ETNOSAINS
ETNOSAINS
A. RASIONAL
Etnosains berlandaskan pandangan konstruktivisme, mengutamakan pembelajaran
bermakna. Pembelajaran yang bermakna merupakan pembelajaran yang dikemas sesuai
dengan karakteristik siswa. Pembelajaran yang bermakna memungkinkan siswa belajar
sambil melakukan “learning by Doing”. Learning by doing menyebabkan siswa dapat
membuat keterkaitan-keterkaitan yang menghasilkan makna, pada saat siswa mampu
menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dengan konteks kehidupan siswa yang
menemukan makna (Johnson, 2014:64).
Etnosains merupakan pengetahuan budaya yang dimiliki suatu daerah dan bangsa. Paris
(2010:) dalam artikel berjudul “Cultural Dimensions of Learning: Addressing the Challenges
of Multicultural Instruction” menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis budaya sangat
diperlukan bagi siswa, karena dengan menerapkan pembelajaran berbasis budaya akan
mengajarkan sikap cinta terhadap budaya dan bangsa, karena pembelajaran berbasis etnosains
akan memperkenalkan kepada siswa tentang potensi-potensi sebuah daerah, sehingga siswa
akan lebih mengenal budaya daerahnya. Etnosains sebagai pengetahuan budaya juga
mengajarkan kepada anak untuk bersikap tenggang rasa kepada sesama teman yang memiliki
latar belakang budaya berbeda. Kebudayaan luhur warisan nenek moyang berangsur-angsur
akan hilang terdesak kebudayaan asing yang ditransformasikan media elektronik. Diharapkan
dengan adanya peran dunia pendidikan dalam penanaman wawasan bermuatan etnosains,
siswa akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas tentang lingkungan sekitarnya dan
terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan etnosains dapat diintegrasikan kedalam
pembelajaran. Misalnya, hasil penelitian dari Davison & Miller (1998), tentang siswa Indian
Amerika yang menemukan makna pembelajaran khsususnya matematika dan sains ketika
etnosains diintegrasikan dalam pembelajaran. Siswa dapat memahami materi dengan baik
saat dikoneksikan dengan pengetahuan budaya. Hal ini berkaitan dengan teori Vygotsky yang
menitikberatkan interaksi dari faktor-faktor interpersonal (sosial), kultural – historis, dan
individual sebagai kunci dari perkembangan manusia. Perubahan kognitif terjadi dalam ZPD
(zone of proximal development) ketika guru dan siswa berbagi alat-alat budaya dan interaksi
dengan mediasi budaya menghasilkan perubahan kognitif ketika menginternalisasikan dalam
diri siswa, Tudge & Scrimsher dalam Schunk (2012:339). Selain itu, hasil penelitian dari
Gallagher, dkk., (2004) pada bidang Ilmu Pendidikan & Kebudayaan Lingkungan di Amerika
menemukan etnosains memiliki tujuan memperkaya perencanaan program ilmu pengetahuan,
pendidikan guru, penelitian, dan di sekolah-sekolah, berbagai ide-ide yang ditawarkan
dengan latar belakang budaya pada pembelajaran. Ada lima hal penting yang ditemukan dari
penelitian tersebut yakni; (1) budaya, kognisi, dan ilmu belajar sebagai kolaborasi
pembelajaran yang membuat hasil pembelajaran siswa meningkat; (2) teori, tujuan, dan
strategi pengajaran berbasis etnosains sebagai strategi pengajaran yang fokus kepada
observasi, meta-analisis dari pemecahan masalah, dan penemuan hal baru oleh siswa; (3)
etnosains dapat diintegrasikan dalam ilmu di sekolah dasar, ekologi, perikanan laut, dan ilmu
pendidikan umumnya; (4) bermanfaat bagi guru karena dapat mengenal beragam budaya dari
siswa; (5) siswa dapat bekerja proyek secara kelompok dalam proses pembelajaran.
