Anda di halaman 1dari 25

KTI MKWU TERINTEGRASI

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

MEDIA SOSIAL SEBAGAI PEMICU SIKAP TOLERANSI DALAM DIRI


MASYARAKAT

TOPIK : INTOLERANSI SOSIAL

Disusun Oleh : Kelompok 10


1. Rachel Sabila Rahma 012111133167
2. Mimin Nur Cahyani 042111433029
3. Ainun Aini Puteri Dewanti 122111233171
4. Hana Vita Nurfaizah 132111133096
5. Mu'alif Jabal Firdaus 142111535011
6. Indra Syahdan Aufi 142111535031
7. Rahmadita Ainun Habibah 152110483013
8. Devi Rizky Aditya 162112133082

UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021/2022
MEDIA SOSIAL SEBAGAI PEMICU SIKAP TOLERANSI DALAM DIRI
MASYARAKAT

ABSTRAK

Indonesia adalah negara yang memiliki banyak suku, bahasa, kebudayaan ,hingga
agama. Perbedaan ini pada dasarnya menyatukan, bukan memecah belah bangsa
Indonesia.alat pemersatu ini salah satunya dengan toleransi. namun,masih ada beberapa
masyarakat yang minim toleransi. hal ini salah satu penyebabnya adalah media sosial. maksud
dari penelitian ini .Memaparkan faktor penyebab intoleransi dalam masyarakat, bagaimana
media sosial menjadi pemicu sikap intoleransi dalam diri masyarakat, dan langkah strategis
guna mengatasi sikap intoleransi yang dipicu oleh penggunaan media sosial dalam diri
masyarakat. Adapun metode penelitian kajian pustaka atau studi kepustakaan yaitu berisi teori
teori yang relevan dengan masalah penelitian. .Ada 3 pemicu yang membuat seseorang
melakukan aksi intoleransi. Pertama, perbedaan dalam memahami ajaran agama secara
tekstual. Pemahaman ini menghasilkan pengalaman yang berbeda bagi sesama penganut satu
agama. Kedua, aksi pemaksaan hak asasi yang dilakukan oleh kaum mayoritas kepada pihak
minoritas.. Ketiga, perbedaan adat istiadat juga dapat menjadi pemicu terjadinya kasus
intoleransi. faktor penyebab masyarakat bersikap intoleran dalam media sosial globalisasi,
keberagaman masyarakat, perkembangan medsos dan anonymitas, langkah strategis
mengatasi intoleransi,pengguna media sosial haruslah bersikap bijak dengan hanya memberi
opini positif dan tidak merugikan orang lain . Dan, berupaya mengembalikan dan
menumbuhkan sikap toleransi dalam diri kita.

Kata Kunci : intoleransi, media sosial, studi kepustakaan, analisis konten.

II
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya kami
dapat menyelesaikan KTI MKWU Terintegrasi yang ditujukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Bahasa Indonesia Universitas Airlangga.

KTI ini dibuat untuk memberikan jawaban atas fenomena intoleransi yang dilakukan
oleh masyarakat di media sosial. Kami selaku penulis KTI ini menyampaikan banyak terima
kasih kepada Pak Eddy Sugiri selaku dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia B-2.6.
Berkat tugas yang diberikan ini, kami dapat menambah wawasan terkait dengan topik yang
diberikan. Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam proses penyusunan KTI ini.

Saya menyadari bahwa KTI ini masih jauh dari sempurna, baik dari teknik penulisan
maupun materi mengingat kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan
ini. Semoga dengan penyusunan KTI ini memberikan manfaat bagi pembaca sehingga dapat
menambah pengetahuan dan pemahaman diri. Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan KTI ini. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Blitar, 16 November 2021

Penulis

II
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN 3

1.1 Latar belakang masalah 3

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

Bab II 6

Kajian Pustaka 6

2.1 Landasan Teori 6

2.2 Hipotesis Penelitian 10

Bab III 11

Metode Penelitian 11

3.1 Jenis dan Sifat Penelitian, Metode Pengumpulan Data 11

3.2 Teknik Analisa Data 12

BAB IV 13

HASIL PENELITIAN 13

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 13

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian 13

4.3 Pengujian Hipotesis 18

BAB V 20

1
PENUTUP DAN SARAN 20

5.1 21

5.2 21

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.2.2 1 14

Gambar 4.2.4. 1 15

Gambar 4.2.4.2 16

Gambar 4.2.4.3 16

Gambar 4.2.4.4 16

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Indonesia adalah bangsa yang terbentuk atas keanekaragaman aspek baik benda
maupun non-benda. Aspek benda dapat terlihat dari barang-barang khas daerah seperti senjata
daerah, rumah adat, pakaian adat, dan sebagainya. Sedangkan aspek non-benda dapat terlihat
dari kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh generasi sebelum kita, semisal
bahasa daerah, tradisi, kisah legenda, dan lain-lain. Perbedaan ini pada dasarnya menyatukan,
bukan memecah belah bangsa Indonesia.

