagai admistrasi publik. Makna yang terkandung di dalamnya adalah
"administrasi publik mengurusi kepentingan (pelayanan) masyarakat, penduduk,
warga negara dan rakyatnya”. Dalam pelayanan tersebut, birokrasi pemerintahan
menerapkan berbagai disiplin yang merupakan awal keterlibatan Pemerintah. Atas
dasar itulah, administrasi publik diartikan sebagai “hubungan yang memerintah
dengan yang diperintah dan penempatannya secara proporsional".

Dari pemikiran di atas dapat dinyatakan bahwa administrasi publik dan


administrasi negara sebenarnya tidak berbeda, yang penting tetap menggunakan
paradigma dan prinsip-prinsip good governance.

2.4 Aparatur Negara


Administrasi negara sebagai konsep tidak terlepas dari konsep Aparatur
Negara. Dalam praktek pembangunan administrasi Negara berdasarkan RPJM
Nasional Tahun 2004-2009, upaya untuk menciptakan tata pemerintahan yang
bersih dan berwibawa sangat ditentukan oleh kinerja Aparatur Negara
Penyelenggara Negara yang berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme meliputi :

(a) Pejabat Negara pada lembaga Negara

(b) Menteri

(c) Gubernur;

(d) Hakim

(e)Pejabat Negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan


perundangundangan yang berlaku. Misalnya Kepala Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh, W a k i l G u b e r n u r ,Bupati/Walikota, Wakil Bupati/
Walikota; dan

(f)Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya deggan


penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan, yang berlaku. Termasuk dalam cakupan terakhir ini
adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya dalam melaksanakan
penyelenggaraan negara yang rawan terhadap praktek KKN, di antaranya
adalah: Direksi, Komisaris, dan Pejabat Struktural lainnya pada Badan Usaha
Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.
Dari batasan tersebut dapat diidentifikasi beberapa pengertian: Pertama,
Aparatur diartikan sebagai orang/pejabatnya yang memimpin suatu lembaga
sekaligus legismilatif lembaganya; kedua, Aparatur Negara terdiri atas Aparatur
Kenegaraan dan Aparatur Pemerintahan; ketiga, Aparatur Kenegaraan adalah
lembagalembaga negara berdasarkan UUD 1945; dan keempat,Aparatur
Pemerintahan adalah Aparatur Pemerintah, baik di Pusat maupun di Daerah
termasuk BUMN dan BUMD yang berfungsi selaku Aparatur perekonomian
Negara.Pernyataan ini dapat diartikan bahwa istilah Aparatur Pemerintah
mencakup: Pertama, Aparatur Pemerintahan yang sering disebut juga birokrasi
pemerintahan : Kementerian Negara, Lembaga Pemerintah Non-Departemen ( L
PND) dan intasnsi vertikalnya, Aparatur Pemerintahan Daerah, dan lainnya, yang
menjalankan fungsi pemerintahan (pelayanan dan pengaturan/pengayoman), tanpa
bermotif mencari keuntungan; kedua, Aparatur Perekonomian Negara, yaitu
BUMN dan BUMD, yang meski menjalankan fungsi bisnis di sektor publik,
namun tidak berorientasi semata-mata mencari keuntungan.

Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003, BUMN terdiri atas Perusahaan Perseroan


(Persero) dan Perusahaan Umum (Perum).Dalam Penjelasan Umum Undang-
Undang tersebut dinyatakan bahwa Persero bertujuan untuk memupuk keuntungan
dan sepenuhnya tunduk pada ketentuanketentuan UU No. l Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas. Sedangkan Perum dibentuk oleh Pemerintah untuk
melaksanakan usaha sebagai implementasi kewajiban Pemerintah guna
menyediakan barang dan jasa tertentu untuk memenuhi Kebutuhan masyarakat
(kemanfaatan umum).

Dalam pada itu, BUMD berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 5
Tahun 1990 telah diarahkan menjadi Perumda dan Perseroda, sebelum terbitnya
UndangUndang baru sebagai pengganti UU No.5 Tahun 1962 tentang perusahaan
daerah. Memperhatikan peran Persero dan Perum tersebut, maka hanya Perum dan
Perumda saja nampaknya yang merupakan Aparatur Pemerintah dalam arti
Aparatur Perekonomian Negara.Berdasarkan uraian di atas, Aparatur Negara
terdiri atas Aparatur Kenegaraan dan Aparatur Pemerintahan yang mencakup
Aparatur Pemerintah, baik di Pusat maupun Daerah, dan Aparatur Perekonomian
Negara, baik Perum maupun Perumda, yang semuanya merupakan unsur esensial
penyelenggaraan negara dalam kerangka SANKRI. Sistem Administrasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai Sistem Penyelenggaraan Negara dan Sistem
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara.

Dalam kehidupan bernegara berdasarkan UUD 1945 selama ini telah dikenal
adanya dua istilah yang berkaitan dengan administrasi negara sebagai sistem yang
dipraktekan. Kedua istilah itu adalah Sistem Penyelenggaraan Negata dan Sistem
PenyelenggaraanPemerintahan Negara.

a. Sistem Penyelenggaraan Negara

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999, dinyatakan bahwa. penyelenggaraan


Negara bertujuan untuk mencapai citacita perjuangan bangsa mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam UUD 1945,
sangat ditentukan oleh peran Penyelenggara Negara. Penyelenggaraan Negara
dimaksud adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif,
yudikatif atau fungsi kenegaraan lainnya, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas
pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Uraian di atas, jelas bahwa penyelenggaraan negara merupakan aktivitas dari


seluruh lembaga negara, baik eksekutif, legislatif, yudikatif maupun lembaga
negara lainnya, seperti halnya pengertian administrasi negara dalam arti luas
sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Dengan demikian dapat dikatakan Sistem

Penyelenggaraan Negara adalah SANKRI dalam arti luas. Dalam hal ini
SANKRI merupakan sistem penyelenggaraan kehidupan negara dan bangsa dalam
segala aspeknya, dengan mendayagunakan segala kemampuan seluruh Aparatur
Negara beserta rakyat dan dunia usaha/swasta memanfaatkan segenap sumber daya
yang tersedia secara nasional, demi tercapainya tujuan dan terlaksananya tugas
nasional/negara sebagaimana diamanatkan di dalam UUD 1945.

b. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara
UUD 1945 dinyatakan bahwa "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar". Dari ketentuan UUD 1945
tersebut, terkandung pengertian sebagai berikut:

1) Istilah kesatuan pemerintahan negara tidak lain adalah kekuasaan


pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, yang
hanya mengenai lembaga eksekuytif ;

2) Penyelenggaraan pemerintahan negara adalah penyelenggaraan


pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden selaku Kepala Pemerintahan
(Kepala lembaga eksekutif).

Oleh karena itu, sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan


SANKRI dalam arti sempit, sebagaimana pengertian tentang administrasi negara
yang telah diuraikan di muka.

Dalam konteks good governance, SANKRI sebagai sistem penyelenggaraan


pemerintahan negara adalah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan
(povoir executif, executive power) dengan mendayagunakan kemampuan
pemerintah dan segenap aparaturnya dari semua perangkat pemerintahan di
wilayah NKRI, serta dengan memanfaatkan pula segenap sumber daya yang
tersedia secara nasional ,demi tercapainya tujuan negara dan terwujudnya cita-cita
bangsa sebagaimana di maksud Pembukaan UUD 1945.

Wilayah NKRI dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah tersebut dibagi
atas Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.
Di samping itu, dalam kerangka Sistem Pemerintahan Nasional, di wilayah
Kabupaten/Kota dibentuk pula Desa atau yang disebut dengan nama lain. Desa
dimaksud merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarkat
stempat ,berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan NKRI. Termasuk dalam pengertian Desa ini
antara lain adalah: Nagari di Sumatera Barat, Gampong di Provinsi NAD;
Lembang di Sulawesi Selatan ; Kampung Kalimantan Selatan dan Papua; dan
Negeri di Maluku.Berdasarkan uraian tentang Sistem Penyelenggaraan Negara dan
Sistem Pemerintahan Negara di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan bagian intelegrasi sistem
epenyelenggaraan negara. Karena, sistem penyelenggaraan pemerintahan negara
merupakan bagian yang sangat dominan dalam operasionalisasi semua ketentuan-
ketentuan dalam UUD 1945, kecuali yang telah secara khusus dan jelas menjadi
kewenangan lembaga-lembaga negara di luar eksekutif.

2.5 Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Negara

Sesuai dengan paradigma baru dalam administrasi negara, yaitu good


governance, maka berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999, telah ditetapkan asas-asas
umum penyelenggaraan negara, yang harus menjadi acuan dalam penyelenggaraan
negara dan pemerintahan negara oleh Aparatur Negara. Asas-asas umum
penyelenggaraan negara tersebut adalah sebagai berikut:

1) Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang


mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara;

2) Asas Kepentingan Umum,yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan


umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

3) Asas Keterbukaan, yaitu penyelenggaraan negara dengan tetapi


memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
negara;

4) Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara


hak dan kewjiban Penyelenggara Negara;

5) Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang


berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;

6) Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap


kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Negara yang harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Dengan demikian asasasas umum penyelenggaraan negara harus menjadi


acuan dalam menyelenggarakan SANKRI,yang pada hakekatnya dapat disebut
juga sebagai asas penyelenggaraan SANKRI.
2.5.1 Asas-Asas Penyelenggaran Negara

Di samping memperhatikan asas-asas di atas, dalan menyelenggarakan


pemerintahan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintah Pusat menggunakan
asas desentralisasi tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan sedangkan dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah
digunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Adapun yang d i m a k s u d d e n
gan:

( 1 ) desentralisasi adalah penyerahan wewenangpemerintahan oleh Pemerintah


Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem NKRI;

(2) dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh


Pemerintah Pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu; dan

(3) tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah
dan/atau Desa, dari Pemerintah Provinsi kepada Kabupaten/Kota dan/atau
Desa, serta dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada desa untuk melaksanakan
tugas tertentu.

2.5.2 Unsur Pokok Sistem Administrasi Negara

Kesatuan Republik IndonesiaSANKRI sebagai sistem penyelenggaraan


negara dan/atau sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, sebagaimana halnya
suatu sistem terdiri dari subsistem-subsistematau unsur-unsurnya.Administrasi
negara sebagai sistem, pada pokoknya terdiri dari unsur nilai, struktur dan proses.
Perbedaan SANKRI sebagai sistem penyelenggaraan negara dan SANKRI sebagai
sistem penyelenggaraan pemerintahan negara adalah dalam hal unsur struktur dan
prosesnya, sedangkan unsur nilainya sama.

1. Unsur Nilai

Unsur nilai, dapat pula disebut sistem nilai, meliputi landasan atau dasar
negara yaitu Pancasila, cita-cita negara (nasional) dan tujuan negara (nasional),
kesemuanya telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yang tetap tidak
berubah walaupun UUD 1945 telah diadakan perubahan.

Berbagai unsur nilai dimaksud di antaranya adalah:

a. Pancasila sebagai landasan atau dasar mengandung lima prinsip: Ketuhanan


Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradap; Persatuan Indonesia;
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan; dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (alinea
keempat). Pancasila juga merupakan falsafah atau pandangan hidup yang
mempersatukan bangsa, dan memberi petunjuk dalam upaya mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin bagi masyarakat Indonesia yang
beraneka ragam;

b. Cita-cita negara (nasional),yaitu Negara Indonesiayang merdeka, bersatu,

berdaulat, adil dan makmur(alinea ketiga).Cita-cita negara/nasional ini disebut


juga sebagai visi ideal Indonesia;

c. Tujuan negara (nasional), yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan


seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (alinea
keempat). Jika cita-cita nasional merupakan visi ideal, maka tujuan
negara/nasional dapat juga disebut sebagai misi ideal.

2. Unsur Struktur

Unsur struktur merupakan satuan kelembagaan yang diperlukan dalam


kehidupan Negara Republik Indonesia yang demokratis dan konstitusional berupa
tatanan kelembagaan penyelenggaraan negara dan pemerintahan negara dalam
rangka mengemban misi dan mewujudkan visi bangsa, yang merefleksikan peran
dan posisi aturan hukum, kewajiban, kewenangan dan tanggung jawab masing-
masing.Sesuai dengan pengertian sistem penyelenggaraan negara dan sistem
penyelenggaraan pemerintahan Negara sebagaimana telah disebutkan terdahulu,
maka unsur atau subsistem tersebut adalah sebagai berikut:

a. Struktur penyelenggaraan negara, meliputi seluruh Aparatur Negara, baik


Aparatur Kenegaraan maupun aparatur Pemerintahan, beserta seluruh
organisasi politik, lembaga kemasyarakatan, dan dunia usaha, yang
berkembang sesuai dengan kehidupan dan kemajuan bangsa;

b. Struktur penyelenggaraan pemerintahan negara, mencakup Presiden beserta


keseluruhan Aparatur Pemerintahan, baik di tingkat Pusat maupun Daerah.

Dalam penyelenggaraan negara terdapat hubungan antara Aparatur Kenegaraan


di luar lembaga eksekutif, yang turut menjamin terlaksananya penyelenggaraan
pemerintahan negara sesuai dengan prinsipprinsip good governance. Mengacu
pada UUD 1945, Aparatur Kenegaraan dimaksud adalah:

a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang wewenang utamanya adalah


melaksanakan fungsi konstitutif;
b. Dewan Perwakilan Rakyat ( D P R ) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
dalam pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan;

c. Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam


pelaksanaan fungsi yudisial;

d. Badan Pemeriksa Keuangan (Bepeka) dalam pelaksanaan fungsi audit;

e. Bank Indonesia (BI) sebagai Bank Sentral selaku pemegang otoritas


moneter.

Selanjutnya di dalam tulisan ini, penulis akan memaparkan bahasan untuk


menjawab beberapa pertanyaan berikut ini:

1) Sejauh mana implementasi SANKRI oleh Lembaga Negara,

2)Sejauh mana Peran Lembaga Negara dalam membangun sistem negara


kesatuan,

3) Bagaimana dengan adanya implementasi SANKRI dapat meningkatkan


efektivitas dan efisiensi lembaga negara dalam membangun sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Peran Lembaga Negara

Untuk mengetahui apa dan bagaimana peran lembaga negara dalam


membangun sistem administrasi negara, perlu terlebih dahulu ditata tentang
pengertian lembaga negara itu sendiri, kedudukan, dan fungsinya dalam
penyelenggaraan negara. Baru kemudian kita dapat berbicara tentang peranannya.
Lembaga Negara adalah lembaga yang ditetapkan oleh konstitusi. Menurut DUD
1945 sebelum diamendemen, lembaga negara dibedakan antara Lembaga Tertinggi
Negara yaitu MPR, dan Lembaga Tinggi Negara seperti DPR, Presiden, BPK dan
DPA. Sejak terjadi amandemen, posisi dan wewenang MPR tidak lagi menjadi
lembaga tertinggi negara, tetapi lembaga tinggi negara, DPA dihapus, sebaliknyadi
lahirkan mahkamah Konstitusi (MK).

Seluruh lembaga negara tersebut melakukan tugas menyelenggarakan negara


berdasar atas bidang masingmasing, yaitu legislatif, eksekutif, yudikatif, serta
auditor. Fungsi advisory council dihapus oleh karena DPA oleh amandemen UUD
1945 ditiadakan. Sekarang memang ada Dewan Pertimbangan

Presiden, tetapi dewan tersebut tidak termasuk dalam pengertian lembaga


negara sebagaimana dimaksud oleh UUD 1945, sebab dibentuk berdasar Instruksi
Presiden (Inpres), bukan berdasar atas perintah konstitusi.

Seluruh kegiatan penyelenggaraan negara di semua bidang dan semua strata


digerakkan oleh suatu kerangka dan pola admiistrasi yang disebut administrasi
negara. Status , fungsi , tugas, kewenangan, cakupan, dan tujuan yang dilaksanakan
oleh masing-masing lembaga negara diatur secara jelas oleh konstitusi dalam bab-
bab dan pasal-pasal masing-masing, antara lain sebagai berikut: MPR dalam Bab
II, Kekuasaan Pemerintahan (Bab III), DPA (Bab IV), Kementerian Negara (Bab
V),Pemerintah Daerah (Bab VI), DPR (Bab VII), Keuangan (Bab VIII), Kekuasaan
Kehakiman (Bab IX), Warga Negara (Bab X), Agama (Bab XI), Pertahanan
Negara (Bab XII), Pendidikan (Bab XIII), Kesejahteraan Sosial (Bab XIV),
Bendera dan Bahasa (Bab XV), Perubahan UUD (Bab XVI), dan Aturan Peralihan
dalam satu pasal tambahan.

Masing-masing lembaga yang tersebut dalam masingmasing bab berisi apa


yang dimaksud lembaga negara, apa tugas dan kewajibannya, apa wewenang dan
secara keseluruhan mempunyai satu misi dan visi bersama yaitu mewujudkan
tujuan membentuk negara yang secara populer disebut Cita-cita Nasional. Ketika
konstitusi mengalami amandemen, lembaga negara tersebut juga mengalami
perubahan.

Berdasarkan pengertian di atas, maka tiap-tiap lembaga negara pada


hakekatnya adalah sebuah institusi yang menjadi piranti, sekaligus wadah
penyelenggaraan negara di bidang dan strata masingmasing, menuju satu tujuan
yaitu mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana tertuang pada Pembukaan UUD
1945.Walaupun terjadi amandemen, tetapi tujuan dan cita-cita nasional tidak
berubah, yang berubah hanya eksistensinya. Itulah pernanan lembaga negara dalam
penyelenggaraan negara.

Bagaimana dengan peran administrasi negara dalam konteks penyelenggaraan


negara? Secara obyektif harus diakui bahwa administrasi adalah sebuah kegiatan
yang bersifat teknis manajerial yang harus mengikuti syarat-syarat dasar
manajemen mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan (POAC). Tetapi oleh karena mengenai penyelenggaraan negara,
administrasi negara tidak dapat dikatakan sekadar clerical works saja, sebab di
samping besar dan luas cakupan, tugas dan tanggung jawab serta wewenang,
administrasi negara mempunyai peranan yang penting dalam menciptakan
kemajuan negara yang diukur dari pencapaian dan perwujudan tujuan berbangsa
dan bernegara.

Administrasi negara pada hakekatnya adalah sebuah kegiatan administratif


secara teknis manajerial dijalankan oleh seluruh penyelenggara negara di semua
bidang dan strata berdasar atas prinsipprinsip dasar bernegara yang berdasar pada
satu pola kerja administrasi kenegaraan yang merupakan suatu sistem berdasar atas
peran, fungsi, tugas, dan wewenang masingmasing,Kerangka dasar dalam
menyusun sistem administrasi negara di dalam NKRI adalah berdasarkan sistem
ketatanegaraan dari sistem penyelenggaraan negara sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 dan babbab yang mengatur bidang tugas masing-masing
penyelenggara negara yang dijalankan oleh tiaptiap lembaga negara.

Dalam konteks demikian, maka administrasi negara adalah seluruh kegiatan


teknis manajerial yang menggerakkan masing-masing lembaga negara di tiap-tiap
bidang dan strata yang berisi prinsip-prinsip administrasi penyelenggaraan negara
yang berada di dalam satu kerangka dan pola administrasi negara yang bersifat
teknis manajerial. Itulah yang disebut sistem administrasi negara. Kerangka dan
pola tersebut juga berisi prinsip-prinsip teknis dan tatacara penyelenggaraan
administrasi negara yang bersifat efisien, efektif dalam proses pembentukan good
governance.

Di dalam membangun good governance memang diperlukan partisipasi semua


pemangku kepentingan (stakeholder) yang disebut Pemerintah/Negara
swasta/dunia usaha dan masyarakat, tetapi tidak boleh ada pengaburan terhadap
peranan, fungsi, dan kedudukan masing-masing stakeholder, berdasar sistem
penyelenggaraan negara yang ditetapkan oleh UUD 1945. Yang perlu disadari
dalam penyelenggaran good governance adalah bahwa di antara ketiga pemangku
kepentingan tersebut merupakan suatu jejaring penyelenggaraan negara yang
sama-sama memiliki tujuan bersama yaitu terwujudnya tujuan berbangsa dan
bernegara atau yang populer disebut cita-cita Nasional. Dilihat dari sudut ini,
administrasi negara adalah supporting unit bagi tiap-tiap lembaga negara sebagai
penyelenggara negara di masing-masing bidang yang telah ditetapkan secara
konstitusional visi dan misinya.
Bukan hanya administrasi negara yang menentukan tujuan yang wajib dicapai
oleh masing-masing lembaga negara, tetapi sebaliknya lembaga negaralah yang
berdasar konstitusi mempunyai visi dan misi yang harus diwujudkan dengan
dukungan administrasi negara. Sekali lagi, administrasi negara adalah supporting
unit yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan negara yang diemban oleh
masing-masing lembaga negara dan semua pemangku kepentingan satu negara.

Berdasarkan uraian di atas, sampailah kita kepada jawaban terhadap Peranan


Lembaga Negara dalam Membangun sistem Administrasi Negara. Peran lembaga
negara adalah sebagai berikut:

a. Lembaga negara adalah wadah diamana administrasi dilaksanakan berdasar


prinsip-prinsip manajerial;

b. Lembaga negara adalah sumber hukum penyusunan sistem administrasi


negara secara keseluruhan dan pada tiap-tiap lembaga negara yang
berkaitan dengan status, tugas, wewenang, dan cara bekerjanya;

c. Lembaga negara adalah penentu jejaring yang harus dibangun oleh


administrasi negara dalam rangka menyusun sistem administrasi negara agar
tiap-tiap lembaga negara berjalan sesuai dengan dasar dan ruang lingkup tugas
dan wewenangnya, tidak terjadi tumpang tindih dan dominasi oleh satu
lembaga terhadap lembaga negara yang lain;

d. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan negara dalam rangka mewujudkan


good governance bukan ditentukan oleh adanya lembaga negara dan
peranannya, tetapi lebih ditentukan oleh penyelenggara administrasi negara
yang berada dalam satu sistem yang tepat dan dijalankan secara konsisten.
Efisiensi dan efektivitas tidak berada pada domain lembaga negara dan peranan
lembaga negara, tetapi di dalam domain clerical works dan teknis manajerial yang
dilaksanakan dan berdasar kerangka, pola dan sistem administrasi negara yang ada.
Artinya, berbicara tentang peranan lembaga negara dalam membangun sistem
administrasi negara, peranan lembaga negara adalah memberi dasar, arah, dan
tujuan terhadap upaya membangun administrasi negara.

4.2 Peran DPR sebagai

Lembaga Tinggi Negara Keberadaan Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) atau parlemen merupakan ciri negara yang


menganut asas demokrasi. Kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui wakil-wakilnya
di DPR, yang dipilih melalui pemilihan umum dari calon-calon yang diajukan
partai politik peserta pemilu. Prinsip ini dikenal sebagai sistem demokrasi
perwakilan atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy) sebagaimana
konsep J. J. Rouseau, "demokrasi dengan sistem perwakilan"

Keberadaan parlemen, juga merupakan ciri negara berdasar atas hukum


(Rechtstaat) (Miriam Budiardjo; 1978, h. 5564). Prinsip negara demokrasi tidak
dapat dipisahkan dari negara berdasar atas hukum (Rechtstaat). Hukum dan
demokrasi bagaikan dua sisi dari satu mata uang, keduanya tidak dapat dipisahkan,
hanya dapat dibedakan. Namun, ciri demokrasi suatu negara, tentu tidak terbatas
pada aspek struktur lembaga negara saja; yang lebih penting adalah, pada proses
dan kultur politik yang hidup dalam struktur lembaga negara.

Struktur bisa saja sama, tetapi proses dan kultur politik yang dianut belum
tentu demokratis atau malahan bisa saja otoriter. Namun dalam tataran
pelaksanaannya, hukum dan demokrasi itu tidak dapat dikelola dengan maksimal
dan efektif, tanpa sistem administrasi negara yang efektif dan efisien yang juga
sesuai jiwa asas kedaulatan rakyat Pelaksanaan kebijakan itu, harus dikelola oleh
Infrastruktur birokrasi negara yang sejalan dengan visi, misi, dan dinamika
tantangan berbangsa serta perubahan "politik-ketatanegaraan". Paradigma kata
"pemerintah" diubah menjadi "kepemerintahan", yang bermakna responsif,
transparan, akuntabel, bersifat melayani dan mengayomi, melibatkan partisipasi
public dan pengawasan publik dalam penyelenggaran kepemerintahan sebagai
bagian dari mekanisme kontrol sosial rakyat. Inilah pentingnya sistem administrasi
negara yang efisien dan efektif.

Sedangkan kata "parlemen" berasal dari bahasa Perancis, dari akar kata "parle"
yang artinya; "bicara" atau "dialog" (B.N. Marbun; 1995, h. 25). Jadi, parlemen itu
secara etimologis (asal kata), berarti: "tempat orang berdialog", dan secara
maknawi, parlemen merupakan wahana dan mekanisme politik untuk
mendialogkan kepentingan publik, untuk kemudian disepakati bersama antara DPR
dengan Presiden menjadi kebijakan publik. Dalam hal ini, bentuk dan produk
kebijakannya berbentuk UU.

Sejumlah warga negara yang dapat menjadi anggota parlemen, adalah mereka
yang dipilih rakyat yang berhak memilih (constituen) dalam sistem pemilihan
umum tertentu, apakah dalam kategori Single Member Contituency (Sistem
Distrik) ataukah Multy Member C o n s t i t u e n c y ( S i s t e m Proporsinal/
Berimbang) sesuai “rule of the game” yang disepakati. Di situlah kemudian, rakyat
dapat menyampaikan aspirasinya kepada para anggota parlemen dan kemudian
para anggota parlemen dengan berbagai pengetahuan, pengalaman, kearifan dan
kebijaksanaannya (Wisdom) membuat berbagai kebijakan publik dalam bentuk UU
bersama Presiden, membahas, menyusun dan menetapkan anggran belanja ada
pendapatan negara serta mengawasi pelaksanaan kerja pemerintah. Ukuran objektif
pengawasan DPR terhadap pemerintah, adalah UU dan kebijakan lainnya yang
telah disetujui bersama antara DPR dengan Pemerintah.

Parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat, merupakan sistem, mekanisme


dan wadah politik-kenegaraan dan politik-kepemerintahan untuk mewujudkan
berbagai “gagasan normatif“ yang berasal dari aspirasi publik; bahwa
pemerintahan itu harus dikelola atas dasar kehendak rakyat (will of the people).
Kapabilitas suatu pemerintahan tergantung pada kemampuannya
mentransformasikan berbagai kehendak rakyat sebagai kehendak tertinggi di atas
kehendak negara (will of the state) menjadi kebijakan publik.Untuk itulah,
diperlukan lembaga parlemen atau di DPR di berbagai tingkatan: tingkat nasional,
provinsi dan kabupaten/kota sebagai bagian dari totalitas sistem administrasi
negara.

Di mana pun proses delegitimasi sistem politik dan sistem administrasi negara;
adalah karena pendangkalan makna etika pemerintahan secara terus menerus
sehingga timbul krisis etika pemerintahan. Krisis etika inilah, secara akumulatif
dapat menimbulkan kemarahan rakyat menuju delegitimasi pemerintahan. Hal
tersebut pernah kita alami, dan merupakan pembelajaran amat berharga bagi kita
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam pembenahan sistem
administrasi negara ke depan. Amat disayangkan, hingga saat ini kita belum
memiliki UU yang memberikan sanksi hukum kepada setiap pejabat yang
melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang bersifat pelanggaran etik. Karena itu,
kita perlu segera mempercepat adanya UU Etika Pemerintahan dan pelaksanaan
reformasi sistem administrasi negara dan infrastruktur birokrasi.

Dalam konteks ini, sorotan perlu ditujukan kepada persoalan tentang makna
sebuah pertanggungjawaban atas dasar logika etis sebagai bagian dari penegakan
etika pemerintahan.Prinsip bahwa pertanggungjawaban sama dengan akuntabilitas
harus segera diubah .Pertanggungjawaban bukan sekadar akuntabilitas, namun juga
responsibilitas, yakni; daya tanggap atau kepekaan terhadap apa yang berkembang
dalam ruang publik (public sphere). Karena itu maknaa pertanggungjawaban,
bukan saja harus benar secara formalprosedural, namun yang lebih penting lagi,
harus benar secara materil dan diterima oleh logika etis.

Tradisi yang tidak baik, bahwa pertanggungjawaban itu bersifat kolektif adalah
sama artinya dengan tidak ada yang bertanggung jawab, harus diubah. Dalam
prinsip tata kepemerintahan yang baik, harus jelas apa yang menjadi konsepnya,
apa yang hendak dicapai, bagaimana konsepnya, apa risikonya, berapa cost-nya,
dan siapa yang harus dimintai pertanggungjawaban jika terjadi kegagalan. Inilah
pentingnya suatu UU Etika Pemerintahan dan reformasi birokrasi, bahwa masalah
etik adalah juga merupakan bagian dari makna fundamental sebuah
pertanggungjawaban.

4.2.1 Peran DPR dalam Penataan Sistem Administrasi Negara yang


Efektif dan Efisien

Kualitas demokrasi suatu negara, dapat dilihat dari parameter aktivitas DPR
dalam menyelenggarakan fungsifungsinya. Semakin baik pelaksanaan fungsi-
fungsinya,semakin baik pula kecenderungan demokrasi suatu negara. Sebaliknya,
apabila lemah dalam pelaksanaan fungsi-fungsinya, semakin rendah pula kualitas
demokrasi suatu negara. Hal ini, sekadar menunjukkan betapa pentingnya
kedudukan dan peranan DPR dalam tata kepemerintahan yang baik, sistem
ketatanegaraan dan sistem politik bangsa.

Beranjak dari pasal 20A, ayat 1, UUD NRI Tahun1945, DPR memiliki 3 (tiga)
fungsi, yaitu: pertama; merumuskan dan memperjuangkan kepentingan rakyat
dalam bentuk UU (fungsi Legislasi), kedua: merumuskan dan memperjuangkan
kepentingan rakyat dalam bentuk rencana anggaran negara untuk melaksanakan
UU (fungsi Anggaran) dan ketiga; mengawasi badan eksekutif dalam
melaksanakan kewenangannya (fungsi Kontrol). Sedangkan menurut Kusaoulas
(1979), selain ketiga fungsi tersebut, D P R mempunyai fungsi lainnya, yakni;
fungsi perwakilan (representative function) dan fungsi rekrutmen (recruitment or
electoral colleges function) serta fungsi pendidikan kewargaan (civic education).
Fungsi perwakilan, (Bambang Cipto; 1995, h. 10-30). kiranya cukup jelas sebagai
wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu yang demokratis dan Jurdil. Tentang
fungsi rekruitmen, dapat dilihat dari peran DPR terhadap hampir semua proses
seleksi pejabat publik, mulai dari Hakim Agung, Anggota BPK, KPU, Komnas
HAM , Duta besar R l , penerimaan Duta Besar dari negara asing, Kapolri,
Panglima TNI dan berbagai KomisiKomisi negara yang bersifat independen. Hal
ini merupakan bagian dari kegiatan pengawasan DPR dalam membentuk sistem
administrasi negara. Kegiatan pengawasan DPR itu, harus dimulai dari tahap awal
hingga berakhirnya masa jabatan atau dimulai dari tahap perencanaan, Evaluasi
dan pertanggungjawaban dalam makna luas.

Dengan Amandemen ke I SID IV DUD 1945, kedudukan, kewenangan dan


peranan DPR "secara konstitusional-juridis" menjadi kuat dan sederajat dengan
Presiden. Namun demikian, peranan DPR senantiasa mengalami masa pasang
surut, (Aisyah Aminy: 2004), yang dipengaruhi faktor eksternal maupun faktor
internal. Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi peranan DPR, antara lain;
konstitusi yang diterapkan, sistem kepartaian yang berlangsung, sistem pemilihan
umum, sosialisasi dan pendidikan anggota DPR dan peran lembaga kepresidenan
dalam sistem politik bangsa. Sedangkan beberapa faktor internal, antara lain;
Peraturan Tata Tertib DPR, keterbatasan SDM tenaga ahli, sarana dan prasarana
dalam lembaga DPR, latar belakang anggota DPR dan lain sebagainya.

Kedudukan DPR dalam pelaksanaan fungsi legislasi, dapat kita simak dari
jaminan konstitusional yang diberikan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Jika
kita lihat dalam konteks UUD 1945, maka terdapat perbedaan mendasar tentang
kedudukan dan peranan DPR dalam pelaksanaan fungsi legislasi, sebelum
diadakan Amandemen dan sesudah diadakan Amandemen UUD 1945, baik dari
sisi kedudukan lembaga legislatif maupun dari kedudukan lembaga eksekutif. Dari
sisi kedudukan lembaga legislatif, kedudukan DPR sebelum Amandemen UUD
1945 ditegaskan dalam pasal 20, dimana setiap UU menghendaki persetujuan DPR
dan jika suatu RUU tidak mendapat persetujuan DPR, maka RUU tadi tidak boleh
dimajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. Demikian juga, dalam pasal 21
UUD 1945 ditegaskan, bahwa anggota-anggota DPR berhak memajukan rancangan
UU.Sedangkan dari sisi kedudukan lembaga eksekutif sebelum Amandemen UUD
1945,ditegaskan dalam pasal 5 bahwa; Presiden memegang kekuasaan membentuk
UU dengan persetujuan DPR. Sesudah amandemen UUD 1945, maka dalam pasal
20 ayat (1) menyatakan bahwa; DPR me`megang kekuasaan membentuk UU,
sedangkan dalam pasal 5 UUD NRI 1945 (sesudah amandemen)menyatakan
bahwa: Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.

Pertanyaannya, apa yang dapat diberikan DPR dalam membentuk "sistem


administrasi negara yang efektif dan efisien" sebagai bagian dari konsolida
demokrasi dan upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat? Terdapat beberapa hal
yang dapat diberikan DPR:

Pertama; sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR antara lain; senantiasa


melakukan proses yang transparan dalam merekrut pengisian jabatanjabatan
publik, baik untuk mengisi jabatan-jabatan dalam komisi negara yang independen,
jabatan tertentu di eksekutif, jabatan di BUMN, BPK, Panglima TNI/Kapolri,
Hakim Agung dan Iain-lain. Hal ini semua untuk mewujudkan asas transparansi
dan akuntabilitas publik serta merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPR
dalam mewujudkan sistem administranegara yang efisien dan efektif;

Kedua; sebagai lembaga legislatif, DPR bersama Presiden harus membuat


kebijakan-kebijakan mewujudkan "Clean and Good Governance" dalam bentuk
UU, dalam bentuk UU APBN dan pengawasan pelaksanaan APBN. DPR wajib
mengontrol pemerintah dalam penyiapan berbagai regulasi di berbagai bidang,
yang muaranya menciptakan akuntabilitas, responsibilitas dan kontrol publik
secara efektif dan efisien dalam sistem administrasi negara;

Ketiga; sebagai lembaga kepemimpinan kolektif yang beranggotakan 550


orang berasal dari figur yang dicalonkan partai politik peserta pemilu dan
kemudian dipilih oleh rakyat dari 69 Daerah Pemilihan di seluruh Indonesia, D P R
sepatutnya membagikan dan menguatkan apa yang disebut sebagai "nation and
character building" melalui pengembangan komunikasi sosialnya dengan para
konstituen demi terwujudnya sistem administrasi negara yang efektif dan efisien
dalam berbangsa, bernegara dan berkewarganegaraan menciptakan pemerintahan
yang bersih, tata kepemerintahan yang baik, pemerintahan yang bertanggung
jawab, dan pemerintahan yang kuat serta mampu memerintah (Government That
Govern).

Kempat; DPR melakukan fungsi civic education (pencerdasan dan pencerahan


kewargaan) melalui kapasitas dan kedudukannya, para anggota DPR dapat
menyuarakan aspirasi publik dalam pencerahan dan pencerdasan bangsa di bidang
"Clean and Good Governance" sebagai bagian dan upaya membangun sistem
administrasi negara sesuai jiwa kedaulatan rakyat, yaitu; sistem administrasi
negara dengan infrastruktur birokrasi yang mengayomi, melindungi dan melayani
rakyat. Hal ini penting dalam mewujudkan apa yang disebut sebagai responsibitiy
atas dasar nilai etis, asas-asas kepatutan umum dan nilai moral dalam mengelola
administrasi negara.Bangsa-bangsa yang tumbuh cepat, adalah bangsabangsa yang
memiliki DPR yang representatif, aspiratif, kapabel dan memiliki pemerintahan
yang bersih, kuat, kepemerintahan yang baik, pemerintahan yang mampu
memerintah, dan tentu saja pemerintahan yang bertanggung jawab.

Kelima; DPR dapat berperan sebagai "intermediasi" antara masyarakat dengan


dunia pemerintahan, dan stakeholder negara dalam melakukan kontrol publik
untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, kuat, baik, pemerintahan yang
mampu memerintah dan pemerintahan yang bertanggung jawab.

4.2.2 Penguatan Kinerja dan Kredibilitas DPR Dalam

Memecahkan Berbagai Masalah Bangsa dan Negara

Sebagai lembaga tinggi negara, DPR menempati kedudukan (status/ position)


dan peranan sangat strategis ( s t r a t e g i c ro l e ) d a l a m memecahkan berbagai
masalah bangsa dan negara. Jaminan konstitusional dan yuridis yang kuat, tidak
dengan begitu saja menjadikan DPR mempunyai kekuatan subtansial, memiliki
kapabilitas dan berkualitas tanpa adanya perubahan fundamental dalam sistem dan
infrastruktur institusional DPR. Perubahan mencakup aspek kelembagaan, aspek
SDM, aspek infrastruktur teknologi dan sistem informasi, aspek kemandirian
anggaran dan lain-lain yang sifatnya subtansial, memiliki kapabilitas dan
berkualitas tanpa adanya perubahan fundamental dalam sistem infrastruktur
institusional DPR. Perubahan itu, mencakup aspek kelembagaan, aspek SDM,
aspek infrastruktur teknologi dan sistem informasi, aspek kemandirian anggaran
dan lain-lain. Penguatan kinerja dilakukan sejalan dengan fungsifungsi DPR, yang
meliputi fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan dan tentu juga fungsi
perwakilan sebagai berikut:

1. Di bidang legislasi, DPR perlu segera diperkuat dengan SDM (tenaga


akademik sesuai bidangnya, tenaga ahli hukum, tenaga legal drafter),
infrastruktur teknologi dan anggaran yang proporsional sejalan dengan makna
hakiki amanat pasal 20 ayat (1) UUD NRI tahun 1 9 4 5 , b a h w a : " D P R
memegang kekuasaan membentuk undang undang", sehingga DPR memiliki
grand design politik perundang-undangan. Saat ini jumlah anggaran di bidang
legislasi, masih sangat terkonsentrasi di lembaga eksekutif;

2. Di bidang anggaran, DPR perlu segera diperkuat tenaga akademik di


bidangnya, tenaga akademik di bidang anggaran, infrastruktur teknologi dan
sistem informasi, sehingga DPR ke depan akan memliki "standing position"
dalam "politik anggaran negara". Ke depan diharapkan, posisi DPR secara
substansimateril di bidang policy anggaran menjadi kuat, sehingga DPR
memiliki "grand design politik anggaran negara" sebagai esensi dari jiwa
kedaulatan rakyat di bidang anggaran negara sesuai jiwa pasal 23 ayat (1, 2 dan
3) dan pasal 23A UUD NRI 1945;

3. Di bidang pengawasan, DPR perlu segera diperkuat dengan SDM di bidang


pengawasan (ahli akutansi keuangan negara, tenaga profesional di bidang
inspektorat pengawasan, tenaga ahli hukum keuangan negara, tenaga akademik di
bidangnya dan lain-lain), infrastuktur dan sistem informasi di bidang pendataan
setiap masalah yang menjadi objek pengawasan, sehingga DPR dan anggota
DPR mempunyai "standing position" dalam setiap materi yang diawasi;
3. Dibidang fungsi perwakilan, para anggota DPR perlu diperkuat dengan
tenaga ahli yang profesional untuk memperkuat fungsi dan eksistensi makna
perwakilan rakyat. Saat ini, jarang anggota DPR dapat relatif lebih lama tinggal di
daerah pemilihan sepanjang masa reses. Anggota DPR tidak memiliki “kantor” di
daerah pemilihannya, yang difasilitasi dengan SDM dan teknologi yang memadai
dengan dibiayai oleh APBN, sehingga para konstituen dapat berkomunikasi
dengan mudah, efektif, efisien sesuai jiwa asas kedaulatan rakyat.

Semua itu memerlukan biaya, namun secara bertahap sesuai situasi dan
kondisi, hendaknya perlahan kita menuju ke arah itu, agar kita memiliki DPR yang
kuat, legitimatif dan mampu secara substansi melaksanakan semua fungsifungsinya
sesuai harapan publik.Kita juga memerlukan pemerintah yang kuat, representatif,
tetapi sekaligus mampu pemerintahan Government That Govern).

PENUTUP

Seiring berjalannya waktu, Indonesia telah memasuki barisan negara-negara


demokrasi dengan sistem administrasi yang mulai berkembang. Pola pikir dalam
menyusun sebuah sistem yang utuh sebagai satu kesatuan tidak bisa lagi dipandang
secara parsial namun secara holistik. Hal ini berarti tugas dalam membangun
negara, bukan hanya tugas para pemimpin namun juga seluruh elemen negara.
Indonesia dari segi penerapan sistem administrasi kelembagaan telah banyak
mengalami perubahan. Hal ini dapat berdampak buruk dan baik. Tulisan ini
mendeskripsi-kan betapa penting sebuah negara mempunyai suatu sistem
administrasi yang berciri khas negara tersebut. SANKRI atau Sistem Administrasi
Negara Kesatuan Republik Indonesia dipandang dapat mentransformasikan
peranan lembaga Negara Indonesia menjadi lebih efektif dan efisien.
Daftar Pustaka

Atmosudirjo, Prajudi. 1985. Dasar-Dasar Ilmu Administrasi. Jakarta:


Yudhistira.

Budiardjo, Miriam. 1998. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia.

------- (ed.). 1982. Masalah Kenegaraan, Jakarta: PT. Gramedia.

Mintorogo, Antonius,. 2000. Pengantar Ilmu Administrasi. Jakarta: STIA LAN


Press.

Suprijadi, Anwar. 2005. SANKRI. Jakarta: STIA LAN Press.

Handout Seminar oleh Dr. Laode Ida “DPD Dalam Perspektif Ketatanegaraan
Indonesia”

Handout Seminar oleh H.R. agung Laksono “Peranan DPR-RI”.

Handout Seminar oleh Prof. Dr. M. Dimyati Hartono, SH “Membangun sistem


Administrasi Negara”.

Anda mungkin juga menyukai