Dari hasil penelitian-penelitian ini, etnosains sangatlah penting diintegrasikan dalam
pembelajaran di Sekolah Dasar. Siswa sekolah dasar merupakan siswa yang masih
mengalami perkembangan kognitif bersifat operasional konkret. Cara berpikir anak-anak
tidak lagi didominasi oleh persepsi, anak-anak dapat menggunakan pengalaman-pengalaman
sebagai acuan dan tidak selalu bingung apa yang mereka pahami.
Dalam kenyataannya sekarang proses pendidikan formal cenderung dipandang sebagai
proses pembelajaran yang terpisah dari proses akulturasi dan terpisah dari konteks suatu
komunitas budaya. Di samping itu, banyak orang yang memandang mata pelajaran di sekolah
memiliki tempat yang lebih tinggi (social prestige), dari pada tradisi budaya yang dipandang
tidak berarti dan rendah (discreditation). Pengetahuan tentang kebudayaan merupakan
pengetahuan budaya yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat. Namun yang terjadi
pengetahuan tentang kebudayaan sudah terkikis dan tergantikan oleh pengetahuan budaya
asing yang sama sekali tidak dipahami. Agar eksistensi budaya tetap kukuh, maka kepada
siswa sebagai generasi penerus bangsa perlu ditanamkan rasa cinta akan kebudayaan di
daerah. Salah satu cara yang ditempuh di sekolah adalah dengan cara mengintegrasikan
pengetahuan budaya (etnosains) dalam proses pembelajaran. Selain masalah tersebut di atas,
peserta didik masih dipandang sebagai objek yang tidak tahu, sedangkan guru sebagai subjek
yang serba tahu. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru, dengan paradigma
konvensional. Gaya pembelajaran seperti ini tidak mendorong peserta didik bereksplorasi
mengembangkan pengetahuan dan potensi dirinya. Praktik penyelenggaraan pembelajaran
seperti ini, tidak dapat dipungkiri masih terjadi sampai saat ini.
B. INTERAKSI GURU DAN SISWA
Guru dapat membuat suatu sumber belajar berupa media, seperti video, modul, dan
lainnya untuk mempermudah pelaksaanaan pembelajaran IPA SD berbasis etnosains. Selain
itu, guru dapat memanfaatkan berbagai literatur serta internet untuk membantu proses
pembelajaran.
Sebagian besar guru cenderung memanfaatkan buku teks sebagai satu-satunya sumber
belajar. Oleh sebab itu, guru harus mengembangkan dan merancang sumber belajar secara
sistematis berdasarkan kebutuhan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan dan juga
berdasarkan pada karakteristik para siswa yang akan mengikuti kegiatan pembelajaran
tersebut.
Menurut widyaningrum (2018:31) Sumber belajar adalah hal yang dapat digunakan
untuk membantu seorang guru dalam belajar, mengajar dan menampilkan kompetensinya.
Pada kenyataan guru cenderung memanfaatkan buku teks sebagai satu-satunya sumber
belajar. Oleh sebab itu, guru harus mengembangkan dan merancang sumber belajar secara
sistematis berdasarkan kebutuhan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan dan juga
berdasarkan pada karakteristik para siswa yang akan mengikuti kegiatan pembelajaran
tersebut.
Selain pemilihan sumber belajar, hal yang tidak kalah penting adalah pemilihan metode
dalam pembelajaran. Biasanya guru-guru di Sekolah Dasar mengajar dengan metode ceramah
bervariasi dan penugasan. Namun, sebenarnya ada beberapa metode lain yang dapat
digunakan untuk mendukung pembelajaran tematik berbasis etnosains, antara lain adalah
observasi, demonstrasi, diskusi, proyek, eksperimen, dan karya wisata.
Setelah guru menentukan kearifan lokal yang akan ditanamkan, maka guru dapat
memilih salah satu atau beberapa cara mengintegrasikan kearifan lokal tersebut. Cara tersebut
antara lain melalui strategi pembelajaran, metode pembelajaan, media pembelajaran, bahan
ajar ataupun evaluasi pembelajaran
Pemilihan kearifan lokal dalam mata pelajaran IPA sebagai tema utama dikarenakan
tema tersebut berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari dan dapat menanamkan nilai-
nilai karakter pada siswa. Selain itu, implementasi model pembelajaran yang tepat pastinya
akan berpengaruh pada peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Atmojoyo (2012: 5) yang mengemukakan bahwa
pembelajaran IPA terpadu berpendekatan etnosains terbukti efektif mampu memperbaiki
kualitas pembelajaran pada aspek aktivitas dan hasil belajar kognitif siswa.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran biasanya diadakan pertemuan, Evaluasi rutin ini
biasa disebut dengan KKG guru yang dilaksanakan setiap sebulan sekali, momen ini menjadi
wadah bagi guru untuk menuangkan segala keluhan, kekurangan, kebutuhan, maupun
himbauan yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. KKG dijadikan
sebagai ajang diskusi pendidik dalam menangani suatu masalah yang mungkin tidak dapat
dipecahkan atau diselesaikan secara individu. Selain itu, kegiatan ini bertujuan untuk
menguatkan karakter pendidik guna meningkatkan kompetensi bersama.
Penerapan etnosains merupakan suatu langkah yang dapat dibahas, dievaluasi dan di
laksanakan dalam pembelajaran di SD. Karena dengan penerapan Etnosains peserta didik
akan lebih mudah memahami materi yang berangkat dari kehidupan sehari – hari siswa dan
budaya yang ada.
Keberhasilan pembelajaran tidak hanya diukur dengan nilai akademik saja, melainkan
juga didukung oleh sikap dan ketrampilan siswa. Proses penilaian pembelajaran IPA berbasis
etnosains menggunakan penilaian otentik untuk mengukur hasil belajar yaitu penilaian
pengetahuan atau kognitif, penilaian sikap atau afektif, dan penilaian psikomotor atau
keterampilan sesuai dengan standar evaluasi dalam kurikulum 2013.
C. DAMPAK
Dengan demikian, pengaruh latar belakang yang dimiliki siswa terhadap proses
pembelajaran ada dua macam yaitu:
1. Pengaruh positif akan muncul jika pembelajaran di sekolah yang sedang dipelajari
selaras dengan pengetahuan budaya siswa sehari-hari. Proses pembelajaran seperti ini
disebut dengan pembelajaran inkulturasi.
2. Pembelajaran yang berpusat pada siswa akan berjalan efektif, karena proses asimilasi
dan akomodasi belajar dari siswa akan berjalan dengan baaik. Hal ini dapat
mendukung siswa untuk memecahkan masalah pembelajaran karena
mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman yang mereka alami dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Perkembangbiakan Hewan
Hewan berkembangbiak dengan berbagai cara. Hewan dapat berkembangbiak dengan
membelah diri,bertunas, fragmentasi, bertelur, bertelur-melahirkan, dan melahirkan.
a. Membelah diri
Hewan-hewan yang berkembang biak dengan membelah diri pada umumnya
merupakan hewan bersel satu. Hewan bersel satu sangat kecil (mikroskopis), sehingga hanya
dapat dilihat dengan menggunakan alat pembesar, misalnya mikroskop. Hewan yang
berkembangbiak dengan cara membelah diri, misalnya Amoeba.
b. Tunas
Hewan yang berkembang biak dengan tunas, contohnya Hydra. Tunas terbentuk dari
bagian tubuh Hydra dewasa. Tunas mengalami pertumbuhan dan akhirnya melepaskan diri
sebagai individu baru.
c. Fragmentasi
Hewan yang berkembang biak dengan cara fragmentasi, misalnya cacing (cacing pita
dan cacing planaria). Fragmentasi adalah cara perkembangbiakan pada hewan, dimana
individu baru terbentuk dari patahan atau potongan tubuh induknya.
d. Bertelur
Hewan yang berkembangbiak secara seksual setelah dewasa memiliki sel kelamin.
Ada dua macam sel kelamin, yaitu sel kelamin jantan (sperma) dan sel kelamin betina (sel
telur). Hewan-hewan yang bertelur memiliki sel telur. Sel telur dapat berkembang menjadi
individu baru jika dibuahi oleh benih hewan jantan (sperma). Telur yang tidak dibuahi tidak
dapat menetas. Sel telur yang sudah dibuahi disebut zigote.
Semua jenis hewan segolongan ungags berkembang biak dengan bertelur. Telurnya
dibuahi di dalam induknya dan menetas di luar. Ikan dan katak juga bertelur. Hanya telurnya
dibuahi di luar induknya, dan menetas di luar tubuh induknya. Hewan yang berkembangbiak
dengan bertelur disebut hewan ovipar. Berbeda dari serangga, metamorfosis pada katak tidak
diikuti dengan pergantian kulit. Telur katak hanya mempunyai sedikit cadangan makanan.
Hewan serangga, misalnya kupu-kupu juga mengalami metamorfosis. Perubahan bentuk
tubuh ulat menjadi kepompong yang kemudian menjadi serangga dewasa mengalami
metamorfosis sempurna. Hal ini juga dialami, kumbang, lebah, nyamuk, dan lalat. Ada pula
metamorfosis tidak sempurna, contohnya pada belalang, jangkrik, kutu kepala, dan lipas.
e. Melahirkan
Mamalia atau hewan menyusui tidak bertelur, melainkan melahirkan. Hewan yang
berkembangbiak dengan melahirkan disebut hewan vivipar. Contoh mamalia adalah: gajah,
kuda, ikan paus, kucing, dan kelinci.
f. Bertelur-melahirkan
Ada beberapa hewan yang bertelur, namun setelah sel telurnya dibuahi, telur-telurnya
disimpan dalam tubuh induknya hingga menjelang lahir atau menetas. Setelah cukup umur
telur-telur tersebut dikeluarkan dari tubuh induknya. Hewan yang berkembang biak dengan
bertelur-melahirkan, contohnya ular, kadal, dan buaya. Hewan-hewan ini disebut ovovivipar.
4. Perkembangbiakan tumbuhan
Perkembangbiakan tumbuhan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perkembangbiakan
secara tidak kawin (vegetatif) dan perkembangbiakan secara kawin (generatif).
a. Perkembangbiakan secara tak kawin (vegetatif)
Perkembangbiakan secara vegetatif dapat terjadi secara alami dan buatan.
Perkembangbiakan secara vegetatif alami:
1) Membelah diri : Tumbuhan yang berkembang biak dengan membelah diri, yakni
tumbuhan tersusun atas satu sel. Contohnya ganggang hijau bersel satu dan
chlamydomonas.
2) Spora : Tumbuhan yang berkembang biak dengan spora, yaitu jamur.
3) Tunas : Tumbuhan tertentu dapat berkembangbiak dengan tunas. Tunas tersebut
tumbuh di pangkal batang. Selain pisang, tumbuhan yang berkembangbiak dengan
tunas antara lain tumbuhan sukun, cemara, bambu, nanas, dan palem.
4) Umbi : Adalah bagian tumbuhan yang menggembung dan tertanam di dalam tanah.
Ada tiga macam umbi, yaitu umbi akar, umbi batang, dan umbi lapis.
5) Geragih : Adalah bagian batang yang menjalar di atas tanah kemudian pada ruas-
ruasnya tumbuh akar tunas baru. Tumbuhan yang berkembangbiak dengan geragih,
misalnya arbei dan pegagan.
6) Akar Tinggal (rhizoma) : adalah bagian batang yang tumbuh di dalam tanah. Selain
kunyit dan lengkuas, tumbuhan yang berkembangbiak dengan akar tinggal, antara
lain rumput, jahe, temulawak, dan kencur.
Perkembangbiakan secara vegetatif buatan:
1) Mencangkok : Dapat dilakukan pada tumbuhan mangga, jambu, jeruk, melinjo, dan
lain-lainnya.
2) Setek : Pengembangbiakan dengan setek dilakukan dengan cara menanam
potongan bagian suatu tumbuhan. Bagian tumbuhan yang dipotong dan ditanam
biasanya berupa batang, daun, atau pucuk tumbuhan. Setek batang dapat dilakukan
pada tanaman tebu dan ketela pohon. Setek daun dapat dilakukan pada tanaman
Begonia dan lidah mertua. Setek pucuk tumbuhan dapat dilakukan pada tanaman
teh.
3) Merunduk : Tumbuhan yang biasa dikembangbiakan dengan cara merunduk adalah
yang mempunyai batang menjulur dan berbuku-buku. Tanaman yang dapat
dikembangbiakan dengan cara merunduk, misalnya: apel, alamanda, dan selada air.
4) Menempel (Okulasi) : Okulasi merupakan pembiakan buatan dengan cara
menempelkan bagian tanaman induk pada tanaman induk lain. Okulasi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu menyambung batang dan menempel kulit batang
pada batang lain. Tanaman yang dapat disambung, misalnya ketela pohon, kopi,
dan durian. Menempel kulit batang pada batang lain, misalnya pada ubi kayu,
rambutan, dan mangga
b. Perkembangbiakan secara kawin (generatif)
Perkembangbiakan secara kawin yaitu perkembangbiakan dengan menggunakan sel
kelamin atau yang terjadi melalui proses penyerbukan dan pembuahan. Proses menempelnya
serbuk sari di kepala putik dapat terjadi dengan perantara angin, air, hewan, atau manusia.
Pada tanaman tertentu, misalnya vanili dan salak penyerbukannya dilakukan dengan
bantuan manusia. Hal ini disebabkan karena letak putik dan benang sarinya tidak
memungkinan terjadinya penyerbukan secara alami.
Motivasi
● Memberikan gambaran tentang manfaat mempelajari pelajaran yang akan dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari. Menjemur pakaian,padi
● Apabila materi tema/projek ini kerjakan dengan baik dan sungguh-sungguh ini dikuasai dengan
baik, maka peserta didik diharapkan dapat menjelaskan tentang materi :
Energi dalam sistem kehidupan
● Menyampaikan tujuan pembelajaran pada pertemuan yang berlangsung.
Pemberian Acuan
● Memberitahukan materi pelajaran yang akan dibahas pada pertemuan saat itu….
● Memberitahukan tentang kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, dan KKM pada pertemuan
yang berlangsung
● Pembagian kelompok belajar
● Menjelaskan mekanisme pelaksanaan pengalaman belajar sesuai dengan langkah-langkah
pembelajaran.
KegiatanInti
Sintak Model
Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran
Stimulatio KEGIATAN LITERASI
n Peserta didik diberi motivasi atau rangsangan untuk memusatkan perhatian pada topik
(stimullasi materi Energi dalam sistem kehidupan dengan cara :
/ → Melihat (tanpa atau dengan Alat)
pemberian
rangsanga Menayangkan gambar yang relevan.
n) → Menulis
Menulis resume apa yang dilihat pada gambar yang ditampilkan.
→ Mendengar
Pemberian materi mengenai mekanisme pembelajaran.
→ Menyimak
Penjelasan pengantar kegiatan secara garis besar/global tentang materi pelajaran
mengenai materi :
Energi dalam sistem kehidupan
untuk melatih rasa syukur, kesungguhan dan kedisiplinan, ketelitian mencari informasi.
→ Aktivitas
Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan
mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi
Energi dalam sistem kehidupan yang sedang dipelajari.
→ Wawancara/Tanya jawab dengan narasumber
Mengajukan pertanyaan berkaiatan dengan materi Energi dalam sistem kehidupan
yang telah disusun dalam daftar pertanyaan kepada guru
COLLABORATION (KERJASAMA)
→ Mengumpulkan informasi
Mencatat semua informasi tentang materi Energi dalam sistem kehidupan yang
telah diperoleh pada buku catatan dengan tulisan yang rapi dan menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
→ Mempresentasikan ulang
Peserta didik mengkomunikasikan secara lisan atau mempresentasikan
materidengan rasa percaya diri Energi dalam sistem kehidupan sesuai dengan
pemahamannya.
→ Saling tukar informasi tentang materi :
Energi dalam sistem kehidupan
Dengan ditanggapi aktif oleh pesertadidikdari kelompok lainnya sehinggadiperoleh sebuah
pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi kelompok kemudian, dengan
menggunakan metode ilmiah yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau pada
lembar kerja yang disediakan dengan cermat untuk mengembangkan sikap teliti, jujur,
sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan
kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan kebiasaan belajar danbelajar sepanjang hayat
F. REFERENSI
Aji , S. D. (2017 , Juli 15). Etnosains dalam membentuk kemampuan berpikir kritis dan kerja ilmiah
siswa. Seminar Nasional Pendidikan Fisika III 2017 Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP,
Universitas PGRI Madiun: 7 – 11.
