Anda di halaman 1dari 9

Nama : Nurul Aulyah

NIM : G041191065
Matakuliah : Alat dan Mesin Pertanian

PERAN TEKNOLOGI DALAM PERKEMBANGAN PERTANIAN

Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul


ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri.
Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong
kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-
alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian.

Kawasan Hilal Subur di Asia Barat, serta Mesir dan India merupakan lokasi awal
pembudidayaan tanaman untuk mendapatkan hasilnya. Sebelum aktivitas ini dimulai,
manusia terbiasa mencari sumber makanan di alam liar. Pertanian berkembang secara
independen di berbagai tempat di dunia, yaitu di China, Afrika, Papua, India, dan
Amerika.Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang
besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan,
revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia. Setiap
bagian di dunia memiliki perkembangan penguasaan teknologi pertanian yang berbeda-
beda, sehingga garis waktu perkembangan pertanian bervariasi di setiap tempat. Di
beberapa bagian di Afrika dan Asia Tengah masih dijumpai masyarakat yang semi-
nomaden (setengah pengembara), yang telah mampu melakukan kegiatan peternakan atau
bercocok tanam, namun tetap berpindah-pindah demi menjaga pasokan pangan. Sementara
itu, di Amerika Utara dan Eropa traktor-traktor besar yang ditangani oleh satu orang telah
mampu mendukung penyediaan pangan ratusan orang.

Sejarah perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia ditandai dengan pemanfaatn


alat dan mesin pertanian peninggalan Belanda di Sekon. Alat dan mesin pertanian (alsintan)
tersebut dipindahkan ke Jawa digunakan untuk pengenalan serta pengembangan mekanisasi
pertanian di Indonesia. Dalam perkembangannya, di tahun 1966, Indonesia mengimpor
alsintan semakin banyak sehingga membantu dalam pengembangan alsintan. Sehingga dari
tahun ke tahun, perkembangan penggunaan mekanisasi pertanian di Indonesia semakin
meningkat. Di era pemerintahan Jokowi-JK, penerapan mekanisasi pertanian terlihat
fantastis jumlahnya. Bahkan menurut Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, terbesar
dalam sejarah republik Indonesia. Data Kementerian Pertanian menyebutkan, realisasi
bantuan alsintan dari tahun 2010 hingga 2015 masing-masing sebanyak 8.220, 3.087,
21.145, 6.292, 12.086, dan 65.431. Dari angka ini, terlihat bantuan alat dan mesin pertanian
di tahun 2015 fantastis naik 617 persen. Bahkan di tahun 2016, Kementerian pertanian akan
mengalokasikan bantuan alat dan mesin pertanian sebanyak 100 unit. 
Penerapan mekanisasi pertanian dalam jumlah fantastis ini bukanlah bak menggarami air
laut. Namun, jelas-jelas telah memberikan hasil nyata dalam sejarah pertanian Indonesia
saat ini. Yaitu, terjadi penghematan tenaga kerja sebanyak 70 hingga 80 persen,
penghematan biaya produksi 30 hingga 40 persen, peningkatan produksi 10 hingga 20
persen, dan penurunan kehilangan (losses) saat panen dari 10 persen menjadi 20 persen.
Sehingga, jika diasumsikan penurunan losses 20 persen, dari luas sawah padi di Indonesia
14 juta ha dengan tingkat produksi rata-rata nasional 5 ton per ha, dapat menyelamatkan 14
juta ton gabah kering panen (GKP). Kemudian, apabila diasumsikan harga GKP Rp 3.700
per kg, maka uang yang diselamatkan sebanyak Rp 5,18 triliun. Artinya dari satu dampak
positif saja penerapan mekanisasi, sektor pertanian mampu memberikan kontribusi besar
pada perekonomian negara. 