Para pendiri bangsa telah menetapkan semboyan Bangsa Indonesia yaitu "Bhineka
Tunggal Ika" yang artinya "Berbeda-beda tetapi tetap satu jua". Semboyan penuh makna ini
diambil dari Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular yang dibuat pada abad 14 Masehi.
Semboyan ini menjadi penegas bahwa keberagaman dalam diri Bangsa Indonesia haruslah
dihargai, dijunjung tinggi, dirawat, dan dilestarikan sebagai suatu harta yang mampu
membuat Bangsa Indonesia terus bersatu padu dalam satu kesatuan.

Dalam mewujudkan persatuan tersebut, tentu diperlukan adanya sebuah rasa saling
menghargai yang disebut toleransi. Menurut UNESCO (dalam Hanifah, 2010:5) toleransi
adalah sikap saling menghormati, saling menerima dan saling menghargai di tengah
keragaman budaya, kebebasan berekspresi dan karakter manusia. Namun, pada era sekarang
keragaman masyarakat cenderung menjadi beban daripada modal bangsa Indonesia (Hanifah,
2010:2). Keanekaragaman yang tidak disikapi dan dikelola dengan baik justru menjadi faktor
pemicu konflik antar kelompok, agama serta etnis-etnis yang beraneka ragam dalam
persatuan bangsa Indonesia. Ketidaktepatan sikap berupa ketidak toleran dalam menghadapi
keberagaman yang ada ini disebut intoleransi.

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang terjadi di Indonesia


mendorong pertumbuhan Internet yang sangat masif . Tahun 2018, data menunjukkan
sekitar 64,8 persen atau berjumlah 117,17 juta jiwa penduduk Indonesia sudah terhubung ke
internet. Namun pertumbuhan TIK ini tidak berbanding lurus terhadap tingkat literasi

3
digital masyarakat.

Gadget yang paling banyak digunakan masyarakat untuk mengakses media sosial
telah mendorong berkembangnya homogenitas masyarakat sehingga orang tidak terbiasa
terhadap sebuah perbedaan dan tidak terlatih melihat persoalan dari berbagai sisi.
Homogenitas ini mengarahkan masyarakat pada kutub-kutub polarisasi yang saling
bertentangan satu sama lain. Dengan kata lain, sifat homogenitas ini mendorong sikap
intoleransi pada masyarakat.

Media sosial merupakan tempat bagi masyarakat untuk mengakses segala informasi
seluas-luasnya, tetapi terkadang sumber dan kebenaran dari informasi tersebut belum dapat
terkonfirmasi. Informasi semacam ini dapat memicu kesalahpahaman SARA yang berujung
terhadap intoleransi dalam kelompok-kelompok masyarakat.

Seorang peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cahyo


Pamungkas, melakukan penelitian terhadap korelasi media sosial dengan intoleransi. Ia
menyebut bahwa media sosial memiliki peran yang penting dalam mendorong seseorang
untuk bersikap intoleran. Berdasarkan penelitiannya, media sosial digunakan oleh
orang yang memiliki tingkat fanatisme tinggi, dukungan terhadap sekularisasi yang
rendah, spiritualitas keagamaan yang rendah, perasaan terancam dan
ketidakpercayaan pada kelompok lain yang tinggi akan mendorong orang dengan
identitas agama dan etnis yang kuat bertindak intoleran dan radikal
(https://www.republika.co.id).

Dari sini dapat kita lihat bahwa media sosial sangat berpengaruh terhadap tumbuhnya
sikap intoleransi dalam diri masyarakat kita. Tentu saja jika dibiarkan berlanjut, perpecahan
akan menjadi hasil akhir dari kasus ini. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus
saling merangkul untuk mengatasi persoalan serius seperti ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Faktor apa yang menyebabkan intoleransi dalam masyarakat?


2. Bagaimana media sosial memicu sikap intoleransi dalam diri masyarakat?
3. Bagaimana dampak intoleransi dalam media sosial ini terhadap pelaku, korban, dan

4
pengguna media sosial lain?
4. Bagaimana langkah strategis mengatasi sikap intoleransi yang dipicu oleh media
sosial dalam diri masyarakat?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Memaparkan faktor penyebab intoleransi dalam masyarakat.


b. Memaparkan bagaimana media sosial menjadi pemicu sikap intoleransi dalam diri
masyarakat.
c. Memaparkan langkah strategis guna mengatasi sikap intoleransi yang dipicu oleh
penggunaan media sosial dalam diri masyarakat.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis:

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi penanganan sikap intoleransi masyarakat


dalam penggunaan media sosial.
b. Memberikan sumbangan ilmiah dalam kasus intoleransi masyarakat dalam
menggunakan sosial media, yaitu memberikan pemikiran atau solusi untuk
menyelesaikan permasalahan intoleransi tersebut.
c. Sebagai pijakan dan referensi penelitian-penelitian selanjutnya terkait penanganan
sikap intoleransi dalam menggunakan sosial media pada diri masyarakat.

Manfaat praktis:

a. Penulis dapat menambah wawasan tentang kasus media sosial sebagai cermin sikap
intoleran dalam diri masyarakat melalui metode eksperimen yang telah dilaksanakan.
b. Dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait dalam hal ini termasuk
pemerintah mengenai upaya guna mengatasi sikap intoleransi masyarakat dalam
menggunakan media sosial.
c. Memberikan pemahaman terhadap para pengguna media sosial untuk mengetahui
contoh sikap, dampak, dan cara mengatasi perilaku intoleran itu sendiri dalam diri
mereka.

5
Bab II

Kajian Pustaka

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian intoleransi

Keberagaman adalah suatu kondisi masyarakat di mana terdapat banyak perbedaan


dalam berbagai bidang, seperti suku, bangsa, ras, keyakinan, dan antar golongan.
Keberagaman yang dimiliki Indonesia harus diimbangi dengan sikap toleransi
warganya untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kurang
memahami keragaman dalam masyarakat Indonesia menyebabkan sikap intoleransi.

Intoleransi merupakan sebuah "tindakan", bukan pikiran, apalagi sebuah aturan.


Menurut Hunsberger (1995), intoleran adalah tindakan negatif yang dilatari oleh
simplifikasi-palsu, atau "prasangka yang berlebihan" (over generalized beliefs).
Prasangka semacam ini memiliki tiga komponen; (1) komponen kognitif mencakup
stereotip terhadap "kelompok luar yang direndahkan"; (2) komponen afektif yang
berwujud sikap muak atau tidak suka yang mendalam terhadap kelompok-luar; dan (3)
komponen tindakan negatif terhadap anggota kelompok-luar, baik secara interpersonal
maupun dalam hal kebijakan politik-sosial.

Penyebab intoleransi ada bermacam-macam, diantaranya:

a. Perbedaan dalam memahami ajaran agama secara tekstual

b. Aksi pemaksaan hak asasi yang dilakukan oleh kaum mayoritas kepada pihak
minoritas.

c. Perbedaan adat istiadat.

d. Ketidakadilan dari pihak aparatur negara maupun pemerintah dalam


menangani berbagai masalah atau konflik.
2.1.2 Media Sosial

Media sosial sendiri merupakan sebuah istilah yang terbilang baru, sesuai dengan
masa kemunculannya. Sejarah media sosial bermula pada akhir abad ke-19. Titik

6
awalnya adalah teknologi telegraf yang dikirimkan oleh Samuel Morse pada 1844.
Meski begitu, banyak orang berpendapat bahwa telegraf tidak bisa masuk dalam
terminologi media sosial karena tidak online. Sedangkan media sosial sendiri
dianggap sebagai teknologi komunikasi yang berbasis internet. Karena itu,
pertumbuhan internet pada 1970-an menjadi awal mula dari media sosial.

Pada tahun 1978, media sosial pertama tercipta. Bentuknya adalah Bulletin Board
System (BBS), sebuah platform yang mengumumkan pertemuan dan berbagi
informasi dengan mengunggahnya di BBS. Ini menjadi tonggak komunitas virtual
pertama dalam sejarah. Selanjutnya, pada 1979, kemunculan UseNet membuat orang
mulai menggunakan komunikasi virtual dari buletin, artikel, atau newsgroup online.
Pada 1995, ketika WWW diluncurkan, orang mulai ingin membuat situs web pribadi
masing-masing. Situs pribadi ini memungkinkan mereka berbagi dan berkomunikasi
lewat internet. Saat itu, media sosial hanya digunakan untuk berbagi saja atau belum
ada jejaring pertemanan virtual. Sedangkan pada media sosial untuk blogging, pada
1999 mulai muncul Blogger dan Livejournal. Dengan layanan ini, pengguna bisa
membagikan tulisan dan berkomunikasi melalui blog dan jurnal mereka sendiri.
Sedangkan grup jejaring sosial mulai tumbuh pesat dengan kemunculan Friendster
pada 2002. Platform ini memungkinkan pengguna membuat profil dan terkoneksi
secara virtual dengan orang di seluruh dunia. Pada 2004, Mark Zuckerberg
meluncurkan jejaring pertemanan lain yaitu Facebook. Mulanya, layanan ini
digunakan sebagai jejaring sosial para mahasiswa. Namun, seiring berjalannya
waktu, Facebook boleh diakses bagi siapa saja yang berusia di atas 13 tahun.
Facebook hingga kini tetap digandrungi oleh banyak warganet. Para pekerja kreatif
terus mengembangkan media sosial jenis lain. Hingga pada 2005, Youtube
diluncurkan. Youtube menjadi salah satu media sosial pembeda karena berbagi
menggunakan video. Dalam blogging atau berbagi melalui tulisan, tahun 2006
muncul Twitter. Berbeda dengan media sosial blogging yang lain, Twitter memilih
disebut dengan microblogging karena ada pembatasan karakter. Twitter
menawarkan cara komunikasi yang singkat dan padat bagi para penggunanya. Alih-
alih merasa kesusahan, pengguna justru merasa tertantang dengan batasan karakter
tersebut. Mencari bentuk baru media sosial juga dilakukan oleh Kevin Systrom dan

7
Mike Krieger. Mereka kemudian membuat Instagram pada 2010.

Internet memiliki berbagai dampak positif dalam kehidupan, diantaranya:

1. Konektivitas

Salah satu manfaat dari media sosial yaitu konektivitas. Seseorang bisa menemukan
berbagai macam orang dari mana saja. Hal ini tidak terbatas jarak yang ada. Oleh
karena itu, walaupun jauh, seseorang bisa tetap terhubung.

2. Pendidikan

Media sosial tidak hanya untuk berhubungan dengan orang lain, tetapi juga
pendidikan. Melalui media sosial, seseorang dapat memperoleh berbagai ilmu baru.

3. Bantuan

Media sosial dapat membantu ketika sedang membutuhkan bantuan. Melalui sebaran
informasi yang ada, seperti donasi, media sosial dapat menyebar ke berbagai
wilayah. Hal ini bisa mengundang empati orang lain untuk turut membantu
seseorang atau lembaga sosial yang membutuhkannya.

4. Informasi

Manfaat media sosial yang cukup terasa yaitu penyebaran informasi yang ada.
Walaupun tidak memperhatikan pemberitaan di televisi maupun koran, dengan
media sosial informasi tersebut tetap didapatkan.

5. Promosi

Media sosial juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana informasi. Hal ini karena media
sosial dapat dilihat oleh siapa saja sehingga produk yang ditawarkan bisa diketahui
banyak orang. Selain itu, media sosial juga bisa digunakan untuk iklan dan
dihubungkan dengan target pasar yang dipilih.

6. Inovasi

Media sosial membuat seseorang untuk melakukan berbagai inovasi. Hal ini bisa
dihubungkan dengan profesi yang dimiliki. Melalui media sosial, seseorang dapat
memanfaatkannya untuk membantu hal-hal yang berhubungan dengan profesi.

8
7. Membantu Memerangi Kejahatan
Media sosial juga sangat bermanfaat untuk memerangi kejahatan yang ada.
Misalnya, terdapat buronan yang lari, dengan menyebarkan fotonya di media
sosial dapat membantu aparat untuk mencari
2.1.3 Jenis Penelitian

Penelitian dengan materi intoleransi dalam media sosial ini menggunakan jenis
penelitian kualitatif yang bersumber dari jurnal dan media di internet kemudian
dikembangkan dan dijelaskan kembali secara terperinci dan teliti sehingga
menemukan kesimpulan yang dapat diambil.
2.1.4 Studi Kepustakaan

Pada penelitian ini kami menggunakan jenis/pendekatan penelitian yang


berupa Studi Kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan merupakan suatu
studi yang digunakan dalam mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan
berbagai macam material yang ada di perpustakaan seperti dokumen, buku, majalah,
kisah-kisah sejarah, dsb (Mardalis:1999). Studi kepustakaan juga dapat mempelajari
berbagai buku referensi serta hasil penelitian sebelumnya yang sejenis yang berguna
untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti
(Sarwono:2006). Studi kepustakaan juga berarti teknik pengumpulan data dengan
melakukan penelaahan terhadap buku, literatur, catatan, serta berbagai laporan yang
berkaitan dengan masalah yang ingin dipecahkan (Nazir:1988). Sedangkan menurut
ahli lain studi kepustakaan merupakan kajian teoritis, referensi serta literatur ilmiah
lainnya yang berkaitan dengan budaya, nilai dan norma yang berkembang pada situasi
sosial yang diteliti (Sugiyono:2012).
2.1.5 Analisis Konten

Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan


mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa.
Analisis konten atau isi ini biasanya tersedia dalam analisis kualitatif. Analisis isi
dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Analisis isi banyak
dipakai untuk menggambarkan karakteristik isi dari suatu pesan. Paling tidak ada
empat desain analisis isi yang umumnya dipakai untuk menggambarkan karakteristik

9
pesan. Analisis isi dipakai untuk melihat pesan pada situasi yang berbeda, situasi
disini dapat berupa konteks yang berbeda, sosial dan politik. Analisis isi dipakai untuk
melihat pesan pada khalayak yang berbeda, khalayak disini merujuk pada pembaca,
pendengar atau pemisa media yang berbeda.

2.2 Hipotesis Penelitian

Opini kita bahwa media sosial berpengaruh terhadap intoleransi dalam masyarakat
sehingga memicu terjadinya sikap toleransi dikarenakan sebenarnya di zaman sekarang, lebih
tepatnya dapat dikatakan zaman itu semakin maju dan berkembang. Di kalangan generasi
milenial dan anak muda tentunya penggunaan teknologi sudah semakin canggih. Kita tidak
bisa menyalahkan sepenuhnya dengan adanya media sosial dapat menyebabkan intoleransi.
Bagaimanapun teknologi itu akan semakin maju dan berkembang. Kita dapat menilai dari
konsumen yang menggunakan media sosial. Terjadinya intoleransi ini disebabkan masyarakat
yang belum bijak dalam menggunakan media sosial dan tidak dapat memilah suatu hal yang
benar dan yang tidak benar sehingga membawa mereka terpengaruh dalam segala hal yang
mereka lihat maupun baca yang akhirnya memicu terjadinya sikap toleransi satu sama lain.
Masyarakat juga terlalu bersikap seenaknya sendiri dan tidak menghargai serta menghormati
orang lain dalam menggunakan media sosial. Mereka beranggapan bahwa di media sosial itu
tidak diketahui identitasnya, maka tidak akan ketahuan apabila saling mengejek orang lain.
Hal ini termasuk tindakan yang buruk dalam penggunaan media sosial. Masyarakat harus
lebih bisa menjaga sikap dan tutur kata mereka di dunia maya dalam berkomentar ataupun
menuliskan sesuatu walaupun tidak terdeteksi identitasnya serta tidak mendominasi atau
menyebarkan fitnah dan berita yang tidak benar(hoax).

10
Bab III

Metode Penelitian

3.1 Jenis dan Sifat Penelitian, Metode Pengumpulan Data

Adapun metode penelitian kajian pustaka atau studi kepustakaan yaitu berisi teori teori
yang relevan dengan masalah – masalah penelitian. Adapun masalah pada penelitian ini
adalah untuk mengetahui “Media Sosial sebagai cerminan sikap toleransi dalam diri
masyarakat”.

Bagian ini akan menelaah terkait permasalahan yang ada berdasar konsep dan teori
yang tersedia dalam literatur, terutama artikel-artikel ilmiah dan hasil penelitian yang
dipublikasikan dalam berbagai jurnal.

Menurut Wiratna Sujarweni (2014), kajian pustaka berfungsi untuk membangun


konsep atau teori yang menjadi dasar studi dalam penelitian. Kajian pustaka atau studi
pustaka merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian, khususnya penelitian
akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teoritis maupun aspek
manfaat praktis (Sukardi, 2013).

Dengan metode penelitian ini, penulis dapat menyelesaikan masalah yang diteliti
dengan mudah.

1. Jenis dan sifat Penelitian

a. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan atau library


research. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan melalui
mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan objek penelitian
atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan, atau telaah yang dilaksanakan
untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan
kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan.

Sebelum menelaah bahan pustaka yang tersedia, peneliti harus mengetahui


secara pasti terkait sumber informasi ilmiah tersebut. Adapun beberapa sumber yang

11
digunakan, yaitu jurnal ilmiah, referensi statistik, hasil penelitian (skripsi, tesis, dan
disertasi), internet, dan sumber-sumber terkait yang relevan.

b. Sifat penelitian

Ditinjau dari sifatnya, maka penelitian ini termasuk penelitian deskriptif.


Penelitian deskriptif berfokus pada penjelasan sistematis tentang fakta yang diperoleh
saat penelitian dilakukan (Anwar Sanusi, 2016).

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dari penelitian ini diambil dari sumber data. Menurut
Suharsimi Arikunto (2006), sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang
menjadi sumber data, sedangkan isi catatan subjek penelitian atau variabel penelitian.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini sumber data yang kami gunakan adalah sumber
data sekunder. Menurut Argita Endraswara, 2013, data sekunder merupakan sumber data
suatu penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara
(diperoleh atau dicatat oleh pihak lain). Data sekunder itu berupa bukti,catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip atau data dokumenter.

Dalam karya tulis ilmiah ini sumber sekunder yang dimaksud adalah artikel ilmiah,
jurnal ilmiah, hasil penelitian sebelumnya (skripsi, tesis, dan disertasi), dan sumber lain yang
masih relevan dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan karya tulis ilmiah ini.
Antara lain : “Siskamling Digital: Melawan Intoleransi Melalui Gerakan Anti Hoaks” oleh
Nuril Hidayah, “APJII: Jumlah Pengguna Internet di Indonesia Tembus 171 Juta Jiwa” oleh
Wahyunanda Kusuma Pertiwi.

3.2 Teknik Analisis Data

Setelah keseluruhan data terkumpul maka langkah selanjutnya penulis menganalisa


data tersebut sehingga ditarik suatu kesimpulan. Untuk memperoleh hasil yang benar dan
tepat dalam menganalisa data, penulis menggunakan teknik analisis isi. Analisis isi (Content
Analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi
baik tertulis maupun tercetak di media massa.

12
Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisa semua bentuk komunikasi, baik surat
kabar, berita, radio, iklan televisi maupun semua bahan dokumentasi lainnya (Afifudin, Et.al,
2012). Sedangkan kaitannya dengan pembahasan yaitu sebagai salah satu upaya penulis
dalam memudahkan pemahaman dengan cara menganalisa kebenarannya melalui pendapat
para jurnalis atau ilmuwan yang berkenaan dengan media sosial dan sikap intoleransi.

Adapun langkah-langkah strategis dalam penelitian analisis isi, sebagai berikut :

1. Penetapan desain atau model penelitian. Disini ditetapkan beberapa media, analisis
perbandingan atau korelasi, objeknya banyak atau sedikit dan sebagainya.
2. Pencarian data pokok/primer, yaitu berupa teks. Pencarian dapat dilakukan dengan
menggunakan lembar formulir pengamatan tertentu yang sengaja dibuat untuk
keperluan pencarian data tersebut.
3. Pencarian pengetahuan kontekstual agar penelitian yang dilakukan tidak berada
diruang hampa, tetapi terlihat kait-mengait dengan faktor-faktor lain.

13
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah para pengguna media
sosial.. Pada era globalisasi ini media sosial bukanlah hal yang asing lagi untuk kita, bahkan
dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari media sosial terlebih pada era pandemi
seperti saat ini.

Berdasarkan data dari Andi.Link pada tahun 2021, pengguna media sosial mencapai
170 juta pengguna aktif (61,8% dari jumlah populasi di Indonesia). Baik secara langsung
maupun tidak langsung, penggunaan media sosial tentu memberikan dampak baik dampak
positif maupun dampak negatif. Media sosial dapat mempengaruhi sifat dan perilaku
penggunanya. Salah satu dampak negatif media sosial terhadap perilaku pengguna yaitu
memunculkan sifat intoleransi.

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Faktor penyebab intoleransi dalam bermasyarakat

Ada 3 pemicu yang membuat seseorang melakukan aksi intoleransi. Pertama, perbedaan
dalam memahami ajaran agama secara tekstual. Pemahaman ini menghasilkan pengalaman
yang berbeda bagi sesama penganut satu agama. Kedua, aksi pemaksaan hak asasi yang
dilakukan oleh kaum mayoritas kepada pihak minoritas. Aksi lainya adalah pemakaian atribut
keagamaan secara berlebihan dan menyombongkan diri dengan segala atribut yang
dipakainya. Ketiga, perbedaan adat istiadat juga dapat menjadi pemicu terjadinya kasus
intoleransi, faktor adat istiadat ini menyebabkan konflik yang dilatarbelakangi fanatisme/
fanatic kesukuan. Keempat adalah ketidakadilan dari pihak aparatur negara maupun
pemerintah dalam menangani berbagai masalah atau konflik yang terjadi, mereka cenderung
memihak pada salah satu kubu dengan alasan yang bermacam macam seperti uang, agama,
golongan, bahkan kasta.

4.2.2 Faktor penyebab media sosial menjadi pemicu intoleransi

14
Ada beberapa faktor penyebab masyarakat bersikap intoleran dalam media sosial,
diantaranya:

1. Globalisasi

Karena terkikisnya nilai-nilai ketimuran dan masuknya nilai-nilai kebarat-barat


membuat banyak masyarakat Indonesia bersikap intoleran kepada sesama. Budaya barat
memiliki sifat individualisme yang tinggi. Maka dari itu, Banyak diera Globalisasi ini
masyarakat Indonesia lebih mementingkan diri sendiri ditimbang toleransi sesama manusia.
Ditambah lagi dengan adanya wabah pandemi virus covid-19 yang memaksa kita untuk
beraktivitas di dalam rumah.

2. Keberagaman masyarakat.

Keberagaman bisa menjadi suatu potensi sekaligus ancaman bagi bangsa


Indonesia. Ancaman ini dapat berupa kecemburuan sosial yang menimbulkan rasa
benci terhadap suatu kelompok. Alhasil mereka dapat bersikap intoleran terhadap
sesama nya.

Berdasarkan hasil laporan aduan yang masuk Turnbackhoax.id yang


dilakukan pada tahun 2017. Data pada gambar di bawah ini menggambarkan bahwa
aduan yang tinggi adalah terkait dengan SARA/Kebencian.

Gambar 4.2.2 1

Aduan SARA/Kebencian masyarakat

15
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa aduan masyarakat terkait
dengan SARA atau kebencian sebesar 8500an. Aduan masyarakat berupa
Sara/kebencian ini tertinggi dibanding dengan aduan masyarakat terkait pornografi
yang besarnya 7000 masyarakat dan aduan masyarakat lainnya, seperti aduan terkait
hoax sebesar 6000, aduan terkait perjudian sebesar 1250an, aduan terkait radikalisme
sebesar 300 an, aduan terkait penipuan daring sebesar 800 an, dan aduan terkait obat
legal sebesar 500 an.

3. Perkembangan media sosial yang kian cepat.

Perkembangan media sosial yang semakin lama kearah yang menyimpang.


Yaitu dengan adanya fitur komentar yang sewaktu-waktu orang lain dapat
berkomentar buruk terhadap dirinya. Hal itu memicu sikap intoleran dari korban yang
merasa di bully atau dilecehkan. Walaupun sudah ada Polisi Cyber dan fitur report di
setiap aplikasi namun masih banyak kasus pelecehan dan bullying yang membuat
orang mempunyai sikap intoleran kepada sesama manusia.

4. Anonimitas

Pengguna sosial media diberikan hak untuk merahasiakan identitas yang


mereka miliki. Namun, kerahasiaan ini tidak jarang menimbulkan masalah, misalnya
kebebasan dalam berkomentar. Kebebasan dalam berkomentar dengan pemakain
status anonym memang sangat berbahaya. Para pelaku merasa dirinya aman dan bebas
berkomentar buruk terhadap orang lain karena merasa karena identitasnya tidak
diketahui. Berikut beberapa bukti intoleransi dalam media sosial yang berhasil di
dokumentasikan:

16
Gambar 4.2.4. 1

Chat penyebar intoleransi(sumber:antaranews.co.id)

Gambar 4.2.4.2

Postinngan kaum sumbu pendek(sumber:facebook.com)

Gambar 4.2.4.3

Postingan ujaran kebencian(sumber:facebook.com)

17
Gambar 4.2.4.4

Respon di media sosial (sumber: rir.co.id)

4.2.3 Dampak intoleransi dalam sosial media

1. Bagi pelaku

Bentuk intoleransi yang paling sering muncul di media sosial salah satunya
adalah ujaran kebencian. Pelaku akan menghujat jika apa yang dikatakan atau
dilakukan orang lain tidak sesuai dengan apa yang ia pikirkan. Faktanya, menghujat
secara berlebihan dapat mengakibatkan psikologi orang terganggu. Selain itu,
sebenarnya menghujat merupakan pemicu kesombongan dan menggambarkan
insecurity (ketidak percayaan diri) dalam diri pelaku.

2. Bagi korban

Kurangnya kepercayaan terhadap dirinya membuat korban takut atau trauma


terhadap media sosial. Hal ini didasari dengan opini yang dibagikan korban melalui media
sosial yang tidak sesuai dengan pengguna media sosial lainnya. Kritik atau saran memang
perlu dalam kemajuan seseorang. Namun dalam hal ini bukannya kritik dan saran
melainkan hujatan yang diterima oleh korban. Tindakan seperti itulah yang dapat merusak
dampak positif dari penggunaan media sosial.

3. Bagi pengguna media sosial lainnya

Pengguna media sosial lain akan terprovokasi terhadap ujaran-ujaran atau


komentar negatif dari pelaku. Baik itu ikut mengomentari dengan ujaran negatif juga
atau malah membela korban intoleransi. Hal itulah penyebab ramainya media sosial
dikarenakan orang-orang yang mudah terprovokasi dengan ujaran-ujaran negatif.

4.2.4 Mengatasi intoleransi dalam media sosial

18
1. Diri Sendiri

Ada beberapa cara untuk mengatasi intoleransi pada diri kita. Dapat diawali
dengan membatasi diri dalam mengakses media sosial. Selain itu, berhati-hati dalam
menggunakan sosial media juga merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Kita
sebagai pengguna media sosial haruslah bersikap bijak dengan hanya memberi opini
positif dan tidak merugikan orang lain. Hal terpenting yaitu berupaya mengembalikan
dan menumbuhkan sikap toleransi dalam diri kita.

2. Lingkungan

Solusi dalam Mengatasi Intoleransi dari lingkungan dapat diawali dengan


membangun hubungan baik dengan orang sekitar termasuk keluarga, teman-teman,
dan tetangga. Kita juga dapat berperan aktif dalam mengikuti acara yang diadakan di
lingkungan sekitar, maupun berinisiatif untuk membuat sebuah acara yang mampu
menumbuhkan rasa kebersamaan dan toleransi pada lingkungan tersebut. Dengan
adanya toleransi inilah, masyarakat pun akan sadar betapa penting menumbuhkan
toleransi dan sebisa mungkin menghindari intoleransi yang menimbulkan perpecahan.

3. Pemerintah

Pemerintah bisa melakukan berbagai upaya preventif dan represif guna


menanggulangi tindakan intoleransi yang dilakukan masyarakat dalam media sosial.
Langkah preventif tersebut diantaranya dengan mengadakan sosialisasi mengenai
sikap bijak dalam menggunakan sosial media. Sedangkan, langkah represif dapat
dilakukan dengan menindak tegas pelaku yang melakukan tindakan intoleransi seperti
ujaran kebencian dengan hukuman sesuai peraturan yang berlaku.

4.3 Pengujian Hipotesis

Media sosial berpengaruh terhadap intoleransi dalam masyarakat. Berdasarkan data


yang ada, dapat ditarik kesimpulan bahwa media sosial mempengaruhi bahkan memperparah
sifat intoleransi dalam diri masyarakat. Penggunaan media sosial yang semakin hari semakin
marak ini dapat disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk mengumbar
kebencian, mencemooh orang lain yang tidak sesuai dengan apa yang dia pikirkan. Media
sosial juga banyak digunakan untuk memfitnah dan menyebarkan berita yang belum tentu

19
kebenarannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu globalisasi, keberagaman
masyarakat, perkembangan media sosial yang kian pesat, dan anonimitas.

Berdasarkan bukti dan data yang telah disajikan diatas, dimana data dari diagram
pengaduan masyarakat yang paling banyak adalah pengaduan kebencian/ Sara, sedangkan
untuk buktinya tertera pada gambar 1 berupa chat penyebar intoleransi, gambar 2 berisi
postingan kaum sumbu pendek, gambar 3 berupa postingan ujaran kebencian dan gambar 4
berupa respons di media sosial. Dari bukti diatas dapat membuktikan bahwa media sosial
tidak dipergunakan bagaimana seharusnya.

20
BAB V

PENUTUP DAN SARAN

5.1 kesimpulan

Intoleransi merupakan sebuah "tindakan", bukan pikiran, apalagi sebuah aturan.


Menurut Hunsberger (1995), intoleran adalah tindakan negatif yang dilatari oleh
simplifikasi-palsu, atau "prasangka yang berlebihan" (over generalized beliefs. Saat ini
perkembangan teknologi yang menghadirkan media sosial dalam masyarakat pun menjadi
pemicu adanya toleransi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya globalisasi,
keberagaman masyarakat, perkembangan media sosial yang cepat, dan anonimitas.
Padahal nyatanya intoleransi ini bukan hanya mempengaruhi si korban, tetapi juga
pelaku dan pengguna social media lain nya untuk bertindak provokatif. Intoleransi ini
dapat menimbulkan lunturnya nilai luhur dalam diri masyarakat Indonesia. Oleh karena
itu, pemerintah hendaknya melakukan Langkah preventif dan represif guna
menanggulangi intoleransi yang dilakukan masyarakat dalam media sosial ini.

5.2 Saran

Untuk kedepannya dapat dilakukan metode penelitian kuantitatif terhadap topik yang
sama yaitu “Media sosial sebagai pemicu intoleransi dalam diri masyarakat”. Dengan
metode ini, para pembaca dapat menafsirkan melalui visualisasi data mengenai kasus
terkait yang tentunya akan lebih relevan terhadap keadaan nyata di lapangan. Metode ini
juga dinilai lebih efektif untuk dilakukan jika dibandingkan dengan metode kami yaitu
penelitian kualitatif berupa studi kepustakaan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, A. 2016. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Berbasis Sistem
Komputerisasi dengan Menggunakan Metode Rapid Application Development (RAD)
pada Usaha Woodshouse .

Hendri, H. I., & Firdaus, K. B. 2021.Resiliensi Pancasila di Era Disrupsi: Dilematis Media
Sosial dalam Menjawab Tantangan Isu Intoleransi. Jurnal Paris Langkis. hh. 36-47.

Hidayah,Nuril, 2018,Siskamling Digital: Melawan Intoleransi Melalui Gerakan Anti Hoaks, Ar-
Risalah: Media Keislaman, Pendidikan dan Hukum Islam, vol. 16, no. 2 .

Seftiani, S. “Memahami sikap intoleransi di Indonesia dengan metode riset yang tepat”,
https://theconversation.com/memahami-sikap-intoleransi-di-indonesia-dengan-metode-riset-
yang-tepat-118721, diakses 11 november 2021

Pertiwi, wahyunanda kusuma, 2019. “APJII: Jumlah Pengguna Internet di Indonesia Tembus 171
Juta Jiwa”. https://tekno.kompas.com/read/2019/05/16/03260037/apjii-jumlah-pengguna-
internet-di-indonesia-tembus-171-juta-jiwa ,diakses 10 november.

22

Anda mungkin juga menyukai