Atmojo. (2012). Profesi Profil Keterampilan Proses Sains dan Apresiasi Siswa Terhadap Pengrajin
Tempe Dalam Pembelajaran IPA Berpendekatan Etnosains . Jurnal Pendidikan IPA Indonesia
1 (2) 115-12.
Fogarty, R. (1991). How to integrate the curriculla. Palatine. Illinois: IRI/ Skylight Publishing, Inc
Joseph, M.R. (2010). Ethnoscience and Problems of Method in the Social Scientific Study of
Religion. Oxfordjournals. 39(3): 241-249.
Mayasari , T. (Juli 2017, Juli 15). Integrasi budaya Indonesia dengan pendidikan sains . Seminar
Nasional Pendidikan Fisika III 2017 "Etnosains dan Peranannya Dalam Menguatkan Karakter
Bangsa" Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas PGRI Madiun
Ningrum , P. (2018). Etnosains, Kearifan Lokal, dan Budaya dalam Pembelajaran Sains. Semarang:
Radar semarang.
Parmin (2017). Ethnosains (Semarang: Swadaya Manunggal)
Pertiwi , U. D., & Firdausi , U. Y. (2019). Upaya Meningkatkan Literasi Sains Melalui Pembelajaran
Etnosains . Indonesian Journal of Natural Science Education (IJNSE).
Prastowo, A. 2014. Pemenuhan Kebutuhan Psikologis Peserta Didik SD/MI melalui Pembelajaran
Teamtik Terpadu. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar.
Puspasari dkk. (2019). Implementasi Etnosains dalam Pembelajaran IPA di SD Muhammadiyah Alam
Surya Mentari Surakarta. Science Education Journal (SEJ)
Rahayu, U., Yumiati, Paulina Pannen. 2006. Instructional Quality Improvement in Science Though
The Implementation Of Culture-Based Teaching Strateg, presented at the 10th International
Conference Learning Together for Tomorrow: Education for Sustainable Develompemnt,
Bangkok Thailand
Shidiq , A. S. (2016, Mei 14). Pembelajran Sains Kimia Berbasis Etnosains untuk Meningkatkan
Minat & Prestasi Belajar Siswa . Seminar Nasional Kimia & Pendidikan Kimia VIII (SN
KPK UNS).
Sukmadinata, N.S. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suastra, 2010. Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Untuk Mengembangkan
Kompetensi Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal di SMP. Universitas Pendidikan Ganesha.
Sudarmin (2015). Pendidikan Karakter, Etnosains Dan Kearifan Lokal: KONSEP Dan Penerapannya
hearts Penelitian Dan Pembelajaran Sains [ Pendidikan Karakter, etnosains dan Kearifan
Lokal: Konsep dan Aplikasi dalam Penelitian dan Ilmu Pendidikan Karakter Pendidikan:
Etnosains dan Kearifan Lokal], and others (ed.) (Semarang: CV. Swadaya Manunggal)
Sugiyono . (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfbeta
Wahyu, Yuliana (2017). Pembelajaran Berbasis Etnosains Sekolah Dasar. Jurnal Inovasi Pendidikan
Dasar.
Wati, S.Y. (2014). Pengembangan kurikulum 2013 melalui pendidikan multikultural di sekolah
menengah pertama negeri 13. Skripsi S-1 UIN Sunan Ampel Surabaya.
Widyaningrum, Ratna. (2018). Analisis Kebutuhan Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis
Etnosains Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Ipa Dan Menanamkan Nilai Kearifan
Lokal Siswa Sekolah Dasar. Widya Wacana Vol. 13 Nomor 2.
Yuliana, Ivo. (2017) Pembelajaran berbasis etnosains dalam mewujudkan pendidikan karakter siswa
sekolah dasar. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar