NAMA KELOMPOK 2 :
4. Yani E1032201017
7. Yupita E1032201020
PENDAHULUAN
1.1 Pengantar
Tidak dapat dipungkiri bahwa sentralisme yang terjadi pada sistem tatanegara
dan administrasi kita pada jaman orde baru telah membawa implikasi munculnya
ketidakpuasan yang berlarut-larut dan konflik yang mengakar. Kondisi ini
disinyalir sebagai salah satu pemicu timbulnya reformasi di Indonesia. Reformasi
yang digulirkan tersebut telah membawa perubahan yang mendasar dalam sistem
tata negara dan perubahan penataan melalui tiga kekuasaan yaitu eksekutif,
yudikatif dan legislatif. Perubahan atau restrukturisasi di dalam sistem
ketatanegaraan tersebut dimaksudkan untuk menciptakan lembaga-lembaga negara
yang kuat, demokratis dan mandiri dalam menjalankan mekanisme check and
balance.
1.2.1 Historis
Tentu saja, suatu pemahaman yang salah, bila peran dan kedudukan
administrasi negara dianggap tidak penting. Namun kenyataanya tak jarang dipan-
dang sebagai penghambat. Akhirnya timbul keberanian untuk mengabaikan,
meninggalkan bahkan melanggar ketentuan-ketentuan administrasi, termasuk visi
misi orientasi administrasi tersebut untuk kepentingan rakyat. Masalah pelayanan
kepada publik nyaris berhenti pada slogan yang indah, seperti ”Abdi Negara”,
abdi Masyarakat”, tetapi semuanya hanya macan kertas. beberapa faktor
penyebabnya antara lain: tipisnya kesadaran terhadap tugas dan tanggung jawab,
rendahnya kualitas profesionalisme, masalah tuntutan sosial ekonomi sebagai
akibat sistem penggajian, dan seribu satu alasan lainnya. Sumber masalahnya
sebenarnya terletak pada belum adanya sistem administrasi yang mantap; yang
mendukung terselenggaranya efektivitas penyelenggaraan administrasi negara dan
administrasi pemerintahan secara keseluruhan.
Dalam kaitan tersebut,ada beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan dasar
ketika kita membicarakan masalah yang berkaitan dengan administrasi negara kita,
antara lain:
a.Sampai saat ini belum dimiliki konsepsi nasional yang matang dan mantap
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini akan menguraikan sejumlah teori dan konsep yang relevan dengan
judul tulisan ini untuk menjelaskan,menggambarkan dan menganalisa
permasalahan yang diangkat.
Ilmu Administrasi adalah cabang atau kesatuan atau disiplin ilmu sosial yang
secara khas mempelajari administrasi sebagai salah satu fenomenon masyarakat
modern. Jika kita berbicara tentang ilmu administrasi, maka kita juga akan
berbicara tentang administrasi itu sendiri. Administrasi adalah sesuatu yang
terdapat di dalam sesuatu organisasi modern dan dapat memberikan hayat kepada
organisasi tersebut, sehingga organisasi itu dapat tumbuh, berkembang dan
bergerak.
2.2 Administrasi
Seiring dengan arus globalisasi, di awal dekade sembilan puluhan telah lahir
pendekatan, teori atau paradigma baru dalam administrasi negara.Banyak
cendikawan kontemporer dalam administrasi negara menggunakan istilah
governance sebagai istilah lain dari administrasi negara. Istilah governance dapat
dan telah digunakan dalam berbagai konteks, seperti good corporate governance,
international governance, local governance, serta public governance (sebagai
pengganti istilah public administration). Ada pula yang memberikan pengertian
governance sebagai proses kegiatan bersama-sama dalam memecahkan masalah
dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
a. Partisipasi
b. Aturan Hukum
c. Transparansi
Transparansi yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi,
sehingga proses kegiatan lembaga dan informasinya dapat diterimal secara
langsung oleh pihak yang membutuhkan. Dalam hal ini informasi tersebut
harus dapat dipahami dan dimonitor.
d. Ketanggapan
Setiap lembaga dan proses kegiatannya harus melayani para pihak terkait
(stakeholders).
