Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MEMAHAMI PSIKOLOGIS MAD’U

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Pesantren Berbasis Dakwah
Pendidikan

Semester Ganjil 2021/2022

Disusun oleh :

 Muhammad Fithon Sultoni


 Riska Umami

INSTITUD AGAMA ISLAM AL-FALAH ASSUNIYYAH

FAKULTAS TARBIYAH PRODI BKPI

KENCONG-JEMBER

2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT. Karena berkat-Nya lah penulis telah dapat
menyelesaikan makalah ini sebagaimana mestinya. Sholawat dan salam semoga dilimpahkan
Allah SWT kepada Nabii Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul:” Karasteritik Psikologi Mad’u “, ini diharapkan pembaca dapat
memahaminya. Maksud dan tujuan dari peulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas terstuktur dari mata kuliah Psikologi dan Strategi Dakwah Pendidikan pada semester ganjil
2021/2022.
Makalah ini tidak luput dari kesempurnaan, untuk itu pemakalah mengharapkan saran
maupun kritik dari pembaca. Dan penulis mohon maaf jika dalam penulisan makalah ini ada
kekhilafan atau kekurangan. Penulis ucapkan terima kasih.

Jember,25 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar...................................................................................................................1
Daftar Isi............................................................................................................................2
Bab 1
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang.................................................................................................3
b. Rumusan Masalah............................................................................................3
c. Tujuan.............................................................................................................4
Bab II
PEMBAHASAN
A. Interaksi Da’i dan Mad’u.................................................................................5
B. Pengertian Mad’u............................................................................................7
C. Ragam jenis Mad’u..........................................................................................7
D. Cara Menghadapi Mad’u...............................................................................10
Bab III
PENUTUP
A. KESIMPULAN...................................................................................................11
B. DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................11

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Psikolog dalam disiplin ilmu sering disebut dengan ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku,
lahirlah manusia dengan menggunakan metode observasi secara objektif, seperti terhadap rangsang dan
jawaban yang menimbulkan tingkah laku. Sedangkan istilah dakwah, yaitu berkaitan dengan mengajak
manusia kejalan Allah agar mereka bahagia didunia dan di akherat.

Dalam dakwah sangat diperlukan psikologi untuk mengetahui keadaan mad’u, dan bisa mengerti
tingkah laku mad’u itu sendiri. Selain itu keberhasilan seorang da’I dalam menyampaikan dakwahnya
tergantung pada respon mad’u untuk memenuhi ajakan sang da’i. salah satu pusat psikologi dakwah itu
bisa di sampaikan secara persuasive efektifitas suatu kegiatan dakwah memang berhubungan dengan
bagaimana mengkomunikasikan pesan dakwah itu kepada mad’u persuasif atau tidak. Secara psikologi,
bahasa mempunyai peran yang sangat besar dalam mengendalikan perilaku manusia. Bahasa , ibarat
remot kontrol yang dapat menyetel manusia menjadi tertawa, marah, sedih, lunglai, semangat, dan
sebagainya. Bahasa juga dapat digunakan untuk memasukkan gagasan-gagasan baru kedalam pikiran
manusia. Sebagai pesan, bahasa juga ada psikologinya, misalnya cara berkata seseorang, isyarat
tertentu, struktur bahasa yang digunakan dan sebagainya, dapat memberikan maksut tertentu kepada
lawan bicara.

Salah satu unsur dakwah terpenting adalah mad’u, yaitu orang yang menerima ajakan dan
panggilan kepada agama islam. Para mad’u adalah seluruh manusia dengan berbagai corak suku, ras,
sosial budaya, sosial ekonomi, sosial politik, pendidikan, dan sebgainya. Mereka juga berbeda dari sudut
latar belakang teologis, dan antropologis. Dalam strategi dakwah efektif, pengenalan mad’u sangat
urgen, bagi pendakwah untuk dapat menyesuaikan diri dalam sosialisasi nilai-nilai islam. Rasulullah saw
telah menerapkan dakwah dengan pengenalan mad’u dalam penyiaran islam. Mad’u dapat
diklasifikasikan menurut jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, latar belakang budaya, ekonomi,
status sosial, profesi, dan sebagainya. Untuk mengenal mad’u dengan tepat dapat menerapkan
metodologi penelitian ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris, historis, maupun yang bersifat rasional
dengan mengintegrasikannya dengan Al Qur’an dan Al Hadist.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pendahuluan latar belakang yang sudah diterapkan diatas, dapatlah kami
rumuskan suatu masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana interaksi Da’’I dan Mad’u?
2. Apa yang dimaksud Mad’u?
3. Apa saja ragam jenis Mad’u?
4. Bagaimana cara menghadapi Mad’u?

4
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Memahami psikologi Mad’u.
2. Mengetahui interaksi Da’I dan Mad’u.
3. Mengetahui pengertian Mad’u secara luas.
4. Mengetahui cara menghadapi Mad’u.
A.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Interaksi Dai dan Mad’u

Menurut bahasa Da’i berasal dari bahasa Arab bentuk mudzakar yang berarti orang yang mengajak .
kalau muanats disebut Da’iyah. Jadi yang dimaksud dengan Da’i adalah orang yang mengajak orang lain
baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk mengamalkan ajaran islam atau menyebar luaska
ajaran islam dan mengarahkan kearah yang lebih baik menurut islam.
Mad’u atau penerima dakwah adalah seluruh umat manusia, baik laki-laki maupun
perempuan, tua ataupun muda, muslim maupun non muslim kesemuanya menjadi objek dalam kegiatan
dakwah ini. Da’I aalah salah satu faktor dalam kegiatan dakwah ini, yang menempati posisi yang sangat
penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan dakwah. Seorang Da’I yang dimaksud dalam
makalah ini adalah Da’I yang bersifat umum, artinya bukan saja Da’I yang pofesional, akan tetapi berlaku
juga untuk setiap orang yang hendak menyampailkan, mengajak orang lain kejalan Allah. Setiap orang
yang menjalani aktifitas dakwah, hendaknya memiliki kepribadian yang baik sebagai seorang Da’I. Sosok
Da’I yang memiliki kepribadian sangat tinggi dan tak pernah kering digali adalah Rasulullah SAW. Hal ini
Allah isyaratkan dalam firmannya Al Ahzab ayat 21.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah SAW,suri tauladan yang baik bagimu,(yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.”

Sorang Da’I hendknya mengambil pelajaran dari Rasulullah dan para sahabat serta para ulama soleh
terdahulu yang berjuang menegakkan nilai-nilai luhur yang ada dalam ajaran islam. Berhasil atau tidak
nya kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh kepribadian juru dakwah. Sikap penuh keyakinan bahwa
dakwah yang disampaikan akan diterima dengan baik oleh pendengar, sikap yakin bahwa apa yang
disampaikan adalah perintah Allah SWT, serta sikap optimis dan pantang menyerah adalah ciri-ciri
kepribadian seorang juru dakwah. Dalam melaksanakan kegiata dakwah akan banyak cobaan yang
dihadapi oleh juru dakwah. Oleh karena itu kepribadian seoran Da’I berperan penting dalam keerhasilan
proses dakwah. Untuk itu orang yang berdakwah harus memiliki sikap mental yang baik dan ini harus
betul-betul terealisasi dalam kehidupannnya sehari-hari. Sikap mental ini antara lain:

a. Memiliki kecintaan terhadap ajaran islam


b. Lemah lembut kepada Mad’u, agar mereka senang dan mau menerima pesan-pesan dakwah dan
mengikuti jalannya kegiatan dakwah.
c. Bersikap sabar dan optiimis, dalam berdakwah
d. Menggunakn cara ynag baik dan benar dalam berdakwah, sehingga secara psikologis dakwah akan
mendapat simpati yang semula tidak suka dan tidak ada alasn untuk menuduh para Da’I yang tidak
benar.

6
Islam merupakan agama mayoroitas di Indonesia diantara agama-agam yang lainnya,
yang diakui keberadaanya oleh Negara. Di internal islam sendiri pemeluknya memiliki
perbedaan cara pandang dalam konteks yang sangat mendasar seperti ubudiyah, Muamalah,
dan Syariat. Dakwah islam meliputi wilayah yang sangat luas dalam semua aspek kehidupan.
Aktivitas dakwah merupakan aktivitas yang tidak hanya dilakukan oleh ulama, dan tokoh agama,
setiap individu muslim memilki kewenangan untuk melakukan aktifitas dakwah. Dalam konteks
keberagaman dan cara pandang agama di internal islam sendiri tentu aktivitas dakwah
merupakan aktivitas yang tidak gampang atau tidak mudah untuk dilakukan oleh sembarang
individu karena salah memilih pesan atau metode dakwah, maka aktivitas dakwah yang
Rahmatan lil’alamin bisa berubah menjadi sangat fatal dan menimbulkan konflik oleh sebab
perbedaan tersebut.
Masyarakt atau Mad’uyang terdiri dari berbagai macam latar belakang, tentu memiliki cara
pandang yang berbeda terhadap suatu pokok permasalahan sehingga tak jarang terjadi kasus
peristiwa penolakan dakwah oleh masyarkt terhadap Da’I – da’I tertentu yang dianggap merusak
tatanan masyarakat yang diyakini secara kultural, memiliki manfaat baik didunia maupun di
akherat. Masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang social, keagamaan, dan budaya
yang kompleks, terkadang sulit untuk menerima pesan-pesan dakawah. Salah satu penyebabnya
adlah, karena Da’I sering menganggap objek dakwah sebagai masyarakat yang vakum. Padahal
sekarang ini mereka berhadapan dengan seting masyarakat yang memiliki ragam corak keadaan
dengan berbagai persoalan, masyarakat yang ragam nilai serta majemuk dalam tat kehidupan,
masyarakat yang sering mengalami perubahan secara cepat, yang mengarah pada masyarakat
fungsional, masyarakat global, dan masyarakat terbuka.
Berkaca pada sejarah dakwah Rasulullah saw dapat ditemukan fakta sejarah dakwah yang
sangat rumit, namun dapat diatasi. Dengan menejemen dakwah yang dipraktikan Rasulullah sa,
mampu merubah cara pandang bangsa dalam konteks teologis yang meliputi praktik-praktik
seperti Ubudiyah, Muammalah,dan Syariat. Menejemen dakwah Rasulullah bisa dilihat dari dua
periode dakwah Rasulullah, seperti periode pertama dakwah yang Mad’u nya kaum Quraisy
Makkah, dan yang kedua dakwah yang Mad’u nya mayoritas masyarakat Madinah. Menejemen
dakwah Rasulullah memiliki strategi yang berbeda didalam melakukan aktifitas dakwah pada
dua periode tersebut. Periode pertama, dilakukan dengan cara sembunyi (siriyyah). Sebelum
dating islam, kota Makkah merupakan pusat kegiatan agama bangsa Arab disanalah terdapat
Ka’bah dan benda-benda lain, seperti patung yang dijadikan sarana objek peribadatan, upacara
ritual dalam bentuk kemusyrikan menjadi tradisi yang sangat kuat dalam masyarkat tersebut.
Untuk mengubah hal seperti itu bukanlah hal yang sangat mudah, diperlukan orang yang
memiliki kepribadian tangguh dan bersikap bijak, yang ada pada diri Rasulullah saw. Rasulullah
memulai dakwahnya dengan sembunyi-sembunyi dari orang-orang terdekat, diawali dari
keluarga, lalu sahabat, dan kemudian orang-orang baik yang dikenalnya.
Kemudian periode kedua dakwah secara terang-terangan (Jabriyyah) , berbeda dengan masa
tertutup. Pada masa terang-terangan penekanan dakwah menyentuh seluruh lapisan
masyarakat, baik kaum elit maupun para budak, miskin maupun kaya, lemah maupun lembut.
Aktifitas dakwah merupakan aktifitas yang sangat berat pertanggungjawabannya tidak
hanya didunia kepada sesama menusia melainkan di akhirat kelak dihadapan Allah swt. Jika

7
aktifitas dakwah dilaksnakan sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen, maka image
professional dalam dakwah akan terwujud pada kehidupan manusia. Dengan begitu dakwah
tidak hanya dipandang dalam objek ubudiyah saja, akan tetapi akan diinterprestasikan dalam
berbagai profesi. Inilah yang dijadikan inti dari pengaturan secara menejerial dalam dakwah.
Sedangkan efektifitas dan efesiensi dalam penyelenggaraan dakwah merupakan suatu hal yang
harus mendapat prioritas. Aktifitas dakwah dikataka berjalan secara efektif bilamana ap yang
menjadi tujuan benar-benar dapat dicapai. Jika aktifitas dakwah dilaksanakan menurut prinsip-
prinsip menejemen akan menjamin tercapainya tujuan sesuai dengan contoh dakwah yang
diberikan oleh Rasulullah saw.

B. Pengertian Mad’u
Menurut Moh Ali Aziz objek dakwah (mad’u) adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau
manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun kelompok, baik manusia beragama
maupun tidak atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan.
“dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi perngatan, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya”.
Terkait dengan ayat diatas memberi kejelasan bahwa dakwah itu diajukan untuk seluruh umat
manusia. Menurut pandangan Abdul Munir Mulkahan, bahwa objek dakwah ada dua sasaran,
yaitu umat dakwah dan umat ijabah. Umat dakwah yang dimaksud adalah masyarakat luas
muslim, sementara umat ijabah adalah mereka yang sudah menganut agama islam. Kepada
masyarakat yang belum beragama islam, dakwah bertujuan mengajak mereka untuk mengikuti
agama islam, sedangkan bag orang-orang yang telah beragama islam dakawah bertujuan
meningkatkan kualitas iman.

C. Ragam Jenis Mad’u


Didalam kehidupan sosial manusia tidak terlepas antar satu dengan yang lainnya, artinya
manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, hal ini terbukti betapa gunda gulananya
Adam ketika berpisah dengan Hawa, demikian pula sebaliknya, Allah SWT berfirman dalm QS.al-
Hujurat:13 yang berbunyi
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempun dan
menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku – suku supaya kamu saling kenal mengebak.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah swt ialah orang yang paling
bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha melihat”.

Dari ayat diatas, ada dua domain penting yang harus kita yakini, yaitu adanya relasi laki-lak dan
perempuan serta adanya berbagai bentuk masyarakat yang merupaka sunattullah yang harus
kita imani, karena tu di dalam menetukan sasaran dakwah tidak perlu membeda-bedakan
anatara laki-laki dan perempuan, antara kulit putih dan kulit hitam, antara desa dan koa.
Walaupun pendekatan atau metode yang digunakan tentu saja harus berbeda antara satu

8
dengan yang lainnya. Dalam mengkaji Mad’u ini akan kita bagi berdasarkan geografisnya,
akidahnya , usia, status sosial dan jenis kelaminnya.

a. Geografis
Berdasarkan letak geografis, Mad’u dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
masyarakat kota dan masyarakat desa. Kompetisi lain untuk meningkatkan status sosial
sangat tinggi, segala sesuatnya diukur berdasarkan materi, selain itu masyarkat kota
sangat terpengaruh terhadpa pola piker rasional. Maksudnya segala macam urusan
mereka pertimbangkan terlebih dahulu berdasarkan rasio dan logika. Sedangka
masyarakat desa memiliki ciri kehidupan yang erat hubungannya denga alam, pola pikir
mereka masih terbelakang jika dibandingkan dengan masyarakat kota.

b. Segi Akidah
Dari kacamata akidah, manusia terbagi menjadi dua, yaitu muslim dan non muslim. Orang
muslim adalah orang yang telah mengucapkan syahadat pertanda bahwa ia telah meyakini
islam sebagai agamanya dan Allah sebagai tuhannya. Orang non muslim adalah orang yang
tidak meyakni islam sebagai agama mereka.

c. Segi Usia
Kalau kita lihat dari segi usia Mad’u pada dasarnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
dewasa, remaja dan anak-anak. Orang dewasa pada dasarnya sudah punya wawasan luas,
pola pikir sudah matang, daya serapnya atau daya tanggap otaknya sudah tinggi. Lain halnya
dengan remaja mereka masih tahap dalam pertumbuhan dan perkembanan baik dari segi
fisik maupun psikis. Berbeda dengan anak-anak mereka belum mengerti tentang agama
mereka hanya melakukan apa saja yang mereka lihat dan apa saja yang mereka senangi.

d. Segi Status Sosial


Masyarakat ysng menjadi sasaran dakwah ini jika kita lihat dari segi status sosial, pada
dasarnya terbagi menjadi empat bentuk, yaitub pejabat, rakyat jelata, kaya, dan miskin.
Masyarakat yang tergolong masyarakat jelata atau orang miskin pada umumnya, tidak
terlalu sulit menyampaikan pesan dakwah, karena biasanya mereka mudah dijumpai dimana
saja dan mereka tidak terlalu sibuk. Berbeda halnya dengan menghadapi pejabat dan orng
kaya, disamping kesibukannya yang seolah-olah tidak punya waktu untuk mendengarkan
dakwah, juga rasa ingin dihormati sesuai dengan status sosialnya. Biasanya mereka dalam
mendengar atau mengundang Da’I selalu memilih-milih yang sesuai dengan keingnan
mereka. Pada umumnya mereka tidak mau kalau ada pengajian dan ceramah yang
berbentuk dogma sebab mereka termasuk golongan orang-orang intelektual.

e. Segi Jenis Kelamin


Dari jenis keklamin dapat dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan, pada dasarnya kedua
sasaran dakwah ini tidak berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun sering sekali
orang membedak-bedakannya. Padahal menurut Mahmud Syaltut, mantan syeikh

9
(pemimpin tertinggi) lembaga-lembaga Al Azhar di Mesir menulis, “ tabiat kemanusiaan
antara laki-laki d perempuan hamper (dapat) dikatakan sama”. Allah telah menganugrahkan
kepada perempua sebagaimana menganugrahkan kepada laki-laki, yaitu potensi dan
kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab dan menjadikan kedua jenis
kelamin ini dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum dan khusus.
Selain itu M Bakhri Gazali juga mengelompokkan Mad’u berdasarkan Tipologi dan
klasifikasi masyarakat, yang dibagi dalam lima tipe, yaitu:
1. Tipe Invator
Masyarakat yang memiliki keinginan keras pada setiap fenomena sosial yang sifatnya
membangun, agresif, dan tergolong memilki kemampuan antisipatif dalam setiap
langkah.
2. Tipe Pelopor
Masyarkat yang selektif dalam menirima pembaharuan dalam membawa perubahan
yang positif. Untuk menerima atau menolak ide pembaharuan, mereka mencari pelopor
yang mewakili mereka dalam menanggapi pembaharuan itu.
3. Tipe Pengikut Dini
Masyarakat sederhana yang kadang-kadang kurang siap mengambil resiko dan
umumnya lemah mental. Kelompok masyarakat ini umumnya adalah kelompok kelas
dua masyarakatnya, mereka perlu seorang pelopor dalam mengambil tugas
kemasyarakatan.
4. Tipe pengikut akhir
Masyarakat yang ekstra hati-hati sehingga berdampak kepada anggota masyarakat yang
skeptik terhadap terhadap sikap pembaharuan, karena faktor kehati-hatian yang
berlebihan, maka setiap gerakan pembaharuan memberikan waktu dan pendekatan
yang sesuai untuk bisa masuk.
5. Tipe Kolot,
Ciri-cirinya tida mau menerima pembaharuan sebelum mereka benar-benar terdesak
oleh lingkungannya.

Mad’u bisa juga dilihat dari segi berfikirnya sebagai berikut:


a. Umat yang berfikir kritis, yaitu orang-orang yang berpendidikan yang selalu berfikir
mendalam sebelum menerima sesuatu yang dikemukakakan kepadanya
b. Umat yang mudah dipengaruhi, yaitu masyarakat yang mudah dipengaruhi oleh
paham baru tanpa mempertimbangkan secara mantap yang dikememukakan
kepadanya
c. Umat berrtaklid, yaitu masyarakat atau golongan yang fanatik, buta, berpegang
pada tradisi, dan kebiasaan turun-temurun tanpa menyelidiki kebenarannya.

10
E. Cara Menghadapi Mad’u

Setiap Da’I harus mengetahui bahwa dalam mengajak pada kebaikan tidak selamnya
akan berhasil dan dapat diterima oleh setiap orang. Seorang Da’I dalam proses dakwahnya
akan berhadapan dengan Mad’u yang memliki banyak keunikan, karakter, dan
kepribadiannya masing-masing yang dipengaruhi oleh faktor psikologis ataupun
sosialkultural. Karena itulah ketika dakwah disampaikan, maka reaksi mad’u terhadap pesan
dakwah pun berbeda-beda, ada yang menerima dengan senang hati dan ada pula yang
menerima namun tidak mengamalkannya, dan ada yang mengingkari keseluruhannya. Jadi
seorang Dai haruslah menghadapi mad’u dengan bijak tanpa megdepankan emosi ataupun
tidak berpegang pada hal-hal yang telah ditetapkan dalam Al qur’an dan Hadist.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah baik
Sebagai individu maupun kelompok, baik manusia beragama islam ataupun tidak, atau
dengan kata lain secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama islam dakwah
bertujuan mengajak mereka untuk mengikuti agama islam, kepada orang yang telah
beragama islam dakwah bertujuan meningkatkan kwalitas iman, islam, dan ihsannya.
Dalam mengkaji Mad’u ini akan kita bagi berdasarkan geografisnya, akidahnya , usia, status
sosial dan jenis kelaminnya.
Seorang Da’I dalam proses dakwahnya akan berhadapan dengan Mad’u yang memliki
banyak keunikan, karakter, dan kepribadiannya masing-masing yang dipengaruhi oleh faktor
psikologis ataupun sosialkultural. Karena itulah ketika dakwah disampaikan, maka reaksi
mad’u terhadap pesan dakwah pun berbeda-beda, ada yang menerima dengan senang hati
dan ada pula yang menerima namun tidak mengamalkannya, dan ada yang mengingkari
keseluruhannya. Jadi seorang Dai haruslah menghadapi mad’u dengan bijak tanpa
megdepankan emosi ataupun tidak berpegang pada hal-hal yang telah ditetapkan dalam Al
qur’an dan Hadist.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz,Moh Ali.2004, Ilmu Dakwah.Jakarta;Prenada Media


Ghazali, M. Bahri. 1997. Dakwah Komunikatif. Jakarta : CV.Pedoman Ilmu Jaya.
http://aisyahudiana.blogspot.com/2015/12/interaksi-psikologi-dai-dan-mad’u.html
diakses pada 25 Oktober 2021
Jasafat.2012. Meniti Aktivitas Dakwah. Banda Aceh; Ar-Raniry Press
Rasyidah.2009.Ilmu Dakwah”perspektif gender”. Banda Aceh : Bandar Publishing

12

Anda mungkin juga menyukai