Mekanisasi pertanian merupakan salah satu komponen penting dalam modernisasi


pertanian yang memanfaatkan alat dan mesin pertanian (alsintan) sebagai instrument untuk
meningkatkan efisiensi usaha tani dan daya saing produk pangan dan pertanian di
Indonesia. Meskipun telah lama pemanfaatan alsintan diimplementasikan, namun jumlah
dan jenis alsintan tersebut masih belum mampu meningkatkan efisiensi dan daya saing
secara signifikan. Oleh karena itu diperlukan upaya revolusif yang mampu mendongkrak
kinerja alsintan pada khususnya dan mekanisasi pada umumnya. Selama tiga tahun
pembangunan pertanian (2015-2017), kebijakan dan program penerapan mekanisasi
pertanian dalam rangka modernisasi pertanian telah banyak perubahan yang meliputi
peningkatan jumlah dan ragam bantuan alsintan kepada masyarakat petani. Perubahan
signifikan tersebut ditunjukan oleh capaian kinerja prasarana dan saran pertanian yang
meningkat drastik dari tahun-tahun sebelumnya. Selama kurun waktu tersebut, pemerintah
melalui Kementerian Pertanian telah memberikan bantuan alsin 284.436 unit yang
meningkat 2.175 persen dibandingkan tahun 2014 yang hanya 12.501 unit. Peningkatan
yang sangat signifikan tersebut harus diimbangi vi dengan upaya khusus pelembagaan dan
pengelolaan alsintan yang ada di lapangan agara berlanjut pemanfaatanya. Untuk
percepatan peningkatan efisiensi dan daya saing melalui modernisasi pertanian perlu upaya
massif gerakan peningkatan pemanfaatan alsintan dalam negeri menjadi sangat penting dan
strategis. Pada sisi lain, agar implementasi mekanisasi pertanian memberikan manfaat yang
besar terhadap petani dalam mempercepat peningkatan usaha tani, maka revolusi
mekanisasi juga memberikan peluang untuk diwujudkanya efisiensi usahatani dan daya
saing yang berdampak pada perekonomian petani.

Mekanisasi pertanian pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi


lahan dan tenaga kerja, meningkatkan luas lahan yang dapat ditanami, menghemat
energi dan sumber daya (benih, pupuk, dan air), meningkatkan efektivitas, produktivitas
dan kualitas hasil pertanian, mengurangi beban kerja petani, menjaga kelestarian
lingkungan dan produksi pertanian yang berkelanjutan, serta meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan petani
Pada awal-awal perkembangan mekanisasi pertanian ini, kita masih
mengadopsi langsung teknologi dari negara maju. Padahal kondisi lahan pertanian kita dan
sistem usaha taninya jauh berbeda dengan negara asal teknologi. Akibatnya berbagai
masalah timbul, seperti batas sawah menjadi hilang dan lapisan bawah yang kedap air
rusak. Harapan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan juga tidak tercapai.
Proses alih teknologi seperti ini sering disebut sebagai material transfer.
            Mekanisasi pertanian adalah introduksi dan penggunaan alat mekanis untuk
melaksanakan operasi pertanian Alat mekanis yang digunakan mencakup semua peralatan
yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan ternak, motor bakar, motor listrik, angin dan
sumber tenaga lainnya seperti nuklir. Mekanisasi juga dapat di-artikan sebagai aplikasi ilmu
teknik (engineering science) untuk rnengembangkan, mengorganisasi dan mengatur semua
operasi dalam "usaha pertanian". Suatu operasi pertanian dapat didefinisikan sebagai usaha
manusia untuk mengubah karakteristik atau posisi suatu obyek, misalnya: tanah: penyiapan
tanah perta-naman benih: benih di gudang persemaian.
Penerapan mekanisasi pertanian sebagai komponen teknologi utama dalam modernisasi
usaha tani di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu baru 1,30 HP/hektar (tahun 2013),
jauh di bawah China yang telah mencapai 4,10 HP/hektar. Mekanisasi pertanian di
Indonesia setingkat halnya di Malaysia dan sedikit di atas Filipina. Berdasarkan data
tersebut, maka sangatlah wajar jika program utama pembangunan pertanian dalam Kabinet
Kerja tahun 2015-2019 adalah memperbaiki teknologi usaha tani dengan menerapkan
teknologi mekanisasi secara masif, dalam hal jenis, jumlah dan penggunaannya.
Kementerian Pertanian menargetkan produksi alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam
negeri untuk tahun 2017 sejumlah seribu unit. Target tersebut perlu dikejar untuk
mendorong modernisasi sektor pertanian di Indonesia. Produksi alsintan akan dilakukan
secara sinergis antara para ahli dari Perhimpunan Teknik Pertanian (Perpeta) dan
universitas di dalam negeri dengan asosiasi alat dan mesin pertanian. Produksi alsintan
secara bertahap, mulai 20 unit, 100 unit, hingga 1.000 unit. Nantinya, para perekayasa yang
menghasilkan teknologi alsintan untuk diproduksi akan mendapatkan royalti. Kementerian
Pertanian sangat mengapresiasi para perekayasa alat dan mesin pertanian yang secara
sungguh-sungguh melakukan inovasi.

Pada tahun 2017, Kementerian Pertanian mengeluarkan tiga prototipe alsintan, yaitu
alsintan panen multikomoditas jagung dan padi dengan kemampuan 3 jam/ha; mesin olah
tanah amfibi kapasitas 3,5 jam/ha yang dapat digunakan secara bersamaan setelah jagung
dipanen, dan mesin penanam jagung kapasitas 8 jam/ha. Ketiga alsintan tersebut dapat
dioperasikan secara bersamaan sehingga dapat mempercepat proses budidaya dan
meningkatkan Indeks Pertanaman. Sebagai contoh mesin pemanen multikomoditas
(Multicrops Combine Harvester), dapat digunakan untuk memanen jagung atau padi,
sekaligus memasukkan hasil panen ke dalam karung dalam satu operasi. Dalam tiga tahun
terakhir (2015-2017), Kementerian Pertanian telah menyalurkan bantuan alsintan sebanyak
284.436 unit, meningkat 2.175% dibandingkan periode tahun 2014 yang hanya 12.501 unit.
Jenis bantuan alsintan terutama ialah traktor roda dua untuk pengolahan lahan, pompa air
untuk irigasi, transplanter untuk penanaman padi, combine harvester untuk panen dan
perontokan padi. Program bantuan/fasilitasi merupakan bentuk intervensi langsung
pemerintah, yang kini cukup dominan dalam bidang alsintan. Pengembangan mekanisasi
pertanian di Indonesia tidak terlepas dari situasi dan kondisi lingkungan strategis
masyarakat lokal. Karena itu diperlukan pendekatan sistem transformasi sosiokultural
masyarakat dengan mempertimbangkan keragaman dalam setiap budaya lokal. Mengingat
hal tersebut, maka pengembangan mekanisasi pertanian di Indonesia menganut azas
mekanisasi pertanian selektif, yaitu mengintroduksi alat dan mesin pertanian yang sesuai
dengan kondisi sosial ekonomi daerah setempat. Modernisasi pertanian melalui penerapan
mekanisasi pertanian telah memberikan hasil nyata dalam sejarah pertanian Indonesia saat
ini. Dampaknya terjadi penghematan tenaga kerja sebanyak 70 hingga 80 persen, dan
penghematan biaya produksi 30 hingga 40 persen. Peningkatan produksi 10 hingga 20
persen dan penurunan kehilangan hasil saat panen dari 20 persen menjadi 10 persen. Jika
diasumsikan penurunan kehilangan hasil 20 persen, dari luas panen sawah padi di Indonesia
14 juta ha dengan tingkat produksi rata-rata nasional 5 ton per ha, dapat menyelamatkan 14
juta ton gabah kering panen (GKP). Apabila diasumsikan harga GKP Rp3.700 per kg, maka
uang yang diselamatkan sebanyak Rp5,18 triliun. Hal ini berarti dari salah satu dampak
positif saja dari penerapan mekanisasi, sektor pertanian mampu memberikan kontribusi
besar pada perekonomian negara. Hasil lain yang bersifat positif dari penerapan mekanisasi
pertanian, yaitu sukses mewujudkan Indonesia tidak impor beras, jagung untuk pakan,
cabai, dan bawang merah, sehingga sektor pertanian berhasil menghemat devisa sekitar
Rp52 triliun.

Peranan mekanisasi dalam pembangunan pertanian Indonesia dapat dilihat secara rinci
sebagai berikut:

a. Meningkatkan efisiensi tenaga manusia.


b. Meningkatkan citra dan taraf hidup petani.
c. Memperbaiki kualitas dan kuantitas, serta kapasitas produksi pertanian.
d. Mendorong pertumbuhan kemajuan usaha tani. Dari tipe pertanian untuk kebutuhan
keluarga (subsistence farming) menjadi tipe pertanian komersil (commercial
farming).
e. Mempercepat transisi ekonomi Indonesia dari sifat agraris manual menjadi
pertanian industrial.
Sayangnya pengaruh positif mekanisasi tersebut masih terkendala oleh pemilikan lahan
yang sangat sempit. Ruang lingkup mekanisasi pertanian yang dapat menjadi kegiatan
ekonomi dan usaha pertanian adalah:

a. Mesin dan alat budidaya pertanian. Mencakup rekayasa mesin dan alat proses
budidaya penggunaan tenaga dan alat-alat untuk transportasi hasil panen pertanian.
b. Teknik pengelolaan tanah dan air yang memanfaatkan alat dan mesin pertanian dan
kaitannya dengan keadaan teknik tanah dan air.
c. Bangunan pertanian. Mencakup gudang penyimpanan, gedung pengolahan,
bangunan dan perlengkapan pertanian.
d. Mesin pengolahan hasil pertanian. Mencakup rekayasa alat dan mesin, dan
penggunaan mesin dalam menyiapkan hasil pertanian, baik untuk diproses,
disimpan maupun untuk langsung digunakan.
e. Mesin pengolahan pangan. Mencakup rekayasa mesin dan penggunaan alat, serta
syarat-syarat yang diperlukan dalam pengolahan pangan.

Cakupan alat mesin pertanian terus berkembang sejalan dengan kemajuan bidang teknik
rekayasa dan kemajuan usaha tani, serta kemajuan bidang lainnya. Permasalahan
Mekanisasi Pertanian di Indonesia Terdapat sejumlah permasalahan dalam upaya
pengembangan teknologi pertanian, terutama alsintan, yakni :

a. Proses rekayasa alsintan belum mampu mengikuti kemajuan teknik alsintan negara
maju.
b. Sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alat dan mesin pertanian (alsintan)
masih lemah.
c. Pemanfaatan dan ketersediaan alsintan masih kurang, karena lemahnya permodalan
petani dan sempitnya skala usaha.
d. Skala usaha tani untuk penggunaan alat dan alsintan belum memadai.
e. Dukungan perbengkelan masih lemah.
f. Belum mantapnya kelembagaan alsintan.
g. Belum optimalnya pengelolaan alsintan di subsektor peternakan.
h. Masih rendahnya partisipasi masyarakat/swasta dalam pemanfaatan dan
pengembangan alsintan, serta terbatasnya daya beli maupun permodalan.

Faktor Penghambat Perkembangan Mekanisasi Pertanian. Jika melihat perkembangan


mekanisasi pertanian di Indonesia, maka dapat terlihat berbagai faktor-faktor
penghambatnya, di antaranya :

a. Permodalan

Umumnya petani di Indonesia mempunyai lahan yang sangat sempit dan sangat lemah
dalam permodalan. Akibatnya, tidak semua petani mampu untuk membeli alsin
pertanian yang harganya mahal.

b. Kondisi Lahan

Topografi lahan pertanian kebanyakan bergelombang dan bergunung-gunung, sehingga


menyulitkan untuk pengoperasian mesin-mesin pertanian, khususnya mesin prapanen.

c. Tenaga kerja

Ketersediaan tenaga kerja di perdesaan cukup banyak. Karena itu, bila digantikan
tenaga mesin, dikhawatirkan akan menimbulkan pengangguran.

d. Tenaga Ahli

Kurangnya tenaga ahli di wilayah yang kompeten dalam menangani mesin-mesin


pertanian.