(b) Menteri
(c) Gubernur;
(d) Hakim
Dalam pada itu, BUMD berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 5
Tahun 1990 telah diarahkan menjadi Perumda dan Perseroda, sebelum terbitnya
UndangUndang baru sebagai pengganti UU No.5 Tahun 1962 tentang perusahaan
daerah. Memperhatikan peran Persero dan Perum tersebut, maka hanya Perum dan
Perumda saja nampaknya yang merupakan Aparatur Pemerintah dalam arti
Aparatur Perekonomian Negara.Berdasarkan uraian di atas, Aparatur Negara
terdiri atas Aparatur Kenegaraan dan Aparatur Pemerintahan yang mencakup
Aparatur Pemerintah, baik di Pusat maupun Daerah, dan Aparatur Perekonomian
Negara, baik Perum maupun Perumda, yang semuanya merupakan unsur esensial
penyelenggaraan negara dalam kerangka SANKRI. Sistem Administrasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai Sistem Penyelenggaraan Negara dan Sistem
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara.
Dalam kehidupan bernegara berdasarkan UUD 1945 selama ini telah dikenal
adanya dua istilah yang berkaitan dengan administrasi negara sebagai sistem yang
dipraktekan. Kedua istilah itu adalah Sistem Penyelenggaraan Negata dan Sistem
PenyelenggaraanPemerintahan Negara.
Penyelenggaraan Negara adalah SANKRI dalam arti luas. Dalam hal ini
SANKRI merupakan sistem penyelenggaraan kehidupan negara dan bangsa dalam
segala aspeknya, dengan mendayagunakan segala kemampuan seluruh Aparatur
Negara beserta rakyat dan dunia usaha/swasta memanfaatkan segenap sumber daya
yang tersedia secara nasional, demi tercapainya tujuan dan terlaksananya tugas
nasional/negara sebagaimana diamanatkan di dalam UUD 1945.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara
UUD 1945 dinyatakan bahwa "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar". Dari ketentuan UUD 1945
tersebut, terkandung pengertian sebagai berikut:
Wilayah NKRI dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah tersebut dibagi
atas Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.
Di samping itu, dalam kerangka Sistem Pemerintahan Nasional, di wilayah
Kabupaten/Kota dibentuk pula Desa atau yang disebut dengan nama lain. Desa
dimaksud merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarkat
stempat ,berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan NKRI. Termasuk dalam pengertian Desa ini
antara lain adalah: Nagari di Sumatera Barat, Gampong di Provinsi NAD;
Lembang di Sulawesi Selatan ; Kampung Kalimantan Selatan dan Papua; dan
Negeri di Maluku.Berdasarkan uraian tentang Sistem Penyelenggaraan Negara dan
Sistem Pemerintahan Negara di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan bagian intelegrasi sistem
epenyelenggaraan negara. Karena, sistem penyelenggaraan pemerintahan negara
merupakan bagian yang sangat dominan dalam operasionalisasi semua ketentuan-
ketentuan dalam UUD 1945, kecuali yang telah secara khusus dan jelas menjadi
kewenangan lembaga-lembaga negara di luar eksekutif.
(3) tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah
dan/atau Desa, dari Pemerintah Provinsi kepada Kabupaten/Kota dan/atau
Desa, serta dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada desa untuk melaksanakan
tugas tertentu.
1. Unsur Nilai
Unsur nilai, dapat pula disebut sistem nilai, meliputi landasan atau dasar
negara yaitu Pancasila, cita-cita negara (nasional) dan tujuan negara (nasional),
kesemuanya telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yang tetap tidak
berubah walaupun UUD 1945 telah diadakan perubahan.
2. Unsur Struktur
Struktur bisa saja sama, tetapi proses dan kultur politik yang dianut belum
tentu demokratis atau malahan bisa saja otoriter. Namun dalam tataran
pelaksanaannya, hukum dan demokrasi itu tidak dapat dikelola dengan maksimal
dan efektif, tanpa sistem administrasi negara yang efektif dan efisien yang juga
sesuai jiwa asas kedaulatan rakyat Pelaksanaan kebijakan itu, harus dikelola oleh
Infrastruktur birokrasi negara yang sejalan dengan visi, misi, dan dinamika
tantangan berbangsa serta perubahan "politik-ketatanegaraan". Paradigma kata
"pemerintah" diubah menjadi "kepemerintahan", yang bermakna responsif,
transparan, akuntabel, bersifat melayani dan mengayomi, melibatkan partisipasi
public dan pengawasan publik dalam penyelenggaran kepemerintahan sebagai
bagian dari mekanisme kontrol sosial rakyat. Inilah pentingnya sistem administrasi
negara yang efisien dan efektif.
Sedangkan kata "parlemen" berasal dari bahasa Perancis, dari akar kata "parle"
yang artinya; "bicara" atau "dialog" (B.N. Marbun; 1995, h. 25). Jadi, parlemen itu
secara etimologis (asal kata), berarti: "tempat orang berdialog", dan secara
maknawi, parlemen merupakan wahana dan mekanisme politik untuk
mendialogkan kepentingan publik, untuk kemudian disepakati bersama antara DPR
dengan Presiden menjadi kebijakan publik. Dalam hal ini, bentuk dan produk
kebijakannya berbentuk UU.
Sejumlah warga negara yang dapat menjadi anggota parlemen, adalah mereka
yang dipilih rakyat yang berhak memilih (constituen) dalam sistem pemilihan
umum tertentu, apakah dalam kategori Single Member Contituency (Sistem
Distrik) ataukah Multy Member C o n s t i t u e n c y ( S i s t e m Proporsinal/
Berimbang) sesuai “rule of the game” yang disepakati. Di situlah kemudian, rakyat
dapat menyampaikan aspirasinya kepada para anggota parlemen dan kemudian
para anggota parlemen dengan berbagai pengetahuan, pengalaman, kearifan dan
kebijaksanaannya (Wisdom) membuat berbagai kebijakan publik dalam bentuk UU
bersama Presiden, membahas, menyusun dan menetapkan anggran belanja ada
pendapatan negara serta mengawasi pelaksanaan kerja pemerintah. Ukuran objektif
pengawasan DPR terhadap pemerintah, adalah UU dan kebijakan lainnya yang
telah disetujui bersama antara DPR dengan Pemerintah.
Di mana pun proses delegitimasi sistem politik dan sistem administrasi negara;
adalah karena pendangkalan makna etika pemerintahan secara terus menerus
sehingga timbul krisis etika pemerintahan. Krisis etika inilah, secara akumulatif
dapat menimbulkan kemarahan rakyat menuju delegitimasi pemerintahan. Hal
tersebut pernah kita alami, dan merupakan pembelajaran amat berharga bagi kita
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam pembenahan sistem
administrasi negara ke depan. Amat disayangkan, hingga saat ini kita belum
memiliki UU yang memberikan sanksi hukum kepada setiap pejabat yang
melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang bersifat pelanggaran etik. Karena itu,
kita perlu segera mempercepat adanya UU Etika Pemerintahan dan pelaksanaan
reformasi sistem administrasi negara dan infrastruktur birokrasi.
Dalam konteks ini, sorotan perlu ditujukan kepada persoalan tentang makna
sebuah pertanggungjawaban atas dasar logika etis sebagai bagian dari penegakan
etika pemerintahan.Prinsip bahwa pertanggungjawaban sama dengan akuntabilitas
harus segera diubah .Pertanggungjawaban bukan sekadar akuntabilitas, namun juga
responsibilitas, yakni; daya tanggap atau kepekaan terhadap apa yang berkembang
dalam ruang publik (public sphere). Karena itu maknaa pertanggungjawaban,
bukan saja harus benar secara formalprosedural, namun yang lebih penting lagi,
harus benar secara materil dan diterima oleh logika etis.
Tradisi yang tidak baik, bahwa pertanggungjawaban itu bersifat kolektif adalah
sama artinya dengan tidak ada yang bertanggung jawab, harus diubah. Dalam
prinsip tata kepemerintahan yang baik, harus jelas apa yang menjadi konsepnya,
apa yang hendak dicapai, bagaimana konsepnya, apa risikonya, berapa cost-nya,
dan siapa yang harus dimintai pertanggungjawaban jika terjadi kegagalan. Inilah
pentingnya suatu UU Etika Pemerintahan dan reformasi birokrasi, bahwa masalah
etik adalah juga merupakan bagian dari makna fundamental sebuah
pertanggungjawaban.
Kualitas demokrasi suatu negara, dapat dilihat dari parameter aktivitas DPR
dalam menyelenggarakan fungsifungsinya. Semakin baik pelaksanaan fungsi-
fungsinya,semakin baik pula kecenderungan demokrasi suatu negara. Sebaliknya,
apabila lemah dalam pelaksanaan fungsi-fungsinya, semakin rendah pula kualitas
demokrasi suatu negara. Hal ini, sekadar menunjukkan betapa pentingnya
kedudukan dan peranan DPR dalam tata kepemerintahan yang baik, sistem
ketatanegaraan dan sistem politik bangsa.
Beranjak dari pasal 20A, ayat 1, UUD NRI Tahun1945, DPR memiliki 3 (tiga)
fungsi, yaitu: pertama; merumuskan dan memperjuangkan kepentingan rakyat
dalam bentuk UU (fungsi Legislasi), kedua: merumuskan dan memperjuangkan
kepentingan rakyat dalam bentuk rencana anggaran negara untuk melaksanakan
UU (fungsi Anggaran) dan ketiga; mengawasi badan eksekutif dalam
melaksanakan kewenangannya (fungsi Kontrol). Sedangkan menurut Kusaoulas
(1979), selain ketiga fungsi tersebut, D P R mempunyai fungsi lainnya, yakni;
fungsi perwakilan (representative function) dan fungsi rekrutmen (recruitment or
electoral colleges function) serta fungsi pendidikan kewargaan (civic education).
Fungsi perwakilan, (Bambang Cipto; 1995, h. 10-30). kiranya cukup jelas sebagai
wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu yang demokratis dan Jurdil. Tentang
fungsi rekruitmen, dapat dilihat dari peran DPR terhadap hampir semua proses
seleksi pejabat publik, mulai dari Hakim Agung, Anggota BPK, KPU, Komnas
HAM , Duta besar R l , penerimaan Duta Besar dari negara asing, Kapolri,
Panglima TNI dan berbagai KomisiKomisi negara yang bersifat independen. Hal
ini merupakan bagian dari kegiatan pengawasan DPR dalam membentuk sistem
administrasi negara. Kegiatan pengawasan DPR itu, harus dimulai dari tahap awal
hingga berakhirnya masa jabatan atau dimulai dari tahap perencanaan, Evaluasi
dan pertanggungjawaban dalam makna luas.
Kedudukan DPR dalam pelaksanaan fungsi legislasi, dapat kita simak dari
jaminan konstitusional yang diberikan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Jika
kita lihat dalam konteks UUD 1945, maka terdapat perbedaan mendasar tentang
kedudukan dan peranan DPR dalam pelaksanaan fungsi legislasi, sebelum
diadakan Amandemen dan sesudah diadakan Amandemen UUD 1945, baik dari
sisi kedudukan lembaga legislatif maupun dari kedudukan lembaga eksekutif. Dari
sisi kedudukan lembaga legislatif, kedudukan DPR sebelum Amandemen UUD
1945 ditegaskan dalam pasal 20, dimana setiap UU menghendaki persetujuan DPR
dan jika suatu RUU tidak mendapat persetujuan DPR, maka RUU tadi tidak boleh
dimajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. Demikian juga, dalam pasal 21
UUD 1945 ditegaskan, bahwa anggota-anggota DPR berhak memajukan rancangan
UU.Sedangkan dari sisi kedudukan lembaga eksekutif sebelum Amandemen UUD
1945,ditegaskan dalam pasal 5 bahwa; Presiden memegang kekuasaan membentuk
UU dengan persetujuan DPR. Sesudah amandemen UUD 1945, maka dalam pasal
20 ayat (1) menyatakan bahwa; DPR me`megang kekuasaan membentuk UU,
sedangkan dalam pasal 5 UUD NRI 1945 (sesudah amandemen)menyatakan
bahwa: Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.
Semua itu memerlukan biaya, namun secara bertahap sesuai situasi dan
kondisi, hendaknya perlahan kita menuju ke arah itu, agar kita memiliki DPR yang
kuat, legitimatif dan mampu secara substansi melaksanakan semua fungsifungsinya
sesuai harapan publik.Kita juga memerlukan pemerintah yang kuat, representatif,
tetapi sekaligus mampu pemerintahan Government That Govern).
PENUTUP
Handout Seminar oleh Dr. Laode Ida “DPD Dalam Perspektif Ketatanegaraan
Indonesia”