Anda di halaman 1dari 2

360

Derajat
Kulihat langit dihiasi bintik-bintik putih diwarnai dengan
biru tua dengan bulat putih dan bersinar di tengah .Kutatap
langit dengan wajah termenung. Seketika, kulihat sepasang
anak sekitar 9 tahun-an di sepanjang Jalan SMPN 3 Malang.
Salah satu dari mereka memasuki restoran yang sangat mewah
dengan wajah girang dan dahi yang mengerut dengan masker
yang merekah seakan ia dengan senyum tipis nan lebar di
bibirnya. Sedangkan, anak lainnya menggenggam sebuah
kaleng coklat berkarat dengan uang yang tidak sampai Rp
20.000,00 di dalamnya. Ia bernyanyi ketika lampu merah
sedang menyala. Baginya, lampu merah adalah segalanya.
Tanpa lampu merah, aku tidak tahu bagaimana lagi ia bisa
hidup. Kulihat ia bernyanyi di tengah pandemi Covid-19 demi
sesuap nasi. Aku bertanya dalam hati “Apakah aku orang
dengan sifat liborisis?” seakan rasa simpati mulai muncul.
Ketika kuhampiri Anak itu, seorang wanita berhijab ungu
berbunga mendatangi Anak malang itu. Kudengar percakapan
mereka “Adek, udah makan?” kata Wanita itu. Anak malang
itu membalas “Belum Kak. Saya belum makan dari siang,
Kak.” ucap dia dengan memelas. Hatiku terenyuh seketika
seperti menahan tangis dalam hati. “Yuk, sini ikut Kakak !”
Ucap riang namun, terdapat nada lirih di tengah ucapannya.
Tak lama kemudian, Anak itu mengikuti Wanita yang
mengajaknya ke rumah makan mewah. Anak itu seketika
berubah dari wajah sedih seketika menjadi bunga yang tiba-
tiba mekar. Aku hanya mematung diam seakan seorang ayah
yang mendapat kabar anaknya meninggal dunia. Yang
kulakukan hanyalah memberi doa untuk Anak jalanan itu,
sesekali aku mengunjungi Anak itu untuk memberi sekotak
nasi. Dunia memang kejam, anak sekecil dia pun menjadi
korbannya.

Pembuat: Chaldhan Robbani P.

Anda mungkin juga menyukai