Anda di halaman 1dari 14

USULAN PROPOSAL PENELITIAN

EKSPLORASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA BEBERAPA WILAYAH DI


KOTA AMBON

Disusun oleh

Nama : Rikki Bahagia Sembring

Nim ; 201982007

BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2021
LEMBARAN PENGESAHAN

JUDUL : EKSPLORASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA BEBERAPA

WILAYAH DIKOTA AMBON

NAMA : RIKKI BAHAGIA SEMBIRING

PRODI : AGROTEKNOLOGI

MENGETAHUI

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Ir. A.UMASANGADJI,MP Dr.Ir.MUHAMMAD.R.ULUPUTTY,MP


NIP: 196305051989031005 NIP: 196109291990031002

MENYETUJUI

KETUA JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

Dr. Ir. P. J.KUNU,M.P


NIP: 196412231992031001
PRAKATA

Puji sykuru penuli panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-
Nya proposal yang berjudul “Eksplorasi Nematoda Entomopatogen Dibeberapa wilayah Di Kota
Ambon “ dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih
kepada bapak pembimbing 1 ( Ir. A. Umasangadji,M) dan bapak pembimbing( Dr.Ir.Muhammad
.R.Uluputty,MP) yang telah memberikan penulis kesempatan ,waktu dan bimbingan dalam
penulisan proposal ini.penulis juga mengucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan
motivasi bagi rekan penulis dalam penyusunan proposal ini.

Proposal yang diajukan oleh penulis merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana pada jurusan Budidaya pertanian Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon.
penulis berharap proposal yang dibuat dapat bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat dalam
rangka menambah wawasan dan pengetahuan tentang Kepadatan populasi nematoda
entomopatogen do kota Ambon. Penulis menyadari bahwa proposal penelitian yang dibuat masih
memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,penulis berharap
adanya kritikan dan saran yang dapat membangun demi memperbaiki proposal ini, agar
dikemudia hari proposal ini dapat menjadi proposal yang lebih baik, mengingattidak ada
proposal yang baik tanpa tanpa adanya kritikan dan saran yang membangun. Semoga proposal
ini dapat berguna bagi kita semua.

Ambon, November 2021

penulis
DAFTAR ISI
LEMBARAN PENGESAHAN………………………………………………..

KATA PENGANTAR…………………………………………………………

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………. 5


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………. 5
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………… 6
1.4 Luaran Penelitian……………………………………………………… 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nematoda entomopatogen……………………………………………. 7


2.1.1 Morfologi Nematoda Entomopatogen……………………………… 7
2.1.2 Biologi dan siklus hidup Nematoda Entomopatogen……………… 7
2.2 Nutrisi NEP…………………………………………………………… 8
2.3Mekanisme Patogenesitas Nematoda Entomopatogen………………… 9

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………………. 11


3.2 Alat dan Bahan………………………………………………………… 11
3.3 Metode Penelitian………………………………………………………. 11
3.4 Pelaksanaa Penelitian…………………………………………………… 11
3.4.1 penelitian lapangan………………………………………………… 11
3.4.2 penelitian laboratorium……………………………………………. 11
3.4.2.1 pelaksanaan isolasi…………………………………………… 11
3.4.2.2 identifikasi NEP…………………………………………….. 11
3.4.2.3 identifikasi bakteri simbion NEP…………………………… 12
3.4.2.4 menghitung kepadatan populasi NEP………………………… 12
3.5 Variabel Pengamatan…………………………………………………….. 13
3.6 Analisis Data…………………………………………………………….. 13

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 14
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nematoda adalah mikroorganisme berbentuk cacing berukuran 700-1200 mikron dan berada di
dalam tanah. Nematoda yang ada di dalam tanah, ada yang tergolong free living, nematode
parasit tanaman dan nematode entomopatogen. Nematoda yang saat ini dikembangkan adalah
nematoda entomopatogen yang dapat digunakan sebagai insektisida biologi yang sangat
potensial untuk mengendalikan serangga hama baik ordo Lepidoptera, Coleoptera dan Diptera
(Ehler, 1996).Nematoda entomopatogen telah dipergunakan untuk mengendalikan serangga
hama pada tanaman pangan, perkebunan, rumput lapangan golf serta tanaman hortikultura
(Sulistyanto, 1998). Nematoda entomopatogen dapat diisolasi dari berbagai tempat di seluruh
belahan dunia, khususnya dari golongan Steinernematidae dan Heterorhabditidae dapat
digunakan untuk mengendalikan hama-hama golongan Lepidoptera, seperti : Galleria mellonella
(L), Spodoptera exigua Hubner, Agrotis ipsilon Hufnayel yang virulensinya mencapai 100
persen.

Nematoda entomopatogen (NEP) adalah salah satu agens hayati untuk mengendalikan hama
tanaman. Terdapat dua genus NEP yang berperan sebagai agens pengendali hayati yaitu genus
Steinernema dan Heterorhabditis. NEP menginfeksi inangnya dengan bersimbiosis dengan
bakteri yang ada pada saluran pencernaannya. Nematoda famili Steinernematidae bersimbiosis
dengan bakteri genus Xenorabdus dan nematoda famili Heterorhabditidae bersimbiosis dengan
bakteri genus Photorabdus (Smart, 1995).

Nematoda sudah digunakan selama beberapa dekade untuk banyak kontrol biologis serangga
hama di seluruh dunia (Georgis et al. 2006). Pengendalian hayati dengan nematoda
entomopatogen memberikan keuntungan yang paling utama yaitu tidak mencemari lingkungan
dan biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan penggunaan insektisida sintetik.
Jenis-jenis nematoda yang umumnya digunakan sebagai pengendali serangga hama yaitu
Steinernema spp. dan Heterorhabditis spp. Kedua jenis entomopatogen tersebut dapat digunakan
untuk mengendalikan larva hama dari ordo Coleoptera, Lepidoptera, Hymenoptera dan Diptera
(Wagiman et al. 2003).

Sebagai agensia pengendali hayati, nematoda mempunyai beberapa keunggulan yaitu daya
bunuhnya sangat cepat, kisaran inangnya luas, aktif mencari inang sehingga efektif untuk
mengendalikan serangga (Wartono dan Priatno 2009). Nematoda berpotensi untuk lebih
dikembangkan karena tidak berdampak negatif yang menyebabkan terjadinya pencemaran
lingkungan. Selain sebagai agen pengendali hayati, nematoda juga dapat diproduksi secara in
vivo dan in vitro (Mulyaningsih 2010).

1.2 Rumusan masalah

1. Apa –apa saja jenis nematoda entomopatogen di beberapa wilayah di kota ambon ?
2. Bagaimana kepadatan populasi nematode entomopatogen pada beberapa wilayah di kota
ambon?

1.3 Tujuan penelitian

1. Mendapatkan jenis jenis nematoda entomopatogen di beberapa wilayah di kota ambon.


2. Mengetahui kepadatan populasi nematoda entomopatogen di beberapa wilayah di kota
ambon.

1.4 Luaran penelitian

1. Skripsi
2. Artikel ilmiah
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nematoda entomopatogen

2.1.1 Morfologi Nematoda Entomopatogen

Tubuh nematoda pada umumnya berbentuk cacing, transparan, panjang dan agak silindris dan di
selubungi oleh kutikula yang elastis. Nematoda merupakan mikroorganisme berbentuk cacing
berukuran 700-1200 mikron dan berada di dalam tanah (Nugrohorini 2010). Ukuran nematoda
sangat kecil sehingga tidak dapat di lihat dengan mata telanjang, hanya dapat di lihat dengan
mikroskop. Nematoda memiliki sistem syaraf, sistem pencernaan dan sistem reproduksi. Sistem
pencernaan terdiri dari stoma, esophagus yang terdiri atas corpus (pro dan metacorpus), isthmus
dan basal bulbs (Rahim 2010). Nematoda ini mempunyai kulit tubuh yang halus, bentuk kepala
tumpul, enam bibir masing-masing memiliki paila dan stomata yang dangkal (Mulyaningsih
2010). Morfologi NEP Steinernema spp. dan Heterorhabditis spp.

2.1.2 Biologi dan siklus hidup Nematoda Entomopatogen

Nematoda entomopatogen merupakan patogen serangga yang dapat menyebabkan infeksi dan
menimbulkan penyakit pada serangga hama. Penetrasi NEP di lakukan langsung melalui kutikula
serangga dan lubang-lubang alami seperti spirakel, mulut, dan anus (Subagiya 2005). Nematoda
membunuh serangga melalui bantuan dari simbiosis mutualisme dengan bakteri yang dibawa
dalam saluran pencernaannya (Boemare 2002; Shapiro & Gaugler 2002).

Nematoda entomopatogen mempunyai siklus hidup sederhana dan mempunyai stadia utama
perkembangan dari telur, juvenil dan dewasa. Juvenil terbagi menjadi juvenil instar 1 (J1),
juvenil instar 2 (J2), juvenil instar 3 (J3) dan juvenil instar 4 (J4). Siklus hidup nematoda mulai
dari menginfeksi sampai muncul JI generasi baru berkisar 7-10 hari (Wagiman et al. 2003). JI
meninggalkan bangkai inang 2-3 minggu setelah berkembang di dalam tubuh inang dan mencari
inang yang baru (Ehlers et al. 2000). Pergantian instar di tandai dengan terjadinya pergantian
kulit (molting) (Prabowo 2012). Reproduksi NEP terus berlangsung sampai sumber nutrisi dalam
tubuh inang habis. Juvenil infektif meninggalkan inang untuk mencari inang yang baru. Juvenil
infektif dapat bertahan tanpa makanan selama beberapa bulan sampai mendapatkan inang yang
baru (Adams and Nguyen 2002).
Gambar Siklus Hidup Nematoda Entomopatogen: G1 (Generasi 1), G2 (Generasi 2), J1
(Tahap Juvenil 1), J2 (Tahap Juvenil 2), J3 (Tahap Juvenil 3 Tidak Efektif), PI (Tahap
Sebelum Juvenil Infektif), IJ (Juvenil Infektif), J4 (Tahap 4 Juvenil) (Wouts 1979 dalam
Adams and Nguyen 2002).

2.2 Nutrisi NEP

Komposisi media berpengaruh untuk dapat menghasilkan nematoda. Prinsip dasar dari
pembiakan nematoda secara in vitro adalah kandungan nutrisi media. Media harus memenuhi
kebutuhan nutrisi dari nematoda dan bakteri seperti karbohidrat, protein dan lemak (Shapiro &
Gaugler 2002).

Lemak merupakan cadangan energi utama bagi nematoda, baik yang patogenik terhadap
serangga maupun yang parasitik terhadap tumbuhan untuk proses metabolisme, daya bertahan,
dan menjelajah dalam pencarian inang (Yoo et al. 2000). Kandungan lemak pada JI dapat
mencapai 40% berat tubuhnya (Griffin et al. 2005). Manipulasi kandungan dan kualitas lemak
nematoda melalui penambahan komponen tertentu pada media in vitro telah banyak dilakukan.
NEP terbatas kemampuannya dalam mensintesis lemak sehingga mengandalkan bakteri simbion
untuk mendapatkan lemak esensial (Chaerani 2011).

Profil lemak seluler bakteri simbiotik mirip dengan yang ada pada media tumbuhnya. Bakteri
apabila ditumbuhkan pada media mengandung lemak asal serangga maka sel-selnya juga akan
mengakumulasi dengan komposisi asam lemak yang menyerupai komposisi asam lemak pada
serangga inang (Hatab & Gaugler 2001).

Nutrisi pendukung yang dibutuhkan bagi nematoda selain lemak yaitu karbohidrat dan protein.
Nutrisi tambahan karbohidrat memiliki jumlah energi yang tidak mencukupi yang dihasilkan
oleh karbohidrat dalam proses metabolisme maka nematoda akan mengambil energi dari protein
(Almatsier 2002).

Protein berperan dalam pembentukan biomolekul sebagai sumber energi. Pada organisme yang
sedang berkembangbiak, protein sangat penting dalam pembentukan sel baru. Oleh sebab itu,
apabila organisme kekurangan protein maka organisme tersebut akan mengalami hambatan
pertumbuhan (Maharani & Yusrin 2010). Protein berfungsi sebagai penyedia energi apabila
kebutuhan energi tidak tercukupi dari konsumsi karbohidrat dan lemak (Kartasapoetra &
Marsetyo 2003).

Ekstrak yeast, kuning telur dan usus ayam merupakan komposisi bahan yang mudah untuk
didapatkan. Dari ketiga bahan tersebut mengandung nutrisi karbohidrat, lemak dan protein yang
dibutuhkan bagi nematoda untuk perkembangbiakannnya. Media dimodifikasi dengan bahan-
bahan yang mencakup kebutuhan nutrisi nematoda dan menjaga kondisi lingkungan media agar
sesuai untuk kelangsungan hidup nematoda.

Menurut Reed (1991) dalam Ahmad (2005) menjelaskan bahwa komposisi kimia ekstrak yeast
terdiri atas protein 50-52%, karbohidrat 30-37%, lemak 4-5% dan mineral 7-8%. Kuning telur
merupakan emulsi lemak dalam air dengan kandungan bahan padat sebesar 50% dan terdiri atas
1/3 protein dan 2/3 lemak. Kuning telur tersusun atas 44.8% air, 17.7% protein, 35.2% lemak,
1.1 % karbohidrat dan 1.2% abu (Romanoff & Romanoff 1993). Menurut Baihaki et al. (2010),
nutrisi usus ayam memiliki komposisi yang hampir sama dengan komposisi nutrisi pada kulit
sapi dan terdapatnya protein. Usus ayam tersusun atas 65.90% protein kolagen, 22.93% protein
kasar, 5.60 lemak kasar, 3.44% kadar abu, 6.68% mineral dan 2.03% bahan lainnya.

2.3Mekanisme Patogenesitas Nematoda Entomopatogen

Mekanisme patogenesitas nematoda entomopatogen terhadap hama melalui tiga tahapan yaitu:
invasi, evasi, dan toksikogenitas. Invasi adalah nematoda menyerang hama dengan cara
nematoda masuk ke dalam tubuh larva serangga melalui lubang alami seperti spirakel, anus, atau
termakan oleh larva serangga. Evasi merupakan proses nematoda melepaskan bakteri
simbionnya ke dalam tubuh larva serangga inang. Toksikogenitas yaitu dimana bakteri simbion
yang dikeluarkan Steinernema spp. menyebabkan kelumpuhan syaraf tubuh pada otot – otot
serangga inang yang menyebabkan kematian (Chaerani dan Nurbaeti, 2007).

Mekanisme infeksi dan patogenisitas nematoda entomopatogen dalam serangga inang


merupakan faktor-faktor yang menunjukkan spesifitas inang dari nematoda ini. Invasi dan evasi
terhadap ketahanan inang merupakan tahapan penting dalam proses patogenik. Kemampuan
nematoda untuk melakukan penetrasi ke dalam haemocoel serangga dengan pelepasan enzim
proteolitik merupakan salah satu faktor spesifik dalam hubungan timbal balik nematoda –
serangga. Faktor spesifik lain adalah kemampuan nematoda untuk melawan ketahanan internal
serangga yang berupa senyawa antibakteri. Toksin dan enzim ekstraseluler merupakan senyawa
yang dilepaskan oleh nematoda untuk menyerang serangga inang (Simoes et al., 1996).

Mekanisme patologi NEP memarasit serangga inang dengan jalan penetrasi secara langsung
melalui kutikula ke dalam hemocoel atau melalui lubang-lubang alami, seperti spirakel, mulut
dan anus. dan stigma (Tanada dan Kaya, 1993). Dikemukakan oleh Simoes dan Rosa (1996)
bahwa terdapat interaksi mutualistik antara NEP dan bakteri Xenorhabdus spp. atau
Photorhabdus sp, dimana bakteri simbion tersebut terdapat dalam saluran pencernakan dari
juvenil infektif (NEP). Setelah masuk dalam tubuh serangga, nematoda melepaskan bakteri ke
dalam haemolymph. Didalam tubuh serangga, bakteri bereproduksi dan menghasilkan kondisi
yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan nematoda. Tanpa bakteri simbion dalam
serangga inang, nematoda tidak akan dapat bereproduksi, karena bakteri simbion ini berfungsi
sebagai makanan yang sangat diperlukan oleh nematoda (Ehlers, 2001).

Demikian juga sebaliknya, bakteri tidak akan dapat masuk ke dalam tubuh serangga apabila
tanpa bantuan nematoda entomopatogen, yang mempenetrasi tubuh serangga inang. Dengan
demikian simbiose antara bakteri simbion dan nematoda entomopatogen tidak dapat dipisahkan
dan merupakan syarat mutlak antara keduanya (Sulistyanto, 1999).
III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada laboratorium hama penyakit fakultas pertanian universitas
pattimura ambon yang berlangsung sejak November 2022 – januari 2023

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah , larva Galeria melonella,
air steril, alcohol 95 %.

Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, Gelas kaca, Cawan petri,
Mikroskop binokuler, kain kassa ,kertas saring, hand counter.

3.3 metode penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif deskriptif ,dengan mengamati serta
menghitung kepadatan populasi nematoda entomopatogen dibeberapa wilayah di kota ambon.

3.4 Pelaksanaan Penelitian.

3.4.1 Penelitian Lapangan

Penelitian ini merupakan tahap pengambilan sampel tanah pada beberapa wilayah di kota
ambon.

Sampel diambil dengan ketentuan jenis tanah dan kelembaban yang sesuai bagi kehidupan
nematoda. Sampel tanah diambil pada kedalaman 20 cm dengan cara menggali lubang,dengan
pengambilan sampel tiga ulangan dengan jarak pengambilan sampel 20 meter dengan tiga
lokasi berbeda.

3.4.2 Penelitian laboratorium.

3.4.2.1.Pelaksanaan Isolasi

Masing-masing sampel tanah diisikan pada gelas-gelas kaca sebanyak 200 gram, kemudian
memasukkan 10 ekor larva Galeria melonella instar akhir yang dibungkus kain kassa ke dalam
gelas tersebut. Setelah larva G. melonella mati, selanjutnya dilakukan White Trap dalam cawan
petri. Metode isolasi sesuai dengan metode baiting oleh Bedding dan Akhurst (1975) yaitu larva
serangga dimasukkan dalam tanah (200 gram per baiting), setelah 3-5 hari larva yang mati
kemudian diamati dan dihitung populasi dari masing-masing kedalaman. Penghitungan
dilakukan menggunakan mikroskop menggunakan hand counter dan counting djsh.

3.4.2.2 Identifikasi NEP


Identifikasi nematoda entomopatogen yang ditemukan adalah dengan cara sebagai berikut :

1. Pengamatan Gejala pada Serangga Inang


Pengamatan pada serangga inang berfungsi untuk melihat gejala serangan oleh nematoda
parasit serangga pada bagian kutikula yang ditunjukkan dengan adanya perubahan warna.
Apabila tubuh serangga berwarna hitam kecoklatan/caramel, berarti serangga tersebut
terinfeksi Steinernematidae, dan berwarna kemerahan jika terinfeksi Heterorhabditidae.
Hal ini disebabkan oleh adanya reaksi bakteri simbion, Xenorhabdus spp. atau
Photorhabdus spp. yang dikeluarkan oleh nematoda pada saat didalam tubuh serangga
inang. Pengujian menggunakan ulat bambu yang berwarna putih namun dapat juga
digunakan G. mellonella atau Tenebrio molitor sebagai alternatif. Uji dilakukan dengan
menginokulasikan nematoda entomopatogen fase juvenil infektif pada ulat/larva tersebut
dan ditempatkan pada temperatur ruang selama 24-48 jam. Hasilnya cukup dapat
dijadikan acuan untuk membedakan antara Steinernematidae dan Heterorhabditidae.

2. Pengamatan Morfologis dan Morfometriks


Identifikasi dilakukan secara morfologis yaitu dengan mengamati morfologi nematoda
menggunakan mikroskop binokuler, meliputi pengamatan ukuran tubuh nematoda,
bentuk kepala, kait pada bagian kepala dan striasi longitudinal pada tubuh nematoda.

Identifikasi juga dilakukan dengan metode morfometriks. karakteristik diagnosa yang


sangat penting antara lain; Jantan dibedakan dari bentuk dan dimensi dari panjang,
bentuk dan besar spicula, susunan dan jumlah genital papillae dan ada tidaknya mucron.
Dari data yang diperoleh, dicocokan dengan kunci determinasi oleh Poinar (1979),

3.4.2.3.Identifikasi Bakteri Simbion Nematoda Entomopatogen

Sebelum melakukan identifikasi bakteri, dilakukan isolasi bakteri lebih dahulu. Isolasi bakteri
simbion dilakukan langsung dari larva Galeria melonella yang telah terinfeksi nematoda
entomopatogen. Sterilisasi permukaan larva yang terinfeksi nematoda dilakukan dengan
menggunakan alkohol 95% selama 15 menit, dibilas tiga kali dengan aquadest steril, kemudian
dikeringkan dengan kertas saring steril. Bagian tungkai larva Galeria melonella yang telah mati
dipotong dengan pisau steinless steril dan cairan haemolympha yang keluar dari tubuh larva
digoreskan pada media Nutrien Agar atau media NA-NR . Media diinkubasi pada suhu 25oC
selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pengamatan koloni bakteri yang muncul pada media
Nutrien Agar tersebut.

3.4.2.4.Kepadatan Populasi Nematoda Entomopatogen Isolat dari Beberapa Wilayah di


kota ambon.
Untuk mengetahui kepadatan populasi Nematoda, maka dilakukan penghitungan populasi
nematoda isolat dari masing-masing wilayah menggunakan Mikroskop, counting dish dan Hand
Counter.

3.5 variabel pengamatan

Adapun variabel yang akan diamati pada pengamatan ini yaitu :

1. mengidentifikasi nematode entomopatogen.

Identifikasi dilakukan secara morfologis yaitu dengan mengamati morfologi nematoda


menggunakan mikroskop binokuler, meliputi pengamatan ukuran tubuh nematoda, bentuk
kepala, kait pada bagian kepala dan striasi longitudinal pada tubuh nematoda.

2.Mortalitas larva Galeria melonella.

Pengamatan tersebut dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang mati dan kemudian
dihitung persentase mortalitas larva, perhitungan mortalitas dilakukan setiap hari .persentase
mortalitas larva dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut ;

a
p= x 100 %
axb

dimana :

p = persentase mortalitas larva

a= larva yang mati

b=larva yang hidup

3. kepadatan populasi nematoda entomopatogen.

Untuk mengetahui kepadatan populasi Nematoda, maka dilakukan penghitungan populasi


nematoda isolat dari masing-masing wilayah menggunakan Mikroskop, counting dish dan Hand
Counter

3.6 Analisis Data

Data hasil pengamatan serta penghitungan kepadatan populasi nematode entomopatogen


dideskripsikan dan ditampilkan dalam bentuk tabel,gambar dan grafik.
DAFTAR PUSTAKA

Bedding, R.A. (1981) Low cost in vitro mass production of Neoplectana and Heterorhabditis
spesies (nematodes) for field control of insect pest. Nematologica 27 : 109-114.

Anonymous. 1997. Teknik Ekstraksi dan Penghitungan Populasi Nematoda Parasit Pada Contoh
Tanah dan Akar. Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Jawa Timur.

Arinana. 2002. Keefektifan nematoda entomopatogen Steinernema sp. dan Heterorhabditis indica
sebagai agen hayati pengendali rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera:
Rhinotermitidae). [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Nugrohorini. 2010. Eksplorasi nematoda entomopatogen pada beberapa wilayah di Jawa Timur.
Jurnal Pertanian Mapeta XII (2): 72-144.

Imanadi, L. 2012. Kajian pengendalian hama dengan nematoda entomopatogen


(Steinernemaspp. dan Heterorhabditis spp.). Balai besar karantina pertanian Surabaya. Surabaya.

Boemare, N.E., Lanmond and Mauleon, H. (1996) The entomopathogenic nematodes Bacterium
complex, biology, life cycle and vertebrate safety. Biocontrol Science and Technology 6 : 333-
346.

Ehlers, R.U. (2001) Mass production of entomopathogenic nematodes for plant protection. Appl.
Microbiol. Biotechnol. 56 : 623-633.

Gaugler, R. and Kaya, H.K. (1990) Entomopathogenic Nematodes in Biological Control. CRC
Press. Boca Raton. Florida.

Kaya, H.K. and Koppenhofer, A.M. (1996) Effect of microbial and other antagonistic organism
and competition on entomopathogenic nematodes. Biocontrol Science and Technology. 357-371.

Anda mungkin juga menyukai