Anda di halaman 1dari 15

“CERITA INSPIRATIF DAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI

DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN”


(Luthfi Atmasari, M.Psi., Psikolog)

Abstrak
Proses pengambilan keputusan ini memang bukanlah hal yang mudah bagi
sebagian orang. Salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam proses
pengambilan keputusan adalah rasa percaya diri. Untuk meningkatkan
kepercayaan diri tersebut ada berbagai cara yang dapat dilakukan, salah satunya
adalah dengan membaca cerita-cerita yang inspiratif yang berisi tentang motivasi-
motivasi kehidupan. Dengan membaca cerita inspiratif, kepercayaan diri
seseorang akan dapat muncul. Hal ini disebabkan karena dari cerita inspiratif
tersebut, pembaca akan ikut merasakan pengalaman atau kajadian yang dialami
oleh si penulis sehingga muncul kepercayaan diri dari si pembaca.
Tipe penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan teknik
Treatment by Subject Design dari Linquist. Dalam penelitian ini kelompok
penelitian hanya satu kelompok yang bisa diambil secara random atau tidak
random. Pada kelompok tersebut diberikan perlakuan berulang-ulang, dan oleh
karena itu ada pula yang menyebut dengan istilah same group. Untuk menentukan
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dalam penelitian ini, sebelumnya
digunakan teknik konstansi yaitu dengan menggunakan teknik randomisasi.
Randomisasi merupakan suatu teknik kontrol yang bertujuan untuk menyamakan
kelompok subyek dengan memastikan setiap anggota memiliki kesempatan yang
sama untuk dipilih sebagai anggota. Metode pengukuran yang digunakan adalah
dengan menggunakan kuisioner. Kuisioner ini terbagi dalam dua bagian, yaitu
pretest dan posttest. Analisis data penelitian ini menggunakan teknik uji-t.
kesimpulan yang dapat diambil dari eksperimen tentang pengaruh cerita inspiratif
terhadap tingkat kepercayaan diri dalam mengambil keputusan adalah terdapat
pengaruh dari pemberian cerita inspiratif terhadap tingkat kepercayaan diri dalam
mengambil keputusan. Namun kesimpulan ini hanya berdasarkan analisis data
hasil eksperimen, dimana dalam penelitian ini hanya membahas ada tidaknya
pengaruh pemberian cerita inspiratif terhadap tingkat kepercayaan diri dalam
mengambil keputusan.
Kata Kunci : Cerita Inspiratif, Kepercayaan diri dalam mengambil keputusan

PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan jaman yang semakin pesat tidak dapat dihindari
lagi. Berbagai sudut dalam kehidupan telah mengalami perubahan yang
signifikan. Semakin majunya perkembangan jaman, membuat individu tidak dapat
hanya berpangku tangan saja atau menggantungkan dirinya kepada orang lain.

1
Individu dituntut untuk melakukan pengambilan keputusan dengan langkah yang
cepat dan tepat untuk mengatasinya.
Semakin banyaknya pilihan dan tekanan-tekanan yang ada,
memungkinkan individu untuk mengambil keputusan yang salah. Seringnya
keputusan yang diambil menghasilkan resiko yang dianggap negatif. Hal inilah
yang membuat individu tidak berani mengambil tantangannya sendiri. Mereka
cenderung membiarkan orang lain membuat keputusan atas dirinya. Dengan
begitu tanggung jawab yang harus dipikulpun tidak akan terlalu memberatkan
dirinya.
Proses pengambilan keputusan ini memang bukanlah hal yang mudah bagi
sebagian orang. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi seseorang dalam
mengambil keputusan, baik itu cepat atau lambat. Bahkan tidak jarang dari
mereka, karena merasa tidak mampu akhirnya menyerahkan pengambilan
keputusan tersebut kepada orang lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi
seseorang dalam proses pengambilan keputusan adalah rasa percaya diri. Dalam
buku yang dituliskan oleh Dr. Akrim Ridha yang berjudul Menjadi Pribadi Sukses
berisi bahwa kepercayaan pada diri sendiri adalah sumber potensi utama
seseorang dalam hidupnya. Jika seseorang sudah tidak lagi percaya diri, misalnya
tidak percaya akan cita-cita hidupnya dan keputusan-keputusan yang diambilnya
serta tidak percaya akan potensi dan segala kemungkinan dari dirinya, maka
hilanglah seluruh sumber potensi diri mereka.
Menurut Paul Q. Stolzt dalam bukunya Adversity Quotient (AQ),
mengklasifikasikan tiga tipe manusia ketika memandang sebuah persoalan antara
lain: Mereka yang Berhenti (Quitters), Mereka yang Berkemah (Campers) dan
Para pendaki (Climbers). Mereka yang berhenti (Quitters) yaitu orang-orang yang
tidak percaya diri memilih untuk keluar, menghindari kewajiban, mundur, dan
berhenti ketika menemukan persoalan hidup atau sesuatu yang tidak diharapkan.
Mereka menolak kesempatan yang diberikan untuk belajar mengatasi masalah.
Mereka mengabaikan, menutupi, atau meninggalkan dorongan inti manusiawi
untuk terus mendaki, yang berarti juga meninggalkan banyak hal, banyak
kemungkinan yang ditawarkan oleh kehidupan.

2
Ternyata sikap tidak percaya diri ini muncul akibat kebiasaan-kebiasaan
kita mengembangkan sikap dan pendapat negatif tentang diri kita. Mungkin juga
sikap tidak percaya diri ini muncul sebagai akibat dari pengaruh lingkungan kita.
Pengaruhnya antara lain sikap lingkungan yang membuat kita takut untuk
mencoba, takut untuk berbuat salah, semua harus seperti yang sudah ditentukan.
Sedangkan bagi orang yang berkemah (campers) yaitu mereka yang cepat puas.
Mereka pergi tidak seberapa jauh, lalu berkata, "sejauh ini sajalah saya mampu
mendaki," Karena biasanya, mereka mengakhiri pendakiannya dan mencari
tempat yang datar dan nyaman sebagai tempat bersembunyi dari situasi yang tidak
bersahabat. Mereka memilih untuk menghabiskan sisa-sisa hidupnya dengan
duduk disitu. Berbeda dengan Quitters, para Campers setidaknya telah
menanggapi tantangan pendakian itu. Mereka telah mencapai tingkatan tertentu,
perjalanan mereka mungkin memang mudah, atau mungkin mereka telah
mengorbankan banyak hal dan telah bekerja dengan rajin untuk sampai ke tempat
mereka, kemudian berhenti. Pendakian yang tidak selesai itulah yang dianggap
sebagai "kesuksesan". Dengan memilih berhenti dan berkemah, berarti pula
sebenernya mereka tidak sukses. Gaya hidup mereka tidak jauh beda dengan
Quitters hanya masalah tingkatan saja. Mereka selalu berkata, "ini sudah cukup
baik." Para Campers mungkin merasa cukup senang dengan ilusinya sendiri
tentang "apa yang sudah ada" dan mengorbankan kemungkinan untuk melihat
atau mengalami "apa yang masih mungkin terjadi". Mereka tidak cukup percaya
diri untuk terus mendaki, mencapai puncak dari prestasi. Lebih dikarenakan
karena takut kehilangan kenyamanan dan kekhawatiran berlebih atas masa depan
mereka. Cara pandang yang terakhir adalah Para pendaki (Climbers), yaitu orang-
orang yang seumur hidupnya terus hidup untuk membuktikan dirinya pada
"pendakian" tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan, atau kerugian, nasib
buruk, maupun nasib baik, dia terus mendaki. Ia terus mendaki dengan penuh
percaya diri. Ia adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-
kemungkinan dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik
atau mental maupun hambatan lain menghalangi pendakian.

3
Pengambilan keputusan merupakan suatu hal yang wajib dilakukan oleh
tiap individu. Tiap waktu kita selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan yang
mengharuskan kita untuk membuat keputusan. Namun sayangnya bagi
kebanyakan orang, mengambil keputusan adalah suatu hal yang sangat sulit untuk
dilakukan. Banyak alasan mengapa mereka tidak berani mengambil keputusan.
Misalnya saja, karena mereka takut mengambil resiko, tidak mau bertanggung
jawab ketika keputusan yang mereka ambil tidak tepat, dan lain-lain. Dari semua
hal tersebut yang menjadi inti permasalahan adalah kurangnya rasa percaya diri
yang dimiliki individu.
Tingkat kepercayaan diri seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak hal,
salah satunya adalah faktor lingkungan. Lingkungan yang selalu memberikan
kebebasan untuk bertindak akan membuat individu lebih mudah dalam mengambil
keputusan, tanpa dibebani perasaan takut akibat penolakan dari lingkungan.
Namun sebaliknya, lingkungan yang tidak memberikann kebebasan tentu saja
akan membuat individu cenderung takut mengambil keputusan atas dirinya.
Lantas bagaimana cara untuk meningkatkan kepercayaan diri seseorang?
Ada berbagai cara yang dapat dilakukan, salah satunya melalui pemberian
motivasi. Motivasi tersebut bisa dalam bentuk langsung dan tidak langsung. Yang
dimaksud motivasi dalam bentuk langsung adalah motivasi yang disampaikan
oleh orang lain dalam bentuk lisan, sedangkan motivasi yang tidak langsung
adalah motivasi yang disampaikan oleh orang lain dalam bentuk visual berupa
tulisan atau gambar maupun audio visual seperti film.
Untuk meningkatkan kepercayaan diri tersebut ada berbagai cara yang
dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan membaca cerita-cerita yang
inspiratif yang berisi tentang motivasi-motivasi kehidupan. Dengan membaca
cerita tersebut, seakan-akan kita berada pada dunia dimana kita tidak sendiri.
Inspiratif merupakan pengalaman yang dirasakan sebagai dorongan jiwa, yang
menuntun seseorang ke arah suatu kegiatan kreatif (Shadily, 1995).
Cerita inspiratif merupakan karangan yang menuturkan perbuatan atau
pengalaman seseorang dalam mencapai kesuksesan, cerita ini biasanya adalah
kejadian nyata yang dialami seseorang. Hal inilah yang diharapkan mampu

4
meningkatkan kepercayaan diri seseorang yang telah membaca cerita-cerita
inspiratif tersebut untuk lebih berani mengambil keputusan dalam kehidupannya.

1. PENGERTIAN SELF CONFIDENCE


Sebetulnya para ahli tidak ada yang memberikan secara pasti definisi yang
jelas mengenai self confidence. Namun demikian ada beberapa ahli yang berusaha
memberikan batasan mengenai self confidence. Self confidence dikatakan oleh
Carlisle (1986), adalah kepercayaan dasar seseorang yang mendalam pada
kemampuan dan bakat yang dapat diandalkan dan dapat melebihi standar. Self
confidence diartikan sebagai suatu perasaan atau sikap tidak perlu
membandingkan diri dengan orang lain, karena telah merasa cukup aman dan tahu
apa yang dibutuhkan dalam hidup ini (Brenneche dan Amich dalam Nurul
Trihayati, 1995:23). Sedangkan dikatakan Bandura ia membatasi self confidence
sebagai suatu keyakinan seseorang dengan sukses mampu berperilaku seperti yang
dibutuhkan untuk mengakibatkan hasil yang diharapkan dalam situasi-situasi
khusus. Sehingga individu yakin akan kemampuannya mengatasi atau menguasai
situasi khusus dengan tingkah laku yang relevan dengan keadaan yang spesifik
tersebut (Nurul Trihayati, 1995). Oleh Kumara (1988), Lauster (1978), dikatakan
bahwa kepercayaan diri merupakan arti keyakinan akan kemampuannya, sehingga
tidak terpengaruh oleh orang lain (dalam Palupi, 1992).
Dari beberapa pendapat dan batasan yang dikemukakan di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa self confidence adalah kepercayaan dasar/ keyakinan
seseorang pada kemampuan yang dimilikinya dalam melaksanakan tugas dan
dalam berperilaku sesuai dengan yang dibutuhkan untukmemberikan hasil yang
diharapkan. Self confidence merupakan gabungan dari pandangan positif terhadap
diri sendiri, harga diri, dan rasa aman.
Terbentuknya self confidence tidak terjadi karena isolasi tetapi karena
mampu melakukan interaksi dengan sehat di dalam masyarakat. Dikatakan oleh
Neisser (1982:7) menyatakan bahwa unsure-unsur yang terpengaruh dalam
pertumbuhan dan perkembangan self confidence berasal dari dalam pribadi itu
sendiri, norma, dan pengalaman keluarga, serta tradisi, kebiasaan dan nilai-nilai

5
lingkungan atau kelompok. Guna pembentukannya dibutuhkan situasi yang
memberikan kesempatan untuk berkompetisi. Disamping itu hal-hal yang
mempengaruhi self confidence adalah sikap bebas merdeka, tidak mementingkan
diri sendiri, toleran dan memiliki ambisi. Jadi orang yang sangat self confidence
dia yakin akan kemandiriannya karena dia cukup yakin pada dirinya. Dia tidak
akan secara berlebihan mementingkan dirinya sendiri yang akan mengarah ke
congkak, cukup toleran dan selalu optimis. Tidak perlu bagian, untuk melakukan
kompensasi dari keterbatasannya tak tergoyahkan, dan percaya akan
kemampuannya.
Cronin menegaskan (dalam Nurul Trihayati, 1995) bahwa self confidence
dengan self esteem mempunyai tingkat yang sejajar. Self confidence mempunyai
dua orientasi, yaitu : (1) pengembangan diri, yang mencakup keinginan individu
memperoleh kompetensi, kekuatan pribadi, kemandirian autonomi, kebebasan dan
adekuase pribadi, (2) penghargaan dari orang lain, dimana individu perlu
penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya dari orang lain.
Selanjutnya dikatakan oleh John Brenneche dan R. Amick (1978) bahwa
orang yang mempunyai self confidence berani mencoba atau melakukan hal-hal
baru di dalam situasi baru. Ia tidak merasa perlu membandingkan dirinya dengan
orang lain, karena ia merasa cukup aman dan mempunyai ukuran sendiri
mengenai kegagalan atau kesuksesannya. Sedangkan menurut Allan S.
Waterman, ciri orang yang mempunyai self confidence adalah sebagai orang yang
mampu bekerja secara efektif, mampu melaksanakan tugas-tugas dengan baik dan
secara relatif bertanggung jawab serta merencanakan masa depan. Orang
mempunyai self confidence bertanggung jawab atas keputusannya, dan berani atau
mampu mengoreksi kesalahannya. Jadi orang mempunyai self confidence
mempunyai self efficacy pada tugas tertentu yang didasari pada kemampuan dan
ketrampilan. Ini semua merupakan perkembangan dari self identity atau dengan
lain perkataan; untuk bisa dikatakan mencapai identitas diri, diperlukan self
confidence, kestabilan emosi dan optimis terhadap masa depannya (Amitya,
1988).

6
2. PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Terdapat beberapa definisi dari keputusan. Salah satunya keputusan
adalah suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternatif yang dilakukan secara
sadar dengan cara menganalisa kemungkinan-kemungkinan dari alternatif tersebut
bersama konsekuensinya. (http://id.wikipedia.org/wiki/Keputusan)
Pengambilan keputusan merupakan langkah awal dari pemecahan
masalah. Mengambil keputusan yang baik, yang dapat menyelesaikan masalah,
tergantung pada tiga unsur: mutu dari definisi tentang faktor-faktor khusus yang
harus dipenuhi, mutu evaluasi terhadap alternatif atau pilihan yang tersedia, serta
mutu dari pengertian mengenai apa yang dapat dihasilkan oleh alternatif tersebut.
(Manajer Yang Rasional, 1996)
Keputusan yang kita ambil dapat berada dalam berbagai kerangkan
pikiran, tergantung dari sifat serta kedudukan masalah atau problema yang
dihadapi. Maka pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam:
1. Kerangka perorangan pribadi, keputusan diambil untuk menghadapi masalah
pribadi, dan untuk tujuan pribadi
2. Kerangka perorangan kelompok, keputusan diambil secara perorangan
terhadap masalah yang akan menyangkut kelompok.
3. Kerangkan organisasi perhimpunan, keputusan diambil oleh rapat umum
anggota.
4. Kerangka organisasi pemerintah, keputusan diambil menurut undang-udang
5. Kerangka organisasi niaga, keputusan diambil oleh rapat umum pemegang
saham, dewan komisaris, direksi, direktu, manajer
6. Kerangka organisasi sosial, keputusan diambil oleh pengurus yayasan,
pengurus badang yang diasuh
7. Kerangka organisasi Internasional, keputusan kantor besar oganisasi
internasional, keputusan kepala perwakilan organisasi Internasional setempat
Dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya:
a. Pengalaman
Pengalaman adalah sokoguru yang baik. Seorang eksekutif dapat memutuskan

7
boleh tidaknya sesuatu dilaksanakan berdasarkan pengalamannya. Seseorang
yang sudah menimba banyak pengalaman tentu lebih matang dalam membuat
keputusan daripada eksekutif yang sama sekali belum mempunyai pengalaman
apa-apa. Namun, perlu diperhatikan bahwa peristiwa-peristiwa yang lampau
tidak akan pernah sama dengan peristiwa-peristiwa pada saat ini. Oleh sebab
itu penyesuaian terhadap pengalaman seseorang eksekutif senantiasa
diperlukan.
b. Emosi
Emosi adalah bentuk ungkapan yang muncul dari dalam diri kita, yang
disebabkan oleh kondisi dari lingkungan sekitar kita yang tidak sesuai dengan
keinginan kita. Emosi yang muncul dari dalam diri kita adalah sebagai bentuk
reaksi akibat adanya tekanan atau sesuatu hal yang menjadikan orang
memunculkan emosinya. Emosi dapat bersifat negative dan positif. Reaksi
yang negative tentunya dapat merugikan diri kita. Sedangkan emosi yang
sifatnya positif adalah sikap yang memang harus dimunculkan sebagai bentuk
pembelaan atas tidakan yang tidak sesuai dengan dirinya.
c. Takut
Tidak semua orang dapat mengambil keputusan secara tepat. Hal ini banyak
terjadi dikalangan eksekutif, pimpinan proyek, pimpinan lembaga sampai pada
organisasi tingkat mahasiswa. Apakah sebabnya sehingga seseorang
mengambil keputusan yang lemah dan tidak tepat? Sebagaian besar
penyebabnya adalah karena ketakutan. Ketakutan menyebabkan seseorang
menempuh jalan yang salah. Kelinci dapat hidup karena menuruti prinsip
keselamatan di atas segalanya. Banyak sekali manusia kelinci yang dapat kita
jumpai. Apabila jalan yang satu berbahaya, sedangkan jalan yang lain aman,
kebanyakan orang memilih jalan aman semata-mata karena bertabiat kelinci.
Inilah yang dinamakan keputusan yang tidak tegas. Orang baru dapat
mengadakan pilihan yang tepat apabila mempertimbangkan untung ruginya.
Akan tetapi kalau hanya satu pertimbangan saja yang diutamakan,
sesungguhnya ia tidak mengambil keputusan. Ia lari dari keadaan.
d. Suara hati/intuisi

8
Tidak jarang eksekutif menggunakan intuisinya dalam mengambil keputusan
dan tidak jarang keputusan-keputusan itu dikritik sebagai immoral. Kritik
yang sering dilontarkan terhadap pengambilan keputusan seperti ini adalah,
karena kurang mengadakan analisis yang terkendali maka perhatian hanya
ditunjukkan pada beberapa fakta, lalu melupakan banyak elemen penting.
Mungkin dengan informasi yang sedikit saja seseorang sudah dapat
mengambil keputusan karena intuisilah yang dominan. (http://
fe.elcom.umy.ac.id)

3. KEPERCAYAAN DIRI DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN


Kepercayaan diri dalam mengambil keputusan adalah sikap positif
seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian
positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang
dihadapinya sehingga individu tersebut yakin dalam memilih alternatif-alternatif
sebagai cara bertindak, dengan metode yang efisien sesuai situasi yang tersedia
untuk menyelesaikan suatu masalah. Adanya kepercayaan diri dalam mengambil
keputusan sangatlah penting, karena dengan adanya rasa percaya diri seorang
individu akan dapat dengan tegas menentukan tindakan yang akan diambil tanpa
ada intervensi dari pihak lain.
Adapun ciri-ciri orang yang percaya diri dalam mengambil keputusan,
antara lain:
 Berani mengambil keputusan sendiri
 Memiliki rencana tentang masa depan
 Tidak memerlukan dorongan orang lain
 Optimis
 Bertanggung jawab
 Mempunyai inisiatif
 Toleran

4. CERITA INSPIRATIF

9
Cerita inspiratif merupakan karangan yang menuturkan perbuatan atau
pengalaman seseorang dalam mencapai kesuksesan, cerita ini biasanya adalah
kejadian nyata yang dialami seseorang.
Menurut Kemendikbud (2018), yang dimaksud dengan teks inspirasi atau
teks cerita inspiratif adalah salah satu bentuk teks narasi yang bertujuan untuk
memberikan inspirasi bagi banyak orang. Cerita yang disampaikan dalam teks
inspirasi umumnya dapat menggungah perasaan atau memberi kesan yang sangat
mendalam bagi pembacanya. Tak jarang, cerita yang disajikan mampu membuat
seseorang berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi manusia yang lebih baik
lagi.
Dengan membaca cerita inspiratif, kepercayaan diri seseorang akan dapat
muncul. Hal ini disebabkan karena dari cerita inspiratif tersebut, pembaca akan
ikut merasakan pengalaman atau kajadian yang dialami oleh si penulis sehingga
muncul kepercayaan diri dari si pembaca. Karena cerita inspiratif biasanya
diambil dari pengalaman nyata atau kisah nyata seseorang dalam mencapai
kesuksesan, maka cerita inspiratif akan dapat lebih dirasakan pembaca
(suasananya atau kondisinya) sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan diri
pembaca cerita tersebut.

METODE
Tipe penelitian ini adalah penelitian eksperimental, yaitu suatu
penyelidikan ilmiah yang dimana peneliti memanipulasikan dan mengendalikan
satu variabel bebas atau lebih, dan melakukan observasi terhadap variabel-
variabel terikat untuk menemukan variabel yang muncul seiring dengan
manipulasi terhadap variabel bebas tersebut (Kerlinger, 1995). Yang menjadi ciri
dari penelitian eksperimen adalah adanya perlakuan yang diberikan kepada
sebagian atau keseluruhan sampel untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh dari
perlakuan tersebut kepada sampel.
Secara lebih khusus, desain eksperimen yang akan dilakukan adalah
menggunakan teknik Treatment by Subject Design dari Linquist. Dalam penelitian
ini kelompok penelitian hanya satu kelompok yang bisa diambil secara random

10
atau tidak random. Pada kelompok tersebut diberikan perlakuan berulang-ulang,
dan oleh karena itu ada pula yang menyebut dengan istilah same group
Berdasar keterangan di atas, yang menjadi populasi dalam eksperimen ini
adalah keseluruhan mahasiswa Fakultas X di salah satu perguruan tinggi di
Surabaya. Sedangkan sampel atau partisipan merupakan bagian dari populasi yang
akan dikenai suatu perlakuan dan nantinya akan dibagi dalam kelompok –
kelompok eksperimen. Sampel atau partisipan juga harus punya paling sedikit satu
sifat yang sama, baik sifat kodrati maupun sifat pengkhususan (Hadi, 1989).
Sampel yang baik adalah sampel yang representatif, artinya sampel tersebut
mewakili populasi (Kerlinger, 1995). Yang menjadi partisipan dalam eksperimen
ini pasti merupakan bagian dari populasi.
Untuk menentukan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dalam
penelitian ini, sebelumnya digunakan teknik konstansi yaitu dengan menggunakan
teknik randomisasi. Randomisasi merupakan suatu teknik kontrol yang bertujuan
untuk menyamakan kelompok subyek dengan memastikan setiap anggota
memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota.
Dalam penelitian ini, metode pengukuran yang digunakan adalah dengan
menggunakan kuisioner. Kuisioner merupakan sebuah set pertanyaan yang secara
logis berhubungan dengan masalah penelitian dan tiap pertanyaan merupakan
jawaban-jawaban yang mempunyai makna dalam menguji hipotesa (Nasir, 1988,
Fardana, 1995). Hasil dari kuisioner tersebut akan dimanifestasikan ke dalam
angka. Kemudian dari kuisioner tadi, peneliti berusaha untuk menentukan atau
lebih tepatnya memperkirakan sampai sejauh mana subyek mengalami
peningkatan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan. Kuisioner ini terbagi
dalam dua bagian, yaitu pretest dan posttest.
Pengumpulan data diawali dengan penyebaran kuesioner sebagai alat
untuk memilih subyek sekaligus sebagai pretest. Setelah scoring kuesioner
selesai, peneliti mengambil subyek secara acak, karena design yang dipilih adalah
randomized. Subyek yang dipilih berjumlah 30 orang Subyek yang berlaku
sebagai kelompok eksperimen diberi treatmen sebanyak 2 kali, treatmennya
berupa cerita inspiratif. Pemberian cerita inspiratif tersebut dilakukan peneliti

11
dengan cara meminta subyek untuk membaca beberapa cerita inspiratif kemudian
peneliti mengajak subyek untuk berdiskusi tentang poin-poin penting yang
diperoleh setelah membaca cerita tersebut, selain itu mereka juga diminta untuk
berbagi cerita atau pengalaman yang mampu menjadi inspirator bagi subyek. Dan
yang terakhir adalah memberikan post test.
Analisis data penelitian ini menggunakan teknik uji-t. Teknik uji-t adalah
teknik statistik yang dipergunakan untuk menguji signifikansi perbedaan dua buah
mean yang berasal dari dua buah distribusi (Winarsunu, 2002). Uji-T yang
digunakan adalah paired sample t-test, yaitu untuk membandingkan mean dari
sample kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Uji-t dilakukan untuk
menguji pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tergantung secara
parsial (individual).
Dan dari perbandingan hasil uji tersebut diketahui bahwa hasil hitung lebih
kecil atau sama dengan table sehingga dari sini hipotesa null (Ho) ditolak. Dari
perhitungan ini berarti pemberian cerita inspiratif berpengaruh terhadap tingkat
kepercayaan diri dalam mengambil keputusan. Sehingga kesimpulan yang dapat
diambil dari eksperimen tentang pengaruh cerita inspiratif terhadap tingkat
kepercayaan diri dalam mengambil keputusan adalah terdapat pengaruh dari
pemberian cerita inspiratif terhadap tingkat kepercayaan diri dalam mengambil
keputusan. Namun kesimpulan ini hanya berdasarkan analisis data hasil
eksperimen, dimana dalam penelitian ini hanya membahas ada tidaknya pengaruh
pemberian cerita inspiratif terhadap tingkat kepercayaan diri dalam mengambil
keputusan.
Dengan mempertimbangkan bahwa penelitian ini merupakan penelitian
ada atau tidaknya pengaruh antara pemberian cerita inspiratif (variabel X)
terhadap tingkat kepercayaan diri dalam mengambil keputusan (variabel Y), maka
dapat dikatakan bahwa hasil yang ddidapatkan hanyalah sebatas membuktikan ada
atau tidaknya pengaruh antara kedua variabel. Dengan demikian, penelitian ini
tidak mengkaji kemungkinan adanya hubungan kausalitas antar dua variabel yang
tengah diteliti. Sehingga kurang tepat kiranya jika dinyatakan bahwa tinggi

12
rendahnya tingkat kepercayaan diri dalam pengambilan keputusan dipengaruhi
oleh pemberian serita inspiratif.
Tentu saja kesimpulan ini belum dapat digeneralisasikan karena masih
banyak variabel-veriabel lain yang berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan diri
seseorang dalam mengambil keputusan, dimana dalam eksperimen ini tidak
diteliti atau tidak mampu dikontrol oleh peneliti (extraneous variable). Faktor-
faktor tersebut misalnya suasana hati (mood) subyek, kondisi lingkungan, waktu,
pengalaman, dan juga kesediaan subyek untuk mengikuti seluruh proses
eksperimen.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2001). Reliabilitas dan Validitas: Interpretasi dan Komputasi.


Yogyakarta: Liberty

13
Kerlinger, F.N. (1995). Asas-Asas Penelitian Behavioral, dalam Landung R.
Simatupang (penerjemah), H.J Koesoemanto (editor), edisi ke-3.
Yogyakarta: Gajah Mada University Pers

Lauster, P. (1992). Tes Kepribadian. Jakarta: Gema Media Pratama

Latipun, 2002, Psikologi Konseling, Edisi ketiga, Malang: UMM Press

Nasir, Muhammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Palupi, Ambardini. (1992). Hubungan antara Self Confidence dengan Kecemasan


dalam Menghadapi Masa Pensiun pada Pegawai Non Akademik di
Lingkungan Universitas Gajah Mada. Skripsi

Saleh, Laila. (1994). Studi Korelasi antara Kepercayaan Diri (Self Confidence)
dengan Ketakutan akan Kesuksesan (Fear of Success) pada Mahasiswi
Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Skripsi.
Surabaya: Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga

Shadily, Hasan. 1995. Ensiklopedia Indonesia. Jakarta: PT. Djaya Pirusa

Sembel, Roy & Sandra. (2003). www.sinarharapan.co.id

Singarimbun, M., & Effendi S. (1989). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LPJES

Suryabrata, Sumadi. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : CV Rajawali

Supranto, J. (2001). Statistik Teori dan Aplikasi, edisi keenam, jilid 2. Jakarta:
Erlangga

14
15

Anda mungkin juga menyukai