Anda di halaman 1dari 42

0

Kata Pengantar
Air minum dan pembangunan telah tercermin dalam tujuan pembangunan
berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yaitu memastikan masyarakat
mencapai akses universal air bersih dan sanitasi yang layak. Akses universal dalam
sektor air minum dan sanitasi diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030. Pada
dasarnya pemenuhan kebutuhan air minum dengan kualitas yang memenuhi standar
yang ditetapkan merupakan tanggungjawab semua pihak terkait, khususnya
pemerintah.

Peta Jalan Pengawasan Kualitas Minum (PKAM) ini diharapkan dapat memberi
acuan bagi pengambil keputusan baik di pemerintah pusat, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota terkait dengan penyediaan air minum dalam menyiapkan
kebijakan, perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi pengawasan
kualitas air minum.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah mencurahkan waktu dan pemikiran
dalam penyusunan Peta Jalan Pengawasan Kualitas Air Minum. Semoga peta jalan ini
bermanfaat dalam meningkatkan kualitas air minum bagi masyarakat.

Jakarta, September 2019

Tim Penyusun

1
Peta Jalan Pengawasan Kualitas Air Minum Nasional
(2020-2030)

Penanggung Jawab

Imran Agus Nurali

Penyunting

Ely Setyawati
Indah Hidayat
Widya Utami
Nugroho
Sonny P. Warouw
Itsnaeni Abbas

Penulis

Bambang Wispriyono
Zakianis

Asisten Teknis

Sifa Fauzia
Gita Permata Aryati

Kontributor

Hening Darpito
Sholah Imari
Athena
Tri Dewi Virgiyanti
Ade Syaiful R
Vivi Setiawaty
Sriwidyanto K
Heri Nugroho
M. Mova Al Afghani
Nita Yunita
Niken
Sutiawan
Daryanto
Abdur Rahman
Gary Adam

2
Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................................................................................... 0
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
Daftar Tabel................................................................................................................................4
Daftar Gambar............................................................................................................................ 5
Daftar Singkatan.........................................................................................................................6
1. Pendahuluan............................................................................................................... 8
1.1. Latar Belakang....................................................................................................... 9
1.2. Tujuan.................................................................................................................. 11
1.3. Ruang Lingkup.....................................................................................................11
2. Analisis Situasi Pengawasan Kualitas Air Minum........................................................... 14
2.1. Instrumen Pemerintahan.......................................................................................14
2.1.1. Aturan dan Kebijakan Nasional Terkait Air Minum..............................................14
2.1.2. Mandat Perencanaan Kualitas Air Minum.............................................................16
2.1.3. Mandat Pengawasan Kualitas air minum............................................................... 17
2.2. Praktik Pengawasan air minum................................................................................. 17
2.2.1. Pengujian Kualitas Air........................................................................................... 19
2.2.2. Audit Rencana Pengamanan Air Minum............................................................... 20
2.2.3. Inspeksi Kesehatan Lingkungan............................................................................ 21
2.2.4. Pencatatan Pengujian Kualitas Air Minum pada Pemasok Air Minum................. 23
2.2.5. Kualitas air minum di Fasilitas Layanan Kesehatan dan Sekolah......................... 24
2.3. Sistem Pendukung..................................................................................................... 25
2.3.1. Sistem Pengelolaan Informasi Pengawasan Kualitas Air Minum..........................25
2.3.2. Pendanaan Pengawasan Kualitas Air Minum........................................................ 26
2.3.3. Sumber Daya Manusia........................................................................................... 27
2.3.4. Laboratorium..........................................................................................................28
2.4. Pemberdayaan masyarakat dalam mendukung Pengawasasan Kualitas air minum. 29
2.5. Analisis SWOT......................................................................................................... 30
3. Strategi Utama, Indikator dan Target.......................................................................33
3.1. Tujuan Utama Peta Jalan...........................................................................................34
3.2. Monitoring dan Evaluasi........................................................................................... 35
Rencana Srategis untuk Peta Jalan Pengawasan Kualitas Air Minum Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia 2020 – 2030..............................................................................................36
Daftar Rujukan......................................................................................................................... 40

3
Daftar Tabel
Tabel 1 Analisis SWOT........................................................................................................... 31

4
Daftar Gambar
Gambar 1 Persentase Kualitas Air Minum Berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun 2017
Sumber: E-Monev PKAM Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.............. 20
Gambar 2 Penilaian Kinerja PDAM Tahun 2016-2018 Sumber: Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat...............................................................................21
Gambar 3 Peta Penyebaran Titik Sampling Distribusi PAM JAYA Sumber: PAM JAYA,
2019........................................................................................................................22
Gambar 4 Contoh Sistem Pelaporan dan Komunikasi Pelanggan Berbasis Aplikasi Sumber:
Google.com............................................................................................................ 22
Gambar 5 Peta Tematik Pelaporan Masalah Kualitas Air Minum...........................................26

5
Daftar Singkatan
AMDK : Air Minum Dalam Kemasan
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BBLK : Balai Besar Laboratorium Kesehatan
BBTKL : Balai Besar Teknologi Kesehatan Lingkungan
BOK : Biaya Operasional Kesehatan
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPOM : Badan Pengawasan Obat dan Makanan
BPPSPAM : Badan Peningkatan Penyelengaraan Sistem Penyediaan Air Minum
BPS : Badan Pusat Statistik
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
CSR : Corporate Social Responsibility
DAMIU : Depot Air Minum Isi Ulang
DFAT : Department of Foreign Affairs and Trade
E-Monev : Electronic Monitoring and Evaluation
Fasyankes : Fasilitas Layanan Kesehatan
GLAAS : Global Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking Water
ICD-10 : International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problems-10
IKL : Inspeksi Kesehatan Lingkungan
IUWASH : Indonesian Urban Water, Sanitation and Hygiene
KKP : Kantor Kesehatan Pelabuhan
Labkesda : Laboratorium Kesehatan Daerah
PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum
Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan
PKAM : Pengawasan Kualitas Air Minum
PUPR : Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
RAN : Rencana Aksi Nasional
Renstra : Rencana Strategis
RI : Republik Indonesia
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

6
RISPAM : Rencana Sistem Penyediaan Air Minum
RPAM : Rencana Pengamanan Air Minum
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
SDGs : Sustainable Development Goals
SKPD : Satuan Kerja Pemerintah Daerah
SPAM : Sistem Penyediaan Air Minum
SPM : Standar Pelayanan Minimal
STBM : Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
SUSENAS : Survei Sensus Nasional
TFU : Tempat Fasilitas Umum
UNICEF : United Nations Children’s Fund
WHO : World Health WHO
WSP : Water Safety Plan
YLKI : Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

7
PENDAHULUAN

8
1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Air merupakan hak asasi manusia. Oleh karena, air dan sanitasi adalah kebutuhan dasar
yang harus dipenuhi untuk keberlangsungan hidup. Pasokan air yang mencukupi, aman dan
dapat diakses harus tersedia untuk semua lapisan masyarakat. Peningkatan akses air minum
yang aman dapat memperbaiki status derajat kesehatan masyarakat.
Air minum dan pembangunan telah tercermin dalam tujuan pembangunan berkelanjutan
(Sustainable Development Goals/SDGs) yaitu memastikan masyarakat mencapai akses
universal air bersih dan sanitasi yang layak. Universal akses dalam sektor air minum dan
sanitasi diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030 (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2017).
Air bersih adalah salah satu jenis sumber daya berbasis air yang bermutu baik dan bisa
dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai keperluan atau dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Sementara itu, air minum merupakan air yang dikonsumsi oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan cairan di dalam tubuhnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, adalah air
yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum.
Air minum yang memenuhi syarat kesehatan berarti air minum tersebut aman (layak)
bagi kesehatan, yaitu aman secara fisik, kimia, mikrobiologis dan radioaktif. Secara fisik, air
minum yang sehat adalah tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna serta memiliki total zat
padat terlarut, kekeruhan, dan suhu sesuai ambang batas yang ditetapkan. Secara
mikrobiologis, air minum yang sehat harus bebas dari bakteri Escherichia coli dan total
bakteri koliform. Secara kimiawi, zat kimia yang terkandung dalam air minum seperti besi,
aluminium, klor, arsen, dan lainnya harus di bawah ambang batas yang ditentukan. Secara
radioaktif, kadar gross alpha activity tidak boleh melebihi 0,1 becquerel per liter (Bq/l) dan
kadar gross beta activity tidak boleh melebihi 1 Bq/l (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2017).
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 juga dijelaskan
bahwa penyelenggara air minum wajib menjamin air minum yang diproduksinya aman bagi
kesehatan. Penyelenggara air minum diantaranya adalah Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, usaha
perorangan, kelompok masyarakat, dan/atau individual yang menyelenggarakan penyediaan
air minum.
Air yang tidak mencukupi dari segi kuantitas dan tidak memenuhi syarat dari segi
kualitas akan menimbulkan berbagai penyakit dan dapat meningkatkan kejadian penyakit

9
tular air. Kualitas air yang buruk juga berdampak langsung pada ketersediaan air secara
kuantitas. Air yang tercemar tidak bisa lagi digunakan untuk kebutuhan air minum dan
higiene-sanitasi maupun untuk kebutuhan di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat-tempat
umum seperti sekolah dan industri tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu.
Oleh karena itu, kualitas air minum harus diawasi. Hal ini karena pengawasaan air
minum bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dengan mempromosikan
peningkatan kualitas, kuantitas, aksesibilitas, keberlanjutan dan affordabilitas persediaan air
minum dan melengkapi fungsi kontrol untuk pemasok air minum. Pengawasan air minum
memastikan bahwa kualitas air yang diterima oleh masyarakat aman dan memenuhi target
kesehatan yang telah ditentukan sebelumnya.
Pengawasan kualitas air minum merupakan tanggung jawab Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Dengan demikian, kegiatan pengawasan kualitas air minum tidak
terlepas dari aspek kualitas air minum dan kesehatan masyarakat. Salah satu ukuran untuk
mengetahui keberhasilan dalam melakukan pengawasan kualitas air minum adalah
menurunnya mortalitas dan morbiditas berbagai penyakit tular air minum, salah satunya
adalah penyakit diare. Riset Kesehatan Dasar 2013 dan 2018 menunjukkan peningkatan
prevalensi diare berdasarkan gejala dan diagnosis tenaga kesehatan, yaitu dari sebesar 7%
menjadi 8% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Berdasarkan
pengelompokkan penyakit yang dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan (BPJS) menunjukkan bahwa kunjungan di fasilitas pelayanan kesehatan primer
sebagian besar merupakan kunjungan akibat penyakit terkait lingkungan walaupun belum
spesifik terkait air minum.
Saat ini Indonesia belum ada target penyakit spesifik yang berkaitan dengan kualitas air
minum dan target hasil spesifik kualitas air minum. Akibatnya, data penyakit yang ditularkan
melalui air (water-borne diseases) yang terintegrasi dengan data kualitas air minum belum
tersedia. Dengan demikian, target penyakit perlu dibuat dan disesuaikan dengan daftar
International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems-10 (ICD-10).
Integrasi data diperlukan antara data penyakit terkait air minum dengan kualitas air minum
dari berbagai sumber yaitu BPJS dan surveilans diare berdasarkan wilayah dari nasional,
provinsi, kota/kabupaten, kecamatan, hingga desa/kelurahan.
Ujung tombak pengawasan air minum dilakukan oleh Inspeksi Kesehatan Lingkungan di
Puskesmas, petugas dari Dinas Kesehatan setempat dan petugas di wilayah Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) dengan menggunakan sanitarian kit. Upaya ini diharapkan dilakukan
secara berkala dan terus menerus sehingga dapat mendukung upaya mencapai target
kesehatan dan kualitas air minum karena dapat mendeteksi dan memetakan risiko yang
mungkin dapat timbul dari air yang dikonsumsi.

10
Namun demikian, selama tiga tahun berturut-turut pengawasan sarana air minum belum
dapat memenuhi target Rencana Strategi Kementerian Kesehatan. Belum adanya strategi
pengawasan yang memadai untuk memastikan konsumsi air yang aman di masyarakat antara
lain di rumah tangga, fasilitas layanan kesehatan dan tempat-tempat umum yaitu sekolah,
sehingga menjadi hal yang harus diperhatikan di Indonesia. Temuan sebelumnya dalam
sebuah proyek oleh WHO dan DFAT telah membahas kekuatan dan kesenjangan pengawasan
kualitas air nasional yang ada. Namun, masih belum ada tindakan yang direncanakan oleh
pemerintah atau pemangku kepentingan terkait untuk mengisi kesenjangan tersebut. Oleh
karena itu, pendekatan berbagai sektor pemangku kepentingan secara menyeluruh melalui
saling pengertian diperlukan untuk mengatasi masalah ini dengan baik. Penetapan Peta Jalan
(Roadmap) Kualitas Air Minum Nasional akan menjadi langkah nyata pertama yang diambil
oleh para pemangku kepentingan terkait untuk memperkuat kualitas dan keberlanjutan dalam
pengawasan kualitas air minum di Indonesia. Penyusunan Peta Jalan Kualitas Air Minum
Nasional diselaraskan dengan kebutuhan dan ketentuan RPJMN 2019-2024, Peraturan
Kementerian Kesehatan mengenai pengawasan standar kualitas air minum, dan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan, terutama Tujuan 3 dan 6.

1.2. Tujuan
Peta Jalan Pengawasan Kualitas Air Minum Nasional bertujuan untuk membangun
sistem pengawasan air minum yang komprehensif dalam rangka melindungi kesehatan
masyarakat untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan pada Tahun 2030. Peta jalan
pengawasan kualitas air minum akan menjadi rujukan kebijakan, program, serta penilaian
bagi seluruh jajaran Kementerian Kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Kerangka waktu peta jalan ini adalah dari 2020-2030 dengan periodesasi yang
mengikuti waktu RPJMN dan akhir periode yang disesuaikan dengan kerangka waktu SDGs,
yaitu 2020-2024 sebagai lima tahun pertama, dan 2025-2030 sebagai lima tahun kedua.
Dalam proses dan pencapaiannya, Peta Jalan Pengawasan Kualitas air minum bertujuan
untuk berkontribusi secara langsung kepada dua visi Nawacita 10 prioritas pembangunanan,
yaitu:
 Visi 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
 Visi 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional

1.3. Ruang Lingkup


Pengawasan air minum dapat diukur melalui parameter secara fisik, kimia dan biologi
sesuai dengan peraturan yang berlaku terhadap pasokan air minum di pemukiman, fasilitas
pelayanan kesehatan (lokus prioritas Direktorat Kesehatan Lingkungan Kementerian

11
Kesehatan RI) dan tempat fasilitas umum lainnya (lokus prioritas Direktorat Kesehatan
Lingkungan Kementerian Kesehatan RI), serta melakukan konsolidasi informasi dari
penyelenggara air minum, fasilitas pelayanan kesehatan, tempat fasilitas umum berdasarkan
tingkatan kewilayahan, yang dimulai dari kabupaten/kota dan provinsi secara keseluruhan,
dan hasil pengolahan data yang dapat disajikan secara rutin setiap tahunnya.

12
ANALISIS SITUASI
PENGAWASAN KUALITAS AIR
MINUM

13
2. Analisis Situasi Pengawasan Kualitas Air Minum

2.1. Instrumen Pemerintahan

2.1.1. Aturan dan Kebijakan Nasional Terkait Air Minum


Air minum merupakan hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada Pasal 28 Ayat 1, yang menyatakan bahwa
“Setiap individu berhak atas hak untuk memliki kehidupan yang makmur, tempat tinggal dan
lingkungan serta kesehatan yang baik dan sehat”. Memiliki akses air minum yang aman dan
memadai adalah salah satu hak asasi manusia dan dijamin oleh pemerintah. Kebijakan dan
peraturan mengenai pengamanan kualitas air minum sudah tersedia pada level nasional,
mencakup sistem pada perkotaan maupun pedesaan dengan persyaratan yang sama.
Pengadilan Indonesia mengakui hak asasi manusia atas air dengan dikeluarkannya putusan
Mahkamah Agung pada 10 Oktober 2017 yang menyatakan bahwa Mahkamah Agung
memerintahkan pemerintah Indonesia untuk melindungi dan mengelola pasokan air untuk
warga negara Indonesia. Putusan ini diambil karena sumber daya air harus dikontrol dan
dialokasikan untuk kepentingan umum sehingga perusahaan swasta tidak dapat memonopoli
dan mengkomersilkan hak atas sumber air.
Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang
sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan, salah satunya mencegah kontaminasi
dari air yang tercemar. Pemerintah Indonesia juga telah mengatur tentang pengelolaan air
melalui Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air serta dalam Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Air. Peraturan mengenai persyaratan pemberian layanan air minum
seperti kelangsungan, keterjangkauan, dan lain sebagainya juga diatur melalui Peraturan
Pemerintah RI No. 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan air (Kuantitas, Kualitas, dan
Kontinuitas) dan Sistem Penyediaan Air Minum. Penguatan peraturan tersebut terdapat dalam
Keputusan Presiden RI No. 90 Tahun 2016 tentang Badan Peningkatan Penyelenggaraan
Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM). Kebijakan nasional dan rencana pelaksanaan
untuk pasokan air minum perkotaan juga sudah ada. Hal ini tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019.
Pemerintah Indonesia telah mempunyai standar untuk kualitas air minum yang diatur
pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum. Persyaratan pengawasan air minum, peran dan tanggung jawab juga telah ditetapkan
melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas

14
Air Minum dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 736 Tahun 2010 tentang Tata Laksana
Pengawasan Kualitas Air Minum.
Kondisi air di suatu wilayah telah diatur dalam Peraturan Kementerian PUPR No. 29
Tahun 2018 yang berisi Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang yang mengamanatkan seluruh kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2019 wajib
menyediakan infrastruktur sesuai dengan SPM (Standar Pelayanan Minimal), salah satunya
penyediaan air minum dengan indikator persentase penduduk yang mendapatkan akses air
minum yang aman.
Peraturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI No. 27 Tahun 2016
mengatur tentang Manajemen Sistem Penyediaan Air Minum, yaitu kelangsungan jaminan
penyediaan layanan selama 24 jam. Dalam peraturan tersebut, pada Lampiran III mengatur
kontinuitas sebesar 0,5-1,0 atm air minum pada pipa distribusi pada titik kritis atau paling
jauh tempat pelayanan. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 71 Tahun 2016 tentang
Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum, yaitu harga yang terjangkau untuk memenuhi
standar kebutuhan air minum sebesar kurang dari 4% pendapatan minimum regional. Namun,
saat ini, Indonesia belum mempunyai landasan hukum mengenai perencanaan kualitas air
minum (Water Safety Plan/WSP) yang aman.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, juga sedang merevisi Peraturan
Kementerian Kesehatan No. 492 Tahun 2010 mengenai kualitas air minum. Dalam revisi
tersebut akan memuat ketentuan penyesuaian parameter uji air minum yang berdasarkan
karakteristik masing-masing daerah di Indonesia dan aktivitas mayoritas penduduk setempat.
Penyesuaian parameter tersebut bertujuan memudahkan pemegang kewenangan terkait air
minum dalam melakukan pengujian parameter air minum secara efektif dan efisien.
Dalam hal kebijakan, Indonesia sudah mempunyai kebijakan mengenai sumber air
minum yang layak baik di daerah perkotaan dan pedesaan, cara menjangkau air minum,
jaringan air minum untuk rumah tangga, adanya perbaikan pada jaringan yang rusak, peran
dan tanggung jawab terhadap teknologi dan sistem manajemen serta keberlanjutan layanan air
di daerah perkotaan. Kebijakan dan rencana nasional terkait ketersediaan air minum baik di
daerah urban dan rural sebagian efektif. Keefektifan sebagian kebijakan dan rencana nasional
terkait air minum ditandai dengan sebagian pemerintah daerah telah mengembangkan
peraturan yang merupakan uraian dari peraturan nasional, pemerintah daerah mengalokasikan
anggaran, ketersediaan pemantauan berjenjang dari pemerintah pusat hingga pemerintah
daerah, membandingkan perencanaan dan realisasi, program percepatan pembangunan
sanitasi pemukiman, adanya dokumen strategi sanitasi kota/kabupaten, master plan
penyediaan air minum (RISPAM) kota/kabupaten. Namun demikian, Pemerintah Indonesia
belum mempunyai kebijakan pasokan air minum yang ditujukan untuk wilayah yang
perpipaan atau yang bukan perpipaan.

15
Selain itu, telah ada kebijakan nasional dan rencana nasional untuk menjangkau pasokan
air minum bagi populasi yang rentan. Populasi yang rentan antara lain kelompok masyarakat
miskin, masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh, masyarakat yang tinggal di daerah
yang sulit dijangkau, penduduk asli daerah, pengungsian, perempuan, kelompok minoritas,
kelompok masyarakat yang disabilitas, kelompok masyarakat dengan beban penyakit yang
tinggi yaitu diare, kurang gizi, kolera, dan lain-lain, serta pondok pesantren. Dalam
pelaksanaan kebijakan dan rencana nasional pasokan air minum bagi masyarakat yang rentan
hanya sebagian dilaksanakan (United National-Water Global Analysis and Assessment of
Sanitation and Drinking Water (GLAAS), 2019).
Dalam rangka penguatan kebijakan tentang air minum maka diperlukan bantuan teknis.
Bentuk bantuan teknis yaitu memandu pembiayaan dan pelaksanaan program-program air
minum. Sumber pembiayaan dapat berasal dari anggaran belanja negara dan daerah, dana
yang dialokasikan khusus, agen daerah sendiri/operator lain, kerjasama pemerintah dan badan
usaha dan CSR. Alat yang dibutuhkan adalah penetapan biaya, analisis pengeluaran, pedoman
teknis dan standar. Contoh bantuan teknis yang bermanfaat adalah mengembangkan kerangka
pengawasan kualitas air minum (kualitas air minum dan penyakit) dan bantuan teknis untuk
mendapatkan SDG (United National-Water Global Analysis and Assessment of Sanitation
and Drinking Water (GLAAS), 2019).

2.1.2. Mandat Perencanaan Kualitas Air Minum


Kebijakan nasional dan rencana pelaksanaan untuk pasokan air minum di perkotaan di
Indonesia sudah ada. Hal ini tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2015-2019. Rencana nasional tentang pasokan air minum telah disetujui
sejak Tahun 2015 dan sebagian telah dilaksanakan. Persetujuan rencana nasional pasokan air
minum dibuktikan dengan adanya anggaran sebesar Rp. 253,8 triliun untuk daerah perkotaan
dan pedesaan. Pembiayaan ini kurang dari 50% dari apa yang dibutuhkan (United National-
Water Global Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking Water (GLAAS), 2019).
Penilaian surveilans yang dilakukan oleh WHO pada tahun 2018 menunjukkan bahwa
masih belum ada mekanisme bimbingan dan penegakan untuk Rencana Pengamanan Air
Minum atau Water Safety Plan (WSP), dan mandat WSP dalam peraturan nasional untuk
sistem penyediaan layanan air minum. Akibatnya, audit belum dapat dilakukan terhadap
sumber air minum karena belum ada peraturan yang mewajibkan adanya Rencana
Pengamanan Air Minum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

16
2.1.3. Mandat Pengawasan Kualitas air minum
Kementerian yang berperan dan bertanggung jawab terhadap pasokan air minum antara
lain Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Masyarakat serta penyedia layanan
air minum lainnya baik berupa perusahaan daerah air minum maupun pihak swasta.
Keterlibatan berbagai kementrian merupakan tantangan tersendiri dalam melaksanakan
pengawasan kualitas air minum (United National-Water Global Analysis and Assessment of
Sanitation and Drinking Water (GLAAS), 2019).
Berbagai tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan pengawasan kualitas air
minum adalah kesulitan dalam melakukan koordinasi lintas sektor. Kesulitan lainnya adalah
keterbatasan dana, distribusi otoritas yang rumit, terutama untuk air minum dari sumber titik
hingga ke konsumen, konflik kepentingan antar pemangku kepentingan, kesadaran
masyarakat yang rendah, komitmen pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota yang
rendah.
Strategi yang digunakan dalam menghadapi berbagai tantangan yaitu mengembangkan
panduan operasional tentang distribusi kewenangan yang telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 2 Tahun 2018. Strategi lainnya yaitu membuat gugus tugas nasional untuk air
minum yang melibatkan komunitas yang ada di masyarakat dan pemerintah
provinsi/kota/kabupaten, mengembangkan skema alternatif dana yaitu melibatkan lembaga-
lembaga eksternal seperti kelompok keagamaan, donor, dan kelompok swasta.
Secara legal, saat ini pemerintah telah mempunyai dokumen Rencana Pengamanan
Kualitas Air Minum namun belum dijadikan prioritas dalam upaya pengawasan pengamanan
kualitas air minum sehingga penerapannya pun belum maksimal. Peraturan dan aspek legal
mengenai tata hubungan instansi pemerintah dan non-pemerintahan yang ada di Indonesia
juga menjadi suatu tantangan untuk penerapan pengawasan kualitas air minum yang
terintegrasi (Sutiawan, 2019).

2.2. Praktik Pengawasan Air Minum


Pengawasan kualitas air minum di Indonesia dilakukan melalui dua cara yaitu
pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal dilakukan secara mandiri oleh
penyelenggara kegiatan. Pengawasan eksternal dilakukan oleh Dinas Kesehatan, organisasi
atau Badan yang independen seperti Badan Pusat Statistik (BPS).
Pengawasan kualitas air minum di Indonesia telah dijalankan baik dalam bentuk survei,
pemeriksaan berkala, dan pemeriksaan secara independen. Kegiatan pengawasan sebelumnya
menunjukkan bahwa pengawasan kualitas air minum dilakukan secara independen dan
menginformasikan ada tindakan perbaikan baik di daerah perkotaan maupun pedesaan serta di

17
fasilitas pelayanan kesehatan. Pada daerah perdesaan, frekuensi pengawasan kualitas air
minum yang dilakukan secara independen kurang dari 50% dan di daerah perkotaan lebih dari
75% (United National-Water Global Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking
Water (GLAAS), 2019).
Dalam hal pengawasan air minum yang dilakukan secara berkala, pemerintah telah
berupaya untuk memastikan pasokan air yang aman dan memadai bagi masyarakat melalui
Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyedia Air Minum (BPPSPAM) atau Badan
Pendukung Pengembangan Sistem Pasokan Air Minum pada 2016. Mandat diberikan oleh
pemerintah melalui PP No. 90 Tahun 2016 kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (KEMENPUPR). KEMENPUPR juga menerima laporan tentang rencana
pengamanan air dari otoritas layanan air setempat (PDAM), namun belum terintegrasi untuk
melapor ke Kementerian Kesehatan.
Pengawasan kualitas air minum yang dilakukan melalui survei telah dilaksanakan
pemerintah melalui SUSENAS (BPS), Riskesdas (Kemenkes), Potensi Desa (BPS), dan
lainnya. Pengawasan air minum yang disurvei meliputi kuantitas, kualitas (secara observasi
dan organoleptik), kontinuitas, dan aksesibilitas. Pemenuhan kebutuhan air minum di rumah
tangga, di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat fasilitas umum dapat diukur dari akses air
minum layak, beberapa faktor yang terkait dengan akses air minum layak diantaranya adalah:
1) Jenis sumber air utama yang digunakan untuk diminum;
2) Jenis sumber air utama yang digunakan untuk memasak, mandi, dan mencuci;
3) Jarak sumber air ke penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat ≥ 10 meter.
Akses air layak adalah akses terhadap air minum yang sumbernya terdiri dari leding, air
hujan, dan [(sumur bor/pompa, sumur terlindung serta mata air terlindung) dengan jarak ke
tempat penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat ≥ 10 ml] dan sumber air minum
kemasan/air isi ulang dimana sumber air cuci/masak/mandi/dll menggunakan (sumur
bor/pompa, sumur terlindung serta mata air terlindung) dengan jarak ke tempat penampungan
limbah/kotoran/tinja terdekat ≥ 10 m. (Badan Pusat Statistik, 2018a).
Hasil survei yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa persentase rumah tangga
dengan akses air minum bersih selama 5 tahun terakhir rata-rata sebesar 70,35%. Pada tahun
2017, rumah tangga dengan sumber air minum bersih sebesar 71,27%, sedangkan pada tahun
2018 sebesar 72,99% (Badan Pusat Statistik, 2018a). Namun pada tahun 2018, sebagian besar
rumah tangga memperoleh air minum dengan cara membeli, yaitu dengan persentase sebesar
46,72% (Badan Pusat Statistik, 2018a). Bappenas menargetkan akses terhadap air minum
layak meningkat dari 87,75% pada tahun 2018 menjadi 100% di tahun 2024. Sedangkan
untuk air minum aman yang semulanya 6,8% di tahun 2018 diharapkan meningkat menjadi
15% di tahun 2024 dan 100% di tahun 2030.

18
Pada tahun 2018, sumber air utama yang paling banyak digunakan rumah tangga untuk
minum adalah air isi ulang (26,43%), sumur terlindung (17,51%), sumur bor/pompa (16,36%),
air ledeng (10,29%), air kemasan bermerk (9,85%), mata air terlindung (8,22%), mata air tak
terlindung (2,78%), air hujan (2,45%), dan air permukaan (1,33%). Berdasarkan tipe daerah
terdapat perbedaan, di daerah perkotaan sumber air minum utama yang banyak digunakan
adalah air isi ulang (34,27%), sedangkan di daerah perdesaan rumah tangga paling banyak
menggunakan sumber air utama dari sumur terlindung (22,81%) (Badan Pusat Statistik,
2018b). Namun demikian, hingga saat ini belum ada survei khusus mengenai kualitas air
minum yang mengacu kepada Permenkes No. 492 Tahun 2010 yang meliputi aspek fisik,
kimia, dan biologi.
Dalam pelaksanaannya, pengawasan kualitas air minum di Indonesia masih menghadapi
beberapa kendala antara lain luasnya wilayah Indonesia dengan beragam bentuk penyedia air
minum membuat tupoksi pemeriksaan kualitas air minum menjadi kurang jelas, Tidak
tersedianya prosedur operasi standar pengawasan dan rendahnya frekuensi pengawasan
kualitas air minum, serta rendahnya komitmen dan kesadaran pemerintah dan penyedia lokal.

2.2.1. Pengujian Kualitas Air


Ketentuan sebelumnya menjelaskan bahwa indikator kinerja terkait air minum layak
yang digunakan di Indonesia adalah:
1) Pengeluaran air minum (proporsi anggaran yang dikeluarkan untuk jangka menengah)
menunjukkan hasil bahwa sedang dikembangkan atau disepakati tetapi belum
dilaksanakan;
2) Kualitas air minum diukur melalui % kepatuhan E.coli atau persen kepatuhan residu
klor menunjukkan hasil telah disetujui dan dapat dibandingkan dengan ketetapan yang
ada dan telah diatur dalam Permenkes 492 Tahun 2010;
3) Kualitas layanan air (misal jam layanan, tekanan minimum dalam sistem perpipaan,
variabilitas pengitiman yang sesuai musim telah ditetapkan dengan peraturan;
4) Persen cakupan layanan air minum kepada masyarakat yang memenuhi keadilan
(masyarakat yang tinggal di lokasi berbeda, masyarakat dengan kelompok ekonomi
berbeda) menunjukkan belum ada indikatornya;
5) Efektifitas biaya (biaya tingkat layanan pada pembuatan lubang bor untuk sumer,
sistem perpipaan jaringan, dan lain-lain) menunjukkan belum adanya indikator;
6) Sistem perpipaan jaringan menunjukkan bahwa indikator sedang dikembangkan atau
disetujui tetapi belum dilaksanakan.

Namun, wilayah Indonesia yang sangat luas memberikan perbedaan kondisi geografis
dan lingkungan sehingga kualitas air baku di setiap wilayah pun dapat berbeda. Kualitas air

19
baku yang berbeda tersebut menimbulkan potensi risiko penyakit yang berbeda pula.
Keragaman kondisi ekonomi dan sosial-budaya masyarakat Indonesia juga dapat
menyebabkan potensi penyakit yang berbeda-beda di tiap wilayah.
Persyaratan kualitas air minum di Indonesia diatur dalam Peraturan Kementerian
Kesehatan No. 492 Tahun 2010 tentang Kualitas Air Minum. Pemenuhan kualitas air minum
yang memenuhi syarat baru mencapai 72,47%, seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Persentase Kualitas Air Minum Berdasarkan Provinsi di Indonesia


Tahun 2017
Sumber: E-Monev PKAM Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

2.2.2. Audit Rencana Pengamanan Air Minum


Indonesia belum memiliki mekanisme audit mengenai Rencana Pengamanan Air Minum.
Hal tersebut terjadi karena belum ada lembaga audit yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
melakukan audit terhadap Rencana Pengamanan Air Minum. Selain itu, di Indoneisa belum
ada dokumen mengenai Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM).
Audt yang sudah berjalan hingga saat ini adalah audit terhadap kinerja PDAM. Audit
dilakukan oleh pemegang kewenangan lokal dan pihak ketiga untuk menilai kinerja PDAM.
Berdasarkan hasil audit pada tahun 2018, PDAM memiliki 223 unit yang dikategorikan sehat,
99 unit kurang sehat, dan 52 unit tidak sehat. Jumlah ini meningkat dari tahun-tahun
sebelumnya (209 sehat, 103 kurang sehat, dan 66 sakit pada tahun 2017), seperti terlihat pada
Gambar 2.
Indonesia juga belum memiliki tim audit yang bertugas khusus dalam penilaian
pengawasan air minum. Tim audit independen yang berwenang dirasa perlu dipertimbangkan
untuk dibentuk dengan persetujuan dari pemangku kepentingan terkait.

20
Gambar 2. Penilaian Kinerja PDAM Tahun 2016-2018
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

2.2.3. Inspeksi Kesehatan Lingkungan


Pemeriksaan kualitas air minum di tingkat rumah tangga dilakukan dengan survei,
namun pemeriksaan kualitas air minum dilakukan saat ini hanya secara organoleptik dan
belum semua survei melakukan uji laboratorium terhadap kualitas air minum. Survei
pemeriksaan kualitas air minum secara organoleptik oleh enumerator menggunakan kuisioner
tanpa pemeriksaan uji laboratorium menimbulkan masalah verifikasi data karena perbedaan
kemampuan enumerator, interpretasi pengukuran volume penggunaan air, pengamatan
kualitas organoleptik, dan lainnya. Sulit untuk memverifikasi hasil tersebut tanpa
pemeriksaan lebih lanjut oleh laboratorium.
Pemeriksaan uji laboratorium terhadap kualitas air minum dilakukan oleh penyedia jasa
seperti BBLK, BBTKL, dan Labkesda. Penyedia jasa pemeriksaan laboratorium juga
mengalami kesulitan dalam pemeriksaan kualitas air minum. Hal ini terjadi karena tidak
seluruh parameter air minum yang ditetapkan di Permenkes 492/2010 dapat diuji di
laboratorium-laboratorium tersebut.
Saat ini telah dilakukan pengawasan kualitas air minum yang dilakukan secara mandiri
dan berkala oleh PDAM, Labkesda, dan BBTKL di wilayah kerja masing-masing. Masing-
masing instansi juga sudah memiliki peta persebaran titik sampling sekaligus acuan metode
yang digunakan (Gambar 3). Pemerintah juga telah menetapkan dan menyediakan sistem
surveilans kualitas air minum yang sudah bisa dijalankan, seperti Inspeksi Kesehatan
Lingkungan yang dilakukan oleh fasyankes. Pembentukan tim audit independen juga telah
direncanakan dalam upaya meningkatkan pengawasan kualitas air minum.

21
Gambar 3. Peta Penyebaran Titik Sampling Distribusi PAM JAYA
Sumber: PAM JAYA, 2019

Koordinasi pemerintah daerah dengan instansi terkait pemeriksaan (laboratorium,


BBTKL, PDAM) masih belum memadai. Selain itu, belum ada aturan jelas yang menetapkan
pihak atau instansi khusus untuk melakukan pemeriksaan terhadap masing-masing tipe
penyedia air; baik komersil maupun publik; dan air baku.
Penilaian langsung dilakukan oleh pemegang kewenangan mengenai kesehatan
masyarakat setempat. Penilaian dilakukan untuk aspek organoleptik air dan kepuasan publik
atas layanan pasokan air. Dalam pengumpulan pengaduan, lembaga yang akan menyalurkan
pengaduan dapat berbeda sesuai dengan jenis layanan air. Pemerintah daerah yang mengelola
layanan air perpipaan sudah menerapkan pengumpulan pengaduan semacam ini, meskipun
masih perlu perbaikan lebih lanjut. Beberapa otoritas lokal telah mendirikan layanan berbasis
aplikasi, tetapi masih belum distandarisasi (Gambar 4).

Gambar 4. Contoh Sistem Pelaporan dan Komunikasi Pelanggan


Berbasis Aplikasi
Sumber: Google.com

Saat pelaksanaan pengawasan kualitas air minum, sanitarian atau petugas KKP
seringkali menghadapi kendala yaitu sulitnya perizinan untuk melakukan kegiatan
pengawasan kualitas air minum di daerah pemukiman menengah ke atas sehingga

22
menyebabkan terhambatnya informasi mengenai kualitas air minum di wilayah tersebut.
Masalah lainnya dalam pengawasan air minum adalah tidak cukup bahan atau alat/panduan
praktis, tidak adanya RPAM, tidak tersedianya panduan lokal untuk melakukan Inspeksi
Kesehatan Lingkungan.

2.2.4. Pencatatan Pengujian Kualitas Air Minum pada Pemasok Air Minum
Kondisi kualitas air perpipaan (umumnya dikelola oleh PDAM) di Indonesia saat ini
belum memenuhi standar air minum, sehingga belum dapat dikonsumsi secara langsung. Air
perpipaan masih harus diproses lebih lanjut, yaitu dididihkan sebelum dikonsumsi sebagai air
minum bagi masyarakat. Standar fisik dan kimia untuk air yang aman telah terpenuhi, namun
parameter biologis masih belum terpenuhi. Hal ini dikarenakan kualitas jaringan perpipaan
yang sudah tua usianya yang berpotensi pada timbulnya kebocoran pada jaringan perpipaan
yang berisiko terjadinya kontaminasi bakteriologis pada air yang didistribusikan kepada
pelanggan. Masalah utama dalam pengawasan terhadap penyelenggara air minum adalah
tidak adanya sistem pengumpulan data hasil pemeriksaan kualitas air dan pengawasan yang
memadai sehingga data mengenai hasil pengujian kualitas air dari PDAM atau DAMIU tidak
diteruskan pelaporannya kepada Kementerian Kesehatan untuk menjadi data yang
tersentralisir.
Penyelenggara air minum di Indonesia meliputi PDAM, Depot Air Minum Isi Ulang
(DAMIU). Air minum dalam kemasan (AMDK) tidak termasuk sebagai penyelenggara air
minum, tetapi termasuk kedalam kategori industri air minum yang masuk ke dalam
pengawasan BPOM. PDAM melakukan pengawasan kualitas air secara mandiri dan berkala.
DAMIU bertanggung jawab untuk memeriksa kualitas air mereka sesuai dengan waktu yang
direkomendasikan oleh pemerintah. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Nomor 705/MPP/Kep/11/2003 tentang Persyaratan Teknis Industri Air
Minum Dalam Kemasan dan perdagangannya dan perlu diikuti untuk mempertahankan
perizinan yang sah.
Beberapa prosedur sertifikasi sudah ditetapkan di Indonesia. Namun masih belum ada
metode verifikasi yang dilakukan untuk memverifikasi kualitas layanan atau instrumen
tersebut. Hal tersebut menjadi perhatian karena tanpa metode sertifikasi dan verifikasi yang
tepat, memungkinkan terjadinya pemalsuan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab..
Air jaringan perpipaan merupakan salah satu sumber air yang banyak digunakan di
Indonesia. Sistem perpipaan di Indonesia sendiri secara langsung dimasukkan dalam rencana
konstruksi. Namun tidak jelas apakah setiap penyedia layanan konstruksi telah menerima
sertifikasi atau pelatihan yang tepat sebelumnya.

23
2.2.5. Kualitas Air Minum di Fasilitas Layanan Kesehatan dan Sekolah
Pengawasan kualitas air minum juga perlu dilakukan di Tempat Fasilitas Umum (TFU)
yang merupakan tempat atau sarana umum yang digunakan untuk kegiatan masyarakat dan
diselenggarakan oleh pemerintah/swasta atau perorangan. Tempat Fasilitas Umum tersebut
antara lain pasar, sekolah, fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan, terminal, bandara, stasiun,
pelabuhan, bioskop, hotel dan tempat umum lainnya). TFU dinyatakan sehat apabila
memenuhi persyaratan fisiologis, psikologis, dan dapat mencegah penularan penyakit antar
pengguna, penghuni, dan masyarakat sekitarnya serta memenuhi persyaratan dalam
pencegahan terjadinya masalah kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2018).
Sekolah di Indonesia yang mampu mengakses air minum hanya 66%, sedangkan 3%
memiliki akses terbatas, dan 31% tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman (JMP,
2018). Pada fasilitas pelayanan kesehatan nasional bukan rumah sakit, sebesar 80% sudah
memiliki akses terhadap air bersih, hanya 7% yang memiliki akses terbatas terhadap air bersih,
dan 13% tidak memiliki akses terhadap air bersih. Fasilitas pelayanan kesehatan berupa
rumah sakit hanya 2% yang tidak memiliki akses terhadap air bersih, sedangkan 98% data
tidak tersedia (JMP, 2019).
Tindak lanjut dari sistem surveilans kualitas air minum yang telah ditetapkan pemerintah
adalah adanya pengawasan kualitas air minum yang dilakukan fasilitas pelayanan kesehatan
di skala perkotaan mapupun perdesaan. Ketersediaan penilaian kualitas air minum dari
IUWASH-USAID dan WASH-UNICEF juga membantu dalam kegiatan pengawasan kualitas
air minum di fasilitas kesehatan dan sekolah.
Pada tahun 2017, TFU yang memenuhi syarat telah mencapai target Renstra Kemenkes
yaitu 54,01%, dan capaian ini juga lebih besar dari sebelumnya, tahun 2016 sebesar 52,64%.
Upaya yang telah dilakukan dalam peningkatan TFU diantaranya melakukan advokasi dan
sosialisasi secara terpadu bersama lintas program di lingkungan Kemenkes), dan lintas sektor
(Kemendagri, Kemenparekraf, Kemendikbud, dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah/SKPD
terkait, serta institusi (Perguruan Tinggi, HAKLI, Persatuan Hotel dan Restauran
Indonesia/PHRI, dan lainnya), serta mitra yang terkait lainnya baik di pusat dan daerah,
melengkapi daerah dengan peralatan pengukuran (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2017).
Dalam pengujian kualitas air, permasalahan utama yang dihadapi adalah tidak adanya
buku panduan atau tata laksana dalam melakukan sampling dan pengujian kualitas air minum,
serta tidak adanya transport yang memadai ketika melakukan pengujian kualitas air minum.

24
2.3. Sistem Pendukung
2.3.1. Sistem Pengelolaan Informasi Pengawasan Kualitas Air Minum
Data mengenai pengawasan kualitas air minum di Indonesia bersumber dari data hasil
pemeriksaan kualitas air yang dilakukan secara independen oleh beberapa instansi dan data
hasil inpeksi sanitasi yang dilakukan oleh petugas sanitarian Puskesmas. Hasil pemeriksanaan
kualitas air minum BBLK, BBTKL, Labkesda, dan PDAM belum dilaporkan ke Kementerian
Kesehatan karena belum ada sebuah sistem atau kanal khusus yang dapat menyatukan data
tersebut, sehingga data hanya menjadi dokumentasi instansi terkait. Selain itu, karena belum
adanya ketentuan untuk melaporkan hasil pemeriksaan kualitas air minum kepada
Kementerian Kesehatan.
Penyedia layanan air seperti PDAM masih belum menerapkan teknologi auto-
monitoring seperti Remote Sensing atau Optofluidic yang dapat memberikan data real-time
untuk upaya monitoring harian dan pada daerah yang sulit dilakukan pengukuran langsung
(Sutiawan, 2019). Banyak PDAM telah mempunyai mempunyai sistem pengaduan konsumen,
akan tetapi, belum ada sistem yang dapat mengatur kategori pengaduan dan merumuskan
basis data berdasarkan pengaduan yang diberikan. Idealnya, setelah adanya keluhan kualitas
air pelanggan telah diterima, data perlu disimpan, ditampilkan, dan dianalisis untuk
menentukan apakah ada insiden kualitas air. Metode analisis data harus mampu mendeteksi
anomali, seperti jumlah yang sangat tinggi atau pengelompokan spasial dari keluhan kualitas
air dengan deskripsi masalah yang serupa.
Kegiatan pengawasan dari Inspeksi Kesehatan Lingkungan pengawasan kualitas air
minum yang dilakukan oleh petugas sanitarian puskesmas akan dilaporkan melalui sistem
informasi yang telah dimiliki oleh Kementerian Kesehatan yaitu Electronic Monitoring and
Evaluation System Pengawasan Kualitas Air Minum (E-Monev PKAM). Namun data yang
dihasilkan pada E-Monev PKAM masih belum tersedia secara rinci sehingga menimbulkan
kesulitan dalam interpretasi pencapaian per-daerah dan identifikasi daerah berisiko.
Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengisian E-Monev PKAM antara lain beberapa
daerah mengalami minimnya koneksi internet, belum ada teknologi yang memadai sehingga
kesulitan dalam mengaplikasikan E-Monev PKAM yang berbasis elektronik, peralatan
pendukung yang tersedia tidak merata, beban kerja meningkat mengakibatkan rendahnya
pengisian E-Monev PKAM, sumber daya pelaksana inspeksi yang kurang.
Permasalahan lainnya pada pengawasan air minum yaitu setiap instansi pemerintah
maupun swasta yang berkecimpung dalam pengawasan kualitas air minum memiliki standar
metode yang berbeda sehingga menyebabkan terhambatnya proses kompilasi data yang dapat
ditampilkan secara menyeluruh. Hal tersebut disebabkan ketidakcukupan sistem pencatatan
dan pelaporan dalam pengawasan kualitas air minum baik di daerah perkotaan dan pedesaan

25
Perkembangan sistem informasi dan teknologi merupakan sebuah peluang yang besar
untuk meningkatkan upaya pengawasan pengamanan kualitas air minum dengan cara lebih
efisien dan akurat. Berbagai teknologi dengan basis spasial dapat memudahkan pengawasan
kualitas air minum di Indonesia. Teknologi Remote Sensing yang didukung dengan informasi
spasial dari Bakorsutanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) dapat
menghasilkan sebuah pelaporan pengawasan kualitas air minum yang holistik dan
mempermudah identifikasi daerah berisiko. Pemanfaatan informasi dan teknologi dalam
pengawasan kualitas air minum juga dapat dilakukan dengan mengembangkan pemetaan
laporan dari masyarakat secara spasial (Gambar 5).

Gambar 5. Peta Tematik Pelaporan Masalah Kualitas Air Minum

Pengembangan E-Monev sebagai pusat data kualitas air minum di Indonesia dapat
membantu pengawasan kualitas air minum. Seyogyanya E-Monev tersebut diisi oleh
pemegang kewenangan setempat sehingga data yang masuk merupakan data terkini yang bisa
diakses pemerintah pusat dan masyarakat. Integrasi data tersebut dapat menjadi cerminan
kondisi kualitas air minum di Indonesia dan membantu pemerintah untuk menentukan
langkah yang tepat dalam pengawasan kualitas air minum. Keterbukaan data hasil
pemeriksaan air minum dari pihak pemeriksa kualitas air minum juga sangat membantu
pemegang kewenangan setempat dan masyarakat dalam melakukan pengawasan kualitas air
minum.

2.3.2. Pendanaan Pengawasan Kualitas Air Minum


Persetujuan rencana nasional pasokan air minum telah dengan anggaran sebesar Rp.
253,8 triliun untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Pembiayaan ini kurang dari 50% dari apa
yang dibutuhkan. Penyebabnya adalah kegiatan pengawasan kualitas air minum di Indonesia
masih belum dijadikan prioritas oleh pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya
alokasi APBD untuk pengamanan air minum dan masih banyak daerah yang belum

26
mengalokasikan anggaran untuk Pengawasan Kualitas Air Minum (United National-Water
Global Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking Water (GLAAS), 2019).
Partisipasi dan kerjasama daerah sangat penting untuk meningkatkan pelaksanaan
Pengasawan Kualitas Air Minum. Pemerintah kota atau kabupaten seharusnya dapat
mengusulkan Pengawasan Kualitas Air Minum (PKAM) sebagai salah satu prioritas saat
mengajukan BOK dan turut aktif mengembangkan pendanaan alternatif (Bappenas, 2019),
walaupun untuk merealisasikan hal ini harus ada payung hukumnya, baik Peraturan
Pemerintah atau Peraturan Menteri sehingga dapat dibuat peraturan daerah sebagai aturan
turunannya.
Keterbatasan dana mengakibatkan kurangnya penyediaan alat rapid assessment yang
bermutu untuk mendukung pengawasan kualitas air minum sehingga tidak semua wilayah
dapat melakukan kegiatan tersebut secara ideal. Pendanaan yang terbatas terhadap peralatan
pemeriksaan kualitas air minum di laboratorium menyebabkan tidak maksimalnya pengujian
kualitas air minum.

2.3.3. Sumber Daya Manusia


Secara nasional, peran dan tanggung jawab berbagai kementerian dalam pengelolaan
pasokan air minum mempunyai tingkatan yang berbeda. Peran dan tanggung jawab dalam
memimpin pengaturan pasokan air minum adalah Badan Perencanaan Nasional, Kementerian
Kesehatan, dan Kementerian Umum. Kementerian yang berkontribusi dalam pasokan air
minum adalah Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (United National-Water Global Analysis and Assessment of Sanitation and
Drinking Water (GLAAS), 2019).
Kementerian yang memimpin penyediaan pelayanan pasokan air minum adalah
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kementerian yang berkontribusi
terhadap penyediaan pelayanan pasokan air minum adalah Kementerian Umum (United
National-Water Global Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking Water (GLAAS),
2019).
Kementerian yang memimpin pengawasan pasokan air minum adalah Kementerian
Kesehatan, sementara kementerian yang berkontribusi dalam melakukan pengawasan pasokan
air minum adalah Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan
Kementerian Umum (United National-Water Global Analysis and Assessment of Sanitation
and Drinking Water (GLAAS), 2019).
Pada Kementerian Kesehatan, sumber daya manusia untuk merencanakan, mengawasi,
menjalankan dan mengelola kualitas air minum belum mencukupi. Sumber daya yang tersedia
baik di daerah perkotaan dan pedesaan hanya sebesar kurang dari 50% (United National-

27
Water Global Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking Water (GLAAS), 2019).
Rasio sanitarian dengan puskesmas sebesar 0.86, dengan 24,2% diantaranya yang terlatih
(Kementerian Kesehatan, 2018). Berdasarkan angka tersebut, dapat disimpulkan masih
banyak sanitarian puskesmas sekaligus pengawas kualitas air minum yang belum terlatih.
Oleh karena itu, peningkatan kompetensi sumber daya manusia mutlak dilakukan untuk
mendukung keberlangsungan sistem pengawasan kualitas air minum walaupun dalam
kenyataannya peningkatan kompetensi SDM masih terhambat dalam hal pendanaan.
Pengawas air minum mempunyai kewenangan untuk mengawasi kualitas air minum,
mengumpulkan data kualitas air sesuai standar yang telah ditetapkan yang dilakukan secara
menyeluruh baik di daerah perkotaan dan pedesaan, mengawasi jangkauan layanan kualitas
air minum di daerah perkotaan dan pedesaan. Pengawas air minum bertugas mengumpulkan
data mengenai cakupan layanan air minum di masyarakat terutama dilakukan di daerah
perkotaan, namun hanya sebagian di daerah perdesaan (United National-Water Global
Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking Water (GLAAS), 2019).
Dalam melakukan pengawasan air minum, sebagian pengawas juga melakukan tindakan
korektif baik didaerah perkotaan dan pedesaan. Beberapa contoh tindakan korektif yang
dilakukan yaitu pemberian hibah, memfasilitasi sistem pasokan air minum, dan penyehatan
perusahaan air. Pengawas kualitas air minum melaporkan kualitas air minum dan sebagian
disebarluaskan terutama untuk fungsionalitas, kesinambungan, efisiensi tetapi tidak untuk
kepatuhan kualitas air minum dengan standar nasional (United National-Water Global
Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking Water (GLAAS), 2019).
Sumber daya manusia yang ada dalam melakukan pengawasan belum optimal. Hal
tersebut terjadi karena belum jelasnya pembagian peran dan tanggung jawab dalam
melakukan pengawasan air minum baik di daerah perkotaan dan pedesaan serta belum ada
penilaian kinerja terhadap sumber daya manusia.

2.3.4. Laboratorium
Laboratorium yang menguji kualitas air minum seringkali dilakukan oleh BBTKL,
PDAM atau Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda). Akan tetapi koordinasi pemerintah
daerah dengan instansi terkait pemeriksaan kualitas air minum (laboratorium, BBTKL,
PDAM) masih minim. Penyebabnya adalah belum ada aturan jelas yang menetapkan pihak
atau instansi khusus untuk melakukan pemeriksaan terhadap masing-masing tipe penyedia air;
baik komersil maupun publik; dan air baku.
Pengujian kualitas air minum yang dilakukan di laboratorium tidak maksimal karena
banyak permasalahan yaitu tidak adanya buku panduan dalam melakukan sampling dan
panduan pengujian kualitas air minum. Rendahnya alokasi APBD untuk pendanaan

28
sanitarian kit/alat rapid assessment, dan peralatan pemeriksaan kualitas air minum di
laboratorium. Permasalahan lainnya di laboratorium antara lain sarana dan prasarana
laboratorium yang terbatas, kurangnya bahan habis pakai untuk pengujian kualitas air minum,
tidak adanya transport yang memadai ketika melakukan pengujian kualitas air minum.

2.4. Pemberdayaan Masyarakat dalam Mendukung Pengawasasan


Kualitas air minum
Prosedur partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air minum sebenarnya telah
ditetapkan secara nasional. Pada perdesaan, pemerintah sesekali meminta informasi,
pengalaman dan pendapat pemangku kepentingan. Namun, di daerah perkotaan, pemerintah
daerah secara rutin melibatkan pemangku kepentingan untuk mengambil bagian dalam proses
kebijakan, perencanaan, dan pengelolaan yang relevan. Perempuan sesekali berpartisipasi
dalam penyediaan pasokan air minum, kurang lebih sekitar 50% perempuan terlibat (United
National-Water Global Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking Water (GLAAS),
2019).
Ada tiga elemen untuk mengukur partisipasi masyarakat di tingkat lkcal yaitu
ketersediaan informasi mengenai air minum untuk umum dan mudah diakses, ada sistem
umpan balik secara formal yang telah ditetapkan, dan pemerintah daerah mempunyai
mekanisme untuk menerima dan menyelesaikan konflik. Ketersediaan informasi mengenai
sanitasi dan air minum baik didaerah pedesaan atau perkotaan sebesar 50-70%. Tersedia
forum untuk pengelolaan sumber daya air baik di daerah perkotaan dan pedesaan sebesar
lebih dari 75%. Pemerintah daerah yang mempunyai ketersediaa umpan balik secara formal
dengan mekanisme pengaduan sebesar kurang dari 50%. Pemerintah daerah yang mempunyai
mekanisme meneriman dan menyelesaikan konflik juga kurang dari 50%. Namun, tidak ada
data mengenai pemerintah daerah yang melaksanakan ketiga elemen tersebut (United
National-Water Global Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking Water (GLAAS),
2019). Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah contoh upaya yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memberdayakan kualitas air minum dan sanitasi di Indonesia. STBM
tercipta berdasarkan keputusan hukum pemerintah melalui Kepmenkes No.
852/Menkes/SK/IX/2008. Program tersebut bertujuan untuk mengurangi jumlah diare dan
penyakit terkait lingkungan lainnya. Kualitas air minum rumah tangga juga dikelola dalam
program ini. Namun, pelaksanaan pengawasan air minum berdasarkan partisipasi masyarakat
belum dapat diukur karena belum ada pedoman dan belum ada dokumen mengenai tingkat
pelaporan masyarakat terhadap kualitas air yang di konsumsi.
Permasalahan lain terkait pemberdayaan masyarakat adalah sumber daya yang ada di
pemerintah belum sepenuhnya mendukung partisipasi masyarakat. Hal ini dikarenakan

29
anggaran yang dimiliki oleh pemerintah dalam mendukung partisipasi masyarakat baik di
bidang air dan sanitasi serta pengelolaan sumber daya air kurang dari 50% baik di tingkat
desa atau kota. Demikian pula dengan sumber daya manusia, yaitu hanya sebesar kurang dari
50%. Tidak adanya lembaga yang bertanggung jawab untuk memantau kegiatan air dan
sanitasi serta pengelolaan sumber daya air (United National-Water Global Analysis and
Assessment of Sanitation and Drinking Water (GLAAS), 2019).
Partisipasi masyarakat menjadi tantangan dalam peningkatan pengawasan kualitas air
minum. Penyedia layanan air bersih sudah menyiapkan sarana pengaduan dari masyarakat.
Akan tetapi kurangnya partisipasi masyarakat dalam melaporkan pengaduan terkait kualitas
air minumnya dan belum adanya alur tindak lanjut dari pelaporan tersebut menyebabkan
sistem pelaporan mandiri belum terlaksana secara optimal.

2.5. Analisis SWOT


Berdasarkan analisis di atas maka dilakukan telaah secara internal, kekuatan (Strength)
dan kelemahan (Weakness) nya, serta secara eksternal, kesempatan (Opportunity) dan
Tantangan (Threat) nya.

30
Tabel 1. Analisis SWOT

Kekuatan (Strength) Kelemahan (Weakness)


1. Tersedia instrumen hukum (Undang- 1. Belum ada dokumen Rencana
undang, Peraturan, Keputusan, Regulasi) Pengamanan Air Minum yang
yang mengatur tentang penyediaan dan terintegrasi mencakup RPAM sumber,
kualitas air minum operator, dan konsumen
2. Tersedia target kualitas air minum 2. Sumber pendanaan masih
(Permenkes 492/2010) mengandalkan APBN
3. Penghentian privatisasi air udah 3. Belum diterapkannya standardisasi
diamanatkan oleh Mahkamah Agung tarif dasar air minum
4. Sudah adanya payung hukum mengenai 4. Belum ada Tupoksi/pembagian
pengaturan tarif dasar air minum wilayah pemeriksaan kualitas air
5. Ada kebijakan nasional mengenai minum
pasokan air minum bagi populasi rentan 5. Belum ada target spesifik untuk
(masyarakat miskin, pemukiman kumuh, penyakit terkait air
sulit terjangkau, pengungsian, kelompok 6. Belum semua PDAM memiliki
minoritas, kelompok disabilitas, kinerja yang baik
INTERNAL kelompok masyarakat dengan beban 7. Belum ada pengawasan air minum di
penyakit tinggi) sarana TFU (Puskesmas, rumah sakit,
6. Pengawasan kualitas air minum, baik sekolah pasar, terminal, pelabuhan)
melalui survei maupun pemeriksaan rutin 8. Kurangnya Sumber Daya Manusia
oleh laboratorium, telah dilakukan secara yang kompeten untuk melaksanakan
berkala pengawasan kualitas air minum
7. Sudah tersedia contoh upaya yang 9. Tidak sesuainya penentuan parameter
dilakukan oleh pemerintah untuk kualitas air dengan kemampuan
memberdayakan kualitas air minum dan pemeriksaan dan anggaran tiap
sanitasi di Indonesia (STBM) laboratorium
EKSTERNAL 8. Tersedianya RISPAM Kota/Kabupaten 10. Belum tersedia alur pelaporan yang
9. Pemanfaatan teknologi sistem informasi terstandardisasi, baik dari tingkat
dalam bentuk Electronic Monitoring and puskesmas sampai pemerintah pusat,
Evaluation System (E-Monev PKAM) maupun konsumen hingga penyedia
untuk pelaporan pengawasan pengamanan air minum
kualitas air minum 11. Rendahnya kepatuhan dan
10. Tersedianya sanitarian kit untuk pemanfaatan E-Monev sebagai pusat
Inspeksi Kesehatan Lingkungan di tingkat informasi data kualitas air minum
pelayanan kesehatan primer Indonesia
11. Adanya prosedur partisipasi masyarakat 12. Persebaran sanitarian kit di
dalam pengelolaan air minum yang telah puskesmas untuk survei kualitas air
ditetapkan secara nasional minumyang tidak merata dan tidak
memadai
13. Belum ada basis data yang terintegrasi
dan pentahapan target untuk akses air
minum karena tidak tersedianya data
kualitas air minum
Kesempatan (Opportunity): Strategi: S-O Strategi: W-O
1. Advokasi dan kerja sama antara 1. Mengembangkan dokumen RPAM di
1. Sudah ada persyaratan pengawasan Kemenkes RI dengan berbagai lembaga sumber, operator, dan konsumen
kualitas air minum di perkotaan dan terkait air minum dan penyakit terkait air 2. Menerapkan dokumen RPAM di
pedesaan minum (Surveilans Penyakit, BPJS, sumber, operator, dan konsumen
2. Tersedia sistem surveilans yang PDAM, KemenPUPR RI, Bakorsurtanal) 3. Penentuan parameter wajib uji untuk
ditetapkan oleh pemerintah melalui 2. Pembentukan badan regulator air minum kualitas air minum dan peningkatan
upaya pemberdayaan Inspeksi 3. Peningkatan kualitas dokumen kapasitas laboratorium penguji
Kesehatan Lingkungan oleh petugas perencanaan air minum yang terintegrasi kualitas air minum
kesehatan masyarakat setempat dan 4. Advokasi kegiatan air minum dengan 4. Peningkatan kapasitas penyelenggara
personil di Puskesmas program eksisting lainnya (Rumah Sehat, air minum
3. Kemajuan sistem informasi dan Kabupaten/Kota Sehat, Indonesia Sehat, 5. Penyehatan PDAM melalui bantuan
teknologi untuk pengawasan kualitas Rumah Layak Huni) teknis dan non-teknis (penurunan
air minum, terutama di daerah yang 5. Penguatan penerapan sistem surveilans tingkat kehilangan air, efisiensi
sulit dijangkau yang terintegrasi mulai dari tingkat produksi, pengelolaan keuangan dan
4. Peluang untuk berkoordinasi dengan Puskesmas hingga pemerintah pusat, SDM, penerapan tarif FCR, serta
BPJS untuk pengawasan penyakit antar lembaga pemangku kepentingan peningkatan kualitas pelayanan)
terkait lingkungan, terutama air lainnya (penyedia layanan air, 6. Pengembangan sistem pengawasan air
minum laboratorium), dan masyarakat minum di tempat-tempat umum
5. Ketersediaan laboratorium 6. Penerapan smart-grid water management (Puskesmas, rumah sakit, sekolah
pemeriksaan kualitas air minum 7. Meningkatkan kapasitas Inspeksi pasar, terminal, pelabuhan)
Kesehatan Lingkungan di tingkat 7. Pengembangan alur pelaporan
Puskesmas dalam melakukan survei terintegrasi mulai dari tingkat
kualitas air menggunakan metode Puskesmas hingga pemerintah pusat,
sampling terstandar antar lembaga pemangku kepentingan
8. Penyediaan laboratorium kesehatan lainnya (penyedia layanan air,
lingkungan yang terakreditasi laboratorium), dan masyarakat
9. Penetapan oleh pemerintah daerah bahwa 8. Penetapan pengisian E-Monev
labkesda sebagai lab rujukan jika belum sebagai salah satu indikator kinerja
ada lab kesehatan lingkungan yang sanitarian dan pemangku kepentingan

31
terakreditasi di daerah tersebut lainnya (penyedia layanan air,
10. Peningkatan kapasitas laboratorium laboratorium)
dalam pemeriksaan kualitas air minum 9. Koordinasi dengan badan pemilik
data (BPJS, BPS, Bakorsutanal,
PDAM, dll) untuk membentuk basis
data terintegrasi terkait kualitas air
minum dan penyakit terkait air
10. Efisiensi penggunaan sanitarian kit di
daerah berrisiko dengan
mengoptimalkan pengawasan kualitas
menggunakan teknologi

Tantangan (Threat): Strategi: S-T Strategi: W-T


1. Pengawasan Kualitas Air Minum di 1. Pengembangan Undang-Undang Air 1. Pengembangan audit eksternal untuk
Indonesia masih belum dijadikan Minum RPAM
prioritas oleh pemerintah pusat dan 2. Advokasi kepada pemerintah daerah 2. Peningkatan kapasitas
daerah untuk menetapkan pengawasan air penyelenggaraan SPAM berbasis
2. Rendahnya alokasi APBD untuk minum sebagai kegiatan prioritas BOK masyarakat
pelaksanaan PKAM 3. Penegakkan peraturan pemanfaatan air 3. Optimalisasi SPAM yang sudah ada
3. Rendahnya alokasi APBD untuk tanah pada daerah yang dilayani SPAM 4. Penyelesaian serah terima aset dari
pendanaan sanitarian kit/alat rapid 4. Penguatan peran POKJA PPAS/AMPL pemerintah pusat kepada pemerintah
assessment, dan peralatan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten daerah
pemeriksaan kualitas air minum di untuk peningkatan sinergi dan kolaborasi 5. Peningkatan kapasitas SDM
laboratorium penyediaan akses air minum antar (sanitarian) melalui program pelatihan
4. Kurangnya kolaborasi antar program dan antar pemangku dan sertifikasi
pemangku kepentingan untuk kepentingan (pemerintah, pemda, badan 6. Kolaborasi antar laboratorium dengan
pengawasan kualitas air minum, baik usaha, unit pelaksana, dan masyarakat) lembaga survei nasional untuk
dari instansi pemerintah maupun 5. Peningkatan kerjasama dengan pihak pengawasan kualitas air minum, baik
swasta swasta sebagai sumber pendanaan di tingkat rumah tangga, TTU
5. Adanya perbedaan standar metode alternatif pengawasan kualitas air minum 7. Memperbanyak survei kepuasan
pada instansi pemeriksa kualitas air 6. Pengembangan sumber alternatif pelanggan
minum yang mengakibatkan pendanaan untuk pengembangan SPAM
terhambatnya proses kompilasi data dan skema investasi badan usaha
6. Belum pernah dilakukan audit 7. Penyusunan nota kesepakatan bersama
eksternal oleh RPAM Operator untuk pengawasan kualitas air minum
7. Belum ada data mengenai secara mandiri dengan pengembang
pelaksanaan kegiatan penyediaan pemukiman menengah ke atas
informasi menganai air minum untuk 8. Standardisasi metode pemeriksaan
umum dan mudah diakses oleh kualitas air minum di setiap laboratorium
pemerintah daerah pemeriksa
8. Hambatan birokrasi untuk melakukan 9. Penerapan teknologi pengendalian dan
kegiatan pengawasan pengamanan pencegahan kontaminasi air tanah, air
kualitas air minum di daerah permukaan, dan sistem distribusi
pemukiman menengah ke atas 10. Pengembangan dan pengelolaan SPAM
9. Keragaman kondisi geografis, Perpipaan dan Non-Perpipaan
ekonomi, dan budaya di Indonesia terlindungi
yang mempengaruhi ketersediaan, 11. Pemanfaatan berbagai sumber air baku
kualitas, dan pola konsumsi air (bendungan, embung, pemamenan air
minum masyarakat hujan) sebagai sumber air minum
10. Lokasi sumber air minum layak yang 12. Pengembangan teknologi pengolahan air
tidak berada di halaman rumah minum di daerah rawan air dan
sehingga capaian akses air minum kepulauan, diantaranya pemanfaatan
menurun teknologi desalinasi air laut dan
11. Rendahnya kualitas air baku untuk air penampungan air hujan
minum 13. Audiensi dan transparansi kepada
12. Rendahnya kesadaran masyarakat masyarakat mengenai pengelolaan air
untuk berperilaku hemat air perpipaan
13. Belum ada mekanisme penerimaan 14. Edukasi kepada masyarakat mengenai
dan penyelesaian konflik terkait air konservasi sumber daya air, penyediaan
minum oleh pemerintah daerah air minum layak dan aman, serta
14. Minimnya partisipasi masyarakat kesadaran dalam berperilaku hemat air
dalam melakukan pelaporan mandiri
terkait kualitas air minum dan belum
adanya alur tindak lanjut dari
pelaporan tersebut
15. Belum tersedia data kepuasan
konsumen terhadap layanan air bersih
oleh PDAM
16. Belum tersedia teknologi tepat guna
yang dapat membantu pengelolaan air
minum di tingkat masyarakat dan
rumah tangga

32
STRATEGI UTAMA, INDIKATOR,
DAN TARGET

33
3. Strategi Utama, Indikator dan Target

Strategi utama, indikator serta target yang disajikan di dalam peta jalan ini disusun
berdasarkan masukan para peserta konsultasi dan validasi serta hasil wawancara dengan Sub
direktorat Penyehatan Air dan Sanitasi, Direktorat Kesehatan Lingkungan, Kementerian
Kesehatan. Strategi yang disajikan pada peta jalan Pengawasan Kualitas Air Minum secara
nasional dikembangkan dengan merujuk pada ketentuan RPJMN 2019-2024, Peraturan
Kementerian Kesehatan mengenai pengawasan standar kualitas air minum, dan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan, terutama Tujuan 3 dan 6.

3.1. Tujuan Utama Peta Jalan


Adapun 4 tujuan utama dari peta jalan ini ialah:
1) Memperbaharui dan melengkapi instrumen kebijakan pemerintah, terutama
terkait pemenuhan kualitas air minum;

Strategi:

1.1. RPAM sebagai pendekatan yang digunakan untuk menjamin kualitas air minum
oleh penyelenggara air minum menjadi mandat kebijakan dan prioritas
pembangunan nasional dalam kerangka kebijakan seperti RPJMN, RPJMD, dan
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan;
1.2. Memperbaharui Peraturan Kementerian Kesehatan terkait standar kualitas air
minum
2) Memperbaiki sistem pengawasan kualitas air minum

Strategi:

1.1. Penguatan penerapan sistem surveilans yang terintegrasi mulai dari tingkat
Puskesmas hingga Kementerian Kesehatan pada penyelenggara air minum,
fasyankes, TFU, dan laboratorium
1.2. Penguatan alur sistem pelaporan terintegrasi dan koordinasi mulai dari tingkat
Puskesmas hingga Kementerian Kesehatan pada penyelenggara air minum,
fasyankes, TFU, dan laboratorium
3) Pengembangan sistem pendukung dalam pengawasan kualitas air minum;

Strategi:

1.1. Pengembangan sistem informasi dalam pengawasan kualitas air minum


1.2. Pengembangan SDM yang terlibat dalam pengawasan kualitas air minum di
fasyankes, laboratorium, dan UPT lainnya

34
1.3. Pengembangan jejaring laboratorium dalam pengawasan kualitas air minum
4) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam mengkonsumsi air minum

Strategi:

1.1. Pengembangan edukasi kepada masyarakat mengenai kualitas air baku dan air
minum, serta pengelolaan air minum di rumah tangga
1.2. Penguatan kerjasama dengan PDAM, YLKI dan lembaga konsumen lainnya untuk
memperoleh informasi terkait survei kepuasan pelanggan

3.2. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan Evaluasi (Monev) adalah mekanisme esensial untuk memastikan
tercapainya tujuan-tujuan yang telah dicanangkan. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan monev
oleh satuan kerja yang mempunyai kewajiban dalam hal pengawasan kualitas air minum.
Monev diperlukan untuk memperbaiki kinerja dan memberikan masukan untuk perencanaan
implementasi peta jalan, rancangan RPJMN, serta rancangan Renstra Kemenkes di periode
berikutnya. Hasil dan temuan evaluasi juga bisa menjadi bahan pertimbangan untuk rencana-
rencana pemerintah terkait seperti RAN, pelaksanaan dan pelaporan pengawasan kualitas air
minum seperti yang diharapkan oleh SDGs.

35
Rencana Srategis untuk Peta Jalan Pengawasan Kualitas Air Minum
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2020–2030
Target
No Strategi Rencana Aksi Indikator Metode Evaluasi PIC Sektor Terkait
2020-2024 2025-2029 2030
Tujuan 1: Memperbaharui dan melengkapi instrumen kebijakan pemerintah, terutama terkait pemenuhan kualitas air minum
1.1 RPAM sebagai pendekatan 50% dari 100% dari
yang digunakan untuk Advokasi RPAM % Kota/Kabupaten yang Kota/Kabupaten Kota/Kabupaten
KemenPUPR,
menjamin kualitas air kepada Pemerintah telah dilakukan advokasi
Direktorat Kemendagri,Pemerintah
minum oleh penyelenggara Daerah
Laporan kegiatan Kesehatan Kabupaten/Kota, Evaluasi capaian
air minum menjadi mandat Kota/Kabupaten dan %Penyelenggara air
Lingkungan penyelenggara air 50% 100%
kebijakan dan prioritas penyelenggara air minum yang telah
minum penyelenggara penyelenggara air
pembangunan nasional minum dilakukan advokasi
air minum minum
dalam kerangka kebijakan
seperti RPJMN, RPJMD, % Kota/Kabupaten yang
Penyusunan Perda Dokumentasi Perda Dinas Kemendagri,Pemerintah 5% dari 10% dari
dan Rencana Strategis memiliki Perda Evaluasi capaian
RPAM RPAM Kesehatan Kabupaten/Kota Kota/Kabupaten Kota/Kabupaten
Kementerian Kesehatan; mengenai RPAM
1.2. Penguatan implementasi Sosialisasi revisi
Direktorat
revisi peraturan Permenkes mengenai % Kota/Kabupaten yang Pemerintah 100% dari
Laporan kegiatan Kesehatan - Evaluasi capaian
Kementerian Kesehatan standar Kualitas Air telah dilakukan advokasi Kabupaten/Kota Kota/Kabupaten
Lingkungan
terkait standar kualitas air Minum
minum (termasuk di Advokasi lintas sektor
% Pemangku 100% Pemangku
dalamnya mengenai terkait revisi Direktorat
Kepentingan, swasta, Pemangku kepentingan, kepentingan,
mandate surveilans, RPAM Permenkes mengenai Laporan kegiatan Kesehatan - Evaluasi capaian
asosiasi, yang telah swasta, dan asosiasi swasta, dan
dan audit) standar Kualitas Air Lingkungan
dilakukan advokasi asosiasi
Minum
Advokasi pemberian
Direktorat
insentif kepada % Kota/Kabupaten yang Pemerintah 50% dari 100% dari
Laporan kegiatan Kesehatan Evaluasi capaian
kota/kabupaten untuk telah dilakukan advokasi Kabupaten/Kota Kota/Kabupaten Kota/Kabupaten
Lingkungan
pelaksanaan RPAM
Tujuan 2. Memperbaiki pelaksanaan sistem pengawasan kualitas air minum
2.1. Penguatan penerapan sistem %Penyelenggara Air
surveilans yang terintegrasi Minum yang kualitas 50% 100%
Penyelenggara air Laporan Penyelenggara
mulai dari tingkat hasil uji memenuhi Kementerian Kesehatan Penyelenggara Penyelenggara Air Evaluasi capaian
minum melakukan Pelaksanaan air minum
Puskesmas hingga persyaratan peraturan Air Minum Minum
pengawasan kualitas
Kementerian Kesehatan yang berlaku
air minum secara
pada penyelenggara air %Penyelenggara air 50% 100%
internal Laporan Penyelenggara
minum, fasyankes, TFU, minum yang melakukan Kementerian Kesehatan Penyelenggara Penyelenggara Air Evaluasi capaian
Pelaksanaan air minum
dan laboratorium audit internal Air Minum Minum
Fasyankes melakukan %Fasyankes yang
pengawasan kualitas kualitas hasil uji Laporan
Fasyankes Kementerian Kesehatan 50% fasyankes 100% fasyankes Evaluasi Capaian
air minum secara memenuhi persyaratan Pelaksanaan
internal peraturan yang berlaku

36
Target
No Strategi Rencana Aksi Indikator Metode Evaluasi PIC Sektor Terkait
2020-2024 2025-2029 2030
%Fasyankes yang
Laporan
melakukan yang Fasyankes Kementerian Kesehatan 50% fasyankes 100% fasyankes Evaluasi Capaian
Pelaksanaan
melakukan audit internal
%TFU yang kualitas
Tempat
hasil uji memenuhi Laporan 50% Tempat 100% Tempat
TFU melakukan fasilitas Kementerian Kesehatan Evaluasi Capaian
persyaratan peraturan Pelaksanaan Fasilitas Umum Fasilitas Umum
pengawasan kualitas umum
yang berlaku
air minum secara
%TFU yang melakukan Tempat
internal Laporan 50% Tempat 100% Tempat
yang melakukan audit fasilitas Kementerian Kesehatan Evaluasi Capaian
Pelaksanaan Fasilitas Umum Fasilitas Umum
internal umum
%Penyelenggara air Puskesmas 50% 100%
Pemerintah Laporan Penyelenggara air
minum yang diawasi dan Dinas Penyelenggara Penyelenggara Air Evaluasi capaian
melakukan Pelaksanaan minum
secara eksternal Kesehatan Air Minum Minum
pengawasan kualitas Puskesmas
air minum secara %Fasyankes yang Laporan
dan Dinas Fasyankes 50% fasyankes 100% fasyankes Evaluasi capaian
eksternal (Inspeksi diawasi secara eksternal Pelaksanaan
Kesehatan
Kesehatan
Lingkungan dan Uji Puskesmas
%TFU yang diawasi Laporan 50% Tempat 100% Tempat
dan Dinas TFU Evaluasi capaian
Kualitas) secara eksternal Pelaksanaan Fasilitas Umum Fasilitas Umum
Kesehatan
Pemerintah
melakukan survei %Cakupan survei Laporan 100% Blok 100% Blok sensus
Puskesmas Balitbangkes Evaluasi capaian
kualitas air minum di berdasarkan blok sensus Pelaksanaan sensus provinsi kabupaten/kota
tingkat rumah tangga
Audit RPAM di %Penyelenggara air 5% 10%
Laporan Kementerian Penyelenggara air
Penyelenggara Air minum yang telah Penyelenggara Penyelenggara Air Evaluasi capaian
Pelaksanaan Kesehatan minum,
Minum diaudit Air Minum Minum
Pengkajian hasil 50% kualitas air 100% kualitas air
kualitas air minum minum yang minum yang
dan Inspeksi %capaian hasil kualitas memenuhi memenuhi
Kesehatan air minum dan Inspeksi Laporan Tahunan permenkes & permenkes &
Kementerian Puskesmas/dinas
Lingkungan (di Kesehatan Lingkungan Puskesmas/Dinas 50%Inspeksi 100%Inspeksi Evaluasi Capaian
Kesehatan kesehatan
pemukiman, per puskesmas atau Kesehatan Kesehatan Kesehatan
fasyankes, dan kabupaten/kota Lingkungan Lingkungan
sekolah) dengan kategori dengan kategori
baik baik
Tujuan 3: Mengembangkan sistem pendukung dalam pengawasan kualitas air minum
3.1. Penguatan alur sistem Advokasi dan %Pemangku Pemangku 100% Pemangku
pelaporan terintegrasi dan Koordinasi Penguatan Kepentingan, Kepentingan, Kepentingan,
Direktorat
koordinasi mulai dari alur sistem pelaporan penyelenggara air Laporan Kegiatan penyelenggara air penyelenggara - Evaluasi Capaian
Kesling
tingkat Puskesmas hingga kualitas air minum minum, swasta, minum, swasta, air minum,
Kementerian Kesehatan terintegrasi dan fasyankes, sekolah, dan fasyankes, sekolah, dan swasta,

37
Target
No Strategi Rencana Aksi Indikator Metode Evaluasi PIC Sektor Terkait
2020-2024 2025-2029 2030
pada penyelenggara air koordinasi mulai dari asosiasi yang telah asosiasi fasyankes,
minum, fasyankes, TFU, tingkat Puskesmas diadvokasi dan sekolah, dan
dan laboratorium hingga Kementerian koordinasi asosiasi
Kesehatan pada
penyelenggara air
minum, fasyankes,
TFU
Pelaksanaan sistem %Pemangku
pelaporan kualitas air Kepentingan,
minum terintegrasi penyelenggara air
dan koordinasi mulai minum, swasta,
dari tingkat fasyankes, sekolah, dan 100% 100%
Direktorat
Puskesmas hingga asosiasi yang telah Laporan Tahunan Pusdatin Penyelenggara Fasyankesdan Evaluasi Capaian
Kesling
Kementerian melaksanakan sistem air minum TFU
Kesehatan pada pelaporan
penyelenggara air
minum, fasyankes,
TFU
Pelaksanaan sistem 2 wilayah
% Laboratorium yang 4 wilayah regional
pelaporan kualitas air Direktorat regional BBLK
telah melaksanakan Laporan Tahunan Pusdatin BBLK melakukan Evaluasi Capaian
minum terintegrasi Kesling melakukan
sistem pelaporan pelaporan
pada laboratorium pelaporan
3.2. Pengembangan sistem Pembaharuan E- Adanya sistem
Dokumentasi Direktorat
informasi dalam Monev PKAM informasi yang Pusdatin - Evaluasi Capaian
sistem informasi Kesling
pengawasan kualitas air terintegrasi
minum Peningkatan kapasitas %pengelola tingkat Direktorat 100% pengelola
pengelolaan sistem pusat yang terlatih Laporan Kegiatan Pusdatin, BPPSDMK - Evaluasi Capaian
Kesling terlatih
informasi
%pengelola tingkat
provinsi, Direktorat 100% pengelola
kabupaten/kota, dan Laporan Kegiatan Pusdatin, BPPSDMK - Evaluasi Capaian
Kesling terlatih
puskesmas yang terlatih
%pengelola tingkat
Direktorat 50% pengelola 100% pengelola
penyelenggara air Laporan Kegiatan Pusdatin, BPPSDMK Evaluasi Capaian
Kesling terlatih terlatih
minum dan laboran
3.3. Pengembangan SDM terkait Peningkatan kapasitas %sanitarian, laboran, Direktorat
tata laksana pengawasan SDM dalam hal dan petugas lainnya Kesling dan
kualitas air minum di metode pengambilan yang terlatih Direktorat 100% petugas
Laporan Kegiatan BPPSDMK - Evaluasi Capaian
fasyankes, laboratorium, sampel, pengumpulan Fasyankes, terlatih
dan UPT lainnya data, pengujian Direktorat
kualitas air, dan Surveilans

38
Target
No Strategi Rencana Aksi Indikator Metode Evaluasi PIC Sektor Terkait
2020-2024 2025-2029 2030
analisa data dan Karantina
Kesehatan
3.4. Pengembangan jejaring Penetapan
laboratorium dalam standardisasi metode 2 wilayah 4 wilayah regional
%laboratorium Direktorat
pengawasan kualitas air pengujian kualitas air Laporan Tahunan BBLK regional BBLK BBLK Evaluasi Capaian
terstandardisasi Kesling
minum dan tata laksana kerja terstandardisasi terstandardisasi
di laboratorium
Terbentuknya sistem 100%
%Laboratorium yang
rujukan laboratorium Laboratorium
yang masuk dalam Laporan Kegiatan BBLK Direktorat Kesling Evaluasi Capaian
untuk pengujian terdaftar dalam
sistem rujukan
kualitas air minum sistem rujukan
Mengembangkan 5%Laboratorium 10%Laboratorium
%laboratorium yang
sistem laboratorium dapat melakukan dapat melakukan
dapat melakukan Laporan kegiatan BBLK Direktorat Kesling Evaluasi Capaian
dalam kalibrasi water kalibrasi Water kalibrasi Water
kalibrasi Water test kit
test kit test kit test kit
Tujuan 4: Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam melakukan pengawasan kualitas air minum
4.1. Pengembangan edukasi Puskemas melakukan % puskesmas yang
kepada masyarakat penyuluhan terkait melakukan edukasi Direktorat Kesehatan 5% puskesmas 10% puskesmas
mengenai kualitas air baku pengelolaan air pengelolaan air minum Laporan kegiatan Puskesmas Lingkungan, Direktorat melakukan melakukan Evaluasi capaian
dan air minum, serta minum di rumah di rumah tangga kepada Promkes edukasi edukasi
pengelolaan air minum di tangga masyarakat
rumah tangga Direktorat KIE Medsos
Produksi KIE air Jenis KIE yang Laporan
Kesehatan Direktorat Promkes KIE elektronik Evaluasi capaian
minum diproduksi Pemantauan KIE printed
Lingkungan
4.2. Penguatan kerjasama
Jumlah lembaga
dengan YLKI dan lembaga
Peningkatan konsumen yang Direktorat
konsumen lainnya untuk 50% lembaga 100% lembaga
kerjasama dengan bekerjasama dengan Laporan kegiatan Kesehatan Lembaga konsumen Evaluasi capaian
memperoleh informasi konsumen konsumen
lembaga konsumen Direktorat Kesehatan Lingkungan
terkait survei kepuasan
Lingkungan
pelanggan

39
References
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017. Profil Kesehatan Indonesia,
United National-Water Global Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking Water
(GLAAS), 2019. The GLAAS 2018 / 2019 country survey About the GLAAS 2018 / 2019
country survey WHO policy on the use and sharing of data collected by WHO in
Member States,
Badan Pusat Statistik, 2018a. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2018. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2018b. Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2018. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.

40
41

Anda mungkin juga menyukai