Mengingat hal tersebut, pengembangan mekanisasi pertanian di Indonesia menganut


asas mekanisasi pertanian selektif, yaitu mengintroduksi alat dan mesin pertanian yang
sesuai kondisi sosial ekonomi daerah setempat. Tantangan Pengembangan Mekanisasi
Pertanian Selain faktor penghambat, tantangan juga dihadapi dalam pengembangan
teknologi alat dan mesin pertanian, di antaranya:

a. Menyediakan perangkat peraturan/perundang-undangan tentang semua aspek


alsintan.
b. Memasyarakatkan budaya mekanisasi pertanian kepada petani di perdesaan,
sehingga petani menjadi akrab dengan alsintan (machine minded).
c. Menumbuhkembangkan industri dan penerapan alsintan.
d. Mengembangkan kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang
mandiri.
e. Meningkatkan efisiensi penggunaan alsintan.
f. Mengembangkan lembaga pengujian alsintan yang terakreditasi di daerah dalam
rangka otonomi daerah, mengembangkan alsintan sesuai dengan kondisi sosial
budaya masyarakat setempat, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengembangan.
g. Menyediakan sistem pembiayaan/perkreditan bagi petani agar mampu membeli
alsintan.
h. Melatih tenaga kerja generasi muda di perdesaan untuk menguasai teknik
operasional dan pemeliharaan alsintan.
i. Melatih keselamatan kerja lapang operator alsintan.
Tinjauan kelembagaan mekanisasi pertanian Indonesia akan dilakukan melalui
pendekatan sistem. Sistem secara luas didefinisikan sebagai satu set dari unit-unit atau
unsur-unsur yang saling berinteraksi satu sama lainnya dalam proses mengubah input
menjadi output. Dengan melihat mekanisasi pertanian sebagai suatu system maka unsur-
unsur yang terkait antara lain :

a. Input
    Input terdiri dari bahan baku, modal, tenaga kerja, informasi, pengetahuan, dan
teknologi yang dimanfaatkan dalam penciptaan output.

b. Output
    Output dari sistem mekanisasi pertanian berupa alat dan mesin pertanian yang
dihasilkan, jasa-jasa alsintan, dan pemanfaatan alsintan oleh masyarakat.

c. Sistem
     Sistem terdiri dari pihak-pihak yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam
menciptakan mekanisasi pertanian, contohnya produsen, importir alsintan, penyedia jasa
alsintan, dan lembaga penunjang lainnya
d. Lingkungan
    Lingkungan dari sistem mekanisasi pertanian terdiri dari lingkungan langsung dan
tidak langsung. Lingkungan langsung terdiri dari pihak-pihak yang langsung
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sistem, contohnya petani, pedagang,
dan Departemen Pertanian. Sedangkan lingkungan tidak langsung terdiri dari lembaga
atau kebijakan yang memiliki dampak luas terhadap sistem, contohnya: keadaan sosial
ekonomi, keadaan politik, sistem nilai dan norma masyarakat, serta insentif.

e. Proses
    Proses mencakup teknologi dan metode-metode yang digunakan untuk mengubah input
menjadi output. Dalam proses ini dibutuhkan peran lembaga riset untuk menentukan
teknologi apa yang sesuai dan bagaimana metode pengadopsian teknologi tersebut.

f. Struktur
   Struktur menggambarkan peran, tanggung jawab, dan hubungan antara pihak-pihak
yang berkaitan dengan mekanisasi pertanian. Mulai dari produsen, petani, pedagang
alsintan, pemerintah, sampai lembaga-lembaga penunjang lainnya yang terkait. Struktur
sangat penting karena ia menentukan penyalurkan informasi dalam sistem, dan
memberikan insentif kepada pihak pihak yang terkait.

g. Tujuan
Tujuan dari sistem mekanisasi pertanian adalah meningkatkan kinerja sektor pertanian
dan kesejahteraan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai