Anda di halaman 1dari 3

A.

Pengertian Satra Anak

Sastra anak adalah salah satu jenis kesastraan. Jadi secara umum sastra anak
masuk dalam ranah bidang ilmu sastra. Menurut ahli Lynch-Brown, C. &
Tomlinson, C. (2005) mendefinisikan sastra anak sebagai

berikut:

“Sastra anak adalah buku bacaan yang baik, yang diperuntukkan untuk
anak dari lahir sampai remaja, yang mencakup topik-topik yang relevan
dan menarik bagi anak-anak usia tersebut, melalui prosa dan puisi, fiksi
dan non fiksi”

Menurut Lynch-Brown dan Tomlison, anak-anak yang menjadi pembaca


sastra anak dikatakan berusia dari lahir sampai remaja, atau berkisaran antara
usia 0 – 18 tahun. Selain itu, sastra anak tidak hanya berbentuk prosa maupun
fiksi, namun bisa juga berbentuk puisi dan non fiksi. Pada hemat penulis,
rentang usia yang dijabarkan oleh Lynch-Brown dan Tomlison ini terlalu luas.
sastra anak lebih tepat digolongkan bagi pembaca usia 0 –11 tahun. Sedangkan
bagi pembaca usia 12-18 tahun telah tersedia sastra remaja atau teenlit atau
young adult literature.

Ada beberapa macam jenis sastra anak diantaranya, yaitu :

1.
B. Analisis Sastra Anak
1. Cerita Rakyat (Batu Menangis)

Batu Menangis termasuk sastra tradisional. Istilah “tradisional”


dalam kesastraan (traditional literature atau folk literature) menunjukkan
bahwa bentuk itu berasal dari cerita yang telah mentradisi, tidak diketahui
kapan mulainya dan siapa penciptanya, dan kisahkan secara turun temurun
secara lisan. Jenis cerita yang dikelompokkan ke dalam genre ini adalah fabel,
dongeng rakyat, mitologi, legenda dan epos (Nurgiyantoro,2005:22). Dalam
cerita rakyat Batu Menangis ini termasuk jenis Sastra Tradisional Dongeng.
Dongeng merupakan salah satu cerita rakyat (flolktale) yang cukup beragam
cakupanya bahkan untuk memudahkan penyebutanya, semua cerita lama,
termasuk ketiga jenis cerita yang sudah diceritakan di atas sering begitu saja
disebut sebagai dongeng.
Penggalan cerita Batu Menangis.

“Alkisah, hiduplah seorang gadis cantik yang hidup di sebuah desa


bersama ibunya yang seorang janda. Walaupun sangat cantik, tapi
tabiatnya begitu buruk. Kerjaannya hanya bersolek dan bermalas-malasan,
tak pernah sedikit pun mau membantu ibunya.

Tak hanya pemalas, gadis tersebut juga sangat manja. Apa yang ia mau,
semuanya harus tersedia. Dia tak mempedulikan ibunya yang harus yang
kerja banting tulang hanya demi menuruti keinginannya.

Pada suatu hari, mereka berdua pergi ke pasar. Para pemuda desa yang
melihat gadis cantik itu terpesona akan kecantikannya. Sungguh
pemandangan yang kontras sekali ketika melihat ibunya yang berjalan di
belakang si gadis.

Kemudian, mendekatlah seorang pemuda dan bertanya


kepadanya apakah wanita yang di belakangnya itu ibunya. Karena malu,
gadis itu menjawab bahwa wanita tersebut bukan ibunya, melainkan
pembantunya. Sang ibu yang mendengar hal tersebut hanya bisa diam.

Tak hanya mengakui kalau sang ibu hanyalah seorang pembantu,


sepanjang perjalanan pun ia diperlakukan sama seperti budak. Mungkin
kalau sekali atau dua kali sang ibu bisa memahami, akan tetapi banyak
orang yang bertanya kepada gadis itu dan jawabannya masih sama. Tentu
saja hal itu membuat sang ibu sakit hati.

Tak dapat menahan diri, ibu tersebut berdoa. Ia memohon kepda Tuhan
untuk menghukum anaknya yang durhaka itu. Doa sang ibu pun
dikabulkan.

Tak lama setelah itu, badan gadis cantik tersebut perlahan-lahan


menjadi mengeras menjadi batu. Dengan sangat menyesal gadis itu
menangis dan memohon ampun. Namun sayang semuanya sudah terlanjur,
permohonan maaf tersebut sudah tidak berguna dan ia tetap menjadi batu.”
Analisis dari cerita Batu Menangis ini menanamkan nilai kehidupan yang
penting, anak dapat belajar untuk tidak menyakiti hati orang tua. Beri
pengertian kepada anak, orangtua pasti akan memberikan segala yang terbaik
untuk anak-anaknya. Namun, tidak langsung saat itu juga harus dipenuhi. Dan
juga dapat mengajarkan anak untuk mulai mengerjakan pekerjaan rumah dari
hal yang mudah seperti mencuci piringya sendiri misalnya supaya tidak
menjadi malas-malasan. Berawal dari hal remeh itulah mereka nanti akan
belajar untuk bertanggung jawab pada hal yang lebih besar. Itu juga sebagai
pelajaran baginya kelak, karena tak selamanya ia akan terus bergantung pada
orang tua.

C. Analisis Puisi Anak

Anda mungkin juga menyukai